Anda di halaman 1dari 27

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

JAKARTA

REFERAT

UVEITIS ANTERIOR

Pembimbing :

dr. Nurbuanto T,Sp.M

Penyusun :

Farella Kartika Huzna

112015233

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA

RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO

JAKARTA

PERIODE 23 JUNI 2016 25 JUNI 2016

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penyusun panjatkan kehadirat Tuhan YME, berkat karunia-
Nya penyusun dapat menyelesaikan pembuatan referat yang berjudul Uveitis Anterior yang
merupakan salah satu syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi
Dokter Departemen Mata Rumah Sakit Pendidikan Angkatan Darat Gatot Soebroto Periode
23 Mei 25 Juni 2016.

Dalam menyelesaikan presentasi kasus ini penyusun mengucapkan rasa terima kasih
kepada dr. Nurbuanto T, Sp.M sebagai dokter pembimbing. Penyusun menyadari bahwa
dalam penyusunan referat ini banyak terdapat kekurangan dan juga masih jauh dari
kesempurnaan, sehingga penyusun mengharap kritik dan saran yang membangun guna
menambah ilmu dan pengetahuan penyusun dalam ruang lingkup mata, khususnya yang
berhubungan dengan referat ini.

Tidak lupa penyusun ucapkan terima kasih pada seluruh pembimbing di Departemen
THT Rumah Sakit Family Medical Center (FMC) , atas ilmu dan bimbingannya selama ini.
Semoga Referat ini dapat bermanfaat bagi teman-teman pada khususnya dan semua pihak
yang berkepentingan bagi pengembangan ilmu kedokteran pada umumnya. Amin.

Jakarta, Mei 2016

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................................................ 1

Kata Pengantar ................................................................................................................ 2

Daftar Isi ......................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 5

BAB III KESIMPULAN ................................................................................................. 26

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 27

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus uvealis
yang meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris, dan koroid yang disebabkan oleh infeksi,
taruma, neoplasia, atau proses autoimun. Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea
yang mengalami inflamasi biasanya juga ikut mengalami inflamasi. Peradangan pada uvea
dapat hanya mengenai bagian depan jaringan uvea atau iris yang disebut iritis. Bila mengenai
badan tengah disebut siklitis. Iritis dengan siklitis disebut iridosiklitis atau disebut juga
dengan uveitis anterior da merupakan uveitis tersering. Dan bila mengenai lapisan koroid
disebut uveitis posterior atau koroiditis.1
Uveitis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada dewasa muda dan usia
pertengahan. Ditandai adanya riwayat sakit, fotofobia, dan penglihatan kabur, mata merah
tanpa sekret purulen dan pupil kecil atau irreguler. Insiden uveitis di Amerika Serikat dan di
seluruh dunia diperkirakan sebesar 15 kasus/100.000 penduduk dengan perbandingan yang
sama antara laki-laki dan perempuan.1
Uveitis merupakan salah satu penyebab kebutaan. Morbiditas akibat uveitis terjadi
karena terbentuknya sinekia posterior sehingga menimbulkan peningkatan tekanan
intraokuler dan gangguan pada nervus optikus. Selain itu, dapat timbul katarak akibat
penggunaan steroid. Oleh karena itu, diperlukan penanganan uveitis yang meliputi anamnesis
yang komprehensif, pemeriksaan fisik dan oftalmologis yang menyeluruh, pemeriksaan
penunjang, dan penanganan yang tepat.2
Uvea adalah organ yang terdiri dari beberapa kompartemen mata yang berperan besar
dalam vaskularisasi bola mata. Terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid. Uveitis didefinisikan
sebagai inflamasi yang terjadi pada uvea. Meskipun demikian sekarang istilah uveitis
digunakan untuk menggambarkan berbagai bentuk inflamasi intraokular yang tidak hanya
pada uvea tetapi juga struktur yang ada didekatnya, baik karena proses infeksi, trauma,
neoplasma, maupun autoimun.2

1.2 Tujuan
Tujuan dari penyusunan referat ini adalah untuk memberikan gambaran definisi,
klasifikasi, etiologi, insidensi, pathogenesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik, diagnosis, serta
penatalaksaan uveitis anterior.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi


Uvea terdiri dari : iris, badan siliar (corpus siliaria), dan koroid. Bagian ini adalah
lapisan vaskular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera. Bagian ini juga ikut
memasok darah ke retina. Iris dan badan siliaris disebut juga uvea anterior sedangkan koroid
disebut uvea posterior.1,3

Gambar 1. Anatomi Mata4


2.1.1 Iris
Iris adalah lanjutan dari badan siliar ke anterior dan merupakan diafragma yang
membagi bola mata menjadi 2 segmen, yaitu segmen anterior dan segmen posterior, di
tengah-tengahnya berlubang yang disebut pupil. Iris membagi bilik mata depan (kamera okuli
anterior) dan bilik mata posterior (kamera okuli posterior). Iris mempunyai kemampuan
mengatur secara otomotis masuknya sinar ke dalam bola mata.3
Secara histologis iris terdiri dari stroma yang jarang diantaranya terdapat lekukan-
lekukan di permukaan anterior yang berjalan radier yang dinamakan kripta. Di dalam stroma
terdapat sel-sel pigmen yang bercabang, banyak pembuluh darah, dan saraf.3

5
Di permukaan anterior ditutup oleh endotel kecuali pada kripta, dimana pembuluh
darah dalam stroma, dapat berhubungan langsung dengan cairan di kamera okuli anterior,
yang memungkinkan percepatan terjadinya pengaliran nutrisi ke kamera okuli anterior dan
sebaliknya. Di bagian posterior dilapisi dengan 2 lapisan epitel, yang merupakan lanjutan dari
epitel pigmen retina, warna iris tergantung sel-sel pigmen yang bercabang yang terdapat di
dalam stroma yang banyaknya dapat berubah-ubah, sedangkan epitel pigmen jumlahnya
tetap.3
Di dalam iris terdapat sfingter pupil (M. Sphincter pupillae), yang berjalan sirkuler,
letaknya di dalam stroma dekat pupil dan dipersarafi oleh saraf parasimpatis, N. III. Selain itu
juga terdapat otot dilatator pupil (M. Dilatator pupillae), yang berjalan radier dari akar iris ke
pupil, letaknya di bagian posterior stroma dan diurus saraf simpatis.3
Pasokan darah ke iris adalah dari circulus major iris, kapiler-kapiler iris mempunyai
lapisan endotel yang tidak berlubang. Persarafan iris adalah melalui serat-serat di dalam nervi
siliaris.1

2.1.2. Badan Siliar


Badan siliar (Corpus Ciliaris) berbentuk segitiga, terdiri dari 2 bagian yaitu : pars
korona, yang anterior bergerigi, panjangnya kira-kira 2mm dan pars plana, yang posterior
tidak bergerigi panjangnya kira-kira 4mm. Badan siliaris berfungsi sebagai pembentuk
aquous humor. Badan siliar merupakan bagian terlemah dari mata. Trauma, peradangan,
neoplasma di daerah ini merupakan keadaan yang gawat.3
Pada bagian pars korona diliputi oleh 2 lapisan epitel sebagai kelanjutan dari epitel
iris. Bagian yang menonjol (processus ciliaris) berwarna putih oleh karena tidak mengandung
pigmen, sedangkan di lekukannya berwarna hitam, karena mengandung pigmen. Di dalam
badan siliaris terdapat 3 macam otot siliar yang berjalan radier, sirkuler, dan longitudinal.
Dari processus ciliaris keluar serat-serat Zonula Zinii yang merupakan penggantung lensa.
Fungsi otot siliar untuk akomodasi. Kontraksi atau relaksasi otot-otot ini mengakibatkan
kontraksi dan relaksasi dari kapsula lentis, sehingga lensa menjadi lebih atau kurang
cembung yang berguna pada penglihatan dekat atau jauh. Badan siliar banyak mengandung
pembuluh darah dimana pembuluh darah baliknya mengalirkan darah ke V. Vortikosa. Pada
bagian pars plana, terdiri dari satu lapisan tipis jaringan otot dengan pembuluh darah diliputi
epitel.1,3

6
Gambar 2. Anatomi badan siliar4

2.1.3. Koroid
Koroid merupakan bagian paling belakang dari jaringan uvea dan merupakan lapisan
antara retina dan sklera. Fungsinya sebagai pemasok nutrisi kepada lapisan luar retina.
Lapisan koroid terdiri dari :1,3
1. Suprakoroid, mengandung sel-sel pigmen jaringan elastis dan kolagen.
2. Lapisan vaskular, mengandung pembuluh darah besar dan kecil dengan sel-sel
pigmen yang terdapat dalam stroma di sekitar pembuluh darah.
3. Koroid kapiler, terdiri dari pembuluh-pembuluh kapiler yang teratur.
4. Membran brunch, merupakan pelindung yang teratur yang menyuplai makanan
melalui bagian dasar retina.

2.2. Uveitis Anterior


2.2.1. Definisi
Uveitis anterior merupakan peradangan iris dan bagian depan badan siliar.
Peradangan pada uvea anterior dapat mengenai hanya pada iris yang disebut iritis atau
mengenai badan siliar yang disebut siklitis. Biasanya iritis akan disertai dengan siklitis yang
disebut iridosiklitis atau uveitis anterior.4

2.2.2. Epidemiologi
Uveitis merupakan penyebab 10-15% kebutaan di Negara berkembang. Di dunia
diperkirakan terdapat 15 kasus baru uveitis per 100.000 populasi per tahun, atau 38.000 kasus
baru per tahun dengan perbandingan yang sama antara laki-laki dan perempuan. Sekitar 75%
merupakan uveitis anterior. Sekitar 50% pasien dengan uveitis menderita penyakit sistemik
terkait. Uveitis bisa terjadi pada umur di bawah 16 tahun sampai umur 40 tahun. Pada

7
beberapa negara seperti Amerika Serikat, Israel, India, Belanda, dan Inggris insiden uveitis
banyak terjadi pada dekade 30- 40 tahun.5

2.2.3. Etiologi
Uveitis anterior merupakan peradangan iris dan badan siliar yang dapat berjalan akut
maupun kronis. Penyebab dari iritis tidak dapat diketahui dengan melihat gambaran klinisnya
saja. Iritis dan iridisiklitis dapat merupakan suatu manifestasi klinik reaksi imunologik
terlambat, dini atau sel mediasi terhadap jaringan uvea anterior. Uveitis anterior dapat
disebabkan oleh gangguan sistemik di tempat lain, yang secara hematogen dapat menjalar ke
mata atau timbul reaksi alergi mata.1
Penyebab uveitis anterior di antaranya yaitu idiopatik, penyakit sistemik yang
berhubungan dengan HLA-B27 seperti, ankylosing spondilitis, sindrom Reiter, penyakit
Crohn, psoriasis, herpes zoster atau herpes simpleks, sifilis, penyakit lyme, inflammatory
bowel disease, juvenile idiopathic arthritis, sarkoidosis, trauma, dan infeksi.1,3

2.2.4. Patofisiologi
Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh efek langsung suatu
infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasanya mengikuti suatu trauma
tembus okuli, walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi sebagai reaksi terhadap zat toksik
yang diproduksi oleh mikroba yang menginfeksi jaringan tubuh diluar mata.1,5
Uveitis yang berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan reaksi
hipersensitivitas terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari dalam (antigen
endogen). Dalam banyak hal, antigen luar berasal dari mikroba yang infeksius. Sehubungan
dengan hal ini, peradangan uvea terjadi lama setelah proses infeksinya, yaitu setelah
munculnya mekanisme hipersensitivitas. 1,5
Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya blood-aqueous barrier sehingga
terjadi peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam humor akuos. Pada pemeriksaan
biomikroskop (slit lamp), hal ini tampak sebagai flare, yaitu partikel-partikel kecil dengan
gerak Brown (efek tyndall). 1,5
Sel-sel radang yang terdiri dari limfosit, makrofag, dan sel plasma dapat membentuk
keratik presipitat, yaitu sel-sel radang yang menempel pada permukaan endotel kornea.
Apabila presipitat keratik ini besar disebut mutton fat.1,5
Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-sel radang
di dalam bilik mata depan (BMD) yang disebut hipopion, ataupun migrasi eritrosit ke dalam

8
BMD, dikenal dengan hifema. Akumulasi sel-sel radang dapat juga terjadi pada perifer pupil
yang disebut nodul Koeppe, bila di permukaan iris disebut nodul Busacca.1,5
1,5
Sel-sel radang, fibrin, dan fibroblas dapat menimbulkan perlekatan antara iris dengan
kapsul lensa bagian anterior yang disebut sinekia posterior, ataupun antara iris dengan
endotel kornea yang disebut dengan sinekia anterior. Dapat pula terjadi perlekatan pada
bagian tepi pupil yang disebut seklusio pupil, atau seluruh pupil tertutup oleh sel-sel radang
disebut oklusio pupil. Perlekatan-perlekatan tersebut ditambah dengan tertutupnya trabekular
oleh sel-sel radang, akan menghambat aliran humor akuos dari bilik mata belakang ke bilik
mata depan sehingga humor akuos tertumpuk di bilik mata belakang dan akan mendorong iris
ke depan yang tampak sebagai iris bombe. Selanjutnya tekanan dalam bola mata semakin
meningkat dan akhirnya terjadi glukoma sekunder. Pada fase akut terjadi glukoma sekunder
karena gumpalan-gumpalan pada sudut bilik mata depan, sedangkan pada fase lanjut glukoma
terjadi karena adanya seklusio pupil.1,5
Pada kasus yang berlangsung kronis dapat terjadi gangguan produksi humor akuos
yang menyebabkan penurunan tekanan bola mata sebagai akibat hipofungsi badan siliar.1,5

2.2.5. Definisi dan Klasifikasi

Uveitis diartikan sebagai peradangan dari uveal tract, lapisan pembuluh darah mata
yang terdiri dari iris, korpus siliar, dan khoroid. Inflamasi dari struktur ini biasanya diikuti
oleh inflamasi jaringan sekitarnya, termasuk kornea, sklera, vitreous, retina, dan nervus
optikus.5,6
Uveitis dapat diklasifikasikan menurut :1,5
a. Anatomi
Yaitu berdasarkan seberapa besar bagian uvea yang terkena. Menurut Standardization
of Uveitis Nomenclatur (SUN) Working Group pada tahun 2005 membuat suatu
system klasifikasi secara anatomis suatu uveitis.

9
Tipe Fokus Inflamasi Meliputi
Uveitis Anterior COA Iritis
Iridosiklitis
Siklitis Anterior
Uveitis Intermediat Vitreus Pars Planitis
Siklitis Posterior
Hialitis
Uveitis Posterior Retina dan Koroid Koroiditis Fokal,
Multifokal atau difus
Korioretinitis
Retinokoroiditis
Retinitis
Neuroretinitis
Pan Uveitis COA, Viterus, Retina
dan Koroid

b. Gambaran klinik :
Tipe Keterangan
Akut Karakteristik Episodenya: onset tiba-
tiba, durasi 3 bln
Rekuren Episode berulang, dengan periode
inaktivasi tanpa terapi 3bln
Kronik Uveitis persisten dengan relaps < 3 bln
setelah terapi dihentikan

c. Histopatologi
1. Granulomatosa, umumnya mengikuti invasi mikroba aktif ke jaringan oleh
organisme penyebab.
2. Non-granulomatosa, umumnya tidak ditemukan organisme pathogen dan berespon
baik terhadap terapi kortikosteroid sehingga diduga peradangan ini merupakan
fenomena hipersensifitas.

10
Berdasarkan patologi, uveitis anterior dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
granulomatosa dan non-granulomatosa. Pada jenis non-granulomatosa, umumnya tidak dapat
ditemukan organisme patogen dan karena berespon baik terhadap terapi kortikosteroid diduga
peradangan ini semacam fenomena hipersensitivitas. Uveitis ini timbul terutama di bagian
anterior traktus, yakni iris dan korpus siliaris. Terdapat reaksi radang dengan terlihatnya
infiltrasi sel-sel limfosit dan sel plasma dalam jumlah cukup banyak dan sedikit sel
mononuklear. Pada kasus berat, dapat terbentuk bekuan fibrin besar atau hipopion di dalam
kamera okuli anterior.1,3,5
Pada uveitis granulomatosa, umumnya mengikuti invasi mikroba aktif ke jaringan
oleh organisme penyebab (Mycobacterium tuberculosis atau Toxoplasma gondii). Meskipun
begitu, patogen ini jarang ditemukan dan diagnosis etiologi pasti jarang ditegakkan. Uveitis
granulomatosa dapat mengenai traktus uvealis bagian manapun, namun lebih sering pada
uvea posterior. Terdapat kelompok nodular sel-sel epitelial dan sel-sel raksasa yang
dikelilingi limfosit di daerah yang terkena. Deposit radang pada permukaan posterior kornea
terutama terdiri atas makrofag dan sel epiteloid. Diagnosis etiologi spesifik dapat ditegakkan
secara histologik pada mata yang dikeluarkan dengan menemukan kista toksoplasma, basil
tahan asam tuberkulosis, spirocheta pada sifilis, tampilan granuloma khas pada sarkoidosis
atau oftalmia simpatika dan beberapa penyebab spesifik lainnya.1,3,5

Tabel 2.1 Perbedaan uveitis granulomatosa dan non-granulomatosa1


Non granulomatosa Granulomatosa
Onset Akut Tersembunyi
Sakit Nyata Tidak ada atau ringan
Fotofobia Nyata Ringan
Penglihatan kabur Sedang Nyata
Merah sirkumkorneal Nyata Ringan
Perisipitat keratik Putih halus Kelabu besar
Pupil Kecil dan tak teratur Kecil dan tak teratur
Synechia posterior Kadang-kadang Kadang-kadang
Nodul iris Kadang-kadang Kadang-kadang
Tempat Uvea anterior Uvea anterior dan posterior
Perjalanan Akut Menahun
Rekurens Sering Kadang-kadang

11
2.2.6. Gejala Klinis6,7
Gejala subyektif
1. Nyeri
- Uveitis anterior akut
Nyeri disebabkan oleh iritasi saraf siliar bila melihat cahaya dan penekanan saraf siliar
bila melihat dekat. Sifat nyeri menetap atau hilang timbul. Lokalisasi nyeri bola mata,
daerah orbita, dan kraniofasial. Nyeri ini disebut juga nyeri trigeminal. Intensitas nyeri
tergantung hiperemi iridosiliar dan peradangan uvea serta ambang nyeri pada penderita,
sehingga sulit menentukan derajat nyeri.
- Uveitis anterior kronik
Nyeri jarang dirasakan oleh penderita, kecuali telah terbentuk keratopati bulosa akibat
glukoma sekunder.
2. Fotofobia dan lakrimasi
- Uveitis anterior akut
Fotofobia disebabkan spasmus siliar, bukan karena sensitif terhadap cahaya. Lakrimasi
disebabkan oleh iritasi saraf pada kornea dan siliar, jadi berhubungan erat dengan
fotofobia.
- Uveitis anterior kronik
Gejala subjektif ini hampir tidak ada atau hanya ringan.
3. Penglihatan kabur
Derajat kekaburan bervariasi mulai dari ringan-sedang, berat atau hilang timbul,
tergantung penyebab.
- Uveitis anterior akut
Disebabkan oleh pengendapan fibrin, edema kornea, kekeruhan akuos dan badan kaca
depan karena eksudasi sel radang dan fibrin.
- Uveitis anterior kronik
Disebabkan oleh karena kekeruhan lensa, badan kaca, dan kalsifikasi kornea.

12
Gejala objektif
Pemeriksaan dilakukan dengan lampu celah, oftalmoskopik direk dan indirek, bila
diperlukan angiografi fluoresen atau ultrasonografi.
1. Injeksi silier
Gambaran merupakan hiperemi pembuluh darah siliar sekitar limbus, berwarna keunguan.
- Uveitis anterior akut
Merupakan tanda patognomonik dan gejala dini. Bila hebat, hiperemi dapat meluas
sampai pembuluh darah konjungtiva.
- Uveitis anterior hiperakut
Selain dari hiperemi dapat disertai gambaran skleritis dan keratitis marginalis. Hiperemi
sekitar kornea disebabkan oleh peradangan pada pembuluh darah siliar depan dengan
refleks aksonal dapat difusi ke pembuluh darah badan siliar.

2. Perubahan kornea
- Keratik presipitat
Terjadi karena pengendapan sel radang dalam BMD pada endotel kornea akibat aliran
konveksi humor akuos, gaya berat, dan perbedaan potensial listrik endotel kornea.
Lokalisasi dapat di bagian tengah dan bawah dan juga difus. Keratik presipitat dapat
dibedakan menjadi:
a. Baru dan lama: Jika baru berbentuk bundar dan berwarna putih. Lama akan
mengkerut, berpigmen dan lebih jernih.
b. Jenis sel: Leukosit berinti banyak kemampuan aglutinasi rendah, halus keabuan.
Limfosit kemampuan beraglutinasi sedang dan membentuk kelompok kecil bulat
batas tegas dan putih. Makrofag kemampuan aglutinasi tinggi tambahan lagi sifat
fagositosis membentuk kelompok lebih besar dikenal sebagai mutton fat.
c. Ukuran dan jumlah sel: Halus dan banyak terdapat pada iritis dan iridosiklitis akut,
retinitis atau koroiditis, dan uveitis intermedia.

13
Mutton fat berwarna keabuan dan agak basah. Terdapat pada uveitis granulomatosa
yang disebabkan oleh tuberkulosis, sifilis, lepra, vogt-koyanagi-harada dan simpatik
oftalmia. Juga ditemui pada uveitis non-granulomatosa akut dan kronik yang berat.
Mutton fat dibentuk oleh makrofag yang bengkak oleh bahan fagositosis dan sel
epiteloid berkelompok atau bersatu membentuk kelompok besar. Pada permulaan hanya
beberapa dengan ukuran cukup besar dengan hidratasi dan tiga dimensi, lonjong batas
tidak teratur, bertambah lama membesar dan menipis serta berpigmen akibat fagositosis
pigmen uvea, dengan membentuk daerah jernih pada endotel kornea. Pengendapan
mutton fat sulit mengecil dan sering menimbulkan perubahan endotel kornea.

3. Kelainan kornea
- Uveitis anterior akut
Keratitis dapat terjadi bersamaan dengan uveitis dengan etiologi tuberkulosis, sifilis,
lepra, herpes simpleks, herpes zoster atau reaksi uvea sekunder terhadap kelainan
kornea.
- Uveitis anterior kronik
Edema kornea disebabkan oleh perubahan endotel dan membran Descement dan
neovaskularisasi kornea. Gambaran edema kornea berupa lipatan Descement dan
vesikel pada epitel kornea.
4. Bilik mata
Kekeruhan dalam bilik mata depan mata disebabkan oleh meningkatnya kadar protein, sel
dan fibrin.
a. Efek Tyndall
Menunjukan adanya peradangan dalam bola mata. Pengukuran paling tepat dilakukan
dengan tyndalometri.
- Uveitis anterior akut

14
Kenaikan jumlah sel dalam bilik mata depan sebanding dengan derajat peradangan
dan penurunan jumlah sel sesuai dengan penyembuhan pada pengobatan uveitis
anterior.
- Uveitis anterior kronik
Terdapat efek Tyndall menetap dengan beberapa sel menunjukan telah terjadi
perubahan dalam permeabilitas pembuluh darah iris. Bila terjadi peningkatan efek
Tyndall disertai dengan eksudasi sel menunjukkan adanya eksaserbasi peradangan.
b. Sel
Sel berasal dari iris dan badan siliar. Pengamatan sel akan terganggu bila efek Tyndall
hebat. Pemeriksaan dilakukan dengan lampu celah dalam ruangan gelap dengan celah 1
mm dan tinggi celah 3 mm dengan sudut 45. Dapat dibedakan sel yang terdapat dalam
bilik mata depan. Jenis sel limfosit dan sel plasma bulat, mengkilap putih keabuan.
Makrofag lebih besar, warna tergantung bahan yang difagositosis. Sel darah berwarna
merah.
c. Fibrin
Dalam humor akuos berupa gelatin dengan sel, berbentuk benang atau bercabang,
warna kuning muda, jarang mengendap pada kornea.
d. Hipopion
Merupakan pengendapan sel radang pada sudut bilik mata depan bawah. Hipopion
dapat ditemui pada uveitis anterior hiperakut dengan sebukan sel leukosit berinti
banyak.

15
5. Iris
a. Hiperemi iris
Gambaran bendungan dan pelebaran pembuluh darah iris kadang-kadang tidak terlihat
karena ditutupi oleh eksudasi sel. Gambaran hiperemi ini harus dibedakan dari rubeosis
iridis dengan gambaran hiperemi radial tanpa percabangan abnormal.
b. Pupil
Pupil mengecil karena edema dan pembengkakan stroma iris karena iritasi akibat
peradangan langsung pada sfingter pupil. Reaksi pupil terhadap cahaya lambat disertai
nyeri.
c. Nodul Koeppe
Lokalisasi pinggir pupil, banyak, menimbul, bundar, ukuran kecil, jernih, warna putih
keabuan. Proses lama nodul Koeppe mengalami pigmentasi baik pada permukaan atau
lebih dalam.
d. Nodul Busacca
Merupakan agregasi sel yang terjadi pada stroma iris, terlihat sebagai benjolan putih
pada permukaan depan iris. Juga dapat ditemui bentuk kelompok dalam liang setelah
mengalami organisasi dan hialinisasi. Nodul Busacca merupakan tanda uveitis anterior
granulomatosa.
e. Granuloma iris
Lebih jarang ditemukan dibandingkan dengan nodul iris. Granuloma iris merupakan
kelainan spesifik pada peradangan granulomatosa seperti tuberkulosis, lepra, dan lain-
lain. Ukuran lebih besar dari kelainan pada iris lain. Terdapat hanya tunggal, tebal
padat, menimbul, warna merah kabur, dengan vaskularisasi dan menetap. Bila glukoma
hilang akan meninggalkan parut karena proses hialinisasi dan atrofi jaringan.
f. Sinekia iris
Merupakan perlengketan iris dengan struktur yang berdekatan pada uveitis anterior
karena eksudasi fibrin dan pigmen, kemudian mengalami proses organisasi sel radang
dan fibrosis iris. Sinekia posterior merupakan perlengketan iris dengan kapsul depan
lensa. Perlengketan dapat berbentuk benang atau dengan dasar luas dan tebal. Bila luas
menutupi pupil, dengan pemberian midriatika akan berbentuk bunga. Eksudasi fibrin
membentuk sinekia seperti cincin, sedangkan seklusio sempurna akan memblokade
pupil (iris bombe). Kelainan ini dapat dijumpai pada uveitis granulomatosa atau non-
granulomatosa, lebih sering bentuk akut dan subakut, dengan fibrin cukup banyak.
Ditemui juga pada bentuk residif bila efek Tyndall berat. Sinekia anterior merupakan

16
perlengketan iris dengan sudut irido-kornea, jelas terlihat dengan gonioskopi. Sinekia
anterior timbul karena pada permukaan blok pupil sehingga akar iris maju ke depan
menghalangi pengeluaran akuos, edema dan pembengkakan pada dasar iris, sehingga
setelah terjadi organisasi dan eksudasi pada sudut iridokornea menarik iris ke arah
sudut. Sinekia anterior bukan merupakan gambaran dini dan determinan uveitis
anterior, tetapi merupakan penyulit peradangan kronik dalam bilik mata depan.

g. Oklusi pupil
Ditandai dengan adanya blok pupil oleh seklusio dengan sel-sel radang pada pinggir
pupil.
h. Atrofi iris
Merupakan degenerasi tingkat stroma dan epitel pigmen belakang. Atrofi iris dapat
difus, bintik atau sektoral. Atrofi iris sektoral terdapat pada iridosiklitis akut disebabkan
oleh virus, terutama herpetik.
6. Perubahan pada lensa
a. Pengendapan sel radang.
Akibat eksudasi ke dalam akuos di atas kapsul lensa terjadi pengendapan pada kapsul
lensa. Pada pemeriksaan lampu celah ditemui kekeruhan kecil putih keabuan, bulat,
menimbul, tersendiri atau berkelompok pada permukaan lensa.
b. Pengendapan pigmen
Bila terdapat kelompok pigmen yang besar pada permukaan kapsul depan lensa
menunjukkan bekas sinekia posterior yang telah lepas. Sinekia posterior yang
menyerupai lubang pupil disebut cincin dari Vossius.

17
c. Perubahan kejernihan lensa
Kekeruhan lensa disebabkan oleh toksik metabolik akibat peradangan uvea dan proses
degenerasi-proliferatif karena pembentukan sinekia posterior. Luas kekeruhan
tergantung pada tingkat perlengketan lensa-iris, berat dan lamanya penyakit.
7. Perubahan dalam badan kaca
Kekeruhan badan kaca timbul karena pengelompokan sel, eksudat fibrin dan sisa kolagen,
di depan atau belakang, difus, berbentuk debu, benang, menetap atau bergerak. Agregasi
terutama oleh sel limfosit, plasma, dan makrofag.
8. Perubahan tekanan bola mata
Tekanan bola mata pada uveitis dapat hipotoni, normal atau hipertoni. Hipotoni timbul
karena sekresi badan siliar berkurang akibat peradangan. Normotensi menunjukkan
berkurangnya peradangan pada bilik mata depan. Hipertoni dini ditemui pada uveitis
hipertensif akibat blok pupil dan sudut iridokornea oleh sel radang dan fibrin yang
menyumbat saluran Schlemm dan trabekula.6,7

2.2.7 Diagnosis
Diagnosis uveitis anterior dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis,
pemeriksaan oftalmologi dan pemeriksaan penunjang lainnya.2,7
a. Anamnesis
Anamnesis dilakukan dengan menanyakan riwayat kesehatan
pasien, misalnya pernah menderita iritis atau penyakit mata lainnya, kemudian riwayat
penyakit sistemik yang mungkin pernah diderita oleh pasien.
Keluhan yang dirasakan pasien biasanya antara lain:
a) Nyeri dangkal (dull pain), yang muncul dan sering menjadi lebih terasa
ketika mata disentuh pada kelopak mata. Nyeri tersebut dapat beralih ke

18
daerah pelipis atau daerah periorbital. Nyeri tersebut sering timbul dan
menghilang segera setelah muncul.
b)Fotofobia atau fotosensitif terhadap cahaya, terutama cahaya matahari yang
dapat menambah rasa tidak nyaman pasien
c) Kemerahan tanpa sekret mukopurulen
d)Pandangan kabur (blurring)
e) Umumnya unilateral

b. Pemeriksaan Oftalmologi
a) Visus : visus biasanya normal atau dapat sedikit menurun
b)Tekanan intraokular (TIO) pada mata yang meradang lebih rendah daripada
mata yang sehat. Hal ini secara sekunder disebabkan oleh penurunan
produksi cairan akuos akibat radang pada korpus siliaris. Akan tetapi TIO
juga dapat meningkat akibat perubahan aliran keluar (outflow) cairan
akuos
c) Konjungtiva : terlihat injeksi silier/ perilimbal atau dapat pula (pada kasus
yang jarang) injeksi pada seluruh konjungtiva
d)Kornea : KP (+), udema stroma kornea
e) Camera Oculi Anterior (COA) : sel-sel flare dan/atau hipopion
Ditemukannya sel-sel pada cairan akuos merupakan tanda dari proses
inflamasi yang aktif. Jumlah sel yang ditemukan pada pemeriksaan slit-
lamp dapat digunakan untuk grading. Grade 0 sampai +4 ditentukan dari:
0 : tidak ditemukan sel
+1 : 5-10 sel
+2 : 11-20 sel
+3 : 21-50 sel
+4 : > 50 sel
Aqueous flare adalah akibat dari keluarnya protein dari pembuluh darah iris
yang mengalami peradangan. Adanya flare tanpa ditemukannya sel-sel
bukan indikasi bagi pengobatan. Melalui hasil pemeriksaan slit-lamp yang
sama dengan pemeriksaan sel, flare juga diklasifikasikan sebagai berikut:
0 : tidak ditemukan flare
+1 : terlihat hanya dengan pemeriksaan yang teliti
+2 : moderat, iris terlihat bersih

19
+3 : iris dan lensa terlihat keruh
+4 : terbentuk fibrin pada cairan akuos
Hipopion ditemukan sebagian besar mungkin sehubungan dengan penyakit
terkait HLA-B27, penyakit Behcet atau penyakit infeksi terkait iritis.
f) Iris : dapat ditemukan sinekia posterior
g)Lensa dan korpus vitreus anterior : dapat ditemukan lentikular presipitat
pada kapsul lensa anterior. Katarak subkapsuler posterior dapat ditemukan
bila pasien mengalami iritis berulang.

c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium mendalam umumnya tidak diperlukan untuk
uveitis anterior, apalagi bila jenisnya non-granulomatosa atau menunjukkan respon
terhadap pengobatan non spesifik. Akan tetapi pada keadaan dimana uveitis anterior
tetap tidak responsif terhadap pengobatan maka diperlukan usaha untuk menemukan
diagnosis etiologiknya. Pada pria muda dengan iridosiklitis akut rekurens, foto rontgen
sakroiliaka diperlukan untuk mengeksklusi kemungkinan adanya spondilitis ankilosa.
Pada kelompok usia yang lebih muda, arthritis reumatoid juvenil harus selalu
dipertimbangkan khususnya pada kasus- kasus iridosiklitis kronis. Pemeriksaan darah
untuk antinuclear antibody dan rheumatoid factor serta foto rontgen lutut sebaiknya
dilakukan. Perujukan ke ahli penyakit anak dianjurkan pada keadaan ini. Iridosiklitis
dengan KP mutton fat memberikan kemungkinan sarkoidosis. Foto rontgen toraks
sebaiknya dilakukan dan pemeriksaan terhadap enzim lisozim serum serta serum
angiotensine converting enzyme sangat membantu. Pemeriksaan terhadap HLA-B27
tidak bermanfaat untuk penatalaksanaan pasien dengan uveitis anterior, akan tetapi
kemungkinan dapat memberikan perkiraan akan suseptibilitas untuk rekurens. Sebagai
contoh, HLA-B27 ditemukan pada sebagian besar kasus iridosiklitis yang terkait
dengan spondilitis ankilosa. Tes kulit terhadap tuberkulosis dan histoplasmosis dapat
berguna, demikian pula antibodi terhadap toksoplasmosis. Berdasarkan tes-tes tersebut
dan gambaran kliniknya, seringkali dapat ditegakkan diagnosis etiologiknya. Dalam
usaha penegakan diagnosis etiologis dari uveitis diperlukan bantuan atau konsultasi
dengan bagian lain seperti ahli radiologi dalam pemeriksaan foto rontgen, ahli penyakit
anak atau penyakit dalam pada kasus atritis reumatoid, ahli penyakit THT pada ksus
uveitis akibat infeksi sinus paranasal, ahli penyakit gigi dan mulut pada kasus uveitis
dengan fokus infeksi dirongga mulut, dan lain-lain.1,5

20
2.2.8 Diagnosis Banding
Berikut adalah beberapa diagnosis banding dari uveitis anterior:1-3
1. Konjungtivitis
Pada konjungtivitis penglihatan tidak kabur, respon pupil normal, ada
kotoran mata dan umumnya tidak ada rasa sakit, fotofobia atau injeksi
siliaris.
2. Keratitis atau keratokonjungtivitis.
Pada keratitis atau keratokonjungtivitis, penglihatan dapat kabur dan ada
rasa sakit dan fotofobia. Beberapa penyebab keratitis seperti herpes
simpleks dan herpes zoster dapat menyertai uveitis anterior sebenarnya.
3. Glaukoma akut.
Pada glaukoma akut pupil melebar, tidak ditemukan sinekia posterior dan
korneanya keruh.

2.2.9. Pemeriksaan Penunjang1

1. Flouresence Angiografi (FA)

FA merupakan pencitraan yang penting dalam mengevaluasi penyakit korioretinal dan


komplikasi intraokular dari uveitis posterior. FA sangat berguna baik untuk intraokular
maupun untuk pemantauan hasil terapi pada pasien. Pada FA, yang dapat dinilai adalah
edema intraokular, vaskulitis retina, neovaskularisasi sekunder pada koroid atau retina,
nervous optikus dan radang pada koroid.

2. USG

Pemeriksaan ini dapat menunjukkan kejernihan vitreous, penebalan retina, dan


pelepasan retina

3. Biopsi korioretinal

Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis belum dapat ditegakkan dari gejala dan
pemeriksaan laboratorium lainnya.
Pemeriksaan laboratorium mendalam umumnya apalagi kalau jenisnya non-
granulomatosa atau jelas berespon dengan terapi non-spesifik. Pada uveitis anterior yang
tetap tidak responsif harus diusahakan untuk menemukan diagnosis etiologinya.
2.2.10 Komplikasi

21
Pada uveitis anterior dapat terjadi komplikasi berupa katarak, retinitis proliferans,
ablasi retina, glukoma sekunder yang dapat terjadi pada stadium dini dan stadium lanjut, pada
uveitis anterior dengan visus yang sangat turun, sangat mungkin disertai penyulit edema
makula kistoid.6,7

2.2.11 Penatalaksanaan
Penatalaksanan yang utama untuk uveitis tergantung pada keparahannnya dan bagian
organ yang terkena. Baik pengobatan topikal atau oral bertujuan untuk mengurangi
peradangan.12 Tujuan dari pengobatan uveitis anterior adalah memperbaiki tajam penglihatan,
meredakan nyeri pada okular, menghilangkan inflamasi okular atau mengetahui asal dari
peradangannya, mencegah terjadinya sinekia, dan mengatur tekanan intraokular.3,5
Pengobatan uveitis anterior tidak spesifik, pada umumnya menggunakan
kortikosteroid topikal dan cycloplegics agent. Antiinflamasi steroid atau antiinflamasi non-
steroid oral kadang digunakan, namun obat-obatan steroid dan imunosupresan lainnya
mempunyai efek samping yang serius, seperti gagal ginjal, peningkatan kadar gula darah,
hipertensi, osteoporosis, dan glukoma, khususnya pada steroid dalam bentuk pil.3,5

Kortikosteroid topikal
Kortikosteroid topikal adalah terapi awal dan diberikan secepatnya.8 Tujuan
penggunaan kortikosteroid sebagai pengobatan uveitis anterior adalah mengurangi
peradangan, yaitu mengurangi produksi eksudat, menstabilkan membran sel, menghambat
pelepasan lisosim oleh granulosit, dan menekan sirkulasi limfosit.9 Efek terapeutik
kortikosteroid topikal pada mata dipengaruhi oleh sifat kornea sebagai sawar terhadap
penetrasi obat topikal ke dalam mata, sehingga daya tembus obat topikal akan tergantung
pada konsentrasi dan frekuensi pemberian, jenis kortikosteroid, jenis pelarut yang dipakai,
serta bentuk larutan.7
Semakin tinggi konsentrasi obat dan semakin sering frekuensi pemakaiannya, maka
semakin tinggi pula efek antiinflamasinya. Peradangan pada kornea bagian dalam dan uveitis
diberikan preparat deksametason, betametason dan prednisolon karena penetrasi intra okular
baik, sedangkan preparat medrison, fluorometolon dan hidrokortison hanya dipakai pada
peradangan pada palpebra, konjungtiva, dan kornea superfisial.7
Kornea terdiri dari tiga lapisan yang berperan pada penetrasi obat topikal mata, yaitu
epitel yang terdiri dari 5 lapis sel, stroma, dan endotel yang terdiri dari selapis sel. Lapisan
epitel dan endotel lebih mudah ditembus oleh obat yang mudah larut dalam lemak sedangkan
stroma akan lebih mudah ditembus oleh obat yang larut dalam air, maka secara ideal obat

22
dengan daya tembus kornea yang baik harus dapat larut dalam lemak maupun air (bifasik).
Obat-obat kortikosteroid topikal dalam larutan alkohol dan asetat bersifat bifasik.7
Kortikosteroid tetes mata dapat berbentuk solutio dan suspensi. Keuntungan
bentuk suspensi adalah penetrasi intra okular lebih baik daripada bentuk solutio karena
bersifat bifasik, tapi kerugiannya bentuk suspensi ini memerlukan pengocokan terlebih
dahulu sebelum dipakai. Pemakaian steroid tetes mata akan mengakibatkan komplikasi
seperti glukoma, katarak, penebalan kornea, aktivasi infeksi, midriasis pupil, dan
pseudoptosis.7
Beberapa kortikosteroid topikal yang tersedia adalah prednisolone acetate 0,125%
dan 1%, prednisolone sodium phospate 0,125%, 0,5%, dan 1%, deksamentason alkohol
0,1%, dexamethasone sodium phospate 0,1%, fluoromethasone 0,1% dan 0,25%, serta
medrysone 1%.7

Cycloplegics dan mydriatics


Semua agen cycloplegic adalah cholinergic antagonist yang bekerja memblokade
neurotransmitter pada bagian reseptor dari sfingter iris dan otot siliaris. Cycloplegic
mempunyai tiga tujuan dalam pengobatan uveitis anterior, yaitu untuk mengurangi nyeri
dengan memobilisasi iris, mencegah terjadinya perlengketan iris dengan lensa anterior
(sinekia posterior) yang akan mengarahkan terjadinya iris bombe dan peningkatan tekanan
intraokular, menstabilkan blood-aqueous barrier, dan mencegah terjadinya protein leakage
(flare) yang lebih jauh. Agen cycloplegics yang biasa digunakan adalah atropine 0,5%, 1%,
2%, homatropine 2%, 5%, scopolamine 0,25%, dan cyclopentolate 0,5%, 1%, dan 2%.7

Antiinflamasi oral steroid (SAID) dan non-steroid (NSAID)


Prednison oral digunakan pada uveitis anterior dimana dengan penggunaan steroid
topikal hanya berespon sedikit. Penghambat prostaglandin, NSAID (biasanya aspirin dan
ibuprofen) dapat mengurangi peradangan yang terjadi. Sebagai catatan, NSAID digunakan
untuk mengurangi peradangan yang dihubungkan dengan cystoids macular edema yang
menyertai uveitis anterior.7
Pengobatan kortikosteroid bertujuan mengurangi cacat akibat peradangan dan
perpanjangan periode remisi. Banyak dipakai preparat prednison dengan dosis awal antara 12
mg/kg BB/hari, yang selanjutnya diturunkan perlahan selang sehari (alternating single dose).
Dosis prednison diturunkan sebesar 20% dosis awal selama dua minggu pengobatan,

23
sedangkan preparat prednison dan dosis deksametason diturunkan tiap 1 mg dari dosis awal
selama dua minggu.7
Indikasi pemberian kortikosteroid sistemik adalah uveitis posterior, uveitis bilateral,
edema makula, uveitis anterior kronik (JRA, Reiter). Pemakaian kortikosteroid dalam jangka
waktu lama akan terjadi efek samping yang tidak diinginkan seperti sindrom Cushing,
hipertensi, diabetes mellitus, osteoporosis, tukak lambung, infeksi, hambatan pertumbuhan
anak, hirsutisme, dan lain-lain.7

Pengobatan lainnya
Jika pasien tidak kooperatif atau iritis tidak berespon banyak dengan penggunaan
steroid topikal, steroid injeksi subkonjungtival (celestone) akan berguna. Steroid seharusnya
dihindari pada kasus uveitis sekunder, seperti yang diakibatkan oleh herpes atau
toksoplasmosis karena dapat memperparah penyakitnya.7
Injeksi periokular dapat diberikan dalam bentuk long-acting berupa depo maupun
bentuk short-acting berupa solutio. Keuntungan injeksi periokular adalah dicapainya efek
antiperadangan secara maksimal di mata dengan efek samping sistemik yang minimal.
Indikasi injeksi periokular adalah bila pasien tidak responsif terhadap pengobatan
tetes mata, maka injeksi periokular dapat dianjurkan pada uveitis unilateral, preoperasi pada
pasien yang akan dilakukan operasi mata, anak-anak, dan komplikasi edema sistoid makula
pada pars planitis. Penyuntikan steroid periokular merupakan kontraindikasi pada uveitis
infeksi (toksoplasmosis) dan skleritis.7
Lokasi injeksi periokular subkonjungtiva dan subtenon, serta injeksi subtenon
posterior dan retrobulbar. Keuntungan injeksi subkonjungtiva dan subtenon adalah dapat
mencapai dosis efektif dalam 1 kali pemberian pada jaringan intraokular selama 24 minggu
sehingga tidak membutuhkan pemberian obat yang berkali-kali seperti pemberian topikal
tetes mata. Untuk kasus uveitis anterior berat dapat dipakai deksametason 24 mg. Injeksi
subtenon posterior dan retrobulbar, cara ini digunakan pada peradangan segmen posterior
(sklera, koroid, retina, dan saraf optik).7
Komplikasi injeksi periokular adalah perforasi bola mata, injeksi yang berulang
menyebabkan proptosis, fibrosis otot ekstraokular dan katarak subkapsular posterior,
glukoma yang persisten terhadap pengobatan, terutama dalam bentuk depo dimana
dibutuhkan tindakan bedah untuk mengangkat steroid tersebut dari bola mata, atrofi lemak
subdermal pada teknik injeksi via palpebra.7

24
Follow-up awal pasien uveitis anterior harus terjadwal antara 1-7 hari, tergantung
pada keparahannya. Yang dinilai pada setiap follow-up adalah tajam penglihatan, pengukuran
tekanan intraokular, pemeriksaan dengan menggunakan slitlamp, asesmen flare, dan evaluasi
respon terhadap terapi.7

2.1 Prognosis
Kebanyakan kasus uveitis anterior berespon baik jika dapat didiagnosis secara awal
dan diberi pengobatan. Uveitis anterior mungkin berulang, terutama jika ada penyebab
sistemiknya, karena itu baik para klinisi dan pasien harus lebih waspada terhadap tanda dan
mengobatinya dengan segera. Prognosis visual pada iritis kebanyakan akan pulih dengan
baik, jika tanpa disertai adanya katarak, glukoma, atau posterior uveitis.1

25
BAB III
KESIMPULAN

Uveitis adalah inflamasi traktus uvea (iris, korpus siliaris, dan koroid) dengan
berbagai penyebab. Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea yang mengalami
inflamasi biasanya juga ikut mengalami inflamasi. Uveitis anterior merupakan radang iris dan
badan siliar bagian depan atau pars plikata, yang disebabkan oleh gangguan sistemik di
tempat lain, yang secara hematogen dapat menjalar ke mata atau timbul karena reaksi alergi
mata. Uveitis anterior dikatakan akut jika terjadi kurang dari 3 bulan dan dikatakan sebagai
kronik jika lebih dari 3 bulan. Laboratorium sangat dibutuhkan guna mendapat sedikit
gambaran mengenai penyebab uveitis. Penatalaksanan yang utama untuk uveitis tergantung
pada keparahannnya dan bagian organ yang terkena dan prognosis kebanyakan kasus uveitis
anterior berespon baik jika dapat didiagnosis secara awal.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Traktus Uvealis dan Sklera. Dalam: Oftalmologi
Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya Medika, 2000. 150-165.
2. Ilyas S. Uveitis Anterior. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Edisi kedua. Jakarta: FKUI, 2002.
180-181.
3. WebMD. Iritis and Uveitis. 2005. http://www.emedicine.com . [diakses tanggal 27 mei
2016].
4. http://www.medscape.com [diakses tanggal 27 mei 2016]
5. George R. Non Granulomatous Anterior Uveitis, 2005. http://www.emedicine.com
[diakses tanggal 27 mei 2015] .
6. Riordan-Eva P. Anatomy & Embryology of the Eye In: Riordan-Eva P, Whitcher JP,
editors. General Ophthalmology 17th ed. London: McGraw Hill. 2007.
7. Guide A. Uveitis. http://www.preventblindnessamerica.org [diakses 27 mei 2016] .

27

Anda mungkin juga menyukai