Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

KISTA ENDOMETRIOSIS

Disusun untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Madya


LAB/SMF Ilmu Kebidanan dan Kandungan RSD.dr.Soebandi Jember

Oleh:
Adiburrohman Putra Wasyim
NIM 16710251

Pembimbing:
dr. Yonas Hadisubroto, Sp.OG

LAB/ SMF ILMU PENYAKIT OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSD. dr. SOEBANDI JEMBER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2017

1
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL......................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR......................................................................... iii
DAFTAR TABEL.............................................................................. v
BAB 1. PENDAHULUAN................................................................ 1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA....................................................... 3
2.1 Definisi........................................................................ 6
2.2 Epidemiologi............................................................... 6
2.3 Etiologi........................................................................ 7
2.4 Klasifiasi .................................................................... 11
2.5 Lokasi Endometriosis............................................... 15
2.6 Histogenesis................................................................ 15
2.7 Patologi....................................................................... 16
2.8 Diagnosis .................................................................... 18
2.9 Penatalaksanaan ......................................................... 19
2.10 Diagnosis Banding................................................... 23
2.11 Prognosis................................................................... 24

BAB 3. KESIMPULAN.................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA....................................................................... 26

2
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Organ dalam wanita........................................................ 6


Gambar 2.2 Biosintesa estrogen wanita usia reproduksi.................... 10
Gambar 2.3 Sintesis estrogen pada endometriosis............................. 11
Gambar 2.4 Adhesi akibat endometriosis........................................... 14

3
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Derajat endometriosis berdasarkan skoring dari Revisi AFS... 13

4
BAB 1
PENDAHULUAN

Endometriosis adalah suatu penyakit yang lazim menyerang wanita di usia


reproduksi.1 Penyakit ini merupakan kelainan ginekologis yang menimbulkan
keluhan nyeri haid, nyeri saat senggama, pembesaran ovarium dan infertilitas.2
Endometriosis terjadi ketika suatu jaringan normal dari lapisan uterus yaitu
endometrium menyerang organ-organ di rongga pelvis dan tumbuh di sana.
Jaringan endometrium yang salah tempat ini menyebabkan iritasi di rongga pelvis
dan menimbulkan gejala nyeri serta infertilitas.1
Insidensi endometriosis sulit untuk diukur, sebagian besar wanita dengan
endometriosis sering tidak ditemukan gejala, selain itu modalitas pencitraan
memiliki kepekaan rendah untuk mendiagnosisnya. Wanita dengan endometriosis
mungkin asimptomatik, subfertil, atau mengalami nyeri panggul. 2 Endometriosis
diperkirakan terjadi sebanyak 3-10 % pada wanita usia reproduktif (usia 15-44
tahun), 25-35 % pada wanita infertil, 1-2 % pada wanita yang menjalani
sterilisasi, 10% pada operasi histerektomi, 16-31% pada laparoskopi, dan 53%
terjadi pada wanita dengan nyeri pelvis berat yang memerlukan evaluasi
pembedahan.3

Terapi pada penderita endometriosis bergantung pada gejala khusus yang


dirasakan, tingkat keparahan gejala, lokasi lesi endometriosis, tujuan pengobatan,
dan keinginan untuk mempertahankan kesuburan. Terapi tersebut meliputi terapi
ekspektatif, terapi hormonal, terapi pembedahan, dan terapi fertilitas.

Penanganan endometriosis baik secara medikamentosa maupun operatif


tidak memberikan hasil yang memuaskan disebabkan patogenesis penyakit
tersebut belum terungkap secara tuntas. Keberhasilan penanganan endometriosis
hanya dapat dievaluasi saat ini dengan mempergunakan laparoskopi. Laparoskopi
merupakan tindakan yang minimal invasif tetapi memerlukan keterampilan
operator, biaya tinggi dan kemungkinan dapat terjadi komplikasi dari yang ringan
sampai berat.

5
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Endometriosis merupakan kelainan dimana pertumbuhan abnormal
jaringan yang secara histologi menyerupai endometrium, dan terdapat di
tempat lain selain lapisan endometrium.Meskipun endometriosis dapat terjadi
sangat jarang pada wanita pasca-menopause, endometriosis dapat ditemukan
hampir sepenuhnya pada wanita usia reproduksi. Lesi biasanya ditemukan
pada permukaan peritoneal organ reproduksi dan struktur yang berdekatan dari
pelvis, tetapi endometriosis dapat muncul di mana pun di dalam tubuh. 3,4

Gambar 1. Organ dalam wanita

2.2 Epidemiologi
Lima sampai sepuluh wanita usia reproduksi, 30-40 % pada wanita
infertil, 80% pada wanita dengan nyeri panggul kronik. Biasanya
endometriosis didiagnosis pada wanita dengan usia 20 tahunan. Tidak
ditemukan sebelum menarche dan khas regresi setelah menopause.7,8,18
Metode utama diagnosis adalah laparoskopi, dengan atau tanpa
biopsi untuk diagnosis histologis. Dengan menggunakan standar ini,

6
peneliti telah melaporkan kejadian tahunan pembedahan didiagnosis
endometriosis menjadi 1,6 kasus per 1.000 wanita berusia antara 15 dan 49
tahun. Pada wanita tanpa gejala, prevalensi endometriosis berkisar 2-22
persen, tergantung pada populasi yang diteliti.6,7,9

2.3 Etiologi
Teori tentang terjadinya endometriosis adalah sebagai berikut:

1. Teori retrograde menstruasi

Teori pertama yaitu teori retrograde menstruasi, juga dikenal sebagai teori
implantasi jaringan endometrium yang viable (hidup) dari Sampson. Teori ini
didasari atas 3 asumsi:

1. Terdapat darah haid berbalik melewati tuba falopii


2. Sel-sel endometrium yang mengalami refluks tersebut hidup dalam rongga
peritoneum
3. Sel-sel endometrium yang mengalami refluks tersebut dapat menempel ke
peritoneum dengan melakukan invasi, implantasi dan proliferasi.6,7
Teori diatas berdasarkan penemuan:

1. Penelitian terkini dengan memakai laparoskopi saat pasien sedang haid,


ditemukan darah haid berbalik dalam cairan peritoneum pada 75-90%
wanita dengan tuba falopii paten.
2. Sel-sel endometrium dari darah haid berbalik tersebut diambil dari cairan
peritoneum dan dilakukan kultur sel ternyata ditemukan hidup dan dapat
melekat serta menembus permukaan mesotelial dari peritoneum.
3. Endometriosis lebih sering timbul pada wanita dengan sumbatan kelainan
mulerian daripada perempuan dengan malformasi yang tidak menyumbat
saluran keluar dari darah haid.
4. Insiden endometriosis meningkat pada wanita dengan permulaan menars,
siklus haid yang pendek atau menoragia.6,7

7
2. Teori metaplasia soelomik

Teori ini pertama kali diperkenalkan pada abad ke-20 oleh Meyer. Teori ini
menyatakan bahwa endometriosis berasal dari perubahan metaplasia spontan
dalam sel-sel mesotelial yang berasal dari epitel soelom (terletak dalam
peritoneum dan pleura). Perubahan metaplasia ini dirangsang sebelumnya oleh
beberapa faktor seperti infeksi, hormonal dan rangsangan induksi lainnya. Teori
ini dapat menerangkan endometriosis yang ditemukan pada laki-laki, sebelum
pubertas dan gadis remaja, pada wanita yang tidak pernah menstruasi, serta yang
terdapat di tempat yang tidak biasanya seperti di pelvik, rongga toraks, saluran
kencing dan saluran pencernaan, kanalis inguinalis, umbilikus, dimana faktor lain
juga berperan seperti transpor vaskular dan limfatik dari sel endometrium.6,7

3. Teori transplantasi langsung

Transplantasi langsung jaringan endometrium pada saat tindakan yang


kurang hati-hati seperti saat seksio sesaria, operasi bedah lain, atau perbaikan
episiotomi, dapat mengakibatkan timbulnya jaringan endometriosis pada bekas
parut operasi dan pada perineum bekas perbaikan episiotomi tersebut.5

4. Teori genetik dan imun

Semua teori diatas tidak dapat menjawab kenapa tidak semua wanita yang
mengalami haid menderita endometriosis, kenapa pada wanita tertentu
penyakitnya berat, wanita lain tidak, dan juga tidak dapat menerangkan beberapa
tampilan dari lesi. Penelitian tentang genetik dan fungsi imun wanita dengan
endometriosis dan lingkungannya dapat menjawab pertanyaan diatas.6,7

Endometriosis 6-7 kali lebih sering ditemukan pada hubungan keluarga ibu
dan anak dibandingkan populasi umum, karena endometriosis mempunyai suatu
dasar genetik. Matriks metaloproteinase (MMP) merupakan enzim yang
menghancurkan matriks ekstraseluler dan membantu lepasnya endometrium
normal dan pertumbuhan endometrium baru yang dirangsang oleh estrogen.

8
Tampilan MMP meningkat pada awal siklus haid dan biasanya ditekan oleh
progesteron selama fase sekresi. Tampilan abnormal dari MMP dikaitkan dengan
penyakit-penyakit invasif dan destruktif. Pada wanita yang menderita
endometriosis, MMP yang disekresi oleh endometri-um luar biasa resisten (kebal)
terhadap penekanan progesteron. Tampilan MMP yang menetap didalam sel-sel
endometrium yang terkelupas dapat mengakibatkan suatu potensi invasif terhadap
endometrium yang berbalik arah sehingga menyebabkan invasi dari permukaan
peritoneum dan selanjutnya terjadi proliferasi sel.6,7

Pada penderita endometriosis terdapat gangguan respon imun yang


menyebabkan pembuangan debris pada darah haid yang membalik tidak efektif.
Makrofag merupakan bahan kunci untuk respon imun alami, bagian sistem imun
yang tidak antigen-spesifik dan tidak mencakup memori imunologik. Makrofag
mempertahankan tuan rumah melalui pengenalan, fagositosis, dan penghancuran
mikroorganisme yang jahat dan juga bertindak sebagai pemakan, membantu untuk
membersihkan sel apoptosis dan sel-sel debris. Makrofag mensekresi berbagai
macam sitokin, faktor pertumbuhan, enzim dan prostaglandin dan membantu
fungsi-fungsi faktor diatas disamping merangsang pertumbuhan dan proliferasi
tipe sel yang lain. Makrofag terdapat dalam cairan peritoneum normal dan jumlah
serta aktifitasnya meningkat pada wanita dengan endometriosis. Pada penderita
endometriosis, makrofag yang terdapat di peritoneum dan monosit yang beredar
teraktivasi sehingga penyakitnya berkembang melalui sekresi faktor pertumbuhan
dan sitokin yang merangsang proliferasi dari endometrium ektopik dan
menghambat fungsi pemakannya. Natural killer juga merupakan komponen lain
yang penting dalam proses terjadinya endometriosis, aktifitas sitotoksik menurun
dan lebih jelas terlihat pada wanita dengan stadium endometriosis yang lanjut.6,7

5. Faktor endokrin

Perkembangan dan pertumbuhan endometriosis tergantung kepada


estrogen (estrogen-dependent disorder). Penyimpangan sintesa dan metabolisme

9
estrogen telah diimplikasikan daam patogenesa endometriosis. Aromatase, suatu
enzim yang merubah androgen, androstenedion dan testosteron menjadi estron
dan estradiol. Aromatase ini ditemukan dalam banyak sel manusia seperti sel
granulosa ovarium, sinsisiotrofoblas di plasenta, sel lemak dan fibroblas kulit. 6,7
Lihat gambar 2.

Gambar 2. Biosintesa estrogen wanita usia reproduksi

Kista endometriosis dan susukan endometriosis diluar ovarium


menampilkan kadar aromatase yang tinggi sehingga dihasilkan estrogen yang
tinggi pula. Dengan kata lain, wanita dengan endometriosis mempunyai kelainan
genetik dan membantu perkembangan produksi estrogen endometrium lokal.
Disamping itu, estrogen juga dapat merangsang aktifitas siklooksigenase tipe-2
lokal (COX-2) yang membuat prostaglandin (PG)E2, suatu perangsang poten
terhadap aromatase dalam sel stroma yang berasal dari endometriosis, sehingga
produksi estrogen berlangsung terus secara lokal. 6,7

10
Gambar 3. Sintesis estrogen pada susukan endometriosis

Estron dan estradiol saling dirubah oleh kerja 17-hidroksisteroid


dehidrogenase (17HSD), yang terdiri dari 2 tipe: tipe-1 merubah estron menjadi
estradiol (bentuk estrogen yang lebih poten) dan tipe-2 merubah estradiol menjadi
estron. Dalam endometrium eutopik normal, progesteron merangsang aktifitas
tipe-2 dalam kelenjar epitelium, enzim tipe-2 ini sangat banyak ditemukan pada
kelenjar endometrium fase sekresi. Dalam jaringan endometriotik, tipe-1
ditemukan secara normal, tetapi tipe-2 secara bersamaan tidak ditemukan.
Progesteron tidak merangsang aktiftas tipe-2 dalam susukan endometriotik karena
tampilan reseptor progesteron juga abnormal. Reseptor progesteron terdiri dari 2
tipe: PR-A dan PR-B, keduanya ini ditemukan pada endometrium eutopik normal,
sedangkan pada jaringan endometriotik hanya PR-A saja yang ditemukan.6,7

2.4 Klasifikasi

Endometriosis dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori berdasarkan


lokasi dan tipe lesi, yaitu:8
1. Peritoneal endometriosis

Pada awalnya lesi di peritoneum akan banyak tumbuh vaskularisasi


sehingga menimbulkan perdarahan saat menstruasi. Lesi yang aktif akan
menyebabkan timbulnya perdarahan kronik rekuren dan reaksi inflamasi sehingga
tumbuh jaringan fibrosis dan sembuh. Lesi berwarna merah dapat berubah

11
menjadi lesi hitam tipikal dan setelah itu lesi akan berubah menjadi lesi putih yang
miskin vaskularisasi dan ditemukan debris glandular.

2. Ovarian Endometrial Cysts (Endometrioma)

Ovarian endometrioma diduga terbentuk akibat invaginasi dari korteks


ovarium setelah penimbunan debris menstruasi dari perdarahan jaringan
endometriosis. Kista endometrium bisa besar (>3cm) dan multilokus, dan bisa
tampak seperti kista coklat karena penimbunan darah dan debris ke dalam rongga
kista.

3. Deep Nodular Endometriosis

Pada endometriosis jenis ini, jaringan ektopik menginfiltrasi septum


rektovaginal atau struktur fibromuskuler pelvis seperti uterosakral dan
ligamentum utero-ovarium. Nodul-nodul dibentuk oleh hiperplasia otot polos dan
jaringan fibrosis di sekitar jaringan yang menginfiltrasi. Jaringan endometriosis
akan tertutup sebagai nodul, dan tidak ada perdarahan secara klinis
yangberhubungan dengan endomeriosis nodular dalam.

Ada banyak klasifikasi stadium yang digunakan untuk mengelompokkan


endometriosis dari ringan hingga berat, dan yang paling sering digunakan adalah
sistem American Fertility Society (AFS) yang telah direvisi (Tabel 1). Klasifikasi
ini menjelaskan tentang lokasi dan kedalaman penyakit berikut jenis dan
perluasan adhesi yang dibuat dalam sistem skor. Berikut adalah skor yang
digunakan untuk mengklasifikasikan stadium:9

- Skor 1-5: Stadium I (penyakit minimal)


- Skor 6-15: Stadium II (penyakit sedang)
- Skor 16-40: Stadium III (penyakit berat)
- Skor >40: Stadium IV (penyakit sangat berat)

12
Tabel 1. Derajat endometriosis berdasarkan skoring dari Revisi AFS
m Peritoneu
Endometriosis <1 cm 1-3 cm >3 cm

Permukaan 1 2 4

2 4 6
Dalam
Ovarium

Kanan Permukaan 1 2 4

4 16 20
Dalam
Kiri Permukaan 1 2 4

Dalam 4 16 20

Perlekatan kavum Douglasi


Sebagian Komplit
4 40
Ovarium

<1/3 1/3-2/3 >2/3


Perlekatan
1 2 4
Tipis
Kanan 4 8 16
Tebal
1 2 4
Tipis
Kiri Kiri 4 8 16
Tebal
Tuba

1 2 4
Kanan Tipis
4 8 16
Tebal
1 2 4
Tipis
Kir Kiri 4 8 16
Tebal

Martin pada tahun 2006 mengusulkan sistem kalsifikasi stadium untuk


mengetahui tingkat kepercayaan dari tindakan laparaskopi diagnostik terhadap
endometriosis. Tingkat kepercayaan laparaskopi terdiri atas 4 tingkatan:10

13
Tingkat 1: Mungkin endometriosis Vesikel peritoneal, polip merah, polip
kuning, hipervaskularisasi, jaringan parut, adhesi
Tingkat 2: Diduga endometriosis Kista coklat dengan aliran bebas dari cairan
coklat.
Tingkat 3: Pasti endometriosis Lesi jaringan parut gelap, lesi merah dengan latar
belakang jaringan ikat sebagai jaringan parut, kista coklat dengan area mottle
merah dan gelap dengan latar belakang putih.
Tingkat 4: Endometriosis Lesi gelap dan jaringan parut pada pembedahan
pertama.

Gambar 4. Adhesi akibat endometriosis

2.5 Lokasi Endometrosis


Berdasarkan urutan tersering endometrium ditemukan ditempat-tempat
sebagai berikut :
1) Ovarium;
2) Peritoneum dan ligamentum sakrouterinum, kavum Douglasi, dinding
belakang uterus, tuba Fallopi, plika vesiko uterina, ligamentum
rotundum, dan sigmoid.

14
3) Septum rektovaginal;
4) Kanalis inguinalis;
5) Apendiks;
6) Umbilikus;
7) Serviks uteri, vagina, kandung kencing, vulva, perineum;
8) Parut laparotomi;
9) Kelenjar limfe; dan
10) Walaupun sangat jarang, endometriosis dapat ditemukan di lengan,
paha, pleura, dan perikardium.

2.6 Histogenesis
Teori histogenesis dari endometriosis yang paling banyak dianut adalah
teori dari Sampson. Menurut teori ini, endometriosis terjadi karena darah haid
mengalir kembali (regurgitasi) melalui tuba ke dalam rongga pelvis. Sudah
dibuktikan bahwa dalam darah haid didapati sel-sel endometrium yang masih
hidup. Sel-sel endometrium yang masih hidup ini kemudian dapat mengadakan
implantasi di pelvis. 4

Teori lain dikemukakan oleh Robert Meyer bahwa endometriosis terjadi


karena rangsangan pada sel-sel epitel berasal dari selom yang dapat
mempertahankan hidupnya di daerah pelvis. Rangsangan ini akan menyebabkan
metaplasia dari sel-sel epitel itu sehingga terbentuk jaringan endometrium. 4

Teori hormonal bermula dari kenyataan bahwa kehamilan dapat


menyembuhkan endometriosis. Rendahnya kadar FSH, LH dan E2 dapat
menghilangkan endometriosis. Pemberian steroid seks dapat menekan sekresi
FSH, LH dan E2. Pendapat yang sudah lama dianut ini mengemukakan bahwa
pertumbuhan endometriosis sangat tergantung dari kadar estrogen dalam tubuh.
Pendapat ini mulai diragukan karena pada tahun 1989 Baziad dan Jacoeb
menemukan kadar E2 yang cukup tinggi pada kasus-kasus endometriosis. Jacoeb
pada tahun 1990 pun menemukan kadar E 2 serum pada setiap kelompok derajat
endometriosis hampir semuanya tinggi. Keadaan ini juga tidak bergantung pada

15
beratnya derajat endometriosis. Kalau memang dianggap perkembangan
endometriosis bergantung pada kadar estrogen dalam tubuh, seharusnya terdapat
hubungan bermakna antara beratnya derajat endometriosis dengan kadar E 2 di lain
pihak, apabila kadar E2 dalam tubuh maka senyawa ini akan diubah kembali
menjadi androgen melalui proses aromatisasi. Akibatnya, kadar testosterone pun
akan meninggi. Tetapi kenyataannya pada penelitian ini, kadar T tidak berubah
secara bermakna menurut beratnya penyakit. 11

Sedangkan teori terakhir, endometriosis dikaitkan dengan aktivitas imun.


Teori imunologis menerangkan bahwa secara embriologis, sel epitel yang
membungkus peritoneum parietal dan permukaan ovarium memiliki asal yang
sama, oleh karena itu sel-sel endometriosis akan sejenis dengan mesotel. Telah
diketahui bahwa CA-125 merupakan suatu antigen permukaan sel yang semula
diduga khas untuk ovarium. Karena endometriosis merupakan proses proliferasi
sel yang bersifat destruktif, maka lesi ini tentu akan meningkatkan kadar CA-125.
Banyak yang berpendapat bahwa endometriosis adalah suatu penyakit autoimun
karena memiliki kriteria yang cenderung lebih banyak pada wanita, bersifat
familiar, menimbulkan gejala klinik, melibatkan multiorgan dan menunjukkan
aktivitas sel B-poliklonal.11

2.7 Patologi

Gambaran mikroskopik dari endometrium sangat variabel. Lokasi yang


sering terdapat ialah pada ovarium dan biasanya bilateral. Pada ovarium tampak
kista-kista biru kecil sampai besar berisi darah tua menyerupai coklat. Darah tua
dapat keluar sedikit-sedikit karena luka pada dinding kista dan dapat
menyebabkan perlekatan antara permukaan ovarium dengan uterus, sigmoid dan
dinding pelvis. Kista coklat kadang-kadang dapat mengalir dalam jumlah banyak
ke dalam rongga peritoneum karena robekan dinding kista dan menyebabkan akut
abdomen. Tuba pada endometriosis biasanya normal.4

Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan ciri-ciri khas bagi


endometriosis yakni kelenjar-kelenjar dan stroma endometrium dan perdarahan

16
bekas dan baru berupa eritrosit, pigmen hemosiderin dan sel-sel makrofag berisi
hemosiderin. Disekitarnya tampak sel-sel radang dan jaringan ikat sebagai reaksi
dari jaringan normal disekelilingnya. Jaringan endometriosis seperti juga jaringan
endometrium di dalam uterus dapat dipengaruhi oleh estrogen dan progesteron.
Sebagai akibat dari pengaruh hormon-hormon tersebut, sebagian besar sarang
endometriosis berdarah secara periodik yang menyebabkan reaksi jaringan
sekelilingnya berupa radang dan perlekatan.4

Pada kehamilan dapat ditemukan reaksi desidual jaringan endometriosis.


Apabila kehamilannya berakhir, reaksi desidual menghilang disertai dengan
regresi sarang endometriosis. Pengaruh baik dari kehamilan kini menjadi dasar
pengobatan endometriosis dengan hormon untuk mengadakan apa yang
dinamakan kehamilan semu (pseudopregnancy).4

Gejala Klinis

Gejala-gejala yang sering ditemukan pada kista endometriosis adalah:1,4

Nyeri perut bawah yang progresif dan dekat paha yang terjadi pada dan
selama haid (dismenore). Sebab dari dismenore ini tidak diketahui tetapi
mungkin ada hubungannya dengan vaskularisasi dan perdarahan dalam
sarang endometriosis pada waktu sebelum dan semasa haid. Nyeri tidak
selalu didapatkan pada endometriosis walaupun kelainan sudah luas
sebaliknya kelainan ringan dapat menimbulkan gejala nyeri yang hebat.
Nyeri yang hebat dapat menyebabkan mual, mntah, dan diare. Dismenore
primer terjadi selama tahun-tahun awal mestruasi, dan semakin meningkat
dengan usia saat melahirkan anak, dan biasanya hal ini tidak berhubungan
dengan endometriosis. Dismenore sekunder terjadi lebih lambat dan akan
semakin meningkat dengan pertambahan usia. Hal ini bisa menjadi tanda
peringatan akan terjadinya endometriosis, walaupun beberapa wanita
dengan endometriosis tidak terlalu merasakannya.

17
Dispareunia merupakan gejala yang sering dijumpai disebabkan oleh
karena adanya endometriosis di kavum Douglasi.

Nyeri waktu defekasi, terjadi karena adanya endometriosis pada dinding


rekstosigmoid. Kadang-kadang bisa terjadi stenosis dari lumen usus besar
tersebut.

Poli dan hipermenorea, dapat terjadi pada endometriosis apabila kelainan


pada ovarium sangat luas sehingga fungsi ovarium terganggu.

Infertilitas, hal ini disebabkan apabila motilitas tuba terganggu karena


fibrosis dan perlekatan jaringan disekitarnya. Sekitar 30-40% wanita
dengan endometriosis menderita infertilitas.

2.8 Diagnosis

Tidak ada pemeiksaan yang sederhana untuk mendiagnosis endometriosis.


Dalam kenyataannya, satu-satunya cara untuk mendiagnosis pasti endometriosis
adalah dengan melakukan laparoskopi dan melakukan biopsi jaringan.
Pemeriksaan ini merupakan standar emas dalam mendiagnosis endometriosis.12

Endometriosis dicurigai bila ditemukan adanya gejala nyeri di daerah


pelvis dan adanya penemuan-penemuan yang bermakna selama pemeriksaan fisik.
Melalui pemeriksaan rektovaginal (satu jari di dalam vagina dan satu jari lagi di
dalam rectum) akan teraba nodul (jaringan endometrium) di belakang uterus dan
di sepanjang ligamentum yang menyerang dinding pelvis. Suatu saat bisa saja
nodul tidak teraba, tetapi pemeriksaan ini sendiri dapat menyebabkan rasa nyeri
dan tidak nyaman.13

2.9 Penatalaksanaan

Endometriosis bisa diterapi dengan medikamentosa dan/atau pembedahan.


Pengobatan endometriosis juga bertujuan untuk menghilangkan nyeri dan/atau
memperbaiki fertilitas.6,13,14

18
Endometriosis dan subfertilitas

o Adhesi peritubal and periovarian dapat menginterferensi dengan


transportasi ovum secara mekanik dan berperan dalam
menyebabkan subfertilitas. Endometriosis peritoneal telah terbukti
berperan dalam menyebabkan subfertilitas dengan cara
berinterferensi dengan motilitas tuba, follikulogenesis, dan fungsi
korpus luteum. Aromatase dipercaya dapat meningkatkan kadar
prostaglandin E melalui peningkatan ekspresi COX-2.
Endometriosis juga dapat menyebabkan subfertilitas melalui
peningkatan jumlah sperma yang terikat ke epitel ampulla sehingga
mempengaruhi interaksi sperm-endosalpingeal.

o Pemberian medikamentosa pada endometriosis minimal atau


sedang tidak terbukti meningkatkan angka kehamilan.
Endometriosis sedang sampai berat harus dioperasi.

o Pilihan lainnya untuk mendapatkan kehamilan ialah inseminasi


intrauterin, superovulasi, dan fertilisasi invitro. Pada suatu
penelitian case-contol, rata-rata kehamilan dengan injeksi sperma
intrasitoplasmik tidak dipengaruih oleh kehadiran endometriosis.
Lebih jauh, analisi lainnya menunjukkan peningkatan kejadian
kehamilan akibat fertilisasi in vitro dengan preterapi endometriosis
tingkat 3 dan 4 dengan agonis gonadotropin-releasing hormone
(GnRH).

Terapi interval

o Beberapa peneliti percaya bahwa endometriosis dapat ditekan


dengan pemberian profilaksis berupa kontrasepsi oral kombinasi
berkesinambungan, analog GnRH, medroksiprogesteron, atau

19
danazol sebagai upaya untuk meregresi penyakit yang
asimtomastik dan mengatasi fertilitas subsekuen.

o Ablasi melalui pembedahan untk endometriosis simptomatik juga


dapat meningkatkan kesuburan dalam 3 tahun setelah follow-up.

Tidak ada hubungan antara endometriosis dengan abortus rekuren dan


tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa terapi medikamentosa atau
pembedahan dapat mengurangi angka kejadian abortus.

Terapi medis: pil kontrasepsi oral kombinasi, danazol, agen progestational,


dan analog GnRH. Semua obat ini memiliki efek yang sama dalam
mengurangi nyeri dan durasinya.

o Pil kontrasepsioral kombinasi berperan dalam supresi ovarium dan


memperpanjang efek progestin.

o Semua agen progesteron berperan dalam desidualisasi dan atrofi


endometrium.

Medroksiprogesteron asetat berperan dalam mengurangi


nyeri.

Megestrol asetat juga memiliki efek yang sama

The levonorgestrel intrauterine system (LNG-IUS) berguna


dalam mengurangi nyeri akibat endometriosis.

o Analog GnRH berguna untuk menurunkan gejala nyeri, namun


tidak berefek dalam meningkatkan angka fertilitas. Terapi dengan
GnRH menurunkan gejala nyeri pada 85-100% wanita dengan
endometriosis.

20
o Danazol berperan untuk menghambat siklus follicle-stimulating
hormone (FSH) and luteinizing hormone (LH) dan mencegah
steroidogenesis di korpus luteum.

Terapi bedah bisa diklasifikasikan menjadi terapi bedah konservatif jika fungsi
reproduksi berusaha dipertahankan, semikonservatif jika kemampuan reproduksi
dikurangi tetapi fungsi ovarium masih ada, dan radikal jika uterus dan ovarium
diangkat secara keseluruhan. Usia, keinginan untuk memperoleh anak lagi,
perubahan kualitas hidup, adalah hal-hal yang menajdi pertimbangan ketika
memutuskan suatu jenis tindakan operasi.6, 13,14

Pembedahan konservatif

o Tujuannya adalah merusak jaringan endometriosis dan melepaskan


perlengketan perituba dan periovarian yang menjadi sebab
timbulnya gejala nyeri dan mengganggu transportasi ovum.
Pendekatan laparoskopi adalah metode pilihan untuk mengobati
endometriosis secara konservatif. Ablasi bisa dilakukan dengan
dengan laser atau elektrodiatermi. Secara keseluruhan, angka
rekurensi adalah 19%. Pembedahan ablasi laparoskopi dengan
diatermi bipolar atau laser efktif dalam menghilangkan gejala nyeri
pada 87%. Kista endometriosis dapat diterapi dengan drainase atau
kistektomi. Kistektomi laparoskopi mengobati keluhan nyeri lebih
baik daripada tindakan drainase. Terapi medis dengan agonis
GnRH mengurangi ukuran kista tetapi tidak berhubungan dengan
hilangnya gejala nyeri.

o Flushing tuba dengan media larut minyak dapat meningkatkan


angka kehamilan pada kasus infertilitas yang berhubungan dengan
endometriosis.

21
o Untuk dismenorhea yang hebat dapat dilakukan neurektomi
presakral. Bundel saraf yang dilakukan transeksi adalah pada
vertebra sakral III, dan bagian distalnya diligasi.

o Laparoscopic Uterine Nerve Ablation (LUNA) berguna untuk


mengurangi gejala dispareunia dan nyeri punggung bawah.

o Untuk pasien dengan endometriosis sedang, pengobatan hormonal


adjuvant postoperative efektif untuk mengurangi nyeri tetapi tidak
ada berefek pada fertilitas. Analog GnRH, danazol, dan
medroksiprogesteron berguna untuk hal ini.

Pembedahan semikonservatif

o Indikasi pembedahan jenis ini adalah wanita yang telah melahirkan


anak dengan lengkap, dan terlalu muda untuk menjalani
pembedahan radikal, dan merasa terganggu oleh gejala-gejala
endometriosis. Pembedahan yang dimaksud adalah histerektomi
dan sitoreduksi dari jaringan endometriosis pelvis. Kista
endometriosis bisa diangkat karena sepersepuluh dari jaringan
ovarium yang berfungsi diperlukan untuk memproduksi hormon.
Pasien yang dilakukan histerektomi dengan tetap mempertahankan
ovarium memiliki risiko enam kali lipat lebih besar untuk
mengalami rekurensi dibandingkan dengan wanita yang dilakukan
histerektomi dan ooforektomi.

o Terapi medis pada wanita yang telah memiliki cukup anak yang
juga memiliki efek dalam mereduksi gejala.

Pembedahan radikal

o Histerektomi total dengan ooforektomi bilateral dan sitoreduksi


dari endometrium yang terlihat. Adhesiolisis ditujukan untuk

22
memungkinkan mobilitas dan menormalkan kembali hubungan
antara organ-organ di dalam rongga pelvis.

o Obstruksi ureter memerlukan tindakan bedah untuk mengeksisi


begian yang mengalami kerusakan. Pada endometriosis dengan
obstruksi usus dilakukan reseksi anastomosis jika obstruksi berada
di rektosigmoid anterior.

Gambar 5. Algoritma Penatalaksanaan Endometriosis

2.10 Diagnosis Banding

Adenomiosis uteri, radang pelvik, dengan tumor adneksa dapat


menimbulkan kesukaran dalam diagnosis. Pada kelainan di luar endometriosis
jarang terdapat perubahan-perubahan berupa benjolan kecil di kavum
Douglasi dan ligamentum sakrouterina. Kombinasi adenomiosis uteri atau
mioma uteri dengan endometriosis dapat pula ditemukan. Endometriosis
ovarii dapat menimbulkan kesukaran diagnosis dengan kista ovarium.

23
Sedangkan endometriosis yang berasal dari rektosigmoid perlu dibedakan
dari karsinoma.18,19

2.11 Prognosis

Endometriosis dapat mengalami rekurensi kecuali telah dilakukan


dengan histerektomi dan ooforektomi bilateral. Angka kejadian rekurensi
endometriosis setelah dilakukan terapi pembedahan adalah 20% dalam waktu
5 tahun. Ablasi komplit dari endometriosis efektif dalam menurunkan gejala
nyeri sebanyak 90% kasus. Beberapa ahli mengatakan eksisi lesi adalah
metode yang baik untuk menurunkan angka kejadian rekurensi dari gejala-
gejala endometriosis.8 Pada kasus infertilitas, keberhasilan tindakan bedah
berhubungan dengan tingkat berat ringannya penyakit. Pasien dengan
endometriasis sedang memiliki peluang untuk hamil sebanyak 60%,
sedangkan pada kasus-kasus endometriosis yang berat keberhasilannya hanya
35%.20

24
BAB 3

KESIMPULAN

Endometriosis adalah suatu penyakit yang lazim menyerang wanita di usia


reproduksi. Penyakit ini merupakan kelainan ginekologis yang menimbulkan
keluhan nyeri haid, nyeri saat senggama, pembesaran ovarium dan infertilitas.
Insidensi endometriosis sulit untuk diukur, sebagian besar wanita dengan
endometriosis sering tidak ditemukan gejala, selain itu modalitas pencitraan
memiliki kepekaan rendah untuk mendiagnosisnya. Wanita dengan endometriosis
mungkin asimptomatik, subfertil, atau mengalami nyeri panggul.
Lima sampai sepuluh wanita usia reproduksi, 30-40 % pada wanita infertil,
80% pada wanita dengan nyeri panggul kronik. Biasanya endometriosis
didiagnosis pada wanita dengan usia 20 tahunan. Tidak ditemukan sebelum
menarche dan khas regresi setelah menopause. Metode utama diagnosis adalah
laparoskopi, dengan atau tanpa biopsi untuk diagnosis histologis. Dengan
menggunakan standar ini, peneliti telah melaporkan kejadian tahunan pembedahan
didiagnosis endometriosis menjadi 1,6 kasus per 1.000 wanita berusia antara 15
dan 49 tahun.
Penanganan endometriosis baik secara medikamentosa maupun operatif
tidak memberikan hasil yang memuaskan disebabkan patogenesis penyakit
tersebut belum terungkap secara tuntas. Keberhasilan penanganan endometriosis
hanya dapat dievaluasi saat ini dengan mempergunakan laparoskopi. Laparoskopi

25
merupakan tindakan yang minimal invasif tetapi memerlukan keterampilan
operator, biaya tinggi dan kemungkinan dapat terjadi komplikasi dari yang ringan
sampai berat.

DAFTAR PUSTAKA

1. American Society. Endometriosis a guide for patient


http://www.asrm.org/Patients/patientbooklets/endometriosis.pdf
2. Oepomo TD. Concentration of TNF- in the peritoneal fluid and serum of
endometrioticpatients. http://www.unsjournals.com/DD0703D070302.pdf
3. NHS Evidence, Annual Evidence Update on Endometriosis
Epidemiology and aetiology.
4. Prawirohardjo S. Ilmu Kandungan. Jakarta: YBP-SP, 2002. p.314-36

5. Lee BM, The Endometriosis cyst. http://ezinearticles.com/?Cyst-


Endometriosis---Cyst-in-the-Walls-of-the-Womb&id=1794678
6. Wellbery C. Diagnosis and Treatment of Endometriosis 1999;
http://www.aafp.org/afp/991015ap/contentshtml [diakses 7 Juni 2009]
7. Overton C, Davis C, McMillanL, Shaw R. An Atlas Of Endometriosis, 3 rd
ed. London: Informa Healthcare, 2007. p.2-3, 36
8. Sud S, Tulandi T. Endometriosis http://www.obgyn.net/medical.asp?
page=/english/pubs/features/mcgill-student-projects/endometriosis.
london.1999
9. Leyland N, Casper R, Laberge P, etc. 2010. Endometriosis : Diagnosis and
Management. Canada: JOGC; 32(7): 1-26.

26
10. Dunselman G, Vermeulen N, Becker C, etc. 2014. ESHRE Guideline :
management of women with Endometriosis. Human Reproduction; 29(3):
400-412.
11. Macer M, Taylor H. 2012. Endometriosi and Infertility : A Review of the
Pathogenesis and Treatment of Endometriosis-associated Infertility. Obstet
Gynecol Clin N Am 39; 535-549
12. CDC. 2014. Assisted Reproductive Technology. CDC: Division of
Reproductive Health.
13. Martin DC. Endometriosis staging.
http://www.memfert.com/endostage.htm
14. The Society of Obstetricians and Gynaecologists of Canada. 2010.
Endometriosis : Diagnosis and Management. Canada : Journal of
Obstetrics and Gynaecology Canada Volume 32, No. 7.
15. HIFERI. Panduan Nasional Pelayanan Kedokteran Nyeri Endometriosis.
Jakarta : POGI-HIFERI.Stoppler MC, Endometriosis. eMedicine.
16. Kapoor D. 2015. Endometriosis. Medscape, WebMD
17. M. D'Hooghe, Thomas. 2007. Endometriosis. In : M. D'Hooghe, etc. Berek
& Novak's Gynecology, 14th Edition section VII. California: Lippincott
Williams & Wilkins, 2007: 1137-1184.
18. Carr, Bruce. Endometriosis. 2008. In :John O. Schorge etc. Wiiliams
Gynecology. Dallas : McGraw Hills, 2008: 476-514.
19. Schenken, Robert S. Endometriosis. 2008. In :Danforth's Obstetrics and
Gynecology, 10th Ed Chapter 41. Lippincott Williams & Wilkins
Publishers; 10th edition; 2008 :716-724.
20. Premkumar, Ganeshselvi. 2008. Role of Laparoscopic Surgery in
Endometriosis Associated Infertility-Literature Review. In :World Journal
of Laparoscopic Surgery, January-April ed. Bristol : World Journal of
Laparoscopic Surgery.

27
28

Anda mungkin juga menyukai