Anda di halaman 1dari 118

UNIVERSITAS INDONESIA

JUDUL
ANALISIS PERBANDINGAN METODE PERHITUNGAN
PERFORMA PANEL SURYA ANTARA SANDIA PV ARRAY
MODEL DAN FIVE PARAMETERS MODEL DENGAN
KONDISI ALAM DAERAH TROPIS

SKRIPSI

ADI JANUARDI
1206263692

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA


PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO
DEPOK
MEI 2016

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


UNIVERSITAS INDONESIA

JUDUL
ANALISIS PERBANDINGAN METODE PERHITUNGAN
PERFORMA PANEL SURYA ANTARA SANDIA PV ARRAY
MODEL DAN FIVE PARAMETERS MODEL DENGAN
KONDISI ALAM DAERAH TROPIS

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

ADI JANUARDI
1206263692

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA


PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO
KEKHUSUSAN TEKNIK TENAGA LISTRIK
DEPOK
MEI 2016

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,


dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Adi Januardi


NPM : 1206263692
Tanda tangan:
Tanggal : 18 Mei 2016

ii

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh,


Nama : Adi Januardi
NPM : 1206263692
Program Studi : Teknik Elektro
Judul Skripsi : ANALISIS PERBANDINGAN METODE
PERHITUNGAN PERFORMA PANEL SURYA
ANTARA SANDIA PV ARRAY MODEL DAN
FIVE PARAMETERS MODEL DENGAN
KONDISI ALAM DAERAH TROPIS

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik,
Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Dr.-Ing. Eko Adhi Setiawan, S.T., M.T. ( )

Penguji : Dr. Abdul Halim, M.Eng ( )

Penguji : Dr. Ir. Ridwan Gunawan, M.T. ( )

Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 18 Mei 2016

iii

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT penulis atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Analisis
Perbandingan Metode Perhitungan Performa Panel Surya Antara Sandia PV
Array Model Dan Five Parameters Model Dengan Kondisi Alam Daerah
Tropis dan diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar
sarjana teknik. Penulis menyadari bahwa tanpa adanya dukungan dan bantuan dari
berbagai pihak selama masa penyusunan skripsi ini sangatlah sulit bagi penulis
untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karenanya, penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada:

1. Bapak Dr.-Ing. Eko Adhi Setiawan, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing
yang telah membimbing penulis selama proses penyusunan skripsi.
2. Kedua Orang Tua serta segenap keluarga yang telah memberikan doa,
dorongan moral maupun material, serta kasih sayang.
3. Keluarga besar civitas akademika Teknik Elektro Universitas Indonesia yang
telah memberikan banyak bantuan dalam urusan administrasi seminar
4. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

Akhirnya, penulis memohon maaf yang sebesar-besarya bila ada


perkataan atau perbuatan yang kurang berkenan selama melaksanakan penulisan
skripsi. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat
kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan sehingga saran dan kritik yang
membangun sangat dibutuhkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak di masa sekarang maupun di masa yang akan datang.

Depok, 18 Mei 2016

Adi Januardi

iv

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di


bawah ini:
Nama : Adi Januardi
NPM : 1206263692
Program Studi : Teknik Elektro
Departemen : Teknik Elektro
Fakultas : Teknik
Jenis karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

Analisis Perbandingan Metode Perhitungan Performa Panel Surya Antara


Sandia PV Array Model Dan Five Parameters Model Dengan Kondisi Alam
Daerah Tropis
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.


Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 18 Mei 2016
Yang menyatakan

Adi Januardi

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


ABSTRAK

Nama : Adi Januardi


Program Studi : Teknik Elektro
Judul : Analisis Perbandingan Metode Perhitungan Performa Panel Surya
Antara Sandia PV Array Model Dan Five Parameters Model
Dengan Kondisi Alam Daerah Tropis
Penggunaan energi terbarukan sebagai sumber pembangkitan energi listrik
terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Namun, di Indonesia sendiri belum
banyak pembangkit listrik yang memanfaatkan energi terbarukan ini sebagai
sumbernya. Padahal kita ketahui bahwa Indonesia memiliki potensi energy
terbarukan yang sangat besar. Salah satu potensi energi terbarukan yang sangat
besar di Indonesia adalah cahaya matahari. Dengan photovoltaics sebagai alat
yang menyerap dan mengubah energi matahari menjadi energi listrik maka energi
listrik yang dihasilkan dari sumber energi matahari tersebut diperkirakan sangat
besar hasilnya. Namun, modul photovoltaics ini sangatlah rentan terhadap kondisi
lingkungan sekitarnya sehingga dapat memengaruhi energi listrik yang dihasilkan.
Maka dari itu, diperlukannya perhitungan performa modul PV untuk
memprediksikan besar energi yang akan dihasilkan suatu modul PV pada kondisi
lingkungan tertentu sehingga kita dapat menentukan tipe modul PV yang akan
digunakan. Pada skripsi ini digunakan dua metode perhitungan performa PV,
yaitu Sandia PV Array Performance Model dan Five Parameters Model, dimana
kedua metode ini akan dibandingkan satu sama lain. Sehingga didapat bahwa
metode Five Parameters merupakan metode perhitungan performa PV yang
paling optimal dan efisien yang dapat digunakan pada daerah tropis karena hanya
membutuhkan input data yang sedikit namun memberikan hasil prediksi keluaran
energy listrik yang cukup presisi, yaitu 56,58 Wdc untuk mono-crystalline PV,
52,7 Wdc untuk poly-crystalline PV, dan 43,29 Wdc untuk thin film PV, dengan
input data yang sedikit. Metode five parameters juga dapat menghasilkan kurva
karakteristik (I-V) pada kondisi operasi modul PV yang lebih presisi.
Kata kunci: Photovoltaics, Radiasi Matahari, Energi Matahari, Sandia PV Array
Performance Model, Five Parameters Model

vi Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


ABSTRACT

Name : Adi Januardi


Mayor : Electrical Engineering
Title : Comparative Analysis of Solar Panel Performance Calculation
Method between Sandia PV Array Model and Five Parameters
Model at Tropical Region Condition
The use of renewable energy as a source of electric energy generation continues
to increase every year. However, in Indonesia itself has not many power plants
that utilize renewable energy source. And we all know that Indonesia has the
potential of renewable energy is very large. One of the renewable energy
potential that very large in Indonesia is sunlight. With photovoltaics as a tool that
absorb and convert solar energy into electrical energy, the electrical energy
generated from solar energy sources are expected very big results. However,
photovoltaics module is particularly vulnerable to environmental conditions that
can affect the electrical energy produced. Therefore, the need for PV module
performance calculations to predict the amount of energy that will be produced by
a PV module in a certain environment so that we can determine the type of PV
modules that will be used. In this study used two methods of calculating the
performance of PV, those are Sandia PV Array Performance Model and Five
Parameters Model, where both methods will be compared with each other. In
order to get that Five Parameters method is the most optimal and efficient method
in calculating PV performance that can be used in tropical region as it only
requires less input data but may predicted electrical energy output with sufficient
precision, those are 56,58 Wdc for mono-crystalline PV, 52,7 Wdc for poly-
crystalline PV, and 43,29 Wdc for thin film PV, with less data input. Five
parameters method can also produce the characteristic curve (I-V) on a PV
module operating conditions more precise.
Key words: Photovoltaics, Solar Radiation, Solar Energy, Sandia PV Array
Performance Model, Five Parameters Model

vii Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................................... ii


HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS .......................................................................................... v
ABSTRAK ......................................................................................................................... vi
ABSTRACT ....................................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL.............................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ xii
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan................................................................................................. 3
1.3 Pembatasan Masalah ........................................................................................... 3
1.4 Metodologi Penulisan ......................................................................................... 4
1.5 Sistematika Penulisan ......................................................................................... 4
BAB 2 DASAR TEORI .................................................................................................. 6
2.1 Energi Matahari .................................................................................................. 6
2.2 Posisi Matahari ................................................................................................... 7
2.2.1 Solar Time................................................................................................... 8
2.2.2 Sun Declination, Sun Elevation, dan Sun Azimuth Angle.......................... 9
2.2.3 Surface Azimuth dan Tilt Angle ............................................................... 13
2.2.4 Angle of Incidence .................................................................................... 13
2.3 Radiasi Matahari, Incident Radiation, dan Komponennya ............................... 15
2.3.1 Beam Radiation......................................................................................... 17
2.3.2 Diffuse Radiation ...................................................................................... 18
2.3.3 Ground-Reflected Radiation ..................................................................... 18
2.3.4 Total Radiation (Plane of Array Irradience) ............................................. 19
2.4 Air Mass............................................................................................................ 19
2.5 Sistem Pembangkit Tenaga Surya .................................................................... 21
2.6 Photovoltaic ...................................................................................................... 24
2.6.1 Definisi...................................................................................................... 24

viii Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


2.6.2 Tipe PV ..................................................................................................... 26
2.6.3 Prinsip Kerja ............................................................................................. 27
2.6.4 Efisiensi PV .............................................................................................. 28
2.6.5 Parameter Output PV ................................................................................ 30
2.6.6 Kurva Karakteristik PV............................................................................. 31
2.7 Metode Perhitungan Performa Modul Photovoltaic ......................................... 32
2.7.1 Sandia PV Array Performance Model ...................................................... 32
2.7.2 Five Parameters Performance Model ........................................................ 37
BAB 3 PERHITUNGAN PERFORMA MODUL PV DENGAN SANDIA PV ARRAY
PERFORMANCE MODEL DAN 5-PARAMETER PERFOMANCE MODEL ................. 42
3.1 Data Klimatologi............................................................................................... 42
3.1.1 Menghitung Nilai EoT, Tsolar, , dan hr .................................................... 49
3.1.2 Menghitung z dan s ................................................................................ 49
3.1.3 Menghitung Nilai AOI dan Absolute Air Mass ........................................ 50
3.1.4 Menghitung Eb, Ed, Eg, dan EPOA............................................................... 50
3.1.5 Menghitung Tm dan Tc............................................................................... 51
3.2 Perhitungan Metode SPAPM ............................................................................ 51
3.2.1 Menghitung f1, f2, dan (Tc) ...................................................................... 53
3.2.2 Menghitung Isc .......................................................................................... 53
3.2.3 Menghitung Nilai Ee ................................................................................. 54
3.2.4 Menghitung Imp, Voc, Vmp, dan Pmp ............................................................ 54
3.2.5 Hasil Parameter Keluaran Setiap Jenis PV ............................................... 54
3.3 Perhitungan Metode Five Parameter ................................................................. 55
3.3.1 Menentukan Nilai Lima Parameter pada Kondisi Referensi..................... 57
3.3.2 Menentukan Nilai Lima Parameter pada Kondisi Operasinya .................. 61
3.3.3 Memplot kurva karakterisistik pada kondisi operasi ................................ 62
3.3.4 Menentukan Nilai Parameter Keluaran PV ............................................... 66
BAB 4 ANALISIS HASIL PERHITUNGAN PERFORMA PV SERTA PENGARUH
PERUBAHAN SUHU DAN RADIASI MATAHARI TERHADAP KARAKTERISTIK
KELUARAN DARI KEDUA METODE PERHITUNGAN ............................................ 68
4.1 Analisis Pengolahan Data dan Hasil Perhitungan Performa Modul PV ........... 68
4.1.1 Metode SPAPM ........................................................................................ 68
4.1.2 Metode 5-Parameter .................................................................................. 69
4.1.3 Perbandingan Hasil Kedua Metode Perhitungan ...................................... 71

ix Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


4.2 Pengaruh Suhu dan Radiasi Matahari Terhadap Karakteristik Keluaran Pada
Metode SPAPM ............................................................................................................ 74
4.2.1 Pengaruh Suhu .......................................................................................... 75
4.2.2 Pengaruh Radiasi Matahari ....................................................................... 78
4.3 Pengaruh Suhu dan Radiansi Matahari Terhadap Karakteristik Keluaran Pada
Metode 5-Parameter ...................................................................................................... 81
4.3.1 Pengaruh Suhu .......................................................................................... 81
4.3.2 Pengaruh Radiasi Matahari ....................................................................... 87
4.4 Pengaruh Perubahan Suhu Sel dan Total Rediasi terhadap Daya Keluaran
Maksimum Modul PV .................................................................................................. 92
BAB 5 KESIMPULAN ................................................................................................. 98
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 100
LAMPIRAN ................................................................................................................... 103

x Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Nilai a, b, dan T untuk setiap tipe modul dan mounting ................................ 34
Tabel 3.1 Data klimatologi yang digunakan pada perhitungan performa PV ................... 48
Tabel 3.2 Data spesifikasi Siemens SP-75 ........................................................................ 53
Tabel 3.3 Hasil parameter keluaran setiap tipe PV dengan metode SPAPM.................... 55
Tabel 3.4 Hasil nilai arus untuk setiap nilai tegangan dengan menggunakan fungsi
Lambert W ....................................................................................................................... 65
Tabel 3.5 Hasil parameter keluaran setiap tipe PV dengan metode Five Parameters ....... 67
Tabel 4.1 Nilai lima parameter pada kondisi referensi (E = 1000W/m2, T = 25C) ......... 70
Tabel 4.2 Nilai lima parameter pada kondisi operasi (E = 449,45W/m2, T = 39,28C) .. 71
Tabel 4.3 Pengaruh suhu sel terhadap nilai parameter keluaran untuk modul PV tipe
Mono-crystalline ............................................................................................................... 75
Tabel 4.4 Pengaruh suhu sel terhadap nilai parameter keluaran untuk modul PV tipe Poly-
crystalline .......................................................................................................................... 76
Tabel 4.5 Pengaruh suhu sel terhadap nilai parameter keluaran untuk modul PV tipe Thin
film.................................................................................................................................... 76
Tabel 4.6 Pengaruh total radiasi matahari terhadap nilai parameter keluaran untuk modul
PV tipe Mono-crystalline .................................................................................................. 78
Tabel 4.7 Pengaruh total radiasi matahari terhadap nilai parameter keluaran untuk modul
PV tipe Poly-crystalline .................................................................................................... 79
Tabel 4.8 Pengaruh total radiasi matahari terhadap nilai parameter keluaran untuk modul
PV tipe Thin film .............................................................................................................. 79
Tabel 4.9 Pengaruh suhu sel terhadap nilai lima parameter dan nilai parameter keluaran
untuk modul PV tipe Mono-crystalline (Siemens) ........................................................... 82
Tabel 4.10 Pengaruh suhu sel terhadap nilai lima parameter dan nilai parameter keluaran
untuk modul PV tipe Poly-crystalline (Solarex) ............................................................... 82
Tabel 4.11 Pengaruh suhu sel terhadap nilai lima parameter dan nilai parameter keluaran
untuk modul PV tipe Thin film (Astropower) .................................................................. 83
Tabel 4.12 Pengaruh total radiasi matahari terhadap nilai lima parameter dan nilai
parameter keluaran untuk modul PV tipe Mono-crystalline (Siemens) ............................ 87
Tabel 4.13 Pengaruh total radiasi matahari terhadap nilai lima parameter dan nilai
parameter keluaran untuk modul PV tipe Poly-crystalline (Solarex) ............................... 88
Tabel 4.14 Pengaruh total radiasi matahari terhadap nilai lima parameter dan nilai
parameter keluaran untuk modul PV tipe Thin film (Astropower) ................................... 88
Tabel 4.15 Nilai daya maksimum setiap jenis modul PV terhadap perubahan suhu sel ... 94
Tabel 4.16 Nilai daya maksimum setiap jenis modul PV terhadap perubahan total radiasi
.......................................................................................................................................... 96

xi Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Sudut sudut pembentuk AOI [11]. ............................................................... 7


Gambar 2.2 Perubahan sudut deklinasi seiring rotasi Bumi mengelilingi matahari [14]. .. 9
Gambar 2.3 nilai sudut deklinasi seiring perubahan posisi matahari terhadap Bumi ....... 10
Gambar 2.4 Hubungan sudut zenith dengan sudut elevasi. .............................................. 11
Gambar 2.5 Besar sudut azimuth bergantung pada posisi matahari terhadap titik
pengamatan. ...................................................................................................................... 12
Gambar 2.6 Spektrum radiasi matahari (gambar: geosciencebigpicture.com) ................. 16
Gambar 2.7 (a) komponen radiasi matahari disebabkan interaksi dengan atmosfer Bumi
[8], (b) komponen radiasi matahari pada bidang miring [9] ............................................. 17
Gambar 2.8 perubahan posisi matahari berpengaruh pada panjang jalur yang harus dilalui
radiasi matahari melewati atmosfer Bumi [21] ................................................................. 20
Gambar 2.9 Hirarki PLTS dengan sistem on-grid (gambar: listrik.co.id) ........................ 22
Gambar 2.10 Hirarki sistem stand alone PV (gambar: gmnenergy.com) ......................... 23
Gambar 2.11 Tampang melintang dari sel surya .............................................................. 25
Gambar 2.12 Semikonduktor p-n junction (gambar: eere.energy.gov) ............................ 27
Gambar 2.13 Ilustrasi cara kerja sel surya dengan prinsip p-n junction ........................... 28
Gambar 2.14 Kurva karakteristik I-V PV dan titik parameter output pada kurva [17]..... 31
Gambar 2.15 plot kurva karakteristik I-V dengan metode SPAPM [19]. ......................... 37
Gambar 2.16 rangkaian ekuivalen yang merepresentasikan 5-parameter model [17]. ..... 38
Gambar 2.17 titik kondisi kerja pada kurva karakteristik PV ........................................... 39
Gambar 3.1 Diagram alir pengolahan data klimatologi .................................................... 43
Gambar 3.2 (a) menentukan titik pengambilan data, (b) memilih lokasi weatherstation, (c)
memasukan lokasi yang kita pilih ke daftar pengukuran. ................................................. 45
Gambar 3.3 Memodifikasi pengukuran pada software meteonorm 7.0. ........................... 46
Gambar 3.4 Memilih model pengukuran data klimatologi ............................................... 46
Gambar 3.5 Daftar format file data klimotologi yang ada pada meteonorm 7.0. ............. 47
Gambar 3.6 (a) hasil pengukuran data klimatologi oleh meteonorm 7.0, (b) menyimpan
hasil pengukuran data klimatologi. ................................................................................... 48
Gambar 3.7 Diagram alir perhitungan metode SPAPM ................................................... 52
Gambar 3.8 Diagram alir perhitungan metode five parameters ........................................ 56
Gambar 3.9 Rangkaian ekuivalen single-diode dengan hambatan Rpv [27]. ................... 58
Gambar 3.10 Kurva karakteristik modul PV pada kondisi operasi................................... 66

xii Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


Gambar 4.1 Kurva karakteristik (I-V) Siemens SP-75 pada kondisi operasi dengan (a)
metode SPAPM dan (b) metode five parameters .............................................................. 73
Gambar 4.2 Kurva karakteristik (I-V) Solarex MSX-64 pada kondisi operasi dengan (a)
metode SPAPM dan (b) metode five parameters .............................................................. 73
Gambar 4.3 Kurva karakteristik (I-V) Astropower APX-90 pada kondisi operasi dengan
(a) metode SPAPM dan (b) metode five parameters ........................................................ 74
Gambar 4.4 Pengaruh perubahan suhu sel terhadap kurva karakteristik (I-V) Siemens SP-
75 dengan metode SPAPM ............................................................................................... 76
Gambar 4.5 Pengaruh perubahan suhu sel terhadap kurva karakteristik (I-V) Solarex
MSX-64 dengan metode SPAPM ..................................................................................... 77
Gambar 4.6 Pengaruh perubahan suhu sel terhadap kurva karakteristik (I-V) Astropower
APX-90 dengan metode SPAPM ...................................................................................... 77
Gambar 4.7 Pengaruh perubahan total radiasi matahari terhadap kurva karakteristik (I-V)
Siemens SP-75 dengan metode SPAPM ........................................................................... 79
Gambar 4.8 Pengaruh perubahan total radiasi matahari terhadap kurva karakteristik (I-V)
Solarex MSX-64 dengan metode SPAPM ........................................................................ 80
Gambar 4.9 Pengaruh perubahan total radiasi matahari terhadap kurva karakteristik (I-V)
Astropower APX-90 dengan metode SPAPM .................................................................. 80
Gambar 4.10 Pengaruh parameter ideality factor (a) pada kurva karakteristik (I-V) ....... 83
Gambar 4.11 Pengaruh Parameter Io pada kurva karakteristik (I-V) ................................ 84
Gambar 4.12 Pengaruh perubahan suhu sel terhadap kurva karakteristik (I-V) Siemens
SP-75 dengan metode Five Parameters............................................................................. 85
Gambar 4.13 Pengaruh perubahan suhu sel terhadap kurva karakteristik (I-V) Solarex
MSX-64 dengan metode Five Parameters ........................................................................ 85
Gambar 4.14 Pengaruh perubahan suhu sel terhadap kurva karakteristik (I-V) Astropower
APX-90 dengan metode Five Parameters ......................................................................... 86
Gambar 4.15 Pengaruh parameter light current (IL) pada kurva karakteristik (I-V) ......... 89
Gambar 4.16 Pengaruh parameter hambatan shunt (Rsh) pada kurva karakteristik (I-V) . 90
Gambar 4.17 Pengaruh perubahan total radiasi matahari terhadap kurva karakteristik (I-
V) Siemens SP-75 dengan metode Five Parameters ......................................................... 90
Gambar 4.18 Pengaruh perubahan total radiasi matahari terhadap kurva karakteristik (I-
V) Solarex MSX-64 dengan metode Five Parameters ...................................................... 91
Gambar 4.19 Pengaruh perubahan total radiasi matahari terhadap kurva karakteristik (I-
V) Astropower APX-90 dengan metode Five Parameters ................................................ 91
Gambar 4.20 Grafik (Pmp vs Tc) modul PV jenis mono-crystalline .................................. 93

xiii Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


Gambar 4.21 Grafik (Pmp vs Tc) modul PV jenis poly-crystalline .................................... 93
Gambar 4.22 Grafik (Pmp vs Tc) modul PV jenis thin film................................................ 94
Gambar 4.23 Grafik (Pmp vs EPOA) modul PV jenis mono-crystalline .............................. 95
Gambar 4.24 Grafik (Pmp vs EPOA) modul PV jenis poly-crystalline ................................ 95
Gambar 4.25 Grafik (Pmp vs EPOA) modul PV jenis thin film ........................................... 96

xiv Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada zaman dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat ini, listrik
menjadi komponen utama yang sangat penting bagi kehidupan sehari hari
manusia saat ini. Di Indonesia sendiri yang merupakan Negara berkembang,
listrik sudah menjadi kebutuhan primer setiap lapisan masyarakat. Ditambah
dengan adanya pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat dan tingginya
kebutuhan akan listrik di bidang industri, maka sumber energi pembangkit listrik
harus tetap tersedia serta produksi listrik harus terus ditingkatkan sehingga
sejalan dengan peningkatan kebutuhan listrik.

Dewasa ini krisis energi telah menjadi suatu masalah yang paling hangat
diperbincangkan oleh masyarakat dunia, termasuk di Indonesia. Suplai listrik
yang tidak berimbang dengan permintaan menyebabkan pemadaman bergilir.
Diatambah lagi masih adanya daerah daerah pelosok yang belum teraliri energi
listrik. Pada akhrinya, pertumbuhan ekonomi Negara pun menjadi terhambat.
Seperti yang kita ketahui bahwa rata rata pembangkit listrik yang digunakan di
Indonesia adalah pembangkit listrik berbahan bakar fosil seperti minyak Bumi,
batu bara, dan gas alam. Dan dari tahun ke tahun penggunaan pembangkit listrik
jenis ini semakin meningkat, sedangkan bahan bakar fosil tidak selamanya
tersedia dan akan habis dalam beberapa tahun kedepan. Dengan begitu, sudah
saatnya kita beralih dari pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar fosil
ke pembangkit listrik dengan sumber energi terbarukan (renewable energi).

Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki potensi energi


terbarukan yang sangat banyak, seperti panas Bumi, tenaga gelombang laut,
tenaga surya, air, dan angin. Hanya saja semua sumber energi terbarukan ini
belum dimanfaatkan secara optimal sebagai sumber energi untuk pembangkitan
listrik. Di Indonesia baru panas Bumi dan tenaga air yang sudah digunakan

1
Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


2

sebagai pembangkitan listrik skala besar, namun hal ini juga belum sepenuhnya
termanfaatkan. Peran energi terbarukan sangatlah penting bagi kehidupan
manusia dimana selain mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dan menjadi
sumber energi alternatif, energi terbarukan juga dapat mengurangi emisi gas
rumah kaca yang dihasilkan bahan bakar fosil.

Salah satu energi terbarukan yang saat ini sedang populer digunakan untuk
pembangkitan listrik adalah energi matahari atau tenaga surya. Energi yang
dihasilkan sinar matahari sangat lah besar, terutama di daerah daerah tropis
seperti di Indonesia dimana intensitas pencahayaan mataharinya cukup besar
dibandingkan dengan daerah daerah subtropis ataupun beriklim sedang. Jika
kita lihat cahaya matahari merupakan cahaya yang dapat menghasilkan energi
yang tak terbatas, hanya saja di malam hari energi yang dihasilkan mungkin
hampir tidak ada. Dengan bantuan photovoltaic sinar matahari ini bisa
dikonversikan menjadi energi listrik yang dapat dimanfaatkan oleh manusia
untuk kelangsungan hidup sehari harinya. Daya keluaran photovoltaic sangat
bergantung pada banyaknya energi foton yang diterima dari matahari, suhu, dan
posisi solar panel terhadap matahari.

Sistem pembangkit photovoltaic terdiri dari beberapa komponen, yaitu


modul photovoltaic yang berfungsi untuk menangkap energi foton dari sinar
matahari, modul inverter yang berfungsi untuk mengubah arus DC menjadi AC
serta mengatur besarnya daya keluaran AC yang nantinya akan dimanfaatkan
oleh konsumen, dan juga untuk sistem pembangkit PV off-grid biasa digunakan
baterai storage yang berfungsi untuk meyimpan energi dan menyediakan
sumber daya listrik yang konstan serta charge controller yang berfungsi untuk
mengatur besarnya arus yang masuk dan keluar di baterai serta mencegah
terjadinya overcharging dan completely discharging pada baterai. Setiap
komponen yang ada pada sistem pembangkit PV memiliki tipenya masing
masing. Oleh sebab itu, dalam membuat suatu sistem pembangkit photovoltaic
perlu adanya perhitungan performance model sistem agar kita dapat menentukan
tipe, kapasitas, serta jumlah komponen yang akan kita gunakan sehingga didapat
sistem yang presisi dan optimal. Terdapat beberapa metode perhitungan

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


3

performance model, seperti 5 Parameter performance model dan Sandia PV


Array performance model. Setiap metode yang ada tentunya menggunakan
asumsi dan parameter yang berbeda beda dalam perhitungannya, sehingga kita
harus mengetahui terlebih dahulu data data yang diperlukan dengan melihat
spesifikasi dari komponen yang kita gunakan atau melakukan pengukuran
langsung di lapangan. Dengan melakukan perhitungan performance model, kita
dapat menetukan tipe komponen modul PV yang digunakan yang sesuai dengan
kodisi alam dan iklim di Indonesia sehingga didapat sistem yang optimal. Dari
perhitungan performance model ini juga kita dapat mengetahui faktor faktor
internal dan eksternal yang memengaruhi kinerja modul PV yang kita gunakan
seperti intensitas pencahayaan, suhu, massa udara, dll.

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan skripsi ini adalah membandingkan dua buah metode


perhitungan performance model untuk modul PV, yaitu 5 Parameter
performance model dan Sandia PV Array performance model, dan menentukan
metode mana yang lebih efisien, presisi, dan memberikan hasil yang optimal.
Hasil dari kedua metode perhitungan ini berupa daya keluaran maksimum dari
modul PV yang digunakan. Selain itu, skripsi ini juga bertujuan untuk
mengetahui pengaruh perubahan suhu dan radiansi matahari terhadap hasil dari
perhitungan kedua metode dengan merihat kurva karakteristiknya. Pada tulisan
ini juga akan ditentukan tipe modul PV yang paling sesuai dengan kodisi alam
dan iklim di Indonesia dengan melihat hasil dari perhitungan kedua metode.

1.3 Pembatasan Masalah

Agar penulisan lebih terarah, maka perlu diketahui batasan masalah dari
penulisan skripsi ini. Pembatasan masalah dalam pembuatan skripsi ini adalah
pada perhitungan performance modul PV terdapat dua metode yang akan dibahas
dengan variasi tiga tipe PV yaitu thin-film, mono-crystaline, dan poly-crystaline.
Dalam proses perhitungannya, kedua metode menggunakan input data spesifikasi
dan data kondisi alam yang sama. Kemudian akan dibahas juga pengaruh suhu
dan radiansi matahari terhadap hasil dari kedua metode perhitungan performance

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


4

model. Sehingga nantinya akan didapatkan metode mana yang lebih efisien,
presisi, dan memberikan hasil yang optimal.

1.4 Metodologi Penulisan

Metodologi yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini antara lain:

a. Studi Literatur
Mencari informasi yang bersumber dari buku, penulisan karya karya
ilmiah, hasil seminar, jurnal ilmiah, dan internet
b. Diskusi bersama pembimbing dan rekan kerja
c. Perhitungan rumus
Melakukan perhitungan dua buah metode performance model dengan
terlebih dahulu mengetahui asumsi dan parameter masing masing
metode
d. Simulasi Software
Melakukan simulasi dan pengamatan menggunakan software SAM
dengan input data komponen sesuai dengan yang digunakan pada
perhitungan.
e. Analisis Hasil Perhitungan
Menganalisis dan mengamati pengaruh perubahan suhu dan radiansi
matahari terhadap hasil dari kedua metode perhitungan serta
membandingkan hasil dari kedua metode perhitungan, lalu menentukan
metode mana yang lebih tepat digunakan dalam perancangan sistem
pembangkit PV

1.5 Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pembahasan, skripsi ini dibagi dalam lima bab. Setiap
bab mempunyai pokok bahasan tertentu sebagai bagian dari tujuan penulisan
skripsi ini. BAB 1 merupakan pendahuluan yang menjelaskan tentang latar
belakang masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, metodologi penulisan, dan
sistematika penulisan. BAB 2 membahas mengenai energi matahari, radiasi

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


5

(irradiance) matahari dan komponennya, Arah Matahari, Air Mass Modifier,


Sistem Pembangkit Tenaga Surya, Photovoltaic, dan Metode Perhitungan
Performa Modul Photovoltaic. BAB 3 step-by-step perhitungan kedua
performance model. BAB 4 menjelaskan mengenai hasil perhitungan dari kedua
metode dan memaparkan pengaruh suhu dan radiansi matahari terhadap hasil dari
kedua metode perhitunganBAB 5 kesimpulan dari hasil analisis terhadap kedua
metode perhitungan performance model.

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


BAB 2
DASAR TEORI

2.1 Energi Matahari

Energi surya (matahari) merupakan energi yang didapat dengan menangkap


energi cahaya matahari melaluai peralatan tertentu, lalu mengubahnya menjadi
sumber daya dalam bentuk lain. Energi surya menjadi salah satu sumber
pembangkit daya dengan tenaga energi terbarukan selain air, uap, angin, dan
lainnnya. Pemanfaatan energi surya pertama kali muncul pada tahun 1839,
ditemukan oleh A.C. Becquerel, dimana ia menggunakan kristal silikon untuk
mengkonversi radiasi cahaya matahari menjadi tegangan atau arus listrik.
Fenomena ini juga disebut photovoltaic effect.

Matahari merupakan bintang yang paling dekat dengan Bumi, dengan jarak
rata rata 149.600.000 kilometer (92,96 juta mil) dari Bumi. Jarak Matahari ke
Bumi ini dikenal sebagai satuan astronomi dan biasa dibulatkan menjadi 150 juta
kilometer [1]. Matahari dapat digunakan secara langsung untuk memproduksi
listrik atau untuk memanaskan bahkan untuk mendinginkan. Pada saat ini, energi
surya (matahari) telah dimanfaatkan dibanyak belahan dunia dan jika dieksploitasi
dengan tepat, energi ini berpotensi mampu menyediakan kebutuhan konsumsi
energi listrik duniasaat ini dalam waktu yang lebih lama.

Tenaga surya mempunyai arti mengubah cahaya matahari secara langsung


menjadi panas atau energi listrik. Energi yang ditangkap dari cahaya matahari
berupa energi photon (E), yang besarnya berbanding terbalik dengan panjang
gelombang cahaya ().


= (2.1)

Dimana h adalah konstanta Planck (6,626 x 10-34 J.s) dan c adalah


kecepatan cahaya (2,998 x 108 m/s).

6
Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


7

2.2 Posisi Matahari

Dalam menghitung performa modul PV, kita harus mengetahui posisi


matahari terhadap observer, dalam hal ini adalah panel surya yang kita gunakan.
Posisi matahari bergantung pada lokasi atau titik pengamatan di Bumi, waktu
pengamatan dalam sehari, dan hari ke berapa pengamatan dilakukan dalam
setahun. Pergerakan matahari sangat berpengaruh banyaknya radiasi matahari
yang tertangkap oleh panel surya yang digunakan. Pada saat matahari berada
tepat tegak lurus dengan permukaan panel surya atau dengan kata lain sudut
anatara arah datangnya cahaya matahari dengan garis normal panel sama dengan
nol, maka intesitas cahaya yang diterima dalam keadaan maksimum. Namun,
seiring perubahan sudut antara arah datangnya matahari dan garis normal panel,
intensitas cahaya matahari akan perlahan menurun hingga bernilai nol ketika
sudut yang terbentuk sebesar 90 [10]. Sudut ini juga disebut angle of incidence
(AOI), dimana dalam menentukan AOI dibutuhkan sudut sudut pembentuk
lainnya seperti yang dapat dilihat pada gambar (2.1). Pada gambar (2.1) dapat

Gambar 2.1 Sudut sudut pembentuk AOI [11].

dilihat sudut sudut yang membentuk AOI, dimana h adalah sudut elevasi, z
adalah sudut zenith, s adalah sudut azimuth matahari (solar azimuth), adalah

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


8

sudut tilt panel (surface tilt), adalah sudut azimuth permukaan panel (surface
azimuth), garis normal permukaan panel, dan adalah AOI.

2.2.1 Solar Time

Solar time atau local solar time (Tsolar) merupakan posisi relatif matahari ke
titik pengamatan [12]. Solar time bergantung pada waktu saat melakukan
pengamatan atau local time dan hari keberapa dilakukan pengamatan dalam waktu
setahun. Oleh sebab itu, solar time ditentukan oleh kordinat garis bujur
(longitude) titik pengamat dan zona waktu titik pengamatan. Sebelum menghitung
solar time, terlebih dahulu kita menghitung nilai equation of time (EoT). EoT
adalah persamaan empiris yang mengoreksi eksentrisitas orbit Bumi dan
kemiringan sumbu Bumi [13]. EoT digunakan untuk menghitung perbedaan
antara solar dan local time sebagai fungsi dari lokasi dan waktu dalam setahun.

= 9.87 sin 2 7.53 cos 1.5 sin (2.2)

dimana,

360
(deg) = ( 81) (2.3)
365

d = hari ke berapa saat melakukan pengamatan dalam waktu setahun.

Dengan mensubsitusi hasil dari persamaan (2.3) ke persamaan (2.2) maka


didapat nilai dari EoT. Setelah didapat nilai EoT, maka kita dapat menghitung
solar time dengan menggunkan persamaan (2.4) dibawah ini.


= + + (2.4)
60 15

dimana,

Longsm = longitude standard meridian dari zona waktu titik pengamatan

Longlocal = longitude dari titik pengamatan

Dari nilai solar time yang didapat, kita juga dapat menentukan nilai sudut
jam (hour angle) dengan menggunakan persamaan (2.5) berikut.

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


9

= 15 ( 12) (2.5)

Hour angle adalah representasi dari solar time dalam bentuk suatu nilai
derajat dari pergarakan matahari dari waktu ke waktu [13]. Sesuai dengan
definisinya, hour angle bernilai 0 pada saat siang hari (jam 12.00). Karena Bumi
berputar 15 per jam, maka untuk setiap perubahan jam mulai dari jam 12 hour
angle akan bertambah atau berkurang 15. Di pagi hari hour angle bernilai negatif,
sedangkan pada sore hari hour angle bernilai positif. Hour angle inilah yang
nantinya digunakan untuk mencari besar sudut AOI.

2.2.2 Sun Declination, Sun Elevation, dan Sun Azimuth Angle

1. Sun Declination

Sun declination angle () adalah sudut antara garis equator Bumi dengan
garis lurus yang menghubungkan pusat Bumi dengan pusat matahari. Sudut inilah
yang menentukan posisi matahari terhadap Bumi pada hari tertentu dalam waktu
setahun. Sudut deklinasi bervariasi setiap musimnya karena kemiringan Bumi
pada poros rotasinya dan rotasi Bumi mengelilingi matahari [14]. Jika Bumi tidak
miring pada poros rotasinya, sudut deklinasi akan selalu 0. Namun, Bumi pada
poros rotasinya dapat miring hingga 23,45 dan sudut deklinasi dapat bernilai plus
atau minus tergantung dari posisi matahari pada saat itu. Rotasi Bumi
mengelilingi matahari dan perubahan sudut deklinasi dapat dilihat pada gambar
(2.2).

Gambar 2.2 Perubahan sudut deklinasi seiring rotasi Bumi mengelilingi matahari [14].

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


10

Gambar 2.3 nilai sudut deklinasi seiring perubahan posisi matahari terhadap Bumi

Dapat dilihat pada gambar (2.3) sudut deklinasi bernilai nol pada daerah
equinoxes (22 Maret dan 22 September), positif selama musim panas di belahan
utara dan negatif selama musim dingin di belahan Bumi utara. Sudut deklinasi
mencapai maksimum 23,45 pada 22 Juni (musim panas di belahan Bumi utara)
dan minimum -23,45 pada 22 Desember (musim dingin di belahan Bumi utara).
Sudut deklinasi dapat dihitung besarnya dengan persamaan (2.6) berikut.

360
= sin1(sin(23.45) sin(365 ( 81))) (2.6)

dimana, d adalah hari ke berapa dilakukannya pengamatan dalam waktu


setahun dimulai dari 1 Januari (d = 1).

2. Sun Elevation

Sun elevation angle atau sudut elevasi (h) adalah ketinggian sudut matahari
di langit diukur dari garis horizontal (permukaan tanah) atau dengan kata lain
sudut yang terbentuk antara arah datangnya cahaya matahari dengan permukaan
tanah. Sudut elevasi bernilai 0 saat matahari terbit dan terbenam, dan bernilai 90
ketika matahari tepat di atas kepala (jam 12 siang) [15]. Parameter penting dalam
menghitung performa PV adalah sudut elevasi maksimum, dimana titik tertinggi
matahari dari Bumi dalam kurun waktu setahun. Sudut elevasi bergantung pada
kordinat lintang (latitude) dari titik pengamatan dan sudut deklinasi, sesuai
dengan persamaan (2.7) berikut.

= sin1 (sin sin + cos cos cos ) (2.7)

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


11

dimana,

= declination angle

= local latitude

hr = hour angle

Adapun sudut zenith (z) merupakan komplemen dari sudut elevasi atau
dengan kata lain sudut yang dibentuk antara arah datangnya cahaya matahari
dengan garis vertikal (garis normal permukaan tanah). Hubungan sudut zenith dan
elevasi dapat dilihat pada gambar (2.4).

Gambar 2.4 Hubungan sudut zenith dengan sudut elevasi.

Sehingga kita dapat menghitung besar sudut zenith yaitu,

= 90 (2.8)

Atau, dapat juga secara langsung dengan persamaan (2.14) berikut,

= cos 1 (sin sin + cos cos cos ) (2.9)

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


12

3. Sun Azimuth

Sun azimuth angle atau sudut azimuth (s) merupakan arah mata angin
darimana cahaya matahari datang. Seperti arah pada kompas, sudut azimuth akan
bernilai 0 ketika matahari berada disebelah utara titik pengamatan dan akan
bernilai 180 ketika matahari berada disebelah selatan titik pengamatan [16].

Gambar 2.5 Besar sudut azimuth bergantung pada posisi matahari terhadap titik
pengamatan.

Pada siang hari, matahari selalu berada di arah selatan pada belahan Bumi
utara dan berada di arah utara pada belahan Bumi selatan. Sudut azimuth
bervariasi sepanjang hari. Pada zona equinoxes, matahari terbit langsung dari arah
timur dan terbenam di barat, sehingga membuat sudut azimuth bernilai 90 saat
matahari terbit dan 270 saat matahari terbenam. Namun secara umum, sudut
azimuth bervariasi dengan lintang dan waktu sepanjang tahun. Besar sudut
azimuth dapat dihitung menggunakan persamaan (2.10) dibawah ini [9].

sin cos
= sin1 ( ) (2.10)
cos

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


13

2.2.3 Surface Azimuth dan Tilt Angle

Surface azimuth angle adalah arah menghadapnya permukaan panel surya


sesuai dengan arah mata angin. Sama seperti sudut azimuth matahari, sudut
azimuth permukaan panel surya akan bernilai 0 bila permukaan panel surya
menghadap kearah utara dan akan bernilai 180 ketika permukaan panel surya
menghadap kearah selatan. Sedangkan surface tilt angle merupakan sudut
kemiringan permukaan panel surya terhadap permukanaan tanah (garis
horizontal). Kedua nilai sudut ditentukan ketika kita ingin melakukan pemasangan
sistem PV dan sangat berpengaruh terhadap hasil keluaran dari modul PV yang
kita gunakan. Dalam menentukan kedua sudut ini, terlebih dahulu kita harus
mengetahui pola pergerakan dan posisi matahari di daerah atau lokasi tempat kita
ingin melakukan pemansangan panel surya. Sehingga, modul PV dapat menyerap
radiasi matahari secara optimal dan mengurangi rugi daya.

2.2.4 Angle of Incidence

Seperti yang sudah dijelaskan pada subbab sebelumnya, angle of incidence


(AOI) merupakan sudut antara arah datangnya cahaya matahari ke permukaan
panel surya dan garis normal permukaan panel surya. Nilai AOI ditentukan oleh
sudut sudut pembentuknya terutama sudut kemiringan panel surya (sudut tilt)
dan sangat berpengaruh kepada banyaknya radiasi matahari yang dapat terserap
oleh panel surya [17]. Semakin besar nilai AOI maka semakin banyak radiasi
matahari langsung yang akan terpantul kembali oleh permukaan panel surya,
sehingga radiasi matahari yang terserap akan berkurang dan hasil keluaran modul
panel surya pun akan menurun. Efek tersebut terjadi ketika AOI bernilai 65 atau
lebih. Nilai AOI dapat ditentukan dengan persamaan (2.11) berikutnya.

= cos 1(cos cos + sin sin cos( )) (2.11)

Pemasangan panel surya dengan sudut tilt yang besar akan menghasilkan
nilai AOI yang besar pula, sehingga selama sebagian waktu dalam setahun
penyerapan radiasi matahari akan sangat terbatasi. Dengan begitu, dibutuhkan
perhitungan incidence angle modifier (K atau MAOI) yang berlaku untuk

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


14

pertimbangan dan koreksi terhadap parameter radiasi dalam perhitungan radiasi


efektif. King et al. (1996, 1998) [18,19] telah mengembangkan perhitungan
incidence angle modifier dalam bentuk fungsi polynomial dari AOI yang dapat
dilihat pada persamaan (2.12) berikut.

= 0 + 1 + 2 2 + 3 3 + 4 4 + 5 5 (2.12)

Nilai koefisien b0,b1,b2,b3,b4,b5 secara empiris didapat dari hasil pengujian


dan pengukuran modul PV secara langsung dan dapat dilihat pada database
Sandia National Laboratory yang telah melakukan pengujian dengan
menggunakan Smooth Glass / Anti-Reflected cell. Nilai MAOI pada perhitungan
performa PV berfungsi untuk mengetahui pengaruh optical pada nilai Isc terhadap
AOI. MAOI sendiri baru berpengaruh pada perhitungan performa PV ketika nilai
AOI sama dengan atau lebih dari 65, dikarenakan untuk nilai AOI dibawah 65
nilai MAOI benilai 1 atau mendekati nilai satu.

Namun, untuk perhitungan incidence angle modifier yang dikembangkan


oleh King et al. ini masih memiliki kekurangan dimana untuk nilai AOI tertentu
MAOI bernilai lebih dari 1. Padahal, seperti yang kita ketahui nilai dari cos(AOI)
maksimal bernilai 1. Sehingga, perlu adanya perhitungan lain untuk
menyelesaikan kasus seperti ini, yaitu dengan mencari nilai K yang merupakan
rasio dari nilai transmittance yang melalui single cover pada nilai AOI tertentu
dan pada saat AOI bernilai 0. Langkah langkah menghitung nilai K dapat
dilihat pada persamaan (2.13) sampai (2.17) di bawah ini [17].

1 sin 2
= (2.13)
2 sin 1

1 2 ( ) 2 ( )
= 1 ( 2 2 1 + 2 2 1 ) (2.14)
2 ( + ) ( + )
2 1 2 1


( )
= cos 2 (2.15)

= (2.16)

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


15


= (2.17)

dimana,

n1 = index refraksi udara, bernilai 1

n2 = index refraksi permukaan panel surya

1 = AOI

2 = sudut refraksi

r = persamaan Fresnel untuk non-reflected unpolarized radiation

a = radiasi yang terserap

K = proportionality constant, diasumsikan bernilai 4 m-1

L = ketebalan panel surya

= transmittance melalui sebuah single cover

n = transmittance melalui sebuah single cover dengan AOI bernilai 0

2.3 Radiasi Matahari, Incident Radiation, dan Komponennya

Matahari memancarkan radiasi cahaya dengan berbagai panjang


gelombang, mulai dari ultraviolet, cahaya tampak, sampai infrared dari spektrum
elektromagnetik. Radiasi ini timbul sebagai akibat dari permukaan matahari yang
mempunyai temperatur sekitar 5800 Kelvin atau setara dengan 5500 Celcius,
sehingga spectrum yang dipancarkan matahari sama dengan spectrum dari
blackbody pada temperatur yang sama [1]. Blackbody didefinisikan sebagai objek
yang menyerap secara sempurna semua radiasi elektromagnetik dan juga mampu
memancarkan radiasi dengan distribusi energi bergantung pada temperaturnya.

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


16

Gambar 2.6 Spektrum radiasi matahari (gambar: geosciencebigpicture.com)

Gambar (2.6) menunjukan besar energi radiasi yang diterima dari matahari
per satuan area per satuan waktu sebagai fungsi dari panjang gelombang. Pada
permukaan matahari, energi radiasi yang dipancarkan yaitu sebesar 62 MW/m2
dan diatas atmosfer Bumi radiasinya berkurang menjadi total sebesar 1353 W/m2.
Untuk radiasi blackbody, semakin tinggi temperature objek blackbody tersebut
maka semakin besar juga energi radiasinya. Blackbody pada temperature rata
rata Bumi, yaitu 300 K, paling kuat memancarkan pada gelombang infrared dan
radiasinya tidak dapat terlihat oleh mata. Untuk matahari, dengan temperatur
sekitar 5800 K, radiasinya paling kuat berada pada gelombang cahaya tampak
dengan panjang gelombang sekitar 300 800 nanometer, seperti terlihat pada
gambar diatas.

Adapun banyaknya energi radiasi matahari yang jatuh pada suatu


permukaan per satuan area, dalam hal ini peralatan yang dapat menangkap cahaya
matahari seperti panel surya, disebut dengan incident radiation. Incident radiation
memiliki tiga buah komponen, yaitu radiasi langsung (beam radiation), radiasi
diffuse (sky diffuse radiation), dan radiasi pantul (ground-rflected radiation).
Beam radiation merupakan radiasi matahari yang jatuh secara langsung tepat pada
suatu permukaan bidang. Sky diffuse radiation adalah radiasi matahari yang

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


17

ditangkap oleh permukaan suatu bidang yang setelah terjadinya scattering saat
radiasi matahari awal memasuki atmosfer Bumi. Ground-reflected radiation
merupakan radiasi matahari yang terpantul oleh permukaan Bumi, yang kemudian
ditangkap oleh permukaan suatu bidang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
gambar (2.7a) dan (2.7b) berikut.

(a) (b)
Gambar 2.7 (a) komponen radiasi matahari disebabkan interaksi dengan atmosfer
Bumi [8], (b) komponen radiasi matahari pada bidang miring [9]

2.3.1 Beam Radiation

Beam radiation (Eb) atau radiasi matahari langsung adalah radiasi matahari
yang tertangkap secara langsung tanpa terjadinya penyebaran (scattered) oleh
atmosfer Bumi. Beam radiation dapat dihitung dengan terlebih dahulu mengetahui
besar nilai Direct Normal Irradience (DNI) dan sudut arah datangnya cahaya
matahari terhadap garis normal permukaan bidang yang disebut juga angle of
incidence () [2] sesuai dengan persmaan (2.18) dibawah ini.

= cos (2.18)

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


18

Direct Normal Irradience dapat diukur secara langsung dengan


menggunakan Absolute Cavity Radiometer (ACR). ACR merupakan metode yang
paling akurat dalam mengukur radiasi matahari. Namun, ACR tidak didesain
untuk pengukuran secara terus menerus, tanpa pengawasan, dan penggunaan di
luar ruangan. Sehingga, metode utama dalam mengukur DNI adalah
menggunakan alat ukur Pyrheliometer, dimana pengukuran harus dilakukan
secara tegak lurus terhadap matahari [3].

2.3.2 Diffuse Radiation

Diffuse radiation (Ed) adalah radiasi matahari setelah terjadi scattering


yang disebabkan oleh atmosfer Bumi sehingga arah radiasi berubah atau
dibelokan. Diffuse radiation dapat dihitung sebagai sebagian kecil radiasi dari
Diffuse Horizontal Irradience (DHI) yang terukur, sesuai dengan persamaan
(2.19) berikut [4].

1+cos
= (2.19)
2

dimana adalah sudut tilt panel surya atau sudut kemiringan panel surya.

Diffuse Horizontal Irradience merupakan radiasi dari luar angkasa


(terrestrial irradiance) yang ditangkap oleh permukaan datar dimana radiasi ini
pada saat perambatanya terjadi scattering yang disebabkan oleh atmosfer Bumi.
DHI biasanya diukur menggunakan pyranometer , namun dalam hal ini bagian
yang menangkap cahaya matahari secara langsung haruslah ditutup atau dihalangi
untuk menghilangkan komponen beam radiation [5].

2.3.3 Ground-Reflected Radiation

Ground-reflected radiation (Eg) merupakan radiasi yang tertangkap


permukaan suatu bidang miring (tilted surface) yang disebabkan pantulan dari
permukaan tanah. Ground-reflected radiation sangat bergantung pada faktor
pantulan permukaan tanah (ground reflectivity factor) yang disebut juga albedo.
Nilai dari albedo beragam mulai dari mendekati nol (tanah gelap, non-reflective

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


19

ground) sampai 0,7 (tanah bersalju). Adapun ground-reflected radiation dapat


dihitung dengan persmaan (2.20) berikut [6].

1cos
= (2.20)
2

Dimana merupakan sudut kemiringan permukaan panel dan GHI adalah Global
Horizontal Irradience yang nilainya didapat dari pengukuran menggunakan
pyranometer. GHI merupakan jumlah dari dua komponen radiasi, yaitu DNI dan
DHI, sehingga nilainya dapat juga dihitung menggunakan persamaan (2.21)
berikut [7].

= + cos (2.21)

dimana z merupakan sudut arah datang cahaya matahari dengan garis normal
permukaan tanah datar atau disebut juga sudut zenith.

2.3.4 Total Radiation (Plane of Array Irradience)

Total radiation atau disebut juga Plane of Array Irradience (EPOA) adalah
jumlah dari ketiga komponen radiasi yang telah dijelaskan sebelumnya. Nilai total
radiation ini yang nantinya akan digunakan dalam perhitungan performa modul
PV yang akan dibahas pada subbab subbab berikutnya.

= + + (2.22)

2.4 Air Mass

Air mass (AM) adalah panjang jalur yang dilewati cahaya matahari melalui
atmosfer dinormalisasi ke panjang jalur terpendek (yaitu, ketika matahari tepat di
atas kepala). Air Mass mengkuantifikasi pengurangan radiasi cahaya saat
melewati atmosfer dan diserap oleh udara dan debu [20]. Di permukaan laut,
ketika matahari tepat di atas kepala (sudut zenith = 0), massa udara sama dengan
satu. Seiring sudut zenith menjadi lebih besar, jalur radiasi matahari langsung
melalui atmosfer akan lebih memanjang (ketebalan atmosfer meningkat) dan
meningkatkan massa udara. Sebaliknya, bila sudut elevasi meningkat, ketebalan
atmosfer berkurang dan massa udara berkurang [21].

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


20

Gambar 2.8 perubahan posisi matahari berpengaruh pada panjang jalur yang
harus dilalui radiasi matahari melewati atmosfer Bumi [21]

Dari gambar (2.8) dapat dilihat bahwa massa udara merepresentasikan


sebagian porsi dari atmosfer yang harus dilalui radiasi matahari sebelum sampai
ke permukaan Bumi. Karena massa udara dipengaruhi oleh nilai sudut zenith
maka massa udara dapat didefinisikan sebagai persamaan (2.23) berikut.

1
= cos (2.23)

Dalam perhitungan performa panel surya, massa udara juga berpengaruh


pada hasil keluaran panel surya. Karena semakin besar massa udara, maka
semakin besar radiasi matahari langsung yang tersebar saat melewati atmosfer
Bumi. Sehingga, radiasi matahari yang diserap permukaan panel surya pun
berkurang. Hal ini menyebabkan menurunnya effisiensi dari modul panel surya.
Pada perhitungan performa panel surya, nilai massa udara yang digunakan
bukanlah nilai dari hasil persammaan (2.23), melainkan nilai massa udara absolut
(AMa).

Massa udara absolut sendiri merupakan rasio massa atmosfer yang harus
dilalui radiasi matahari langsung terhadap massa atmosfer yang dilewati ketika

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


21

posisi matahari tepat diatas kepala. Nilai massa udara absolut dapat dihitung
dengan persamaan (2.24) berikut [18].

= 0.0001184 (2.24)

Dimana h adalah nilai altitude atau ketinggian lokasi pengamatan terhadap


permuakaan laut. Sama seperti AOI, King et al (1996, 1998) telah
mengkarakteristikan pengaruh besar massa udara kedalam bentuk fungsi
polinomoial dari massa udara absolut. Fungsi ini juga disebut dengan air mass
modifier (MAM), dimana nilai MAM digunakan pada perhitungan performa panel
surya sebagai koreksi terhadap nilai massa udara absolut. Fungsi MAM dapat
dilihat pada persamaan (2.25) di bawah ini.

= 0 + 1 + 2 2 + 3 3 + 4 4 (2.25)

Dimana a0,a1,a2,a3,a4, merupakan koefisien vector dan nilainya ditentukan


pada saat melakukan pengujian modul panel surya. Nilai air mass modifier
memengaruhi besar radiasi langsung (beam) dan besar radiasi diffuse.

2.5 Sistem Pembangkit Tenaga Surya

Sistem pembangkit tenaga surya atau PLTS merupakan sistem pembangkit


yang memanfaatkan energi cahaya matahari (energi photon) sebagai sumber
energy pembangkitan daya listrik atau dapat dikatakan juga sebagai sistem
pembangkit yang mengubah energy photon menjadi energy listrik. PLTS sendiri
merupakan salah satu sistem pembangkit yang menggunakan energy terbarukan
sebagai sumbernya. Kelebihan PLTS dari sistem pembangkit lainnya adalah
sumber energynya yang tidak terbatas sepanjang waktu dan mudah untuk
mendapatkannya terutama pada daerah tropis yamg intensitas cahaya mataharinya
sangat tinggi. Setiap tahunnya, Bumi menerima energy matahari sekitar 3,9 x
1024 joule atau setara dengan 1.08 x 1018 kWh [22]. Namun, karena
ketergantungannya pada pencahayaan matahari ketika cahaya matahari ini
terhalangi oleh benda atau suatu benda lainnya, maka efisiensi sistem pun akan
menurun atau dengan kata lain daya keluaran sistem akan berkurang. Bahkan pada
malam hari ketika cahaya matahari tidak ada sama sekali, sistem juga tidak

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


22

menghasilkan daya sedikit pun. Hal inilah yang menyebabkan PLTS


membutuhkan sistem back up untuk menyokong beban yang disupplay nya.

Adapun sistem PLTS dibagi menjadi dua, yaitu sistem pembangkit tenaga
surya on-grid dan sistem pembangkit tenaga surya off-grid atau stand alone
photovoltaic system. Sistem PLTS on-grid merupakan sistem pembangkit yang
pada sisi keluarannya selain terhubung ke beban juga terhubung ke grid atau
jarring PLN. Sehingga selain menyuplai daya ke beban, sistem PLTS jenis ini
juga dapat menyubang daya listrik ke jaringan PLN ketika daya yang dihasilkan
PLTS berlebih. Sedangkan ketika malam hari saat PLTS tidak beroperasi suplai
daya ke beban dapat diambil dari jaringan PLN. Pada koneksi antara sistem PLTS
dengan jaringan PLN terdapat sebuah switch untuk menyambung dan
memutuskan hubungan anatara kedua sisi. Pada saat ingin menyambungkan
koneksi terlebih dahulu tegangan di sisi keluaran dari sistem PLTS disamakan
dengan tegangan dititik kita menyambungkannya dengan jaringan PLN.

Gambar 2.9 Hirarki PLTS dengan sistem on-grid (gambar: listrik.co.id)

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


23

Pada jenis sistem PLTS kedua, yaitu stand alone photovoltaic system atau
sistem PLTS off-grid merupakan sistem PLTS yang sama sekali tidak terhubung
dengan jaringan PLN. Sehingga untuk sistem PLTS jenis ini dibutuhkan tambahan
komponen baterai yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan energy ketika
daya yang dihasilkan oleh sistem berlebih dan menyupalai daya ke beban ketika
sistem PLTS sama sekali tidak beroperasi (pada malam hari). Pada sistem jenis ini
juga terdapat komponen charge controller yang berfungsi untuk mengatur
banyaknya energy yang dapat disimpan oleh baterai dan banyaknya energy yang
harus dilepas baterai.

Gambar 2.10 Hirarki sistem stand alone PV (gambar: gmnenergy.com)

PLTS menggunakan alat berupa sel surya atau sel photovoltaic untuk
menangkap energy photon dari matahari dan mengubahnya menjadi energy listrik.
Hasil keluaran dari sel surya masih berupa daya DC, sedangkan tegangan pada
beban yang disuplai berupa tegangan AC, sehingga perlu ada pengkonversian
antara tegangan DC menjadi tegangan AC. Dengan begitu hasil keluaran dari sel
surya akan dilewatkan ke komponen inverter untuk mengubah jenis tegangannya.
Komponen inverter ini juga berfungsi untuk menaikan tegangan sebelum daya
disuplai ke beban. Adapun pada sistem stand alone PV terdapat penambahan

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


24

komponen baterai dan charge controller yang fungsinya telah dijelaskan pada
paragraf sebelumnya.

2.6 Photovoltaic

2.6.1 Definisi

Sel surya atau yang biasa disebut juga sel photovoltaic pertama kali
dikenalkan pada dunia pada abad 19. Sel surya merupakan perangkat
semikonduktor yang dapat menyerap energy cahaya (photon) dan mengubahnya
menjadi energy listrik. Sel surya pertama kali dapat dijelaskan secara ilmiah
berdasarkan hipotesa quantum cahaya yang dikeluarkan Einstein pada tahun 1905.
Menurut penuturan Einstein, selain memiliki karakteristik gelombang, cahaya
matahari juga terdiri dari kumpulan photon photon yang memiliki energy.

Ketika cahaya matahari mengenai permukaan sel surya maka energi photon
yang ada pada cahaya matahari akan diserap oleh molekul didalam sel surya dan
kemudian energy photon tersebut akan dirubah kedalam energy listrik dalam
proses perubahan energy ini, semikonduktor merupakan material yang sangat
berperan penting sehingga sel surya dapat menjalankan fungsinya dengan baik.

Pada proses pengubahan energi ini, hal pertama yang dibutuhkan adalah
bahan yang dapat menyerap cahaya yang menimbulkan pergerakan elektron ke
keadaan energi yang lebih tinggi. Lalu selanjutnya elektron elektron ini akan
bergerak dari sel surya ke sebuah sirkuit eksternal. Elektron kemudian
mendisipasikan energi didalamnya pada sirkuit eksternal dan kembali ke sel
surya. Banyak jenis bahan dan proses yang bervariasi yang berpotensi dapat
memenuhi persyaratan untuk pengkonversian energi pada sel surya, tetapi dalam
prakteknya hampir semua konversi energi pada sel surya menggunakan bahan
semikonduktor dalam bentuk p-n junction [23].

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


25

Gambar 2.11 Tampang melintang dari sel surya

Sel surya yang dibuat dari bahan semikonduktor yang diproses sedemikian
rupa, sehingga dapat menghasilkan arus listrik searah (DC). Dalam
penggunaannya kumpulan dari sel surya saling dihubungkan satu sama lain,
parallel atau seri, tergantung dari penggunaannya guna menghasilkan daya dengan
kombinasi arus dan tegangan yang dikehendaki.

Sel surya memilik banyak aplikasi, terutama cocok digunakan pada wilayah
wilayah terpencil yang intensitas cahaya mataharinya tinggi dan tidak dilalui
oleh jaringan PLN. Selain itu, sel surya juga dapat dijadikan sumber energy listrik
pada satelit pengorbit Bumi, kalkutator genggam, pompa air, mobil listrik, dan
lain lain. Sel surya (dalam bentuk modul atau panel surya) dapat dipasang di
atap gedung atau rumah yang lalu pada sisi keluarannya dihubungkan ke inverter
dan diteruskan ke jaringan listrik. Sebuah panel surya terdiri dari banyak sel
surya. Sel sel surya ini tersambung secara elektrik untuk memberikan arus dan
tegangan tertentu. Masing masing sel dienkapulasi untuk mengisolasi dan
melindungi dari kelembaban dan korosi.

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


26

2.6.2 Tipe PV

Terdapat berbagai tipe PV, tergantung pada kebutuhan daya yang akan
disuplai ke beban. Jenis modul yang paling umum digunakan terbuat dari 32 atau
36 crystalline slicon sel surya. Sel sel ini berukuran sama, tersambung secara
seri, dan terbungkus diantara bahan kaca dan plastic, serta menggunakan polymer
resin (EVA) sebagai insulator termal. Bagian permukaan modul biasanya antara
0,1 sampai 0,5 m2. Panel surya biasanya memiliki dua kontak listrik, satu positif
dan satu negatif. PV umumnya terbuat dari silicon dan dibagi menjadi 2 tipe, yaitu
silikon kristalin (crystalline silicon) dan silikon film tipis (thin film silicon). Sel
surya terdiri dari beberapa tipe antara lain sebagai berikut,

1. Single Crytalline Cell (Mono-Crystalline)


Merupakan Kristal yang mempunyai satu jenis macamnya. Tipe ini dalam
perkembangannya mampu menghasilkan efisiensi yang sengat tinggi. Jenis jenis
PV tipe single crystalline antara lain,
Gallium Arsenide Cell
Jenis sel ini merupakan yang paling efisien dari semua jenis sel, tetapi
harganya sangatlah mahal. Efisiensi dari sel jenis ini mampu mencapai 25%
Cadmium Sulfide Cell
Jenis sel ini merupakan suatu bahan yang dapat dipertimbangkan dalam
pembuatan sel surya, karena harganya yang murah dan mudah dalam proses
pembuatannya
2. Poly-Crystalline Cell
Jenis yang terdiri dari berbagai macam Kristal, tersusun dari Kristal silicon
dengan efisiensi 10-12%. Kelebihan poly-crystalline cell adalah harganya yang
lebih murah dari single crystalline cell.
3. Amorphous Silicon Cell
Amorphous berarti tidak memakai strukstur Kristal atau non-crystal. Bahan
yang digunakan berupa proses film yang tipis dengan efisiensi 4-6%.

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


27

4. Copper Indium Diselenide (CIS) Cell


Bahan semikonduktor yang aktif dalam sel surya CIS adalah copper indium
diselenide. Senyawa CIS sering juga merupakan paduan dengan gallium dan / atau
belerang. Efisiensi sel jenis ini hingga 9-11%.
5. Cadmium Telluride (CdTe) Cell
Sel surya CdTe diproduksi pada substrat kaca dengan lapisan konduktor
TCO transparan, biasanya terbuat dari indium tin oxide (ITO) sebaga kontak
depan. Efisiensi dari 1% hingga 8,5% per efisiensi modul.
6. Dye Sensitized Cell
Prinsip kerja dye sintized yaitu menyerap cahaya dalam pewarna organic
mirip dengan cara dimana tanaman menggunakan klorofil untuk menangkap
energy dari sinar matahari secara fotosintesis.

2.6.3 Prinsip Kerja

Sel surya konvensional bekerja menggunakan prinsip p-n junction, yaitu


junction antara semikonduktor tipe-p dan tipe-n. Semikonduktor ini terdiri dari
ikatan ikatan atom yang dimana terdapat elektron sebagai penyusun dasar.
Semikonduktor tipe-n mempunyai kelebihan elektron (muatan negatif), sedangkan
semikonduktor tipe-p mempunyai kelebihan hole (muatan positif) dalam struktur
atomnya. Kondisi kelebihan elektron dan hole tersebut bisa terjadi dengan
mendoping material dengan atom dopant. Sebagai contoh, untuk mendapatkan

Gambar 2.12 Semikonduktor p-n junction (gambar: eere.energy.gov)

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


28

material silicon tipe-p, silicon didoping oleh atom boron. Sedangkan untuk
mendapatkan material silicon tipe-n, silicon didoping oleh atom fosfor. Gambar
(2.12) merupakan ilustrasi dari junction semikonduktor tipe-p dan tipe-n.

Peran dari p-n junction ini adalah untuk membentuk medan listrik sehingga
elektron (dan hole) bias diekstrak oleh material kontak untuk menghasilkan listrik.
Ketika semikonduktor tipe-p dan tipe-n terkontak, maka kelebihan elektron akan
bergerak dari semikonduktor tipe-n ke tipe-p sehingga membentuk kutub positif
pada semikonduktor tipe-n, dan sebaliknya kutub negatif pada semikonduktor
tipe-p. Akibat dari aliran elektron dan hole ini, maka terbentuk medan listrik yang
mana ketika cahaya matahari mengenai susunan p-n junction ini maka akan
mendorong elektron bergerak dari semikonduktor menuju kontak negatif, yang
selanjutnya dimanfaatkan sebagai energy listrik. Sebaliknya, hole bergerak
menuju kontak positif menunggu elektro datang. Ilustrasi dapat dilihat pada
gambar (2.13).

Gambar 2.13 Ilustrasi cara kerja sel surya dengan prinsip p-n junction

2.6.4 Efisiensi PV

Efisiensi energy PV merupakan rasio antara energy yang dibangkitkan oleh


sistem PV dan total radiasi matahari yang diserap oleh permukaan PV. Untuk
parameter lainnya seperti suhu lingkungan, suhu sel PV, komponen potensial

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


29

kimia, dan kapasitas panasnya tidak diperhitungkan. Banyaknya arus yang


dihasilkan oleh PV dari eksitasi photon pada suhu tertentu dipengaruhi oleh dua
hal berikut,

Intensitas cahaya yang masuk


Peningkatan intensitas cahaya berarti memperbanyak energy photon
yang diserap, sehingga akan semakin memperbesar selisih energi
photon dan energi band gap. Dengan demikian arus yang dihasilkan
akan semakin besar
Panjang gelombang cahaya yang masuk
Hubungan antara energy photon (E) dengan panjang gelombang ()
adalah :
1.24
() = () (2.26)

Dari persamaan (2.26) diatas, kita ketahui bahwa semakin kecil panjang
gelombang maka semakin besar energy photon, yang menyebabkan
arus yang dihasilkan pun semakin besar (energy band gap untuk silicon
adalah 1.12 eV).

Efisiensi sel surya adalah perbandingan antara daya keluaran (Pout) dengan
daya input PV (Pin). Daya outuput juga bisa disebut daya maksimum jika PV
bekerja sampai titik maksimumnya.


= = (2.27)

Daya input adalah daya yang diperoleh dari radiasi cahaya matahari (W/m2)
dengan luas permukaan PV.

Pin = Intensitas cahaya matahari x Luas permukaan PV (2.28)

Hubungan efisiensi dengan Fill Factor (FF) adalah,


= (2.29)

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


30

2.6.5 Parameter Output PV

Dalam pengoprasiannya, kinerja PV sangat dipengaruhi oleh kondisi


klimatologi lokasi setempat, yaitu suhu lingkungan dan radiasi matahari dan
parameter awal kelistrikannya pada saat kondisi standar tes (STC, total radiasi
(E0) = 1000 W/m2 dan suhu sel (Tc) = 25C), yaitu nilai arus short-circuit,
tegangan open circuit, arus maximum power, tegangan maximum power, koreksi
temperatur, dan daya maximum.

Terdapat 4 buah parameter output PV yang dijadikan sebagai acuan dalam


mengetahui karakteristik PV pada saat kondisi operasi tertentu, yaitu :

Arus hubung singkat (Isc)


Arus hubung singkat berhubungan kondisi hubung singkat ketika
impedansi rendah dan didapat ketika tegangan sama dengan nol. Secara
ideal, besarnya arus ini sama dengan besar arus yang dihasilkan dari
eksitasi energy photon pada PV atau disebut juga Light current (IL).
ketika V = 0, maka I = Isc (2.30)
Tegangan sirkuit terbuka (Voc)
Merupakan tegangan saat tidak ada arus yang mengalir melalui PV.
ketika I = 0, maka V = Voc (2.31)
Daya maksimum (Pmp)
Daya maksimum merupakan hasil kali nilai tegangan dan arus PV yang
menghasilkan nilai daya tertinggi dari modul PV pada saat beroperasi.
Nilai arus dan tegangan ini juga disebut arus maksimum power (Imp)
dan tegangan maksimum power (Vmp). Pmp dapat didefinisikan sebagai
berikut,
Pmp = Imp.Vmp (2.32)
Nilai Imp selalu lebih kecil dari Isc dan Vmp selalu lebih kecil dari Voc.
Fill Factor
Fill factor adalah faktor yang dipakai untuk melihat kualitas PV. Fill
factor dapat dihitung dengan membandingkan daya maksimum PV pada
saat beroperasi dengan daya PV secara teori PT (Voc dan Isc).

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


31


= = (2.33)

Adapun hubungan Fill factor dengan tegangan sirkuit terbuka sebagai


berikut,
ln( 0.72)
=
+1 (2.34)

Semakin besar nilai fill factor maka, semakin baik kualitas dari PV.
Umumnya nilai fill factor suatu PV berkisar antara 0,7 0,85. Efek
resistansi Rs (Series Resistance) dan Rsh (Shunt Resistance) juga
memengaruhi nilai FF. Rs dan Rsh sendiri merupakan hambatan dalam
PV yang diakibatkan resistansi bahan koneksi antar sel dan resistansi
material sel PV, kedua nilai ini juga disebut parisitic resistance.
Penurunan nilai Rsh dan peningkatan nilai Rs akan menurunkan nilai FF
dan daya maksimum (Pmp).

2.6.6 Kurva Karakteristik PV

Gambar 2.14 Kurva karakteristik I-V PV dan titik parameter output pada kurva [17]

Kurva karakteristik merupakan kurva yang menunjukan nilai arus terhadap


nilai tegangan dari modul PV pada saat beroperasi dalam kondisi tertentu. Dari
kurva karakteristik PV kita dapat mengetahui kinerja PV untuk setiap nilai

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


32

tegangan dan arus pada saat kondisi lingkungan tertentu. Selain itu, kita juga
dapat mengetahui pengaruh lingkungan seperti perubahan suhu sekitar dan radiasi
matahari terhadap hasil perameter parameter hasil keluaran PV. Kurva
karakteristik PV dapat kita buat dengan mengetahui terlebih dahulu parameter
parameter output awal PV, lalu parameter parameter tersebut kita plot pada
kordinat kartesian hingga menghasilkan kurva karakteristik arus terhadap
tegangan PV.

2.7 Metode Perhitungan Performa Modul Photovoltaic

Ketika kita ingin mendesain suatu sistem PLTS, hal pertama yang harus
kita lakukan adalah memilih tipe untuk setiap komponen komponen yang
digunakan pada sistem. Salah satu komponen tersebut adalah tipe modul PV yang
ingin kita gunakan. Dalam memilih tipe modul PV tentunya perlu kita ketahui
terlebih dahulu kondisi klimatologi, seperti intensitas radiasi matahari, suhu
lingkungan, pola pergerakan dan posisi matahari, dan lainnya, dari lokasi tempat
kita membangun sistem PLTS. Sehingga, tipe modul PV yang kita gunakan sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi tempat dibangunnya sistem PLTS.

Adapun cara untuk menetukan tipe modul PV yang sesuai, yaitu dengan
perhitungan performa PV. Dari perhitungan performa PV kita dapat mengetahui
pengaruh dari perubahan radiasi matahari, suhu lingkungan, dan posisi matahari
terhadap hasil keluaran modul PV yang kita gunakan. Dengan begitu, kita dapat
memprediksi hasil keluaran dari tipe tipe modul PV yang akan kita gunakan dan
memilih modul PV yang sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan. Terdapat
berbagai metode perhitungan performa PV yang sudah banyak dikembangkan.
Namun pada skripsi hanya akan dibahas dua metode perhitungan performa PV,
yaitu Sandia PV Array Perfomance Model dan Five Parameters Performance
Model.

2.7.1 Sandia PV Array Performance Model

Sandia PV Array Performance Model atau disingkat SPAPM merupakan


salah satu metode perhitungan yang dikembangkan oleh D.L. King, W.E. Boyson,
dan J.A. Kratochvill di Sandia National Laboratories [19]. Metode perhitungan

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


33

performa PV dengan SPAPM membutuhkan banyak input data kilmatologi,


diantaranya suhu lingkungan, radiasi matahari, posisi matahari, massa udara, dan
kecepatan angin. Data klimatologi ini didapat dari pengukuran secara langsung di
lokasi atau dari software software yang memiliki database data klimatologi
suatu daerah seperti salah satu contohnya yaitu meteonorm 7. Data suhu dan
kecepatan angin dibuthkan untuk menentukan suhu modul dan sel saat beroperasi,
dimana besar suhu sel sangat berpengaruh terhadap hasil keluaran PV terutama
pada nilai tegangan PV. Suhu modul dan suhu sel dapat didefinisikan sebagai
persamaan (2.35) dan (2.36) berikut [24,25].

= . ( +. ) + (2.35)


= + (2.36)
0

dimana,

Tm = Suhu Modul (C)

Tc = Suhu sel (C)

Ta = Suhu lingkuangan atau Ambient Temperature (C)

EPOA = Total radiasi matahari atau Plane of Array irradiance (W/m2)

E0 = Radiasi matahari pada STC (1000 W/m2)

Ws = Kecepatan angin (m/s)

a dan b = konstanta yang tergantung dari kontruksi dan material modul


serta konfigurasi mounting modul yang digunakan

T = perbedaan suhu antara permukaan modul dengan sisi belakang modul

Nilai a, b, dan T merupakan parameter yang nilainya telah ditentukan dan


dapat dilihat pada tabel (2.1).

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


34

Tabel 2.1 Nilai a, b, dan T untuk setiap tipe modul dan mounting

Module Type Mount a b T (C)

Glass/cell/glass Open rack -3.47 -0.0594 3

Glass/cell/glass Close roof mount -2.98 -0.0471 1

Glass/cell/polymer sheet Open rack -3.56 -0.0750 3

Glass/cell/polymer sheet Insulated back -2.81 -0.0455 0

Polymer/thin-film/steel Open rack -3.58 -0.113 3

Selain data klimatologi, metode SPAPM juga membutuhkan input data


berupa nilai parameter output awal atau pada saat STC, yaitu Isc0, Voc0, Imp0, Vmp0
serta nilai temperatur koefisien Isc, Imp, Voc, dan Vmp. Nilai nilai tersebut
dapat diketahui dari data spesifikasi modul PV yang kita gunakan atau dengan
pengukuran secara langsung pada kondisi STC (E=E0 (1000W/m2), Tc=T0 (25C),
AM=0,5, dan AOI=0). Persamaan (2.37) sampai (2.44) merupakan persamaan
dasar yang digunakan pada metode ini dalam menetukan nilai parameter output
modul PV pada kondisi operasinya [19].

2 +
= 0 1 ( ) (1 + ( 0 )) (2.37)
0

= 0 (0 + 1 2 ) (1 + ( 0 )) (2.38)

= 0 + ln( ) + ( 0 ) (2.39)

= 0 + 2 ln( ) + 3 { ln( )}2 + ( 0 ) (2.40)

= . (2.41)


= (2.42)
.

dimana,

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


35


= (2.43)
0 (1+ ( 0 ))

..( 273.15)
=
(2.44)

dengan,

Isc = arus short circuit (A)

Isc0 = arus short circuit saat STC (A)

Imp = arus pada maximum power-point (A)

Imp0 = arus pada maximum power-point saat STC (A)

Voc = tegangan open circuit (V)

Voc0 = tegangan open circuit saat STC (V)

Vmp = tegangan pada maximum power-point (V)

Vmp0 = tegangan pada maximum power-point saat STC (V)

Isc = normalized temperature koefisien dari arus short circuit (%/C)

Imp = normalized temperature koefisien dari arus maximum power (%/C)

Voc = temperature koefisien dari tegangan open circuit (V/C)

Vmp = temperature koefisien dari tegangan maximum power (V/C)

Pmp = daya maksimum (W)

FF = fill factor (dimensionless)

= tegangan termal per sel pada suhu Tc (V)

Ns = jumlah sel yang diseri per string sel pada modul

n = diode factor

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


36

k = konstanta Boltzman (1,38066 x 10-23 J/K)

q = muatan elektron (1,60218 x 10-19 coulumb)

Tc = temperatur sel

T0 = temperatur sel saat STC (25C)

E0 = radiasi matahari saat STC (1000W/m2)

Eb = radiasi beam (W/m2)

Ed = radiasi diffuse (W/m2)

Ee = radiasi efektif (dimensionless)

f1 = air mass modifier (MAM), rumus telah dijelaskan pada subbab (2.4)

f2 = AOI modifier (MAOI), rumus telah dijelaskan pada subbab (2.3.4)

fd = fraction dari cahaya diffuse yang diserap modul, diasumsikan bernilai 1


(flat-plate modul)

Untuk nilai C0,C1,C2,C3 didapat dengan melakukan analisis regresi liner


dari hasil pengujian dan pengukuran secara langsung di Sandia National
Laboratories (SNL). Hasil parameter keluaran dari metode ini sudah cukup
presisi, karena pada perhitungan setiap parameter keluaran dengan metode ini
terdapat komponen data klimatologi yang merupakan komponen penentu dari
hasil parameter keluaran modul PV [17].

Dalam melakukan plot kurva karakteristik I-V dari modul PV pada kondisi
operasi tertentu dengan menggunakan metode SPAPM, perlu adanya penambahan
dua parameter output atau dua titik lagi. Dua titik tersebut adalah titik Ix pada saat
V = 0,5Voc dan titik Ixx pada saat V = 0,5(Voc+Vmp). Penambahan titik ke-4 dan
ke-5 ini bertujuan agar bentuk kurva karakterisitik lebih presisi. Adapun nilai Ix
dan Ixx dapat ditentukan dengan persamaan (2.45) dan (2.46).

= 0 (4 + 5 2 )(1 + ( 0 )) (2.45)

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


37

= 0 (6 + 7 2 ) (1 + ( 0 )) (2.46)

Nilai C4,C5,C6,C7 juga didapat dengan melakukan analisis regresi liner dari
hasil pengujian dan pengukuran secara langsung di Sandia National Laboratories
(SNL). Gambar (2.15) memperlihatkan letak titik Isc, Voc, Pmp, Ix, dan Ixx pada
kurva karakteristik I-V.

Gambar 2.15 plot kurva karakteristik I-V dengan metode SPAPM [19].

2.7.2 Five Parameters Performance Model

Five parameters performance model merupakan metode perhitungan


performa PV yang dikembangkan oleh De Soto (2004) di Universitas Winsconsin-
Madison. Berbeda dengan metode SPAPM, metode five parameters ini hanya
membutuhkan input yang lebih sedikit. Input data tersebut adalah nilai parameter
keluaran (Isc0, Voc0, Imp0, Vmp0) dan kurva karakteristik PV saat STC serta data
klimatologi berupa total radiasi matahari dan suhu lingkungan. Sehingga, metode
ini sangat dapat diandalkan dalam memprdiksikan besar energy yang dihasilkan
PV ketika data input yang kita miliki terbatas.

Secara umum, metode five parameters adalah memodelkan cara kerja


modul PV ke dalam bentuk rangkain ekuivalen single-diode. Dari rangkaian
ekuivalen single-diode ini didapat lima parameter karakteristik PV, yaitu IL (Light

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


38

Current), Io (Diode Reverse Saturation Current), a (Diode Ideality Factor), Rs


(Series Resistance), dan Rsh (Shunt Resistance).

IL atau arus exitasi pencahayaan adalah arus yang muncul pada modul PV
akibat pencahaayaan sinar matahari pada permukaaan modul PV. Nilai IL
biasanya mendekati nilai karakteristik arus hubung singkat dari modul PV (ILIsc).
Untuk nilai Io atau arus saturasi gelap diode biasanya bernilai sangat kecil, yaitu
dengan orde berkisar 10-10 atau 10-9. Rs dan Rsh biasa disebut juga dengan
parasitic resistance merupakan hambatan dalam PV yang diakibatkan resistansi
bahan koneksi antar sel dan resistansi material sel PV. Dalam permodelan PV,
nilai Rs diinginkan untuk kecil sekali, sedangkan nilai Rsh diinginkan besar sekali.
Gambar (2.16) menunjukan rangkaian ekuivalen single-diode beserta
komponennya. Huruf V pada gambar rangkaian merepresentasikan tegangan
keluaran PV.

Gambar 2.16 rangkaian ekuivalen yang merepresentasikan 5-parameter model [17].

Mengaplikasikan hukum arus Kirchoff pada rangkaian ekuivalen sehingga


menghasilkan persamaan (2.47) arus yang mengalir pada beban.

= (2.47)

Dimana, ID arus yang melewati diode dan Ish adalah arus yang melewati
hambatan shunt. Jika ID dan Ish diperluas lagi, maka didapat persamaan (2.48).

+
+
= [ 1] (2.48)

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


39

Nilai lima parameter pada kondisi referensi atau STC (IL,ref, Io,ref, aref, Rs,ref,
Rsh,ref) dapata ditentukan dengan mengetahui terlebih dahulu nilai Isc0, Voc0, Imp0,
dan Vmp0 serta kurva karakteristik (I-V) PV pada saat STC yang bisa kita dapatkan
pada data sheet spesifikasi modul PV. Dari kurva karakteristik (I-V) kita bisa
mendapatkan lima kondisi kerja PV, dimana lima kondisi ini akan disubsitusikan
kedalam persamaan (2.48). Setelah kita mengetahui nilai lima parameter pada
kondisi referensi (STC), kelima nilai ini akan digunakan untuk mengetahui nilai
lima parameter pada saat kondisi operasi.

Gambar 2.17 titik kondisi kerja pada kurva karakteristik PV

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, dari gambar kurva karakteristik


diatas kita akan mendapatkan lima kondisi kerja PV, yaitu :

Pada titik arus hubung singkat: I = Isc0, V = 0

Pada titik tegangan sirkuit terbuka: I = 0, V = Voc0

Pada titik daya maksimum: I = Imp0, V = Vmp0

Pada titik daya maksimum: dP/dVmp = 0

Pada kondisi hubung singkat: dIsc/dV = -1/Rsh,ref

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


40

Kelima kondisi ini disubsitusikan ke dalam persamaan (2.48), sehingga


didapat persamaan (2.49) hingga (2.53).

0 ,
0 ,
0 = , , [ 1] (2.49)
,

0
0
0 = , , [ 1] (2.50)
,

0 +0 ,
0 +0 ,
0 = , , [ 1] (2.51)
,

()
=0 (2.52)

1
= (2.53)
,

Nilai lima parameter pada kondisi referensi dapat ditentukan dengan


menyelesaikan secara aljabar persamaan (2.49) hingga (2.53). Untuk nilai aref
dapat ditentukan dengan persamaan (2.54) berikut.

. ..0
= (2.54)

Dalam menentukan nilai lima parameter pada kondisi operasi, kita harus
mengetahui nilai lima parameter pada kondisi referensi, total radiasi matahari
yang diserap oleh modul PV, dan suhu sel pada kondisi operasi saat itu. De soto et
al (2004) telah menjelaskan hubungan antara nilai nilai ini dengan nilai lima
parameter pada kondisi operasi [17], sehingga didapat persamaan (2.55) hingga
(2.59).

. ..
= (2.55)


= [, + ( 0 )] (2.56)
0

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


41


3 (1 0 )

= , ( ) (2.57)
0

= (2.58)

0
= , (2.59)

Lalu, hasil yang didapat dari persamaan (2.55) hingga (2.59) akan
disubsitusikan ke persamaan (2.48). persamaan yang didapat inilah yang akan
digunakan untuk menetukan parameter keluaran modul PV pada saat kondisi
operasi serta kurva karakteristiknya. Perlu diketahui juga untuk nilai suhu pada
persamaan (2.57) harus dalam satuan Kelvin agar nilai Io yang didapat sangat
kecil (berorde 10-10 atau 10-9) Perhitungan dengan metode five parameters ini
tidak hanya memberikan nilai parameter keluaran PV saja, namun metode ini juga
dapat memberikan nilai arus untuk setiap nilai tegangan PV. Sehingga, dalam
membuat atau memplot kurva karakteristik (I-V) menjadi lebih mudah dan presisi.

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


BAB 3
PERHITUNGAN PERFORMA MODUL PV DENGAN SANDIA PV
ARRAY PERFORMANCE MODEL DAN 5-PARAMETER
PERFOMANCE MODEL

3.1 Data Klimatologi

Sebelum kita menghitung performa sebuah modul PV, terlebih dahulu kita
mengumpulkan data klimatologi dari lokasi tempat kita ingin melakukan
pengujian modul PV. Dari data klimatologi, kita dapat mengetahui nilai untuk
setiap komponen radiasi matahari, suhu lingkungan, massa udara, ground
reflectivity factor atau albedo, kecepatan angin, koordinat latitude dan longitude
dari lokasi tempat pengambilan data, dan lainnya. Data data ini digunakan untuk
menentukan parameter keluaran PV pada kondisi operasinya sesuai dengan
kondisi lingkungan dari lokasi pengujian. Data klimatologi dapat kita peroleh dari
pengukuran pada lokasi secara langsung atau bisa juga kita mendapatkannya dari
database software software yang memberikan data klimatologi pada lokasi yang
kita inginkan. Gambar dibawah ini merupakan flow chart dari langkah langkah
pengolahan data klimatologi.

Mulai

Mengambil data
klimatologi dari data
base pada software
meteonorm 7.0

Input data DNI, DHI, GHI, Ta, Ws, albedo, latitude,


longitude, hari ke-n, Tlocal, elevasi, ,

42
Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


43

Menghitung EoT, Tsolar, , hr

Menghitung z dan s

Menghitung AOI, AM, AMa

Menghitung Eb, Ed, Eg, EPOA

Input data coeff a, b, dan T sesuai


jenis material dan mounting PV

Menghitung Tm dan Tc

Selesai

Gambar 3.1 Diagram alir pengolahan data klimatologi

Pada skripsi ini, data klimatologi didapat dari database yang ada pada
software meteonorm 7.0. Data klimatologi yang diberikan software ini sudah
cukup lengkap, namun untuk wilayah Indonesia titik pengambilan data hanya ada
pada beberapa lokasi saja. Berikut merupakan langkah langkah pengambilan
data pada software meteonorm 7.0.

1. Menentukan titik pengambilan data


Hal pertama yang kita lakukan adalah menetukan titik atau lokasi kita
ingin memperoleh data klimatologi. Pada saat pertama kali kita
membuka software meteonorm, pada window klik icon bola dunia (lihat
gambar (3.1a)). Lalu akan terbuka window peta dunia, pada window ini

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


44

checklist pilihan weatherstation w/o global radiation pada sisi kiri


window untuk memunculkan lokasi weatherstation pada peta (ditandai
titik biru). Setelah itu klik lokasi weatherstation pada peta sesuai
dengan lokasi tempat kita ingin melakukan pengambilan data, lalu klik
icon tambah untuk menambahkan lokasi weatherstation tersebut ke
dalam daftar available locations yang ada pada window pertama (lihat
gambar (3.1b)). Lokasi yang dipilih pada skripsi ini adalah
weatherstation yang ada pada bandara Halim P.K., karena pada wilayah
Jakarta Kota weatherstation hanya terdapat pada lokasi ini dan lokasi
ini juga dapat merepresentasikan data klimatologi suluruh daerah
Jakarta Kota. Selanjutnya, pada daftar available locations kita
memilih lokasi weatherstation yang telah kita masukan sebelumnya
dengan mengklik icon tambah untuk menambahkan ke daftar lokasi
yang ingin dilakukan pengambilan data, lalu klik tombol next (lihat
gambar (3.1c)).

(a)

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


45

(b)

(c)
Gambar 3.2 (a) menentukan titik pengambilan data, (b) memilih lokasi
weatherstation, (c) memasukan lokasi yang kita pilih ke daftar pengukuran.

2. Modifikasi pengukuran
Pada software meteonorm kita juga dapat memodifikasi pengukuran
dengan mengubah orientasi pengamatan, albedo, massa atau kepadatan
atmosfer, dan sebagainya (lihat gambar (3.2)). Setelah kita melakukan
modifikasi, kita dapat menekan tombol next untuk melanjutkan ke
langkah berikutnya.

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


46

Gambar 3.3 Memodifikasi pengukuran pada software meteonorm 7.0.

3. Memilih model pengukuran data klimatologi


Dalam melakukan pengukuran data klimatologi terdapat berbagai maca
metode atau model pengukuran. Pada software ini kita dapat memilih
model pengukuran yang kita inginkan untuk setiap data klimatologi
(lihat gambar (3.3)).

Gambar 3.4 Memilih model pengukuran data klimatologi

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


47

4. Memilih format file yang diinginkan

Gambar 3.5 Daftar format file data klimotologi yang ada pada meteonorm 7.0.

5. Menyimpan hasil pengukuran


Setelah kita menentukan metode pengukuran dan memilih format file
sesuai yang diinginkan, meteonorm akan langsung melakukan
pengukuran data klimatologi pada lokasi yang telah kita pilih (lihat
gambar (3.5a)).

(a)

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


48

(b)
Gambar 3.6 (a) hasil pengukuran data klimatologi oleh meteonorm 7.0, (b)
menyimpan hasil pengukuran data klimatologi.

Data hasil pengukuran dapat kita simpan pada hard disk perangkat
computer kita dalam bentuk file excel (.csv) (lihat gambar (3.5b)).

Data klimatologi yang didapat berupa data per jam dalam kurun waktu satu
tahun. Lalu kita memilih satu sampel hari saja pada waktu atau jam tertentu. Pada
skripsi ini hari yang dipilih adalah pada tanggal 22 Oktober atau hari ke-296.
Sehingga, data klimatologi yang akan digunakan pada perhitungan performa PV
dapat dilihat pada tabel (3.1).

Tabel 3.1 Data klimatologi yang digunakan pada perhitungan performa PV

DNI (W/m2) 95 Eo (W/m^2) 1000


DHI (W/ m2) 422 To (C) 25
GHI (W/ m2) 516 albedo 0.2
day of
Ta (dry bulb) C 30.6 measurement 296
Ws (m/s) 7.4 Tilt (deg) 45
longitude sm (deg) 105 elevation (m) 30
longitude local (deg) 106.9 Azimuth (deg) 0
latitude local (deg) -6.25

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


49

3.1.1 Menghitung Nilai EoT, Tsolar, , dan hr

Seperti yang telah diketahui bahwa pengukuran dilakukan pada hari ke-
296, maka kita dapat menghitung nilai B dan EoT dengan masing masing
menggunakan persamaan (2.8) dan (2.7).

360
= (296 81) = 212.05
365

Sehingga nilai EoT adalah,

= 9.87 sin(2 212.05) 7.53 cos 212.05 1.5 sin 212.05 = 16.05

Lalu, selanjutnya kita menentukan besar sudut deklinasi pada hari itu yaitu,

= sin1(sin 23.45 sin 212.05) = 12.19

Kita juga harus menentukan nilai Tsolar, untuk mencari nilai sudut jam.
Waktu lokal yang dipilih adalah pada jam 12 siang ketika matahari tepat diatas
kepala.

16.05 105 106.9


= 12 + + = 12.1405
60 15

= 15(12.1405 12) = 2.114

3.1.2 Menghitung z dan s

Selanjutnya kita menentukan besar sudut zenith dan solar azimuth dengan
menggunakan persamaan (2.14) dan (2.15).

= cos 1(sin(6.25) sin(12.19) + cos(6.25) cos(12.19) cos 2.1143)

= 6.298

sin 2.1143 cos(12.19)


= sin1 ( ) = 2.079
cos 6.298

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


50

Kedua nilai sudut ini yang digunakan untuk mencari nilai AOI, beserta
dengan nilai sudut pembentuk lainnya.

3.1.3 Menghitung Nilai AOI dan Absolute Air Mass

Setelah semua nilai sudut sudut pembentuk telah ditentukan nilainya,


termasuk sudut tilt dan surface azimuth, kita dapat menghitung nilai AOI dengan
persamaan (2.16).

= cos 1[cos 6.298 cos 45 + sin 6.298 sin 45 sin(2.079 0)]

= 38.71

Nilai massa udara sangat bergantung pada besar sudut zenith sesuai dengan
persamaan (2.23). Lalu, nilai massa udara absolut merupakan hubungan antara
massa udara dengan nilai altitude lokasi pengamatan terhadap permukaan laut,
sesuai dengan persamaan (2.24).

1
= = 1.006
cos 6.298

= 1.006 0.000118430 = 1.0025

3.1.4 Menghitung Eb, Ed, Eg, dan EPOA

Selanjutnya menentukan nilai total radiasi matahari yang diserap


permukaan PV. Namun, sebelum kita menhitung nilai total radiasi terlebih dahulu
kita menentukan ketiga komponen dari radiasi matahari yaitu, radiasi beam atau
langsung, radiasi difusi, dan radiasi ground-reflected dengan menggunakanmasing
masing persamaan (2.2), (2.3), dan (2.4).

= 95 cos 38.71 = 74.13 /2

1 + cos 45
= 422 ( ) = 360.2 /2
2

1 cos 45
= 516 0.2 ( ) = 15.11 /2
2

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


51

Sehingga, nilai total radiasi matahari yang diserap permukaan PV sesuai


dengan persamaan (2.6) adalah,

= 74.13 + 360.2 + 15.11 = 449.45 /2

3.1.5 Menghitung Tm dan Tc

Dalam menghitung besar suhu modul dan suhu sel, perlu diketahui terlebih
dahulu konfigurasi material dan tipe mounting dari modul PV yang kita gunakan.
Karena informasi ini menentukan nilai dari koefisien a, b, dan T. Pada skripsi ini
sendiri perhitungan performa PV akan dilakukan pada tiga jenis modul PV, yaitu
thin film (Astropower APX-90), mono-crystalline (Siemens SP-75), dan poly-
crystalline (Siemens MSX-64). Dari masing masing data spesifikasi, ketiga jenis
PV diatas memilik konfigurasi material dan tipe mounting yang sama. Sehingga,
besar suhu modul dan sel-nya pun dianggap sama. Perhitungan suhu modul dan
suhu sel menggunakan masing masing persamaan (2.35) dan (2.36).

= 449.45( 3.56+(0.0757.4 ) + 30.6 = 37.94

449.45
= 37.94 + 3 = 39.28
1000

3.2 Perhitungan Metode SPAPM

Perhitungan performa PV dengan metode SPAPM merupakan metode


perhitungan yang menggunakan hasil dari pengolahan data klimatologi secara
langsung untuk perhitungan penentuan nilai parameter keluaran PV pada kondisi
operasinya.

Mulai

Input data Isc0, Imp0, Voc0, Vmp0, Isc, Imp, Voc, Vmp,
Eb, Ed, EPOA, E0, Tc, T0, n, Ns, k, q, a0-a4, b0-b5, C0-C7,
fd

A
Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


52

Menghitung f1, f2, (Tc)

Menghitung Isc

Menghitung Ee

Menghitung Imp, Voc, Vmp

Menghitung Pmp

Gambar 3.7 Diagram alir perhitungan metode SPAPM

Perhitungan performa PV dengan metode ini terlebih dahulu kita


mengetahui input data spesifikasi elektris dari modul PV dan hasil pengolahan
data klimatologi seperti terlihat pada gambar diagram alir (3.7). Lalu, setelah
input data yang lengkap diketahui kita dapat menghitung nilai incidence angle
modifier , air mass modifier, dan tegangan termal modul PV. Setelah ketiga nilai
tersebut diketahui maka kita dapat menentukan nilai arus hubung singkat dari
modul PV pada saat kondisi operasi. Selanjutnya kita dapat mencari nilai radiasi
efektif. Lalu, kita menghitung nilai Imp, Vmp, dan Voc dari modul PV saat kondisi
operasi. Setelah nilai Imp dan Vmp pada kondisi operasi diketahui maka kita dapat
menentukan nilai daya maksimum dari modul PV pada kondisi operasi tertentu.

Pada subbab ini perhitungan yang dilakukan menggunakan jenis PV mono-


crystalline, namun hasil perhitungan ketiga jenis PV dengan metode SPAPM tetap
akan ditampilkan. Tabel (3.2) merupakan data spesifikasi dari jenis PV mono-
crystalline (Siemens SP-75).

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


53

Tabel 3.2 Data spesifikasi Siemens SP-75


Electrical Data
Isco (A) 4.37 Isc (%/C) 0.000401 C0 0.9995
Impo (A) 3.96 Imp (%/C) -0.00039 C1 0.0026
Voco (V) 42.93 Voc (V/C) -0.15237 C2 -0.5385
Vmpo (V) 33.68 Vmp (V/C) -0.15358 C3 -21.4078
a0 0.935823 b0 1.000341 n 1.026
a1 0.054289 b1 -0.005557 Ns 72
a2 -0.008677 b2 0.0006553 (eV) 1.12
a3 0.000527 b3 -0.0000273 PV Mono-
a4 -0.000011 b4 4.641E-07 type Crystalline
b5 -2.806E-09

Berikut merupakan penjabaran dari langkah langkah dalam menghitung


performa PV dengan metode SPAPM.

3.2.1 Menghitung f1, f2, dan (Tc)

Nilai f1 dan f2 masing masing merupakan nilai air mass modifier (MAM)
dan AOI modifier (MAOI), yang dapat dihitung dengan persamaan (2.25) dan
(2.17) maka didapat,

1 ( ) = 0.982 dan 2 () = 0.9818

Nilai (Tc) merupakan nilai tegangan termal per sel pada suhu Tc sesuai
dengan persamaan (2.44).

1.026 (1.38066 1023 ) (39.28 + 273.15)


(Tc) = = 0.028
1.60218 1019

3.2.2 Menghitung Isc

Nilai Isc pada kondisi operasinya sangat dipengaruhi besar radiasi matahari
yang diserap PV sesuai dengan persamaan (2.37) maka didapat,

= 1.87 A

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


54

3.2.3 Menghitung Nilai Ee

Nilai Ee merupakan nilai radiasi efektif, nilai ini ditentukan dari


perbandingan nilai arus hubung singkat saat kondisi operasi dan pada saat kondisi
referensi (STC) sesuai dengan persamaan (2.43).

1.87
= = 0.425
4.37(1 + 0.000401(39.28 25))

3.2.4 Menghitung Imp, Voc, Vmp, dan Pmp

Nilai Imp, Voc, dan Vmp dapat ditentukan menggunakan masing masing
persamaan (2.38), (2.39), dan (2.40), jika semua parameter penentunya telah
diketahui termasuk nilai koefisien C0, C1, C2, dan C3 sehingga didapat,

= 1.67 A

= 39.05 V

= 32.44 V

Nilai Pmp baru dapat ditentukan ketika nilai Imp dan Vmp telah diketahui.

= 1.67 32.44 = 54.36

3.2.5 Hasil Parameter Keluaran Setiap Jenis PV

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pada skripsi ini perhitungan


performa PV dilakukan pada tiga jenis modul PV. Adapun hasil parameter
keluaran dari perhitungan performa PV menggunakan metode SPAPM untuk
setiap jenis PV dapat dilihat pada tabel (3.3).

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


55

Tabel 3.3 Hasil parameter keluaran setiap tipe PV dengan metode SPAPM

Isc Voc Imp Vmp Pmp


Tipe PV
(A) (V) (A) (V) (Wdc)

Mono-crystalline (Siemens SP-75) 1.87 39.05 1.67 32.44 54.36

Poly-crystalline (Solarex MSX-64) 1.83 37.62 1.65 31.25 51.57

Thin film (Astropower APX-90) 2.22 26.02 1.89 20.98 39.62

3.3 Perhitungan Metode Five Parameter

Perhitungan performa PV dengan metode five parameters merupakan


metode yang memodelkan prinsip kerja dari modul PV ke sebuah rangkaian
ekuivalen single diode, dimana analisis dari rangkaian ini akan menghasilkan nilai
lima parameter (a, IL, Io, Rs, Rsh) yang merupakan komponen dari rangkaian
ekuivalen single diode. Nilai lima parameter ini juga menetukan hasil dari
parameter keluaran modul PV (Isc, Voc, Imp, Vmp, Pmp) serta kurva karakteristiknya
pada kondisi operasi.

Mulai

Input data Isc0, Imp0, Voc0, Vmp0, Isc, EPOA, E0, Tc,
T0, n, Ns, k, q

Menenetukan nilai aref, IL,ref, Io,ref, Rs,ref, Rsh,ref

Menghitung nilai a, IL, Io, Rs, Rsh pada kondisi


operasi

A
Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


56

Memplot kurva karakterisistik pada kondisi operasi

Menentukan nilai Isc, Voc, Imp, Vmp, Pmp pada


kondisi operasi

Gambar 3.8 Diagram alir perhitungan metode five parameters

Pada perhitungan performa PV dengan metode five parameters input data


yang dibutuhkan hanya data spesifikasi modul PV pada kondisi referensi, radiasi
total yang diserap modul PV, dan nilai suhu sel. Lalu, input data spesifikasi modul
PV pada kondisi referensi, termasuk kurva karakteristiknya, diolah dengan
menggunakan persamaan permodelan rangkaian ekuivalen dari modul PV untuk
menentukan nilai lima parameter pada kondisi referensi. Setelah nilai lima
parameter pada kondisi referensi diketahui maka kita dapat menentukan nilai lima
parameter pada kondisi operasi tertentu. Selanjutnya, nilai lima parameter pada
kondisi operasi ini disubsitusikan kedalam persamaan permodel rangkaian
ekuivalen modul PV untuk menentukan kurva karakteristik I-V modul PV pada
kondisi operasinya. Dari kurva karakteristik ini barulah kita dapat mengetahui
nilai Isc, Voc, Imp, Vmp, dan Pmp pada kondisi operasi modul PV.

Sama seperti perhitungan pada metode sebelumnya, pada metode ini


perhitungan yang dilakukan menggunakan jenis PV mono-crystalline, namun
hasil perhitungan ketiga jenis PV dengan metode five-parameters tetap akan
ditampilkan. Berikut merupakan penjabaran dari langkah langkah dalam
menghitung performa PV dengan metode five-parameters.

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


57

3.3.1 Menentukan Nilai Lima Parameter pada Kondisi Referensi

Nilai lima parameter pada kondisi referensi dapat ditentukan dari nilai
parameter keluaran PV serta kurva karakteristiknya pada kondisi referensi (STC).
Seperti yang sudah dijelaskan pada subbab 2.7.2, dari kurva karakteristik PV akan
didapat lima kondisi kerja PV. Lalu, kelima kondisi ini akan disubsitusikan ke
persamaan (2.48) sehingga dihasilkan persamaan (2.49) hingga (2.53).

Hal pertama yang dilakukan adalah menentukan nilai aref. Nilai ideality
factor sangat bergantung pada besar suhu sel modul PV. Sehingga, nilai aref
merupakan nilai ideality factor ketika suhu sel pada kondisi referensi, yaitu Tc =
T0 = 25C. Dengan begitu, nilai aref dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan (2.54).

1.026 72 1.38066 1023 (25 + 273.15)


= = 1.898
1.60218 1019

Selanjutnya menentukan nilai Rs,ref dengan menggunakan persamaan (3.1)


berikut [26],

0 0 0
, = + (1 ) (3.1)
0 0 0

Dimana, nilai M merupakan kemiringan pada tegangan open circuit pada


kurva karakteristik dan dapat ditentukan dengan persamaan (3.2) berikut.

0 0 0 0 0
= (1 + 2 + 3 + 4 ) (3.2)
0 0 0 0 0

dengan nila k1, k2, k3, dan k4 sebagai berikut,

5.411
= ( 6.450 )
3.41
4.422

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


58

Namun, dalam beberapa kasus hasil nilai Rs,ref yang didapat dari persamaan
(3.1) terkadang bernilai negatif. Sehingga dibutuhkan cara pendekatan yang lain
dalam menentukan nilai Rs,ref ini, mengingat pada kondisi nyata tidaka ada
hambatan yang bernilai negatif. Salah satu caranya adalah dengan menghilangkan
komponen Rs dan Rsh pada rangkaian ekuivalen dan menggantinya dengan
hambata photovoltaic atau Rpv [27]. Sehingga rangkaian ekuivalen single diode
menjadi seperti pada gambar (3.9).

Gambar 3.9 Rangkaian ekuivalen single-diode dengan hambatan Rpv [27].

Nilai Rpv sendiri dapat ditentukan dengan persamaan (3.1) dan (3.2).
komponen R pada gambar diatas merupaka beban yang terpasang.

Dari analisis rangkaian ekuivalen diatas, didaapat model persamaan sebagai


berikut.

= 0 (
1) (3.3)

+
= ln (3.4)

Persamaan (3.3) merupakan persamaan nilai arus terhadap nilai tegangan,


sedangkan persamaan (3.4) merupakan persamaan nilai tegangan terhadap nilai
arus. Dari penurunan kedua persamaan diatas dengan mensubsitusikan lima
kondisi kerja yang didapat dari kuva karakteristik, maka didapat persamaan
untunk mencari nilai VT, Io, dan Iph sebagi berikut.

= ( + ) (3.5)

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


59



=
(3.6)

= (3.7)

Dalam menentukan nilai Rs diperlukan nilai parameter kedua yang didapat


dari nilai total radiasi yang berbeda namun suhu sel dijaga tetap. Sehingga nilai Rs
dapat ditentukan dengan persamaan (3.8).

2 1
= (3.8)
1 2

Nilai V1(Isc1-I, Rpv1, VT1, Io1, Iph1) dan V2(Isc2-I, Rpv12, VT2, Io2, Iph2)
ditentukan dengan persamaan (3.4) dengan komponen variable masing masing.
Index 2 menyatakan parameter dengan nilai total radiasi yang lebih kecil. Nilai I
ditentukan dengan persamaan (3.9).

= (3.9)

dimana,

= 0.5 2 (3.10)

Pada perhitungan performa modul PV dengan tipe mono-crystalline, nilai


Rs,ref ditentukan dengan persamaan (3.1) karena hasil yang didapat dari persamaan
tersebut tidak bernilai negatif. Berikut penjabaran perhitungan nilai Rs,ref.

42.93 (3.96)(33.68) 33.68 3.96


= (5.411 + 6.45 + 3.417 4.422)
4.37 (4.37)(42.93) 42.93 4.37
= 1.102

4.37 33.68 4.37


, = (1.101993695) + (1 ) = 0.335
3.96 3.96 3.96

Setelah nilai aref dan Rs,ref diketahui, maka kita dapat mencari nilai IL,ref,
Io,ref, dan Rsh,ref dengan menurunkan secara aljabar persamaan (2.49) hingga
(2.53). Dari persamaan (2.50) didapat persamaan untuk menentukan nilai IL,ref
yaitu,

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


60

0
0
, = , [ 1] + (3.11)
,

Lalu persamaan (3.11) disubsitusikan ke dalam persamaan (2.49) dan


(2.51). Sehingga didapat dua persamaan baru yaitu,

0 0 ,
0 0 ,
0 = , [ ]+ (3.12)
,

0 0 +0 ,
0 0 0 ,
0 = , [ ]+ (3.13)
,

Dari kedua persamaan diatas didapat dua variabel yang belum diketahui,
yaitu Io,ref dan 1/Rsh,ref. Dengan operasi eliminasi aljabar kita dapat menyelesaikan
dua persamaan tersebut dengan mengeliminasi salah satu variabel yang belum
diketahui sehingga kita dapat menentukan nilai variabel lainnya. Pada perhitungan
ini variabel yang dieliminasi adalah 1/Rsh,ref, sehingga kita dapat menentukan nilai
Io,ref. Dengan begitu didapat persamaan Io,ref yaitu,

0 (0 0 , )0 (0 0 0 , )
, = 0 0 +0 , 0 0 , (3.14)

( )(0 0 , )( )(0 0 0 , )

Dengan persamaan (3.14) maka nilai dari Io,ref dapat ditentukan yaitu,

, = 5.92 1010

Setelah kita mendapatkan nilai Io,ref dengan mensubsitusikan semua nilai


variabel pada persamaan (3.14), barulah kita dapat menghitung nilai Rsh,ref dengan
menggunakan persamaan (3.12) atau (3.13). Pada perhitungan ini digunakan
persamaan (3.13) untuk menentukan nilai Rsh,ref. Sehingga dengan
mensubsitusikan semua nilai dari variabel yang ada pada persamaan (3.13)
didapat nilai Rsh,ref yaitu,

, = 96.01

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


61

Selanjutnya, kita akan menghitung IL,ref menggunakan persamaan (3.11)


maka didapat nilai IL,ref yaitu,

, = 4.38

Setelah semua nilai lima parameter pada kondisi referensi (STC) diketahui,
maka kita dapat mencari nilai lima parameter dari modul PV pada kondisi
operasinya.

3.3.2 Menentukan Nilai Lima Parameter pada Kondisi Operasinya

Dalam menentukan nilai lima parameter pada kondisi operasinya


digunakan persamaan (2.55) sampai (2.59). Kelima nilai parameter ini sangat
bergantung pada nilai total radiasi matahari yang diserap oleh permukaan PV dan
suhu sel.

Pertama, kita akan mennghitung nilai a (ideality factor), dimana nilai ini
sangat bergantung pada suhu sel dari modul PV yang digunakan sesuai dengan
persamaan (2.55).

= 1.989

Selanjutnya, akan ditentukan nilai IL dan Io pada kondisi operasinya. Nilai


IL sangat bergantung pada besar total radiasi dan suhu sel, sedangkan nilai Io
hanya bergantung pada nilai suhu sel saja. Perlu diketahui pada perhitungan nilai
Io, nilai suhu sel harus dalam bentuk kelvin sehingga nilai Io yang didapat nantinya
sesuai dengan dasar teori, yaitu berkisar pada orde 10-9 atau 10-10. Nilai Il dan Io
masing masing dapat ditentukan dengan persamaan (2.56) dan (2.57).

= 1.97

= 4.75 109

Lalu, kita akan menentukan nilai hambatan shunt pada kondisi operasi PV,
dimana nilai hambatan ini dipengaruhi oleh nilai total radiasi. Untuk hambatan
seri nilainya konstan atau tidak akan berubah ubah seiring dengan perubahan

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


62

besar total radiasi matahari dan suhu sel, sesuai dengan persamaan (2.58). Nilai
dari hambatan shunt sendiri ditentukan oleh persamaan (2.59).

= 213.62

Setelah nilai a, IL, Io, Rs, dan Rsh diketahui, kelima nilai tersebut
disubsitusikan ke persamaan (2.48), sehingga didapat persmaan arus terhadap
tegangan sebagai berikut.

+0.34
+0.34
= 1.97 4.75043 109 [ 1.98 1] (3.15)
213.62

Persaman diatas akan digunakan untuk memplot kurva karakteristik (I-V)


PV pada kondisi operasinya.

3.3.3 Memplot kurva karakterisistik pada kondisi operasi

Dengan menggunakan persamaan (3.15) kita dapat memplot kurva


karakteristi (I-V) dari modul PV pada kondisi operasinya. Dalam memplot kurva
karakteristik, kita harus mencari nilai arus untuk setiap nilai tegangan hingga
didapat nilai arus yang bernilai nol dimana nilai tegangannya merupakan tegangan
open circuit.

Persamaan (3.15) tidak dapat secara langsung digunakan untuk memplot


kurva karakteristik, karena adanya variabel I pada pangkat komponen
eksponensial. Sehingga perlu adanya pendekatan lain untuk menyelesaikan
permasalahan ini. Pada [28] diketahui bahwa arus dapat diekspresikan sebagai
fungsi dari tegangan I = I(V) dengan menggunakan fungsi transenden Lamberts
W. fungsi Lamberts W merupakan solusi W(x) dari persamaan
x=W(x)exp[W(x)]. Menggunakan fungsi ini kita dapat mengubah persamaan
(2.48) ke bentuk I = I(V).

Langkah pertama yang dilakukan adalah merubah persamaan (2.48)


kedalam bentuk persamaan (3.16) dibawah ini,

+ = + (3.16)

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


63

maka didapat,


+ ( + )
+ = + (3.17)

Lalu persamaan (3.16) disubsitusikan dengan persamaan (3.18) berikut,


= + (3.18)

Sehingga didapat persamaan (3.19) dengan penurunan rumus seagai


berikut,




= ( )+



= (3.19)

Merubah bentuk pt ke bentuk exponensial,



ln = (3.20)

Lalu kedua ruas dikalikan ln(p),



ln ln = (ln ) (3.21)

Sehingga persamaan (3.21) sudah berbentuk y = xex, dan dengan


menggunakan definisi dari fungsi Lamberts W, persamaan (3.21) dapat diubah
kebentuk x = W(y) maka didapat persamaan (3.22) berikut.



ln = ( (ln ) ) (3.22)

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


64

Lalu, dengan mensubsitusikan persamaan (3.18) ke persamaan (3.22) maka


didapat solusi dari persamaan (3.16) dalam bentuk fungsi Lamberts W yaitu,


1 ln
= ( ) (3.23)
ln

Sehingga, persamaan (3.17) dapat diubah kebentuk persamaan (3.23) maka


diketahui persamaan I = I(V) yaitu,


= ( + ) () (3.24)
+ +

dengan,

( + )+
( )
= +
(3.25)
+

Dengan mensubsitusikan nilai lima parameter pada kondisi operasi ke


dalam persamaan (3.24) dan (3.25) maka kita dapat menentukan nilai arus untuk
setiap nilai tegangan PV. Dalam proses perhitungannya, hasil perhitungan dari
persamaan (3.25) tidak bisa secara langsung disubsitusikan kedalam persamaan
(3.24). Namun, hasil dari persamaan (3.25) akan dimasukan kedalam kalkulator
fungsi Lamberts W untuk menentukan nilai fungsi W() (pada perhitungan ini
virtual calculator yang digunakan bersumber dari had2know.com [29]). Nilai
fungsi W() inilah yang dimasukan kedalam perhitungan arus pada persamaan
(3.24). Tabel (3.4) merupakan hasil dari perhitungan nilai arus untuk setiap nilai
tegangan dengan menggunakan fungsi LambertW.

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


65

Tabel 3.4 Hasil nilai arus untuk setiap nilai tegangan dengan menggunakan
fungsi Lambert W

V (Volt) (Volt) W() I (A) P (Wdc)


0 1.116E-09 0 1.97042766 0
1 1.843E-09 0 1.96575374 1.965753735
2 3.045E-09 0 1.96107981 3.922159621
3 5.03E-09 0 1.95640589 5.869217656
4 8.309E-09 0 1.95173196 7.806927842
5 1.373E-08 0 1.94705804 9.735290178
6 2.268E-08 0 1.94238411 11.65430466
7 3.746E-08 0 1.93771019 13.5639713
8 6.189E-08 0 1.93303626 15.46429009
9 1.022E-07 0 1.92836234 17.35526102
10 1.689E-07 0 1.92368841 19.23688411
11 2.79E-07 0 1.91901449 21.10915935
12 4.61E-07 0 1.91434056 22.97208673
13 7.616E-07 0.000001 1.90966071 24.82558921
14 1.258E-06 0.000001 1.90498678 26.66981497
15 2.078E-06 0.000002 1.90030693 28.50460396
16 3.434E-06 0.000003 1.89562708 30.33003324
17 5.672E-06 0.000006 1.89093537 32.14590127
18 9.371E-06 0.000009 1.88624366 33.95238589
19 1.548E-05 0.000015 1.88153417 35.74914919
20 2.557E-05 0.000026 1.87679504 37.53590071
21 4.225E-05 0.000042 1.87202626 39.31255154
22 6.98E-05 0.00007 1.86718636 41.07809984
23 0.0001153 0.000115 1.86224567 42.83165051
24 0.0001905 0.00019 1.85712715 44.5710517
25 0.0003147 0.000315 1.85171224 46.29280592
26 0.0005199 0.00052 1.84582308 47.9914002
27 0.0008588 0.000858 1.83914552 49.65692895
28 0.0014188 0.001417 1.83115787 51.27242049
29 0.0023439 0.002338 1.82102432 52.80970525
30 0.0038722 0.003857 1.80734586 54.2203757
31 0.0063969 0.006356 1.78785801 55.42359846
32 0.0105678 0.010458 1.75886769 56.28376605
33 0.0174582 0.017161 1.7144588 56.57714029
34 0.0288413 0.028044 1.64527112 55.93921823
35 0.0476464 0.045526 1.53696499 53.79377465
36 0.0787128 0.07316 1.36847843 49.26522351
37 0.1300351 0.115814 1.11095425 41.10530708
38 0.2148204 0.179519 0.72864104 27.68835953
39 0.3548874 0.270719 0.18333918 7.150228191
39.1 0.3731574 0.281581 0.11848253 4.632666965
39.2 0.392368 0.29278 0.05162816 2.023823978

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


66

Dari hasil perhitungan pada tabel diatas, maka kita dapat memplot kurva
karakteristik (I-V) PV pada kondisi operasinya yang dapat dilihat pada gambar
(3.10).

Kurva Karakteristik I-V pada Kondisi


Operasi
2.5

1.5

1
I

0.5

0
11.2
12.8
14.4

17.6
19.2
20.8
22.4

25.6
27.2
28.8
30.4

33.6
35.2
36.8
38.4
0

8
1.6
3.2
4.8
6.4

9.6

16

24

32
-0.5
V
Gambar 3.10 Kurva karakteristik modul PV pada kondisi operasi.

Dengan melihat hasil perhitungan arus pada tabel (3.4) serta gambar kurva
karakteristik (3.7), kita dapat mengetahui nilai parameter keluaran modul PV pada
kondisi operasinya.

3.3.4 Menentukan Nilai Parameter Keluaran PV

Pada perhitungan performa PV dengan metode five parameters, nilai


parameter keluaran PV dapat diketahui dari hasil perhitungan arus untuk setiap
nilai tegangan serta kurva karakteristiknya. Untuk nilai Isc adalah ketika V bernilai
nol, sedangkan nilai Voc adalah ketika I bernilai nol atau mendekati nol. Nilai Pmp
diketahui dengan menentukan nilai maksimum dari seluruh nilai daya yang
merupakan hasil kali dari setiap nilai arus dan tegangan. Dari nilai P mp ini juga
dapat diketahui nilai Imp dan Vmp.

Sama seperti metode SPAPM, pada metode five parameters juga dilakukan
perhitungan performa PV untuk tiga jenis PV yang berbeda (mono-crystalline,

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


67

poly-crystalline, dan thin film). Pada tabel (3.5) dapat dilihat hasil parameter
keluaran ketiga jenis PV dengan menggunakan metode five parameters.

Tabel 3.5 Hasil parameter keluaran setiap tipe PV dengan metode Five
Parameters

Isc Voc Imp Vmp Pmp


Tipe PV
(A) (V) (A) (V) (Wdc)

Mono-crystalline (Siemens SP-75) 1.97 39.27 1.72 32.9 56.58

Poly-crystalline (Solarex MSX-64) 1.91 37.71 1.65 31.91 52.7

Thin film (Astropower APX-90) 2.29 26.08 2.17 19.98 43.29

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


BAB 4
ANALISIS HASIL PERHITUNGAN PERFORMA PV SERTA
PENGARUH PERUBAHAN SUHU DAN RADIASI MATAHARI
TERHADAP KARAKTERISTIK KELUARAN DARI KEDUA
METODE PERHITUNGAN

4.1 Analisis Pengolahan Data dan Hasil Perhitungan Performa Modul PV

Pada bab sebelumnya telah dilakukan perhitungan performa modul PV


dengan dua metode berbeda, yaitu metode Sandia PV Array Performance Model
dan metode Five Parameters Model. Tujuan dari dilakukannya perhitungan
performa modul PV sendiri adalah untuk memprediksikan energi yang dihasilkan
suatu modul PV pada kondisi alam tertentu tanpa harus melakukan pengujian
secara langsung.

Hasil perhitungan yang didapat dari pengolahan data klimatologi dan data
elektris modul PV pada kondisi STC dengan kedua metode berupa parameter
keluaran modul PV pada kondisi operasinya. Nilai nilai dari parameter keluaran
inilah yang pada bab ini akan dianalisis serta dibandingkan antara kedua metode.
Perlu diketahui juga, pada skripsi ini perhitungan dilakukan pada tiga tipe modul
PV yang berbeda, yaitu mono-crystalline (Siemens SP-75), poly-crystalline
(Solarex MSX-64), dan thin film (Astropower APX-90).

4.1.1 Metode SPAPM

Hasil perhitungan performa PV dengan metode SPAPM sangat dipengaruhi


oleh kondisi alam dari lokasi pengujian, seperti radiasi matahari, posisi dan
pergerakan matahari, massa udara, suhu lingkungan, serta kecepatan angin. Hasil
perhitungan ketiga jenis PV dengan menggunakan metode SPAPM dapat dilihat
pada tabel (3.3). Dari hasil perhitungan yang didapat, diketahui bahwa
perhitungan dengan metode SPAPM sudah sesuai dengan dasar teori dan cukup
presisi dalam memprediksikan energi yang akan dihasilkan oleh modul PV. Hal
ini dikarenakan pada perhitungan setiap parameter keluaran dengan metode ini,
terdapat komponen data klimatologi yang merupakan komponen penentu dari

67
Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


69

hasil parameter keluaran modul PV. Selain dapat memprediksikan energi yang
dihasilkan sebuah modul PV, metode SPAPM juga dapat menghitung dan
memprediksikan besar energi yang dihasilkan suatu array PV.

Perhitungan performa PV dengan metode SPAPM cukup sederhana karena


rumus yang digunakan langsung memberikan hasil parameter keluaran modul PV,
dapat dilihat pada persamaan (2.37) hingga (2.42). Namun, walaupun perhitungan
dengan metode SPAPM relative mudah dan memberikan hasil parameter keluaran
yang cukup presisi, namun dalam pengolahan datanya metode ini membutuhkan
input data yang cukup banyak, seperti yang dapat dilihat pada diagram alir metode
SPAPM. Sehingga, perhitungan performa PV dengan metode ini menjadi kurang
efisien ketika data spesifikasi PV maupun data klimatologi yang kita miliki
terbatas, yang menyebabkan harus diadakan pengujian langsung di lokasi untuk
melengkapi input data yang dibutuhkan. Hal ini tentunya menyebabkan tidak
tercapainya tujuan dari dilakukannya perhitungan performa PV itu sendiri. Selain
itu juga, metode ini hanya dapat memberikan nilai pada titik parameter keluaranya
saja, yaitu Isc, Voc, dan Pmp, sehingga cukup sulit untuk membuat kurva
karakteristik (I-V) PV yang presisi hanya dari tiga titik tersebut.

4.1.2 Metode 5-Parameter

Berbeda dengan metode SPAPM, hasil parameter keluaran dari perhitungan


performa PV dengan metode five parameters tidak secara langsung dipengaruhi
oleh kondisi klimatologi. Namun, kondisi klimatologi ini mempengaruh nilai dari
lima parameter yang didapat dari hasil permodel rangkain ekuivalen PV. Nilai
dari hasil pengolahan data klimatologi yang digunakan pada metode ini juga tidak
banyak, hanya nilai total radiasi matahri yang diserap dan suhu sel saja yang
digunakan dalam perhitungan. Hasil yang diberikan oleh metode ini tidak hanya
nilai parameter keluaran dari PV saja, namun metode ini juga dapat memberikan
karakteristik nilai arus untuk setiap nilai tegangan beban seperti yang dapat dilihat
pada tabel (3.4). Dari nilai arus terhadap setiap nilai tegangan ini kita dapat
membuat kurva karakteristik (I-V) PV pada kondisi operasi yang lebih presisi.
Adapun hasil parameter keluaran yang didapat dari perhitungan dengan metode
five parameters untuk ketiga jenis PV dapat dilihat pada tabel (3.5).

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


70

Metode five parameters hanya membutuhkan input data yang sedikit


shingga kita tetap dapat melakukan perhitungan performa PV walaupun data
spesifikasi PV maupun klimatologi yang kita miliki terbatas. Input data yang
dibutuhkan hanya berupa nilai parameter keluaran PV pada kondisi STC dan
kurva karakteristiknya serta data klimatologi berupa total radiasi matahari dan
suhu sel. Walaupun input data yang dibutuhkan metode ini sedikit, namun pada
perhitungan dan pengolahan datanya dapat dikatakan cukup sulit dan perlu
ketelitian yang tinggi. Hal ini dikarenakan dalam menentukan nilai parameter
keluaran PV pada kondisi operasinya, kita harus terlebih dahulu mengetahui nilai
lima parameter pada kondisi referensi (STC) dan pada kondisi operasi. Bagian
yang paling sulit adalah menentukan nilai lima parameter pada kondisi referensi
yang sesuai, dimana dalam menentukan nilai nilai ini kita harus menurunkan
persamaan (2.48), yang merupakan persamaan permodelan rangkaian ekuivalen
single diode, dengan memperhatikan lima kondisi yang diketahui dari kurva
karakteristik PV. Selain itu, persamaan (2.48) juga harus diturunkan dengan
menggunakan fungsi Lamberts W untuk menetukan nilai arus untuk setiap nilai
tegangan PV. Hal ini dikarenakan pada persamaan (2.48) terdapat variabel arus
pada pangkat exponen, sehingga sulit untuk menetukan nilai arus PV. Adapun
nilai lima parameter pada kondisi STC dan kondisi operasi untuk setiap jenis
modul PV dapat dilihat masing masing pada tabel (4.1) dan (4.2).

Tabel 4.1 Nilai lima parameter pada kondisi referensi (E = 1000W/m2, T =


25C)

Jenis PV a,ref Rs,ref Io,ref IL,ref Rsh,ref

Mono-crystalline 1.898 0.335 5.92E-10 4.38 96.01


Poly-crystalline 1.896 0.023 1.18E-09 4.25 85.13
Thin film 1.952 0.67 1.42E-06 5.91 69.72

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


71

Tabel 4.2 Nilai lima parameter pada kondisi operasi (E = 449,45W/m2, T =


39,28C)

Jenis PV a Rs Io IL Rsh
Mono-crystalline 1.989 0.335 4.75E-09 1.97 213.62
Poly-crystalline 1.987 0.023 9.79E-09 1.91 189.41
Thin film 2.046 0.67 7.11E-06 2.66 155.12

Dari tabel (4.1) dan (4.2) diketahui bahwa perhitungan nilai lima parameter
yang dilakukan sudah sesuai dengan dasar teori yang ada. Hal ini bisa dilihat dari
hasil nilai lima parameter yang didapat, dimana nilai IL,ref dan IL pada kondisi
operasi masing masing mendekati nilai Isc0 dan Isc pada kondisi operasi. Lalu
nilai Io yang didapat, baik pada kondisi referensi maupu operasi, memiliki nilai
yang sangat kecil berkisar antara orde 10-6 10-10. Terakhir, nilai Rs yang didapat
sudah cukup kecil, sedangkan nilai Rsh,ref dan Rsh pada kondisi operasi yang
didapat sudah cukup besar. Hal ini sesuai dengan kondisi ideal PV, dimana nilai
Rs diinginkan sekecil mungkin dan nilai Rsh diinginkan sebesar mungkin.

4.1.3 Perbandingan Hasil Kedua Metode Perhitungan

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, dari perhitungan kedua metode


akan dicari nilai akhir berupa parameter parameter keluaran PV saat kondidsi
opersinya. Kedua hasil parameter keluaran PV pada kondisi operasinya dapat
dilihat pada tabel (3.3) untuk metode SPAPM dan tabel (3.5) untuk metode five
parameters. Dari dua tabel tersebut diketahui bahwa metode perhitungan five
parameters memiliki nilai Pmp untuk ketiga jenis PV yang lebih besar
dibandingkan dengan metode perhitungan SPAPM. Hal ini dikarenakan pada
metode SPAPM pada perhitungan parameter keluarannya banyak dipengaruhi
kondisi klimatologi yang ada, sehingga memiliki nilai Pmp yang lebih kecil.
Sedangkan pada metode five parameter, perhitungan parameter keluaran PV
hanya dipengaruhi total radiasi dan suhu sel saja. Walaupun begitu, nilai
parameter keluaran dengan metode five parameters untuk ketiga jenis PV sudah
mendekati nilai parameter keluaran dengan metode SPAPM, sehingga dapat
dikatakan bahwa perhitungan performa modul PV dengan metode five parameters

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


72

dapat memberikan hasil yang cukup presisi. Selain itu, dari tabel (3.3) dan (3.5)
dapat diketahui juga tipe PV yang memiliki nilai Pmp paling kecil adalah tipe thin
film, yaitu 39,62 W (metode SPAPM) dan 43,29 W (metode Five Parameters).
Hal ini sesuai dengan dasar teori ada, dimana modul PV dengan tipe thin film
memiliki nilai efisiensi yang lebih kecil disbanding dua tipe lainnya, yaitu
berkisar antara 4 6% saja.

Selain nilai parameter keluaran, perhitungan kedua metode juga


menghasilkan kurva karakteristik (I-V) PV pada kondisi operasi untuk setiap jenis
modul PV. Untuk metode SPAPM, kurva karakteristik dibentuk hanya dari lima
titik, yaitu titik Isc, Voc, Pmp, serta dua titik tambahan yaitu, Ix (V=0,5Voc) dan Ixx
(V=0,5(Voc+Vmp). Gambar (4.1) hingga (4.3) merupakan kurva karakteristik (I-V)
PV pada kondisi operasi (E = 449,45W/m2, T = 39,28C) untuk ketiga jenis
modul PV.

1.5

1
I

0.5

0
0 10 20 30 40 50
V

(a)

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


73

2.5

1.5

1
I

0.5

10.2
11.9
13.6
15.3

18.7
20.4
22.1
23.8
25.5
27.2
28.9
30.6
32.3

35.7
37.4
39.1
0
1.7
3.4
5.1
6.8
8.5

17

34
-0.5
V

(b)
Gambar 4.1 Kurva karakteristik (I-V) Siemens SP-75 pada kondisi operasi dengan
(a) metode SPAPM dan (b) metode five parameters

1.5

1
I

0.5

0
0 5 10 15 20 25 30 35 40
V

(a)
2.5

1.5

1
I

0.5

0
11.2
12.8
14.4

17.6
19.2
20.8
22.4

25.6
27.2
28.8
30.4

33.6
35.2
36.8
0

8
1.6
3.2
4.8
6.4

9.6

16

24

32

-0.5
V

(b)
Gambar 4.2 Kurva karakteristik (I-V) Solarex MSX-64 pada kondisi operasi
dengan (a) metode SPAPM dan (b) metode five parameters

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


74

2.5

1.5
I
1

0.5

0
0 5 10 15 20 25 30
V

(a)
2.5

1.5

1
I

0.5

0
15.4

18.7
12.1
13.2
14.3

16.5
17.6

19.8
20.9

23.1
24.2
25.3
0
1.1
2.2
3.3
4.4
5.5
6.6
7.7
8.8
9.9
11

22
-0.5
V

(b)
Gambar 4.3 Kurva karakteristik (I-V) Astropower APX-90 pada kondisi operasi
dengan (a) metode SPAPM dan (b) metode five parameters

Gambar (4.1) hingga (4.3) menunjukan bahwa metode five parameters


dapat menghasilkan kurva karakteristik yang lebih halus dan presisi. Sedangkan
pada kurva karakteristik dengan metode SPAPM, plot kurva hanya pada lima titik
saja sehingga kurva karakteristik tidak sehalus metode five parameters. Hal ini
dikarenakan metode SPAPM tidak meberikan hasil untuk nilai arus PV terhadap
setiap nilai tegangan PV. Namun, kurva karakteteristik dengan metode SPAPM
dapat memberikan nilai Isc, Voc, dan Pmp dari modul PV yang lebih presisi.

4.2 Pengaruh Suhu dan Radiasi Matahari Terhadap Karakteristik


Keluaran Pada Metode SPAPM

Pada subbab ini akan dipaparkan pengaruh dari perubahan suhu dan radiasi
matahari terhadap nilai parameter keluaran modul PV serta kurva karakteristiknya

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


75

yang didapat dari perhitungan performa PV dengan menggunakan metode


SPAPM. Seperti yang sudah dijelaskan pada subbab 4.1.1, dimana nilai parameter
keluaran yang didapat dari perhitungan dengan metode SPAPM dipengaruhi
secara langsung oleh nilai total radiasi dan suhu sel.

4.2.1 Pengaruh Suhu

Perubahan suhu lingkungan (Ta) memengaruhi nilai dari suhu modul dan
sel, seperti yang dapat dilihat pada persamaan (2.35) dan (2.36). Perubahan suhu
sel ini sangat berpengaruh pada nilai Voc dan Vmp, sehingga nilai Pmp juga dapat
berubah. Hal ini dikarenakan perubahan suhu memengaruhi perubahan celah pita
energi () sel surya, sehingga nilai beda potensial pada bahan semikonduktor sel
surya pun berubah. Dengan meningkatnya suhu sel maka celah pita energy akan
mengecil atau menyempit. Selain itu, perubahan suhu ini juga memengaruhi
banyaknya elektron yang terlepas dari ikatan kovalennya, dimana semakin
meningkatnya suhu maka semakin banyak elektron yang terlepas dari ikatan
kovalennya.

Peningkatan suhu sel menyebabkan terjadinya penurunan nilai tegangan PV


dan meningkatnya arus PV, namun peningkatan nilai arus ini tidak sesignifikan
penurunan tegangannya. Penurunan tegangan PV juga menyebabkan menurunnya
nilai daya keluaran maksimum PV. Pengaruh perubahan suhu sel terhadap nilai
parameter keluaran untuk setiap jenis modul PV dapat dilihat pada tabel (4.3)
hingga (4.5).

Tabel 4.3 Pengaruh suhu sel terhadap nilai parameter keluaran untuk modul
PV tipe Mono-crystalline

Suhu Sel Mono-Crystalline (Siemens)


(C) Isc (A) Imp (A) Voc (V) Vmp (V) Pmp (Wdc)
39.28 1.87 1.67 39.05 32.44 54.36
48.68 1.87 1.67 37.57 31.03 51.8
53.68 1.88 1.66 36.78 30.28 50.44

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


76

Tabel 4.4 Pengaruh suhu sel terhadap nilai parameter keluaran untuk modul
PV tipe Poly-crystalline

Suhu Sel Poly-Crystalline (Solarex)


(C) Isc (A) Imp (A) Voc (V) Vmp (V) Pmp (Wdc)
39.28 1.83 1.65 37.62 31.25 51.57
48.68 1.84 1.65 36.14 29.77 49.15
53.68 1.84 1.65 35.34 28.98 47.87

Tabel 4.5 Pengaruh suhu sel terhadap nilai parameter keluaran untuk modul
PV tipe Thin film

Suhu Sel Thin Film (Astropower)


(C) Isc (A) Imp (A) Voc (V) Vmp (V) Pmp (Wdc)
39.28 2.22 1.89 26.02 20.98 39.61
48.68 2.23 1.89 24.74 19.74 37.41
53.68 2.24 1.9 24.07 19.09 36.23

Kita juga dapat melihat pengaruh perubahan suhu terhadap kurva


karakteristik (I-V) pada kondisi operasi untuk ketiga jenis modul PV dengan
melihat data parameter keluaran pada tabel (4.3) hingga (4.5), yaitu sebagai
berikut.

2
1.8
1.6
1.4
1.2
1
I

0.8 Tc = 39,28C
0.6 Tc = 48,68C
0.4
0.2 Tc = 53,68C
0
0 10 20 30 40
V

Gambar 4.4 Pengaruh perubahan suhu sel terhadap kurva karakteristik (I-V)
Siemens SP-75 dengan metode SPAPM

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


77

2
1.8
1.6
1.4
1.2
1
I

0.8 Tc = 39,28C
0.6 Tc = 48,68C
0.4
0.2 Tc = 53,68C
0
0 10 20 30 40
V

Gambar 4.5 Pengaruh perubahan suhu sel terhadap kurva karakteristik (I-V)
Solarex MSX-64 dengan metode SPAPM

2.5

1.5
I

1 Tc = 39,28C
Tc = 48,68C
0.5
Tc = 53,68C
0
0 5 10 15 20 25
V

Gambar 4.6 Pengaruh perubahan suhu sel terhadap kurva karakteristik (I-V)
Astropower APX-90 dengan metode SPAPM

Pada gambar (4.4) hingga (4.6) bisa kita lihat bahwa pengaruh suhu
terhadap kurva karakteristik (I-V) untuk ketiga jenis PV kurang lebih sama. Dapat
kita lihat semakin besar nilai suhu sel maka nilai tegangan open circuit dari modul
PV akan bergeser ke kiri atau semakin kecil, sehingga nilai daya maksimum dari
modul PV pun akan menurun. Pada kurva karakteristik ketiga jenis PV juga dapat
dilihat pengaruh kenaikan suhu sel terhadap kondis kerja modul PV saat arus

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


78

hubung singkat tidak terlalu signifikan, sehingga dapat dikatakan pada kondisi ini
nilai arus PV tidak begitu terpengaruh.

4.2.2 Pengaruh Radiasi Matahari

Total radiasi matahari yang diserap permukaan sel surya (EPOA)


dipengaruhi tiga komponen radiasi matahari, yaitu radiasi langsung atau beam,
radiasi difuse, radiasi akibat pantulan permukaan tanah atau ground-reflected.
Selain itu, nilai total radiasi matahari ini juga dipengaruhi oleh posisi matahari
terhadap panel surya pada waktu tertentu. Perubahan nilai total radiasi sangat
berpengaruh pada besar nilai arus modul PV, terutama pada saat kondisi kerja
arus hubung singkatnya. Hubungan antara besar total radiasi matahari dengan
besar arus adalah berbanding lurus, dimana semakin besatotal radiasi matahari
yang diserap permukaan modul PV maka nilai arus PV pun akan semakin besar.
Hal ini dikarenakan semakin besar nilai total radiasi matahari berarti semakin
banyak energi foton yang diserap oleh modul PV yang menyebabkan semakin
banyak elektron elektron pada sel surya yang melepaskan ikatan kovalennya dan
bergerak menuju pita konduksi. Peningkatan pergerakan elektron ini
menyebabkan meningkatnya nilai arus keluaran modul PV.

Perubahan besar total radiasi matahari ini juga memengaruhi nilai suhu
modul dan suhu sel, sesuai dengan persamaan (2.35). Sehingga secara tidak
langsung perubahan nilai total radiasi juga sedikit memengaruhi nilai tegangan
keluaran PV. Namun, baik perubahan nilai suhu sel maupun nilai tegangan
keluaran PV tedak begitu signifikan sehingga fenomena ini dapat diabaikan.
Pengaruh perubahan total radiasi matahari terhadap nilai parameter keluaran
untuk setiap jenis modul PV dapat dilihat pada tabel (4.6) hingga (4.8).

Tabel 4.6 Pengaruh total radiasi matahari terhadap nilai parameter


keluaran untuk modul PV tipe Mono-crystalline

EPOA Mono-Crystalline (Siemens)


(W/m2) Isc (A) Imp (A) Voc (V) Vmp (V) Pmp (Wdc)
449.44 1.87 1.67 39.05 32.44 54.36
731.19 3.03 2.71 39.17 31.06 84.16
799.51 3.31 2.95 39.14 30.76 90.85

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


79

Tabel 4.7 Pengaruh total radiasi matahari terhadap nilai parameter


keluaran untuk modul PV tipe Poly-crystalline

EPOA Poly-Crystalline (Solarex)


(W/m2) Isc (A) Imp (A) Voc (V) Vmp (V) Pmp (Wdc)
449.44 1.83 1.65 37.62 31.25 51.57
731.19 2.99 2.69 37.76 30.04 80.94
799.51 3.26 2.93 37.72 29.77 87.12

Tabel 4.8 Pengaruh total radiasi matahari terhadap nilai parameter


keluaran untuk modul PV tipe Thin film

EPOA Thin Film (Astropower)


(W/m2) Isc (A) Imp (A) Voc (V) Vmp (V) Pmp (Wdc)
449.44 2.22 1.89 26.02 20.98 39.61
731.19 3.64 3.12 26.30 20.44 63.84
799.51 3.96 3.40 26.30 20.30 69.08

Kita juga dapat melihat pengaruh perubahan total radiasi matahari terhadap
kurva karakteristik (I-V) pada kondisi operasi untuk ketiga jenis modul PV
dengan melihat data parameter keluaran pada tabel (4.6) hingga (4.8), yaitu
sebagai berikut.

3.5
3
2.5 E = 449,44
2 W/m2
E = 731,19
I

1.5 W/m2
1 E = 799,51
W/m2
0.5
0
0 10 20 30 40
V

Gambar 4.7 Pengaruh perubahan total radiasi matahari terhadap kurva


karakteristik (I-V) Siemens SP-75 dengan metode SPAPM

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


80

3.5
3
2.5 E = 449,44
W/m2
2
E = 731,19
I

1.5 W/m2
1 E = 799,51
W/m2
0.5
0
0 10 20 30 40
V

Gambar 4.8 Pengaruh perubahan total radiasi matahari terhadap kurva


karakteristik (I-V) Solarex MSX-64 dengan metode SPAPM

4.5
4
3.5
E = 449,44
3
W/m2
2.5 E = 731,19
I

2 W/m2
1.5 E = 799,51
1 W/m2
0.5
0
0 5 10 15 20 25
V

Gambar 4.9 Pengaruh perubahan total radiasi matahari terhadap kurva


karakteristik (I-V) Astropower APX-90 dengan metode SPAPM

Pada gambar (4.7) hingga (4.9) bisa kita lihat bahwa pengaruh total radiasi
matahari terhadap kurva karakteristi (I-V) untuk ketiga jenis PV kurang lebih
sama. Semakin besar nilai total radiasi maka nilai arus hubung singkat akan
bergeser keatas atau semakin besar. Perubahan total radiasi matahari ini sangat
memengaruhi kondisi kerja modul PV pada saat arus hubung singkat, dimana nilai
arus keluaran PV pada kondisi ini melonjak tinggi ketika total radiasi matahari
meningkat. Untuk tegangan keluaran PV tidak terlalu terpengaruh dengan adanya

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


81

perubahan nilai total radiasi ini, dimana dapat dilihat pada kurva karakteristik nilai
tegangan open circuit memiliki selisih yang sangat kecil (sekitar 0.001 V) seiring
meningkatnya nilai total radiasi matahari atau dapat dikatakan nilai nilai tegangan
open circuit ini akan tetap sama.

4.3 Pengaruh Suhu dan Radiansi Matahari Terhadap Karakteristik


Keluaran Pada Metode 5-Parameter

Pada perhitungan performa PV dengan menggunakan metode five


parameters, perubahan nilai suhu sel dan total radiasi sangat berpengaruh pada
hasil parameter keluaran modul PV. Namun, kedua nilai ini tidak secara langsung
memengaruhi nilai parameter keluaran modul PV, tetapi akan memengaruhi nilai
lima parameter yang didapat dari permodelan rangkaian ekuivalen single diode.
Nilai nilai yang akan berubah seiring perubahan suhu sel dan total radiasi adalah
a, IL, Io, dan Rsh. Sedangkan nilai Rs tidak terpengaruh karena dianggap konstan.

4.3.1 Pengaruh Suhu

Perubahan nilai suhu sel sangat memengaruhi nilai a (diode ideality factor)
sesuai dengan persamaan (2.55) dan nilai Io (diode reverse saturation current)
sesuai dengan persamaan (2.57). Hal ini dikarenakan kinerja komponen dioda
pada rangkaian ekuivalen sangat bergantung dengan temperatur lingkungan
sekitarnya. Semakin besar nilai suhu sel maka nilai a dan Io juga meningkat.
Peningkatan nilai a dan Io ini menyebabkan nilai tegangan open circuit dan
tegangan pada maximum power point dari modul PV semakin kecil. Menurunnya
nilai Voc ini mengakibatkan berkurangnya nilai efisiensi modul PV.

Selain itu, peningkatan nilai a dan Io juga menyebabkan meningkatnya nilai


arus hubung singkat modul PV. Namun, kenaikan nilai arus hubung singkat ini
tidak terlalu signifikan seperti penurunan nilai tegangan open circuit modul PV.
Sehingga, hal ini mangkibatkan menurunnya daya maksimum yang dapat
dihasilkan modul PV. Pengaruh perubahan suhu sel terhadap nilai lima parameter
rangkaian ekuivalen dan nilai parameter keluaran untuk setiap jenis modul PV
dapat dilihat pada tabel (4.9) hingga (4.11).

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


82

Tabel 4.9 Pengaruh suhu sel terhadap nilai lima parameter dan nilai
parameter keluaran untuk modul PV tipe Mono-crystalline (Siemens)

Suhu Sel
Parameter
39.28C 48.68C 53.68C
a 1.989 2.049 2.081
Io (A) 4.75E-09 1.69E-08 3.24E-08
IL (A) 1.973 1.975 1.976
Rsh () 213.62 213.62 213.62
Isc (A) 1.97 1.972 1.973
Voc (V) 39.27 37.85 37.1
Imp (A) 1.72 1.72 1.72
Vmp (V) 32.9 31.5 30.68
Pmp (Wdc) 56.58 54.12 52.81

Tabel 4.10 Pengaruh suhu sel terhadap nilai lima parameter dan nilai
parameter keluaran untuk modul PV tipe Poly-crystalline (Solarex)

Suhu Sel
Parameter
39.28C 48.68C 53.68C
a 1.987 2.048 2.078
Io (A) 9.79E-09 3.58E-08 6.92E-08
IL (A) 1.914 1.917 1.918
Rsh () 189.41 189.41 189.41
Isc (A) 1.91 1.916 1.918
Voc (V) 37.71 36.21 35.4
Imp (A) 1.65 1.66 1.66
Vmp (V) 31.91 30.33 29.49
Pmp (Wdc) 52.7 50.25 48.95

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


83

Tabel 4.11 Pengaruh suhu sel terhadap nilai lima parameter dan nilai
parameter keluaran untuk modul PV tipe Thin film (Astropower)

Suhu Sel
Parameter
39.28C 48.68C 53.68C
a 2.04 2.12 2.14
Io (A) 7.12E-06 1.9E-05 3.14E-05
IL (A) 2.28 2.284 2.286
Rsh () 155.12 155.12 155.12
Isc (A) 2.29 2.294 2.296
Voc (V) 26.08 24.79 24.1
Imp (A) 2.17 2.16 2.16
Vmp (V) 19.98 18.7 18.1
Pmp (Wdc) 43.29 40.12 38.46

Perubahan nilai a dan Io juga dapat memengaruhi bentuk dari kurva


karakteristik (I-V) modul PV. Gambar (4.10) merupakan pengaruh perubahan
nilai a pada kurva karakteristik (I-V), dimana semakin besar nilai a maka kurva
akan bergerser kekanan yang menyebakan meningkatnya nilai Voc dan Vmp.
Sementara itu nilai Isc sama sekali tidak terpengaruh oleh perubahan nilai a ini.

Gambar 4.10 Pengaruh parameter ideality factor (a) pada kurva karakteristik (I-V)

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


84

Tidak seperti nilai ideality factor (a), peningkatan nilai Io justru


menyebabkan kurva karkteristik (I-V) bergeser ke kiri, seperti yang dapat dilihat
pada gambar (4.11), dimana hal ini menyebakan menurunnya nilai Voc dan Vmp.
Namun, perubahan nilai Io ini juga tidak akan memengaruhi nilai Isc sama seperti
pada perubahan nilai a.

Gambar 4.11 Pengaruh Parameter Io pada kurva karakteristik (I-V)

Kita dapat melihat pengaruh perubahan suhu terhadap kurva karakteristik


(I-V) pada kondisi operasi untuk ketiga jenis modul PV dengan mensubsitusikan
data data parameter keluaran pada tabel (4.9) hingga (4.11) kedalam persamaan
(3.19) dan (3.20). Sehingga kita mendapatkan nilai arus keluaran modul PV untuk
setiap nilai tegangan PV yang digunakan untuk memplot kurva karakteristik (I-V),
seperti yang dapat dilihat pada gambar (4.12) hingga (4.14).

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


85

2.5
2
1.5 Tc = 39,28C
1
Tc = 48,68C
I

0.5
Tc = 53,68C
0
0 10 20 30 40
-0.5
-1
V

Gambar 4.12 Pengaruh perubahan suhu sel terhadap kurva karakteristik (I-V)
Siemens SP-75 dengan metode Five Parameters

2.5
2
1.5
1 Tc = 39,28C
I

0.5 Tc = 48,68C

0 Tc = 53,68C
0 10 20 30
-0.5
-1
V

Gambar 4.13 Pengaruh perubahan suhu sel terhadap kurva karakteristik (I-V)
Solarex MSX-64 dengan metode Five Parameters

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


86

2.5

1.5
Tc = 39,28C
1
I

Tc = 48,68C
0.5 Tc = 53,68C
0
0 10 20
-0.5
V

Gambar 4.14 Pengaruh perubahan suhu sel terhadap kurva karakteristik (I-V)
Astropower APX-90 dengan metode Five Parameters

Pada gambar (4.12) hingga (4.14) dapat dilihat bahwa peningkatan suhu sel
mengakibatkan kurva karakteristik bergeser ke kiri atau dengan kata lain nilai
tegangan open circuit PV semakin kecil. Hal ini menyebabkan daerah kerja modul
PV pada saat tegangan open circuit semakin menyempit atau mengecil sehingga
nilai tegangan keluaran PV pun berkurang, termasuk nilai Vmp dari modul PV.
Seperti yang telah diketahui bahwa peningkatan nilai suhu sel menybabkan
meningkatnya nilai a dan Io, serta peningkatan nilai a sendiri menyebabkan kurva
karakteristik bergeser ke kanan atau nilai Voc meningkat, namun dari hasil kurva
karakteristik yang didapat adalah nilai tegangan open circuit menurun seiring
peningkatan nilai a. Hal ini disebabkan peningkatan dari nilai a tidak terlalu
dominan dibandingkan dengan peningkatan nilai Io, yang menyebabkan kurva
karakteristik lebih cenderung bergeser ke kiri.

Selain itu, pada kurva karakteristik juga dapat dilihat peningkatan nilai
suhu sel sama sekali tidak memengaruhi nilai maupun daerah kerja PV pada arus
hubung singkat. Walaupun terdapat perubahan pada nilai arus hubung singkat,
namun perubahan ini tidak terlalu signifikan. Sehingga, nilai arus keluaran PV
yang dianggap tetap dan nilai teganganya yang menurun seiring peningkatan nilai
suhu sel menyebabkan menurunnya daya maksimum dari modul PV.

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


87

4.3.2 Pengaruh Radiasi Matahari

Pada metode perhitungan five parameters, perubahan nilai total radiasi akan
memengaruhi nilai parameter IL (light current) dan Rsh (hambatan shunt) sesuai
dengan persamaan (2.56) dan (2.59). Nilai IL akan semakin besar bila total radiasi
matahari yang diserap oleh permukaan modul PV meningkat. Sedangkan, untuk
nilai Rsh akan semakin kecil seiring peningkatan nilai total radiasi. Peningkatan
nilai IL ini menyebabkan nilai parameter Isc modul PV meningkat, hal ini sudah
sesuai dasar teori yang ada dimana IL Isc. Selain nilai Isc, nilai arus keluaran PV
untuk setiap nilai tegangan juga meningkata termasuk nilai arus maksimum power
point (Imp). Lalu, perubahan nilai Rsh memengaruhi kestabilan nilai arus keluaran
PV ketika modul PV bekerja pada kondisi arus hubung singkat, dimana semakin
besar nilai Rsh maka arus keluaran PV akan semakin stabil hingga titik Pmp dan
jika semakin kecil nilai Rsh maka nilai arus keluaran PV akan lebih cepet turun
hingga titik Pmp.

Perubahan nilai total radiasi matahari tidak memengaruhi nilai tegangan


open circuit maupun nilai tegangan keluaran dari modul PV. Walaupun terjadi
perubahan pada nilai tegangan modul PV, perubahan nilai ini tidak terlalu
signifikan sehingga nilai tegangan modul PV dapat dianggap tetap. Peningkatan
nilai arus maksimum power point dan niali tegangan maksimum power point yang
kontsan menybabkan nilai daya maksimum meningkat. Pengaruh perubahan total
radiasi matahari terhadap nilai lima parameter rangkaian ekuivalen dan nilai
parameter keluaran untuk setiap jenis modul PV dapat dilihat pada tabel (4.12)
hingga (4.14).

Tabel 4.12 Pengaruh total radiasi matahari terhadap nilai lima parameter
dan nilai parameter keluaran untuk modul PV tipe Mono-crystalline
(Siemens)

Total Radiasi Matahari


Parameter 2
449.45W/m 731.19W/m2 799.51W/m2
a 1.989 1.989 1.989
Io (A) 4.75E-09 4.75E-09 4.75E-09
IL (A) 1.97 3.21 3.51
Rsh () 213.62 131.31 120.09

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


88

Isc (A) 1.97 3.21 3.51


Voc (V) 39.27 40.23 40.41
Imp (A) 1.71 2.79 3.05
Vmp (V) 32.9 33.5 33.57
Pmp (Wdc) 56.58 93.51 102.47

Tabel 4.13 Pengaruh total radiasi matahari terhadap nilai lima parameter
dan nilai parameter keluaran untuk modul PV tipe Poly-crystalline (Solarex)

Total Radiasi Matahri


Parameter 2
449.45W/m 731.19W/m2 799.51W/m2
a 1.987 1.987 1.987
Io (A) 9.79E-09 9.79E-09 9.79E-09
IL (A) 1.91 3.11 3.40
Rsh () 189.41 116.43 106.48
Isc (A) 1.91 3.11 3.40
Voc (V) 37.71 38.67 38.85
Imp (A) 1.65 2.68 2.94
Vmp (V) 31.91 32.8 32.9
Pmp (Wdc) 52.7 88 96.67

Tabel 4.14 Pengaruh total radiasi matahari terhadap nilai lima parameter
dan nilai parameter keluaran untuk modul PV tipe Thin film (Astropower)

Total Radiasi Matahari


Parameter 2
449.45W/m 731.19W/m2 799.51W/m2
a 2.046 2.046 2.046
Io (A) 7.11E-06 7.11E-06 7.11E-06
IL (A) 2.28 3.71 4.06
Rsh () 155.12 95.35 87.2
Isc (A) 2.29 3.74 4.09
Voc (V) 26.08 27.08 27.27
Imp (A) 2.17 3.52 3.84
Vmp (V) 19.98 20.15 20.14
Pmp (Wdc) 43.29 70.92 77.44

Perubahan nilai IL dan Rsh juga dapat memengaruhi bentuk dari kurva
karakteristik (I-V) modul PV. Gambar (4.15) merupakan pengaruh perubahan
nilai IL pada kurva karakteristik, dimana semakin besar nilai IL maka kurva akan

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


89

bergeser ke atas yang menyebabkan nilai Isc dan Imp semakin besar. Sedangkan
untuk nilai Voc sama sekali tidak terpengaruh.

Gambar 4.15 Pengaruh parameter light current (IL) pada kurva karakteristik (I-V)

Lalu, perubahan nilai Rsh juga dapat memengaruhi bentuk kurva


karakteristik dari modul PV. Seperti yang dapat dilihat pada gambar (4.16),
dimana Rsh memengaruhi kemiringan dari kurva karakteristik pada daerah kondisi
kerja arus hubung singkat dari modul PV. Semakin besar nilai R sh maka
kemiringan daerah kondisi kerja arus hubung singkatnya semakin kecil atau dapat
dikatakan nilai arus keluaran PV akan lebih stabil.

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


90

Gambar 4.16 Pengaruh parameter hambatan shunt (Rsh) pada kurva karakteristik
(I-V)

Kita dapat melihat pengaruh perubahan suhu terhadap kurva karakteristik


(I-V) pada kondisi operasi untuk ketiga jenis modul PV dengan mensubsitusikan
data data parameter keluaran pada tabel (4.12) hingga (4.14) kedalam
persamaan (3.19) dan (3.20). Sehingga kita mendapatkan nilai arus keluaran
modul PV untuk setiap nilai tegangan PV yang digunakan untuk memplot kurva
karakteristik (I-V), seperti yang dapat dilihat pada gambar (4.17) hingga (4.19).

4
3.5
3
2.5 E = 449.45
2 W/m2
1.5
E = 731.19
I

1
W/m2
0.5
0 E = 799.51
-0.5 0 10 20 30 40 W/m2
-1
-1.5
V

Gambar 4.17 Pengaruh perubahan total radiasi matahari terhadap kurva


karakteristik (I-V) Siemens SP-75 dengan metode Five Parameters

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


91

4
3.5
3
2.5
2 E = 449.45
1.5
I

W/m2
1 E = 731.19
0.5 W/m2
0 E = 799.51
-0.5 0 10 20 30 W/m2
-1
V

Gambar 4.18 Pengaruh perubahan total radiasi matahari terhadap kurva


karakteristik (I-V) Solarex MSX-64 dengan metode Five Parameters

4.5
4
3.5
3
2.5 E = 449.45
W/m2
I

2 E = 731.19
1.5 W/m2
1 E = 799.51
W/m2
0.5
0
0 10 V 20

Gambar 4.19 Pengaruh perubahan total radiasi matahari terhadap kurva


karakteristik (I-V) Astropower APX-90 dengan metode Five Parameters

Pada gambar (4.17) hingga (4.19) dapat dilihat bahwa peningkatan nilai
total radiasi matahari menyebabkan kurva karakteristik (I-V) dari modul PV
bergerser keatas atau dengan kata lain nilai arus hubung singkat modul PV
membesar. Hal ini menyebabkan daerah kerja modul PV pada saat arus hubung
singkat melebar atau semakin besar sehingga nilai arus keluaran modul PV pun
meningkat, termasuk nilai Imp dari modul PV. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, peningkatan nilai total radiasi matahari menyebabkan meningkatnya

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


92

nilai IL dan menurunnya nilai Rsh. Peningkatan nilai IL inilah yang memberikan
dampak pada kurva karakteristik untuk bergeser ke atas. Lalu, penurunan nilai Rsh
juga memberikan dampak pada kurva karakteristik, yaitu pada kemiringan dari
daerah kerja modul PV pada kondisi arus hubung singkat dimana kemiringan dari
daerah ini akan membesar dan menjadi landai. Hal ini mengakibatkan nilai arus
keluaran PV akan lebih cepat menurun seiring bertambahnya nilai tegangan PV.

Selain itu, pada kurva karakteristik juga dapat dilihat peningkatan nilai total
radiasi matahari sama sekali tidak mempangaruhi nilai dari tegangan open circuit
modul PV. Sehingga nilai arus keluaran PV yang meningkat dan tegangan
keluaran PV yang dianggap tetap seiring peningkatan nilai total radiasi yang
diserap permukaan modul PV menyebabkan meningkatnya nilai daya keluaran
maksimum dari modul PV.

4.4 Pengaruh Perubahan Suhu Sel dan Total Rediasi terhadap Daya
Keluaran Maksimum Modul PV

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, perubahan suhu sel dan total
radiasi juga mempengeruhi besar daya keluaran maksimum dari modul PV,
dimana semakin besar nilai suhu sel maka daya keluaran maksimum akan
menurun dan semakin besar total radiasi yang diserap maka daya keluaran
maksimum akan meningkat. Gambar (4.20) hingga (4.22) memperlihatkan grafik
hubungan antara daya keluaran maksimum terhadap suhu sel, sedangkan gambar
(4.23) hingga (4.25) memperlihatkan hubungan antara daya keluaran maksimum
terhadap total radiasi.

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


93

55

54

53
Pmp (Wdc)
52
m = 1.9573
51

50

49

48
39.28 48.68 53.68
Suhu Sel (C)

Gambar 4.20 Grafik (Pmp vs Tc) modul PV jenis mono-crystalline

52

51

50
Pmp (Wdc)

49
m = 1.8505
48

47

46

45
39.28 48.68 53.68
Suhu Sel (C)

Gambar 4.21 Grafik (Pmp vs Tc) modul PV jenis poly-crystalline

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


94

40

39

Pmp (Wdc) 38
m = 1.6915
37

36

35

34
39.28 48.68 53.68
Suhu Sel (C)

Gambar 4.22 Grafik (Pmp vs Tc) modul PV jenis thin film


Tabel 4.15 Nilai daya maksimum setiap jenis modul PV terhadap perubahan
suhu sel

Daya Maksimum (Wattdc)


Keterangan
Mono-crystalline Poly-crystalline Thin film
Suhu 39.28 54.36 51.57 39.61
Sel 48.68 51.8 49.15 37.41
(C) 53.68 50.44 47.87 36.23
Persamaan linear y = -1.96x + 56.11 y = -1.85x + 53.23 y = -1.69x + 41.14
Gradien 1.96 1.85 1.69

Peningkatan nilai suhu sel ini memiliki efek yang kurang lebih sama
terhadap ketiga jenis PV. Pada gambar grafik (4.20) hingga (4.22) diketahui untuk
jenis modul PV mono-crystalline, poly-crystalline, dan thin film masing masing
memiliki kemiringan sebasar 1,96 , 1,85 , dan 1,69. Jenis modul PV yang
memiliki nilai kemiringan yang paling kecil merupakan jenis modul PV yang
paling tahan terhadap perubahan suhu. Sehingga, dapat diketahui pada modul PV
jenis mono-crystalline memliki dampak yang paling signifikan terhadap
peningkatan nilai suhu sel, dimana memiliki nilai kemiringan grafik (Pmp vs Tc)
sebesar 1,96. Sedangkan modul PV jenis thin film memiliki dampak yang paling
kecil dari peningkatan nilai suhu sel ini dengan nilai kemiringan grafik (Pmp vs Tc)

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


95

sebesar 1,69 , sehingga dapat dikatakan modul PV jenis thin film lebih tahan dari
dampak perubahan suhu lingkungan.

Selain itu daya keluaran maksimum modul PV juga dipengaruhi oleh


perubahan besar total radiasi matahari yang diserap permukaan modul PV.
Gambar (4.23) hingga (4.25) merupakan hubungan antara daya keluaran
maksimum terhadap total radiasi.

100
90
80 m = 18.247
70
Pmp (Wdc)

60
50
40
30
20
10
0
449.45 731.19 799.51
Total Radiasi (W/m2)

Gambar 4.23 Grafik (Pmp vs EPOA) modul PV jenis mono-crystalline

100
90
80 m = 17.775
70
Pmp (Wdc)

60
50
40
30
20
10
0
449.45 731.19 799.51
Total Radiasi (W/m2)

Gambar 4.24 Grafik (Pmp vs EPOA) modul PV jenis poly-crystalline

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


96

80
70
60 m = 14.732

Pmp (Wdc) 50
40
30
20
10
0
449.45 731.19 799.51
Total Radiasi (W/m2)

Gambar 4.25 Grafik (Pmp vs EPOA) modul PV jenis thin film


Tabel 4.16 Nilai daya maksimum setiap jenis modul PV terhadap perubahan
total radiasi

Daya Maksimum (Wattdc)


Keterangan
Mono-crystalline Poly-crystalline Thin film
Total 449.45 54.35 51.57 39.62
Radiasi 731.19 84.16 80.93 63.84
(W/m2) 799.51 90.85 87.12 69.08
Persamaan linear y = 18.25x + 39.96 y = 17.78x + 37.66 y = 14.73x + 28.05
Gradien 18.25 17.78 14.73

Peningkatan nilai total radiasi ini memiliki efek yang kurang lebih sama
terhadap ketiga jenis PV. Pada gambar grafik (4.23) hingga (4.25) diketahui untuk
jenis modul PV mono-crystalline, poly-crystalline, dan thin film masing masing
memiliki kemiringan sebasar 18,25 , 17,77 , dan 14,73. Jenis modul PV yang
memiliki nilai kemiringan yang paling besar merupakan jenis modul PV yang
memiliki efisiensi paling tinggi. Sehingga, dapat diketahui pada modul PV jenis
mono-crystalline dan poly-crystalline memliki dampak yang cukup signifikan
terhadap peningkatan nilai total radiasi, dimana nilai daya maksimum dari kedua
jenis PV ini meningkat 32 35 Wdc seiring peningkatan nilai total radiasi dengan
nilai kemiringan pada grafik (Pmp vs EPOA) yang besar, yaitu masing masing
18,25 dan 17,77. Sehingga dapat dikatakan modul PV jenis mono-crystalline dan

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


97

poly-crystalline sudah cukup optimal dalam merubah energi radiasi matahari


menjadi daya listrik yang dapat digunakan oleh beban.

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


BAB 5
KESIMPULAN

1. Hasil perhitungan performa modul PV dengan metode Sandia PV Array


Performance Model sangat dipengaruhi oleh kondisi alam dari lokasi
pengujian, seperti radiasi matahari, posisi dan pergerakan matahari, massa
udara, suhu lingkungan, serta kecepatan angin.
2. Hasil perhitungan performa modul PV dengan metode Five Parameters
Model sangat dipengaruhi oleh nilai lima parameter yang didapat dari
permodelan rangkaian ekuivalen single diode, dimana nilai lima parameter
ini juga dipengaruhi oleh besar total radiasi matahari yang diserap
permukaan modul PV dan nilai suhu sel PV pada kondisi operasi.
3. Perhitungan performa PV dengan metode SPAPM dapat memberikan hasil
parameter keluaran (Isc, Voc, Imp, Vmp, dan Pmp) pada kondisi operasi PV
yang cukup presisi.
4. Perhitungan performa PV dengan metode five parameters dapat
memberikan nilai arus keluaran PV untuk setiap nilai tegangan keluaran
PV, sehingga kita dapat membuat kurva karakteristik (I-V) modul PV
yang presisi pada kondisi operasinya.
5. Dari hasil analisis perbandingan kedua metode perhitungan performa PV,
dapat dikatakan bahwa perhitungan performa PV yang paling efisien dan
optimal adalah metode perhitungan five parameters, karena metode ini
hanya membutuhkan input data yang sedikit namun dapat memberikan
hasil parameter keluaran PV yang mendekati hasil yang didapat dari
metode SPAPM sehingga dapat dikatakan hasil yang diberikan metode
five parameters sudah cukup presisi. Selain itu juga, metode five
parameters dapat memberikan bentuk kurva karakteristik (I-V) dari modul
PV yang presisi serta menghasilkan predikisi energy keluaran yang lebih
besar dari metode SPAPM.
6. Dari ketiga jenis modul PV yang digunakan dalam perhitungan, jenis
modul PV yang paling efisien dan optimal untuk digunakan pada kondisi
alam daerah tropis adalah poly-crystalline PV karena dapat mengahsilkan

95
Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


99

daya listrik yang besar seiring peningkatan total radiasi matahari dan
memiliki dampak yang tidak terlalu besar terhadap perubahan suhu
lingkungan di daerah tropis.

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


100

DAFTAR PUSTAKA

[1] Mutiara Sani, Perbandingan Metode yang Optimal dalam Perancangan


Pembangkit Listrik Tenaga Surya Mandiri (Stand Alone Photovoltaic
System), Program Studi Teknik Elektro Universitas Indonesia, Juni 2013.
[2] https://pvpmc.sandia.gov/index.php/poa-beam, Diakses Maret 2016, dari
https://pvpmc.sandia.gov
[3] https://pvpmc.sandia.gov/index.php/direct-normal-irradiance, Diakses
Maret 2016, dari https://pvpmc.sandia.gov
[4] https://pvpmc.sandia.gov/index.php/poa-sky-diffuse/isotropic-sky-diffuse-
model, Diakses Maret 2013, dari https://pvpmc.sandia.gov
[5] https://pvpmc.sandia.gov/index.php/diffuse-horizontal-irradiance, Diakses
Maret 2016, dari https://pvpmc.sandia.gov
[6] https://pvpmc.sandia.gov/index.php/poa-ground-reflected, Diakses Maret
2016, dari https://pvpmc.sandia.gov
[7] https://pvpmc.sandia.gov/index.php/global-horizontal-irradiance, Diakses
Maret 2016, dari https://pvpmc.sandia.gov
[8] M. Sengupta, A. Habte, S. Kurtz, Best Practices Handbook for the
Collection and Use of Solar Resource Data for Solar Energy
Applications, National Renewable Energy Laboratory (NREL), pp 8-9.
[9] Nathan Charles, Mahmoud Kabalan, Pritpal Singh, Open Source
Photovoltaic System Performance Modeling with Python, Electrical and
Computer Engineering, Villanova University, Humanitarian Technology
Conference (IHTC2015), IEEE Canada International, 2015.
[10] http://www.pveducation.org/pvcdrom/properties-of-sunlight/motion-of-
sun, Diakses Maret 2016, dari http://www.pveducation.org
[11] M. Paulescu et al., Weather Modeling and Forecasting of PV Systems
Operation, Green Energy and Technology, Chapter 2.
[12] https://pvpmc.sandia.gov/index.php/simple-models/, Diakses Maret 2016,
dari https://pvpmc.sandia.gov
[13] http://www.pveducation.org/pvcdrom/properties-of-sunlight/solar-time,
Diakses Maret 2016, dari http://www.pveducation.org

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


101

[14] http://www.pveducation.org/pvcdrom/properties-of-sunlight/declination-
angle, Diakses Maret 2016, dari http://www.pveducation.org
[15] http://www.pveducation.org/pvcdrom/properties-of-sunlight/elevation-
angle, Diakses Maret 2016, dari http://www.pveducation.org
[16] http://www.pveducation.org/pvcdrom/properties-of-sunlight/azimuth-
angle, Diakses Maret 2016, dari http://www.pveducation.org
[17] De Soto, Widalys, Improvement and Validation of a Model for
Photovoltaic Array Performance, Mechanical Engineering, Solar Energy
Laboratory, University of Wisconsin-Madison, 2004.
[18] D. King, J. Kratochvil, and W. Boyson, Measuring Solar Spectral and
Angle-of-Incidence Effects on PV Modules and Solar Irradiance Sensors,
Photovoltaic System Departement, Sandia National Laboratories,
September 1997.
[19] D. King, J. Kratochvil, and W. Boyson, Photovoltaic Array Performance
Model, Photovoltaic System Departement, Sandia National Laboratories,
Desember 2004.
[20] http://www.pveducation.org/pvcdrom/properties-of-sunlight/air-mass,
Diakses Maret 2016, dari http://www.pveducation.org
[21] https://pvpmc.sandia.gov/index.php/air-mass/, Diakses Maret 2016, dari
https://pvpmc.sandia.gov
[22] Yohana, M. d. (n.d.). Pengaruh Suhu Permukaan Photovoltaic Module
50 Watt Peak Terhadap Daya Keluaran Yang Dihasilkan Menggunakan
Reflektor Dengan Variasi Sudut Reflektor, Jurnal Teknik Mesin, 14.
[23] http://www.pveducation.org/pvcdrom/solar-cell-operation/solar-cell-
structure, Diakses Maret 2016, dari http://www.pveducation.org
[24] https://pvpmc.sandia.gov/index.php/sandia-module-temperature-model/,
Diakses Maret 2016, dari https://pvpmc.sandia.gov
[25] https://pvpmc.sandia.gov/index.php/sandia-cell-temperature-model/,
Diakses Maret 2016, dari https://pvpmc.sandia.gov
[26] Nouar Aoun, Rachid Chenni, Boukheit Nahman, Kada Bouchouicha,
Evaluation and Validation of Equivalent Five-Parameter Model

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


102

Performance for Photovoltaic Panels Using Only Reference Data,


University of Constantine, Agustus 2014.
[27] Wagner, Andreas, Peak-Power and Internal Series Resistance
Measurement Under Natural Ambient Conditions, University of Applied
Sciences Dortmund, Juni 2000.
[28] Clifford W. Hansen, Parameter Estimation for Single Diode Models of
Photovoltaic Modules, Photovoltaic and Distributed Systems Integration
Department, Sandia National Laboratories, Maret 2015.
[29] http://www.had2know.com/academics/lambert-w-function-calculator.html,
Diakses Maret 2016, dari http://www.had2know.com

Universitas Indonesia

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016


103

LAMPIRAN

Tabel spesifikasi modul PV yang digunakan pada perhitungan

Analisis Perbandingan..., Adi Januardi, FTUI, 2016

Anda mungkin juga menyukai