Anda di halaman 1dari 99

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS KARAKTERISTIK EXERGY FISIK DINDING TANGKI


ISOTANK DAN BOIL-OFF RATE MUATAN LNG DALAM STUDI
KELAYAKAN KONVERSI MESIN DUAL FUEL RETROFIT
KAPAL PENUMPANG 3200 DWT

SKRIPSI

R. DANDY YUSUF MAYNARDI


1406605244

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK PERKAPALAN
DEPOK
2018
UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS KARAKTERISTIK EXERGY FISIK DINDING TANGKI


ISOTANK DAN BOIL-OFF RATE MUATAN LNG DALAM STUDI
KELAYAKAN KONVERSI MESIN DUAL FUEL RETROFIT
KAPAL PENUMPANG 3200 DWT

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

R. DANDY YUSUF MAYNARDI


1406605244

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK PERKAPALAN
DEPOK
JULI 2018
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,


dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : R. Dandy Yusuf Maynardi


NPM : 1406605244
Tanda Tangan :
Tanggal : 6 Juli 2018

ii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : R. Dandy Yusuf Maynardi


NPM : 1406605244
Program Studi : Teknik Perkapalan
Fakultas : Teknik
Jenis karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-Free
Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Analisis Karakteristik Exergy Fisik Dinding
Tangki Isotank dan Boil-off Rate Muatan LNG dalam Studi Kelayakan Konversi Mesin
Dual Fuel Retrofit Kapal Penumpang 3200 DWT, beserta perangkat yang ada (jika
diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak
menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data
(database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

dibuat di : Depok
pada tanggal : 6 Juli 2018

Yang menyatakan

(R. Dandy Yusuf Maynardi)


iv
KATA PENGANTAR

Twenty years from now you will be more disappointed by the things that you didn’t do than by the ones
you did do, so throw off the bowlines, sail away from safe harbor, catch the trade winds in your sails.
Explore, Dream, Discover. –Samuel Langhorn Clemens

1. Rr. Herudyah Fristywanti, A.Md., Ir. R. Pratama Leksmana P. W., dan Rr. Firyal
Nuraisyah Salsabila, segala dukungan dan kasih sayang mereka telah
mengantarkan penulis hingga kini dengan bangga dan tanpa penyesalan,
2. Dr. Eng. M. Arif Budiyanto, S.T., M.T., dan Dr. Agus Sunjarianto Pamitran, ST.,

M.Eng., selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga dan
pikiran untuk memberikan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini, Firman Ady Nugroho, S.T., M.T., dan Gerry Liston Putra, S.T., M.T.,
selaku dosen program studi Teknik Perkapalan yang telah memberikan ilmu
pengetahuan serta pengalaman kepada penulis selama menempuh pendidikan di
jenjang S1 program studi Teknik Perkapalan Universitas Indonesia,
3. Profesional yang turut membantu data-data pengerjaan skripsi, Pak Rahmat
Budiman dan Pak Andri dari Pertamina Gas, Mas Imam dan Mas Joko dari
Pertagas Niaga, Bang Akbar Bojes, Bang Alfi dan Bang Taufik dari Kemenhub,
4. Sahabat dan rekan seperjuangan saya yang tidak jarang saya repotkan dan telah
melengkapi 4 tahun masa perkuliahan saya, peer group Orang Sukses d/h ZADD
a.l. Zakaria Buah #1, Adri 四代目火影, Danur BBW, Ikhsan Carrefour, Gilang
Buah #2, Taufaku “Cuma Kamu” alias Topik Tamel dan Yusrobot,
5. Senior Mesin dan Junior 2015 – 2016; Kakek Lathif, Bobi, Asep, Tondi, Kuntara,
Ridho, Zulfa, Gafero, Lintang, Mahesa, Aji, Bor, Bagas, Apricot, Ammar, Reks,
Arif, Acim, Depok sang murid teladan, Eja 16, Fadhil Ketang 16, Alta, Jero, Bayu,
Irfan, Jo, Jijah, Hilwa, Intan, Bernard, Zahra, Zando, Tasya, Fahd, Hanafi
Swaggy, Azwin.
6. Keluarga BEM UI 2014 – 2017 terkhusus Kak Khuryy, Kak Lita, Bang Willy,
Zahra, Ami, Cindy, Ezra, Kak Saras, Ijulid, Nena, Fanny, Shintay, Alvin, Hanif,
Alfiyah, Manda, Elen, Kinan, Hizky, Citra, Bang Ammar, Depay, Abel, Alia,

v
Dina, Mia, Ikhsan, Izmi, Kak Amal, Hersal, Dean, Dede, Sabrina, Yoga, El, Yuna,
Yoana, Indra, Dale, Fawaz, Rheza, Gina, Nisrina, Ulfa, Syahrul, Karina, Audi,
Bella dan anak-anak kalian yang sangat banyak,
7. Abang, Kakak Kompi 1 OKK UI “The Veterans” dan rekan-rekan Walang Sangit
& Tensi Meledak tak lain dan tak bukan Bang Ghazi, Bang Rotua, Bang Aden,
Bang Ares, Bang Koko, Bang Putut, Kak Vega, Kak Veli, Kak Arin, Kak Sesy,
Bang Davy, Kak Vashti, Kak Nida, Kak Menik, Disa, Tania, Deko, Joshia,
Maldot, Farhan, Rinpang, Akbar, Rustam, Adwin, Muti, Tasya, Easky, Bella,
Dayat, Kiky, Jihan, Sonya, Demi, Prue, Gifty, Citra, Mano, Sof, Eka, Isye, Sid,
8. Kawan-kawan dari berbagai fase kehidupan, Kak Luna, Bang Ammar, Diva,
Hesa, Kak Laeli, Indra, Fathia, Mas Theo dan Mbak Putri, Bapak, Ibu dan Dedek
Jaybar, Humaira, Pandu, Rina, Jhorda, Indri, Ojan, Akhid, Riyan, Imal, Irfan, Ica,
9. Risma Setyawati Nisriina Retnadi yang saya janjikan untuk ditulis namanya di
pengantar skripsi, menemani hari-hari terberat di semester 5 dan 6,
10. Pande Nyoman Vidya Dhanika, definisi special friend yang kuy banget kemana-
mana dan gimana-gimana, bantuan hidup sejak semester 7, pengerjaan seminar
dan skripsi, sehingga mendapat kolom spesial adalah sebuah kelayakan. Я люблю
тебя.

Tidak perlu disemogakan, karena pasti semesta membalas segala kebaikan kalian
dan orang-orang yang tak dapat penulis sebut satu persatu. Besar harapan penulis agar
skripsi ini dapat membawa manfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya
di bidang perkapalan dan energi Indonesia.

Do not believe anything merely because you are told it is so, because others believe it, because it comes
from tradition, or because you have imagined it. Do not believe what your teacher tells you merely out of
respect. Believe, take for your doctrine, and hold true to that, which, after serious investigation, seems to
you to further the welfare of all beings. –Jean-Yves Leloup

Depok, 21 Mei 2018

R. Dandy Yusuf Maynardi

vi
ABSTRAK

Nama : R. Dandy Yusuf Maynardi


NPM : 1406605244
Program Studi : Teknik Perkapalan
Judul : Analisis Karakteristik Exergy Fisik Dinding Tangki Isotank dan
Boil-off Rate Muatan LNG dalam Studi Kelayakan Konversi
Mesin Dual Fuel Retrofit Kapal Penumpang 3200 DWT
Pembimbing : Dr. Agus Sunjarianto Pamitran, S.T., M.Eng.
Dr. Eng. M. Arif Budiyanto, S.T., M.T.

Gagasan untuk mengonversi mesin kapal berbahan bakar High Speed Diesel
(HSD) atau solar menjadi bahan bakar ganda (dual-fuel) retrofit, terkhusus untuk kapal
penumpang yang lazimnya tidak memiliki muatan gas sama sekali, bukan merupakan
suatu ide yang baru, namun realisasinya masih sulit dengan berbagai macam kendala yang
dijumpai meskipun begitu banyak manfaat yang dimiliki. Kementerian Perhubungan
Republik Indonesia telah melakukan studi kelayakan untuk rencana konversi dengan
penggunaan 60% bahan bakar LNG pada salah satu lini kapalnya dengan trayek Tanjung
Priok – Makassar dengan memanfaatkan LNG Isotank tipe T75 ukuran 20 kaki (1 TEU),
namun hanya terbatas pada kajian secara ekonomis. Untuk melakukan verifikasi bahwa
rencana konversi ini benar-benar menguntungkan, penulis merasa perlu untuk melakukan
kajian dari sudut pandang akademis, khususnya dalam penelitian ini adalah analisis
karakteristik exergy fisik yakni laju perpindahan dan penghancuran exergy melalui
dinding tangki akibat perpindahan kalor, serta karakteristik boil-off rate (BOR) dan boil-
off gas (BOG) dari LNG yang dimuat.
Analisis untuk mendapatkan dan menilai karakteristik ini dilakukan dengan
pendekatan closed system exergy balance dengan parameter kondisi pelayaran yang telah
ditentukan, menggunakan persamaan empiris dari literatur dan model fisik dari tiga opsi
tangki yang ditawarkan, dirancang dengan menggunakan COMSOL Multiphysics 5.1.
Hasil analisis menunjukkan hubungan berkorelasi positif antara laju penghancuran exergy
dengan nilai BOR dan BOG, bergantung pada nilai hambatan termal total Rtot akibat
variasi material kulit dan insulasi dinding tangki yang mempengaruhi nilai kebocoran
panas (heat leak) pada permukaan dalam dan luar dinding tangki. Skala kualitas disajikan
di bagian akhir pembahasan untuk meringkas parameter analisis yang bisa diukur dengan
harga, yakni exergy cost dan biaya pengoperasian yang diperlukan forced vaporizer untuk
mencapai BOR yang dibutuhkan.

Kata kunci : LNG, dual-fuel retrofit, heat leak, hambatan termal, exergy fisik,
perpindahan dan penghancuran exergy, boil-off rate, boil-off gas, isotank.
vii Universitas Indonesia
ABSTRACT

Name : R. Dandy Yusuf Maynardi


NPM : 1406605244
Study Program : Naval Engineering
Title : Analysis of Isotank Wall Physical Exergy Characteristic and LNG
Boil-off Rate in Feasibility Study of Retrofitted Dual Fuel Engine
Conversion of 3200 DWT Passenger Ship
Counselor : Dr. Agus Sunjarianto Pamitran, S.T., M.Eng.
Dr. Eng. M. Arif Budiyanto, S.T., M.T.

The idea of converting a High-Speed Diesel (HSD) into dual-fuel retrofit,


especially for shipping vessels that typically have no gas load at all, is not a new idea, but
the realization is still difficult with a variety of obstacles encountered despite the many
benefits it has. Ministry of Transportation of the Republic of Indonesia has conducted a
feasibility study for conversion plans with the use of 60% LNG fuel on one of its ship
lines with Tanjung Priok - Makassar route using LNG Isotank type T75 size 20 feet (1
TEU), but only limited to economical study. To verify that the conversion plan is really
profitable, the writer feels the need to do the study from an academic point of view,
especially in this research is the analysis of physical exergy characteristics i.e. the rate of
exergy transfer and destruction through tank wall due to heat transfer, boil-off rate and
boil-off gas from stored LNG.
The analysis to obtain and assess these characteristics was done by a closed system
exergy balance approach with specified shipping conditions parameters, using the
empirical equations of the literature and physical model of the three tank options offered,
designed using COMSOL Multiphysics 5.1. The results show a positive correlation
between exergy destruction rate with BOR and BOG values, depending on the total
thermal resistance value Rtot due to material variation of shell and insulation of tank wall
affecting the value of heat leak on the inner and outer surface of the tank wall. The quality
scale is presented at the end of the discussion to summarize the analysis parameters that
can be measured by cost, i.e. the exergy cost and operating costs required by forced
vaporizer to achieve the required BOR.

Keywords : LNG, dual-fuel retrofit, heat leak, thermal resistance, physical exergy,
exergy transfer and destruction, boil-off rate, boil-off gas, isotank.

viii Universitas Indonesia


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... i


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ...................................... iv
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... v
ABSTRAK ..................................................................................................................... vii
ABSTRACT .................................................................................................................. viii
DAFTAR ISI ................................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .......................................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................. xiii

1. PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ........................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................. 6
1.5 Batasan Penelitian .............................................................................................. 6
1.6 Model Operasional Penelitian ............................................................................ 7
2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................. 9
2.1 Kapal dengan Sistem Mesin Diesel Bahan Bakar Ganda .................................. 9
2.1.1 Sistem Propulsi Dual Fuel Diesel Engine (DFDE) .................................. 10
2.1.2 Konversi Mesin Diesel Retrofit dan Tantangannya ................................. 11
2.1.3 Penyimpanan dan Penempatan Muatan LNG ........................................... 13
2.1.4 Dampak Konversi Secara Ekonomis ........................................................ 15
2.2 Exergy dan Metode Analisis Exergy ................................................................ 19
2.2.1 Definisi Exergy ......................................................................................... 19
2.2.2 Perbedaan Exergy dengan Energi ............................................................. 20
2.2.3 Exergy Fisik .............................................................................................. 21

ix Universitas Indonesia
2.2.4 Kesetimbangan Exergy Sistem Tertutup .................................................. 21
2.2.5 Perpindahan, Penghancuran dan Efisiensi Exergy Keadaan Tunak ......... 23
2.3 Mode Perpindahan Kalor dalam Closed System Exergy Balance .................... 24
2.3.1 Konduksi................................................................................................... 24
2.3.2 Konveksi ................................................................................................... 24
2.3.3 Konduksi Satu Dimensi Keadaan Tunak untuk Silinder .......................... 25
2.3.4 Hambatan Termal dan Distribusi Temperatur .......................................... 27
2.4 Boil-Off Gas pada Industri Kriogenik .............................................................. 29
2.4.1 BOG pada Tangki LNG Isotank ............................................................... 30
2.4.2 Perhitungan BOR & BOG ........................................................................ 31
2.4.3 Penanganan BOG ..................................................................................... 31
3. METODOLOGI PENELITIAN.............................................................................. 33
3.1 Metodologi Penelitian ...................................................................................... 33
3.2 Pengambilan Data ............................................................................................ 35
3.2.1 Data Kapal ................................................................................................ 35
3.2.2 Data Mesin dan Konsumsi Bahan Bakar .................................................. 36
3.2.3 Data Spesifikasi Isotank ........................................................................... 37
3.2.4 Data Muatan Bahan Bakar LNG .............................................................. 37
3.3 Pemodelan Tangki LNG Isotank ..................................................................... 38
3.4 Metode Analisis Exergy dari Sistem ................................................................ 39
4. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................................. 43
4.1 Analisis Exergy Fisik Tangki Isotank T75 ...................................................... 43
4.2 Analisis BOR dan BOG Tangki Isotank T75 .................................................. 49
4.3 Analisis Penempatan Tangki ........................................................................... 53
4.4 Analisis Kelayakan Rencana Konversi ............................................................ 55
4.5 Skala Kualitas Tangki ...................................................................................... 56
5. PENUTUP ................................................................................................................. 59
5.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 59
5.2 Saran ................................................................................................................ 61

DAFTAR REFERENSI .................................................................................................. 62


DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................. 66

x Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR

BAB 1
Gambar 1.1 Profil produksi migas Indonesia ................................................................... 1
Gambar 1.2 Selisih biaya kumulatif ................................................................................. 2

BAB 2
Gambar 2.1 Diagram p-V ideal untuk siklus Otto dan Diesel ........................................ 10
Gambar 2.2 Siklus pembakaran DF 4-langkah ............................................................... 11
Gambar 2.3 Contoh gambar tangki LNG Isotank tipe T75 ............................................ 13
Gambar 2.4 (a) Contoh skema permesinan DFDE ......................................................... 14
Gambar 2.4 (b) Penempatan tangki LNG ....................................................................... 14
Gambar 2.5 Distribusi temperatur pada dinding komposit silindris............................... 26
Gambar 2.6 Grafik distribusi temperatur pada jendela dua panel .................................. 28
Gambar 2.7 Tata letak sistem penanganan BOG yang disederhanakan ......................... 32

BAB 3
Gambar 3.1 Diagram alur pengerjaan penelitian ............................................................ 34
Gambar 3.2 Trayek Tanjung Priok - Makassar .............................................................. 35
Gambar 3.3 Foto kapal ................................................................................................... 36
Gambar 3.4 General Arrangement kapal ....................................................................... 36
Gambar 3.5 Gambar teknis LNG Isotank ....................................................................... 38
Gambar 3.6 Potongan 3 dimensi LNG Isotank .............................................................. 39
Gambar 3.7 Model 3 dimensi LNG Isotank dengan kerangka ....................................... 39
Gambar 3.8 Pembangunan lapisan silinder pada COMSOL 5.1. ................................... 40
Gambar 3.9 Perhitungan distribusi temperatur pada COMSOL 5.1............................... 41
Gambar 3.10 Perhitungan fluks panas pada COMSOL 5.1 ............................................ 42
Gambar 3.11 Peta panas dinding tangki pada COMSOL 5.1 ......................................... 42

BAB 4
Gambar 4.1 Lapisan kulit dan insulasi dinding tangki Isotank ...................................... 44
Gambar 4.2 Diagram garis distribusi temperatur pada dinding tangki........................... 47
Gambar 4.3 Area cargo deck bagian buritan kapal ........................................................ 54

xi Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL

BAB 2
Tabel 2.1 Tabel trayek dan konsumsi bahan bakar kapal ............................................... 16
Tabel 2.2 Matriks harga, rapat jenis dan LHV masing-masing bahan bakar ................. 16
Tabel 2.3 Perhitungan titik impas minimal rencana konversi ........................................ 18
Tabel 2.4 Matriks perbandingan energi dan exergy ....................................................... 20

BAB 3
Tabel 3.1 Matriks komparasi pilihan tangki isotank ...................................................... 37
Tabel 3.2 Parameter input pembangunan model pada COMSOL 5.1. ........................... 41

BAB 4
Tabel 4.1 Nilai hambatan termal incremental dan cumulative dari tiap lapisan dinding
tangki .............................................................................................................................. 45
Tabel 4.2 Data T dan 𝑄̇ tangki opsi A (Trencor)............................................................ 46
Tabel 4.3 Data T dan 𝑄̇ tangki opsi B (Odyssey) ........................................................... 46
Tabel 4.4 Data T dan 𝑄̇ tangki opsi C (Taizhou) ........................................................... 46
Tabel 4.5 Nilai laju perpindahan, penghancuran dan efisiensi exergy untuk masing-
masing opsi tangki Isotank ............................................................................................ 48
Tabel 4.6 Konsumsi bahan bakar HSD dan substitusi laju aliran massanya .................. 50
Tabel 4.7 Nilai BOR, BOG dan persentase tambahan yang dibutuhkan untuk tiap opsi
tangki.. ............................................................................................................................ 51
Tabel 4.8 Tambahan laju alir massa uap LNG dan kalor yang dibutuhkan vaporizer ... 52
Tabel 4.9 Matriks perbandingan parameter analisis tangki ............................................ 52
Tabel 4.10 Parameter isotank ideal ................................................................................ 56
Tabel 4.11 Matriks skala kualitas tangki dalam tambahan biaya per voyase ................. 57
Tabel 4.12 Penyesuaian perhitungan titik impas minimal rencana konversi ................. 58

xii Universitas Indonesia


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Spesifikasi Standar Tangki Isotank Trencor 21K ...................................... 66


Lampiran 2: Spesifikasi Standar Tangki Isotank Odyssey 21K ..................................... 70
Lampiran 3: Spesifikasi Standar Tangki Isotank Taizhou 21K ..................................... 74
Lampiran 4: Tabel Nilai k Material ............................................................................... 78
Lampiran 5: Spesifikasi Kapal ...................................................................................... 80
Lampiran 6: Data Trayek dan Konsumsi Bahan Bakar Kapal ....................................... 82
Lampiran 7: Data Heat Leak (𝑄̇ ) Simulasi Modul Heat Transfer in Solids COMSOL
Multiphysics 5.1 ............................................................................................................. 84
Lampiran 8: Data Temperatur (T) Simulasi Modul Heat Transfer in Solids COMSOL
Multiphysics 5.1 ............................................................................................................. 85

xiii Universitas Indonesia


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tahun 2002 merupakan titik balik dari industri minyak bumi dan gas alam
(migas) Indonesia, di mana profil produksi migas Indonesia mulai didominasi
oleh produksi gas sebagaimana dimuat dalam Laporan Tahunan SKK Migas
2015. Produksi minyak bumi Indonesia menurun drastis selama satu dekade
terakhir akibat “penuaan” alami dari eksploitasi tambang minyak yang sudah ada,
sekaligus laju pergantian cadangan minyak yang lebih lambat akibat
berkurangnya eksplorasi dan investasi, sebagaimana terlihat pada Gambar 1.1.
Selain itu, dengan pertimbangan cadangan minyak yang semakin menipis, kini
produksi gas Indonesia mendominasi total produksi migas hingga 60% dari
keseluruhan. Pembagian ini diperkirakan meningkat menjadi 70% pada tahun

2020 dan 86% pada 2050 (PricewaterhouseCoopers, 2016).

Gambar 1.1 Profil Produksi Migas Indonesia (PwC, 2016)

Dalam penerapannya, pengusahaan pembangkitan daya di Indonesia


mulai bergerak ke arah pemanfaatan gas alam di berbagai tempat di seluruh

1
2

Indonesia. Umumnya, pemanfaatan gas alam sebagai bahan bakar ganda atau
dual-fuel diterapkan pada kapal pengangkut gas alam yang menggunakan
sebagian dari muatannya sekaligus sebagai bahan bakar. Namun, bukan tidak
mungkin dalam beberapa tahun ke depan, kapal-kapal jenis lain juga mulai dapat
menggunakan sistem mesin dengan bahan bakar ganda yakni diesel dan gas alam
(International Gas Union, 2016). Gagasan penggunaan sistem bahan bakar ganda
pada kapal penumpang domestik memiliki tujuan untuk mengurangi tingkat emisi
hidrokarbon, meningkatkan efisiensi termal, hingga pada jangka panjang dapat
memangkas biaya untuk pengadaan bahan bakar.

Gambar 1.2 Selisih Biaya Kumulatif (DNV GL, 2016)

Gambar 1.2 menunjukkan relasi biaya total kumulatif untuk masing-


masing harga bahan bakar LNG (US$ 12, 14 dan 16/MMBtu) terhadap jangka
waktu per tahun relatif dengan penggunaan Heavy Fuel Oil (HFO, US$
16.9/MMBtu). Garis fuel switch menunjukkan biaya yang dikeluarkan untuk
jumlah substitusi Marine Diesel Oil/Marine Gas Oil (MDO/MGO, US$
24.7/MMBtu) dengan LNG, untuk contoh kasus kapal LNG 2300 CBM pada

bulan Mei 2014. Lingkaran merah menunjukkan titik impas (breakeven point)
atau titik mulainya waktu pengembalian (payback) atas modal yang dikeluarkan
Universitas Indonesia
3

untuk investasi awal mesin dual fuel. Penggunaan LNG membutuhkan biaya
investasi yang besar, namun bergantung pada harga bahan bakar, penghematan
biaya operasional dapat menjadi signifikan dalam kurun waktu tertentu (DNV GL,
2016).
Namun, adanya masalah evaporasi dari gas alam cair atau Liquefied
Natural Gas (LNG) yang terjadi di berbagai tahap rantai pasokan LNG secara
umum, dan pada proses evaporasi yang terjadi pada muatan bahan bakar gas di
atas kapal secara khusus, menjadi salah satu faktor kunci penilaian keselamatan,
teknis dan ekonomis dari LNG (Dobrota, Lalić, & Komar, 2013). Akibat panas
yang memasuki tangki kriogenik saat transportasi, sebagian LNG di dalam tangki
menguap dan menghasilkan gas yang disebut sebagai Boil-Off Gas (BOG) secara
terus-menerus, yang akan mengubah kualitas LNG yang ditransportasikan, seiring
berjalannya waktu, sehingga diperlukan sebuah penelitian mengenai BOG dan
hal-hal yang mempengaruhinya, secara khusus keterkaitannya dengan laju
perpindahan exergy kalor melalui dinding tangki, yang merupakan salah satu
aspek rugi exergy dalam suatu tangki penyimpanan (Dammel, Winterling,
Langeheinecke, & Stephan, 2012), sedemikian hingga dapat diketahui solusi
untuk mengatasi atau setidaknya meminimalisir hal ini.
Salah satu metode penilaian konvensional terkait penggunaan energi
dalam operasi/proses fisik atau kimia dalam material, perpindahan kalor dan
konversi energi ialah analisis energi yang berdasarkan hukum pertama
termodinamika yang membahas perlunya kesetimbangan energi dan
mengevaluasi seberapa efisien energi yang digunakan (Costa, 2016). Hukum
pertama termodinamika memuat prinsip konservasi energi yang menyatakan
bahwa meski energi dapat berubah bentuk, ia tidak dapat diciptakan maupun
dihancurkan. Meski demikian, tidak dijelaskan tentang ke mana arah suatu proses
dapat terjadi secara spontan, yang berarti hukum ini tidak menjabarkan tentang
reversibilitas suatu proses termodinamika, juga degradasi sumber daya energi dan
jumlah material seperti input, hasil dan pembuangan dari suatu sistem. Metode
analisis exergy mampu mengatasi banyak keterbatasan dari hukum
termodinamika pertama, yang secara jelas menunjukkan lokasi, sifat dan
Universitas Indonesia
4

penyebab dari degradasi energi dalam sebuah proses, sedemikian hingga dapat
membantu meningkatkan suatu proses atau teknologi (Dincer & Rosen, 2015).
Rugi exergy, dalam aplikasinya pada tangki penyimpanan fluida
dikategorikan menjadi rugi exergy akibat percampuran fluida ketika pengisian dan
pengosongan tangki, rugi exergy akibat konduksi kalor pada dinding tangki dan
konduksi kalor akibat kontak fluida dengan dinding tangki. Menurut Dammel,
(2012) percampuran tidak mendominasi kerugian exergy, dan konduksi kalor pada
dinding tangki dapat diminimalisir dengan tambahan insulasi di bagian dalam
tangki. Sedangkan pengaruh dari konduksi kalor akibat fluida yang ditampung
lebih besar dari konduksi kalor pada dinding tangki dan lebih sulit untuk dihindari,
menyebabkan optimalisasi dinding tangki menjadi pilihan utama untuk
menangani konduksi kalor pada dinding tangki yang lebih mudah diminimalisir,
di mana variasi material kulit dan insulasi akan berpengaruh pada laju
perpindahan dan penghancuran exergy melalui dinding tangki isotank yang
digunakan.

1.2 Perumusan Masalah

Dalam kasus kapal yang menggunakan bahan bakar gas alam cair, baik
sebagian maupun sepenuhnya, banyaknya Boil-off Gas (BOG) ditunjukkan oleh
Boil-off Rate (BOR) yang bergantung pada spesifikasi sistem penyimpanan dan
lingkungan yang ada. Proses penguapan LNG menjadi fasa gas menunjukkan
adanya proses termodinamika yang sedang berlangsung, perlu dicari
keterkaitannya dengan karakteristik perpindahan exergy melalui dinding tangki
isotank yang dimaksud. Secara sederhana, gas alam cair yang disimpan dalam
isotank memiliki exergy kalor (exergy accompanying heat transfer), namun belum
memiliki exergy kerja (exergy accompanying work) karena belum digunakan
(Moran & Shapiro, 2014). Mengingat bahwa exergy atau energi yang tersedia bisa
hilang atau dihancurkan sehingga tidak dapat dipakai (anergy), dapat ditarik
kesimpulan bahwa semakin besar BOR maka akan semakin besar pula
kemungkinan terjadinya rugi energi yang besar (Dincer & Rosen, 2015).

Universitas Indonesia
5

Kemenhub melalui salah satu BUMN di bawahnya saat ini sudah memilih
satu jenis isotank tipe T75 sebagai tempat penyimpanan LNG nantinya, namun
juga telah memiliki 2 opsi tangki T75 lain yang menjadi pertimbangan, yang
kemudian akan dipesan bila memang dinyatakan lebih efektif dan efisien, baik
secara teknis maupun ekonomis dalam jangka panjang. Maka dari itu, disusunlah
rumusan permasalahan sebagai berikut:
• Bagaimanakah kelayakan (kemungkinan untuk dapat dikerjakan) rencana oleh
Kemenhub untuk mengonversi mesin dual-fuel pada kapal dengan
menggunakan isotank sebagai tempat penyimpanan bahan bakar LNG apabila
ditinjau dari:
1. Karakteristik perpindahan, penghancuran dan efisiensi exergy kalor
dari model fisik tangki-tangki tersebut, dan
2. Hubungan karakteristik perpindahan dan penghancuran exergy kalor
pada lapisan-lapisan kulit dan insulasi dinding tangki terhadap nilai
BOR dan jumlah BOG yang dihasilkan dari masing-masing variasi
opsi tangki?

1.3 Tujuan Penelitian

Analisis exergy dalam tangki penyimpanan bahan bakar LNG di atas kapal
dilakukan untuk memberikan pilihan spesifikasi/perbaikan sistem atau komponen
yang optimal sehingga bisa meminimalisir hal-hal meliputi banyaknya BOG,
tingginya BOR dan terjadinya penghancuran exergy akibat perpindahan kalor
(available energy) melalui dinding tangki pada BOG terbuang sia-sia menjadi
anergy (Romero Gómez, Romero Gómez, Lopez Bernal, & Baaliña Insua, 2015).
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui karakteristik exergy kalor (exergy accompanying heat
transfer) melalui dinding tangki dari ketiga opsi tangki isotank terhadap
parameter material plat dan insulasi menggunakan model fisik dalam
perangkat lunak COMSOL Multiphysics 5.1 Academic Server License dan
kemudian menentukan nilai BOR dan jumlah BOG pada ketiga opsi tangki
isotank,

Universitas Indonesia
6

2. Memberikan hasil analisis exergy dan BOR dari ketiga opsi tangki beserta
hubungan keduanya, analisis peletakan tangki dan memberikan saran
pemilihan tangki yang layak dipertimbangkan kemudian dalam bentuk
matriks skala kualitas,

yang kemudian akan dijadikan dasar untuk menilai kelayakan rencana konversi
mesin dual-fuel pada kapal dengan menggunakan isotank sebagai tempat
penyimpanan bahan bakar LNG.

1.4 Manfaat Penelitian

Analisis exergy pada suatu model sistem termodinamika merupakan


penyempurnaan dari metode analisis energi untuk mengetahui performa dan
efisiensi dari sistem itu sendiri, mengetahui komponen mana saja dari sistem
tersebut yang dapat ditingkatkan performanya/diganti dengan yang lebih baik
sedemikian hingga meminimalisir rugi exergy, memilih tangki dengan efisiensi
exergy yang paling optimal sekaligus memiliki nilai BOR dan persentase BOG
yang tidak terlalu kecil maupun terlalu besar (sesuai atau tidak berbeda jauh
dengan kebutuhan mesin), dalam hal ini adalah pemilihan tangki LNG Isotank
yang akan digunakan pada kapal ini.

1.5 Batasan Penelitian

a. Kapal yang akan dianalisis adalah Kapal Penumpang 3200 DWT milik
Kemenhub yang melayani trayek Tanjung Priok – Makassar.
b. Mesin utama yang digunakan pada kapal adalah Diesel Engine 2x Krupp-MaK
Type 6M601C Spec. 6400kW/428rpm yang menggunakan bahan bakar High
Speed Diesel (HSD Solar), selanjutnya diretrofit untuk dapat memanfaatkan
bahan bakar gas alam cair (LNG) dengan rasio HSD-LNG sebesar 40:60.
c. Penelitian yang dilakukan merupakan sebuah studi mengenai pengaruh variasi
material kulit dan insulasi isotank terhadap karakteristik exergy fisik dan nilai
Boil-Off Rate dan persentase Boil-off Gas muatan LNG.
d. Batasan exergy yang dianalisis adalah nilai input dan output exergy kalor
melalui dinding tangki (exergy accompanying heat transfer), laju perpindahan
Universitas Indonesia
7

exergy (transfer rate), penghancuran exergy (destruction) dan efisiensi


exergetic dari LNG yang dimuat dalam tangki, dengan pemodelan Closed
System Exergy Balance.
e. Yang dimaksud dengan Closed System Exergy Balance dalam hal ini, proses
perpindahan exergy melalui dinding tangki berlangsung secara tertutup,
dengan sistem berupa LNG yang berada di dalam tangki berinsulasi, dengan
lingkungan ambien berupa suhu ruangan rata-rata di tempat peletakan isotank
saat kapal berlayar (305.15 K atau 32oC merujuk data berdasarkan rata-rata
suhu di area trayek sepanjang tahun menurut BMKG), sebelum adanya
intervensi proses kimiawi atau fisik lain yang terjadi secara terpaksa (tidak
alami atau forced) seperti pembakaran, dengan menggunakan pendekatan one
dimensional, steady state, nonflow, no heat generation conduction, dengan
asumsi nilai h1 = 12 W/m2.K dan h5 = 200 W/m2.K (Incropera, Bergman,
Lavine, & DeWitt, 2011).

1.6 Model Operasional Penelitian

Penelitian ini ditulis secara sistematis yang dapat dijabarkan sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN

Bab ini berisikan hal yang melatarbelakangi penelitian yang dilakukan, masalah
apa yang menjadi fokus utama dan batasan-batasannya, serta sistematika
penulisan yang diterapkan pada penelitian skripsi ini.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menjabarkan dasar-dasar teori yang bersumber dari berbagai jenis literatur
dan penelitian utama hingga maksimal 5 tahun ke belakang, serta literatur
penunjang hingga maksimal 10 tahun ke belakang yang berkaitan dengan
penelitian ini.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini menjelaskan tahapan dan prosedur penelitian, meliputi penghimpunan


literatur, pengambilan data lapangan dan pemilihan serta pengambilan data
Universitas Indonesia
8

menggunakan perangkat lunak untuk mendapatkan hasil simulasi dan analisis


untuk mendapatkan kesimpulan.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini menjabarkan proses dari penelitian, penentuan parameter, penghimpunan


data dari literatur, pengolahan data dan pembahasannya yang disajikan dalam
bentuk matriks tabel dan/atau gambar.

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN


Bab ini berisikan kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil akhir pengolahan data
dan pembahasan, serta hal-hal apa saja yang dapat disarankan sebagai solusi dari
rumusan masalah yang telah dijabarkan sebelumnya.

Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kapal dengan Sistem Mesin Diesel Bahan Bakar Ganda

Penggunaan mesin dengan bahan bakar ganda diesel dan gas alam telah
digunakan untuk pembangkitan daya onshore selama bertahun-tahun, namun
penggunaannya untuk kebutuhan di laut merupakan suatu fenomena yang relatif
baru. Pada awalnya, produk-produk jenis ini dipasarkan hanya sebagai alternatif
dari turbin uap pada kapal pengangkut gas alam cair (LNG Carriers), baru pada
kemudian hari sebagai solusi untuk mencapai persyaratan emisi gas buang yang
semakin ketat, sekaligus sebagai opsi optimalisasi biaya yang dikeluarkan untuk
bahan bakar. Wärtsilä telah mengembangkan mesin diesel berbahan bakar ganda
untuk keperluan di darat sejak akhir 1980an dan merupakan produsen pertama
untuk menggagas penggunaan di bidang maritim, tepatnya pada tahun 2001 ketika
Wärtsilä dikontrak untuk memproduksi mesin diesel bahan bakar ganda untuk
FPSO, kapal LNG dan kapal kerja lepas pantai (Latarche, 2017).

Tidak hanya diterapkan pada kapal-kapal seperti kategori di atas, gagasan


untuk penggunaan mesin diesel berbahan bakar ganda mulai diterapkan pada jenis
kapal yang lebih luas sejak tahun 2007 hingga tahun 2015, antara lain kapal
pengangkut mobil, kapal feri penumpang, kapal penjaga pantai, kapal kargo, kapal
pengangkut bahan kimia dan kapal kontainer, serta untuk tahun 2016 hingga 2022
sudah terdaftar 88 rencana pembangunan kapal baru terkonfirmasi yang
memanfaatkan sistem bahan bakar ganda diesel-gas meliputi kapal tunda,
tongkang, kapal curah, kapal kargo dan kapal dredger (DNV GL, 2016).
Kemampuan pemanfaatan bahan bakar ganda memperluas kemungkinan operator
untuk membakar berbagai bahan bakar dengan kualitas yang berbeda-beda, dari
diesel sangat ringan hingga sangat berat, dan sejumlah kualitas gas yang berbeda
(Latarche, 2017).

9
10

2.1.1 Sistem Propulsi Dual Fuel Diesel Engine (DFDE)

Pada kapal penumpang 3200 DWT milik Kemenhub ditentukan


untuk dibahas dalam penelitian ini akan menggunakan mesin utama untuk
sistem propulsi Dual Fuel Diesel Engine (DFDE) hasil retrofit yang bisa
memanfaatkan bahan bakar cair maupun gas. Gambar 2.1 dan 2.2
menjelaskan proses ketika mesin berjalan dalam mode gas, mesin bekerja
menurut siklus Otto di mana campuran udara dan bahan bakar dimasukkan
ke dalam silinder ketika langkah hisap berlangsung, yang mampu
mencapai efisiensi lebih dari 47%. Ketika berjalan dalam mode diesel,
mesin bekerja menurut siklus Diesel di mana bahan bakar dimasukkan ke
dalam silinder di akhir langkah kompresi. Mesin dioptimasi untuk bekerja
dengan bahan bakar gas, dan bahan bakar diesel digunakan sebagai operasi
bahan bakar cadangan. Teknologi ini membolehkan mesin dioperasikan
dengan gas alam, light fuel oil (LFO) maupun heavy fuel oil (HFO), dan
teknologi terbaru bahkan memperbolehkan mesin dioperasikan dengan
gas sumur atau gas mentah terproses dan marine diesel oil (MDO)
(Babicz, 2015).

Gambar 2.1 Diagram p-V ideal untuk siklus Otto dan Diesel.
(www.brighthub.com)

Universitas Indonesia
11

Gambar 2.2 Siklus pembakaran mesin DF 4-langkah.


(www.brighthub.com)

2.1.2 Konversi Mesin Diesel Retrofit dan Tantangannya


Kemajuan mesin bahan bakar ganda telah meningkatkan
kemungkinan untuk mengonversi mesin diesel yang telah ada menjadi
sebuah konfigurasi baru. Mesin-mesin baru dengan sistem modular
memudahkan proses konversi ini, meskipun mesin model lama bisa
menghadirkan beberapa kendala konversi (Kemenhub, 2016a). Operasi
mesin selanjutnya utamanya akan ditujukan untuk mode bahan bakar gas
dengan sistem pilot ignition yang terpisah dan independen dari sistem
injeksi utama. Namun, sistem utama tetap dipertahankan dan dapat
berfungsi secara penuh sebagai sistem cadangan dalam keadaan mode
operasi gas sedang bermasalah. MAN Diesel & Turbo telah berhasil
menyelesaikan konversi retrofit untuk kapal non-pengangkut LNG, yakni
kapal kontainer 1000 TEU Wes Amelie pada tahun 2017 (Latarche, 2017)

Hanya komponen utama dari mesin aslinya yang digunakan


kembali, yakni casing utama dan poros engkolnya. Penggunaan ukuran
bore piston yang lebih besar menunjukan bahwa jaket silinder, piston
liners dan cincin piston harus berbeda dan sistem injeksi gas dan diesel
yang baru harus ditambahkan. Ruang bakar dan kepala silinder perlu
Universitas Indonesia
12

diganti karena adanya tambahan jalur bahan bakar. Sistem pilot oil yang

diperlukan untuk operasi gas harus disusun ulang. Valve cam dan susunan
rotor untuk turbocharger baru juga dibutuhkan untuk pengatur waktu
pembakaran. Mengendalikan mesin berbahan bakar ganda lebih rumit dari
pada mesin aslinya yang berjalan menggunakan Heavy Fuel Oil (HFO)
atau sejenisnya, menjadikan konversi sensor mesin dan instrumentasi
merupakan hal yang wajib dilakukan (PT Pertamina (Persero), 2016). Hal
ini memungkinkan pergantian bahan bakar secara otomatis jika suplai
bahan bakar terinterupsi tanpa adanya permasalahan dalam pemuatan
mesin (Latarche, 2017).

Kendati demikian, masih banyak tantangan yang harus


dipertimbangkan dengan seksama. Volume efisien dari tangki LNG
mencapai sekitar 4 kali lipat dari tangki diesel untuk keperluan
pembangkitan daya yang sama, yang berarti membutuhkan ruang muat
lebih besar. Peletakan tangki harus berada jauh dari ruang mesin dan
ruangan lain yang berisiko kebakaran tinggi, jauh dari sisi-sisi kapal serta
jauh dari risiko kerusakan mekanis seperti operasi kargo. Adanya tangki
LNG membutuhkan jalur keluaran (outlet), yang dapat menciptakan zona-
zona berbahaya, yang harus dihindarkan dari konflik dengan perlengkapan
yang sudah ada sebelumnya dan perlu adanya bukaan untuk ventilasi atau
pintu dari area aman dan sejenisnya (Biro Klasifikasi Indonesia, 2016).
Beberapa mesin diesel memang bisa dikonversikan menjadi mesin dual
fuel dengan melibatkan perusahaan manufaktur terkait, namun opsi
penggantian mesin baru lebih aman dan mudah jika anggaran bukan
menjadi masalah besar. Sistem keselamatan dalam kamar mesin juga perlu
ditingkatkan, seperti pembatasan peralatan atau komponen yang bisa
berada di dalam, laju ventilasi yang tinggi, susunan shutdown dan
sebagainya (DNV GL, 2016).

Universitas Indonesia
13

2.1.3 Penyimpanan dan Penempatan Muatan LNG

Muatan bahan bakar LNG memerlukan tempat penampungan


dengan spesifikasi dan perlakuan khusus yang berbeda dengan tempat
penampungan bahan bakar diesel biasa pada kapal, mengingat
meningkatnya faktor risiko dan keselamatan yang perlu dipertimbangkan.
Persyaratan dan regulasi yang harus dipenuhi juga meningkat, terkhusus
peraturan badan klasifikasi dan International Code of Safety for Ships
using Gases or other Low-flashpoint Fuels (IGF Code) yang diadopsi oleh
International Maritime Organization (IMO) sejak bulan Juni 2015
(MSC95), sudah mulai berlaku sejak 1 Januari 2017 (Kemenhub, 2016a).

Gambar 2.3 Contoh gambar tangki LNG Isotank tipe T75 (www.lngglobal.com)

Untuk penampungan atau penyimpanan bahan bakar LNG, jenis


tangki diklasifikasikan menjadi tiga, antara lain tipe A (membran), tipe B
(moss plant) dan tipe C (bejana tekan). Namun terdapat pula opsi lain
untuk penyimpanan bahan bakar gas bagi kapal berukuran kecil dan
kebutuhan konsumsi bahan bakar sesuai jarak tempuh yang tidak terlalu
jauh, yakni isotank (CCNR/OCIMF, 2010). Isotank dengan desain
intermodal ini memiliki ukuran yang tidak terlalu besar (sesuai dengan
standar ukuran kontainer) bila dibandingkan dengan tipe tangki LNG pada
umumnya, sehingga fleksibilitas tangki ini tinggi, utamanya untuk
peletakan dan penentuan jumlah tangki yang dibutuhkan (Corkhill, 2017).
Isotank (Gambar 2.3) sendiri memiliki berbagai tipe tangki untuk jenis
muatan yang berbeda-beda dengan spesifikasi dan kemampuan unggulan
tangki yang bervariasi. Tangki isotank tipe T75 menjadi standar opsi
Universitas Indonesia
14

untuk pemuatan LNG yang difabrikasi khusus untuk menangani suhu


operasi kriogenik (di bawah -161oC) dengan tekanan kerja yang diijinkan
(Maximum Allowable Working Pressure, MAWP) antara 4 hingga 6 bar
dengan sistem refrijerasi dan bongkar muat khusus (ITCO, 2017).
a)

b)

Gambar 2.4 (a) contoh skema permesinan DFDE dan (b) penempatan tangki LNG (Wärtsilä)

Penempatan tangki menjadi konsiderasi lain yang sangat penting,


disesuaikan dengan kemudahan transmisi bahan bakar menuju mesin,
tetapi harus jauh dari ruang mesin dan ruangan lain yang berisiko
kebakaran tinggi, tidak berada di samping kapal dan terlindungi dari
bahaya kerja mekanis. Tangki LNG bisa diletakkan baik di bawah dek
maupun di atas, selama memenuhi kriteria, standar dan regulasi yang
berlaku. Pada dek terbuka, perlu ditambahkan rangka untuk meningkatkan
Universitas Indonesia
15

proteksi terhadap bahaya kerja mekanis misalnya alat derek, sedangkan


pada bagian bawah dek (tertutup) perlu dirancang sistem ventilasi yang
baik dan pembatasan jenis dan jumlah peralatan di ruang yang sama (DNV
GL, 2016). Sebagai contoh, pada kapal kontainer 1000 TEUs Wes Amalie
yang menggunakan mesin dual fuel retrofit, tangki LNG tipe C diletakkan
di bagian depan kapal di bawah dek, mengijinkan kontainer untuk
diletakkan di bagian atas dek tersebut. Contoh lainnya yakni kapal
penumpang Viking Grace (Gambar 2.4 (a) dan (b)) menggunakan 2 unit
LNGPac lengkap dengan sistem penanganan BOG yang diletakkan pada
bagian buritan dek utama kapal. Reduksi daya secara keseluruhan ketika
mesin terkonversi dan berjalan dalam mode LNG mencapai 14% rugi
daya, namun hal ini tidak memiliki pengaruh dalam operasi kapal yang
jarang membutuhkan 100% daya yang dipasang pada awal perancangan
(Latarche, 2017).

2.1.4 Dampak Konversi Secara Ekonomis

Konteks ekonomi tidak dapat dikesampingkan dari rencana usaha


perusahaan, sedemikian hingga dampak konversi secara ekonomis perlu
untuk dibahas, utamanya untuk membandingkan hasil studi kelayakan
yang sudah ada dengan hasil kajian dari segi akademis, terkhusus dalam
penelitian ini yang dikaji adalah performa exergy dan nilai BOR BOG dari
tangki penyimpanan LNG. Kemudian lebih lanjut lagi, hasil pengkajian
performa exergy dan BOR BOG akan digunakan untuk melakukan
verifikasi, apakah rencana ini benar-benar menguntungkan atau tidak.
Namun kembali kepada tujuan awal Kemenhub menggagas ide ini yakni
mengonversi mesin kapal agar dapat menggunakan bahan bakar ganda
untuk penghematan sekaligus menurunkan dampak emisi terhadap
lingkungan, tentu parameter ini yang paling sedikit menguntungkan.
Diperlukan pilihan tangki bukan dengan harga termurah, namun dengan
harga yang paling optimal diharapkan mendapatkan performa yang paling
optimal pula, terutama performa tangki dari sisi kebocoran panas yang

Universitas Indonesia
16

terjadi dan kesesuaian jumlah BOG yang dihasilkan seluruh tangki dengan
rencana substitusi dengan rasio 40-60 untuk HSD dan LNG.

Tabel 2.1 Tabel trayek dan konsumsi bahan bakar kapal (Kemenhub)

Trayek Jam Layar Jam Labuh Jarak Tempuh


Tg. Priok - 23 jam 24 jam 396 Nmi
Tg. Perak
Tg. Perak - 26 jam 5 jam 458 Nmi
Makassar
Makassar - 25 jam 6 jam 458 Nmi
Tg. Perak
Tg. Perak - 23 jam 3 jam 396 Nmi
Tg. Priok
Total 1 97 jam 38 jam 1708 Nmi
Voyage
Data 1968.68 liter/jam 332.67 liter/jam 17.61 Vs,avg
Konsumsi
Total 1 190961.96 liter 12641.46 liter 203603.42 liter
Voyage
168990.8386 kg

Tabel 2.2 adalah tabel harga dan konversinya sesuai unit yang
lazim digunakan di pasar (PT Pertamina (Persero), 2018; PT Perusahaan
Gas Negara (Persero), 2016).

Tabel 2.2 Matriks harga, rapat jenis dan LHV bahan bakar (telah diolah kembali) (Kemenhub)

HSD Nilai Unit LNG Nilai Unit


450 kg/m3
830 kg/m3
0.45 kg/L
ρ ρ
24.02 MMBtu/m3
0.83 kg/L
18.73438801 kg/MMBtu
Harga per
Rp10,700.00 Harga $9.95 per MMBtu
(Pertamina liter
(Pertamina
IFM per 30
IFM per 30
April Rp12,891.57 per kg per MMBtu
April 2018) Rp137,817.45
2018)
10500 kkal/kg 12000 kkal/kg
LHV LHV
43932 kJ/kg 50208 kJ/kg

Universitas Indonesia
17

Untuk melakukan perhitungan profit ekonomi lebih lanjut, data-


data seperti harga bahan bakar, kebutuhan bahan bakar HSD awal dan
jumlah yang disubstitusikan dengan LNG akan diperlukan, serta
parameter seperti jumlah tangki dan rugi muatan juga harus
diperhitungkan. Dari Tabel 2.1 dan 2.2 didapatkan bahwa penggunaan
100% HSD sebanyak 203603.42-liter atau setara dengan 168990.8386 kg
akan membutuhkan biaya sebesar Rp2,178,556,594.00 per satu kali
perjalanan pulang-pergi (1 voyage). Apabila dihitung dengan rasio
penggunaan 40:60, maka 40% HSD akan membutuhkan biaya sebesar
Rp871,422,637.60. Karena substitusi bahan bakar menggunakan dasar
laju alir massa atau mass flow rate (Cheenkachorn, Poompipatpong, & Ho,
2014), maka 60% dari massa 100% HSD yang disubstitusikan dengan
LNG adalah sebanyak 101394.5032 kg, setara dengan 5412.2133 MMBtu
yang akan membutuhkan biaya sebesar Rp745,897,430.01, Sehingga
biaya total bahan bakar satu kali perjalanan PP untuk mode bahan bakar
ganda 40:60 adalah Rp1,617,320,067.61, dengan selisih yang dihasilkan
terhadap biaya mode 100% HSD adalah sebesar Rp561,236,526.39 per
voyage.

Namun, selisih ini belum menjadi keuntungan bersih akibat adanya


biaya awal atau initial cost untuk konversi mesin, penyediaan tangki
sebagai ruang penyimpanan, penyediaan sistem penggunaan dan
penanganan bahan bakar gas, serta rugi muatan akibat tambahan tangki
yang dihitung sebagai muatan. Selain itu, untuk menghitung jumlah tangki
yang dibutuhkan, terlebih dulu kebutuhan LNG untuk satu voyase perlu
dikonversikan sesuai unit yang digunakan tangki penyimpanan, di mana
5412.2133 MMBtu setara dengan 225.148 m3. Kapasitas tangki yang
dianalisis ialah 21 m3 untuk setiap 1 TEU (1 kontainer isotank ukuran 20
kaki), sehingga jumlah tangki yang dibutuhkan adalah sebanyak 10.72
dibulatkan menjadi 11 TEUs (11 kontainer isotank).

Rugi muatan selanjutnya dapat dihitung dari ruang muat yang


berkurang akibat penggunaan tangki isotank sebagai tempat penyimpanan

Universitas Indonesia
18

bahan bakar LNG. Berdasarkan SK Tarif (Kemenhub), biaya kerugian


rata-rata per TEU per perjalanan untuk trayek Tanjung Priok – Makassar
adalah sebesar Rp10,634,000.00 (Kemenhub, 2016), sehingga kerugian
total untuk 11 TEUs perjalanan pergi-pulang adalah sebesar
Rp233,948,000.00, Sehingga selisih antara penghematan akibat konversi
LNG dengan rugi muatan 1 voyase adalah penghematan sebesar
Rp327,288,526.39 per voyase.

Untuk menghitung pendekatan breakeven point (BEP) atau titik


impas tercepat ketika keuntungan supernormal sudah mulai bisa diperoleh,
total biaya konversi dibagi dengan nilai penghematan per voyase untuk
mengetahui seberapa banyak jumlah voyase dan waktu layar dan labuh
minimal untuk mencapai BEP. Namun terlebih dahulu perlu diketahui
biaya konversi, penyediaan sistem dan tangki, yakni
Rp115,500,000,000.00 untuk biaya konversi permesinan dan biaya
lainnya dapat dilihat pada Tabel 2.3, dan belum diperhitungkan pula
faktor seperti masa survei berkala, perawatan, naik dok serta faktor tak
terduga lainnya, sehingga pada kondisi aktualnya, waktu hingga titik
impas bisa tercapai akan menjadi lebih lama daripada hasil perhitungan.

Tabel 2.3 Perhitungan titik impas minimal rencana konversi. (Kemenhub)

Opsi A (Trencor) Opsi B (Odyssey) Opsi C (Taizhou)


Harga
$ 43,000.00 $ 50,000.00 $ 35,000.00
satuan
Subtotal Unit
Rp 6,551,523,000.00 Rp 7,618,050,000.00 Rp 5,332,635,000.00
11 TEUs
Total
biaya Rp122,051,523,000.00 Rp123,118,050,000.00 Rp120,832,635,000.00
konversi
Jumlah
voyase
373 377 370 Voyase
menuju
BEP
50355 50895 49950 Jam
Waktu 2099 2121 2082 Hari
menuju 5.75 5.81 5.70 Tahun
BEP 5 tahun 9 bulan 4 5 tahun 9 bulan 26 5 tahun 8 bulan 17
hari hari hari
Universitas Indonesia
19

2.2 Exergy dan Metode Analisis Exergy

2.2.1 Definisi Exergy

Exergy dari suatu bagian materi berarti kerja maksimal yang


berguna, yang bisa didapatkan ketika diambil dari suatu kondisi
kesetimbangan termodinamika dengan lingkungan sekitar, tanpa
intervensi selain sistem dan lingkungan itu sendiri. Kondisi final dari

kesetimbangan ini disebut sebagai dead-state. Dari sudut pandang lain,


exergy dapat dianggap sebagai ukuran dari ketidaksetimbangan yang hadir
antara sistem dan lingkungan. Untuk dapat memperhitungkan exergy,
penting untuk mendefinisikan model yang ideal dan masuk akal dari
lingkungan yang diambil sebagai acuan, karena exergy akan selalu
bergantung dengan keadaan sistem dan lingkungan . Perlu juga untuk
menganalisis kemungkinan perbedaan dalam mencapai dead-state
mengikuti batasan yang ditentukan pada setiap sistem yang dianalisis
(Querol, Gonzalez-Regueral, & Perez-Benedito, 2013).

Secara teoretis, lingkungan seharusnya berada dalam


kesetimbangan termodinamika sedemikian hingga tidak ada energi yang
dapat digunakan, namun nyatanya tidak demikian, sebagaimana sifat
intensif (sifat makroskopis yang tidak bergantung pada massa sistem)
berubah bergantung tempat dan waktu. Sejatinya, energi yang dapat
digunakan dari lingkungan natural tidak nol, karena kerja (useful work)
bisa didapatkan jika sistem dan lingkungan bergerak menuju
kesetimbangan termodinamis. Maka dari itu, penting untuk merancang
perumusan model yang menyerupai kondisi ambien yang riil dari
lingkungan dan dapat diterima secara termodinamis. Lingkungan acuan
stabil atau stable reference environment (SRE) konvensional ditentukan
pada T0 = 298.15 K (25oC) dan p0 = 1 atm (1.013 bar), akibat faktanya

banyak sifat termodinamis disusun dalam kondisi T0, p0 (Tsatsaronis, G.,

dalam Querol, dkk., 2013).


Universitas Indonesia
20

2.2.2 Perbedaan Exergy dengan Energi

Energi itu kekal, sesuai dengan Hukum Pertama Termodinamika.


Namun lain halnya dengan exergy, di mana exergy merepresentasikan
ukuran kuantitatif nilai daya guna atau kualitas dari energi atau zat
materiil. Secara lebih dalam pada Tabel 2.4, exergy merupakan ukuran
kemampuan kerja (work potential) dari sejumlah kuantitas atau suatu
aliran (massa, kalor dan kerja) dalam suatu lingkungan tertentu.
Keunggulan dari exergy adalah ia dapat dibandingkan dalam standar
kuantitas input dan output yang umum dari berbagai jenis standar kuantitas
(de Oliveira Jr., 2013).

Tabel 2.4 Matriks perbandingan energi dan exergy (de Oliveira Jr., 2013)

Perbandingan umum Energi dan Exergy


Energi Exergy
Bergantung pada sifat kuantitatif
Bergantung pada sifat kuantitatif
namun bebas terhadap sifat
dan sifat lingkungan acuan
lingkungan acuan.
Tidak bernilai nol ketika
Bernilai nol ketika setimbang
setimbang dengan lingkungan
dengan lingkungan acuan.
acuan.
Terkonservasi untuk proses
reversibel namun tidak
Terkonservasi untuk segala
terkonservasi untuk proses aktual,
proses, berarti tidak dapat
berarti selalu dihancurkan
diciptakan maupun dihancurkan.
(dikonsumsi) dalam proses
irreversibel.
Muncul dalam berbagai bentuk
Muncul dalam berbagai bentuk (exergy kinetik, exergy potensial,
(energi kinetik, potensial, kerja, kerja dan exergy termal) dan diukur
kalor) dan diukur dalam bentuk berdasarkan ekivalen kerja atau
tersebut. kemampuan untuk menghasilkan
kerja.
Satuan kuantitas namun bukan
Satuan kuantitas dan kualitas.
kualitas.
Berdasarkan kombinasi Hukum
Berdasarkan Hukum Pertama
Pertama dan Hukum Kedua
Termodinamika.
Termodinamika.

Universitas Indonesia
21

2.2.3 Exergy Fisik

Exergy fisik bph, Eph atau Exph merupakan kerja maksimal yang
bisa digunakan, didapatkan dari satu satuan massa suatu zat dalam kondisi
normal/generik (T, p) yang berada pada kondisi lingkungan (T0, p0)
melalui proses fisik sepenuhnya. Sehingga, jika energi kinetik dan
potensial tidak dipertimbangkan, exergy fisik bph dapat ditentukan dengan
nilai entalpi dan entropi dari aliran termodinamika yang dicirikan dari
komposisinya, keduanya dalam kondisi normal, dan suhu serta tekanan
lingkungan.

Exph = [h(T, p) – h(T0, p0)] – T0[s(T, p) – s(T0, p0)] (2.1)

Untuk menentukan nilai exergy fisik, selalu digunakan persamaan


2.1, terdapat dua metode yang dapat digunakan. Metode langsung
melibatkan penggunaan langsung dari nilai entalpi dan entropi, yang harus
diketahui (melalui simulasi dari proses). Kapanpun bisa didapatkan data
entalpi dan entropi yang diandalkan, sebaiknya metode langsung
digunakan untuk mencapai hasil yang lebih akurat dengan usaha yang
lebih sedikit. Karena nilai h(T0, po) dan s(T0, p0) merupakan nilai entalpi

dan entropi pada To, po, nilai ini akan ditulis sebagai ho dan so. Jika nilainya
tidak diketahui, maka bisa pula diestimasikan untuk mendapatkan nilai
yang mendekati nilai aktualnya, menggunakan persamaan 2.1 (Querol,

dkk., 2013).

2.2.4 Kesetimbangan Exergy Sistem Tertutup

Kesetimbangan exergy sistem tertutup atau closed system exergy


balance dijelaskan dalam persamaan 2.2 sebagai berikut (Moran &
Shapiro, 2014):

(2.2)
Universitas Indonesia
22

di mana Ex1 adalah keadaan awal dari sistem keseluruhan (sistem tertutup
dan lingkungannya) dan Ex2 adalah keadaan akhir setelah suatu proses
termodinamika berjalan, yang dijabarkan sebagai berikut.

Ex1 = (U1 – U0) + p0(V1 – V0) – T0(S1 – S0) + KEx1 + PEx1 (2.3)

Ex2 = (U2 – U0) + p0(V2 – V0) – T0(S2 – S0) + KEx2 + PEx2 (2.4)

Dengan mengurangi persamaan 2.4 dan 2.3, didapatkan persamaan

perubahan exergy sebagai berikut.

Ex1 – Ex2 = (U2 – U1) + p0(V2 – V1) – T0(S2 – S1) + (KEx2 - KEx1) + (PEx2 - PEx1)

(2.5)

Komponen dari perubahan exergy dalam persamaan 2.2 salah

satunya adalah perpindahan exergy. Perpindahan exergy ini dibagi dua,


yakni perpindahan exergy bersamaan dengan perpindahan kalor Exq
(persamaan 2.6) dan perpindahan exergy bersamaan dengan kerja Exw

(persamaan 2.7).

(2.6)

(2.7)

di mana Tb adalah suhu dari permukaan pembatas di mana perpindahan


kalor terjadi.

Komponen berikutnya adalah penghancuran exergy Exd, yang


dijelaskan dalam persamaan 2.8, dengan σ adalah nilai pembentukan

entropi (entropy generation) atau bisa dituliskan juga sebagai Sgen.

Exd = T0σ (2.8)

Universitas Indonesia
23

Dengan persamaan 2.6, 2.7 dan 2.8, maka nilai perubahan exergy
ΔEph dapat ditulis ulang menjadi

ΔExph = Ex2 – Ex1 = Exq – Exw – Exd (2.9)

2.2.5 Perpindahan, Penghancuran dan Efisiensi Exergy Keadaan Tunak

Laju perpindahan dan penghancuran exergy fisik dalam keadaan


tunak (steady state) dapat dihitung berdasarkan perpindahan energi akibat
perpindahan kalor saja, akibat belum adanya energi yang diubah menjadi
kerja (work), sedemikian hingga Qmasuk = Qkeluar. Perpindahan exergy
bersamaan dengan perpindahan kalor (exergy transfer accompanying heat
transfer) pada permukaan dalam dapat dievaluasi dengan persamaan 2.10
sebagai berikut (Moran & Shapiro, 2014)

(2.10)

Kemudian untuk nilai perpindahan exergy bersamaan dengan


perpindahan kalor pada permukaan luar dapat dievaluasi dengan
persamaan 2.11 sebagai berikut

(2.11)

Selanjutnya nilai penghancuran exergy dapat dievaluasi dari selisih


antara persamaan 2.10 (perpindahan exergy permukaan dalam) dan 2.11
(perpindahan exergy permukaan luar) yang dituliskan menjadi

(2.12)

Efisiensi exergy dapat dievaluasi dengan menggunakan persamaan


2.10 hingga 2.12, di mana efisiensi exergetik dinyatakan dengan

𝐸𝑥,𝑜𝑢𝑡
𝜂𝐸𝑥 = (2.13)
𝐸𝑥,𝑖𝑛

Universitas Indonesia
24

2.3 Mode Perpindahan Kalor dalam Closed System Exergy Balance

2.3.1 Konduksi

Perpindahan kalor akibat konduksi dapat terjadi dalam zat padat,


cair maupun gas. Konduksi dapat digambarkan sebagai perpindahan
energi dari partikel yang tinggi kalor dari suatu zat ke partikel yang lebih
rendah kalor, akibat adanya interaksi antarpartikel. Laju berdasarkan
satuan waktu dari perpindahan kalor konduksi dihitung secara
makroskopis menggunakan Hukum Fourier sebagai berikut (Moran &
Shapiro, 2014):

(2.14)

di mana konstanta proporsionalitas k merupakan nilai konduktivitas termal


spesifik untuk material tertentu, dan tanda minus merupakan akibat dari
perpindahan kalor dalam arah suhu yang berkurang. Jika suhu bervariasi
secara linier, maka gradien suhu akan berupa

(2.15)

dan laju perpindahan kalornya adalah

(2.16)

2.3.2 Konveksi

Perpindahan kalor melalui permukaan padat pada suhu Tb dengan


suatu fluida gas atau cair dengan suhu Tf memiliki peran penting dari
performa kerja pada berbagai alat, biasa disebut sebagai konveksi. Dalam
kasus suhu permukaan lebih tinggi dari suhu fluida, kalor dipindahkan
dengan arah yang bergantung dengan pengaruh kombinasi dari konduksi
dalam fluida dan arah alirannya. Laju perpindahan kalor dari permukaan
ke fluida dapat dikuantifikasikan dengan persamaan empiris sebagai
berikut (Moran & Shapiro, 2014):

Universitas Indonesia
25

(2.17)

yang dikenal sebagai Hukum Pendinginan Newton. Dalam persamaan

2.17, A adalah luas permukaan dan faktor proporsionalitas h disebut

dengan koefisien perpindahan kalor. Dalam penerapan selanjutnya, tanda


minus bisa ditambahkan di sebelah kanan persamaan untuk mengikuti
aturan tanda yang bergantung dengan arah berjalannya perpindahan kalor.

Koefisien perpindahan kalor bukanlah merupakan sifat


termodinamis, melainkan sebuah parameter empiris yang memuat sifat
dari pola aliran dekat permukaan dalam hubungan perpindahan kalor, sifat
fluida dan geometri benda. Ketika kipas atau pompa menyebabkan fluida
bergerak, nilai koefisien perpindahan kalor umumnya menjadi lebih besar
dibandingkan dengan gerakan mengambang yang terjadi secara natural
dan relatif lamban. Dua kategori umum ini masing-masing disebut sebagai

konveksi terpaksa (forced) dan konveksi bebas/alami (free/natural). Nilai

h pada konveksi bebas untuk gas berkisar antara 2 – 25 W/m2.K dan untuk

cairan berkisar antara 50 – 1000 W/m2.K bergantung sifat spesifik tiap


jenis fluida, sedangkan pada konveksi terpaksa untuk gas berkisar antara
25 – 250 W/m2.K dan untuk cairan berkisar antara 50 – 20000 W/m2.K
akibat tambahan kebergantungan terhadap alat yang mempengaruhi
konveksi yang terjadi (Moran & Shapiro, 2014).

2.3.3 Konduksi Satu Dimensi Keadaan Tunak untuk Silinder

Pendekatan sederhana untuk pemodelan perhitungan heat leak


pada tangki yang berbentuk silinder dengan tutup kubah torispherical
dapat dilakukan dengan model kulit silinder (cyllindrical shell) biasa
dengan penentuan lapisan kulit dan insulasi seperti pada Gambar 2.5,
karena bentuk cross-section yang serupa dan selisih volume keduanya
yang tidak berbeda jauh sebagaimana dijabarkan dalam penelitian oleh
Rossios (Rossios, Sardi, & Martinopoulos, 2015). Pemodelan ini
Universitas Indonesia
26

memanfaatkan persamaan gabungan antara konduksi kalor melalui


dinding komposit dengan konduksi kalor melalui dinding berbentuk
silinder dengan udara lingkungan ambien dan suhu fluida di dalam silinder
yang telah ditentukan.

Gambar 2.5 Distribusi temperatur pada dinding komposit silindris (Incropera et al., 2011)

Perhitungan laju perpindahan kalor satu dimensi keadaan tunak


(one dimensional steady state) untuk kulit silinder berlapis dengan
memperhitungkan fluida ambien di dalam dan di sekeliling silinder ini
dapat dijabarkan sebagai berikut (Incropera et al., 2011):

(2.18)

yang dapat dituliskan juga dengan menggunakan overall heat transfer


coefficient U sebagai berikut:

(2.19)

Universitas Indonesia
27

di mana Rtot merupakan nilai hambatan termal total. Jika U didefinisikan

berhubungan dengan luas dalam, A1 = 2πr1L, persamaan 2.18 dan 2.19


dapat disetarakan untuk mendapatkan:

(2.20)

Definisi ini dapat diubah-ubah, dan nilai U juga dapat dicari dari
A4 atau luasan tengah lainnya. Perhatikan bahwa

(2.21)

dan bentuk spesifik dari U2, U3 dan U4 bisa dijabarkan dari persamaan 2.20

dan 2.21.

2.3.4 Hambatan Termal dan Distribusi Temperatur

Nilai temperatur untuk tiap permukaan lapisan dalam perpindahan


panas melalui dinding komposit dapat dihitung menggunakan nilai
hambatan/resistansi termal, yang bergantung pada nilai konduktivitas
termal k dari material tiap lapisan yang dilalui. Hambatan termal,
sebagaimana tercantum pada persamaan 2.21 merupakan invers dari nilai
UA, dan persamaan 2.19 menunjukkan bahwa semakin besar nilai
hambatan termal, akan mengakibatkan jatuh suhu (temperature drop)
yang semakin besar, sekaligus laju perpindahan panas (dalam hal ini
kebocoran panas) yang lebih kecil.

Nilai R akan semakin besar ketika nilai k semakin kecil, yang


berarti kemampuan insulasi termalnya semakin baik. Jatuh suhu yang
besar akibat nilai R yang besar dan nilai k yang kecil dari suatu lapisan
material bukan berarti material tersebut buruk kemampuan insulasi
termalnya, justru hal ini menunjukkan performa lapisan tersebut yang baik
dalam menjaga agar pengaruh suhu luar terhadap suhu dalam dapat dijaga
Universitas Indonesia
28

tetap kecil, sedemikian hingga suhu dalam tidak terlalu cepat untuk
mencapai kesetimbangan dengan suhu luar. Gambar 2.6 menunjukkan
contoh grafik distribusi temperatur pada jendela dua panel, dengan ruang
kosong berisi udara di dalamnya sebagai insulasi, dengan nilai kkaca lebih
besar daripada kudara, sebesar 0.78 W/m.K dan 0.026 W/m.K masing-
masing (Çengel & Ghajar, 2014).

Gambar 2.6 Grafik distribusi temperatur pada jendela dua panel (Çengel & Ghajar, 2014).
Laju perpindahan panas melalui tiap lapisan memiliki besar nilai
yang konstan setebal dinding tersebut, sebagaimana dinyatakan dalam
persamaan
𝛥𝑇(𝑖−𝑗)
𝑄̇ = (𝑊) (2.22)
𝑅𝑖𝑗

dengan nilai ΔTi-j merupakan selisih antara suhu pada permukaan i dan
permukaan j pada lapisan material ij, dan nilai hambatan termal konduktif
Rcond didapatkan dari nilai konduktivitas termal k. Untuk dinding komposit
silindris, persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut:

𝑟𝑗
ln( )
𝑅𝑐𝑜𝑛𝑑, 𝑐𝑦𝑙 = 𝑟𝑖
(𝐾/𝑊) (2.23)
2𝜋𝐿𝑘

dengan nilai logaritma natural dari rasio antara r (jari-jari) dari titik pusat
silinder menuju permukaan luar i terhadap permukaan dalam j, dengan
syarat ri > rj, L sebagai panjang silinder dan k spesifik untuk material yang
sedang dilalui. Jika perpindahan panas terjadi antara udara ambien yang

Universitas Indonesia
29

mengalami kontak dengan permukaan pertama suatu dinding komposit,


atau dari permukaan terakhir suatu dinding, maka hambatan termal
konvektif Rconv dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut.

1
𝑅𝑐𝑜𝑛𝑣, 𝑐𝑦𝑙 = (𝐾/𝑊) (2.24)
2𝜋𝑟𝐿ℎ

Hambatan termal bekerja dengan prinsip yang kurang lebih sama


dengan hambatan listrik, dalam rangkaian seri seperti pada dinding
komposit silindris pada Gambar 2.5 sebelumnya, nilai R bersifat
kumulatif, dengan Rtotal adalah pembagi pada persamaan 2.18 di atas.
Mengetahui nilai hambatan termal untuk masing-masing lapisan
(incremental) dan subtotal antar lapisan (cumulative) akan berguna untuk
memperhitungkan temperatur pada tiap permukaan lapisan secara numerik
apabila nilai temperatur yang diketahui hanyalah suhu ambien luar dan
dalam (Çengel & Ghajar, 2014).

2.4 Boil-Off Gas pada Industri Kriogenik

Kriogenik merupakan sains dan teknologi mengenai temperatur yang


sangat rendah (secara umum di bawah 120 K atau -153.15oC). Rekayasa kriogenik
utamanya melibatkan pemanfaatan fenomena suhu sangat rendah dan
berhubungan dengan pengembangan atau peningkatan teknik, proses atau
peralatan suhu rendah. Fluida kriogenik biasanya disimpan dalam suhu rendah

dalam suatu bejana penyimpanan (Barron & Nellis, 2016). Bejana ini menghadapi
permasalahan akibat penerimaan kalor dari lingkungan yang tidak dapat
diabaikan. Dampak dari kalor yang menghangatkan fluida kriogenik antara lain:

• Jika volume konstan ➔ Meningkatnya tekanan dalam bejana


• Jika tekanan konstan ➔ Fluida mendidih dan uap “boil-off” terbentuk

Uap yang terbentuk akibat menerima kalor ambien ketika tekanan dijaga
agar tetap konstan dalam bejana disebut “boil-off”. Pembuangan dari uap ini

disebut sebagai venting. Boil-off pada penyimpanan kriogenik tidak dapat

dihindari akibat penerimaan kalor ambien. Jumlah boil-off diukur dalam satuan
Universitas Indonesia
30

jumlah uap per satuan waktu, bisa berupa satuan mutlak seperti kg/jam, kg/hari
atau ukuran relatif (dalam persen yang tervaporisasi dari jumlah total muatan per
satuan waktu) yang disebut sebagai laju boil-off atau Boil-off Rate (BOR) (Ursan,
2011).

2.4.1 BOG pada Tangki LNG Isotank

Kapal yang mengangkut muatan LNG didesain untuk membawa


gas alam dalam fasa cair pada temperatur -163oC dengan tangki
penyimpanan khusus, mendekati suhu penguapan dari gas alam itu sendiri,
yang biasa disebut sebagai boiling point atau titik didih. Meskipun insulasi
tangki dirancang untuk membatasi penerimaan kalor eksternal, sedikitpun
kalor diterima akan menyebabkan penguapan kecil dari muatan tersebut.
Hal ini merupakan proses evaporasi atau penguapan yang terjadi secara
alami, ibarat bejana tertutup dengan kalor rendah diletakkan pada suatu
lingkungan yang memiliki kalor ambien akan bergerak menuju
kesetimbangan dengan sendirinya. Uap yang disebut BOG ini tidak dapat
dihindari dan harus dihilangkan, dicairkan kembali atau dimanfaatkan
sebagai bahan bakar untuk sistem dual-fuel, untuk menjaga tekanan dari
tangki muatan LNG ini (Babicz, 2015).

Fenomena BOG ini dapat menimbulkan berbagai kerugian jika


tidak ditangani. Kerugian-kerugian tersebut antara lain berupa:

• Rugi penguapan yang disebabkan oleh terbentuknya uap akibat


kalor (heat leak) yang diterima dari berbagai sisi pada kapal,
dengan total kalor diterima merupakan jumlah aljabar dari tiga
mode perpindahan panas yaitu radiasi, konveksi dan konduksi.
Tipe kerugian ini memiliki prevalensi atau kemungkinan terjadi
yang sangat tinggi di mana cairan hidrokarbon ringan disimpan
dalam bejana tekanan penuh atau penyimpanan refrijerasi (Wordu
& Peterside, 2013).

Universitas Indonesia
31

• Rugi displacement merupakan kerugian yang timbul akibat


gabungan kerugian dari proses bongkar-muat yang dianggap
sebagai rugi kerja atau rugi displacement. Ketika level cairan
meningkat, tekanan dalam bejana akan melebihi tekanan relief dan
uap akan dilepaskan dari bejana. Ketika pengosongan atau
pembongkaran muatan cairan, kerugian akibat penguapan akan
terjadi, dan udara masuk ke dalam tangki ketika pengosongan
sedemikian hingga tersaturasi dengan uap organik dari
hidrokarbon dan memuai, akhirnya melebihi kapasitas ruang uap
(Wordu & Peterside, 2013).

2.4.2 Perhitungan BOR & BOG

Boil-off rate (BOR) atau laju penguapan gas dan persentase boil-
off gas (BOG) per harinya dalam suatu pemodelan tangki LNG dapat
diperhitungkan dengan persamaan sebagai berikut (Adom, Islam, & Ji,
2010)

(2.25)

dengan 𝑄̇ merupakan nilai kalor dari sistem (heat leak) dan ΔH merupakan
nilai kalor laten penguapan dari LNG (latent heat of vaporization), yakni
5.1 x 105 J/kg. Kemudian nilai %BOG dihitung dengan persamaan

(2.26)

2.4.3 Penanganan BOG

Terdapat berbagai cara untuk menangani peningkatan tekanan


dalam tangki LNG, salah satunya untuk mengatur tekanan bergantung
pada suhu ambien dari bahan bakar. Cara lain meliputi relikuefaksi
(pencairan kembali), oksidasi termal, akumulasi tekanan dan pemanfaatan

Universitas Indonesia
32

BOG sebagai bahan bakar sekunder untuk sistem propulsi pada kapal, di
mana menurut aturan dari International Gas Carriers Code (IGC Code),
setiap kapal pengangkut gas alam harus memiliki sekurang-kurangnya 2
metode penanganan BOG (McGuire & White, 2008). Gambar 2.7
menjelaskan tata letak sistem penanganan BOG ketika kapal
menggunakan mesin utama dua-tak dan mesin cadangan empat-tak.
Idealnya, konsumsi BOG harus sama dengan nilai BOR, yang
menghasilkan kesetimbangan BOG bernilai nol (Babicz, 2015).

Gambar 2.7 Tata letak sistem penanganan BOG yang disederhanakan.

Kendati demikian, kapal yang menggunakan bahan bakar LNG


berukuran kecil yang ingin dirancang tidak memungkinkan untuk
memiliki fasilitas relikuefaksi di atas kapal (on-board) akibat konsumsi
BOG yang sangat tinggi – mencapai 20% BOG yang terbentuk setiap
harinya – dan biaya pemasangan yang tinggi. Sistem manajemen BOG
pada kapal jenis ini dirancang untuk mengkondisikan gas baik dalam
parameter tekanan maupun suhu untuk tahap konsumsi di sistem propulsi
selanjutnya (Fernández, Gómez, Gómez, & López-González, 2017).

Universitas Indonesia
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metodologi Penelitian

Penelitian akan dilakukan dengan dasar metodologi penelitian antara lain:


a. Studi literatur
Mempelajari literatur, studi atau penelitian terkait analisis perpindahan exergy
melalui dinding tangki penyimpanan LNG, serta hubungan dan kalkulasi
mengenai nilai BOR dan jumlah BOG pada muatan LNG.
b. Bimbingan dan/atau diskusi
Membahas progres pengerjaan skripsi dengan kelompok skripsi Dual-Fuel
Retrofit Kapal Pelayaran Antar Pulau dan dosen pembimbing seminar untuk
mendapatkan evaluasi, kritik dan saran dalam penyusunan seminar ini.
c. Perancangan model fisik menggunakan perangkat lunak dan
perhitungan manual analisis exergy
Merancang model fisik tangki LNG Isotank yang digunakan pada kapal
penumpang 3200 DWT, perhitungan manual fluks panas berdasarkan literatur
menggunakan Microsoft Excel 2016, serta pemodelan untuk fluks panas
melalui dinding ketiga variasi tangki isotank yang dianalisis menggunakan
perangkat lunak COMSOL Multiphysics 5.1 Academic Server License (ASL)
kemudian menganalisis karakteristik exergy dan mencari nilai BOG dan BOR
berdasarkan literatur.
d. Pengolahan data & analisis
Mengolah data yang didapat dari perhitungan menggunakan perangkat lunak
COMSOL Multiphysics 5.1 dan menyajikannya dalam bentuk komparasi
kemudian menganalisis/membahas data yang telah diolah untuk mencari
jawaban dari permasalahan yang telah ditentukan.
e. Kesimpulan & saran
Menyimpulkan hasil penelitian yang telah diperoleh dan memberikan saran
yang sekiranya dapat menjadi solusi dari permasalahan.
33
34

Gambar 3.1 Diagram alir pengerjaan penelitian.


Universitas Indonesia
35

3.2 Pengambilan Data

Pengerjaan skripsi ini akan membutuhkan beberapa data sebelum


kemudian data dapat diolah dan dianalisis sesuai dengan langkah pengerjaan pada
Gambar 3.1, dengan data utama disediakan oleh Kemenhub dan data penunjang
akan dilengkapi berdasarkan referensi literatur.

3.2.1 Data Kapal

Kapal yang akan dianalisis adalah kapal penumpang milik


Kemenhub yang melayani trayek Tanjung Priok – Makassar (Gambar 3.2
hingga 3.4), berjarak tempuh total 1708 mil laut dan total hari layar serta
hari labuh selama 5.625 hari, kecepatan rata-rata 17.6 knots, dengan
dimensi sebagai berikut:

LOA : 146.5 meter


LBP : 130 meter
B : 23.4 meter

T : 5.9 meter

Tmin : 4.35 meter


DWT : 3200 ton

Gambar 3.2 Trayek Tanjung Priok – Makassar (Kemenhub)


Universitas Indonesia
36

Gambar 3.3 Foto Kapal (www.marinetraffic.com)

Gambar 3.4 General Arrangement Kapal (Kemenhub)

3.2.2 Data Mesin dan Konsumsi Bahan Bakar

Kapal Penumpang 3200 DWT merujuk data dari Kemenhub


memiliki data mesin beserta karakteristik konsumsi bahan bakar diesel
rata-rata selama satu voyase sebagai berikut:

Mesin Utama : 2x Krupp-MaK Type 6M601C Spec. 6400kW/428rpm


Mesin Bantu : 4x Daihatsu Type 6DL24 Spec. 882kW/750rpm
Ratas per jam layar : 1968.68 liter/jam
Ratas per jam labuh : 332.67 liter/jam
Jarak tempuh PP : 1708 mil laut
Jam layar PP : 97 jam
Jam labuh PP : 38 jam
Total jam voyase : 135 jam
Konsumsi per voyase : 203603.42 liter
Tipe bahan bakar : High Speed Diesel (HSD) Pertamina IFM

Universitas Indonesia
37

Harga beli : Rp10.700 per liter per 30 April 2018


Lower Heating Value : 43932 kJ/kg (PT Pertamina (Persero), 2018)
Rapat jenis : 0.83 kg/L

3.2.3 Data Spesifikasi Isotank

Penelitian yang dilakukan merupakan sebuah studi mengenai


variasi material kulit dan insulasi isotank terhadap karakteristik exergy
fisik dan nilai Boil-Off Rate muatan LNG. Terdapat 3 variasi opsi tangki
yang disediakan oleh Kemenhub, dengan spesifikasi termuat pada Tabel
3.1

Tabel 3.1 Matriks komparasi pilihan tangki isotank (Kemenhub)

Shell

Opsi Supplier ISO Size ID OD Thermal


Inner Outer
Material conductivity
thickness thickness
@300K
A Trencor 2320 mm AISI 304 5 mm 5 mm 14.9 W/m.K
B Odyssey 20 ft 2200 mm 2424 mm AISI 316L 6 mm 6 mm 13.4 W/m.K
C Taizhou 2322 mm Titanium 8 mm 8 mm 21.9 W/m.K
Insulation
Net First layer Second layer
Opsi Supplier
capacity Thermal Thermal
Type Thickness Type Thickness
conductivity conductivity
A Trencor Polyurethane 20 mm 26 mW/m.K Rockwool 30 mm 35 mW/m.K
B Odyssey 21000 m3 Glasswool 50 mm 35 mW/m.K Rockwool 50 mm 35 mW/m.K
C Taizhou Polystyrene 20 mm 33 mW/m.K GFRP 25 mm 36 mW/m.K

3.2.4 Data Muatan Bahan Bakar LNG


Kapal ini direncanakan menggunakan kombinasi bahan bakar
LNG dan HSD dengan rasio 60-40, h = 200 W/m2K dengan spesifikasi
bahan bakar berdasarkan referensi General Services Laboratory (PT
Perusahaan Gas Negara (Persero), 2016) sebagai berikut:

Asal : Indonesia – Arun


Harga beli : US$ 9.95 per MMBtu setara Rp137.817,45 per
tanggal 30 April 2018
Lower Heating Value : 50208 kJ/kg (International Gas Union, 2012)
Rapat jenis : 450 kg/m3 setara 24.02 MMBtu/m3
Universitas Indonesia
38

3.3 Pemodelan Tangki LNG Isotank

Model fisik dari tangki LNG Isotank T75 tertutup akan dimodelkan
dengan bentuk Closed System (Moran & Shapiro, 2014), dengan tangki sebagai
sistem dan keadaan lingkungan pada kapal sebagai lingkungan ambien, di mana
keduanya berproses menuju kesetimbangan termodinamis, sebelum adanya
proses kimiawi atau fisik yang dapat merubah kondisi kesetimbangan. Sistem
(tangki yang memuat gas bersuhu kriogenik) dengan wadah tertutup berinsulasi
(memiliki nilai konduktivitas termal) akan dievaluasi laju perpindahan exergy-
nya, berangkat dari bentuk fluks panas akibat adanya perpindahan kalor dari
lingkungan melalui mode perpindahan panas melalui benda padat (konduksi) dan
perpindahan kalor konduksi akibat kontak fluida dengan benda padat.

Merujuk Rossios (2015), tangki akan dimodelkan berupa lapisan-lapisan


kulit dan insulasi silinder (Gambar 3.5 hingga 3.7) untuk memudahkan kalkulasi
karena bentuk cross-sectional yang sama dengan bentuk tangki (yakni silinder
dengan tutup kubah torispherical di kedua ujung), dan selisih volume yang tidak
berbeda jauh (Rossios et al., 2015). Pemodelan dilakukan secara manual
menggunakan rumus dari referensi literatur dan jurnal menggunakan Microsoft
Excel 2016 dan Autodesk AutoCAD 2018, kemudian akan dikomparasi dengan
pemodelan menggunakan perangkat lunak COMSOL Multiphysics 5.1.

Gambar 3.5 Gambar teknis LNG Isotank.

Universitas Indonesia
39

Gambar 3.6 Potongan model 3 dimensi LNG Isotank.

Gambar 3.7 Model 3 dimensi LNG Isotank dengan kerangka.

3.4 Metode Analisis Exergy dari Sistem

Selanjutnya setelah model fisik dari ketiga tangki yang akan dikaji selesai
dimodelkan dan dievaluasi, akan dilakukan analisis exergy dari sistem, khususnya
exergy fisik yang mempertimbangkan mode transfer panas yang telah
diperhitungkan sebelumnya, menggunakan pendekatan one dimensional, steady
state, nonflow, no heat generation dengan nilai-nilai exergy kinetik dan potensial
dapat diabaikan karena dalam Closed System Exergy Balance (Moran & Shapiro,
2014) tidak ada perubahan massa, kecepatan, percepatan gravitasi maupun
ketinggian yang signifikan untuk menciptakan perbedaan yang besar dalam
analisis kesetimbangan exergy ini. Pun tidak ada exergy kimiawi Exch yang
signifikan dalam Closed System Exergy Balance, karena nilai exergy kimiawi baru
akan berdampak signifikan dalam perhitungan kesetimbangan exergy ketika ada

Universitas Indonesia
40

proses kimiawi yang merubah susunan atom atau molekul seiring dengan
berjalannya proses menuju kesetimbangan termodinamis, misalnya proses
pembakaran. Dalam analisis ini kemudian akan didapatkan nilai-nilai laju
perpindahan exergy kalor Exq, laju penghancuran exergy Exd dan efisiensi
exergetik ηEx. Sama seperti tahap pemodelan, analisis exergy akan dilakukan
dengan perhitungan manual berdasarkan rumus dari referensi literatur dan jurnal,
kemudian akan dikomparasi dengan analisis fluks panas menggunakan perangkat
lunak COMSOL Multiphysics 5.1 dengan langkah-langkah secara ringkas

ditunjukkan pada Gambar 3.8 hingga 3.11.

Pemodelan untuk setiap tangki dilakukan dengan memilih modul Heat


Transfer in Solids dengan tipe studi stationary (keadaan tunak), kemudian
membangun model lapisan-lapisan kulit silinder dengan tutup untuk tiap material
sesuai dengan spesifikasi. Ketiga opsi tangki dimodelkan dengan skenario dan
kebutuhan bahan bakar LNG yang sama, yakni dengan suhu udara ambien saat
kondisi pelayaran rata-rata senilai 32oC (305.15K, h = 12 W/m2.K), suhu LNG
ambien di dalam tangki senilai -163oC (110.15K, h = 200 W/m2.K) dan kebutuhan
BOR LNG sebesar 0.209 kg/s untuk memenuhi rasio penggunaan LNG 60%.

Gambar 3.8 Pembangunan lapisan silinder pada COMSOL 5.1.

Universitas Indonesia
41

Pembangunan model ketiga opsi tangki akan menggunakan parameter


input sesuai spesifikasi yang telah dimuat pada Tabel 3.2 dengan membangun
kulit silinder pejal berlapis dengan tutup di kedua ujungnya.

Tabel 3.2 Parameter input pembangunan model pada COMSOL 5.1.

Parameter Trencor Odyssey Taizhou Unit


Diameter dalam 2.2 2.2 2.2 m
Diameter luar 2.32 2.424 2.322 m
Tebal plat kulit
0.005 0.006 0.008 m
dalam
Tebal insulasi
0.02 0.05 0.02 m
pertama
Tebal insulasi kedua 0.03 0.05 0.025 m
Tebal plat kulit luar 0.005 0.006 0.008 m
r1 1.1 1.1 1.1 m
r2 1.105 1.106 1.108 m
r3 1.125 1.156 1.128 m
r4 1.155 1.206 1.153 m
r5 1.16 1.212 1.161 m
Panjang tangki 6.058 6.058 6.058 m

Gambar 3.9 Perhitungan distribusi temperatur pada COMSOL 5.1.

Kemudian distribusi temperatur pada tiap lapisan dihitung menggunakan


line average (Gambar 3.9), sedangkan nilai fluks panas dari dinding luar dan
dinding dalam tangki dihitung menggunakan surface average (Gambar 3.10).
Universitas Indonesia
42

Dari pemodelan ini akan didapatkan pula peta panas (heat map) (Gambar 3.11)
akibat perpindahan panas dari luar tangki (udara ambien) menuju dalam tangki
(LNG yang diasumsikan ambien) melalui tiap lapisan dinding tangki. Data yang
didapatkan dari COMSOL selanjutnya bisa diekspor dan kemudian diolah
berdasarkan persamaan dari literatur untuk mendapatkan nilai perpindahan
exergy, efisiensi exergy dan karakteristik BOR serta BOG untuk masing-masing
jenis tangki yang dimodelkan.

Gambar 3.10 Perhitungan fluks panas pada COMSOL 5.1.

Gambar 3.11 Peta panas dinding tangki pada COMSOL 5.1.

Universitas Indonesia
43

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembahasan dalam penelitian ini secara umum dapat dibagi menjadi tiga bagian
utama, yakni analisis karakteristik exergy dari model fisik tiga opsi tangki isotank T75
yang telah dibangun menggunakan perangkat lunak Autodesk AutoCAD 2018 dan
COMSOL Multiphysics 5.1, perhitungan manual dan analisis efisiensi exergetik serta
karakteristik BOR dan BOG dari tiap tangki serta analisis kualitas tangki yang dijabarkan
dalam bentuk skala kualitas. Batasan analisis exergy dalam penelitian ini adalah
pendekatan closed system exergy balance atau kesetimbangan exergy sistem tertutup,
yang memperhitungan perpindahan exergy bersamaan dengan perpindahan kalor murni
sebagai satu-satunya faktor exergy fisik dari LNG yang disimpan di dalam tangki isotank,
dikarenakan belum adanya konversi kandungan energi dan exergy dari LNG menjadi
kerja ataupun melalui proses kimiawi seperti pembakaran. Hasil analisis exergy dan
karakteristik BOR dan BOG dari masing-masing tangki kemudian akan diolah untuk
dijabarkan dalam skala yang menunjukkan kualitas dari masing-masing tangki, yang
selanjutnya dapat menjadi salah satu dasar pertimbangan pemilihan tangki dari sudut
pandang akademis, akan diberikan kembali ke Kemenhub untuk peninjauan lebih lanjut.

4.1 Analisis Exergy Fisik Tangki Isotank T75

Analisis exergy fisik dari data spesifikasi ketiga opsi tangki isotank yang
telah dimiliki dilakukan dengan pendekatan closed system exergy balance
berbasis perpindahan panas (menghitung laju fluks panas) melalui dinding tangki
dengan mode perpindahan panas konduksi melalui tiap lapisan dinding tangki dan
konveksi akibat kontak fluida ambien (baik udara maupun LNG) dengan
permukaan dinding terdalam dan terluar, dengan parameter kondisi yang sudah
ditentukan oleh Kemenhub untuk selanjutnya diolah. Analisis ini perlu dilakukan
untuk mengetahui seberapa besar kebocoran panas yang terjadi untuk tiap-tiap
jenis tangki, bervariasi akibat perbedaan material kulit dan insulasi termal yang
digunakan oleh masing-masing tangki. Perbedaan kualitas material kulit dan
insulasi tentu memiliki keunggulan dan kekurangannya masing-masing, dan

Universitas Indonesia
44

analisis yang akan diberikan dalam penelitian ini khususnya dilakukan dari sudut
pandang akademis, namun kemudian Kemenhub melalui BUMN di bawahnya
akan memilih sendiri tangki mana yang paling optimal dari segi ekonomi, setelah
mempertimbangkan keuntungan dan kelebihan tiap opsi tangki dari segi
akademis, dalam hal ini peninjauan karakteristik exergy serta BOR & BOG.

Dalam melakukan analisis exergy fisik dengan pendekatan closed system


exergy balance, di mana exergy yang dihitung adalah perpindahan dan
penghancuran exergy beserta efisiensinya, bersamaan dengan perpindahan kalor
melalui dinding tangki, akan dibutuhkan beberapa parameter yang telah tersaji
dari data yang telah diberikan dan selebihnya akan dikoreksi maupun dilengkapi
berdasarkan literatur yang relevan dan mutakhir. Parameter yang penting antara
lain meliputi temperatur ambien LNG dan udara sekitar (data suhu rata-rata
sekitar trayek sepanjang tahun berdasarkan data dari Kemenhub merujuk Badan
Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika), ketebalan dan konduktivitas termal
tiap-tiap material kulit dan insulasi tangki, koefisien perpindahan panas konvektif,
untuk selanjutnya mendapatkan nilai heat leak (𝑄̇ ) dari tiap-tiap tangki.

Gambar 4.1 Lapisan kulit dan insulasi dinding tangki isotank.

Universitas Indonesia
45

Untuk mencari nilai temperatur pada tiap permukaan secara numerik,


terlebih dahulu digunakan persamaan 2.23 hingga 2.24 untuk mencari nilai
hambatan termal dari tiap-tiap lapisan pada dinding tangki dengan susunan pada
Gambar 4.1. Nilai yang diperoleh tercantum pada Tabel 4.1, di mana nilai
hambatan termal incremental berarti nilai R yang spesifik untuk satu permukaan
saja, dan cumulative berarti nilai R hasil akumulasi dengan nilai R pada
permukaan sebelumnya. Nilai R kumulatif terakhir yang dicetak tebal adalah nilai
Rtotal yang dapat digunakan untuk mencari kembali 𝑄̇ dengan persamaan 2.19.

Tabel 4.1 Nilai hambatan termal incremental dan cumulative dari tiap lapisan dinding tangki.

Trencor Incremental (K/W) Cumulative (K/W)


Rconv (h5) 0.0018873 0.0018873
Rcond (kD) 0.0000076 0.0018949
Rcond (kC) 0.0197544 0.0216493
Rcond (kB) 0.0181253 0.0397746
Rcond (kA) 0.0000125 0.0397871
Rconv (h1) 0.0001194 0.0399065
Odyssey Incremental (K/W) Cumulative (K/W)
Rconv (h5) 0.0018064 0.0018064
Rcond (kD) 0.0000097 0.0018161
Rcond (kC) 0.0317839 0.0336000
Rcond (kB) 0.0331895 0.0667896
Rcond (kA) 0.0000159 0.0668055
Rconv (h1) 0.0001194 0.0669249
Taizhou Incremental (K/W) Cumulative (K/W)
Rconv (h5) 0.0018857 0.0018857
Rcond (kD) 0.0000083 0.0018940
Rcond (kC) 0.0159974 0.0178915
Rcond (kB) 0.0142422 0.0321337
Rcond (kA) 0.0000064 0.0321400
Rconv (h1) 0.0001194 0.0322595

Selanjutnya dilakukan perhitungan manual 𝑄̇ berdasarkan rumus yang


didapat dari literatur khususnya persamaan 2.19 hingga 2.21, kemudian
dikomparasikan dengan hasil pemodelan menggunakan perangkat lunak
COMSOL Multiphysics 5.1. Dari hasil pemodelan menggunakan perangkat lunak
akan didapatkan nilai 𝑄̇ permukaan dalam dan luar, beserta temperatur permukaan
Universitas Indonesia
46

di tiap permukaan lapisan dinding tangki. Dengan menggunakan nilai hambatan


termal pada Tabel 4.1, temperatur pada tiap permukaan lapisan juga dicari secara
numerik menggunakan persamaan 2.22. Data yang didapat akan digunakan untuk
menghitung perpindahan dan penghancuran exergy berikut efisiensinya,
dijelaskan pada Tabel 4.2 hingga 4.4 untuk masing-masing tangki.

Tabel 4.2 Data T dan q tangki opsi A (Trencor)

Opsi A (Trencor) Numerik Software


𝑄̇ 4885.42 W 4894.39 W
T∞,5 (udara ambien) 305.15K 305.15K
Ts5 (permukaan 5) 295.93K 295.85K
Ts4 (permukaan 4) 295.89K 295.81K
Ts3 (permukaan 3) 199.38K 200.31K
Ts2 (permukaan 2) 110.83K 110.81K
Ts1 (permukaan 1) 110.77K 110.74K
T∞,1 (LNG ambien) 110.15K 110.15K

Tabel 4.3 Data T dan q tangki opsi B (Odyssey)

Opsi B (Odyssey) Numerik Software


𝑄̇ 2913.32 W 2914.56 W
T∞,5 (udara ambien) 305.15K 305.15K
Ts5 (permukaan 5) 299.89K 299.89K
Ts4 (permukaan 4) 299.86K 299.86K
Ts3 (permukaan 3) 207.26K 207.25K
Ts2 (permukaan 2) 110.57K 110.54K
Ts1 (permukaan 1) 110.52K 110.50K
T∞,1 (LNG ambien) 110.15K 110.15K

Tabel 4.4 Data T dan q tangki opsi C (Taizhou)

Opsi C (Taizhou) Numerik Software


𝑄̇ 6042.29 W 6046.09 W
T∞,5 (udara ambien) 305.15K 305.15K
Ts5 (permukaan 5) 293.76K 293.75K
Ts4 (permukaan 4) 293.71K 293.70K
Ts3 (permukaan 3) 197.04K 197.00K
Ts2 (permukaan 2) 110.99K 110.91K
Ts1 (permukaan 1) 110.95K 110.87K
T∞,1 (LNG ambien) 110.15K 110.15K

Universitas Indonesia
47

Gambar 4.2 menunjukkan diagram garis distribusi temperatur pada


lapisan-lapisan dinding tangki, berdasarkan data temperatur pada Tabel 4.2
hingga Tabel 4.4 dibandingkan terhadap data ketebalan lapisan kulit dan insulasi
dinding pada masing-masing opsi tangki yang dimuat dalam Tabel 3.1 pada bab
sebelumnya, dimulai dari permukaan paling dalam hingga ke luar. Diagram ini
menunjukkan terjadinya perubahan temperatur yang signifikan saat panas
berpindah melalui lapisan insulasi, dan variasi ketebalan serta material insulasi
yang berbeda, termasuk kemampuan insulasi termal yang berbeda pada masing-
masing tangki menyebabkan terjadinya variasi temperatur pada setiap nomor
permukaan lapisan yang sama seperti dijelaskan pada Gambar 4.1.

325

275

Trencor
225
Suhu, T (K)

(A)
Odyssey
(B)
175 Taizhou
(C)

125

75
-0.02 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12
Tebal dinding, x (m)

Gambar 4.2 Diagram garis distribusi temperatur pada dinding tangki.

Karakteristik garis distribusi temperatur pada Gambar 4.2 menunjukkan


kesesuaian dengan literatur, di mana temperatur terlihat turun drastis saat
melewati insulasi. Hal ini merupakan jatuh temperatur (temperature drop) yang
dihitung menggunakan persamaan 2.22 dengan nilai 𝑄̇ yang telah didapatkan
sebelumnya (yang bernilai sama pada setiap permukaan) dan nilai hambatan
termal masing-masing lapisan yang ingin ditentukan nilai temperatur
permukaannya.

Universitas Indonesia
48

Jatuh temperatur yang besar pada lapisan insulasi dan nilai yang kecil saat
melalui lapisan kulit bukan berarti lapisan kulit lebih baik kemampuan insulasi
termalnya, justru lapisan insulasi bisa mencegah suhu permukaan dalam sesudah
melewati insulasi memiliki perbedaan jauh dengan suhu permukaan luar sebelum
melewati lapisan insulasi. Jika tidak digunakan lapisan insulasi (misalnya
digunakan plat baja sepenuhnya sebagai kulit), nilai k nya yang besar berarti nilai
R nya kecil sehingga menyebabkan suhu permukaan luar dan suhu permukaan
dalam tidak berbeda jauh, yang kemudian dapat mengakibatkan kebocoran panas
yang lebih besar dan sistem termodinamika akan lebih cepat mencapai
kesetimbangan.

Selanjutnya, data nilai T dan 𝑄̇ yang telah didapatkan di atas akan diolah
menggunakan persamaan 2.10 hingga 2.13 untuk mendapatkan nilai laju
perpindahan exergy bersamaan dengan perpindahan kalor (Exq), penghancuran
dan efisiensi exergetik perpindahan panas dari ketiga model tangki yang telah
dirancang. Nilai 𝑄̇ yang akan digunakan dari masing-masing tangki ialah nilai 𝑄̇
terbesar, yakni 𝑄̇ software, dijabarkan pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Nilai laju perpindahan, penghancuran dan efisiensi exergy untuk masing-masing opsi
tangki isotank.

Opsi A (Trencor)
Exq,in 8592.64 W
Exq,out 8438.79 W
Exd 153.85 W
ηEx 98.21%
Opsi B (Odyssey)
Exq,in 5134.27 W
Exq,out 5083.12 W
Exd 51.15 W
ηEx 99.00%
Opsi C (Taizhou)
Exq,in 10594.42 W
Exq,out 10359.81 W
Exd 234.61 W
ηEx 97.79%

Universitas Indonesia
49

Perbedaan karakteristik exergy fisik dari masing-masing tangki ini


ditunjukkan konsisten dengan nilai hambatan termal R total dari tiap lapisan pada
dinding tangki, di mana semakin kecil nilai R maka tingkat kebocoran panas 𝑄̇
(heat leak) yang terjadi pada dinding tangki akan bernilai lebih kecil, yang berarti
panas lebih mudah berpindah melalui dinding tangki bernilai R kecil daripada
melalui dinding bernilai R besar. Berdasarkan data dari Tabel 4.1, diketahui nilai
Rtot,A = 0.0399065 K/W, Rtot,B = 0.0669249 K/W dan Rtot,C = 0.0322595 K/W.

Perbedaan nilai R dalam hal ini disebabkan oleh perbedaan kualitas


konduktivitas termal masing-masing material kulit dan insulasi pada dinding tiap
opsi tangki isotank, secara ekonomis fenomena ini juga koheren dengan harga per
unit tangkinya, di mana tangki dengan nilai R terkecil (Opsi B, Odyssey) adalah
tangki termahal (harga dalam kisaran US$50,000.00 per unit), diikuti oleh Opsi A
(Trencor) dengan harga US$43,000.00 per unit dan terakhir adalah Opsi C
(Taizhou) seharga US$35,000.00 per unit, yang berarti semakin bagus performa
insulasi termal dinding tangki maka semakin mahal harga jualnya. Pernyataan
sebelumnya juga semakin dikuatkan dengan hasil perhitungan di atas, di mana
nilai heat leak terbesar dan efisiensi exergetik terkecil dihasilkan oleh tangki
termurah (Opsi C, Taizhou), kemudian Opsi A (Trencor) dan terakhir Opsi B
(Odyssey).

4.2 Analisis BOR dan BOG Tangki Isotank T75

Analisis Boil-off Rate (BOR) atau laju penguapan LNG dalam tangki dan
persentase Boil-off Gas (BOG) dari tiap opsi tangki akan menunjukkan seberapa
besar laju penguapan LNG akibat perpindahan panas dan perpindahan serta
penghancuran exergy yang terjadi melalui dinding tangki. Sebagaimana telah
dituliskan pada bagian landasan teori, kebutuhan akan alat-alat tambahan merujuk
Society of International Gas Tanker and Terminal Operators atau SIGTTO untuk
kapal pengangkut gas dan/atau berbahan bakar gas, operasi kapal akan
membutuhkan tambahan forced vaporizer bila laju konsumsi gas dalam kilogram
per detiknya lebih cepat dari nilai BOR, atau reliquefier bila laju konsumsi gas
lebih lambat dari nilai BOR. Karena sistem relikuefaksi akan membutuhkan area

Universitas Indonesia
50

yang sangat besar dan biaya yang relatif mahal, sistem forced vaporizer akan lebih
disukai karena prosesnya yang lebih mudah dan peralatannya yang lebih
sederhana (McGuire & White, 2008). Kendati demikian, tetap perlu dilakukan
analisis BOR dan BOG yang tepat untuk memastikan tangki yang akan dipilih
memiliki selisih antara laju konsumsi gas dengan BOR tidak bernilai terlalu besar,
sehingga daya yang dibutuhkan untuk mengoperasikan forced vaporizer juga
tidak sebanyak ketika selisihnya terlalu besar.

Parameter yang dibutuhkan untuk melakukan analisis ini antara lain


meliputi konsumsi bahan bakar High Speed Diesel per hari layar dan hari labuh,
persentase bahan bakar yang akan digantikan dengan Liquefied Natural Gas, nilai
Lower Heating Value (LHV) masing-masing bahan bakar, volume bersih tangki
isotank dan nilai heat leak atau heat flux yang didapatkan dari analisis
sebelumnya, untuk kemudian diolah dan mendapatkan nilai BOR dan BOG dari
tiap tangki dalam kondisi pelayaran yang telah ditentukan sebelumnya. Untuk
melakukan komparasi dengan nilai substitusi bahan bakar yang diinginkan, yakni
rasio 40:60 untuk masing-masing bahan bakar HSD dan LNG, diperlukan
parameter konsumsi bahan bakar rata-rata untuk satu voyase penuh (Kemenhub,
2016a) yang kemudian disetarakan untuk mendapatkan nilai laju alir massa (mass
flow rate), karena substitusi bahan bakar dihitung bukan berdasarkan unit volume,
melainkan unit massa (Cheenkachorn et al., 2014) relatif terhadap LHV yang
dinyatakan dalam unit energi per unit massa yang dimuat dalam Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Konsumsi bahan bakar HSD dan substitusi laju aliran massanya.

168990.839 kg/voyage
Konsumsi bahan bakar
(Kemenhub) 1251.784 kg/h
0.348 kg/s
Substistusi 60% LNG (𝑚̇LNG,60) 0.209 kg/s
ρLNG 450 kg/m3
Laju alir volumetrik 0.028 m3/s

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa dengan nilai konsumsi bahan bakar rata
berdasarkan data rekap tahunan Kemenhub untuk trayek Tanjung Priok –
Makassar untuk satu voyase selama 135 jam adalah sebesar 168990.839 kg, atau
Universitas Indonesia
51

sama dengan 0.348 kg per detik laju massa bahan bakar yang dialirkan. 60%-nya
akan digantikan dengan massa bahan bakar LNG atau sama dengan 0.209 kg/s
laju alir massa bahan bakar LNG (𝑚̇LNG,60). Pada Tabel 4.7 dihitung nilai BOR
dan BOG spesifik untuk masing-masing tangki dengan menggunakan persamaan
2.25 dan 2.26, dan nilai BOR dalam kg/s yang didapat dari setiap tangki dikalikan
dengan jumlah tangki yang digunakan sesuai data studi kelayakan yang telah
diolah kembali, yakni 11 tangki isotank, untuk mengetahui BOR alami yang
dihasilkan oleh keadaan lingkungan dan seberapa besar perbedaannya dengan
BOR yang dibutuhkan untuk mencapai rasio substitusi sebesar 60% (0.209 kg/s).

Tabel 4.7 Nilai BOR, BOG dan persentase tambahan yang dibutuhkan untuk tiap opsi tangki.

Opsi A (TRENCOR)
Volume bersih 21 m3
𝑄 ̇ 4894.393 W
ΔH, kalor laten uap (IGU) 510000 J/kg
pLNG 450 kg/m3
BOR 1 tangki 0.00960 kg/s
Tambahan yang dibutuhkan 49.40% (𝑚̇LNG,60)
BOG 8.77% per hari
Opsi B (ODYSSEY)
Volume bersih 21 m3
𝑄̇ 2914.565 W
ΔH, kalor laten uap (IGU) 510000 J/kg
pLNG 450 kg/m3
BOR 1 tangki 0.00572 kg/s
Tambahan yang dibutuhkan 69.87% (𝑚̇LNG,60)
BOG 5.22% per hari
Opsi C (TAIZHOU)
Volume bersih 21 m3
𝑄 ̇ 6046.092 W
ΔH, kalor laten uap (IGU) 510000 J/kg
pLNG 450 kg/m3
BOR 1 tangki 0.01186 kg/s
Tambahan yang dibutuhkan 37.49% (𝑚̇LNG,60)
BOG 10.84% per hari

Universitas Indonesia
52

Nilai tambahan yang dibutuhkan pada Tabel 4.7 di atas disajikan dalam
bentuk persentase untuk mengetahui seberapa banyak tambahan LNG yang perlu
diuapkan menggunakan forced vaporizer, dimaksudkan sebagai tambahan laju
alir massa LNG yang sudah berubah fasa menjadi gas untuk memenuhi kebutuhan
substitusi bahan bakar dari tangki opsi A, B dan C akan membutuhkan forced
vaporizer untuk menguapkan tambahan gas (𝑚̇vaporizer) dengan persentase tertentu
terhadap 𝑚̇LNG,60 sebesar 0.209 kg/s, yaitu masing-masing sebesar 49.40% (0.103
kg), 69.87% (0.146 kg) dan 37.49% (0.078 kg) per detiknya, sehingga untuk total
1 voyase, dibutuhkan total tambahan uap LNG sebesar 50089.75 kg, 70843.01 kg
dan 38017.24 kg masing-masing opsi tangki untuk memenuhi keperluan mode
bahan bakar HSD-LNG rasio 40-60, dan kebutuhan tambahan kalor untuk
penguapan dapat diperhitungkan dengan mengalikan nilai 𝑚̇vaporizer dengan nilai
kalor laten ΔH sebagaimana dimuat pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8 Tambahan laju alir massa uap LNG dan kalor yang dibutuhkan vaporizer.

Tangki 𝒎̇vaporizer Total 1 voyage 𝑸̇vaporizer


A. Trencor 0.10307 kg/s 50089.7 kg 52.56 kW
B. Odyssey 0.14577 kg/s 70843 kg 74.34 kW
C. Taizhou 0.07822 kg/s 38017.2 kg 39.90 kW

Data-data yang telah diperoleh untuk tiap opsi tangki dari analisis ini dan
juga analisis sebelumnya dapat disusun menjadi matriks perbandingan tiap
parameter beserta nilainya untuk selanjutnya diinterpretasikan keterkaitan antara
satu parameter dengan yang lainnya sebagaimana dijabarkan pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9 Matriks perbandingan parameter analisis tangki.

Rtot 𝑸̇ Exd ηExq


%BOG 𝑸̇vaporizer
Opsi per
Tangki (K/W) (W) (W) (%) hari (kW)
A. Trencor 0.0399065 4894.39 153.8460 98.21% 8.77% 52.56
B. Odyssey 0.0669249 2914.56 51.1532 99.00% 5.22% 74.34
C. Taizhou 0.0322595 6046.09 234.6119 97.79% 10.84% 39.90

Dari Tabel 4.9, didapati kecenderungan bahwa semakin kecil nilai


hambatan termal total (total thermal resistance Rtot), akan berdampak pada
Universitas Indonesia
53

meningkatnya kebocoran panas atau heat leak 𝑄̇ , laju penghancuran exergy kalor
melalui dinding tangki Exd, persentase boil-off gas yang terbentuk per harinya
serta tambahan kalor yang dibutuhkan dari forced vaporizer untuk menghasilkan
tambahan laju alir masa uap LNG yang dapat memenuhi kebutuhan substitusi
bahan bakar dengan LNG sebesar 60%, namun efisiensi exergetik ηExq akan
semakin menurun. Hal ini menjelaskan pengaruh variasi material kulit dan
insulasi yang digunakan pada dinding tangki, bahwa apabila kualitas material
dalam konteks ini diukur dengan nilai konduktivitas termal k, maka material
dengan nilai konduktivitas termal k sekecil-kecilnya akan memberikan kualitas
peredaman kebocoran panas dari tangki yang paling baik dengan efisiensi
exergetik terbesar yang berarti exergy yang dihancurkan atau terbuang ke
lingkungan semakin kecil.

Hanya saja, dalam ruang lingkup pengadaan barang usaha, aspek


akademis dan teoretis tidak bisa dijadikan sebagai satu-satunya dasar dalam
mempertimbangkan pilihan yang ada, karena tujuan utama usaha suatu
perusahaan ialah memperoleh keuntungan ekonomik, ditambah lagi, konteks
penggunaan tangki isotank dalam studi kelayakan ini bukan sepenuhnya untuk
penyimpanan dan penjagaan kualitas LNG yang dimuat, namun justru uap dari
LNG dibutuhkan lebih banyak daripada semestinya agar dapat segera digunakan.

4.3 Analisis Penempatan Tangki

Kapal ini menurut rencana umumnya memiliki area deck cargo lengkap
dengan derek yang telah dimodifikasi pada bagian haluan dan buritan dek utama
kapal. Mempertimbangkan keselamatan dan kemudahan pengoperasian tangki
LNG dan menghubungkannya ke ruang mesin kapal, serta membandingkan
dengan contoh penempatan tangki LNG bentuk bejana tekan (tidak disimpan
dalam tangki bahan bakar konvensional) misalnya pada kapal Viking Grace
seperti tertera pada Gambar 2.4 (b), penulis memilih area deck cargo pada bagian
buritan dek utama kapal untuk dialihfungsikan sebagai tempat peletakan dan
penyimpanan tangki isotank yang akan digunakan, karena letaknya yang berada
di atas dan tidak jauh ruang mesin akan memudahkan proses penyusunan jalur

Universitas Indonesia
54

bahan bakar yang baru dan ringkas, adanya ruang terbuka menjamin keamanan
bahan bakar LNG dari potensi bahaya api, suhu tinggi dan percikan dari peralatan
di ruang mesin dan overpressure bisa ditangani juga dengan vent mast karena ada
ruang kosong terbuka untuk meletakkan tambahan vent mast.

Gambar 4.3 Area cargo deck bagian buritan kapal (MarineTraffic.com)

Meskipun bagian haluan kapal juga memiliki area deck cargo, tapi tidak
disarankan untuk memilih posisi ini, dikarenakan salah satunya area deck cargo
yang lebih luas apabila dialihfungsikan menjadi sepenuhnya tempat penyimpanan
isotank akan menyebabkan kerugian muatan yang lebih besar karena muatan
selain isotank tidak bisa lagi disimpan di lokasi tersebut, sedangkan apabila
isotank dipilih untuk diperlakukan sama dengan kargo/kontainer lain akan
menambah risiko dari penyimpanan isotank ini karena area yang tidak steril dan
bahaya-bahaya tak terduga dari muatan yang disimpan dalam kontainer lain.
Tidak hanya itu, posisi yang sangat jauh dari kamar mesin akan menyebabkan
penataan jalur bahan bakar dari keluaran isotank menuju mesin menjadi lebih
kompleks dan perlu banyak modifikasi pada jalur yang dilalui sekaligus
meningkatkan risikonya.

Opsi selain peletakan di bagian atas kapal ialah penempatan di dalam


kapal, semisalnya di dalam cargo hold, namun hal ini akan membutuhkan waktu
yang lebih lama lagi untuk konversi terlaksana sepenuhnya, karena diperlukan

Universitas Indonesia
55

adanya pembongkaran badan kapal, peletakan, penataan jalur bahan bakar dan
sistem keselamatan, kemudian pemasangan kembali bagian badan kapal yang
sebelumnya dibongkar yang akan memakan biaya yang lebih besar lagi.

4.4 Analisis Kelayakan Rencana Konversi

Sebagaimana perhitungan ekonomis dari feasibility study konversi kapal


menggunakan bahan bakar ganda HSD-LNG pada subbab 2.1.4, ditunjukkan
bahwa penghematan yang dapat diperoleh mencapai Rp327,288,526.39 per
voyase, dengan penggunaan 11 tangki isotank tipe T75 untuk tempat
penyimpanan bahan bakar selama perjalanan lengkap dengan sistem penanganan
LNG dan BOG-nya. Namun, hasil analisis exergy dan BOG di atas menunjukkan
bahwa pada aplikasinya, keuntungan ini tidak dapat tercapai sepenuhnya. Hal ini
disebabkan oleh nilai kebocoran panas (heat leak), perpindahan dan penghancuran
exergy, serta nilai BOR dan persentase BOG merupakan sifat ekstensif yang
bergantung pada massa dan volume.

Kebutuhan penggunaan BOR untuk mode bahan bakar ganda dengan rasio
40:60 adalah 0.209 kg/s untuk memenuhi 60% kebutuhan bahan bakar total,
sedangkan nilai BOG per hari dari ketiga tangki yang telah dianalisis berkisar
antara 5 hingga 11 persen (BOR 0.006 hingga 0.012 kg/s), untuk setiap tangki,
yang apabila dikalikan dengan jumlah total tangki, akumulasi BOR-nya tetap
masih kurang daripada yang dibutuhkan (total BOR 0.063 hingga 0.130 kg/s)
karena tiap gas di dalam tangki mengalami proses evaporasi akibat suhu
lingkungan yang sama secara bersamaan, begitu pula halnya dengan nilai
kebocoran panas dan perpindahan serta penghancuran exergy yang terjadi, namun
nilai kebocoran panas 𝑄̇ -nya masih terlalu kecil, sehingga masih membutuhkan
tambahan kalor dari forced vaporizer demi memenuhi kebutuhan bahan bakar gas.

Solusi untuk meminimalisir besar tambahan kalor dari forced vaporizer,


yang berarti akan membutuhkan daya tambahan untuk mengoperasikannya,
adalah dengan memilih tangki dengan kualitas insulasi yang justru tidak sebaik
dari ketiga opsi yang telah diajukan, yang bisa “menghasilkan” kebocoran panas
yang cukup besar pada dinding tangkinya, sedemikian hingga BOR total dari 11
Universitas Indonesia
56

tangki tersebut tidak berbeda jauh dari 𝑚̇LNG,60 yang dibutuhkan. Tabel 4.10
menjelaskan parameter dari isotank yang sesuai dengan kebutuhan substitusi
bahan bakar sekaligus (idealnya) tidak membutuhkan tambahan kalor dari forced
vaporizer sama sekali.

Tabel 4.10 Parameter isotank ideal.

Volume bersih 21 m3
𝑄̇ 9672.876 W
ΔH, kalor laten uap (IGU) 510000 J/kg
pLNG 450 kg/m3
BOR 1 tangki 0.01897 kg/s
Tambahan yang dibutuhkan 0.00% (𝑚̇LNG,60)
BOG 17.34% per hari
Waktu konsumsi 5.767 hari
Rtot 0.0201595 K/W

Terlihat pada Tabel 4.10 bahwa idealnya untuk memenuhi kebutuhan laju
alir massa LNG (𝑚̇LNG,60) sebesar 0.209 kg/s tanpa tambahan kalor dari forced
vaporizer (kalor untuk meningkatkan laju massa alir uap LNG yang dibutuhkan
sebesar 0.00% 𝑚̇LNG,60), BOR dapat sepenuhnya dihasilkan dari penguapan
natural tanpa tambahan sistem penanganan BOG dengan syarat dinding tangki
isotank ukuran 20’ yang akan dipilih memiliki nilai hambatan termal total Rtot
sebesar 0.0201595 K/W bergantung pada konduktivitas termal material kulit dan
insulasi yang digunakan, sedemikian hingga menghasilkan kebocoran panas 𝑄̇
sebesar 9672.876 W, BOR 1 tangki sebesar 0.01897 kg/s (total untuk 11 tangki
sama dengan 𝑚̇LNG,60 yakni 0.209 kg/s), serta tiap tangki dengan nilai BOG
sebesar 17.34% per hari akan habis dalam waktu 5.767 hari yang tetap lebih
panjang dari total waktu perjalanan 1 voyase yakni 5.625 hari.

4.5 Skala Kualitas Tangki


Skala kualitas tangki akan disusun berdasarkan data dan analisis hasil yang
telah diperoleh dari bab dan subbab sebelumnya, untuk mempermudah penyajian
data dan proses untuk selanjutnya mempertimbangkan tangki mana yang akan
dipilih. Skala kualitas disusun berdasarkan nilai yang bisa diukur dengan harga

Universitas Indonesia
57

untuk menghindari penilaian subjektif berdasarkan skor (Brown, 2010) pada


Tabel 4.11, yakni parameter efisiensi exergetik yang diukur dalam rugi daya
akibat penghancuran exergy dalam kW dan daya akibat kebutuhan penambahan
kalor oleh forced vaporizer untuk meningkatkan laju alir massa uap gas dalam
kW, dengan exergy cost sebesar US$0.08/kWh menurut Moran (2014) dan kurs
valuta asing yang digunakan adalah Rp13.851,- per dolar AS per tanggal 30 April
2018 serta total perjalanan 1 voyase memiliki selang waktu 135 jam.

Tabel 4.11 Matriks skala kualitas tangki dalam tambahan biaya per voyase.

Tangki Exergy cost untuk 11 tangki


kW kWh Harga
Trencor 1.69 228.46 $ 18.28 Rp 253,153.39
Odyssey 0.56 75.96 $ 6.08 Rp 84,172.56
Taizhou 2.58 348.40 $ 27.87 Rp 386,053.67
Tangki ̇
Biaya 𝑸vaporizer
kW kWh Harga
Trencor 52.56 7096.05 $ 567.68 Rp 7,862,988.45
Odyssey 74.34 10036.09 $ 802.89 Rp 11,120,793.81
Taizhou 39.89 5385.78 $ 430.86 Rp 5,967,869.81

Exergy cost merupakan biaya kerugian akibat laju penghancuran exergy


yang terjadi selama LNG disimpan di dalam tangki, didapatkan dari besaran
exergy yang dihancurkan pada masing-masing tangki, dikalikan dengan total
jumlah tangki yang digunakan, total jam pelayaran dan nilai exergy cost per kWh,
karena penghancuran exergy terjadi bersamaan untuk setiap tangki yang diangkut
di atas kapal. Sedangkan biaya 𝑄̇ vaporizer sudah merupakan total kebutuhan daya
untuk kalor penguapan tambahan dari total jumlah tangki yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan substitusi LNG 𝑚̇LNG,60 sebesar 0.209 kg/s, dikalikan
dengan total jam pelayaran dan biaya per kWh.

Jumlah dari kedua parameter ini selanjutnya dikurangkan dari nilai


penghematan yakni Rp327,288,526.39 per voyase, sehingga pada aplikasinya,
nilai penghematan tidak sebesar hasil studi kelayakan Kemenhub namun tidak

Universitas Indonesia
58

berbeda jauh, yang dijabarkan pada Tabel 4.12. Waktu menuju BEP tidak
memperhitungkan faktor lain seperti pada Tabel 2.3. Tambahan biaya yang harus
dikeluarkan akibat rugi exergy dan daya pengoperasian vaporizer mengurangi
penghematan yang telah diperhitungkan di awal namun relatif tidak signifikan
terhadap besar penghematan yang disesuaikan, hanya berdampak pada titik impas
yang membutuhkan waktu lebih lama untuk dicapai.

Tabel 4.12 Penyesuaian perhitungan titik impas minimal rencana konversi.

Opsi A (Trencor) Opsi B (Odyssey) Opsi C (Taizhou)


Harga satuan $ 43,000.00 $ 50,000.00 $ 35,000.00
Subtotal 11 Unit
Rp 6,551,523,000.00 Rp 7,618,050,000.00 Rp 5,332,635,000.00
TEUs
Total biaya
Rp122,051,523,000.00 Rp123,118,050,000.00 Rp120,832,635,000.00
konversi
Penghematan per
Rp327,288,526.39 Rp327,288,526.39 Rp327,288,526.39
awal voyase
Rugi exergy
per
& daya Rp8,116,141.84 Rp11,204,966.37 Rp6,353,923.48
voyase
vaporizer
Penghematan per
Rp319,172,384.55 Rp316,083,560.02 Rp320,934,602.91
sebenarnya voyase
Jumlah
voyase 383 390 377 voyase
menuju BEP
51705 52650 50895 jam
2155 2194 2121 hari
Waktu
menuju BEP 5.90 6.01 5.81 tahun
5 tahun 9 bulan 26
5 tahun 11 bulan 6 tahun 4 hari
hari
.

Universitas Indonesia
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Analisis dari penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik exergy fisik


dari tangki penyimpanan LNG (dalam konteks ini adalah LNG isotank tipe T75)
dan laju penguapan gas atau BOR dapat menjadi parameter untuk menentukan
kualitas performa termodinamik dari tangki tersebut. Analisis yang ditentukan
berdasarkan persamaan empiris dari literatur dan pemodelan fisik menggunakan
perangkat lunak telah dikomparasi dengan studi kelayakan yang dilakukan oleh
Kemenhub untuk memberikan verifikasi hasil studi apakah opsi yang diberikan
dalam realisasi rencana ini benar-benar layak untuk dikerjakan dan dapat
menghasilkan keuntungan. Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan pemodelan
dan analisis dari penelitian ini antara lain sebagai berikut:

1. a) Karakteristik exergy fisik, dalam hal ini laju perpindahan


dan penghancuran exergy akibat perpindahan panas dari
permukaan dalam dan luar dinding tangki, disimpulkan bervariasi
dengan korelasi negatif atau berbanding terbalik, bergantung
dengan karakteristik termal dari material kulit dan insulasi yang
digunakan pada dinding tangki, dalam hal ini dinyatakan dalam
nilai hambatan termal total (total thermal resistance Rtot), di mana
semakin kecil nilai Rtot akan berdampak pada semakin
besarnya nilai kebocoran panas (heat leak) melalui dinding
tangki dan semakin besar nilai exergy yang dipindahkan dan
dihancurkan. Besar exergy fisik yang dihancurkan dari
perpindahan exergy bersamaan dengan perpindahan kalor dari
masing-masing tangki (a) Trencor, (b) Odyssey dan (c) Taizhou
ialah 153.8460 W, 51.1532 W dan 234.6119 W.

59
60

b) Efisiensi exergetik merupakan karakteristik yang


menunjukkan seberapa efisien suatu sistem untuk menjaga exergy
atau energi yang tersedia untuk digunakan agar tetap bisa
digunakan (seberapa banyak exergy terbuang/dihancurkan akibat
perbedaan suhu sistem dan lingkungan). Karakteristik ini
berkorelasi positif atau berbanding lurus dengan nilai Rtot, yang
berarti semakin kecil nilai Rtot maka semakin bagus
kemampuan insulasi termal suatu sistem sedemikian hingga
nilai efisiensi exergetiknya semakin besar. Nilai efisiensi
exergetik untuk masing-masing tangki (a), (b), dan (c) adalah
98.21%, 99.00% dan 97.79%.

2. Karakteristik exergy fisik dari ketiga model tangki isotank yang


telah dibuat menunjukkan korelasi positif dengan nilai BOR dan
persentase BOG yang dihasilkan per hari. Semakin besar nilai
kebocoran panas dari tangki maka akan semakin besar pula
nilai BOR dan persentase BOG yang dihasilkan per harinya.
Nilai BOR, persentase BOG per hari untuk masing-masing tangki
(a); (b) dan (c) adalah 0.00960 kg/s, 8.77%; 0.00572 kg/s, 5.22%
dan 0.01186 kg/s, 10.84%

Rencana konversi yang digagas oleh Kemenhub dengan penggunaan LNG


isotank sebagai metode penyimpanan bahan bakar gas dapat disimpulkan layak
untuk diterapkan dan, secara teoretis, berdasarkan skala kualitas yang telah
dibuat, tangki isotank Opsi C (Taizhou) merupakan opsi tangki yang paling
layak untuk dipilih dari segi peninjauan ekonomis dan akademis, dengan
penghematan yang telah disesuaikan sebesar Rp320,934,602.91 per voyase,
terbesar di antara ketiga pilihan tangki yang ditawarkan; selain itu meskipun rugi
exergy-nya paling besar dibandingkan tangki lain, kerugian ini ditutupi dengan
kebutuhan daya tambahan untuk forced vaporizer yang paling kecil akibat nilai
BOR total dari 11 tangki Taizhou paling mendekati kebutuhan (0.13041 kg/s,
hanya kurang 37.49% dari kebutuhan 0.209 kg/s).

Universitas Indonesia
61

5.2 Saran

Saran yang dapat penulis berikan kepada Kemenhub agar sekiranya dapat
menjadi pertimbangan untuk merealisasikan rencana konversi Kemenhub yang
lebih layak dari sudut pandang peninjauan akademis, khususnya aspek
karakteristik exergy dan nilai BOR serta BOG-nya ialah mempertimbangkan
opsi isotank lain untuk penyimpanan LNG, dengan kriteria sebagai berikut:

• Kombinasi material kulit dan insulasi yang digunakan pada


dinding tangki tersebut memiliki nilai hambatan termal total Rtot
tidak jauh berbeda dari 0.0201595 K/W, yang dapat
diperhitungkan dari nilai konduktivitas termal masing-masing
lapisan material, sehingga
• Untuk setiap unit isotank ukuran 21 m3, total heat leak yang
dihasilkan tidak jauh berbeda dari 9672.876 W, yang
menyebabkan
• Total BOR yang dihasilkan dari keseluruhan tangki tidak jauh dari
kebutuhan laju alir massa bahan bakar gas untuk mode bahan bakar
ganda dengan rasio HSD-LNG 40:60 yakni 0.209 kg/s uap LNG,
atau sama dengan 0.01897 kg/s BOR untuk setiap unit tangki, agar
sebisa mungkin meminimalisir kebutuhan penggunaan forced
vaporizer untuk mencapai kebutuhan 𝑚̇LNG,60.

Sebagai contoh, penulis melakukan perhitungan untuk isotank dengan


spesifikasi kulit tangki berbahan AISI 304 setebal 6 mm dan insulasi 2 lapis paper
faced glass fiber setebal 20 mm (k = 0.046 W/m.K) akan menghasilkan nilai Rtot
sebesar 0.0223349 K/W, tidak berbeda jauh dengan nilai Rtot ideal yakni
0.0201595 K/W bila dibandingkan dengan ketiga opsi tangki yang telah
ditawarkan.

Universitas Indonesia
62

DAFTAR REFERENSI

Adom, E., Islam, S. Z., & Ji, X. (2010). Modelling of Boil-off Gas in LNG tanks: A
case study. International Journal of Engineering and Technology, 2(4), 292–296.

Babicz, J. (2015). Wärtsilä Encyclopedia of Marine Technology. Wärtsilä Encyclopedia


of Ship Technology. Wärtsilä. https://doi.org/10.1007/978-1-4614-9610-6

Barron, R. F., & Nellis, G. F. (2016). Cryogenic Heat Transfer (2nd ed.). New York:
Taylor & Francis Group LLC.

Biro Klasifikasi Indonesia. (2016). Penyusunan Peta Jalan Pemanfaatan LNG untuk
Bahan Bakar Transportasi Laut. Bandung.

Brown, S. (2010). Likert Scale Examples for Surveys. Iowa State University, 1–4.
https://doi.org/10.1002/9780470479216.corpsy0508

CCNR/OCIMF. (2010). International Safety Guide: Types of gas carriers, 505–518.


Retrieved from
http://www.isgintt.org/files/documents/Chapter_33en_isgintt_062010.pdf

Çengel, Y. A., & Ghajar, A. J. (2014). Heat and Mass Transfer A Practical Approach.
A Principled Approach to Abuse of Dominance in European Competition Law (5th
ed.). New York: McGraw-Hill Education.
https://doi.org/10.1017/CBO9780511676420.004

Cheenkachorn, K., Poompipatpong, C., & Ho, C. G. (2014). Performance and emissions
of a heavy-duty diesel engine fuelled with diesel and LNG (liquid natural gas).
Energy, 53, 52–57. https://doi.org/10.1016/j.energy.2013.02.027

Universitas Indonesia
63

Corkhill, M. (2017, May). Flexible ISO tanks boost small-scale LNG. LNG World
Shipping, (May), 1–3.

Costa, V. A. F. (2016). On the exergy balance equation and the exergy destruction.
Energy, 116, 824–835. https://doi.org/10.1016/j.energy.2016.10.015

Dammel, F., Winterling, J., Langeheinecke, K., & Stephan, P. (2012). Exergy Analysis
of a Water Heat Storage Tank, 2–6.

de Oliveira Jr., S. (2013). Exergy: Production, Cost & Renewability. Sao Paulo, Brazil:
Springer. https://doi.org/10.1007/978-1-4471-4165-5

Dincer, I., & Rosen, M. A. (2015). Exergy Analysis of Heating, Refrigerating and Air
Conditioning: Methods and Applications. Exergy Analysis of Heating,
Refrigerating and Air Conditioning: Methods and Applications.
https://doi.org/10.1016/C2013-0-06800-4

DNV GL. (2016). LNG as ship fuel - DNV GL, (June). Retrieved from
https://www.dnvgl.com/maritime/lng/index.html

Dobrota, Đ., Lalić, B., & Komar, I. (2013). Problem of Boil - off in LNG Supply Chain.
Transactions on Maritime Science, 02(02), 91–100.
https://doi.org/10.7225/toms.v02.n02.001

Fernández, I. A., Gómez, M. R., Gómez, J. R., & López-González, L. M. (2017). H2


production by the steam reforming of excess boil off gas on LNG vessels. Energy
Conversion and Management, 134, 301–313.
https://doi.org/10.1016/j.enconman.2016.12.047

Incropera, F. P., Bergman, T. L., Lavine, A. S., & DeWitt, D. P. (2011). Fundamentals
of Heat and Mass Transfer. US Patent 5,328,671.
https://doi.org/10.1073/pnas.0703993104
Universitas Indonesia
64

International Gas Union. (2012). Natural Gas Conversion Guide.


https://doi.org/www.igu.org

International Gas Union. (2016). World LNG Report. International Gas Union World
Gas LNG Report, 88. Retrieved from http://www.igu.org/publications

ITCO. (2017). T Codes for Liquid Tanks. Retrieved from https://www.international-


tank-container.org/en/technical/technical-guidance-for-shipping-bulk-liquids

Karlsson, S., & Sonzio, L. (2010). Enabling the safe storage of gas onboard ships with
the Wärtsilä LNGPac. Marine / In Detail, 52–56. Retrieved from
http://www.lngbunkering.org/lng/sites/default/files/2010 Wartsila safe-storage-gas-
lngpac.pdf

Kementerian Perhubungan Republik Indonesia. (2016a). LNG Sebagai Bahan Bakar


Kapal: Peluang dan Kendala (Studi Kelayakan Kapal Penumpang 3200 DWT).
Bandung.

Ibid. SK TARIF ANGKUTAN DRY CONTAINER DAN REEFER CONTAINER


MENGGUNAKAN KAPAL CONTAINER, Pub. L. No.
01.15/5/SL/HKO.01/2016, 15 (2016). Jakarta, Indonesia.

Latarche, M. (2017, November). Dual fuel and gas engines. Ship Insight. Retrieved
from https://shipinsight.com/dual-fuel-gas-engines/

McGuire, & White. (2008). Liquedied Gas Handling Principles on Ship and in
Terminals. Society of International Gas Tanker and Terminal Operators (4th ed.).
London, England: Witherby & Company Limited.

Moran, M. J., & Shapiro, H. N. (2014). Fundamentals of Engineering Thermodynamics.


Fundamentals of Engineering Thermodynamics (8th ed.).
https://doi.org/10.1016/0020-7403(63)90046-8
Universitas Indonesia
65

PT Pertamina (Persero). (2016). Roadmap Pembangunan Infrastruktur LNG untuk


Transportasi Laut. Bandung.

PT Pertamina (Persero). (2018). Spesifikasi Solar / Biosolar 2018. Jakarta.

PT Perusahaan Gas Negara (Persero). (2016). Pemanfaatan Energi Gas untuk


Transportasi Laut. Bandung.

PwC. (2017). Oil and Gas in Indonesia. Pricewaterhouse Coopers, 8(May).

Querol, E., Gonzalez-Regueral, B., & Perez-Benedito, J. L. (2013). Practical Approach


to Exergy and Thermoeconomic Analyses of Industrial Processes.
https://doi.org/10.1007/978-1-4471-4622-3

Romero Gómez, J., Romero Gómez, M., Lopez Bernal, J., & Baaliña Insua, A. (2015).
Analysis and efficiency enhancement of a boil-off gas reliquefaction system with
cascade cycle on board LNG carriers. Energy Conversion and Management, 94(x),
261–274. https://doi.org/10.1016/j.enconman.2015.01.074

Rossios, K., Sardi, K., & Martinopoulos, G. (2015). Numerical Simulation of Lng
Evaporation Inside Semi-Trailer Trucks Used for the Transportation of Lng To
Small Scale Terminals and Refuelling Stations : Parameters and. 8th GRACM
International Congress on Computational Mechanics, (July).

Ursan, M. (2011). What is Boil-off ? United Nations Economic Commisions for Europe,
1–5.

Wordu, A. A., & Peterside, B. (2013). Estimation of Boil-off-Gas BOG from


Refrigerated Vessels in Liquefied Natural Gas Plant. International Journal of
Engineering and Technology, 3(1), 44–49.

Universitas Indonesia
66

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Spesifikasi Standar Tangki Isotank Trencor 21K

Universitas Indonesia
67

(lanjutan)

Universitas Indonesia
68

(lanjutan)

Universitas Indonesia
69

(lanjutan)

Universitas Indonesia
70

Lampiran 2: Spesifikasi Standar Tangki Isotank Odyssey 21K

Universitas Indonesia
71

(lanjutan)

Universitas Indonesia
72

(lanjutan)

Universitas Indonesia
73

(lanjutan)

Universitas Indonesia
74

Lampiran 3: Spesifikasi Standar Tangki Isotank Taizhou 21K

Universitas Indonesia
75

(lanjutan)

Universitas Indonesia
76

(lanjutan)

Universitas Indonesia
77

(lanjutan)

Universitas Indonesia
78

Lampiran 4: Tabel Nilai k Material

Universitas Indonesia
79

(lanjutan)

Universitas Indonesia
80

Lampiran 5: Spesifikasi Kapal

Universitas Indonesia
81

(lanjutan)

Universitas Indonesia
82

Lampiran 6: Data Trayek dan Konsumsi Bahan Bakar

Universitas Indonesia
83

(lanjutan)

Universitas Indonesia
84

Lampiran 7: Data Heat Leak (𝑄̇ ) Simulasi Modul Heat Transfer in Solids
COMSOL Multiphysics 5.1

% Model: Shell1.mph
%Version: COMSOL 5.1.0.234
%Date: Apr 15 2018, 19:02
%Table: Q Table - Surface Average 1
(ht.ndflux*pi*2.32[m]*6.058[m])

Q1 (W) 4895.614188931591
Q5 (W) -4893.171877808966
Qavg (W) 4894.393

% Model: Shell2.mph
%Version: COMSOL 5.1.0.234
%Date: Apr 16 2018, 01:49
%Table: Table 1 - Surface Average 1
(ht.ndflux*pi*2.424[m]*6.058[m])

Q1 (W) 2915.263514330105
Q5 (W) -2913.8656313573433
Qavg (W) 2914.565

% Model: Shell3.mph
% Version: COMSOL 5.1.0.234
% Date: Apr 16 2018, 04:28
% Table: Q Table - Surface Average 1
(ht.ndflux*pi*2.322[m]*6.058[m])

Q1 (W) 6047.425963236738
Q5 (W) -6044.757273887227
Qavg (W) 6046.092

Universitas Indonesia
85

Lampiran 8: Data Temperatur (T) Simulasi Modul Heat Transfer in Solids


COMSOL Multiphysics 5.1

% Model: Shell1.mph
% Version: COMSOL 5.1.0.234
% Date: Apr 15 2018, 19:01
% Table: T Table - Line Average 2 (T)

Ts,1 (K) 110.73778020847001


Ts,2 (K) 110.80818564169452
Ts,3 (K) 200.31048616774243
Ts,4 (K) 295.80723473545777
Ts,5 (K) 295.8504991765941

% Model: Shell2.mph
% Version: COMSOL 5.1.0.234
% Date: Apr 16 2018, 01:51
% Table: T Table- Line Average 2 (T)

Ts,1 (K) 110.49791201384653


Ts,2 (K) 110.5442406939474
Ts,3 (K) 207.24609833016316
Ts,4 (K) 299.8583712736452
Ts,5 (K) 299.88671956026934

% Model: Shell3.mph
% Version: COMSOL 5.1.0.234
% Date: Apr 16 2018, 04:27
% Table: T Table - Line Average 2 (T)

Ts,1 (K) 110.871884701268


Ts,2 (K) 110.91037814369683
Ts,3 (K) 196.99977598563174
Ts,4 (K) 293.70099762104746
Ts,5 (K) 293.75130354605494

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai