Anda di halaman 1dari 38

THE WORLD TOP 10 BUSINESS SCANDALENRON CORPORATION

DISUSUN OLEH:

HERI SUANTOSA
NIM: 14622290

MATA KULIAH: PEMERIKSAAN AKUNTANSI I

DOSEN PENGASUH: YULI MUNIR, S.E., M.Acc., Akt.

KELAS P3

JURUSAN AKUNTANSI

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI PEMBANGUNAN TANJUNGPINANG

TAHUN AJARAN 2016/2017 GANJIL


KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa
karena berkat rahmat dan karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah
THE WORLD TOP 10 BUSINESS SCANDALENRON CORPORATION
dengan baik.
Dalam penulisan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang penulis
hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah
ini berkat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak, sehingga
kendala-kendala yang penulis hadapi dapat teratasi. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Yuli Munir, S.E., M.Acc., Akt. selaku dosen pengasuh mata kuliah
Pemeriksaan Akuntansi I yang telah memberikan masukan dan sarannya
yang sangat membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
2. Orang tua yang selalu memberikan dukungan dan dorongannya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
3. Teman-teman mahasiswa kelas P/3 Akuntansi yang juga telah memberi
kontribusi dalam penyelesaian makalah ini.

Penulis juga menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan


dan kelemahan karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya referensi yang ada
sehingga penulis berharap para pembaca yang budiman dapat memberikan kritik
dan saran yang membangun kepada penulis demi penyempurnaan makalah ini dan
penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya dan para
pembaca pada umumnya. Semoga materi yang disampaikan dalam makalah ini
dapat menjadi sumbangan pemikiran dan tambahan pengetahuan bagi kita semua.

Tanjungpinang, Oktober 2016

Penulis

i
DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 2
1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 4

2.1 Konsep Audit Laporan Keuangan ........................................................ 4


2.2 Etika dan Teori Etika ........................................................................... 4
2.3 Etika dalam Auditing ........................................................................... 5
2.4 Kode Etik Profesional Akuntan ........................................................... 6
2.5 Dilema Etika dalam Profesi Audit ....................................................... 8
2.6 Lapping dan Kitting ............................................................................. 10

BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 12

3.1 Profil Enron Corporation...................................................................... 12


3.2 Profil KAP Arthur Andersen ................................................................ 13
3.3 Skandal Akuntansi Enron Corporation ................................................ 14
3.4 Pihak-pihak yang Terlibat dalam Skandal Enron Corporation ............ 15
3.5 Penyebab Terjadinya Skandal Enron Corporation ............................... 19
3.6 Analisis Kasus Enron Corporation Ditinjau dari Sudut Pandang
Prinsip Auditing dan Etika Profesional ................................................ 22
3.7 Dampak Kasus Enron Corporation terhadap Tata Kelola, Manajemen
dan Akuntan Publik ............................................................................. 27

BAB IV PENUTUP ......................................................................................... 31

ii
4.1 Kesimpulan .......................................................................................... 31
4.2 Saran ..................................................................................................... 31

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berbagai jenis karakteristik perusahaan, baik industri, jasa, maupun
dagang merupakan pelaku ekonomi yang selalu harus terikat dengan kondisi
perekonomian global dewasa ini. Era globalisasi yang mempertajam jurang
persaingan antara perusahaan-perusahaan yang ada, semakin mendorong
pihak manajemen untuk berpikir kritis dan antisipatif dalam menghadapi
kondisi gejolak perekonomian yang semakin tinggi. Optimalisasi
pemanfaatan berbagai sumber daya yang dimiliki perusahaan semakin
diperhatikan. Konsekuensi logis dari adanya tingkat persaingan yang semakin
kompleks yaitu kemunduran akibat ketidakmampuan beradaptasi dengan
kemajuan bisnis pesaing, dapat tetap bertahan di tengah krisis globalisasi
ekonomi atau bahkan dapat semakin berkembang.
Upaya untuk mendukung eksistensi perusahaan di tengah-tengah
dunia bisnis pada era modern ini diperlukan upaya dalam rangka peningkatan
produktivitas, efisiensi serta efektivitas pencapaian tujuan perusahaan.
Berbagai strategi dan kerangka konseptual kebijakan-kebijakan yang dapat
diambil terus dikembangkan. Salah satunya yaitu dengan memperhatikan
aspek pengendalian internal. Pengembangan program audit yang
komprehensif akan memberikan kontribusi dan dampak signifikan terhadap
keuntungan organisasi atau perusahaan. Auditor perlu mengembangkan
prosedur audit pengendalian internal untuk mendeteksi adanya berbagai
tindak kecurangan yang disengaja dan kekeliruan yang tidak disengaja.
Audit yang dilaksanakan oleh auditor tidak selalu berjalan dengan
semudah yang dibayangkan. Auditor akan dihadapkan pada adanya konflik
kepentingan, di mana klien, terutama klien yang merupakan perusahaan yang
besar dapat menekan auditor untuk tidak mengungkapkan pendapatnya secara
objektif dan menyimpang dari standar etika profesional profesi akuntan
publik. Auditor di satu sisi bertanggung jawab untuk mengungkapkan

1
kewajaran laporan keuangan secara objektif untuk kepentingan publik, namun
di sisi lainnya juga dihadapkan pada kepentingan klien untuk mendapatkan
reputasi yang baik atas laporan keuangannya, walaupun terkadang sebenarnya
laporan tersebut tidak wajar atau menyesatkan. Adanya desakan pergantian
auditor dan besarnya fee yang ditawarkan dapat melemahkan tingkat
independensi auditor. Posisi auditor di sini sangatlah dilematis karena mereka
dituntut untuk memenuhi keinginan klien tetapi kadangkala hal itu melanggar
standar profesi sebagai acuan kerja yang ada.
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, penulis
tertarik untuk menyusun makalah The World Top 10 Business Scandal
Enron Corporation untuk lebih memahami tentang contoh kasus audit yang
meliputi sebuah entitas bisnis dalam kaitannya dengan etika profesional
profesi akuntan publik.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, rumusan
masalah dalam makalah ini antara lain:
1.2.1 Bagaimanakah kronologis skandal kasus Enron Corporation?
1.2.2 Pihak-pihak mana sajakah yang terlibat dalam skandal kasus Enron
Corporation?
1.2.3 Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan terjadinya skandal
akuntansi Enron Corporation?
1.2.4 Bagaimanakah analisis terhadap kasus skandal Enron Corporation
ditinjau dari sudut pandang prinsip auditing dan etika profesional?
1.2.5 Dampak apa sajakah yang timbul setelah adanya kasus Enron
Corporation tersebutt?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan yang ingin dicapai melalui penulisan
makalah ini antara lain:

2
1.3.1 Mengetahui runtutan kronologis skandal praktik akuntansi yang
dilakukan oleh Enron Corporation.
1.3.2 Mengetahui pihak-pihak yang terlibat dalam skandal kasus Enron
Corporation yang mencakup pihak-pihak yang diuntungkan dan
dirugikan berkaitan dengan praktik akuntansi yang diterapkan.
1.3.3 Memahami faktor-faktor dari sisi kelemahan akuntansi yang
mendorong terciptanya skandal pelaporan yang menyimpang dari
prinsip akuntansi oleh Enron Corporation.
1.3.4 Menganalisa skandal akuntansi Enron Corporation ditinjau dari sudut
pandang prinsip auditing dan etika profesional yang merupakan kode
etik profesi akuntan publik.
1.3.5 Memahami dampak-dampak yang timbul setelah adanya kasus Enron
Corporation terhadap tata kelola, manajemen, dan profesi akuntan
publik itu sendiri.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Audit Laporan Keuangan


Audit laporan keuangan dilakukan untuk memberikan pendapat
apakah laporan keuangan secara keseluruhan yaitu informasi-informasi
kuantitatif yang diaudit telah disusun sesuai dengan kriteria yang telah
diterapkan. Kriteria yang digunakan dalam audit laporan keuangan adalah
prinsip akuntansi yang berlaku umum. Objek audit ini adalah laporan
keuangan pada umumnya meliputi neraca, laporan rugi laba, laporan
perubahan posisi keuangan, dan laporan aliran kas. Adapun tujuan umum
audit atas laporan keuangan adalah untuk memberikan pernyataan pendapat
mengenai kewajaran laporan keuangan yang diauditnya (Sunyoto, 2014: 8).
Alasan perlunya pengauditan atas laporan keuangan menurut
Sunyoto (2014: 8) yaitu:
a. Conflict of interest atau konflik kepentingan antara penyusun dan pemakai
laporan keuangan.
b. Consequence atau konsekuensi dari keharusan bahwa laporan keuangan
merupakan sumber penting atau bahkan merupakan satu-satunya informasi
yang digunakan oleh pemakainya sebagai dasar dalam pengambilan
keputusan, misalnya investasi dan pemberian pinjaman.
c. Complexity atau kekompleksan data keuangan.
d. Para pemakai laporan keuangan biasanya tidak dapat mengaudit sendiri
catatan-catatan akuntansi yang menjadi dasar penyusunan laporan
keuangan tersebut.

2.2 Etika dan Teori Etika


Etika secara harfiah berasal dari kata Yunani ethos (jamaknya: ta
etha), yang artinya sama persis dengan moralitas, yaitu adat kebiasaan yang
baik (Keraf (1998:14) dalam Freedom: 2012). Etika secara umum dapat

4
didefinisikan sebagai satu set prinsip moral atau nilai (Arens dan
Loebbecke,1996 dalam Freedom: 2012).
Pengertian etika menurut Firdaus (2005:37) dalam Ridha Abdiyana
(2012:35) sebagaimana dikutip Freedom: 2012 adalah perangkat prinsip
moral atau nilai. Masing-masing orang memiliki perangkat nilai, sekalipun
tidak dapat diungkapkan secara eksplisit.
Etika atau ethics merupakan peraturan-peraturan yang dirancang
untuk mempertahankan suatu profesi pada tingkat yang bermatabat,
mengarahkan anggota profesi dalam hubungannya satu dengan yang lain, dan
memastikan kepada publik bahwa profesi akan mempertahankan tingkat
kinerja yang tinggi (Sunyoto, 2014: 30).

2.3 Etika dalam Auditing


Etika (ethics) secara garis besar dapat didefinisikan sebagai
serangkaian prinsip atau nilai moral. Perilaku etis sangat diperlukan oleh
masyarakat agar dapat berfungsi secara teratur. Etika dapat diargumentasikan
sebagai perekat yang dapat mengikat anggota masyarakat. Kebutuhan akan
etika dalam masyarakat cukup penting, sehingga banyak nilai etika yang
umum yang dimasukkan ke dalam Undang-undang (Arens, 2008: 98).
Etika dalam auditing adalah suatu prinsip untuk melakukan proses
pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat
diukur mengenai suatu entitas ekonomi untuk menentukan dan melaporkan
kesesuaian informasi yang dimaksud dengan kriteria-kriteria yang dimaksud
yang dilakukan oleh seorang yang kompeten dan independen (Freedom:
2012).
Etika dalam auditing adalah suatu proses yang sistematis untuk
memperoleh serta mengevaluasi bukti secara objektif mengenai asersi-asersi
kegiatan ekonomi, dengan tujuan menetapkan derajat kesesuaian antara
asersi-asersi tersebut, serta penyampaian hasilnya kepada pihak-pihak yang
berkepentingan. Menurut Sanjaya: 2014, ada beberapa peranan etika dalam
profesi audit yaitu:

5
a. Audit membutuhkan pengabdian yang besar pada masyarakat dan
komitmen moral yang tinggi.
b. Masyarakat menuntut untuk memperoleh jasa para auditor publik
dengan standar kualitas yang tinggi, dan menuntut mereka untuk bersedia
mengorbankan diri. Itulah sebabnya profesi auditor menetapkan standar
teknis dan standar etika yang harus dijadikan panduan oleh para auditor
dalam melaksanakan audit.
c. Standar etika diperlukan bagi profesi audit karena auditor memiliki posisi
sebagai orang kepercayaan dan menghadapi kemungkinan benturan-
benturan kepentingan.
d. Kode etik atau aturan etika profesi audit menyediakan panduan bagi para
auditor profesional dalam mempertahankan diri dari godaan dan dalam
mengambil keputusan-keputusan sulit.

2.4 Kode Etik Profesional Akuntan


Menurut Sanjaya: 2014, secara garis besar kode etik dan perilaku
profesional adalah:
a. Kontribusi untuk masyarakat dan kesejahteraan manusia. Prinsip mengenai
kualitas hidup semua orang menegaskan kewajiban untuk
melindungi hak asasi manusia termasuk ancaman terhadap kesehatan dan
keselamatan.
b. Hindari menyakiti orang lain. Harm berarti konsekuensi cedera, seperti
hilangnya informasi yang tidak diinginkan, kehilangan harta benda,
kerusakan harta benda, atau dampak lingkungan yang tidak diinginkan.
c. Bersikap jujur dan dapat dipercaya. Kejujuran merupakan komponen
penting dari kepercayaan. Tanpa kepercayaan suatu organisasi tidak dapat
berfungsi secara efektif.
d. Bersikap adil dan tidak mendiskriminasi nilai-nilai kesetaraan, toleransi,
menghormati orang lain, dan prinsip-prinsip keadilan yang sama dalam
mengatur perintah.

6
e. Hak milik yang temasuk hak cipta dan hak paten. Pelanggaran hak cipta,
hak paten, rahasia dagang dan syarat-syarat perjanjian lisensi dilarang oleh
hukum di setiap keadaan.
f. Memberikan kredit yang pantas untuk properti intelektual. Komputasi
profesional diwajibkan untuk melindungi integritas dari kekayaan
intelektual.
g. Menghormati privasi orang lain. Komputasi dan teknologi komunikasi
memungkinkan pengumpulan dan pertukaran informasi pribadi pada skala
yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah peradaban.
h. Kepercayaan. Prinsip kejujuran meluas ke masalah kerahasiaan informasi
setiap kali salah satu telah membuat janji eksplisit untuk menghormati
kerahasiaan atau, secara implisit, saat informasi pribadi tidak secara
langsung berkaitan dengan pelaksanaan tugas seseorang.
Prinsip etika profesi akuntan menurut IAI dalam Sanjaya: 2014
antara lain:
a. Tanggung jawab profesi. Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai
profesional setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan
moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
b. Kepentingan publik. Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa
bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati
kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
c. Integritas. Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik,
setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan
integritas setinggi mungkin.
d. Obyektivitas. Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas
dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
e. Kompetensi dan kehati-hatian profesional. Setiap anggota harus
melaksanakan jasa profesionalnya tkngan kehati-hatian, kompetensi dan
ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan
pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan
untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh matifaat

7
dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik,
legislasi dan teknik yang paling mutakhir.
f. Kerahasiaan. Setiap anggota harus, menghormati kerahasiaan informasi
yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh
memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan,
kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk
mengungkapkannya.
g. Perilaku profesional. Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten
dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat
mendiskreditkan profesi.
h. Standar teknis. Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya
sesuai dengan standar teknis dan standar proesional yang relevan. Sesuai
dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai
kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama
penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.

2.5 Dilema Etika dalam Profesi Audit


Dilema etika merupakan situasi yang dihadapi oleh seseorang di
mana ia harus membuat keputusan mengenai perilaku yang patut. Setiap
profesi pasti pernah mengalami dilema etika. Dilema etika merupakan situasi
yang dihadapi oleh seseorang di mana ia merasa bingung untuk mengambil
suatu keputusan tentang perilaku apa yang seharusnya dilakukan. Dilema
etika muncul sebagai konsekuensi konflik audit karena auditor berada dalam
situasi pengambilan keputusan yang terkait dengan keputusannya yang etis
atau tidak etis. Situasi tersebut terbentuk karena dalam konflik audit ada
pihak-pihak yang berkepentingan terhadap keputusan auditor sehingga
auditor di hadapkan kepada pilihan keputusan etis dan tidak etis. Banyak
alternatif untuk menyelesaikan dilema-dilema etika, hanya saja diperlukan
suatu perhatian khusus dari tiap individu untuk menghindari rasionalisasi
tindakan-tindakan yang kurang atau bahkan tidak etis (Freedom: 2012).

8
Banyak pihak yang berkepentingan di dalam sebuah organisasi
bisnis. Investor yang menanamkan dananya ke dalam perusahaan atau
kreditur yang meminjamkan dananya, sehingga pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap laporan keuangan perusahaan tidak terbatas kepada
manajemen saja, tetapi meluas kepada investor dan kreditor serta calon
investor dan calon kreditur. Para pihak tersebut memerlukan informasi
mengenai perusahaan, sehingga seringkali ada dua pihak yang berlawanan
dalam situasi ini. Di satu pihak, manajemen perusahaan ingin menyampaikan
informasi mengenai pertanggungjawaban pengelolaan dana yang berasal dari
pihak luar, di lain pihak, pihak eksternal ingin memperoleh informasi yang
andal dari manajemen perusahaan. Profesi akuntan timbul untuk memberikan
informasi yang terpercaya bagi kedua belah pihak dalam situasi seperti ini
(Freedom: 2012).
Kode etik yang digunakan oleh para profesional beranjak dari
bentuk pertanggungjawaban profesi kepada masyarakat. Akuntan sebagai
sebuah profesi juga tidak terlepas dari pertanggungjawaban kepada
masyarakat. Akuntan di dalam aktivitas auditnya banyak hal yang harus
dipertimbangkan, karena dalam diri auditor mewakili banyak kepentingan
yang melekat dalam proses audit (built-in conflict of interest). Konflik dalam
sebuah audit akan berkembang pada saat auditor mengungkapkan informasi
tetapi informasi tersebut oleh klien tidak ingin dipublikasikan kepada umum.
Konflik ini akan menjadi sebuah dilema etika ketika auditor diharuskan
membuat keputusan yang menyangkut independensi dan integritasnya dengan
imbalan ekonomis yang mungkin terjadi di sisi lainnya. Karena auditor
seharusnya secara sosial juga bertanggung jawab kepada masyarakat dan
profesinya dari pada mengutamakan kepentingan dan pertimbangan pragmatis
pribadi atau kepentingan ekonomis semata, sehingga seringkali auditor
dihadapkan kepada masalah dilema etika dalam pengambilan keputusannya
(Freedom: 2012).
Profesi akuntan memegang peranan yang penting di masyarakat,
sehingga menimbulkan ketergantungan dalam hal tanggung-jawab akuntan

9
terhadap kepentingan publik. Kepentingan Publik merupakan kepentingan
masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan.
Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam
menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan
negara. Terdapat beberapa contoh dilema etika dalam profesi audit menurut
Freedom: 2012 antara lain:
a. Bernegosiasi dengan klien yang mengancam untuk mencari auditor baru
jika perusahaannya tidak memperoleh pendapat wajar tanpa pengecualian,
jelas merupakan contoh dilema etika karena pendapat seperti ini belum
memuaskan.
b. Memutuskan apakah akan menegur supervisor yang telah lebih saji dalam
material nilai pendapatan departemen untuk mendapatkan bonus yang
lebih besar merupakan dilema etika yang sulit.
c. Melanjutkan bergabung di perusahaan dan memperlakukan pegawai dan
pelanggan secara tidak jujur merupakan dilema moral.

2.6 Lapping dan Kitting


Istilah Lapping dapat diartikan sebagai suatu ketidakberesan yang
dilakukan dengan sengaja untuk menyalahgunakan penerimaan kas untuk
sementara waktu atau secara permanen. Lapping dapat dilakukan kalau
seseorang memiliki wewenang menerima kas dan menyelenggarakan buku
piutang. Auditor harus menilai kemungkinan terjadinya lapping dengan
memperoleh pemahaman tentang pemisahan tugas dalam penerimaan dan
pencatatan penagihan dari pelanggan. Adapun tanda-tanda lapping antara lain
kesalahan penagihan yang berlebihan, perputaran piutang yang lambat,
writeoffs piutang yang berlebihan, keterlambatan dalam posting pembayaran
pelanggan,akun tentang rincian piutang tidak sama dengan buku besar,
penurunan pembayaran piutang, serta banyaknya keluhan dari pelanggan.
Adapun beberapa prosedur audit untuk menemukan lapping antara lain
melakukan konfirmasi piutang usaha, makukan penghitungan kas secara

10
mendadak, dan membandingkan rincian jurnal penerimaan kas dengan rincian
slip setoran harian (Sanjaya: 2014).
Menurut kamus audit, kitting merupakan transfer uang dari
satu bank ke bank yang lain dan pembukuan transfer yang
tidak semestinya sehingga jumlah yang dibukukan sebagai aktiva di
dalam kedua akun itu; praktek ini digunakan dengan penyelewengan guna
menyembunyikan defalkasi kas. Kiting yang mungkin ketika kelemahan
pengendalian internal mengizinkan satu orang untuk masalah dan memeriksa
catatan atau kolusi ada antara dua orang yang bertanggung jawab atas dua
fungsi. Kiting terjadi ketika cek ditarik pada satu bank disimpan di bank lain
dan tidak ada catatan terbuat dari pencairan terhadap saldo bank pertama.
Kitting terdeteksi dengan mempersiapkan jadwal transfer bank, yang
merupakan dokumen yang disiapkan oleh auditor untuk merekam semua
transfer antar rekening bank perusahaan selama beberapa hari sebelumnya,
dan beberapa hari setelah akhir tahun tanggal transfer dicairkan di bank dan
tanggal mereka dicatat dalam buku dasarnya auditor memeriksa apakah
deposit dan penarikan dicatat dalam periode akuntansi yang sama. Kitting
ditunjukkan ketika tanggal distempel oleh bank penerima mendahului tanggal
pencairan dicatat (Sanjaya: 2014).

11
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Profil Enron Corporation


Enron Corporation adalah sebuah perusahaan energi Amerika yang
berbasis di Houston, Texas, Amerika Serikat. Enron jejak akarnya
adalah Perusahaan Gas Alam Utara, yang dibentuk pada tahun 1932, di
Omaha, Nebraska. Enron merupakan perusahaan dari penggabungan antara
InterNorth (penyalur gas alam melalui pipa) dengan Houston Natural Gas.
Kedua perusahaan ini bergabung pada tahun 1985 oleh Kenneth Lay. Pada
tahun 1997 Enron membeli perusahaan pembangkit listrik Portland General
Electric Corp senilai $ 2 milyar. Sebelum tahun 1997 berakhir, manajemen
mengubah perusahaan tersebut menjadi Enron Capital and Trade Resources
yang menjadi perusahaan Amerika terbesar yang memperjualbelikan gas alam
serta listrik (Sanjaya: 2014).
Enron Corporation yang merupakan perusahaan yang bergerak di
bidang energi tersebut melakukan penjualan listrik dengan menggunakan
harga pasar pada awal tahun 1990. Adanya hasil Kongres Amerika Serikat
yang memutuskan untuk melakukan deregulasi penjualan gas alam telah
menyebabkan Enron mengalami peningkatan pendapatan yang signifikan.
Enron merupakan penjual gas alam terbesar pada tahun 1992 di Amerika
Utara, kontrak penjualan gas Enron menghasilkan laba sebelum pajak sebesar
$122 juta, dan merupakan penyumbang kedua terbesar dalam laba usaha
perusahaan (Isanty: 2016).
Dalam upaya untuk memperluas pertumbuhan bisnis perusahaan,
Enron menerapkan strategi bisnis diversifikasi. Perusahaan tersebut memiliki
dan mengoperasikan berbagai aset meliputi gas pipelines, electricity plants,
pulp and paper plants, water plants, dan broadband services. Perkembangan
pesat Enron telah menyebabkan harga saham perusahaan tersebut mengalami
kenaikan sebesar 311% dari awal tahun 1990 sampai akhir tahun 1998. Pada
tahun 1999 harga saham mengalami kenaikan sebesar 56% dan pada tahun

12
2000 sebesar 87%. Harga saham per lembar perusahaan adalah sebesar
$83.13 (Isanty: 2016).
Tidak cukup dengan prestasi tersebut, Enron membentuk pula
Enron Online (EOL) pada bulan Oktober 1999. EOL merupakan unit usaha
Enron yang secara online memasarkan produk energi secara elektronik lewat
website. Dalam sekejap, EOL berhasil melaksanakan transaksi senilai $335
milyar pada tahun 2000. Pada Januari 2000, Enron mengumumkan sebuah
rencana besar yang amat ambisius untuk membangun jaringan elektronik
broadbrand yang berkecepatan tinggi (high speed broadbrand) dengan
kapasitas jaringan penjualan brandwidth untuk melakukan penjualan gas serta
listrik. Enron membiayai ratusan juta dollar guna melaksanakan program ini.
Walaupun keuntungannya belum nampak, namun harga saham Enron di Wall
Street melonjak menjadi $40, bahkan meningkat menjadi $90,56, sehingga
Enron dinyatakan oleh majalah Fortune maupun media lain sebagai one of
the most admired and innovative companies in the world (Djohan: 2008).

3.2 Profil KAP Arthur Andersen


KAP Arthur Andersen didirikan pada tahun 1913 oleh Arthur
Andersen dan Clarence Delany sebagai Anderse Delany & Co. Perusahaan
tersebut berubah nama menjadi Arthur Andersen & Co. pada tahun 1918.
Arthur Andersen adalah aktivis pembentukan standar dalam industri
akuntansi. Ketika munculnya opsi saham dalam bentuk kompensasi, Arthur
Andersen adalah KAP pertama yang mengusulkan ke FASB bahwa opsi
saham harus disertakan pada laporan biaya sehingga berdampak pada laba
bersih seperti kompensasi dalam bentuk tunai. Setelah konsultasi IT
ditetapkan pada tahun 1980, Arthun Andersen pun mengembangkan praktek
konsultasi di bidang IT tersebut, sementara KAP lain masih berfokus pada
konsultasi jasa audit. KAP Arthur Andersen berjuang untuk menyeimbangkan
antara faithfulness to accouting standards dengan its clients desire to
maximize profits (Kurnia: 2014).

13
KAP Arthur Andersen adalah perusahaan jasa akuntansi yang
berbasis di Chicago, Illinois, Amerika Serikat. Kantor Akuntan Publik
tersebut termasuk dalam The Big Five bersama dengan Pricewaterhouse
Coopers, Deloitte, Ernst & Young, dan KPMG. Arthur Andersen menjadi
auditor eksternal Enron sekaligus konsultan manajemennya dengan bayaran
$5 juta untuk biaya audit dan $50 juta untuk biaya konsultasi. Hal inilah yang
menyebabkan konflik kepentingan di tubuh Arthur Andersen sendiri, karena
pembayaran atas jasa yang dilakukannya terlampau besar, sehingga
memunculkan kurangnya independensi dalam proses pengauditan laporan
keuangan Enron. Sehingga, pada tahun 2002 perusahaan ini secara sukarela
menyerahkan izin praktiknya sebagai Kantor Akuntan Publik setelah
dinyatakan bersalah dan terlibat dalam skandal Enron dan menyebabkan
85.000 orang kehilangan pekerjaannya (Isanty: 2016).

3.3 Skandal Akuntansi Enron Corporation


Pada tanggal 2 Desember 2001, dunia perekonomian dikejutkan
dengan berita yang berasal dari kota minyak Houston di Texas, Amerika.
Enron, perusahaan ke tujuh terbesar di Amerika, perusahaan energi
perdagangan terbesar di dunia menyatakan dirinya bangkrut (Djohan: 2008).
Bangkrutnya Enron dianggap bukan lagi semata-mata sebagai
sebuah kegagalan bisnis, melainkan sebuah skandal yang multidimensional,
yang melibatkan politisi dan pemimpin terkemuka di Amerika Serikat. Hal ini
bisa dilihat dari beberapa fakta yang cukup mencengangkan (Sanjaya: 2014).
Kebangkrutan bukan disebabkan oleh perekonomian dunia yang sedang
melemah, melainkan kesalahan fatal dalam sistem akuntan mereka. Selama
tujuh tahun terakhir, Enron melebih-lebihkan laba bersih dan menutup-tutupi
utang. Auditor independen, Arthur Andersen ikut berperan dalam
"menyusun" pembukuan kreatif Enron. Lebih buruk lagi, kantor hukum yang
menjadi penasihat Enron, Vinson & Eikins, juga dituduh ikut ambil bagian
dalam korupsi skala dunia ini dengan membantu membuka partnership-

14
partnership kontroversial yang dianggap sebagai awal dari kehancuran Enron
(Djohan: 2008).
Dalam proses pengusutan sebab-sebab kebangkrutan itu Enron
dicurigai telah melakukan praktek window dressing yaitu dengan cara
penundaan pencatatan piutang karena kasnya digunakan untuk kepentingan
pribadi. Manajemen Enron telah menggelembungkan (mark up)
pendapatannya US$ 600 juta, dan menyembunyikan utangnya sejumlah US$
1,2 miliar. Menggelembungkan nilai pendapatan dan menyembunyikan utang
senilai itu tentulah tidak bisa dilakukan sembarang orang. Diperlukan
keahlian khusus dari para profesional yang bekerja pada atau disewa oleh
Enron untuk menyulap angka-angka, sehingga selama bertahun-tahun kinerja
keuangan perusahaan ini tampak tetap mencorong. Dengan kata lain, telah
terjadi sebuah kolusi tingkat tinggi antara manajemen Enron, analis keuangan,
para penasihat hukum, dan auditornya. Belakangan diketahui bahwa auditor
Enron, Arthur Andersen kantor Hudson, telah ikut membantu proses rekayasa
keuangan tingkat tinggi itu (Sanjaya: 2014).

3.4 Pihak-pihak yang Terlibat dalam Skandal Enron Corporation


Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam skandal Enron
Corporation dalam Kurnia: 2014, antara lain sebagai berikut:
a. Pihak dari Enron Corporation
Kenneth Lay (Founder, Chairman dan CEO)
Enron ini dibangun dengan hutang dan dalam kegiatan operasionalnya
juga berhutang lagi kepada pihak lain. Sehingga hutangnya semakin
bertambah banyak. Ken Lay adalah seseorang yang telah mendirikan
Enron, tetapi dia membangun Enron dengan banyak hutang kepada
pihak lain. Ketika Enron mengalami keadaan yang sulit, dalam hal ini
dalam keadaan hampir bangkut, Ken Lay mengatakan perusahaannya
dalam keadaan yang baik-baik saja.
Jeffrey Skilling (Mantan Presiden, dan COO)

15
Jeffrey Skilling berhasil membuat Enron menjadi sebuah perusahaan
perdagangan yang sangat besar dan ekspansif. Namun, karena
ambisinya mengesampingkan rambu-rambu aturan yang berlaku baik
aturan SEC maupun prinsip akuntansi yang berterima umum. Ia
bersama Andrew Fastow memanipulasi laporan keuangan Enron.
Skilling merekrut Andrew Fastow, seorang ahli keuangan, untuk
membantu menjalankan bisnis perdagangan gas alam, dan keduanya
telah datang dengan gagasan yang pandai dalam melaporkan nilai dari
kontrak jangka panjang yang mereka beli atau jual.
Andrew Fastow (Mantan CFO)
Andrew Fastow memanipulasi untuk membentuk anak perusahaan yang
hanya dipakai oleh Enron untuk mendapatkan pinjaman dana dari bank,
sehingga dalam laporan keuangan yang dimiliki oleh Enron tidak
mengalami penambahan hutang.
Board of directors
Dewan Direksi Enron gagal melidungi pemegam saham Enron dan
memberikan konstribusi pada kejatuhan perusahaan publik terbesar ke
tujuh di AS, dengan membiarkan Enron terlibat dalam praktik akuntansi
beresiko tinggi, konflik transaksi kepentingan yang tidak pantas,
pengungkapan kegiatan penghancuran dokumen penting, dan
kompensasi eksekutif yang berlebihan. Dewan mengetahui hal ini tetapi
lebih memilih untuk menutup mata dan merugikan pemegang saham,
karyawan, dan rekan bisnis.
Karyawan Enron
Enron memaksa karyawan dalam hal pengelolaan dana pensiun, di
mana diharuskan pembelian saham perusahaan sebagai dana pensiun,
karyawan percaya atas reputasi perusahaan. Tujuan Enron adalah
menaikan harga saham perusahaan dengan cara ini. Dan pada saat masa
jatuhnya enron, para ekskutif yang terlebih dahulu tahu telah menjual
sahamnya, sedangkan karyawan hanya dapat menjual saham sampai
pada harga 26 sen.

16
Sheron Wattkins
Sherron adalah seorang akuntan profesional yang kompeten dan telah
bekerja untuk Arthur Andersen selama bertahun-tahun sebelum
bergabung dengan Enron. Dia mengeluhkan praktik akuntansi agresif
yang dilakukan oleh Enron. Ketika Lay tidak merespon surat yang ia
tulis, Sharron pun memberikan kesaksian di depan komte penyelidikan.
Seandainya ada anggota dewan yang mendengarkan kekhawatirannya
mengenai Enron, mungkin tindakan pencegahan dapat dilakukan.
b. Pihak dari KAP Arthur Andersen
Peran KAP Arhur Andersen dalam skandal Enron antara lain sebagai
eksternal auditor Enron, sebagai konsultan akuntansi dan manajemen
berkaitan dengan pengakuan SPE, sebagai internal auditor Enron, sebagai
konsultan perpajakan Enron, dan sebagai penasihat dari pengungkapan
masalah keuangan. Budaya internal KAP Arthur Andersen didorong oleh
keinginan untuk mendapatkan penghasilan, sehingga Enron adalah salah
satu sumber kekayaan KAP. Mengingat fakta ini, AA dan personelnya
dihadapkan pada beberapa konflik kepentingan, yang mungkin telah
dilanggar dan melemahkan tekad mereka untuk bertindak dalam hubungan
fidusia mereka sebagai auditor, termasuk mengaudit kerja mereka sendiri
sebagai konsultan SPE, menyebabkan kurangnya objektivitas, serta
kepentingan diri sendiri berperang melawan kepentingan umum yang
mengarah ke keinginan untuk memuaskan manajemen Enron. David B.
Duncan menjadi karyawan Andersen selama 20 tahun, ia bertanggung
jawab atas Enron sejak 1997, ia dibayar lebih dari $1 juta. David dipecat
dari Andersen pada Januari 2002 dan dibebankan hukuman karena telah
memerintahkan staff Andersen untuk menghancurkan lebih dari 1 ton
dokumen yang berkaitan dengan Enron. Pada 9 April 2002, David
mengaku bersalah dengan hukuman maksimum 10 tahun.
c. Pihak-pihak luar lain yang terlibat
Securities and Exchange Commission (US SEC)

17
SEC juga harus bertanggungjawab pada kasus ini karena mereka
memberikan persetujuan kepada Skilling dan Andrew Fastow untuk
menggunakan metode akuntansi yang menguntungkan bagi mereka.
Dalam hal ini seharusnya SEC tidak menyetujui hal tersebut, karena
hanya akan menguntungkan beberapa pihak saja, dan pihak lainnya
akan dirugikan dengan diperbolehkannya penggunaan metode tersebut.
Mitra kerja
Mitra kerja dan konsumen Enron dirugikan dalam hal ini, sebut saja
Blockbuster. Begitupun dengan pemasok dan kreditor yang bekerja
sama dengan Enron.
Investor
Sebagai hasil dari skandal Enron, investor baik pribadi maupun
kelompok, kehilangan jutaan dollar karena mereka mendapatkan
informasi yang salah mengani kinerja keuangan perusahaan, semua
pemegang saham kehilangan uang yang telah mereka investasikan
setelah Enron jatuh bangkrut.
White House
Skandal ini semakin rumit dengan ditengarainya keterlibatan banyak
pejabat tinggi gedung putih dan politisi di Senat Amerika Serikat yang
pernah menerima kucuran dana politik dari perusahaan ini. Akibat
pertalian semacam itu, banyak orang curiga pemerintahan Bush dan
para politisi telah dan akan memberikan perlakuan istimewa, baik
dalam bisnis Enron selama ini maupun dalam proses penyelamatan
perusahaan itu.
Jaksa Penuntut Enron dan Departement of Justice
Penuntutan terhadap Enron (yang seringkali diprakarsai oleh SEC) telah
menyebabkan peningkatan ekspektasi kinerja dan agresivitas kejaksaan,
di mana penjahat kelas eksekutif dicurigai. Eliot Spitzer (Attoney
General for The Northen District of Illinnois) dan Patrick J. Fitzgerald
(US Attorney for the Nothern District of Illinois) muncul sebagai jaksa
umum dengan ikon anjing penyerang yang mengejar setiap eksekutif

18
Enron dengan penuh semangat. Spitzer lebih mengutamakan penjahat
selebriti dan eksekutif senior sebagai contoh bagi orang lain, terutamaa
saat SEC lambat untuk bertindak.

3.5 Penyebab Terjadinya Skandal Enron Corporation


Begitu kompleksnya model usaha yang dimiliki oleh Enron, yang
terdiri dari beragam produk, termasuk aset tetap dan perdagangan yang
melampaui skala nasional telah menyebabkan adanya keterbatasan akuntansi.
Enron mengambil keuntungan penuh dari keterbatasan akuntansi tersebut
untuk menyusun dan memoles laporan keuangan perusahaan. Dua hal utama
yang mendasari permasalahan pada laporan keuangan Enron adalah
perdagangan yang meliputi kontrak jangka panjang yang kompleks dan
struktur transaksi finansial perusahaan yang berupa konsolidasi entitas
bertujuan khusus (special purpose entities) (Kurnia: 2014).
Adapun beberapa penyebab terjadinya skandal perusahaan Enron
antara lain sebagai berikut:
a. Trading Business dan Market-to-Market Accounting
Pada bisnis gas alam Enron, perlakuan akuntansinya sangatlah mudah,
yaitu pada setiap periode tertentu, perusahaan akan membuat daftar biaya
supply gas dan pendapatan aktual yang diterima dari penjualan tersebut.
Namun pada bisnis perdagangan, Enron mengadopsi mark-to-market
accounting, yakni begitu sebuah kontrak jangka panjang ditandatangani,
present value dari future inflows dari kontrak tersebut diakui sebagai
pendapatan dan present value dari biaya kontrak tersebut dianggap sebagai
biaya. Dalam hal ini, keberlangsungan kontrak jangka panjang tersebut
seringkali dipertanyakan. Dengan adanya kesulitan untuk penerapan
matching principle antara profit dan cash, telah memberikan laporan yang
menyesatkan bagi investor. Unrealized gains and losses pada market value
dari kontrak jangka panjang (yang tidak di-hedging) kemudian dilaporkan
sebagai bagian dari pendapatan tahunan pada saat terjadinya. Sebagai
contoh, Enron melakukan kontrak kerjasama dengan Blockbuster Video

19
pada tahun 2000. Pilot Project tersebut terdapat di Portland, Seattle dan
Salt Lake City. Berdasarkan proyek tersebut Enron kemudian mengakui
estimasi profit sebesar $ 110 juta walaupun berbagai kalangan
mempertanyakan keberlangsungan teknis dari proyek tersebut dan
permintaan pasar. Ketika jaringan tersebut gagal, Blockbuster menarik
kerjasamanya dan Enron tetap meneruskan untuk mengakui future profit
walaupun kontrak tersebut berakhir dengan kerugian.
b. Special Purpose Entities
Enron telah menggunakan ratusan special purpose entities sampai dengan
tahun 2001 di mana kebanyakan SPE tersebut digunakan untuk mendanai
pembelian forward contract dengan produsen gas untuk menyuplai gas
dalam sebuah kontrak jangka panjang. Namun beberapa SPE kontroversial
didesain secara khusus untuk mendapatkan tujuan pelaporan keuangan
yaitu memenuhi ekspektasi investor. Sebagai contohnya, pada tahun 1997,
Enron berkeinginan untuk membeli kepemilikan dari beberapa joint
venture, namun Enron tidak mau memperlihatkan hutang miliknya yang
digunakan untuk membiayai akuisisi tersebut pada neraca perusahaan.
Maka Enron menggunakan Chewco, sebuah SPE yang dikontrol oleh
Enron untuk menerbitkan hutang dengan Enron sebagai penjamin untuk
medapatkan kepemilikan pada joint venture seharga $ 383 juta. Transaksi
tersebut telah diatur sedemikian rupa sehingga Enron tidak harus
mengkonsolidasi Chewco ataupun joint venture tersebut pada laporan
keuangannya, sehingga Enron tidak perlu mengakui hutang pada
pembukuannya.
c. Penghindaran pajak
Beberapa Bank, KAP, bankir investasi, dan kantor pengacara bahkan
politisi diduga memberikan konsultasi mengenai penyembunyian pajak
terstruktur pada 12 transaksi besar yang mencapai $2 miliar dari tahun
1995-2001. Manajemen Enron menemukan bahwa transaksi pajak tidak
hanya bisa menghemat pajak, tetapi dapat digunakan untuk menciptakan

20
laba dalam laporan keuangan. Secara umum, empat strategi yang
digunakan Enron dalam transaksi terstruktur tersebut adalah:
Duplikasi kerugian ekonomi tunggal (mengurangi kerugian yang sama
sebanyak dua kali).
Pergeseran dari DPP aset tak tersusutkan (tidak kena pajak) menjadi
suatu aset tersusutkan (kena pajak).
Timbulnya biaya pemotongan pajak untuk pembayaran pokok.
Timbulnya biaya jasa bagi pihak yang memberikan bantuan untuk WP
lain.
d. Budaya perusahaan, konflik kepentingan, whistle-blower
Banyak karyawan Enron mengetahui tentang kurangnya integritas dalam
transaksi SPE, tetapi hanya sedikit karyawan yang berani maju untuk
melaporkannya, dan Dewan Direksi Enron tidak mendengar keluhan
mereka. Kekurangan integritas pada budaya Enron berada dalam taraf
yang cukup menyedihkan. Salah satu teka-teki Enron yang tidak dijelaskan
adalah mengapa orang-orang yang memiliki interaksi berkelanjutan
dengan anggota dewan ternyata tidak maju untuk mengungkapkan
kejanggalan tersebut. Jika mereka memiliki loyalitas kepada perusahaan,
seharusnya mereka melaporkan kejanggalan SPE kepada anggota dewan.
Kurangnya loyalitas ini ada hubungannya dengan keinginan untuk
memuaskan Fastow dan Lay yang memberikan pengaruh signifikasn
terhadap rencana insentif opsi saham enron.
e. Kegagalan fungsi dewan direksi
Dewan Direksi beroperasi di bawah undang-undang yang membebankan
tugas fidusia kepada mereka untuk bertindak dengan itikad baik,
sewajarnya, dan dalam kepentingan terbaik dari perusahaan dan pemegang
sahamnya. Dalam kerangka kerja tata kelola, Dewan Direksi Enron
bertanggung jawab untuk mengawasi lini bisnis Enron dan strategi untuk
membiayainya. Salah satu bidang usaha Enron, yaitu: bisnis perdagangan
energi secara online, memerlukan akses ke lini kredit yang luas. Pada saat
yang sama, sifat dari bisnis ini menyebabkan fluktuasi laba yang besar dari

21
triwulan ke triwuan, sehingga mengarah pada pendanaan berbiaya rendah.
Semua anggota Dewan Direksi sangat menyadari dan mendukung fokus
Enron di peringkat kredit, arus kas dan beban utang. Semua orang akrab
dengan strategi asset light. Di sinilah titik di mana Dewan Direksi Enron
tidak menjalankan tugas fidusia, mereka hanya bertindak demi
kepentingan perusahaan bukan pemegang saham.

3.6 Analisis Kasus Enron Corporation Ditinjau dari Sudut Pandang Audit
dan Etika Profesional
Auditor independen bertanggung jawab memberikan assurance
services. Sementara manajeman, dibantu pengacara, penasihat keuangan, dan
konsultan, menyajikan informasi keuangan, sedangkan akuntan publik
bertugas menilai apakah informasi keuangan itu dapat dipercaya atau tidak.
Dalam menjalankan audit, akuntan wajib mendeteksi kemungkinan
kecurangan dan kekeliruan yang material. Penyimpangan (irregularities) dan
kecurangan (fraud) akan dianggap sebagai kelaziman. Kegagalan untuk
bersikap obyektif dan independensi sama artinya dengan hilangnya eksistensi
profesi. Membenarkan, bahkan menutupi, perilaku manajemen yang
manipulatif jelas-jelas merupakan pengkhianatan terhadap tugas profesi
akuntan publik. Karena itu, sangat wajar jika, dalam kasus Enron, auditor
paling dipersalahkan karena telah gagal melindungi kepentingan publik yang
merupakan pemberi otoritas (Sanjaya: 2014).
Dalam kasus Enron, pihak manajemen Enron maupun Arthur
Andersen mengetahui tentang praktek akuntansi dan bisnis yang tidak sehat.
Tetapi demi mempertahankan kepercayaan dari investor dan publik kedua
belah pihak merekayasa laporan keuangan mulai dari tahun 1985 sampai
dengan Enron menjadi hancur berantakan. Arthur Andersen, merupakan
kantor akuntan publik tidak hanya melakukan manipulasi laporan keuangan,
Andersen juga telah melakukan tindakan yang tidak etis, dalam kasus Enron
adalah dengan menghancurkan dokumen-dokumen penting yang berkaitan
dengan kasus Enron. Arthur Andersen memusnahkan dokumen pada periode

22
sejak kasus Enron mulai mencuat ke permukaan, sampai dengan munculnya
panggilan pengadilan. Walaupun penghancuran dokumen tersebut sesuai
kebijakan internal Andersen, tetapi kasus ini dianggap melanggar hukum dan
menyebabkan kredibilitas KAP Arthur Andersen hancur. Di sini Andersen
telah ingkar dari sikap profesionalisme sebagai akuntan independen dengan
melakukan tindakan menerbitkan laporan audit yang salah dan meyesatkan
(Sanjaya: 2014).
Kasus ini menyingkap kerjasama penipuan yang dilakukan Enron
dengan auditornya, yaitu KAP Andersen. KAP Andersen dinyatakan bersalah
telah bekerjasama dalam memalsukan laporan keuangan dan menghambat
proses penyelidikan dengan menghancurkan dokumen-dokumen yang
digunakan untuk menjalankan proses audit. Tindakan ini telah dianggap
melanggar standar umum audit yang kedua yaitu independensi, di mana
seharusnya dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan,
independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor. KAP
Andersen juga dinyatakan bersalah telah melanggar prinsip etika profesi
akuntan di antaranya yaitu melanggar prinsip integritas dan perilaku
profesional. Perlu diketahui bahwa integritas merupakan prinsip yang penting
dan harus diterapkan dalam etika audit sebab merupakan kualitas yang
melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan bagi anggota dalam
menguji semua keputusan yang diambilnya. Sedangkan perilaku profesional
diterapkan agar setiap pelaku audit dapat berperilaku yang konsisten dengan
reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat menghancurkan
mana baik profesi. Besarnya jumlah fee yang ditawarkan menyebabkan KAP
Andersen goyah dan mengabaikan prinsip integritas dan independen.
Akhirnya, laporan audit yang dihasilkan jauh dari kualitas yang seharusnya
dan sebenarnya. Posisi auditor sangat dilematis karena mereka dituntut untuk
memenuhi keinginan klien namun di sisi tindakan auditor dapat melanggar
standar profesi sebagai acuan kerja mereka. Dalih-dalih untuk menghasilkan
laporan audit yang seharusnya dan sebenarnya, KAP Andersen malah ikut
terlibat melakukan tindakan kriminal. Akibatnya, pemerintahan Amerika

23
serikat melarang KAP Andersen dan Enron untuk melakukan kontrak
kerjasama dengan lembaga pemerintahan di Amerika. Selain itu akibat
pelanggaran prinsip profesional dan etika yang dilakukannya, KAP Andersen
dicabut kedudukannya dari predikat The Big Five dan kehilangan
integritasnya di mata mayarakat (Rahayu: 2014).
Pelanggaran 5 prinsip tata kelola (Good Corporate Governance/
GCG)pada kasus Enron Corporation menurut Kurnia: 2014, antara lain
a. Transparansi (transparency). Berkaitan dengan kewajiban bagi para
pengelola untuk menjalankan prinsip keterbukaan dalam proses keputusan
dan penyampaian informasi. Keterbukaan dalam menyampaikan informasi
juga mengandung arti bahwa informasi yang disampaikan harus lengkap,
benar dan tepat waktu kepada semua pemangku kepentingan. Dalam
Skandal Enron dimensi transparasi jelas dilanggar, hal ini dapat dilihat
pada:
Pembentukan SPE dengan tujuan melebih-lebihkan laba, meningkatkan
kas dan menyembunyikan utang, menutup-nutupi kerugian terhadap
investasi saham Enron pada perusahaan lain.
Memberikan informasi kinerja perusahaan yang menyesatkan kepada
investor dan karyawan sehingga investor dan karyawan membeli saham
Enron dalam jumlah besar pada saat harga saham Enron tinggi, sebelum
anjloknya harga saham.
Tidak memasukan transaksi SPE dalam laporan konsolidasi Enron,
sehingga angka yang ada dalam neraca tidak sesuai dengan kenyataan
sebenarnya.
Penghancuran dokumen terkait SPE sebanyak lebih dari 1 ton kertas
dengan tujuan menutup-nutupi kebenaran dan menghambat penyidikan
b. Akuntabilitas (accountability). Prinsip akuntabilitas adalah prinsip di mana
para pengelola berkewajiban untuk membina sistem akuntansi yang efektif
untuk menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya. Untuk itu,
diperlukan kejelasan fungsi, pelaksanaan, dan pertangungjawaban setiap
organ sehingga pengelolaan berjalan efektif. Dalam skandal Enron, pihak

24
manajemen tidak mengelola sistem akuntansi yang efektif sehingga
menghasilkan laporan keuangan yang tidak dapat dipercaya, hal ini dapat
dicermati pada:
SEC membolehkan buah perusahaan untuk mengeluarkan pencatatan
SPE dari laporan keuangannya.
Melakukan skema prabayar, yakni mencatat transaksi prabayar dalam
pengiriman energi masa depan sebagai laba operasi dan arus kas saat
ini, bukan sebagai arus kas dari operasi pembiayaan.
Perhitungan pajak yang salah yaitu mengakui kerugian yang sama
sebanyak dua kali dan mencatatnya sebagai pendapatan; dan merubah
dpp aset tak tersusutkan menjadi aset tersusutkan (kena pajak).
Melakukan praktik asset light, yaitu menjual aset pembangkit listrik
secara langsung atau menjual kepentingan di dalamnya kepada investor
secara lansung, dan mencatat pendapatan tersebut sebagai laba dari
hasil monetizing dan syndicating
c. Responsibilitas (responsibility). Prinsip responsibilitas adalah prinsip di
mana para pengelola wajib memberikan pertanggungjawaban atas semua
tindakan dalam mengelola perusahaan kepada para pemangku kepentingan
sebagai wujud kepercayaan yang diberikan kepadanya. Prinsip tanggung
jawab ada sebagai konsekuensi logis dari kepercayaan dan wewenang
yang diberikan oleh para pemangku kepentingan kepada para pengelola
perusahaan. Skandal Enron memberikan contoh pelanggaran tanggung
jawab ini mempunyai dalam berbagai dimensi, yaitu:
Dimensi ekonomi, Enron tidak bertanggungjawab untuk memberikan
keuntungan ekonomis bagi para pemangku kepentingan. Dimensi ini
juga melanggar prinsip fairness di mana tidak semua pemangku
kepentingan mendapatakan keuntungan ekonomis yang sama bahkan
ada yang dirugikan.
Dimensi hukum, tanggung jawab manajemen Enron tidak diwujudkan
dalam bentuk ketaatan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.
Enron melakukan ratusan transaksi yang melanggar hukum, mulai dari

25
konspirasi, penipuan, pemalsuan laporan, insider trading, penipuan
pajak, pencucian uang, dan penipuan sekuritas.
Dimensi moral, artinya sejauh mana wujud tanggung jawab tindakan
manajemen tersebut telah dirasakan keadilannya bagi semua pemangku
kepantingan. Selain itu kegiatan perusahaan Enron tidak menghormati
nilai-nilai dasar yang mendasari ketertarikan pemangku kepentingan
(hypernorms) sehingga saat mendekati detik-detik keterpurukan, Enron
tidak mendapat dukungan dari pemangku kepentingan selain dengan
cara curang.
Dimensi spiritual, artinya sejauh mana tindakan manajemen telah
mampu mewujudkan akuntabilitas diri atau telah dirasakan sebagai
bagian dari ibadah sesuai dengan ajaran agama yang diyakininya.
d. Independensi (independency). Independensi adalah keadaan di mana para
pengelola dalam mengambil suatu keputusan bersifat professional,
mandiri, bebas dari konflik kepentingan, dan bebas dari tekanan atau
pengaruh dari mana pun yang bertentangan dengan perundang-undangan
yang berlaku dan prinsip-prinsip pengelolaan yang sehat. Pelanggaran
prinsip ini terjadi pada, sebagai berikut:
Arthur Ardensen menyediakan setidaknya 5 layanan kepada Enron
yaitu: (1) sebagai auditor eksternal yang mengaudit kewajaran laporan
keuangan Enron; (2) sebagai konsultan akuntansi dan manajemen,
termasuk saat transaksi SPE; (3) sebagai penasihat perpajakan; (4)
sebagai internal auditor Enron; (5) sebagai penasihat masalah keuangan.
Kelima layanan tersebut memiliki fungsi yang saling bertabrakan
bahkan tumpang tindih hingga menyebabkan hilangnya objektivitas
Arthur Andersen.
Banyaknya auditor Arthur Andersen yang kemudian pindah dan
menjabat sebagai eksekutif Enron.
SPE seharusnya dimiliki oleh pihak independen, tetapi SPE yang
bertransaksi dengan Enron adalah bentukan Fastow yang merupakan
CFO Enron.

26
e. Kesetaraan (fairness). Perlakuan yang setara merupakan prinsip agar para
pengelola memperlakukan semua pemangku kepentingan secara adil dan
merata, baik pemangku kepentingan primer (pemasok, pelanggan,
karyawan, pemodal) maupun pemangku kepentingan sekunder
(pemerintah, masyarakat dan yang lainnya). Prinsip ini juga sangat erat
dan tumpang tindih dengan prinsip akuntabilitas dan tanggung jawab.
Enron memperlakukan pemangku kepentingannya dengan tidak adil, yaitu:
Karyawan memperkaya diri mereka sendiri tanpa persetujuan Dewan
Direksi (kompensasi berlebihan).
Konflik kepentingan yang tidak pantas, yaitu adanya insider trading di
mana Dewan Direksi menyetujui CFO untuk mengoperasikan dana
ekuitas swasta SPE LJM yang melakukan transaksi bisnis dengan Enron
dan meperoleh keuntungan dari biaya Enron.
Kegagalan tugas fidusida Dewan Direksi yaitu: gagal melindungi
pemegang saham Enron dari kegiatan yang tidak adil sehingga
merugikan pemegang saham, karyawan, dan rekan bisnis.
Memanipulas krisis listrik di California dan menerapkan skema
prabayar dan menetapkan harga listrik sangat tinggi sampai 9 kali lipat
demi keuntungan eksekutif Enron.
Karyawan diperlakukan tidak adil. Enron mengharuskan dana pensiun
karyawannya diubah dalam bentuk saham. Tujuan Enron adalah
menaikan harga saham perusahaan dengan cara ini. Dan pada saat masa
jatuhnya enron, para ekskutif yang terlebih dahulu tahu telah menjual
sahamnya, sedangkan karyawan hanya dapat menjual saham sampai
pada harga 26 sen.

3.7 Dampak Kasus Enron Corporation Terhadap Tata Kelola, Manajemen,


dan Akuntan Publik
Meskipun sebelumnya telah ada upaya untuk memperkuat tata
kelola dan praktik akuntansi sebelum terjadinya skandal Enron, gaung
reformasi atas tata kelola baru terdengar keras setelah terjadi kemarahan

27
publik atas skandal Enron pada bulan Desember 2001. Namun, gagal karena
tak lama setelah skandal Enron, datang berita mengejutkan bahwa perusahaan
raksasa WorldCom juga mengalami kesulitas keuangan. Pengumuman oleh
WorldCom tentang manipulasi laba akuntansi secara besar-besaran telah
memukul pasar modal, media dan juga politisi. Maka pada 30 juli 2002
disahkanlah Sarbanes-Oxley Act (SOX), yaitu Undang-undang baru yang
mengatur reformasi tata kelola. Nama Sarbanes-Oxley sendiri diambil dari
dua orang politisi yang menjadi inisitor undang-undang tersebut. SOX telah
menciptakan sebuah kerangka kerja peraturan internasional bagi perusahaan
dalam mencari akses ke pasar modal AS dan auditornya. Demikian juga SOX
menetapkan kerangka kerja baru untuk profesi akuntansi AS yang
menggantikan pengaturan diri oleh profesi dengan Public Company
Accounting Oversight Board (PCAOB) (Kurnia: 2014).
Bencana keuangan sebelumnya, termasuk kegagalan tata kelola
Enron, Arthur Andersen, dan WorldCom, meningkatkan kesadaran di AS,
Kanada, Australia dan Inggris bahwa kerangka tata kelola harus diperbaiki.
Secara khusus, dalam rangka menghadapi krisis kredibilitas tata kelola dan
mengembalikan kepercayaan dalam sistem pasar modal. Perusahaan saat ini,
tindakan yang dibutuhkan untuk memenuhi harapan masyarakat menurut
Kurnia: 2014, mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. Klarifikasi peran, tanggung jawab dan akuntabilitas dari dewan direksi,
subkomitenya, diri para direktur pribadi dan auditor.
b. Memastikan bahwa para direktur memiliki informasi yang cukup
mengenai rencana dan kegiatan perusahaan, kecukupan kebijakan dan
pengendalian internal untuk memastikan kepatuhan, dan kepatuhan aktual,
termasuk keprihatinan para whistle-blower.
c. Memastikan bahwa para direktur memiliki kompetensi keuangan yang
memadai dan keahlian lainnya yang diperlukan.
d. Memastikan bahwa laporan keuangan akurat, lengkap, dapat dipahami dan
transparan.

28
e. Memastikan bahwa standar akuntansi memadai untuk melindungi
kepentingan para investor.
Rancangan Undang-Undang diajukan oleh anggota senat Paul
Sarbanes dan Michael Oxley pada tanggal 30 Juli 2002 dan disahkan oleh
Presiden Bush. Ikthisar Sarbanes Oxley Act 2002 dalam Djohan: 2008 antara
lain sebagai berikut:
a. Memberi kejelasan dan kepastian atas dewan pengawas independen yang
bertugas sepenuhnya untuk mengawasi pelaku pasar modal.
b. Menetapkan tanggung jawab baru terhadap komite audit dan pejabat
perusahaan.
c. Menetapkan aturan dan keharusan baru untuk pelaporan perusahaan.
d. Mendefinisikan jasa non Audit yang dapat diberikan oleh KAP kepada
Klien Audit yaitu melarang KAP melakukan 8 jenis jasa audit kepada
klien audit: pembukuan, desain dan sistem informasi keuangan, jasa
penilai, jasa aktuaris, outsorcing jasa internal audit, fungsi manajemen
SDM, broker pialang atau penasehat investasi, jasa hukum dan jasa
professional lainnya yang tidak berhubungan dengan audit.
e. Memperberat hukuman atas kecurangan yang dilakukan perusahaan.
f. Mengharuskan adanya peraturan yang mengatur benturan kepentingan.
g. Meningkatkan secara signifikan tanggung jawab dan anggaran SEC.
h. Mengijinkan pemberian jasa lainnya dengan persetujuan terlebih dahulu
dari komite audit.
Dengan diterbitkan Undang-Undang Sarbanes Oxley, maka
dampaknya bagi manajemen menurut Djohan: 2008 antara lain:
a. Mengharuskan adanya sertifikasi CEO/CFO atas laporan berkala yang
disampaikan SEC.
b. Setiap laporan tahunan diharuskan untuk melampirkan laporan dari
manajemen mengenai penaksiran internal control.
c. Auditor independen diharuskan melakuakan atestasi dan melaporkan
penaksiran manajemen.
d. Pengungkapan yang harus dilakukan antara lain:

29
Keharusan bagi direktur, pejabat perusahaan dan pihak yang memiliki
saham perusahaan dengan jumlah minimum 10% untuk menyampaikan
perubahan ekuitas yang dimiliki.
Pengungkapan tambahan untuk off balance sheet dan kontijensi.
Pengungkapan oleh perusahaan secara real time.
Dengan diterbitkan Undang-Undang Sarbanes Oxley, maka
dampaknya bagi akuntan publik menurut Djohan: 2008 antara lain:
a. Membentuk Public Accounting Oversight Board (PCAOB) yang bertujuan
untuk mengawasi audit atas perusahaan publik dan melindungi
kepentingan investor.
b. Melarang jasa non audit. Hukum secara spesifik telah melarang KAP
untuk melakukan 8 jenis jasa non audit.
c. Perputaran partnerpemimpin (lead) atau coordinating partner audit atau
concurring reviewer tidak dapat memberikan jasa audit kepada klien yang
sama lebih dari 5 tahun berturut-turut.
d. Laporan kepada komite auditAuditor diharuskan untuk melaporkan
kepada komite audit perihal semua kebijakan akuntasi yang berlaku,
perlakuan informasi keuangan dan informasi penting lainnya yang telah
didiskusikan dengan manajemen.
e. Penugasan auditor dibutuhkan 1 tahun cooling of period.

30
BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Pada kasus Enron Corporation, auditor telah melanggar kode etik
profesi akuntan publik di mana auditor telah memanipulasi laporan keuangan
sehingga laporan tersebut mencerminkan seolah-olah kinerja perusahaan
sangat baik. Padahal, jika diungkap fakta sebenarnya, perusahaan sebenarnya
telah berada diujung ambang kebangkrutan, di mana hutang perusahaan
cukup besar yang disembunyikan dengan menggunakan entitas bertujuan
khusus. Hal ini terjadi akibat ketidakindependenan auditor dalam pelaksanaan
audit atas laporan keuangan klien karena desakan konflik kepentingan antara
pengungkapan yang objektif dan mempertahankan klien potensial. Hal ini
merupakan sebuah ketidakjujuran dan kebohongan yang disebabkan oleh
dilema etika yang dialami kantor akuntan publik. Auditor juga melanggar
kode etik profesionalisme sebagai akuntan independen dikarenakan
memusnahkan dokumen-dokumen penting yang merupakan bukti audit yang
relevan serta menciptakan laporan audit yang menyesatkan. Perilaku tidak
etis ini kemudian akhirnya menuju kehancuran perusahaan korporat terebut
dan menyisakan kerugian bagi berbagai pihak di samping proses peradilan
dan tuntutan hukum.

4.2 SARAN
Agar kasus serupa dengan kasus Enron Corporation tidak terulang
kembali dalam perusahaan dan kemudian merugikan berbagai pihak yang
terlibat, maka penulis menyarankan kepada perusahaan agar di dalam
memilih untuk menempatkan sumber daya manusia, terutama pihak
manajemen yang akan memegang kendali dalam perusahaan, tidak hanya
memperhatikan segi kemampuannya saja, tetapi juga memperhatikan pula
kepribadiannya dalam etika bisnis agar dalam pelaksanaannya dapat berjalan
sesuai dengan prinsip etika dan peraturan yang berlaku.

31
Kasus skandal Enron Corporation dapat dijadikan pelajaran
berharga bagi dunia bisnis di seluruh dunia. Beberapa tindakan yang dapat
dilakukan agar tidak terjebak dalam kasus seperti Enron Corporation antara
lain sebagai berikut:
a. Menjunjung tinggi nilai-nilai spiritualitas dan etika agar setiap perilaku
senantiasa berpijak untuk kebaikan semua.
b. Jangan melakukan hal yang dapat merugikan orang banyak untuk
memperkaya diri sendiri.
c. Kantor Akuntan Publik (KAP) seharusnya menjunjung tinggi kejujuran
dan profesionalitas, mematuhi kode etik menggunakan prinsip akuntansi
berterima umum, dan menjaga integritas profesi serta tidak merangkap
jabatan sekaligus.

32
DAFTAR PUSTAKA

Arens, Alvin A, dkk. 2008. Auditing dan Jasa Assurance, Pendekatan


Terintegrasi, Jilid I. Jakarta: Erlangga.

Sunyoto, Danang. 2014. Auditing Pemeriksaan Akuntansi. Yogyakarta: CAPS.

Situs web:

Djohan. 2008. Tragedi Enron Corporation. Tersedia di http://the-


johan.blogspot.co.id/2008/10/tragedi-enron-corporation.html. Diakses pada
tanggal 08 Oktober 2016.

Freedom, Mariani. 2012. Seminar Kasus Audit Dilema Etika dalam Profesi
Audit. Tersedia di http://anhyfreedom.blogspot.co.id/2012/12/seminar-
kasus-audit.html. Diakses pada tanggal 09 Oktober 2016.

Hasan, Agus. 2015. Analisis Kasus Korupsi Enron. Tersedia di


http://agushasan17.blogspot.co.id/2015/02/analisis-kasus-korupsi-
enron.html. Diakses pada tanggal 08 Oktober 2016.

Isanty, Meity. 2016. Analisis Kasus Enron Corporation. Tersedia di


http://akuntansimaster.blogspot.co.id/2016/06/analisis-kasus-enron-
coorporation.html. Diakses pada tanggal 08 Oktober 2016.

Kurnia, Ahmad. 2014. Analisis Prinsip Good Corporate Studi Kasus Enron Corp.
Tersedia di http://teknikkepemimpinan.blogspot.co.id/2014/07/analisis-
prinsip-good-corporate.html. Diakses pada tanggal 09 Oktober 2016.

Rahayu, Sri. 2014. Analisis Peranan Etika Auditor Terhadap Standar Umum
Audit dalam Menentukan Kualitas Laporan Audit. Tersedia di
http://srirahayu-myblog.blogspot.co.id/2014/11/analisa-peranan-etika-
auditor-terhadap.html. Diakses pada tanggal 09 Oktobeer 2016.
Sanjaya, Hendy Wira. 2014. Tugas Softskill Studi Kasus Perusahaan Enron.
Tersedia di http://hwira.blogspot.co.id/2014/11/tugas-softskill-studi-kasus-
perusahaan.html. Diakses pada tanggal 08 Oktober 2016.

Anda mungkin juga menyukai