Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat
dan karunia-Nya sehingga kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini.
Tidak lupa saya ucapkan Terimakasih kepada Dosen dan teman-teman Mahasiswa/i yang
telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan,
oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga
dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman.

Jakarta, 5 Oktober 2016

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

ISI

2.1 Pendahuluan ...................................................................................... 3

2.2 Pelayanan Publik: Antara Birokrasi, M. Pasar, dan LSM ................ 4

2.3 Ciri-Ciri LSM.................................................................................... 4

2.4 Bentuk-Bentuk LSM ......................................................................... 5

2.5 Kilas Balik Sejarah LSM .................................................................. 6

2.6 Peran-Peran LSM .............................................................................. 6

2.7 Faktor-Faktor Penunjang Peran LSM ............................................... 7

2.8 Kategorisasi LSM ............................................................................. 8

2.9 Pengelolaan Organisasi ..................................................................... 9

ii
Organisasi Lokal dan Lembaga Swadaya Masyarakat

Masyarakat Indonesia, telah mengembangkan mekanisme dalam upaya memenuhi


kebutuhan, menjangkau sumber daya dan pelayanan, serta berpartisipasi dalam kegiatan
kemasyarakatan. Mekanisme tersebut dilembagakan dalam sebuah wahana berupa organisasi,
baik yang dilandasi oleh keagamaan, kesukuan maupun etnis.
Organisasi yang ada di masyarakat memiliki ciri seperti egalitarianisme, penghargaan
kepada orang berdasarkan prestasi, keterbukaan partisipasi bagi seluruh anggota, penegakan
hukum dan keadilan, toleransi dan pluralisme, serta mengembangkan musyawarah.
Organisasi dan kearifan lokal yang tumbuh dan berkembang di masyarakat perlu
diberikan ruang gerak yang luas untuk mengekspresikan dan mengartikulasikan berbagai
kebutuhan masyarakat lokal. Sebagaimana dikemukakan oleh Korten (1982) bahwa
pembangunan akan mampu mengembangkan keswadayaan masyarakat apabila pembangunan
itu berorientasi pada kebutuhan massyarakat (people centered development).
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) merupakan fenomena baru dalam sistem
politik dan, sejujurnya belum banyak dipahami meskipun sudah ada sejak tahun 1960-an. Di
dunia Internasional, Maya Thomas dan M.J Thomas memberikan catatan tahapan mengenai
rehabilitas tingkat evolusi ideologi LSM pasca perang dunia :
Tingkat I
Pada periode segera setelah perang, filosofi LSM adalah seputar pekerjaan meringankan atau
membebaskan dari situasi kritis, misalnya banjir, perang, dan kelaparan. Kebanyakan
pekerjaan ini dilakukan di Afrika oleh misionaris Kristen.
Tingkat II
Pada tahun 1970-an, filosofi LSM berubah pada pekerjaan pembangunan yang berkelanjutan
melalui kelompok swadaya (self help groups) yang menyediakan pelayanan pada level
bidang, misalnya sukarelawan CBR. LSM tersebut bukan lembaga otonomi dan menetapkan
apa yang akan dilakukan pada level bidang kepentingannya.
Tingkat III
Pada tahun 1980-an, filosofi LSM berubah kembali dan lebih menekankan pada advokasi.
Keberadaan lembaga besar di negara berkembang berpengaruh terhadap strategi
pembangunan yang lebih berpihak kepada kaum miski. Kegiatan yang dilakukan oleh WHO
dan UNDP, sebagai contoh filosofi ini dilaksanakan melalu pemerintah negara berkembang.
Tingkat IV
Pada tahun 1990-an, filosofi LSM telah berubah menjadi people centered development atau
pembangunan yang berpusat pada manusia. Dalam filosofi ini, otonomi dari kelompok
swadaya telah mendefinisikan tujuannya dengan baik dan mendorong untuk melaksanakan
pembangunan sendiri berdasarkan kebutuhan yang ada. LSM hanya bertindak sebagai
ketalisator eksternal dan fasilitator, misalnya Disabled Persons International, sistem
Panchayath Raj, dan National Level Associations of Different Marginalised Groups.

1
2.2 PELAYANAN PUBLIK: ANTARA BIROKRASI, MEKANISME PASAR DAN
LSM

Dalam mekanisme birokrasi, setiap kelompok menyumbangkan tenaga untuk


membentuk badan hukum yang akan menjembatani hubungan dengan memberikan harga atau
nilai kepada setiap penyumbang dan memberikan kompensasi secara adil sesuai dengan
kontribusi yang diberikannya. Di negara-negara berkembang, pemberian pelayanan publik
masih didominasi oleh birokrasi. Birokrasi pemerintah dapat berjalan baik jika perarturan
yang mengatur keberadaan dan prosedur pelayanannya diberlakukan secara efektif.
Kelemahan utama birokrasi, yang menjadi sumber inefisiensi, adalah tidak adanya kaitan
antara cost dan revenue (Wolf. Jr. 1988 dalam Dwiyanto, 1996:4)
Seperti halnya birokrasi, mekanisme pasar juga mempunyai sumber-sumber
kelemahan yang perlu diperhatikan. Pertama, cenderung tidak bekerja secara efisien apabila
pelayanan yang diselenggarakan itu berupa barang-barang publik atau memiliki eksternalitas.
Kedua, mekanisme pasar tidak dapat bekerja secara wajar apabila terjadi economic of scale.
Ketiga, mekanisme pasar juga mempunyai potensi untuk menciptakan berbagai bentuk bias
yang cenderung menguntungkan elit ekonomi dan politik. Mekanisme pasar akan dapat
bekerja lebih efisien apabila penilaian barang dan jasa yang akan diproduksi itu sederhana,
juga apabila informasi tentang harga tersedia.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), akan dapat dimanfaatkan untuk
penyelenggaraan pelayanan publik yang melibatkan nilai-nilai dan tradisi tertentu. Faktor
pendorong munculnya kegiatan sukarela adalah kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi oleh
birokrasi pemerintah dan mekanisme pasar.

2.3 CIRI-CIRI LSM


LSM, sebagai salah satu faktor yang sangat berperan dalam proses penyelangaraan
pembangunan atau dalam pemberian pelayanan publik, telah berkiprah sejak lama.
Beberapa kemampuan LSM :
Membentuk jalinan yang erat dengan pemerintah daerah, melahirkan kepemilikan
komunitas, partisipasi pada pembangunan
Dapat menangkap secara cepat keadaan baru dan mencobanya dengan pendekatan
inovatif
Menjadi perantara di antara pelaku pada arena pembangunan, menjembatani orang
dan komunitas pada satu sisi, dengan pemerintah, lembaga pengembangan donor.
Dalam peran advokasi, sering mewakili isu-isu dan pandangan yang penting dalam
proses pembangunan yang dinamis.
Berbagai keterbatasan LSM:
Keterbatasan sumber daya yang kecil
Perspektif yang terbatas dan jaringan yang lemah
Keterbatasan dalam hal pengelola organisasional dan kapasitas organisasi

2
Ciri-Ciri LSM menurut Salamon dan Anheire
1. Formal, yaitu secara organisasi bersifat permanen serta mempunyai kantor dengan
seperangkat aturan dan prosedur
2. Swasta, yaitu kelembagaan yang berada di luar atau terpisah dari pemerintah
3. Tidak mencarai keuntungan
4. Menjalankan organisasinya sendiri (self-governing), yaitu tidak di kontrol oleh pihak
luar
5. Sukarela (voluntary), yaitu menjalankan derajat kesukarelaan tertentu
6. Nonreligius, yaitu tidak mempromosikan ajaran agama
7. Nonpolitik, yaitu tidak ikut dalam pencalonan di pemilu.

2.4 BENTUK-BENTUK LSM


1. Hubungan Konsultatif (Consultative Relationship)
2. Hubungan Konsultansi (Consultancy Relationships)
3. Program Informasi Publik (Public Information Programmes)
4. Partisipasi Konferensi (Conference Participations)
5. Perusahaan Transnasional (Transnational Corporation)
6. Pers dan Media (Press and Media)
7. Pertemuan Konsultatif tentang Peran LSM (Consultative Status NGO Conferences)
8. Dasar LSM: Gerakan Masyarakat (Fundamentalist NGOs: Citizens Movement)
9. LSM Kemanusiaan (Humanitarian NGOs)
10. LSM Tingkat Bawah (Field Level NGOs)
11. Organisasi Semiotonom (Semiautonomous Organization)
12. Staf Asosiasi Lembaga Intergovernmental (Staff Association in Intergovernmental
Institutions)
13. Asosiasi Sukarelawan: Sektor Ketiga (Voluntary Association: The Third Sector)
14. Koperasi (Cooperative and Mutual Aid Societies)
15. Yayasan Filantropi (Philanthropic Foundation)
16. Asosiasi Perdaganagn dan Kartel (Trade Association and Cartels)
17. Lobi (Lobbies)
18. Partai Politik (Political Parties)
19. Klub Elit (Elitist, Secretive Clubs)
20. Masyarakat Khusus (Secret Societies)
21. Kelompok Keagamaan dan Kepercayaan (Religius Orders and Clubs)
22. Lingkaran Kejahatan Internasional (International Crime Ring)
23. Kelompok Teroris dan Pergerakan Kebebasan (Terrorist Groups and Liberation
Movement)
24. LSM Internasional : (Legally Established International NGOs)
25. Jaringan Organisasi Informal (Informal Organization and Network)
26. Organisasi Elektronik: Internet (Electronic Organization: Internet)
27. Pergerakan Sosial Antarnegara (Transactional Social Movement)
28. Masyarakat International (International Community)
29. Organisasi Hibrid (Hybrid or Mixed Organization)
30. Organisasi Berperingkat (Shelf Defined Organization)

3
2.5 KILAS BALIK SEJARAH LSM
LSM generasi pertama berperan sebagai pelaku langsung dalam mengatasi persoalan
masyarakat. Pendekatannya bersifat amal, yaitu berusaha memenuhi sesuatu yang kurang
dalam masyarakat (kesehatan, makanan, pendidikan, dll).
LSM generasi kedua memfokuskan perhatiannya pada upaya untuk mengembangkan
kemampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya sendiri. Perannya bukan sebagai
pelaku langsung tetapi sebagai penggerak saja.
LSM generasi ketiga mempunyai pandangan yang lebih jauh dari generasi
sebelumnya. Keadaan ini di tingkat lokal dilihat sebagai akibat dari masalah regional maupun
nasional dan masalah mikro dalam masyarakat tidak dipisahkan dengan masalah politik
pembangunan nasional.
LSM generasi keempat adalah LSM yang termasuk bagian dari gerakan masyarakat
(people movement). LSM seperti ini berusaha agar ada transformasi struktural sosial dalam
masyarakat dan disetiap sektor pembangunan yang memengaruhi kehidupan.
Dalam perspektif sejarah, LSM di Indonesia telah ada sejak masa pra-kemerdekaan
yang lahir dalam bentuk lembaga-lembaga keagamaan dan bersifat sosial atau amal.
Pada tahun 1960-an, LSM yang lahir terutama bergerak dlam pengembangan pedesaan.
Pada tahun 1970-an, LSM yang muncul dipengaruhi oleh masa awal Orde baru, yang
merupakan reaksi sebagian anggota masyarakat tas kebijakan pembangunan yang diterapkan.
Sebenarnya, istilah LSM itu sendiri muncul di Indonesia pada akhir tahun 1970-an,
dan istilah yang dipakai sebelumnya adalah ORNOP atau Organisasi Non Pemerintah.

2.6 PERAN PERAN LSM


Dalam melaksanakan programnya, LSM mempunyai peran sebagai berikut:
a. Motivator
Dalam hal ini LSM bertugas memberikan motivasi, menggali potensi, menumbuhkan
dan mengembangkan kesadaran anggota masyarakat akan masalah-masalah yang
dihadapi dirinya maupun lingkungannya.
b. Komunikator
Sebagai komunikator tugas LSM antara lain:
1. Mengamati, merekam, serta menyalurkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat.
2. Memonitor/mengawasi pelaksanaan program pembangunan masyarakat.
3. Memberi penyuluhan dan menjelaskan program-program pembangunan dengan
bahasa yang tepat kepada masyarakat.
4. Membantu melancarkan hubungan dan kerja sama LSM dalam masyarakat.
c. Dinamisator
LSM bertugas merintis strategi, mengembangkan metode program, dan
memperkenalkan inovasi di bidang teknologi serta pengelolaan organisasi yang belum
di kenal di lingkungan masyarakat.
d. Fasilitator
Memberikan bantuan teknis dalam pelaksanaan program menyediakan dana, modal
kerja, bahan-bahan baku, dll.

4
LSM turut berperan dalam pelaksanaan program pembangunan atau sebagai mitra
pemerintah dalam merealisasikan program pembangunan.

LSM sebagai Sektor Ketiga


Pada zaman orde baru, LSM identik dengan kelompok anti pemerintah. Pengertian
LSM sebagai bagian dari organisasi masyarakat sipil dan gerakan sosial baru, membuat
dimensi analisisnya juga menjadi berbeda sama sekali. LSM menjadi bagian penting dari
sistem politik yang berubah-berubah di negara berkembang.

Gerakan Advokasi oleh LSM


Sejak tahun 1990-an, semakin banyak LSM yang menentang pemerintah. Sepanjang
dasawarsa 1990-an, hubungan pemerintah dan LSM semakin memburuk. Tuduhan utamanya
adalah bahwa LSM telah berlawanan dengan ideologi, tetapi sebenarnya yang membuat
semakin buruk adalah munculnya LSM berorientasi radikal. Seperti dalam kasus Kedung
Ombo, yang membuat pemerintah sadarnya adanya kemungkinan citra negatif dari
pelaksanaan program pemerintah yang salah.

LSM pasca-Soeharto
Sejak reformasi itu, berbagai macam parpol dan ormas lahir serta jumlah LSM
meningkat. Menurut Hadiwantara, LSM baik yang bersifat pembangunan maupun gerakan,
masih diperlukan dua alasan. Pertama, meningkatnya kemiskinan, baik di kota maupun di
desa. Kedua, meningkatnya konflik dan ketidakteraturan publik di seluruh Indonesia selama
periode transisi ke demokrasi membuat relevansi LSM gerakan.

LSM Memperkuat Nilai-nilai perjuangan


Setelah Reposisi Ornop tahun 1999, LSM belum lagi mengadakan evaluasi dan
reposisi dari dalam. LSM adalah komunitas yang kecil karena adanya komunitas inti. Dalam
masa reformasi, banyak aktivis yang menyimpang atau keluar dari etika LSM, dan segera
namanya dicoret secara otomatis dari keanggotaan komunitas LSM.

2.7 FAKTOR-FAKTOR PENUNJANG PERAN LSM


1. Sumber Daya Manusia
SDM yang dimiliki oleh sebuah LSM tidak lain adalah staf atau relawan. Sebagaimana
telah dikemukakan sebelumnya, mayoritas organisasi LSM bergerak dalam bidang
pemberdayaan masyarakat. Oleh sebab itu, sasaran dari program LSM adalah
masyarakat yang belum berdaya.
2. Material/Bahan
Keberadaan sumber daya material ini jelas harus ada. Apa arti sebuah proses jika sesuatu
yang diproses tidak ada.
3. Dana
Suatu organisasi tidak mungkin mencapai tujuannya jika tidak mempunyai sumber daya
berupa dana. Dana ini sangat diperlukan untuk membelanjai oprasi-oprasinya. Dilihat
dari peranannya yang besar dan dibandingkan dengan sumber daya yang tersedia,
peranan dana maupun tenaga professional sesungguhnya kurang seimbang. Hal inilah

5
yang menyebabkan keterlibatan organisasi nonprofit dalam kegiatan mencari laba.
Dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat, organisasi LSM membutuhkan dana yang
cukup besar dan tidak hanya sekali waktu. Di dalam masyarakat Indonesia, persoalan
dana termasuk hal sensitif. Dalam kenyataanya, di indonesia banyak terjadi korupsi.
Untuk menjaga agar hal tersebut tidak terjadi, pertanggung jawaban atas apa yang
ditugaskan harus diterapkan di semua organisasi.

4.Peralatan/Teknologi
Dalam koteks perkembangannya, teknologi yang semakin canggih ditandai dengan
konsumsi energi yang besar dan merusak ekologi. Faktor teknologi ini sangat penting
dalam suatu organisasi, karena berkenaan dengan proses transformasi dalam organisasi
di mana energi mekanis dan intelektual.
Empat faktor tersebut secara simultan akan menunjang peran-peran LSM dalam
melaksanakan program-programnya. Walaupun tidak menutup kemungkinan, ada pula
faktor lain yang berpengaruh terhadap peran-peran suatu LSM.

2.8 KATEGORISASI LSM


i. Oprational NGO, mempunyai tujuan utama merancang dan mengimplementasikan
proyek pembangunan.
ii. Advocacy NGO, mempunyai tujuan utama untuk mempertahankan dan
mempromosikan sebuah sebab khusus dan siapa yang mau mempengaruhi kebijakan
prakteknya.

2.8.1 LSM OPRASIONAL


i. Community based organizations yang melayani masyarakat khusus di dalam area
geografis yang sempit.
ii. National organizations yang beroprasi di individu negara berkembang.
iii. International organization yang mempunyai kantor pusat di negara maju dan
melaksanakn oprasinya di lebih dari satu negara berkembang.

2.8.2 TIPOLOGI LSM


Kekuatan dan kelemahan LSM:
a. Kekuatan yang biasanya dikumpulkan dalam sektor LSM:
kuatnya jalinan dengan grassroots
keahlian pengembangan berdasarkan bidang
kemampuan berinovasi dan beradaptasi
pendekatannya berorientasi proses pengembangan
metodologi partisipasi dan peralatan
komitmen jangka panjang dan menekankan keberlanjutan
efektivitas biaya

6
b. Kelemahan dalam sektor LSM:
keterbatasan biaya dan keahlian pengelola organisasi
keterbatasan kapasitas kelembagaan
keberlanjutan diri rendah
kurangnya komunikasi antarorganisasi
intervensi dalam skala kecil
kurangnya pemahaman konteks sosial ekonomi secara luas

1. LSM Oprasional dan LSM Advokasi


LSM oprasioanal dapat dipandang sebagai LSM yang mempunyai area kegiatan
utama, yaitu mengarahkan kepada kontribusi atau pelayanan pembangunan atau
pelayanan kesejahteraan, termasuk penanganan keadaan darurat, perlindungan
lingkungan, dan pengelola organisasi.
LSM advokasi dapat dianggap sebagai LSM yang mempunyai orientasi utama pada
advokasi kebijakan atau kegiatan yang ditunjukan pada tujuan khusus, sudut pandang,
atau kepentingan.
1. Tingkat Oprasi
Diantara LSM operasional, sangat mungkin untuk membedakan antara LSM tingkat
internasional, yang kantor pusatnya seringkali ada di negara maju, dan LSM tingkat
nasional, yang berorientasi pada isu kepentingan negara dimana berpijak.
2. Orientasi kegiatan
Antar LSM terdapat perbedaan filosofi, tujuan, spesialisasi, dan pendekatan
operasional. LSM dapat diklasifikasikan berdasarkan karakteristik:
i. Tujuan
ii. Orientasi operasional
iii. Pendektan
iv. Derajat keterbukaan

2.9 PENGELOLAAN ORGANISASI


Para ahli mungkin akan berselisih mengenai pertanyaan, kehalian-keahlian dan
praktek-praktek apa yang diperlukan dalam mengelola organisasi untuk tingkat dasar?
Namun, keahlian-keahlian dan praktek-praktek sebagaimana akan dibahas berikut ini terjadi
di workshop dan seminar yang difokuskan pada keahlian pengelola organisasi tingkat dasar.

2.9.1 Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan


1. Mendefinisikan Masalah
a. mendefiniskan masalah-masalah yang kompleks
jika masalah tersebut masih nampak, pecahkan dengan mengulangi langkah-langkah
sebelumnya, dan miliki gambaran yang lengkap tentang permasalahan tersebut
b. menguji pemahaman mengenai masalah-masalah
hal itu sangat membantu dalam menguji analisis masalah untuk berunding dengan teman-
teman atau orang lain.

7
c. memprioritaskan masalah-masalah
jika sudah menemukan apa yang dicara pada beberapa masalah terkait, prioritaskan mana
yang pertama kali akan dipecahkan.
d. memahami peranan dalam masalah
peranan dalam masalah sangat mempengaruhi bagaimana merasakan peranan yang
lainnya. Sebagai contoh, jika tertekan barangkali perlu juga untuk melihat seperti apa
orang lain, atau dapat segera berusaha untuk memarahi dan menegur orang lain.

2. Lihatlah pada potensi yang menyebabkan masalah


a. sangat menakjubkan, berapa banyak yang tidak diketahui mengenai apa yang tidak
diketahui.
b. hal itu sering berguna untuk mengumpulkan masukan dari orang lain pada satu saat.
c. tuliskan opini dan apa yang didengar dari orang lain.

3. Mengidentifikasi pendekatan alternatif dalam memecahkan masalah


a. pada poin ini, mungkin berguna untuk melibatkan orang lain. Pikirkan dengan baik
cara memecahkan masalah dengan ide ide yang mungkin, kemudian seringlah
menemukan ide yang terbaik.

4. Menyeleksi pendekatan untuk memecahkan masalah


a. pendekatan mana yang mungkin dapat memecahkan masalah untuk jangka panjang?
b. pendekatan mana yang realistik untuk menyelesaikan msalah sekaran?
c. tingkat risiko apa yang akan muncul berkaitan dengan masing-masing alternatif
tersebut?

5. Merencanakan penerapan alternatif yang terbaik


a. berhati-hatilah dengan mempertimbangkan situasi seperti apa yang akan terjadi ketika
masalah di pecahkan?
b. sumber daya apa saja yang dibutuhkan orang, uang, atau fasilitas-fasilitas?
c. tulislah jawaban pertanyaan di atas dan pertimbangkan hal ini sebagai rencana
tindakan

6. Memantau penerapan rencana


a. apakah melihat apa yang akan diharapkan dari indikator-indikator tersebut?
b. akankah rencana tersebut dilakukan menurut skedul?

7. Menguji apakah masalah telah terpecahkan atau belum


a. perubahan apa yang harus dibuat untuk menghindarkan jenis masalah ini terjadi lagi
di kemudian hari?
b. pertimbangkan apa yang dipelejari dari pemecahan masalah ini?
c. pertimbangkan penulisan memo singkat yang menyoroti keberhasilan usaha-usaha
pemecahan masalah dan apa yang dipelajari sebagai hasilnya.

8
2.9.2 PROSES PERENCANAAN ORGANISASI
Alasan-alasan perlunya perencanaan
Para perencana tidak dapat mengendalikan waktu yang akan datang, tetapi harus berusaha
untuk mengidentifikasikan dan menghindarkan kegiatan sekarang dan hasil-hasilnya yang
diperkirakan akan mempengaruhi waktu yang akan datang. Perencanaa organisasi harus aktif,
dinamis, berkesinambungan, dan kreatif, agar pengelola organisasi tidak hanya akan bereaksi
terhadap lingkungannya, tetapi juga menjadi peserta aktif dalam dunia usaha.

Persiapan Perencanaan
Berikut yang diperlukan saat mempersiapkan perencanaan:
1. Mengembangkan suatu rencana kerja dalam sketsa siapa yang bertanggung jawab atas
setiap hasil dan kerangka waktu.
2. Mempertimbangkan tingkat sumber daya yang memadai dan diperlukan untuk
melakukan suatu proses perencanaan yang tepat.
Dokumen Perencanaan Organisasi LSM
Dokumen perencanaan LSM ada 2 macam, yakni perencanaan program dan perencanaan
keuangan
1. Dokumen perencanaan program
2. Dokumen perencanaan keuangan
Bentuk Rancangan Anggaran Organisasi LSM
Secara umum rancangan anggaran organisasi disusun berdasarkan jenis kegiatan yang
terdapat dalam rencana kerja program ditambah dengan komponen biaya lainnya yang terkait.
Langkah-langkah menyusun rancangan anggaran organisasi adalah:
a. Tentukan workplan yang berisi jenis kegiatan yang akan dilaksanakan dalam proyek
beserta lama waktu perjalanannya.
b. Tentukan jenis-jenis biaya tetap dan biaya variabel yang terdapat dalam proyek
c. Tentukan standar biaya untuk tiap komponen biaya
d. Buatlah tabel rancangan anggaran biaya secara sistematis.

2.9.3 Pendelegasian Wewenang


Tanda dari pengawasan yang baik adalah pendelegasian yang efektif. Pendelegasian
terjadi ketika pengawas memmberikan tanggung jawab dan kewenangan kepada bawahannya
untuk melengkapi tugas, dan memberikan dia menggambarkan bagaimana tugas tersebut
dapat diselesaikan.
Namun, ada pendekatan dasar untuk mendelegasikan hal itu, yaitu dengan praktek, yang
menjadi tulang punggung pengawasan dan pengembangan yang efektif. Thomas R. Horton,
dalam bukunya delegation and team building : No Solo Acts Please (1992, hal 58-61),
menyarankan langkah-langkah umum berikut untuk menyelesaikan pendelegasian :
1. Delegasikan keseluruhan tugas kepada seseorang.
2. Menyeleksi orang yang tepat.
3. Secara jelas menetapkan hasil yang lebih disukai.
4. Delegasikan tanggung jawab dan kewenangan-mmenetapkan tugas, bukan metode
untuk menyelesaikan hal itu.
5. Mintalah kepada staf untuk meringkas apa yang telah dilakukannya.

9
6. Dapatkan umpan balik noninstrusif secara terus-menerus mengenai peningkatan
proyek tersebut.
7. Mempertahankan komunikasi yang terbuka.
8. Jika tidak puas dengan kemajuan tersebut, jangan mengambil alih proyek tersebut.
Lanjutkan untuk bekerja dengan staf dan memastikan bahwa tugas tersebut
merupakan tanggung jawab staf.
9. Mengevaluasi dan menghargai kinerja.

2.9.4 Dasar-Dasar Komunikasi Internal


Komunikasi yang efektif adalah darah kehidupan dari suatu oranganisasi. Organisasi
yang berhasil adalah yang memiliki komunikasi yang kuat. Garis pedoman berikut
merupakan hal paling mendasar untuk memastikan komunikasi internal yang kuat dan terus-
menerus.
1. Sudahkah semua staf memberikan laporan tentang keadaan secara tertulis tiap minggu
kepada supervisor.
2. Usahakan rapat bulanan dengan seluruh staf secara bersama-sama.
3. Usahakan rapat mingguan atau dwi-mingguan dengan seluruh staf secara bersama-
sama jika organisasi tersebut berukuran kecil (dibawah 10 orang) dan juga dengan
seluruh pengelola organisasi.
4. Sudahkah supervisor memeriksa laporan-laporan secara langsung dari para staf pada
rapat yang dilakukan setiap bulannya.

2.9.5 Pengelola Organisasi Rapat


Pengelola organisasi rapat merupakan keahlian yang sering kali diabaikan oleh para
pengelola organisasi dan pimpinan. Informasi berikut merupakan saran-saran bagi
manajemen rapat yang barangkali cocok untuk organisasi.
Jadi pengelola organisasi rapat merupakan hal yang sangat serius. Proses yang akan
digunakan dalam rapat tergantung pada jenis rapat yang telah direncanakan, contoh rapat staf,
rapat perencanaan dan rapat pemecahan masalah. Namun, ada dasar-dasar umum untuk
berbagai jenis rapat yang akan digambarkan berikut :

Menyeleksi para rapat


a. Keputusan mengenai siapa saja yang akan hadir dalam rapat bergantung pada apa
yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah yang ada dalam rapat.
b. Perjelaslah berapa banyak rapat-rapat terjadi tanpa orang yang tepat hadir dalam rapat
tersebut.
c. Jangan tergantung pada penilaian sendiri mengenai siapa yang akan datang.
d. Jika memungkinkan, panggil setiap orang untuk mengeluarkan pendapat mengenai
rapat tersebut.
e. Tidaklanjuti panggilan tersebut dengan pemberitahuan panggilan rapat termasuk
tujuan, dimana rapat dilaksanakan dan kapan.
f. Berikan salinan agenda yang diusulkan bersamaan dengan pemberitauan rapat.
g. Tunjuklah seseorang untuk mencatat tindakan-tindakan penting dari hasil rapat.

10
Pengembangan agenda
a. Kembangkan agenda bersama-sama dengan para peserta kunci dalam rapat.
b. Rancanglah agenda sehingga para peserta dapat terlibat lebih awal karena memiliki
sesuatu yang akan dilaksanakan.
c. Untuk masing-masing topik utama, masukan jenis tindakan yang diperlukan, jenis
output yang diharapkan dan waktu yang diperkirakan untuk masing-masing topik.
d. Pertahankan agenda yang telah ditetapkan di setiap waktu.
e. Jangan terlalu merancang rapat, sudahilah untuk beradaptasi dengan agenda rapat.
f. Pikirkan bagaimana menamai suatu kejadian, sehingga orang datang dengan
pemikiran tersebut.

Membuka rapat
a. Usahakan tepat waktu
b. Ucapkan selamat datang kepada para anggota dan ucapkan terima kasih atas
kehadirannya
c. Tinjaulah kembali agenda pada awal setiap rapat, berikan para peserta rapat kempatan
untuk memahami seluruh topik utama yang diusulkan, ubahlah dan terimalah
d. Jika dalam rapat digunakan alat perekam yang memakan waktu beberapa menit,
berikan kembali waktu secara singkat setelah rapat
e. Model jenis energi dan peserta diperlukan oleh para peserta rapat
f. Jelaskan peranan masing-masing peserta dalam rapat

Menetapkan aturan dasar rapat


a. Empat aturan dasar yang kuat adalah partisipasi, fokus, mempertahakan momentum,
dan mencapai akhir
b. Buatlah daftar aturan dasar premium dalam agenda
c. Jika ada peserta baru yang tidak diinginkan dalam rapat, barangkali perlu meninjau
ulang setiap aturan dasar itu
d. Pertahankan aturan dasar setiap saat

Pengelola organisasi waktu


a. Salah satu dari sebagian besar tugas fasilitasi yang sulit adalah pengelola organisasi
waktu-waktu nampak berjalan begitu cepat sebelum tugas-tugas selesai. Maka,
tantangan terbesarnya adalah menjaga momentum untuk mempertahankan pergerakan
proses
b. Meminta para anggota agar tetap menjalankan proses rapat sesuai dengan waktu yang
ditetapkan
c. Jika waktu yang direncanakan dalam agenda tersebut melesat, mintalah input kepada
kelompok suatu pemecahannya

11
Evaluasi proses rapat
a. Setiap jam, luangkan waktu 5-10 menit untuk cek kepuasan apakah para peserta
rapat puas dengan rapat yang sedang berjalan ?
b. Dengan pendekatan meja bundar, secara cepat masing-masing peserta akan
menunjukan bagaimana mereka berpikir dalam rapatt yang sedang berjalan

Evaluasi keseluruhan rapat


a. Sediakan waktu 5-10 menit di akhir rapat untuk mengevaluasi rapat, dan jangan
meloncati bagian rapat ini
b. Sudahkah masing-masing anggota memberikan peringkat rapat dari 1-5, dengan
angka 5 = tertinggi dan sudahkah masing-masing anggota menjelaskan peringkatnya
c. Sudahkan pemimpin memberikan peringkat dari akhir rapat

Menutup rapat
a. Selalu akhiri rapat tepat pada waktunya dan mencoba untuk mengakhiri catatan yang
positif
b. Di akhir rapat, tinjau kembali tindakan serta keputusan, dan sesuaikan waktu untuk
rapat berikutnya dan mintalah masing-masing orang apakah mereka dapat membuat
atau tidak dapat membuat komitmen
c. Jelaskan bahwa setiap menit rapat dan tindakan dalam rapat akan dilaporkan kembali
kepada para anggota setiap minggu

2.9.6 pengembangan program dan evlauasi


Komponen kunci dari penilaian keadaan organisasi adalah evaluasi efisiensi dan
efektivitas program. Evaluasi ini akan memberikan data mengenai apakah masing-masing
program akan dilanjutkan atau tidak, mempertahankan program tersebut, memasarkannya
secara gresif atau tidak, dan seterusnya. Sebagian besar evaluasi program difokuskan pada
hasil dan proses atau metode. Sementara evaluasi atas hasil program tersebut memperlihatkan
apaka suatu proyek mencapai hasil yang direncanakan atau tidak. Evaluasi proses
memperlihatkan kepada pengelola organisasi proyek internal.

Evaluasi program
Beberapa mitos mengenai evaluasi program
1. Banyak orang percaya bahwa evaluasi merupakan aktivitas yang tidak berguna yang
memunculkan banyak data yang membosankan dengan kesimpulan yang tidak
bermanfaat. Hal ini merupakan suatu masalah bagi evaluasi masa lalu, ketika metode
evaluasi program banyak dipilih berdasarkan pencapaian akurasi, relibilitas dan
validitas ilmiah yang lengkap.
2. Banyak orang percaya bahwa evaluasi adalah mengenai pembuktian keberhasilan atau
kegagalan suatu program. Mitos ini mengasumsikan bahwa keberhasilan adalah
program yang sempurna dan tidak pernah mendengar dari staf organisasi, kelompok
sasaran atau klien program tersebut.

12
3. Banyak orang percaya bahwa evaluasi merupakan proses yang sangat kompleks dan
unik yang terjadi dalam waktu tertentu dan juga dalam cara tertentu, yang sebagian
besar selalu melibatkan ahli dari luar.

Evaluasi program
Evaluasi program adalah pengumpulan informasi secara hati-hati mengenai suatu program
atau beberapa aspek program untuk membuat keputusan yang perlu mengenai program.
Evaluasi dapat memasukan beberapa jenis evaluasi, minimal 35 jenis evaluasi yang berbeda
seperti untuk penilaian kebutuhan, akreditasi, analisis biaya/manfaat, efektivitas, efisiensi,
formatif, sumatif, tujuan, proses, hasil, dan sebagainya.

Merencanakan evaluasi program


Rencana evaluasi program tergantung pada informasi apa yang perlu dikumpulkan untuk
membuat keputusan utama. Biasanya pengelola organisasi diharapkan dengan pembuatan
keputusan utama untuk menurunkan dana, komplain yang terus menerus, kebutuhan yang
tidak terpenuhi di antara kelompok sasaran dan klien, serta kebutuhan untuk memperbaiki
penyampaian jasa.

Pertimbangan pokok
1. Untuk tujuan apa evaluasi dilakukan, yaitu apa yang dibutuhkan untuk dapat
memutuskan suatu hasil evaluasi ?
2. Siapa yang menjadi anggota informasi evaluasi, misalnya kelompok sasaran, bankir,
pendonor, dewan pengurus, pengelola organisasi, staf dan klien.
3. Jenis informasi apa yang diperlukan dalam membuat keputusan yang diinginkan
untuk membuat dan menguraikan hadiran yang dimaksudkan, misalnya informasi
yang benar-benar memahami proses produk atau program, kelompok sasaran yang
mempunyai pengalaman dengan produk atau program, kekuatan dan kelemahan
produk atau program, keuntungan bagi kelompok atau klien, bagaimana produk atau
program gagal dan mengapa ?
4. Dari sumber apa informasi tersebut dikumpulkan, misalnya volunter, kelompok
sasaran dan dokumentasi program.
5. Bagaimana informasi tersebut dapat dikumpulkan dalam mode yang tepat, misalnya
kuisioner, wawancara, menguji dokumentasi, mengamati kelompok sasaran atau staf
organisasi, dan melakukan kelompok fokus diantara kelompok sasaran dan staf
organisasi.
6. Kapan informasi tersebut dibutukan ?
7. Sumber daya apa yang tersedia untuk mengumpulkan informasi tersebut ?

Evaluasi berdasarkan tujuan (apakah program mencapai keseluruhan tujuan atau


sasaran yangditetapkan sebelumnya ?)
1. Bagaimana tujuan-tujuan program tersebut dibuat ?
2. Apakah yang menjadi status peningkatan program terhadap pencapaian tujuan ?
3. Akankah tujuan tersebut dicapai secara tepat waktu dalam pelaksanaan program atau
rencana opersional ?

13
4. Apakah personalia memiliki sumber daya yang memadai untuk mencapai tujuan
tersebut ?
5. Bagaimana prioritas-prioritas akan diubah untuk menempatkan hal yang lebih fokus
pada pencapaian tujuan ?
6. Bagaimana ketetapan waktu akan diubah ?
7. Bagaimana tujuan akan diubah ? akankah beberapa tujuan ditambahkan atau
dihilangkan ? mengapa ?
8. Bagiamana tujuan dibuat dimasa yang akan datang ?

Evaluasi berbasis proses


Contoh pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab ketika merancang suatu evaluasi untuk
memahami dan menguji lebih dekat proses-proses dalam program, antara lain :
1. Pada basis apa star organisasi dan kelompok sasaran memutuskan bahwa produk dan
jasa-jasa tersebut dibutuhkan ?
2. Apa yang di butuhkan staf organisasi untuk menyampaikan produk atau jasa-jasa ?
3. Bagaimana para staf organisasi untuk menyampaikan produk atau jasa-jasa tersebut ?
4. Bagaimana kelompok sasaran berpartisipasi dalam program ?
5. Apa yang dibutuhkan kelompok sasaran ?
6. Bagaimana staf organisasi menyeleksi produk atau jasa mana yang akan diberikan
kepada kelompok sasaran ?
7. Apa yang merupakan proses umum bahwa para kelompok sasaran sejalan dengan
produk atau program ?
8. Apa yang dilakukan kelompok sasaran untuk memperkuat program tersebut ?
9. Apa yang harus dilakukan staf untuk memperkuat produk atau program ?
10. Komplain khusus apa yang terlontar dari para staf organisasi atau kelompok sasaran ?
11. Apa yang direkomendasikan para saf organisasi atau kelompok sasaran untuk
memperbaiki produk atau program tersebut ?
12. Pada baris apa staf organisasi atau kelompok sasaran memutuskan bahwa produk atau
jasa tidak dibutuhkan lagi ?

Evaluasi berbasis hasil


Evaluasi program dengan fokus pada hasil semakin penting bagi organisasi nonprofit dan
banyak diminta oleh para donatur. Evaluasi berbasis hasil akan memudahkan pertanyaan jika
pengelola organisasi benar-benar melakukan aktivitas program untuk memetik hasil yang
dipercayai yang dibuthkan oleh klien (daripada hanya sekedar menggunakannya pada
aktivittas yang sibuk yang nampaknya layak untuk dilakukan pada saat itu).
Langkah-langkah berikut untuk menyelesaikan suatu evaluasi berbasis hasil adalah :
1. Mengidentifikasi hasil-hasil utama yang dibutuhkan untuk menguji atau membuktikan
program tersebut berdasarkan evaluasi.
2. Pilihlah hasil yang dibutuhkan untuk menguji, memprioritaskan dan pilihlah hasil
penting untuk mengujinya sekarang.
3. Untuk masing-masing hasil, tentukan ukuran atau indikator apa yang dapat diamati
dalam mencapai hasil kunci tersebut dengan klien.

14
4. Menentukan sasaran klien, yaitu angka atau presentase apa yang digunakan klien
untuk mencapai hasil spesifik.
5. Mengidentifikasikan informasi apa yang dibutuhkan untuk memperlihatkan indikator
ini.
6. Memutuskan bagaimana informasi tersebut dapat ssecara efisien dan realistis
didapatkan.
7. Menganalisis dan melaporkan semua penemuan tersebut.

Melaporkan hasil-hasil evaluasi


1. Tingkat dan ruang lingkup isi tergantung pada siapa laporan tersebut dimaksudkan.
2. Pastikan bahwa staf organisasi memiliki kesempatan untuk meninjau ulang dan
membahas laporan secara hati-hati.
3. Bankir atau para donatur mungkin akan memerlukan suatu laporan yang berisi
ringaksan eksekutif.
4. Pastikan untuk mencatat rencana evaluasi dan aktivitas dalam rencana evaluasi yang
dapat direferensikan ketika evaluasi program yang serupa dibutuhkan di masa datang.

Isi rencana evaluasi


Pertimbangan format laporan berikut :

1. Judul halaman 6. Keseluruhan tujuan evaluasi


2. Daftar isi 7. Metodologi
3. Ringkasan 8. Interprestasi dan kesimpulan
4. Tujuan laporan 9. Rekomendasi lampiran : isi lampiran
5. Latar belakang mengenai organisasi dan tergantung pada tujuan laporan evaluasi
program yang sedang dievaluasi

15

Anda mungkin juga menyukai