Anda di halaman 1dari 17

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perdarahan Antepartum adalah perdarahan jalan lahir setelah kehamilan usia

20 minggu dengan insiden 2 - 5%. (Alamsyah, 2012). Perdarahan obstetric yang

terjadi pada kehamilan trimester ketiga dan yang terjadi setelah anak plasenta lahir

pada umumnya adalah perdarahan yang berat, dan jika tidak segera mendapatkan

penanganan yang cepat bias mendatangkan syok yang fatal. Salah satu penyebabnya

adalah plasenta previa. (Wiknjosastro, 2008)

Berdasarkan laporan World Health Organization, 2008 angka kematian ibu

di dunia pada tahun 2005 sebanyak 536.000. Kematian ini dapat disebabkan oleh

25% perdarahan, 20% penyebab tidak langsung, 15% infeksi, 13% aborsi yang tidak

aman, 12% eklampsi, 8% penyulit persalinan, dan 7% penyebab lainnya. Perdarahan

yang terjadi pada kehamilan muda disebut abortus sedangkan pada kehamilan tua

disebut perdarahan antepartum. Yang termasuk perdarahan antepartum adalah

plasenta previa, solusio plasenta, rupture uteri.

Plasenta Previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen

bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum.

(Nugroho, 2012). Penyebab plasenta previa belum diketahui dengan secara pasti,

namun kerusakan dari endometrium pada persalinan sebelumnya dan gangguan

vaskularisasi desidua dianggap sebagai mekanisme yang mungkin menjadi faktor

penyebab terjadinya plasenta previa.

Menurut (Cunningham, 2005) terjadinya plasenta previa terdapat beberapa

faktor penyebab diantaranya: usia ibu yang lanjut meningkatkan risiko plasenta

previa, multipara, terutama jika jarak antara kelahirannya pendek, riwayat seksio
2

sesarea, primigravida dua, bekas aborsi, kelainan janin, leiloma uteri, risiko relatif

untuk plasenta previa meningkat dua kali lipat akibat merokok.

Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007

menyebutkan Angka Kematian Ibu (AKI) sebanyak 228 per 100.000 kelahiran hidup

pada periode tahun 2003 sampai 2007. Pada tahun 2009 Angka Kematian Ibu (AKI)

masih cukup tinggi, yaitu 390 per 100.000 kelahiran hidup. Dari hasil survey tersebut

terlihat adanya peningkatan angka kematian ibu di Indonesia (Depkes RI, 2009).

Sedangkan Angka kematian ibu selama tahun 2006 sebanyak 237 per 100.000

kelahiran hidup. Dari total 4.726 kasus plasenta previa pada tahun 2005 didapati

kurang lebih 40 orang ibu meninggal akibat plasenta previa itu sendiri (Depkes RI.

2005). Sedangkan pada tahun 2006 dari total 4.409 kasus plasenta previa didapati 36

orang ibu meninggal akibat plasenta previa (Depkes RI, 2006).

Plasenta previa pada kehamilan premature lebih bermasalah karena

persalinan terpaksa, sebagian kasus disebabkan oleh perdarahan hebat, sebagian

lainnya oleh proses persalinan. Prematuritas merupakan penyebab utama kematian

perinatal sekalipun penatalaksanaan plasenta previa sudah dilakukan dengan 3benar.

Disamping masalah prematuritas, perdarahan akibat plasenta previa akan fatal bagi

jika tidak ada persiapan darah atau komponen darah dengan segera.
3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Perdarahan antepartum adalah perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 28

minggu. Karena perdarahan antepartum terjadi pada kehamilan di atas 28 minggu

maka sering disebut atau digolongkan perdarahan pada trimester ketiga.

Walaupun perdarahannya sering dikatakan terjadi pada trimester ketiga, akan

tetapi tidak jarang juga terjadi sebelum kehamilan 28 minggu karena sejak itu

segmen bawah uterus telah terbentuk dan mulai melebar serta menipis. Dengan

bertambah tuanya kehamilan, segmen bawah uterus akan lebih melebar lagi, dan

serviks mulai membuka. Apabila plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus,

pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat diikuti oleh

plasenta yang melekat di situ tanpa terlepasnya sebagian plasentadari dinding uterus.

Pada saat itu mulailah terjadi perdarahan.

Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan

plasenta. Hal ini disebabkan perdarahan yang bersumber pada kelainan plasenta

biasanya lebih banyak, sehinggadapat mengganggu sirkulasi O2 dan CO2 serta

nutrisi dari ibu kepada janin. Sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada

kelainan plasenta seperti kelainan serviks biasanya relatif tidak berbahaya. Oleh

karena itu, pada setiap perdarahan antepartum pertama-tama harus selalu dipikirkan

bahwa hal itu bersumber pada kelainan plasenta.


4

2.2. Klasifikasi

Perdarahan antepartum yang bersumber pada kelainan plasenta yang secara

klinis biasanya tidak terlalu sukar untuk menentukannya adalah plasenta previa dan

solusio plasenta. Oleh karena itu, klasifikasi klinis perdarahan antepartum dibagi

sebagai berikut :

2.2.1. Plasenta Previa

Plasenta previa adalah keadaan dimanaplasenta berimplantasi pada tempat

abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh

pembukaan jalan lahir (ostium uteri internum)

Klasifikasi plasenta previa dibuat atas dasar hubungannya dengan ostium

uteri internum pada waktu diadakan pemeriksaan. Dalam hal ini dikenal empat

macam plasenta previa, yaitu :

a. Plasenta previa totalis, apabila seluruh pembukaan jalan lahir (ostium

uteri internum) tertutup oleh plasenta.

b. Plasenta previa lateralis, apabila hanya sebagian dari jalan lahir (ostium
uteri internum) tertutup oleh plasenta.
c. Plasenta previa marginalis, apabila tepi plasenta berada tepat pada
pinggir pembukaan jalan lahir (ostium uteri internal).
d. Plasenta letak rendah, apabila plasenta mengadakan implantasi pada
segmen bawah uterus, akan tetapi belum sampai menutupi pembukaan
jalan lahir. Pinggir plasenta berada kira-kira 3 atau 4 cm di atas pinggir
pembukaan sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan lahir

Penentuan macamnya plasenta previa tergantung pada besarnya pembukaan

jalan lahir. Misalnya plasenta previa marginalis pada pembukaan 2 cm dapat menjadi

plasenta previa lateralis pada pembukaan 5 cm. Begitu juga plasenta previa totalis
5

pada pembukaan 3 cm dapat menjadi lateralis pada pembukaan 6 cm. Maka

penentuan macamnya plasenta previa harus disertai dengan keterangan mengenai

besarnya pembukaan, misalnya plasenta previa lateralis pada pembukaan 5 cm.

2.2.2. Solusio Plasenta

Istilah lain dari solusio plasenta adalah ablatio plasentae, abruptio plasentae,

accidental haemorrhage dan premature separation of the normally implanted

placenta. Solusio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya

normal terlepas dari perlekatannya sebelum janin lahir.

Berdasarkan gejala klinik dan luasnya plasenta yang lepas, maka solusio plasenta

dibagi menjadi 3 tingkat, yaitu :

a. Solusio plasenta ringan

Luas plasenta yang terlepas kurang dari1/4 bagian, perut ibu masih lemas dan

bagian janin mudah teraba, janin masih hidup, tanda persalinan belum ada,

jumlah darah yang keluar biasanya kurang dari 250 ml, terjadi perdarahan

pervaginam berwarna kehitam-hitaman.

b. Solusio plasenta sedang

Luas plasenta yang terlepas lebih dari1/4 bagian tetapi belum sampai 2/3 bagian,

perut ibu mulai tegang dan bagian janin sulit diraba, jumlah darah yang keluar

lebih banyak dari 250 ml tapi belum mencapai 1000 ml, ibu mungkin telah jatuh

ke dalam syok, janin dalam keadaan gawat, tanda-tanda persalinan biasanya telah

ada dan dapat berlangsung cepat sekitar 2 jam.

c. Solusio plasenta berat


Luas plasenta yang terlepas telah mencapai 2/3 bagian atau lebih, uterus sangat
tegang seperti papan dan sangat nyeri, serta bagian janin sulit diraba, ibu telah
jatuh ke dalam syok dan janin telah meninggal, jumlah darah yang keluar telah
mencapai 1000 ml lebih, terjadi gangguan pembekuan darah dan kelainan ginjal.
6

Pada dasarnya disebabkan oleh hipovolemi dan penyempitan pembuluh darah


ginjal.

2.2.3. Perdarahan antepartum yang belum jelas sumbernya


Perdarahan anterpartum yang belum jelas sumbernya terdiri dari :
a. Pecahnya sinus marginalis
Sinus marginalis adalah tempat penampungan sementara darah retroplasenter.
Perdarahan ini terjadi menjelang persalinan, jumlahnya tidak terlalu banyak,
tidak membahayakan janin dan ibunya, karena persalinan akan segera
berlangsung. Perdarahan ini sulit diduga asalnya dan baru diketahui setelah
plasenta lahir. Pada waktu persalinan, perdarahan terjadi tanpa sakit dan
menjelang pembukaan lengkap yang perlu dipikirkan kemungkinan perdarahan
karena sinus marginalis pecah.
b. Pecahnya vasa previa Perdarahan yang terjadi segera setelah ketuban pecah,
karena pecahnya pembuluh darah yang berasal dari insersio vilamentosa
(keadaan tali pusat berinsersi dalam ketuban).

2.3. Epidemiologi
2.3.1. Distribusi Frekuensi
Perdarahan antepartum terjadi kira-kira 3% dari semua persalinan, yang
terdiri dari plasenta previa, solusio plasenta, dan perdarahanyang belum jelas
sumbernya. Seperti yang dikutip oleh D.Anurogo, Insidence Rate(IR) plasenta previa
di Amerika Serikat terjadi pada 0,3-0,5% dari semua kelahiran. Menurut FG
Cuningham di Amerika Serikat (1994) ditemukan IR perdarahan antepartum yang
disebabkan oleh plasenta previa 0,3% atau 1 dari setiap 260 persalinan.
Di Indonesia, plasenta previa terjadi pada kira-kira 1 diantara 200 persalinan
(IR 0,5%).28Menurut penelitian HR Soedartodi RSU Uli Banjarmasin tahun 1998-
2001 tercatat proporsi plasenta previa 82,9% atau 92 kasus dari 111 perdarahan
antepartum. Di RS Santa Elisabeth Medan (1999-2003), ME Simbolon menemukan
90 kasus plasenta previa dari 116 kasus perdarahan antepartum (proporsi 77,6%)
dengan kematian perinatal 4,4%.
7

Perdarahan antepartum yang diakibatkan solusio plasenta di Indonesia terjadi


kira-kira 1 diantara 50 persalinan (IR 2%).Menurut penelitian Gunawan di RSU
Padang (1997) dalam FR Bangun ditemukan proporsi solusio plasenta 0,48% atau 1
diantara 210 persalinan.Menurut penelitian HR Soedarto di RSU Uli Banjarmasin
tahun 1998-2001 tercatat proporsi solusio plasenta 5,4% atau 6 kasus dari 111
perdarahan antepartum.

2.3.2. Faktor Determinan


a. Umur
Umur yang lebih tua dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya
perdarahan antepartum. Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman
untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun. Wanita pada umur kurang dari
20 tahun memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami perdarahan antepartum
karena alat reproduksi belum sempurna atau matang untuk hamil. Selain itu,
kematangan fisik, mental dan fungsi sosial dari calon ibu yang belum cukup
menimbulkan keragu-raguan jaminan bagi keselamatan kehamilan yang dialaminya
serta perawatan bagi anak yang dilahirkannya. Sedangkan umur diatas 35 tahun
merupakan faktor yang dapat meningkatkan kejadian perdarahan antepartum karena
proses menjadi tua dari jaringan alat reproduksi dari jalan lahir,cenderung berakibat
buruk pada proses kehamilan dan persalinannya.
Perdarahan antepartum lebih banyak padausia di atas 35 tahun. Wanita yang
berumur 35 tahun atau lebih mempunyai resiko besar untuk terkena dibandingkan
dengan wanita yang lebih muda.
Di RS Sanglah Denpasar Bali (2001-2002) ditemukan bahwa resiko plasenta
previa pada wanita dengan umur 35 tahun 2 kali lebih besar dibandingkan dengan
umur <35 tahun. Peningkatan umur ibu merupakan faktor risiko plasenta previa,
karena sklerosis pembuluh darah arteri kecil dan arteriole miometrium menyebabkan
aliran darah ke endometrium tidak meratasehingga plasenta tumbuh lebih lebar
dengan luas permukaan yang lebih besar, untuk mendapatkan aliran darah yang
adekuat.
8

b. Pendidikan
Ibu yang mempunyai pendidikan relatif tinggi, cenderung memperhatikan
kesehatannya dibandingkan ibu yang tingkat pendidikannya rendah.
Denganpendidikan yang tinggi, diharapkan ibu mempunyai pengetahuan dan
mempunyai kesadaran mengantisipasi kesulitan dalam kehamilan dan persalinannya,
sehingga timbul dorongan untuk melakukan pengawasan kehamilan secara berkala
dan teratur.

c. Paritas
Paritas dikelompokkan menjadi empat golongan yaitu :
1) nullipara, yaitu golongan ibu yang belum pernah melahirkan.
2) primipara, yaitu golongan ibu yang pernah melahirkan 1 kali.
3) multipara, yaitu golongan ibu yang pernah melahirkan 2-4 kali.
4) grandemultipara, yaitu golongan ibu yang pernah melahirkan 5 kali.
Frekuensi perdarahan antepartum meningkat dengan bertambahnya paritas.
Perdarahan antepartum lebih banyak padakehamilan dengan paritas tinggi. Wanita
dengan paritas persalinan empat atau lebih mempunyai resiko besar untuk terkena
dibandingkan dengan paritas yang lebih rendah.
Pada paritas yang tinggi kejadian perdarahan antepartum semakin besar
karena endometrium belum sempat sembuh terutama jika jarak antara kehamilan
pendek. Selain itu kemunduran daya lentur (elastisitas) jaringan yang sudah berulang
kali direnggangkan, kehamilan cenderung menimbulkan kelainan letak atau kelainan.
pertumbuhan plasenta. Akibatnya terjadi persalinan yang disertai perdarahan yang
sanngat berbahaya seperti plasenta previa dan solusio plasenta.
Penelitian A.Wardhana dan K.Karkata (2001-2002) di RS Sanglah Denpasar,
Bali menemukan bahwa resiko plasenta previa pada multigravida 1,3 kali lebih besar
dibandingkan primigravida.
pertumbuhan plasenta. Akibatnya terjadi persalinan yang disertai perdarahan
yang sanngat berbahaya seperti plasenta previa dan solusio plasenta.Penelitian
A.Wardhana dan K.Karkata (2001-2002) di RS Sanglah Denpasar, Bali menemukan
bahwa resiko plasenta previa pada multigravida 1,3 kali lebih besar dibandingkan
9

primigravida.Penelitian FR Bangun di RSU Dr.Pirngadi Medan selama kurun waktu


2001-2004 dengan desain case series menemukan proporsi paritas kelompok resiko
rendah 76,2% atau 96 orang dari 126 penderita perdarahan antepartum, sedangkan
pada kelompok resiko tinggi 23,8% atau 30 orang dari 126 penderita perdarahan
antepartum.

d. Riwayat kehamilan dan persalinan terdahulu


Riwayat kehamilan dan persalinan yang dialami oleh seorang ibu juga
merupakan resiko tinggi dalam terjadinya perdarahan antepartum. Cedera dalam alat
kandungan atau jalan lahir dapat ditimbulkan oleh proses kehamilan terdahulu dan
berakibat buruk pada kehamilan yang sedang dialami. Hal ini dapat berupa
keguguran, bekas persalinan berulang dengan jarak pendek, bekas operasi (seksio
cesarea) atau bekas kuretase.
Menurut penelitian A.Wardhana dan K.Karkata di RS Sanglah Denpasar,
Bali selama tahun 2001-2002 menemukan bahwa resiko plasenta previa pada wanita
dengan riwayat abortus adalah 4 kali lebih besar dibandingkan dengan tanpa riwayat
abortus.
Pasien dengan plasenta previa menghadapi4-8% resiko terkena plasenta
previa pada kehamilan berikutnya. Kejadian solusio plasenta juga meningkat di
kalangan mereka yang pernah menderita solusio plasenta (rekurensi). Setiap pasien
dengan riwayat solusio plasenta harus dipertimbangkan mempunyai resiko pada
setiap kehamilan berikutnya.

e. Kadar Hb
Pada kehamilan anemia relatif terjadi karena volume darah dalam kehamilan
bertambah secara fisiologik dengan adanyapencairan darah yang disebut hidremia.
Volume darah tersebut mulai bertambah jelas pada minggu ke-16 dan mencapai
puncaknya pada minggu ke-32 sampai ke-34 yaitu kira-kira 25%. Meskipun ada
peningkatan dalam volume eritrosit secara keseluruhan, tetapi penambahan volume
plasma jauh lebih besar sehingga konsentrasi haemoglobin dalam darah menjadi
lebih rendah.
10

Menurut WHO ( 1979 ) kejadian anemia ibu hamil berkisar antara 20%
sampai 89% dengan menetapkan Hb 11 gr% sebagai dasarnya.Ibu hamil yang
menderita anemia lebih peka terhadap infeksi dan lebih kecil kemungkinan untuk
selamat dari perdarahan atau penyakit lainyang timbul selama hamil dan melahirkan.
Saat ibu mengalami perdarahan banyak, peredaran darah ke plasenta menurun. Hal
ini menyebabkan penerimaan oksigen oleh darah janin berkurang yang pada akhirnya
menyebabkan hipoksia janin.

f. Tekanan darah
Hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan atau yang kronik tidak jarang
ditemukan pada wanita hamil. Hipertensipada kehamilan adalah apabila tekanan
darahnya antara 140/90 mmHg sampai 160/100 mmHg. Hipertensi dalam kehamilan
merupakan komplikasi kehamilan sebagai salah satu trias klasik yang merupakan
penyebab kematian ibu. Selain itu, pasiendengan penyakit hipertensi kehamilan
memiliki resiko pelepasan plasenta premature.

2.4. Gambaran Klinis


Pada umumnya penderita mengalami perdarahan pada trimester ketiga atau
setelah kehamilan 28 minggu. Perdarahan antepartum yang bersumber pada kelainan
plasenta, yang secara klinis biasanya tidak terlampau sukar untuk menentukannya
ialah plasenta previa dan solusio plasenta.
Perdarahan antepartum tanpa rasa nyeri merupakan tanda khas plasenta
previa, apalagi jika disertai tanda-tanda lainnya seperti bagian terbawah janin belum
masuk ke dalam pintu panggul atas atau kelainanletak janin. Karena tanda
pertamanya adalah perdarahan, pada umumnya penderita akan segera datang untuk
mendapatkan pertolongan. Beberapa penderita yang mengalami perdarahan sedikit-
sedikit, mungkin tidak akan tergesa-gesa datang untuk mendapatkan pertolongan
karena dianggap sebagai tanda persalinan biasa. Setelah perdarahannyaberlangsung
banyak, mereka datang untuk mendapatkan pertolongan. Lainnya halnya dengan
solusio plasenta, kejadiannya tidak segera ditandai oleh perdarahan pervaginam
sehingga penderitatidak segera datang untuk mendapatkan pertolongan. Gejala
11

pertamanya adalah rasa nyeri pada kandungan yang makin lama makin hebat dan
berlangsung terus menerus. Rasa nyeri yang terus-menerus ini sering kali diabaikan
atau dianggap sebagai tandapermulaan persalinan biasa. Setelah penderita pingsan
karena perdarahan retroplasenter yang banyak, atau setelah tampak perdarahan
pervaginam, mereka datang untuk mendapatkan pertolongan. Pada keadaan demikian
biasanya janin telah meninggal dalam kandungan.
Perdarahan antepartum yang disebabkan oleh sinus marginalis, biasanya
tanda dan gejalanya tidak khas. Vasa previa baru menimbulkan perdarahan setelah
pecahnya selaput ketuban. Perdarahan yang bersumber pada kelainan serviks dan
vagina biasanya dapat diketahui apabila dilakukan pemeriksaan dengan spekulum
yang seksama. Kelainan-kelainan yang mungkin tampak adalah erosio portionis
uteris, carcinoma portionis uteris, polypus cervicis uteri, varices vulva, dan trauma.

2.5. Diagnosis
Pada setiap perdarahan antepartum, pertama sekali harus dicurigai bahwa hal
itu bersumber dari kelainan plasenta, dengan penyebab utama yaitu plasenta previa
dan solusio plasenta sampai ternyata dugaan itu salah. Diagnosis ditegakkan dengan
adanya gejala-gejala klinis dan beberapa pemeriksaan
2.5.1. Anamnesis
Plasenta Previa
a. Perdarahan pervaginam yang tanpa nyeri.
b. Warna darah merah terang
Solusio Plasenta
a. Perdarahan pervaginam disertai sakit terus-menerus.
b. Warna darah merah gelap disertai bekuan-bekuan darah
2.5.2. Inspeksi
a. Perdarahan yang keluar pervaginam.
b. Pada perdarahan yang banyak ibu tampak anemia
2.5.3. Pemeriksaan fisik ibu
a. Dijumpai keadaan bervariasi dari keadaan normal sampai syok.
b. Kesadaran penderita bervariasi dari kesadaran baik sampai koma.
12

c. Pada pemeriksaan dapat dijumpai tekanan darah, nadi, dan perdarahan


2.5.4. Palpasi Abdomen
Plasenta Previa
a. Tinggi Fundus Uteri (TFU) masih normal
b. Uterus teraba lunak dan lembut
c. Bagian janin mudah diraba
Solusio Plasenta
a. TFU tambah naik karena terbentuknya hematoma retroplasenter.
b. Uterus teraba tegang dan nyeri tekan di tempat plasenta terlepas.
c. Bagian janin susah dirabakarena uterus tegang.

2.5.5. Auskultasi Denyut Jantung Janin (DJJ)


Plasenta previa : bila keadaan janin masih baik, DJJ mudah didengar
Solusio plasenta : sulit karena uterus tegang.

2.5.6. Pemeriksan inspekulo


Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari
uterus atau dari kelainan serviks dan vagina, seperti erosio porsionis uteri, karsinoma
porsionis uteri, polipus servisis uteri, varises vulva dan trauma. Apabila perdarahan
berasal dari uterus, adanya plasenta previa dan solusio plasenta harus dicurigai.

2.5.7. Penentuan letak plasenta tidak langsung


Penentuan letak plasenta secara tidak langsung dapat dilakukan dengan
radiografi, radioisotop dan ultrasonografi.

2.5.8. Penentuan letak plasenta secara langsung


Untuk menegakkan diagnosa yang tepat maka dilakukan pemeriksaan dalam
yang secara langsung meraba plasenta. Pemeriksaan dalam harus dilakukan di atas
meja operasi dan siap untuk segera mengambil tindakan operasi persalinan atau
hanya memecahkan ketuban.
13

2.6. Pencegahan
2.6.1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya untuk mempertahankan kondisi orang sehat
agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit.
Pengawasan antenatal memegang peranan yang sangat penting untuk
mengetahui dan mencegah kasus-kasus dengan perdarahan antepartum. Beberapa
pemeriksaan dan perhatian yang biasa dilakukan pada pengawasan antenatal yang
dapat mengurangi kesulitan yang mungkin terjadi ialah pemeriksaan kehamilan
pengobatan anemia kehamilan, menganjurkan ibu untuk bersalin di rumah sakit atau
di fasilitas kesehatan lainnya, memperhatikan kemungkinan adanya kelainan plasenta
dan mencegah serta mengobati penyakit hipertensi menahun dan preeklamsia.
Program kesehatan ibu di Indonesia menganjurkan agar ibu hamil
memeriksakan kehamilannya paling sedikit 4 kali, dengan jadwal 1 kunjungan pada
trimester pertama, 1 kunjungan pada trimester kedua, dan 2 kunjungan pada trimester
ketiga. Tetapi apabila ada keluhan, sebaiknya petugas kesehatan memberikan
penerangan tentang cara menjaga diri agar tetap sehat dalam masa hamil. Perlu juga
memberikan penerangan tentang pengaturan jarak kehamilan, serta cara mengenali
tanda-tanda bahaya kehamilan seperti : nyeri perut, perdarahan dalam kehamilan,
odema, sakit kepala terus-menerus, dan sebagainya.
Para ibu yang menderita anemia dalam kehamilan akan sangat rentan
terhadap infeksi dan perdarahan. Kematian ibu karena perdarahan juga lebih sering
terjadi pada para ibu yang menderita anemia kehamilan sebelumnya. Anemia dalam
kehamilan, yang pada umumnya disebabkan oleh defisiensi besi, dapat dengan
mudah diobati dengan jalan memberikan preparat besi selama kehamilan. Oleh
karena itu, pengobatan anemia dalam kehamilan tidak boleh diabaikan untuk
mencegah kematian ibu apabila nantinya mengalami perdarahan.
Walaupun rumah sakit yang terdekat letaknya jauh, para ibu hamil yang
dicurigai akan mengalami perdarahan antepartum hendaknya diusahakan sedapat
mungkin untuk mengawasi kehamilannya dan bersalin di rumah sakit tersebut.
14

Untuk kehamilan dengan letak janin yang melintang dan sukar diperbaiki
atau bagian terbawah janin belum masuk pintu atas panggul pada minggu-minggu
terakhir kehamilan, dapat juga dicurigai kemungkinan adanya plasenta previa.
Preeklamsia dan hipertensi menahun sering kali dihubungkan dengan terjadinya
solusio plasenta. Apabila hal ini benar, diperlukan pencegahan dan pengobatan secara
seksama untuk mengurangi kejadian solusio plasenta.

2.6.2. Pencegahan Sekunder


Pencegahan sekunder adalah upaya untuk mencegah orang yang telah sakit
menjadi semakin parah dan mengusahakan agar sembuh dengan melakukan tindakan
pengobatan yang cepat dan tepat.
Setiap perdarahan pada kehamilan lebih dari 28 minggu yang lebih banyak
dari perdarahan yang biasa, harus dianggap sebagai perdarahan antepartum. Apapun
penyebabnya, penderita harus segera dibawa ke rumah sakit yang memiliki fasilitas
untuk transfusi darah dan operasi. Jangan melakukan pemeriksaan dalam di rumah
atau di tempat yang tidak memungkinkan tindakan operatif segera, karena
pemeriksaan itu dapat menambah banyaknya perdarahan.
Pemasangan tampon dalam vagina tidak berguna samasekali untuk
menghentikan perdarahan, tetapi akan menambah perdarahan karena sentuhan pada
serviks sewaktu pemasangannya.
Perdarahan yang terjadi pertama kali jarang sekali atau boleh dikatakan tidak
pernah menyebabkan kematian, asalkan sebelumnya tidak dilakukan pemeriksaan
dalam. Biasanya masih terdapat cukup waktu untuk mengirimkan penderita ke rumah
sakit sebelum terjadi perdarahan berikutnya yang hampir selalu akan lebih banyak
daripada sebelumnya.
Ketika penderita belum jatuh ke dalam syok, infus cairan intravena harus
segera dipasang dan dipertahankan terus sampai tiba di rumah sakit. Memasang
jarum infus ke dalam pembuluh darah sebelum syok akan jauh lebih memudahkan
transfusi darah apabila sewaktu-waktu diperlukan. Segera setelah tiba di rumah sakit,
usaha pengadaan darah harus segera dilakukan, walaupun perdarahannya tidak
seberapa banyak. Pengambilan contoh darah penderita untuk pemeriksaan golongan
15

darahnya dan pemeriksaan kecocokan dengan darah donornya harus segera


dilakukan. Dalam keadaan darurat pemeriksaan seperti itu mungkin terpaksa ditunda
karena tidak sempat dilakukan sehingga terpaksa langsung mentransfusikan darah
yang golongannya sama dengan golongan darah penderita, atau mentransfusikan
darah golongan O rhesus positif, dengan penuh kesadaran akan segala bahayanya.
Pertolongan selanjutnya di rumah sakit tergantung dari paritas, tuanya
kehamilan, banyaknya perdarahan, keadaan ibu, keadaan janin, sudah atau belum
mulainya persalinan dan diagnosis yang ditegakkan.
Apabila pemeriksaan baik, perdarahan sedikit, janin masih hidup, belum
inpartum, kehamilan belum cukup 37 minggu, atau berat janin masih dibawah 2500
gram, maka kehamilan dapat dipertahankan dan persalinan ditunda sampai janin
dapat hidup di luar kandungan dengan lebih baik lagi. Tindakan medis pada pasien
dilakukan dengan istirahat dan pemberian obat-obatan seperti spasmolitika,
progestin, atau progesterone.
Sebaliknya jika perdarahan yang telah berlangsung atau yang akan
berlangsung dapat membahayakan ibu dan/atau janinnya, kehamilan juga telah
mencapai 37 minggu, taksiran berat janin telah mencapai 2500 gram, atau persalinan
telah mulai, maka tindakan medis secara aktif yaitu dengan tindakan persalinan
segera harus ditempuh. Tindakan persalinan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
persalinan pervaginam dan persalinan perabdominam dengan seksio cesarea. Pada
plasenta previa, persalinan pervaginam dapat dilakukan pada plasenta letak rendah,
plasenta marginalis, atau plasenta previa lateralis anterior (janin dalam presentasi
kepala). Sedangkan persalinan perabdominam dengan seksio cesarea dilakukan pada
plasenta previa totalis, plasenta previa lateralis posterior, dan plasenta letak rendah
dengan janin letak sungsang.
Pada solusio plasenta, dapat dilakukan persalinan perabdominam jika
pembukaan belum lengkap. Jika pembukaan telah lengkap dapat dilakukan persalinan
pervaginam dengan amniotomi (pemecahan selaput ketuban), namun bila dalam 6
jam belum lahir dilakukan seksio cesarea.Persalinan pervaginam bertujuan agar
bagian terbawah janin menekan plasenta dan bagian plasenta yang berdarah selama
persalinan berlangsung, sehingga perdarahan berhenti. Seksio cesarea bertujuan
16

untuk secepatnya mengangkat sumber perdarahan, dengan demikian memberikan


kesempatan kepada uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan dan untuk
menghindari perlukaan serviks dari segmen bawah uterus yang rapuh.

2.6.3. Pencegahan Tersier


Pencegahan tersier meliputi rehabilitasi (pemulihan kesehatan) yang
ditujukan terhadap penderita yang barupulih dari perdarahan antepartum meliputi
rehabilitasi mental dan sosial, yaitu dengan memberikan dukungan moral bagi
penderita agar tidak berkecil hati, mempunyai semangat untuk terus bertahan hidup
dan tidak putus asa sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang berdaya guna
17

BAB III
KESIMPULAN

A. KESIMPULAN
Perdarahan antepartum merupakan suatu kejadian pathologis berupa
perdarahan yangterjadi pada umur kehamilan 28 minggu atau lebih. Perdarahan yang
terjadi dapat dibedakanmenjadi 2 yaitu perdarahan yang ada hubungannya dengan
kehamilan (plasenta previa,solusio plasenta, pecahnya sinus marginalis, dan
perdarahan vasa previa) dan perdarahanyang tidak ada hubungannya dengan
kehamilan (pecahnya varises, perlukaan serviks, keganasan serviks, dll). Perdarahan
antepartum yang berhubungan dengan kehamilan harussegera dilakukan tindakan
agar tidak berakibat fatal bagi ibu dan janinnya. Sedangkan perdarahan antepartum
yang tidak berhubungan dengan kehamilan tidak membahayakan janin tapi hanya
memberatkan ibu.

Anda mungkin juga menyukai