Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kars merupakan suatu fenomena geologi yang kompleks dengan sistem

hidrologi yang sangat spesifik, tersusun atas batuan yang bersifat mudah larut

seperti batugamping, dolomit, gipsum, dan batuan yang mudah larut lainnya

(Milanovic, 1981, dalam setiawan ,T dan Asgaf , N.M.A., 2015). Secara fisik,

daerah Kars merupakan daerah yang kering dan tandus, sehingga penduduk yang

tinggal di daerah tersebut mengalami kekurangan air, terutama di musim kemarau.

Permasalahan kekeringan di daerah Kars sebenarnya dapat diatasi, mengingat

potensi sumber daya air yang dimilikinya sangat melimpah. Permasalahannya

adalah perilaku air di daerah kars membentuk sistem hidrologi yang khas dan

rumit yang berkembang melalui sistem rekahan dan jaringan rongga, sehingga

sangat sulit untuk diketahui potensi dan upaya pemanfaatannya.

Salah satu daerah Kars yang menarik untuk diteliti adalah Pulau Sumba

bagian barat, Nusa Tenggara Timur. Daerah ini secara fisik mengalami kerentanan

terhadap permasalahan sumber daya air, terutama kesulitan air pada saat musim

kemarau (Gambar 1.1). Tinggi terhadap ancaman bencana alam dan bencana

lingkungan, menimbulkan dampak sekunder berupa polusi (udara, air, tanah) yang

merosot secara ekstrem. Menurut Meiser drr (1965). Pulau Sumba memiliki

kondisi hidrogeologi yang bervariasi, mulai dari air tanah dengan potensi besar

1
hingga rendah di dataran Waekabubak dan sekitarnya yang dikelilingi oleh daerah

dengan potensi sangat rendah hingga daerah air tanah bersifat payau di daerah

pantai. Menurut Soenarto (2004) berdasarkan atas pendugaan geolistrik, bagian

tengah daerah penelitian, yaitu daerah Waekabubak dan sekitarnya mempunyai

penyebaran batu gamping yang luas dengan potensi air tanah yang besar melalui

sistem alur sungai bawah tanah yang sulit diduga letaknya dari permukaan tanah.

Fenomena depresi Kars seperti lembah Kars, dolina, sinkhole, dan

sebagainya berkembang terutama di sepanjang zona rekahan. Air memiliki

kecenderungan mengalir melalui zona rekahan yang secara morfologi ditunjukkan

oleh adanya kelurusan-kelurusan morfologi (Parizek,1976). Menurut Singha dan

Gupta (1999), kelurusan merupakan fenomena yang linear pada suatu obyek

permukaan bumi yang diinterpretasi melalui teknologi penginderaan jauh atau

foto udara. Fenomena kelurusan merupakan refleksi bidang ketidak menerusan

pada batuan seperti rekahan, kekar, dan sesar yang secara morfologis merupakan

bagian dari lembah-lembah perbukitan yang berkembang. Berdasarkan hal

tersebut, maka analisis mengenai pola kelurusan morfologi pada daerah Kars

sangat berguna dalam menentukan pola-pola pengaliran bawah tanah.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari penyusunan proposal seminar ini yaitu :

Untuk mengetahui dan memahami tentang sistem air tanah kars.

Mengetahui daerah-daerah yang berpotensi memiliki debit air yang cukup

besar.

2
Adapun tujuannya adalah :

Mengetahui pengaruh dari kendali struktur terhadap keterdapatan air tanah

kars di sumba bagian barat.

1.3 Rumusan Masalah

Permasalahan yang coba dirumuskan dalam penelitian ini adalah:

- Apakah benar kendali struktur berpengaruh besar terhadap keterdapatan air

tanah di sumba barat ?.

- Metode apa saja yang di gunakan untuk mengetahui keterdapatan air tanah

kars ?.

1.4 Lokasi Penelitian

Daerah penelitian terletak di Pulau Sumba bagian barat, Nusa Tenggara Timur.

Daerah ini secara ad-ministratif masuk wilayah Kabupaten Sumba Barat dan

sebagian Kabupaten Sumba Barat Daya, terletak antara 11855' - 11930' BT dan

921' - 947' LS (Gambar 2). Daerah penelitian di bagian utara diba-tasi oleh Selat

Sumba, bagian selatan dan barat oleh Samudra Indonesia, dan bagian timur dari

kabupaten sumba tengah

3
Gambar 1.1. Lokasi daerah penelitian.

1.5 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif

dengan menggunakan analisis liniament/kelurusan dengan data srtm/dem/citra

dengan kelurusan berupa punggungan,sungai dan bukit.

Anda mungkin juga menyukai