Anda di halaman 1dari 7

Laporan Praktikum Fisiologi

Kerentanan Hubungan Otot-Saraf terhadap Kurare

Kelompok F6

Nama NIM Tanda Tangan


Yunistin Ambeuwa 102010269

Edwin kembaw 102011041

Nathania Hosea 102011054

Tammy Vania 102011123

Karina Marcella Widjaja 102011183

Samsu Buntoro 102011194

Asher Juniar Halim 102011201

Lakwari Agthaturi 102011331

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


2012
PRAKTIKUM KERENTANAN HUBUNGAN OTOT-SARAF TERHADAP
KURARE

I. Tujuan
1. Membedakan sikap, gerakan, dan waktu reaksi seekor katak terhadap berbagai
rangsang sebelum dan sesudah penyuntikan kurare
2. Menerangkan pengaruh kurare pada suatu bagian lengkung reflex
3. Menyimpulkan tempat kerja kurare pada sediaan otot-saraf
4. Mengetahui kerentanan hubungan otot-saraf terhadap kurare

II. Alat dan binatang percobaan yang digunakan


1. Pelat kaca + papan fiksasi + beberapa jarum pentul
2. Waskom besar yang berisi air
3. 3 ekor katak + penusuk katak + benang
4. Stimulator induksi + elektroda perangsang
5. Gelas arloji
6. Semprit 2cc + jarumnya
7. Larutan Ringer
8. Larutan tubo-kurarin (dicairkan 1 : 1 dalam Ringer)
9. Larutan Atropin (0,01% dalam Ringer)
10. Larutan Prostigmin (dicairkan 1 : 1 dalam Ringer)
11. Larutan tubo-kurarin 1% (dari ampul)

III. Cara Kerja


Percobaan I: Pengamatan sikap, gerakan, dan waktu reaksi sekor katank
terhadap berbagai rangsang sebelum dan sesudah penyuntikan kurare
1. Ambillah seekor katak dan letakkan di pelat kaca. Perhatikan kegiatan
binatang tersebut (aktif/pasif). Hitunglah frekuensi pernafasannya per menit.
2. Cobalah menelentangkan katak tersebut beberapa kali dan perhatikan
reaksinya (kembali/tidak kembali ke posisi semula).
3. Masukkan katak ke dalam Waskom yang berisi air dan perhatikan reaksinya
(dapat berenang/tidak).
4. Keluarkan katak dari air dan selidikilah refleks-refleks nosiseptif dengan cara
sebagai berikut:
a. Katak dipegang sedemikian rupa sehingga kedua kaki belakangnya tergantung
bebas
b. Rangsanglah dengan menjepit salah satu telapak kakinya dengan pinset
c. Tetapkan waktu reaksinya
5. Suntikkan 0,5cc larutan tubo-kurarin 1 : 1 ke dalam kantung limfe iliakal
(disebelah os coccyges, di bawah kulit). Dalam waktu 15-20 menit setelah
penyuntikkan tersebut ulangilah percobaan 1 sampai 4 di atas tadi dan
perhatikan pelbagai perbedaan sikap reaksinya
6. Sebelum pernapasan berhenti sama sekali, suntikkanlah ke dalam kantung
limfe iliakal berturut-turut:
a. 0,5 cc larutan Atropin 0,01%
b. 1 cc larutan Prostigmin 1 : 1
7. Setelah terjadi pemulihan lakukan sekali lagi percobaan 1 s/d 4 di atas. Oleh
karena pemulihan dapat memakan waktu 2-3 jam, lanjutkan dahulu dengan
latihan bagian II dan III.

Percobaan II: Pengaruh kurare terhadap sesuatu bagian lengkung refleks


1. Ambil katak lain dan rusaklah otaknya saja. Tetapi jangan merusak medula
spinalisnya.
2. Bebaskan nervus ischiadicus paha kanan.
3. Ikatlah seluruh paha kanan kecuali nervus ischiadicusnya.
4. Suntikkan 0,5 cc larutan turbo kurarin 1:1 ke dalam kantong limfe depan
dengan membuka mulut katak cukup lebardfan menusukkan jarum suntik ke
dasar mulut arah lateral.
Periksalah pada kaki yang tidak diikat setiap 5 menit berkurangnya refleks
nosiseptif dan timbulnya kelumpuhan umum. Bilas peristiwa tersebut diatas
belum terjadi, ulangi suntikam setiap 20 menit.
5. Rangsanglah ujung jari kaki kanan dengan rangsang faradik yang cukup kuat
sehibngga terjadi withdrawal reflex. Catatlah kekuatan rangsang yang
digunakan.
6. Rangsanglah ujung jari kaki kiri dengan rangsang faradik yang cukup kuat
sehingga terjadi withdrawal reflex. Catatlah kekuatan rangsang
yangdigunakan.
7. Bebaskan n. ichiadicus kaki kiri dan buanglah sedikit kulit yang menutupi m.
Gastrocnemius kanan dan kiri.
8. Tentukan ambang rangsang buka untuk masing-masing n. ischiadicus.
9. Tentukan ambang- rangsang buka untuk masing-masing m. gastrocnemius
yang dirangsang secara langsung.

Percobaan III: Tempat kerja kurare pada sediaan otot-saraf


1. Buatlah 2 sediaan otot-saraf (A dan B) dari seekor katak laindan usahakan
agar didapatkan saraf sepanjang-panjangnya.
2. Masukan otot sediaan A dan saraf sediaan B kedalam gelas arloji yang berisi
1
/2 cc larutan turbo-kurarin 1%.
3. Selama menunggu 20 menit basahilah sediaan saraf sediaan A dan otot
sediaan B dengan larutan Ringer.
4. Berilah rangsangan dengan arus-buka pada:
a. Saraf sediaan A
b. Otot sediaan A
c. Saraf sediaan B
d. Otot sediaan B
5. Tentukan kekuatan rangsang yang digunakan baik untuk sediaan yang
memberikan jawaban maupun yang tidak memberikan jawaban.
6. Apa kesimpulan saudara mengenai tempat kerja kurare?

IV. Hasil Pengamatan


Percobaan I:

Normal Setelah diberi Setelah diberi


Tubo-kurarin Atropin dan
Prostigmin
Katak diletakkan Aktif Pasif Aktif
di pelat kaca
Katak Kembali (2 Tidak kembali ke Kembali (7 detik)
ditelentangkan detik) semula
Katak dimasukkan Dapat berenang Tidak dapat Dapat berenang
ke waskom berisi berenang
air
Katak dipegang Ada refleks (5 Tidak ada refleks Ada refleks
dan salah satu detik) (10 detik)
telapak kakinya
dijepit

Percobaan II:

Saraf Otot
Tegangan Kanan Kanan
Kiri (Bebas) Kiri (Bebas)
(Terikat) (Terikat)
Tidak ada Tidak ada
10 mV Ada respon Ada respon
respon respon
Tidak ada
20 mV Ada respon Ada respon Ada respon
respon
Tidak ada
30 mV Ada respon Ada respon Ada respon
respon

40 mV Ada respon Ada respon Ada respon Ada respon

50 mV Ada respon Ada respon Ada respon Ada respon

Percobaan III:

Sediaan yang diberi Terendam dalam Larutan


rangsang arus buka Ringer Tubo-Kurarin

Saraf A Tidak ada respon

Otot B Ada respon

Otot A Ada respon

Saraf B Ada respon


V. Pembahasan
Percobaan I:
Prostigmin (Pyridostigmine) adalah parasimpatomimetik dan merupakan
penghamabat reversible kolinesterase. Dengan bentuk kuartener amin,
Pyridostigmine kurang diserap oleh usus dan tidak dapat melewati sawar darah
otak. Aksi potensinya bekerja sepanjang saraf motor hingga terminal dimana
mencetuskan lonjakan (influks) Ca2+ dan melepas Asetilkolin. Asetilkolin
menyebar ke sinaps dan ikatan reseptor pada membran post sinapsis, yang
menyebabkan influks ion Na+ dan K+, sehingga terjadiah depolarisasi. Jika cukup
besar, depolarisasi itu akan membuat potensial aksi. Untuk mencegah stimulasi
konstan terjadi sekali asetilkolin dilepaskan, suatu enzim asetikolinesterase yang
terdapat di ujung membran dekat dengan reseptor dan membran post sinapsis
dengan cepat menghidrolisa asetilkolin. Prostigmin mencegah agar tidak terjadi
kejang secara terus menerus akibat pemberian atropin.
Atropin mempunyai kerja menghambat efek asetilkolin pada syaraf
postganglionik kolinergik dan otot polos. Atropin mempengaruhi susunan saraf
dan menyebabkan kejang terus menerus pada otot, merangsang medulla oblongata
dan pusat lain di otak, menghilangkan tremor, perangsang respirasi akibat dilatasi
bronkus, pada dosis yang besar menyebabkan depresi nafas, dan eksitasi. Efek
atropin pada sistem kardiovaskuler yaitu atropin tidak mempengaruhi pembuluh
darah maupun tekanan darah secara langsung dan menghambat vasodilatasi oleh
asetilkolin. Pada saluran pencernaan, atropin sebagai antispasmodik yaitu
menghambat peristaltik usus dan lambung.1

Percobaan II:
Pada saraf kaki kanan katak yang terikat baru berespon pada saat diberi
tegangan sebesar 20 mV. Sedangkan bila diberi rangsangan pada saraf kaki kii
yang bebas terus memberi respon. Pada otot kaki kanan yang terikat bila
dirangsang terus berespon sedangkan pada otot kiri bebas baru bersepon pada saat
diberi tegangan sebesar 40 mV.
Kurare menduduki reseptor asetilkolin sehingga asetil kolin yang berasal dari
akson tersebut tidak dapat merangsang kontraksi otot yang diberikan. Sementara
saraf ketika dirangsang dengan rangsang listrik memberikan hasil yang semakin
meningkat hal ini di karenakan ambang rangsang tiap serat otot berbeda ada yang
lebih kecil dan ada yang lebih besar. Dengan demikian, semakin tinggi tegangan
yang diberikan, maka semakin banyak serat otot yang ikut berkontraksi sehingga
bila diberi rangsangan, otot akan sangat cepat untuk berkontraksi secara kuat.

Percobaan III:
Sambungan saraf otot akan mengalami kerusakan apabila diberi larutan tubo-
kurarin karena pada saat tubo-kurarin masuk ke dalam otot, larutan ini menduduki
reseptor asetilkolin otot sehingga reseptor asetilkolinnya terganggu. otot yang
berada pada larutan tubo-kurarin yang dirangsang pada bagian saraf tidak akan
bereaksi namun bila langsung pada ototnya, akan bereaksi.
Pada percobaan ini juga digunakan larutan ringer sebagai salah satu larutan
untuk sediaan. Larutan ringer ini digunakan untuk pergantian cairan. Larutan ini
berfungsi untuk keadaan hipotensi agar tekanan darah dapat diperbaiki dan
mempertahankan tekanan darah agar tetap stabil sehingga tidak terjadi kematian.
Selain itu larutan ringer juga digunakan untuk nutrsi dan makanan.

VI. Kesimpulan
Larutan kurare yang disuntikan ke tubuh katak menyebar ke seluruh tubuh lalu
ke sistem pernapasan. Larutan kurare ini menduduki reseptor asetilkolin otot dan
sebagai kompetitif inhibitor sehingga asetilkolin dari saraf tidak dapat berikatan
dengan reseptornya. Akibatnya, otot tidak mampu lagi untuk berkontraksi.
Atropin adalah suatu larutan yang mempengaruhi susunan saraf dan
menyebabkan kejang terus menerus pada otot. Sehingga dengan pemberian
atropin inilah kontraksi otot mulai diaktifkan kembali sehingga kerja katak akan
menjadi lebih aktif dibandingkan pada saat diberi larutan kurare.

VII. Daftar Pustaka


1. Obat penyakit neuromuscular. Diunduh dari:
http://medicastore.com/apotik_online/obat_saraf_otot/obat_neuromuskular.ht
m, 20 Maret 2012.

Anda mungkin juga menyukai