Pembimbing
Disusun oleh:
Dhani Akbar N, dr.
Dikirim oleh :-
Tanggal dirawat : 10 Maret 2016
Tanggal pulang : 14 Maret 2016
ANAMNESA (Auto/Hetero)
ANAMNESA KHUSUS :
hijau di kelingking kaki sebelah kiri dan ular bentuk kepala segitiga saat sedang
berjalan malam hari di sawah. Keluhan disertai baal pada bekas gigitan, Mual (+),
muntah (+), perdarahan di tempat gigitan (+) , bengkak (+), pembesaran nnll
ketiak (-), berdebar-debar (-), gringgingen (-), lemah anggota tubuh (-), kencing
berwarna merah atau hitam (-), gusi berdarah (-), perdarahan konjungtiva (-),
STATUS PRAESEN
I. KESAN UMUM :
a. Keadaan Umum
Kesadaran : compos mentis
Watak : gelisah
Kesan sakit : sakit berat
Pergerakan : tidak terbatas
Tidur : terlentang dengan 1 bantal
Tinggi badan :-
Berat badan :-
Keadaan gizi
Gizi kulit : cukup
Gizi otot : cukup
Umur yang ditaksir : Sesuai
Kulit : Turgor kembali cepat, sianosis (-), anemis (-), ikterik (-)
b. Keadaan Sirkulasi
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 100x/menit, regular, equal, isi cukup
Suhu : 36,2 C
Sianosis : tidak ada
Keringat dingin : tidak ada
c. Keadaan Pernafasan
Tipe : Torakoabdominal
Frekuensi : 20x/menit
Corak : normal
Hawa/bau napas : feotor hepatikum (-)
Bunyi nafas : tidak ada
II. PEMERIKSAAN KHUSUS :
a. Kepala
1.Tengkorak
Inspeksi : simetris
Palpasi : tidak ada kelainan
2.Muka
Inspeksi : simetris
Palpasi : tidak ada kelainan
3. Mata
Letak : simetris
Kelopak mata : ptosis+/+
Kornea : sulit dinlai
Refleks kornea : suli dinilai
Pupil : sulit dinilai
Sklera : sulit dinilai
Konjungtiva :anemis-/-
Iris : sulit dinilai
Pergerakan : sulit dinilai
Reaksi cahaya : direk +/+, indirek +/+
Visus : tidak dilakukan pemeriksaan
Funduskopi : tidak dilakukan pemeriksaan
4. Telinga
Inspeksi : simetris
Palpasi : tidak ada kelainan
Pendengaran : tidak ada kelainan
5. Hidung
Inspeksi : pernafasan cuping hidung tidak ada
Sumbatan : tidak ada
Ingus : tidak ada
6. Bibir
Sianosis : tidak ada
Kheilitis : tidak ada
Stomatitis angularis : tidak ada
Rhagaden : tidak ada
Perleche : tidak ada
7. Gigi dan gusi : tidak ada kelainan
8. Lidah : tidak ada kelainan
Besar : tidak ada kelainan
Pergerakan : terbatas
Bentuk : tidak ada kelainan
Permukaan : tidak ada kelainan
9. Rongga mulut
Selaput lendir : tidak ada
Hiperemis : tidak ada
Lichen : tidak ada
Aphtea : tidak ada
Bercak : tidak ada
10. Rongga leher
Selaput lender : tidak ada kelainan
Dinding belakang pharynx : tidak ada kelainan
Tonsil : T1-T1 tenang
b. Leher
1. Inspeksi
c. ketiak
1.. Inspeksi
Rambut ketiak : tidak mudah dicabut
Tumor : tidak ada
2. Palpasi
Kelenjar getah bening : tidak teraba membesar
Tumor : Tidak ada
d. Pemeriksaan Thorax
Thorax depan
1. Inspeksi
Bentuk umum : simetris kanan = kiri
frontal dan sagital : frontal < sagital
Sudut epigastrium : < 90
Sela iga : tidak ada pelebaran
Pergerakan : simetris kanan = kiri
Muskulatur : tidak ada kelainan
Kulit : tidak ada kelainan
Tumor : tidak ada
Ictus cordis : tidak terlihat
Pulsasi lain : tidak ada
Pelebaran vena : tidak ada
Spider nevi : tidak ada
Ginekomastia : tidak ada
2. Palpasi
Kulit : tidak ada kelainan
Muskulatur : tidak ada kelainan
Mammae : tidak ada kelainan
Sela iga : tidak ada pelebaran
Ginekomastia : tidak ada
Paru-paru kanan kiri
Pergerakan : simetris
Vocal fremitus : simetris kanan = kiri
Ictus cordis
Lokalisasi : ICS V linea midclavicularis kiri
Intensitas : tidak kuat angkat
Pelebaran : tidak ada
Thrill : tidak ada
3. Perkusi
Paru-paru kanan kiri
Suara perkusi : simetris kanan = kiri sonor
Batas paru hepar : ICS V linea midclavicularis dextra
Peranjakan : 1 sela iga (2 cm)
Jantung
Batas atas : ICS II linea sternalis kiri
Batas kanan : ICS V linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS V linea midclavicularis kiri
4. Auskultasi
Paru-paru kanan kiri
Suara pernafasan pokok: kanan = kiri VBS
Suara tambahan : rh -/- ; wheezing -/-
Vocal resonansi : simetris kanan = kiri
Jantung
Irama : regular
Bunyi jantung pokok : M1>M2, P1<P2
T1>T2, A1<A2, A2>P2
Bunyi jantung tambahan: tidak ada
Bising jantung : tidak ada
Bising gesek jantung : tidak ada
Thorax belakang
1. Inspeksi
Bentuk : simetris
Pergerakan : simetris kanan = kiri
Kulit : tidak ada kelainan
Muskulatur : tidak ada kelainan
2. Palpasi kanan kiri
Sela iga : tidak ada pelebaran
Muskulatur : tidak ada kelainan
Vocal fremitus : simetris kanan = kiri
3. Perkusi Kanan Kiri
Batas bawah : vert Th. X
Peranjakan :
4. Auskultasi Kanan Kiri
Suara pernapasan: vesikular kanna= kiri
Suara tambahan : rh -/- ; wheezing -/-
Vocal resonansi : simetris kanan = kiri
e. Abdomen
1. Inspeksi
Bentuk : cembung
Otot dinding perut : tidak ada kelainan
Kulit : tidak ada kelainan
Pergerakan waktu nafas : normal
Pergerakan usus : tidak terlihat
Pulsasi : tidak ada
Venektasi : tidak ada
Caput medusae : tidak ada
2. Palpasi
Dinding perut : lembut
Nyeri tekan lokal : ada a/r epigastrium
Nyeri tekan difus : minimal
Nyeri tekan lepas : tidak ada
Defence muscular : tidak ada
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Tumor/massa : tidak teraba
3. Perkusi
Suara perkusi : timpani
4. Auskultasi
Bising usus : normal
Bruit : tidak ada
Lain-lain :-
f. CVA : nyeri ketok tidak ada
k. Ekstremitas :
5 5
5 5
l. Sendi-sendi
1.Inspeksi
2.Palpasi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Follow up pasien
Status Neurologi:
Kekuatan Motorik
5 5
5 5
Refleks Fisiologi(+)
Refleks Patologis (-)
A : Snake biet dengan keterlibatan
Susp Neuromuskular
Tanggal Perjalanan penyakit Perintah/pengobatan
Hari 3 S : mata masih sulit membuka, sulit Ivfd Asering 20
perawatan menelan, nyeri dan baal pada bekas tpm
gigitan Mestinon 3x1/2 tab
O : TD : 110/70 mmhg Ranitidine 2x 1
12 Maret 2016 amp
Kesadaran : CM
Kepala: mata CA-/-,SI-/-
Thorax: Vbs+/+,Rh-/-,Wh-/-
Status neurologi :
Kekuatan Motorik
5 5
5 5
Reflek fisiologis: (+)
Reflek Patologis (-)
A:Snake bite dengan keterlibatan Susp
Neuromuskular
PENDAHULUAN
Kasus Snake Bite atau kasus gigitan ular temasuk kasus yang sering
dijumpai di Unit Gawat Darurat. Tidak ada data tentang berapa kasus gigitan ular
gigitan ular di Amerika Serikat dilaporkan setiap tahun sekitar 45.000 kasus,
namun yang disebabkan oleh ular berbisa hanya 8000 kasus.1-3 Selama 3 tahun
dari 6000 kasus gigitan ular, 2000 diantaranya merupakan gigitan ular berbisa.2
Kematian diperkirakan terjadi pada 5 sampai 15 kasus dan biasanya terjadi pada
anak-anak, orang yang lanjut usia, dan pada kasus yang tidak atau terlambat
mendapatkan anti bisa ular.2,3 Pasien korban gigitan ular berbisa 15% sampai
40% akan meninggalkan gejala sisa. Menurut catatan medik RSCM, kejadian
kasus gigitan ular berbisa selama 5 tahun terakhir (1998 2002) sebanyak 37
pasien. Pada umumnya korban gigitan ular adalah lakilaki dengan usia antara 17
berkebun, atau sedang menangkap bahkan bermain dengan ular.1,2 Waktu gigitan
biasanya terjadi pada malam hari dan gigitan lebih sering terjadi pada ekstremitas.
Malik dkk,5 pada tahun 1992 melakukan penelitian terhadap korban gigitan ular,
mendapatkan tempat gigitan pada tungkai atau kaki (83,3%) dan lengan atau
tangan (17,7%).2
Terdapat 3000 spesies ular, 200 spesies diantaranya termasuk ular berbisa.
Ular berbisa sebagian besar berasal dari 3 famili yaitu, Hydrophidae (ular laut),
Elapidae (contohnya cobra) dan Viperidae (Crotalidae). Kasus gigitan ular berbisa
95% disebabkan oleh gigitan ular dari famili Crotalidae. Ular jenis Crotalidae
disebut juga Viperidae atau pit vipers karena kepala berbentuk triangular, pupil
matanya elips, serta terdapat lubang antara hidung dan mata. Lubang tersebut pada
jenis pit viper berfungsi sebagai organ sensoris terhadap panas. Pit viper mudah
dikenal dari taringnya yang cukup panjang, sekitar 3-4 cm. Jenis ular berbisa dari
famili Elapidae misalnya coral snake mempunyai kepala kecil dan bulat, dengan
pupil bulat dan taring lebih kecil sekitar 1-3 mm. Coral snake mudah
diidentifikasi karena warnanya terang, misalnya belang hitam dan merah atau
kuning. Tidak ada cara sederhana untuk mengidentifikasi ular berbisa. Beberapa
spesies ular tidak berbisa dapat tampak menyerupai ular berbisa. Namun,
beberapa ular berbisa dapat dikenali melalui ukuran, bentuk, warna, kebiasaan
dan suara yang dikeluarkan saat merasa terancam. Beberapa ciri ular berbisa
adalah bentuk kepala segitiga, ukuran gigi taring kecil, dan pada luka bekas
Gambar 3. Bekas gigitanan ular. (A) Ular tidak berbisa tanpa bekas taring, (B) Ular
berbisa dengan bekas taring
Patofisiologi
protein.1,6 Jumlah bisa, efek letal dan komposisinya bervariasi tergantung dari
spesies dan usia ular. Bisa ular bersifat stabil dan resisten terhadap perubahan
temperatur.2 Secara mikroskop elektron dapat terlihat bahwa bisa ular merupakan
Komponen peptida bisa ular dapat berikatan dengan reseptor-reseptor yang ada
pada tubuh korban.2 Bradikinin, serotonin dan histamin adalah sebagian hasil
reaksi yang terjadi akibat bisa ular. Enzim yang terdapat pada bisa ular misalnya
rasa nyeri, hipotensi, mual dan muntah serta seringkali menimbulkan keluarnya
keringat yang banyak setelah terjadi gigitan. Enzim protease akan menimbulkan
kerusakan dari jaringan ikat. Amino acid esterase menyebabkan terjadi KID. Pada
kasus yang berat bisa ular dapat menyebabkan kerusakan permanen, gangguan
fungsi bahkan dapat terjadi amputasi pada ekstremitas. Bisa ular dari famili
kebocoran vaskular dan terjadi koagulopati. Komponen dari bisa ular jenis ini
mempunyai dampak hampir pada semua sistem organ. Bisa ular dari famili
junction. Aliran dari bisa ular di dalam tubuh, tergantung dari dalamnya taring
MANIFESTASI KLINIS
1.Elapidae
Cobra biasanya menyebabkan nyeri dan bengkak pada daerah yang digigit
yang berlanjut menjadi gejala neurologik seperti ptosis, ophtalmoplegia,
disfagi, afasia dan paralisa pernapasan.
Gambar 4 Nekrosis dari gigitan ular cobra
muskuloskeletal Seperti myalgia, kaku kuduk, dan paresis yang akan berlanjut
menjadi myoglobinuria dan gagal ginjal. Gigitan akibat Elapidae biasanya tidak
menimbulkan nyeri hebat. Namun demikian tidak adanya gejala lokal atau
minimal, tidak berarti gejala yang lebih serius tidak akan terjadi. Gejala yang
serius lebih jarang terjadi dan biasanya gejala berkembang dalam 12 jam. Bisa
yang bersifat neurotoksik, mempunyai dapat sangat cepat dalam beberapa jam,
2. Viperidae
Efek racun viper yang lain menyebabkan efek lokal yang hebat seperti nyeri,
tempat gigitan berupa nyeri dan bengkak yang dapat terjadi dalam beberapa
menit, bisa akan menjalar ke proksimal, selanjutnya terjadi edem dan ekimosis.
Pada kasus berat dapat timbul bula dan jaringan nekrotik, serta gejala sistemik
berupa mual, muntah, kelemahan otot, gatal sekitar wajah dan kejang. Pasien
jarang mengalami syok, edem generalisata atau aritmia jantung, tetapi perdarahan
sering terjadi. Boyer LV dkk, melaporkan bahwa dari 38 korban gigitan ular
penurunan jumlah fibrinogen. Kadar kreatinin kinase serum normal pada hari
pertama dan kedua setelah perawatan. Mioglobin plasma dan kadar kreatinin
Kadar ureum darah meningkat pada pasien dengan gejala gagal ginjal. Natrium,
kalium, klorida, calsium, serta glukosa darah masih dalam batas normal pada
semua pasien. Hasil EEG abnormal ditemukan pada 96% dan berhubungan
dengan ukuran ular, tetapi tidak berhubungan dengan derajat beratnya penyakit di
Perubahan EEG segera terjadi setelah gigitan dan akan kembali normal dalam 1-2
dan inversi septal gelombang T. Hasil EKG yang abnormal termasuk tanda-tanda
utama gejala gigitan ular berbisa, selain perdarahan, koagulopati dan paralisis.
DIAGNOSIS
ular yang menggigit dan adanya manifestasi klinis. Ular yang menggigit
sebaiknya dibawa dalam keadaan hidup atau mati, baik sebagian atau seluruh
tubuh ular. Perlu juga dibedakan apakah gigitan berasal dari ular yang tidak
berbisa atau binatang lain, dari pemeriksaan fisik pada luka gigitan yang
Terapi yang dilakukan terbagi menjadi tata laksana di tempat gigitan dan
mencegah penyebaran racun dengan cara menekan tempat gigitan dan imobilisasi
ekstremitas. Selain itu diusahakan transportasi yang cepat untuk membawa pasien
ke rumah sakit terdekat, pasien tidak diberikan makan atau minum. Saat ini eksisi
dan penghisapan bisa tidak dianjurkan bila dalam 45 menit pasien dapat sampai di
rumah sakit. Di rumah sakit diagnosis harus ditegakkan dan segera pasien
dipasang dua jalur intravena untuk memasukkan cairan infus dan jalur yang lain
seperti darah perifer lengkap, PT, APTT, fibrinogen, elektrolit, urinalisis dan
kadar ureum serta kreatinin darah. Pasien diberikan suntikan toksoid tetanus dan
dipertimbangkan pemberian serum anti bisa ular. Pengukuran pada tempat gigitan
dan penghisapan bisa pada saat luka dibersihkan. Saat ini masih diperdebatkan
Fasciotomy dilakukan bila ada edem yang makin luas dan terjadi compartment
keadaan hiperemia). Pada semua kasus gigitan ular, perlu diberikan antibiotik
diperdebatkan.
Di Amerika hanya terdapat 3 anti bisa yang diproduksi dan disetujui oleh
(Elapidae) dan antivenon untuk black widow spider. Semua anti bisa ular adalah
derivat serum binatang, tersering berasal dari serum kuda, berupa imunoglobulin
yang mengikat secara langsung dan menetralkan protein dari bisa. Produk hewan
ini bila terpapar pada pasien dalam jumlah besar dapat menyebabkan reaksi
hipersensitifitas tipe cepat dan tipe III. Reaksi akut berupa reaksi anafilaktik dapat
terjadi pada 20-25% pasien, bahkan dapat terjadi kematian karena hipotensi dan
bronkospasme. Reaksi tipe lambat dapat terjadi pada 50-75% pasien dengan
gejala serum sickness seperti demam, ruam yang difus, urtikaria, artralgia,
hematuria dan dapat bertahan dalam beberapa hari.4 Reaksi yang paling sering
terjadi adalah urtikaria, namun efek samping yang serius jarang terjadi. Pemberian
anti bisa ular harus dilakukan di rumah sakit yang tersedia alat-alat resusitasi.
terjadi akibat anti bisa antara 12,5-30%. Profilaksis yang hanya menggunakan
promethazine tidak dapat mencegah reaksi yang cepat. Anak-anak lebih sering
memerlukan jumlah data anti bisa yang banyak oleh karena kecilnya rasio antara
Gigitan ular berbisa berpotensi menyebabkan kematian dan keadaan yang berat,
Ekstremitas atau bagian tubuh yang mengalami nekrosis pada umumnya akan
4. Gold BS, Dart RC, Barish RA. Bites of venomous snakes. N Engl J