Anda di halaman 1dari 24

pratama45

This WordPress.com site is the cats pajamas

Lanjut ke konten

Beranda
Perihal

nata dtomato
cooling

fistekk susut
Posted on 15 Oktober 2012 by yhayahn

ACARA I
PENGARUH KONDISI DAN LAMA
PENYIMPANAN TERHADAP
SUSUT BERAT
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Semua hasil pertanian setelah dipanen masih merupakan bahan hidup. Sayuran dan buah
setelah dipanen masih mengalami respirasi dan transpirasi. Faktor biologis terpenting yang
dapat dihambat pada buah dan sayur adalah respirasi, produksi etilen, transpirasi dan faktor
anatomi. Faktor lain yang penting untuk diperhatikan adalah menghindarkan sayuran dan
buah terhadap suhu dan cahaya yang berlebihan dan kerusakan patogenik dan/atau kerusakan
fisik. Penyimpanan pada kondisi tertentu akan menyebabkan perbedaan tekstur buah dan
sayuran. Dimana pada buah dan sayuran yang disimpan pada suhu dingin akan menghambat
proses respirasi dan mencegah kerusakan akibat aktivitas mikroorganisme. Adanya luka atau
goresan pada permukaan buah dan sayuran akan menyebabkan susutnya berat bahan karena
air dalam bahan akan keluar atau menguap.

Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui dan memahami faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap susut berat komoditi hasil pertanian.

TINJAUAN PUSTAKA

Respirasi adalah proses pemecahan komponen organik menjadi produk yang lebih
sederhana dan energi. Aktifitas ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan energi sel agar tetap
hidup. Berdasarkan pola respirasi dan produksi etilen selama pendewasaan dan pematangan
produk nabati dibedakan menjadi klimakterik dan non klimakterik. Komoditi dengan laju
respirasi tinggi menunjukan kecenderungan lebih mudah rusak (Muchtadi, 2009).

Transpirasi adalah pengeluaran air dari dalam jaringan produk nabati. Laju transpirasi
dipengaruhi oleh faktor internal (morfologi, rasio permukaan terhadap volume) dan faktor
eksternal (suhu, kelembaban, pergerakan udara, dan tekanan atmosfir). Transpirasi yang
berlebihan menyebabkan produk mengalami pengurangan berat, daya tarik (karena layu),
nilai tekstur, dan nilai gizi. Pengendalian laju transpirasi dilakukan dengan pelapisan,
penyimpanan dingin, atau modifikasi atmosfir (Anonim, 2011).

Buah, sayuran dan bagian-bagian lain dari tanaman adalah kumpulan dari jaringan,
sementara jaringan terbentuk dari sekumpulan sel-sel sejenis. Jaringan dibedakan berdasarkan
fungsinya yaitu jaringan kulit, jaringan pembuluh dan jaringan dasar. Jaringan ini akan terus
melakukan respirasi meskipun buah atau sayur telah dipanen. Jaringan kulit merupakan
bagian terluar dari tanaman yang fungsi utamanya sebagai pelindung. Sifat utama dari
jaringan kulit dapat melakukan regulasi pertukaran gas, pengeluaran air, kepekaan terhadap
lingkungan secara fisik, kimiawi dan biologis, selain mengalami perubahan warna dan
teksturnya (Anonim, 2010).

Secara umum penyusutan bahan hasil pertanian dibedakan atas penyusutan kuantitatif dan
penyusutan kualitatif. Penyusutan kuantitatif dinyatakan dalam susut jumlah atau bobot.
Penyusutan kualitatif berupa penyimpangan rasa, warna dan bau, penurunan nilai gizi,
penyimpangan sifat-sifat fisiokimia dan penurunan daya tumbuh (Junaidi, 2001).

Biji-bijian didalam penyimpaan melakukan aktivitas fisiologi yaitu proses pernapasan atau
respirasi. Salah satu penyebab kehilangan bahan kering adalah respirasi. Selain itu,
penyusutan berat bahan disebabkan oleh infeksi serangga, tikus, burung dan sebagainya
(Rizal, 1993).

PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat Praktikum


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 26 November 2011 di Laboratorium Teknologi
Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Mataram.

Alat dan Bahan Praktikum

1. Alat-alat praktikum

Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum adalah timbangan, lemari es, toples, pisau,
wadah buah, oven, dan desikator.

1. Bahan-bahan praktikum

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum adalah apel, kentang, gabah, dan
beras.

Prosedur Kerja

1. Ditimbang masing-masing sebagai berat awal.


2. Dibagi apel dan kentang masing-masing menjadi 4 bagian dan diberi perlakuan
sebagai berikut :
1. Tanpa dilukai dan disimpan di suhu kamar.
2. Tanpa dilukai dan disimpan di suhu dingin.
3. Dilukai dan disimpan di suhu kamar.
4. Dilukai dan disimpan di suhu dingin.

1. Dibagi gabah dan beras masing-masing menjadi 2 bagian dan diberi perlakuan
sebagai berikut :
1. Disimpan di tempat terbuka.
2. Disimpan di tempat tertutup.
2. Dihitung susut berat bahan semua perlakuan pada hari ke-3 dan ke-7.
3. Dihitung kadar air pada hari ke-3 dan ke-7.

Ka % =
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

Hasil Pengamatan

Tabel 1. Persentase Susut Berat Apel dan Kentang

Berat Akhir (gr) Hari Susut Berat (%)


Berat Awal ke- Hari ke-
Bahan Kondisi
(gr)
3 7 3 7
Tidak dilukai suhu
95,4 95,0 88,4 0,4 6,6
kamar
Apel
Tidak dilukai suhu
95,0 95,0 94,1 0 0,9
dingin
Dilukai, suhu kamar 88,6 81,5 79,1 7,1 0,2
Apel
Dilukai, suhu dingin 83,2 83,0 79,0 2,4 4
Tidak dilukai suhu
107,4 107,2 106,8 0,2 0,4
kamar
Kentang
Tidak dilukai suhu
116,8 116,4 116,1 0,2 0,2
dingin
Dilukai, suhu kamar 102,2 97,0 97,0 0,4 0,2
Kentang
Dilukai, suhu dingin 132,0 130,0 131,2 0,3 0
Tabel 2. Persentase Susut Berat dan Kadar Air Gabah dan Beras

Berat
Akhir
Berat Akhir (%) Kadar Air (%)
Kondisi Berat Awal Hari ke- Hari ke-
Bahan (gr) Hari
Penyimpanan (gr)
ke-
3 7 3 7 3 7
Tempat terbuka 400 400 380 0 20 30,29 8,47
Gabah
Tempat tertutup 400 400 380 0 20 7,76 8,34
Tempat terbuka 400 400 380 0 20 9,9 8,66
Beras
Tempat tertutup 400 400 380 0 20 9,62 8,187

Perhitungan

1. Susut Berat
1. Apel

Hari ke-3

Tanpa dilukai, suhu kamar = x 100%

= 0,4%

Tanpa dilukai, suhu dingin =x100%

= 0%

Dilukai, suhu kamar =x100%

= 7,1%

Dilukai, suhu dingin =x100%

= 2,4%
Hari ke-7

Tanpa dilukai, suhu kamar =x100%

= 6,6%

Tanpa dilukai, suhu dingin =x100%

= 0,9%

Dilukai, suhu kamar =x100%

= 0,2%

Dilukai, suhu dingin =x100%

= 4%

1. Kentang

Hari ke-3

Tanpa dilukai, suhu kamar =x100%

= 0,2%

Tanpa dilukai, suhu dingin =x100%

= 0,4%

Dilukai, suhu kamar =x100%

= 2%

Dilukai, suhu dingin =x100%

= 2%

Hari ke-7

Tanpa dilukai, suhu kamar = x100%

= 0,4%

Tanpa dilukai, suhu dingin = x100%

= 0,3%

Dilukai, suhu kamar =x100%


= 1,2%

Dilukai, suhu dingin =x100%

= 1,2%

1. Gabah (hari ke-3 dan ke-7)

Terbuka =x100%

= 0%

Tertutup =x100%

= 0%

Terbuka =x100%

= 20%

Tertutup =x100%

= 20%

1. Beras (hari ke-3 dan ke-7

Terbuka =x100%

= 0%

Tertutup =x100%

= 0%

Terbuka =x100%

= 20%

Tertutup =x100%

= 20%

1. Kadar air

Ka % =

1. Kadar Air Gabah hari ke-3 dan ke-7

Terbuka =x 100%
= 30,29%

Terbuka =x 100%

= 8,47%

Tertutup =x 100%

= 7,76 %

Tertutup =x 100%

= 8,34 %

1. Kadar Air Beras hari ke-3 dan ke-7

Ka % =

Terbuka =x 100%

= 9,9%

Terbuka =x 100%

= 8,66%

Tertutup =x 100%

= 9,62%

Tertutup =x 100%

= 8,187%

PEMBAHASAN

Komoditi hasil pertanian setelah dipanen tetap mengalami proses fisiologis seperti respirasi
dan transpirasi. Adanya aktivitas fisiologis pada hasil pertanian menyebabkan komoditi hasil
pertanian terus mengalami perubahan yang tidak dapat dihentikan, hanya dapat diperlambat
sampai batas tertentu. buah dan sayur setelah dipanen tetap mengalami respirasi dan
transpirasi, serta akan lebih cepat laju respirasi dan transpirasi apabila terdapat kerusakan
mekanis.
Apel dan kentang tergolong dalam buah dan sayur klimakterik, dimana pada suhu
optimumnya akan terjadi laju respirasi yang sangat tinggi sehingga proses pematangan dan
kerusakan akan cepat terjadi. Namun, buah apel dan kentang walaupun termasuk golongan
klimakterik, laju respirasinya terbilang rendah, karena memiliki sifat dormain. Berbeda
dengan buah non klimakterik yang tidak melakukan respirasi, melainkan mengalami
penurunan produksi CO2. Apel yang mengalami kerusakan mekanis seperti luka akan
mempercepat terjadinya penyusutan berat bahan. Hal ini dikarenakan jaringan kulit pada
bahan sudah tidak berfungsi dengan baik, atau sifat semipermeabel jaringan sudah tidak
selektif lagi, sehingga air dalam bahan dengan mudah keluar atau teruapkan. Proses
transpirasi ini akan berjalan cepat apabila dalam keadaan optimumnya (Anonim, 2010).

Penyimpanan pada suhu ruangan dengan kelembaban yang rendah serta suhu yang tinggi
memacu tranpirasi dan respirasi berjalan lebih cepat. Seperti yang ditunjukan pada apel yang
terdapat luka saat disimpan pada suhu kamar setelah tiga hari mengalami penyusutan sebesar
7,1% dan penyusutan meningkat 2,4% selama penyimpanan tujuh hari dari berat awal 88,6
gram. Sedangkan pada kentang yang luka mengalami penyusutan sebesar 2% dan meningkat
1,2% dihari ketujuh dari berat awal 102,2. Tingkat penyusutan berat apel yang dalam kondisi
baik tanpa adanya luka, pada suhu kamar hanya mengalami penyusutan 0,4% setekah tiga
hari penyimpanan dan meningkat 6,6% setelah tujuh hari penyimpanan dari berat awal 95,4
gram. Sedangkan pada kentang tanpa luka mengalami penyusutan sebesar 0,2% dan
miningkat 0,4% dihari ketujuh dari berat awal 107,4 gram. Dapat dilihat bahwa apel yang
dilukai memiliki tingkat penyusutan yang lebih tinggi pada hari ketiga dibanding dengan hari
ketujuh, sedangkan pada apel yang tidak terdapat luka sebaliknya. Hal ini disebabkan oleh
kecepatan respirasi dan transpirasi lebih cepat terjadi pada suhu yang lebih tinggi karena
proses metabolisme dipengaruhi juga dengan adanya O2 dan suhu tinggi. Metabolisme akan
mengasilkan H2O, dimana H2O akan diuapkan melalui proses transpirasi sehingga terjadi
penyusutan berat dari bahan tersebut. Selain itu, luka pada jaringan kulit apel dan kentang
akan segera diperbaiki oleh jaringan yang masih hidup dalam waktu tertentu, dimana jaringan
yang terbuka tersebut akan tertutup dan akan tampak kering karena jaringan kulit yang rusak
tersebut diganti dengan jaringan yang baru. Sehingga laju transpirasi menurun kembali,
menyebabkan penyusutan berat apel setelah tujuh hari tidak tinggi. Berbeda dengan apel dan
kentang yang tidak terdapat luka dimana pada penyimpanan yang semakin lama akan
meningkatkan penyusutan berat apel, karena sifatnya yang klimakterik.

Penyimpanan apel pada suhu rendah atau dingin, akan memperlambat proses respirasi dan
transpirasi, karena pada suhu rendah senyawa-senyawa air didalam bahan akan membeku
secara perlahan, serta asupan oksigen yang kurang. Penyusutan berat apel yang luka ataupun
dalam kondisi baik tidak berbeda jauh. Dimana penyusutan pada hari ketiga untuk apel yang
luka 0,2% dan miningkat 4% setelah tujuh hari dari berat awal 83,2 gram, sedangkan pada
apel yang tidak terdapat luka tidak mengalami penyusutan berat dihari ketiga, hanya terjadi
penyusutan bahan dihari ketujuh sebesar 0,9% dari berat awal 95,0 gram. Hasil yang sama
juga diperoleh pada kentang, dimana pada suhu rendah penyusutan berat hanya 0,2% pada
hari ketiga dan meningkat 0,4% dihari ketujuh untuk kentang tanpa luka dari berat awal
116,8. Sedangkan penyusutan pada kentang yang luka sebesar 2% pada hari ketiga dan
meningkat 1,2% dihari ketujuh dari berat awal 132,0 gram. Suhu rendah atau cooling
merupakan salah satu cara untuk memperpanjang masa simpan komoditi hasil pertanian. Air
didalam bahan pada suhu rendah akan membeku secara perlahan, sehingga menghambat
respirasi dan transpirasi serta menghambat pertumbuhan mikroorganisme pathogen yang
mampu merusak bahan.
Penyusutan berat bahan pada buah dan sayur akan berbeda dengan penyusutan yang
terjadi pada nahan serealia. Dimana bahan serealia sengaja dikeringkan hingga kandungan air
tertentu, sehingga dapat bertahan lama. Gabah merupakan serealia yang akan menjadi beras.
Gabah dengan kadar air yang rendah akan memberikan pengaruh terhadap beras yang
dihasilkan. Dimana semakin rendah kadar air bahan akan semakin baik kualitas beras.
Menurut Anonim (2007) kadar air untuk gabah yang baik yaitu 14-17%, sedangkan untuk
beras 11-14%. Penyusutan gabah dan beras terlihat dari kadar airnya. Gabah dan beras pada
penyimpanan dalam kondisi tertutup dan terbuka, memiliki penyusutan yang sama yaitu
sebesar 20%.

Pada pengukuran kadar air pada gabah dengan wadah terbuka terjadi penurunan kadar
air dari 30,29% menjadi 8,46%. Hal ini disebabkan akibat kelembaban lingkungan lebih
rendah dibandingkan dengan kelembaban pada gabah sehingga air pada gabah menguap ke
lingkungan. Sedangkan pada beras dengan wadah tertutup dan terbuka terjadi peningkatan
kadar air masing-masing sebanyak 1,2% dan 1,4%. Peningkatan kadar air ini diakibatkan
kelembaban beras lebih kecil disbanding kelembaban lingkungan.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Komoditas hasil pertanian setelah dipanen tetap melakukan proses fisiologis


2. Proses respirasi dan transpirasi yang tinggi akan mempercepat proses pemasakan dan
menurunkan berat bahan atau penyusutan
3. Penyimpanan dengan suhu rendah dapat menghambat proses respirasi dan transpirasi
4. Faktor internal (morfologi) dan eksternal (suhu, kelembaban, pergerakan udara, dan
tekanan atmosfir) sangat mempengaruhi proses penyusutan bahan
5. Kerusakan pada jaringan kulit bahan akan mempercepat proses transpirasi dan
penyusutan bahan.
6. Apel dan kentang semakin lama disimpan persentase susut beratnya semakin tinggai
7. Semakin lama penyimpanan beras dan gabah ditempat terbuka, kadar airnya semakin
menurun.

Iklan

Bagikan ini:

Twitter
Facebook

Tentang yhayahn
terus melangkah, cepet, lebih cepat, semakin cepat n pasti! jangan sampai gk melangkah!
Lihat semua pos dari yhayahn
Pos ini dipublikasikan di Tak Berkategori. Tandai permalink.
nata dtomato
cooling

Tinggalkan Balasan

Tulisan Terakhir
o perubahan pigmen
o cooling
o fistekk susut
o nata dtomato
o doughnat
Komentar Terbaru

Tuan WordPress di Halo dunia!

Arsip
o Oktober 2012
Kategori
o Tak Berkategori
Meta
o Daftar
o Masuk
o RSS Entri
o RSS Komentar
o WordPress.com

pratama45
Blog di WordPress.com.

Ikuti

Langsung ke konten utama

laporan fisiologi dan teknologi pasca panen


Pengaruh Kondisi Dan Lama Penyimpanan Terhadap Susut Bobot

Desember 06, 2016

ACARA I
PENGARUH KONDISI DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP SUSUT BOBOT

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Produk holtikultura merupakan produk yang mudah rusak (perisable), sehingga butuh
penanganan khusus pada tahapan pasca panen. Penanganan pasca panen buah dan sayuran seperti
Indonesia belum mendapat perhatian yang cukup. Hal ini terlihat dari kerusakan-kerusakan pasca
panen sebesar 25 % - 28 %. Penanganan yang tidak optimal selama penyimpanan, transportasi atau
pada saat penjualan menyebabkan buah yang sampai ke konsumen tidak sama segar dengan buah
aslinya dan sudah mengalami penurunan bobot dan nilai gizi bahkan kadang-kadang telah terjadi
pembusukan. Penanganan yang tidak optimal selain disebabkan oleh fasilitas yang kurang memadai,
juga karena pengetahuan pelaku sangat kurang dalam melakukan penanganan yang baik ( Dwiari,
2008 ).

Semua hasil pertanian setelah dipanen masih merupakan bahan hidup. Sayuran dan buah
setelah dipanen masih mengalami respirasi dan transpirasi. Faktor biologis terpenting yang dapat
dihambat pada buah dan sayur adalah respirasi, produksi etilen, transpirasi dan faktor anatomi.
Faktor lain yang penting untuk diperhatikan adalah menghindarkan sayuran dan buah terhadap suhu
dan cahaya yang berlebihan dan kerusakan patogenik dan/atau kerusakan fisik. Penyimpanan pada
kondisi tertentu akan menyebabkan perbedaan tekstur buah dan sayuran. Dimana pada buah dan
sayuran yang disimpan pada suhu dingin akan menghambat proses respirasi dan mencegah
kerusakan akibat aktivitas mikroorganisme ( Sjaifullah, 1997 ).

Adanya luka atau goresan pada permukaan buah dan sayuran akan menyebabkan susutnya
berat bahan karena air dalam bahan akan keluar atau menguap. Permasalahan ini sangat penting
karena pemahaman yang berbeda-beda antar pelaku pemasaran. Sebagian berpendapat sesekali
buah perlu difluktuasikan suhunya, dari suhu dingin ke suhu ruang untuk dapat mempertahankan
mutunya dan memperpanjang masa simpannya. Jenis komoditi buah secara individual berbeda
ketahanannya terhadap penurunan kualitas dan kerusakan. Oleh karena itu dilakukanlah praktikum
ini agar dapat mengetahui apa saja penyebab kerusakan pada buah dan sayur

Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui dan memahami faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap susut berat komoditi hasil pertanian.
TINJAUAN PUSTAKA

Buah-buahan mengalami transpirasi dan tetap melanjutkan respirasi setelah dipanen. Oleh
karena itu semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk distribusi buah-buahan tersebut dari lahan
sampai dengan konsumen maka nilai gizinya akan semakin menurun. Karena alasan tersebut, penulis
sarankan untuk membeli buah-buahan lokal dibandingkan dengan buah-buahan impor karena nutrisi
yang terkandung di dalamnya relatif masih banyak ---karena waktu tempuh mulai lahan sampai
dengan konsumen lebih pendek. Penyimpanan buah-buahan tidak berbeda jauh dengan
penyimpanan sayuran. Namun harus diingat bahwa terdapat 2 jenis buah-buahan yaitu klimakterik
dan non klimakterik. Buah-buahan klimakterik akan memiliki laju respirasi yang lebih besar
dibandingkan dengan buah-buahan non klimakterik sehingga buah-buahan klimakterik akan memiliki
laju kerusakan lebih besar dibandingkan dengan buah-buahan non klimakterik.

( Hawa, 2006 ).

Respirasi adalah proses pemecahan komponen organik menjadi produk yang lebih sederhana
dan energi. Aktifitas ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan energi sel agar tetap hidup.
Berdasarkan pola respirasi dan produksi etilen selama pendewasaan dan pematangan produk nabati
dibedakan menjadi klimakterik dan non klimakterik. Komoditi dengan laju respirasi tinggi
menunjukan kecenderungan lebih mudah rusak. Transpirasi adalah pengeluaran air dari dalam
jaringan produk nabati. Laju transpirasi dipengaruhi oleh faktor internal (morfologi, rasio permukaan
terhadap volume) dan faktor eksternal (suhu, kelembaban, pergerakan udara, dan tekanan
atmosfir)( Muchtadi, 1992 ).

Laju respirasi yang tinggi biasanya disertai oleh umur simpan yang pendek. Hal itu juga
merupakan petunjuk laju kemunduran mutu dan nilainya sebagai bahan makanan. Faktor yang
sangat penting yang mempengaruhi respirasi. dari segi penyimpanan adalah suhu. Peningkatan suhu
antara 00C

35 0C akan meningkatkan laju respirasi buah-buahan dan sayuran, yang memberi petunjuk bahwa
baik proses biologi maupun proses kimiawi dipengaruhi oleh suhu. Sampai sekarang pendinginan
merupakan satu-satunya cara ekonomis untuk penyimpanan jangka panjang bagi buah dan sayuran
segar. Asas dasar penyimpanan dingin adalah penghambatan respirasi oleh suhu tersebut

( Safaryani, 2007 ).

Buah yang bersifat klimakterik, respirasi akan terus meningkat seiring dengan semakin
matangnya buah tersebut. Hal itu akan mengakibatkan susut bobot buah juga semakin meningkat
terutama ketika buah tersebut telah mencapai puncak klimakteriknya. Susut bobot buah adalah
kehilangan air dari dalam buah diakibatkan oleh proses respirasi dan transpirasi pada buah tersebut.
Meningkatnya laju respirasi akan menyebabkan perombakan senyawa seperti karbohidrat dalam
buah dan menghasilkan CO2. Energi dan air yang menguap melalui permukaan kulit buah yang
menyebabkan kehilangan bobot pada buah

( Roiyana, 2012 ).

Secara umum penyusutan bahan hasil pertanian dibedakan atas penyusutan kuantitatif dan
penyusutan kualitatif. Penyusutan kuantitatif dinyatakan dalam susut jumlah atau bobot.
Penyusutan kualitatif berupa penyimpangan rasa, warna dan bau, penurunan nilai gizi,
penyimpangan sifat-sifat fisiokimia dan penurunan daya tumbuh (Junaidi, 2001). Biji-bijian didalam
penyimpaan melakukan aktivitas fisiologi yaitu proses pernapasan atau respirasi. Salah satu
penyebab kehilangan bahan kering adalah respirasi. Selain itu, penyusutan berat bahan disebabkan
oleh infeksi serangga, tikus, burung dan sebagainya (Utami, 2002 ).
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, 2016 di Laboratorium Kimia dan Biokimia
Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram

Alat dan Bahan Praktikum

a. Alatalat Praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum adalah timbangan, lemari es, toples, pisau,
wadah buah, oven, dan desikator

b. Bahanbahan Praktikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum adalah apel kentang,

Dihitung susut berat dengan rumus :

Susut berat = 100%

Prosedur Kerja
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

Hasil Pengamatan

Tabel 1.1 Hasil Pengamatan Deskripsi Uji Sensori

Bahan Kondisi Deskripsi uji sensori (hari ke-)


penyimpanan
0 4 7

Apel - Tanpa luka suhu Bentuk : Bulat Bentuk: Bulat Bentuk : Bulat
kamar
Warna : Kuning Warna : Kuning Warna :Kuning
kecoklatan
Tekstur : Keras Tekstur : Agak lembut
Tekstur : Lebih
lunak

- Tanpa luka suhu Bentuk : Bulat Bentuk : Bulat Bentuk : Agak


dingin lonjong
Warna : Kuning Warna : Kuning
kehijauan kehijauan Warna :Kuning

Tekstur : Keras Tekstur : Keras

Tekstur : Keras

- Luka suhu kamar Bentuk : Bulat Bentuk : Bulat Bentuk : Bulat

Warna : Kuning Warna : Kuning Warna :Kuning


kehijauan kehijauan
Tekstur :
Tekstur : Keras Tekstur : Lembek Lembek, kulit
keriput

- Luka suhu dingin Bentuk : Bulat Bentuk : Bulat Bentuk : Bulat

Warna : Hijau muda Warna : Hijau muda Warna : Hijau


kecoklatan
Tekstur : Agak keras Tekstur : Agak lembek
Tekstur :
sedikit lunak

Kentang - Tanpa luka suhu Bentuk : lonjong Bentuk : lonjong Bentuk :


kamar lonjong
Warna : coklat muda Warna : coklat
Warna : coklat
Tekstur : agak keras Tekstur : keras
Tekstur :
sedikit lunak
- Tanpa luka suhu Bentuk : lonjong Bentuk : lonjong Bentuk :
dingin lonjong
Warna : coklat muda Warna : coklat, muda
Warna : coklat
Tekstur : keras Tekstur : keras tua

Tekstur : lunak

- Luka suhu kamar Bentuk : lonjong Bentuk : lonjong Bentuk :


lonjong
Warna : coklat muda Warna : coklat tua
Warna : coklat
Tekstur : agak keras Tekstur : lebih lembek tua

Tekstur : lebih
lunak

- Luka suhu dingin Bentuk : lonjong Bentuk : lonjong Bentuk :


lonjong
Warna : coklat muda Warna : coklat
Warna : coklat
Tekstur : keras Tekstur : agak lembek
Tekstur : agak
lunak

Tabel 2.1 Hasil Pengamatan Susut Berat

Bahan Kondisi penyimpanan Hari ke- Berat Berat Susut


awal (g) akhir (g) berat (%)

Apel - Tanpa luka suhu 4 84,16 82,12 2,04


kamar
7 82,12 79,12 2,83

- Tanpa luka suhu 4 77,65 77,42 0,23


dingin
7 77,42 77,34 0,08

- Luka suhu kamar 4 78,90 77,21 1,69

7 70,47 70,03 0,44

- Luka suhu dingin 4 77,47 77,13 0,34

7 79,14 78,01 1,13

Kentang - Tanpa luka suhu 4 70,73 70,47 0,26


kamar
7 70,47 70,03 0,44
- Tanpa luka suhu 4 79,28 79,14 0,14
dingin
7 79,14 78,01 1,13

- Luka suhu kamar 4 59,63 59,05 0,54

7 59,05 58,70 0,35

- Luka suhu dingin 4 66,68 66,25 0,43

7 66,25 65,36 0,89

Hasil Perhitungan
PEMBAHASAN

Komoditi hasil pertanian setelah dipanen tetap mengalami proses fisiologis seperti respirasi
dan transpirasi. Adanya aktivitas fisiologis pada hasil pertanian menyebabkan komoditi hasil
pertanian terus mengalami perubahan yang tidak dapat dihentikan, hanya dapat diperlambat sampai
batas tertentu. buah dan sayur setelah dipanen tetap mengalami respirasi dan transpirasi, serta akan
lebih cepat laju respirasi dan transpirasi apabila terdapat kerusakan mekani ( Utami, 2002).

Bahan- bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah apel tanpa dilukai,apel dilukai dan
kentang tanpa dilukai serta kentang yang dilukai. Kemudian ditaruh dalam dua kondisi suhu atau
ruangan yang berbeda yaitu pada suhu kamar dan suhu dingin. Kemudian diukur parameter fisik
seperti warna,tekstur,bera dan susut beratnya yang dilakukan pada hari ke 0 ke 3 dan hari ke 7. Apel
dan kentang tergolong dalam buah dan sayur klimakterik, dimana pada suhu optimumnya akan
terjadi laju respirasi yang sangat tinggi sehingga proses pematangan dan kerusakan akan cepat
terjadi. Namun, buah apel dan kentang walaupun termasuk golongan klimakterik, laju respirasinya
terbilang rendah, karena memiliki sifat dormain. Berbeda dengan buah non klimakterik yang tidak
melakukan respirasi, melainkan mengalami penurunan produksi CO2.

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan didapatkan bahwa apel yang Tanpa dilukai
yang disimpan pada sushu kamar mengalami perubahan warna dari kuning menjadi kuning
kecoklatan pada hari ke 7 penyimpanan dan tekstur yang semakin melunak seiring dengan lamanya
penyimpanan. Sedangkan susut beratnya mencapai 2,04 % dari hari ke 0 samapi hari ke 3 serta 2,83
% dari hari ke 3 sampai hari ke 7. Sedangakan untuk yang disimpan pada sushu dingin mengalami
perubahan bentuk di hari ke 7 yaitu dari bulat menjadi agak lonjong,dan warna menjadi kuning yang
semula kuning kehijauan.Serta mengalami penurunan tekstur dan berat walaupun dalam jumlah
kecil. Kemudian mengalami susut bobot sebesar 0,23 % dari hari ke 0 ke hari ke 3 dan 0,08 % dari
hari ke 3 hingga hari ke 7. Untuk apel yang dilukai dan disimpan pada sushu kamar tidak mengalamai
perubahan bentuk hingga hari ke 7 namun mengalami perubahan warna menjadi kuning dari warna
kuning kehijauan. Serta mengalami perubahan tekstur menjadi lebih lunak dan berat yang relatif
banyak serat susut sebesar 1,69 % dari hari ke 0 sampai hari ke 3 dan 2,18 dari hari ke 3 hingga hari
ke 7. Sedangkan untuk yang disimpan pada suhu dingin memiliki bentuk yang tetap juga namunm
mengalami perubahan warna dari hijau muda menjadi hijau kecoklatan di hari terakhir penyimpanan
dan perubahan tekstur yang terjadi tidak menetu atau naik turu dan susut bobotnya sebesar 0,34 %
pada hari ke 0 hingga hari ke 3 dan 0,28 % dari hari ke 3 hingga hari ke 7.

Sedangkan pada pengamatan kentang, untuk kentang tanpa dilukai dan disimpan pada suhu
kamar umumnya dapat mempertahankan bentuk dan warnanya hingga hari terakhir
penyimpanan,namun mengalami perubahan berat dan tekstur menjadi lebih lunak seiring dengan
lamanya penyimpanan. Selain itu ,juga mengalami susut bobot sebesar 0,26 % dari hari ke 0 sampai
hari ke 3 penyimpanan dan 0,44 % dari hari ke 3 hingga hari ke 7. Sedangkan untuk yang disimpan
pada suhu dingin mampu mempertahankan bentuknya namun warna berubah dari coklat muda
menjadi coklat tua pada hari ke 7 penyimpanan dan mengalami sedikit peningkatan tekstur menjadi
lebih keras namun berat semakin berkurang hingga didapat nilai susut bobotnya sebesar 0,14 % dari
hari ke 0 hingga ke 3 serta 1,13 % dari hari ke 3 hingga hari ke 7 penyimpanan. Kemudian untuk
kentang yang dilukai dan disimpan pada sushu kamar mampu mempertahankan bentuk namun
mengalami perubahan warna dari coklat menjadi coklat tua di hari ke 7 dan mengalami penurunan
tekstur juga seiring dengan lamanya penyimpanan.Susut bobot sebesar 0,58 % dari hari ke 0 hingga
hari ke 3 dan 0,35 % dari hari ke 3 hingga hari ke 7. Sedangkan untuk yang disimpan pada sushu
dingin juga mmpu mempertahankan betuknya namun berubah warna dari coklat menjadi coklat
muda sejak hari ke 3 serta penurunan tekstur dan berat dalam jumlah kecil. Susut bobotnya sebesar
0,43 % dari hari ke 0 hingga hari ke 3

Dan 0,83 % dari hari ke 3 hingga hari ke 7.

Penyimpanan apel dan kentang pada suhu rendah atau dingin, akan memperlambat proses
respirasi dan transpirasi di bandingkan dengan penyimpanan pada suhu kamar, karena pada suhu
rendah senyawa-senyawa air didalam bahan akan membeku secara perlahan, serta asupan oksigen
yang kurang. Suhu rendah atau cooling merupakan salah satu cara untuk memperpanjang masa
simpan komoditi hasil pertanian. Penyimpanan pada suhu ruang (dibiarkan sesuai dengan suhu
lingkungan) menyebabkan penurunan mutu fisik-organoleptik dan mutu nilai gizi sangat cepat yang
diikuti dengan proses pembusukan. Sementara susut bobot lebih tinggi terjadi pada suhu ruang dan
suhu berfluktuasi, dibandingkan dengan suhu dingin yang dipertahankan stabil. Kehilangan air akibat
penguapan yang terjadi terus menerus, mengakibatk an produk mengalami susut bobot Winarno
(2002 ). Air didalam bahan pada suhu rendah akan membeku secara perlahan, sehingga
menghambat respirasi dan transpirasi serta menghambat pertumbuhan mikroorganisme pathogen
yang mampu merusak bahan. Apel atau kentang yang mengalami kerusakan mekanis seperti
luka akan mempercepat terjadinya penyusutan berat bahan. Hal ini dikarenakan jaringan kulit pada
bahan sudah tidak berfungsi dengan baik, atau sifat semipermeabel jaringan sudah tidak selektif lagi,
sehingga air dalam bahan dengan mudah keluar atau teruapkan. Proses transpirasi ini akan berjalan
cepat apabila dalam keadaan optimumnya ( Aksi, 2000 ).

Pada hasil praktikum terdapat hasil yang kurang sesuai seperti perubahan tekstur yang tidak
menentu yang mungkin disebabkan karena tingakat kekuatan dari orang yang melakukan penetro
tidak konsisten. Sedangkan susut bobot yang cendrung lebih besar untuk apel yang tidak dilukai,
padahal apel yang dilukai akan cendrung lebih cepat menyusust daripada yang tidak dilukai. Hal ini
bisa saja disebabkan karena kesalahan dalam penaruhan bahan didalam kulkas karena bahan-bahan
yang simpan semuanya ditumpuk tumpuk akibat dari keterbatasan tempat didalam kulkas yang
dapat menyebabkan kerusakan mekanis.

Faktor yang dapat menurunkan susut bobot bahan pangan adalah disebabkan oleh
tingginya suhu penyimpanan sehingga meningkatkan laju transpirasi dan respirasi Selain itu,
penurunan bobot disebabkan oleh serangan jamur pada pada bahan yang menyebabkan bahan
menjadi keriput dan busuk, dan gesekan dari media penyimpanan juga dapat me nyebabkan luka
pada komoditas sehingga dapat mempercepat laju respirasinya. Susut bobot selama penyimpanan
merupakan salah satu parameter mutu yang mencerminkan tingkat kesegaran bahan. Tingkat
kesegaran buah dipengaruhi oleh susut bobot. Semakin tinggi susut bobot, maka tingkat
kesegarannya semakin berkurang dan mutunya menjadi menurun ( Dwiari, 2008 ).
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut
:

1. Komoditi hasil pertanian setelah dipanen tetap mengalami proses fisiologis seperti respirasi dan
transpirasi
2. Penyimpanan apel dan kentang pada suhu rendah atau dingin, akan memperlambat proses respirasi
dan transpirasi.
3. kerusakan mekanis seperti luka akan mempercepat terjadinya penyusutan berat bahan
4. Tingkat kesegaran buah dipengaruhi oleh susut bobot. Semakin tinggi susut bobot, maka tingkat
kesegarannya semakin berkurang dan mutunya menjadi menurun
5. Suhu rendah atau cooling merupakan salah satu cara untuk memperpanjang masa simpan komoditi
hasil pertanian
Komentar

Diberdayakan oleh Blogger

Gambar tema oleh Galeries

kholida 13

Kunjungi profil

Arsip

Laporkan Penyalahgunaan

laporan fisiologi dan teknologi pasca panen

Anda mungkin juga menyukai