PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Bronkitis kronis adalah suatu inflamasi pada bronkus yang sifatnya menahun
(berlangsung lama) dan disebabkan oleh berbagai faktor, baik yang berasal dari
luar bronkus maupun dari dalam bronkus itu sendiri. Bronkitis kronis itu sendiri
ditandai dengan produksi mukus trakeobronkial yang berlebihan, sehingga
menimbulkan batuk dengan ekspektorasi sedikitnya 3 bulan dalam setahun dan
paling sedikit 2 tahun secara berturut-turut.
Dewasa ini diperkirakan 16,2 juta orang Amerika menderita bronkitis kronis.
Insiden tersebut meningkat 45% sejak tahun 1950 sampai sekarang dan
merupakan penyebab kematian terbanyak keempat. Pada bronkitis kronis
menyerang pria dua kali lebih banyak daripada wanita, disebabkan karena pria
adalah perokok berat tetapi insiden pada wanita meningkat 60% sejak tahun
1950 sampai sekarang dan diperkirakan akibat perilaku merokok yang
dilakukan.
1
Bronkitis kronis sering terjadi pada para perokok dan penduduk di kota-
kota yang dipenuhi kabut asap. Beberapa penelitian menunjukan bahwa 20%
hingga 25% laki-laki berusia antara 40 hingga 65 tahun mengidap
penyakit ini.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
3
tuberkulosis berhubungan dengan obstruksi jalan napas pada usia lebih dari
40 tahun.
c. Polusi udara
Berbagai macam partikel dan gas yang terdapat di udara sekitar dapat
menjadi penyebab terjadinya polusi udara. Ukuran dan macam partikel
akan memberikan efek yang berbeda terhadap timbulnya dan beratnya
penyakit.
d. Genetik
PPOK merupakan penyakit poligenik dan contoh klasik dari interaksi gen-
lingkungan. Faktor risiko genetik yang paling sering terjadi adalah
kekurangan -1 antitrypsin sebagai inhibitor dari protease serin.
2.3 Patofisiologi
4
proses inflamasi tersebut. Aktivasi makrofag menghasilkan TNF-α dan
berbagai mediator inflamasi lainnya serta protease sebagai respons terhadap
asap rokok dan polutan. Mediator inflamasi tersebut sebagian bersifat kemokin
dan bertanggung jawab terhadap kemotaktik dan aktivasi sel neutrofil.
Selain makrofag, sel limfosit T dan neutrofil berperan pada inflamasi ini
sehingga terjadi berbagai mediator dan sitokin (perforin, granzyme-B, TNF-α
oleh limfosit T dan II-8, LTB4, GM-CSF oleh neutrofil) yang saling berinteraksi
dan menimbulkan proses inflamasi kronik. Neutrofil yang teraktivasi meningkat
terbukti pada sputum dan cairan BAL penderita PPOK ataupun bronkitis kronis
dan semakin meningkat pada saat eksaserbasi akut. Peran nuertrofil pada
bronkitis kronis adalah berkontribusi pada hipersekresi mukus melalui
produknya metease-protease dan juga destruksi parenkim pada PPOK.
Neutrofil mengeluarkan elastase dan proteinase-3 yang merupakan mediator yang
poten untuk merangsang produksi mukus sehingga terlibat dalam
hipersekresi mukus yang kronik.
• Faktor hemotaktik
5
saluran napas bawah. Imunoglobulin (Ig) A sekretori merupakan Ig yang
berperan pada saluran napas disebabkan fungsinya sebagai barier pada epitel
saluran napas mencegah penetrasi antigen ke dalam mukosa selain fungsi
sebagai antibodi pada umumnya kecuali tidak untuk merangsang komplemen
aktivasi sebagaimana peran IgG.
1. Aliran darah dan aliran udara ke dinding alveoli yang tidak sesuai.
Sebagian alveoli terdapat aliran darah yang adekuat tetapi sedikit aliran
udara dan sebagian tempat lain sebaliknya.
2. Menurunnya aktivitas sistem respirasi terutama pada otot-otot paru
sehingga terjadi hiperinflasi dan penyempitan jalan napas, menimbulkan
hipoventilasi dan tidak cukupnya udara ke alveoli yang menyebabkan
CO2 darah meningkat dan O2 dalam darah berkurang.
6
Mekanisme patofisiologi pada bronkitis kronis sangat kompleks, berawal dari
rangsang toksik pada jalan napas yang menimbulkan 4 hal besar yaitu inflamasi
jalan napas, hipersekresi mukus, disfungsi silia, dan rangsangan refleks vagal.
7
2.5 Diagnosis
Gejala dan tanda bronkitis kronik sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala,
gejala ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan jelas
dan tanda inflasi paru. Penderita bronkitis kronik akan datang ke dokter dan
mengeluhkan sesak napas, batuk-batuk kronik, sputum yang produktif, serta
adanya riwayat faktor resiko. Sedangkan bronkitis kronik ringan dapat tanpa
keluhan atau gejala.
Adanya riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala
pernapasan. Riwayat terpajan zat iritan di tempat kerja juga sering ditemukan.
Kemudian adanya riwayat penyakit pada keluarga dan terdapat faktor
predisposisi pada masa anak, misalnya berat badan lahir rendah, infeksi saluran
napas berulang dan lingkungan asap rokok dan polusi udara. Kemudian adanya
batuk berulang dengan atau tanpa dahak dan sesak dengan atau tanpa bunyi
mengi. Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik, pada inspeksi didapati pursed
- lips breathing atau sering dikatakan mulut setengah terkatup atau mulut
mencucu. Lalu adanya barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal
sebanding). Pada saat bernapas dapat ditemukan penggunaan otot bantu napas
dan hipertropi otot bantu napas. Pelebaran sela iga dan bila telah terjadi gagal
jantung kanan terlihat denyut vena jugularis leher dan edema tungkai serta
adanya penampilan pink puffer atau blue bloater. Pada saat palpasi didapati
8
stem fremitus yang lemah dan adanya pelebaran iga. Pada saat perkusi akan
didapati hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar
terdorong ke bawah. Auskultasi berguna untuk mendengar apakah suara napas
vesikuler normal, atau melemah, apakah terdapat ronki atau mengi pada
waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa, ekspirasi memanjang dan bunyi
jantung terdengar jauh.
Uji bronkodilator
Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada
gunakan APE meter. Setelah pemberian bronkodilator inhalasi
sebanyak 8 hisapan, 15-20 menit kemudian dilihat perubahan nilai
9
VEP1 atau APE <20% nilai awal dan <200ml. Uji bronkodilator
dilakukan pada PPOK stabil.
2. Darah rutin
Hb, Ht, leukosit
3. Radiologi
Foto thoraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakir
paru lain. Pada bronkitis kronik biasanya gambaran radiologi terlihat
normal, atau terdapat corakan bronkovaskuler bertambah pada 21%
kasus.
2.7 Penatalaksanaan
1. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada
bronkitis kronis stabil. Karena merupakan penyakit kronis yang ireversibel
dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas
dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru.
Tujuan edukasi:
Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan
Melaksanakan pengobatan yang maksimal
Mencapai aktivitas optimal
Meningkatkan kualitas hidup
Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat
penyakit, tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural, dan kondisi ekonomi
pasien.
10
Cara pencegahan perburukan penyakit
Menghindari pencetus
Penyesuaian aktivitas
2. Obat-obatan
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator
dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan
bentuk obat diutamakan inhalasi, nebulizer tidak dianjurkan pada
penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberiaan
obat lepas lambat atau obat berefek panjang.
Macam-macam bronkodilator:
- Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai
bronkodilator juga mengurangi sekresi mukus (maksimal 4 kali
perhari).
- Golongan agonis -2
Bentuk inhaler digunakan mengatasi sesak, peningkatan jumlah
penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai
obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek
panjang. Bentuk nebulizer dapat digunakan untuk mengatasi
eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang.
Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
- Kombinasi antikolinergik dan agonis -2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek
bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang
berbeda. Disamping itu penggunaak obat kombinasi lebih sederhana
dan mudah digunakan.
- Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan jangka penjang,
terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer
11
untuk mengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikan bolus atau drip
untuk mengatasi eksaserbasi akut.
- Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka
panjang bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan
VEP1 pascabronkodilator meningkat >20% dan minimal 250ml.
Digunakan pada PPOK stabil mulai derajat III dalam bentuk
glukokortikoid, kombinasi LABACs dan PDE-4.
- Antibiotika
Untuk mengobati infeksi bakterial yang mencetuskan eksaserbasi.
- Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup,
digunakan N-asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan
eksaserbasi sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.
- Mukolitik
Hanya diberikan pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat
perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronis dengan sputum
kental (misalnya ambroksol, erdostein). Mengurangi eksaserbasi pada
PPOK bronkitis kronis, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian
rutin.
20 µgr 3 - 4 x/hari
12
Inhalasi Agonis ß2 Fenoterol 2 - 4 semprot
100µgr/semprot → 3 - 4 x/hari
Terbutalin 2 - 4 semprot
0,5µgr/semprot → 3 - 4 x/hari
Prokaterol 2 - 4 semprot
10µgr/semprot → 3 x/hari
Kombinasi terapi Ipratropium bromid 2 - 4 semprot
400µgr/semprot 2400µgr/hari
13
Sebaiknya pemberian Flutikason 125 - 250µgr →
kortikosteroid inhalasi
dicoba bila mungkin untuk 125µgr/semprot 2x/hari maks
memperkecil efek samping
1000µgr/hari
14
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Bronkitis kronik adalah kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik
berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya 2 tahun berturut-
turut, tidak disebabkan penyakit lainnya.
Gejala dan tanda bronkitis kronik sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala,
gejala ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan jelas
dan tanda inflasi paru. Penderita bronkitis kronik akan datang ke dokter dan
mengeluhkan sesak napas, batuk-batuk kronik, sputum yang produktif, serta
adanya riwayat faktor resiko. Sedangkan bronkitis kronik ringan dapat tanpa
keluhan atau gejala.
15
DAFTAR PUSTAKA
Sutoyo, D., K., 2014. Bronkitis kronis dan Lingkaran yang tak Berujung
Pangkal (Vicious Circle). Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran
Respirasi FKUI – SMF Paru RSUP Persahabatan Jakarta
Soeroto, A., Y & Suryadinata, H., 2014. Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Divisi
Respirologi dan Kritis Respirasi RS Dr Hasan Sadikin FK UNPAD
16