Anda di halaman 1dari 73

PENATALAKSANAAN

DI BIDING llMU PENYAKIT DALAM


PANDUAN
PRAKTIK
KLINIS

Artritis Reumatoid . . .
Artritis Gout Dan Hiperurisemia .. . .. . ..
Artritis Septik.... . .
ARTRITIS REUMATOID

PENGERTIAN
Artritis reumatoid (AR) adalah penyakit autoimun yang ditandai oleh inflamasi
sistemik kronik dan progresif dimana sendi merupakan target utama selain organ
lain, sehingga mengakibatkan kerusakan dan deformitas sendi, bahkan disabilitas
dan kematian. Walaupun etiologi yang sebenarnya belum dapat diketahui dengan
pasti, ada beberapa faktor yang diperkirakan berperan dalam timbulnya penyakit ini
seperti kompleks histokompatibilitas utama kelas 11 dan faktor infeksi seperti virus
Epstein Barr (EBV).1

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anamnesis 1•2
• Radang sendi (merah, bengkak, nyeri) umumnya menyerang sendi-sendi kecil,
lebih dari empat sendi (poliartikular) dan simetris.
• Kaku pada pagi hari yang berlangsung lebih dari 1 jam atau membaik dengan
beraktivitas
• Terdapat gejala konstitusional seperti kelemahan, kelelahan, anoreksia, demam
ringan

Pemeriksaan Fisik
Dalam keadaan dini AR dapat bermanifestasi sebagai palindromic rheumatism yaitu
timbulnya gejala monoartritis yang hilang timbul antara 3-5 hari dan diselingi masa
remisi sempurna sebelum bermanifestasi sebagai AR yang khas. AR awal juga dapat
bermanifestasi sebagai pauciarticular rheumatism yaitu gejala oligoartikuler yang
melibatkan 4 persendian atau kurang. Kedua gambaran ini seringkali menyulitkan
1
dalam menegakkan diagnosis AR dalam masa dini.

Panduan Prakllll llllnls


M,mpun.on���;,krto.laml�
@ Panduan Praktlll "·
.. Kllnls Reumatologi

. . .. .. .

label 1. Kelainon yang Ditemukan pada Pemeriksaan Fisik 1•2

Artlkular Ekslra Artlkular



• Tonda kardinal intlomosl pada sendi, sendi yang • Nodul reumatoid

I terkena umumnya adalah metakarpofalangeal.


pergelangan tangan don interfalang prokslmal
Deformitas sendi (deformitas leher angsa,
• Skleritis, episkleritis
• Kelainan pada pemeriksaan paru don
atau jantung
deformitas boutonniere, deformitas kunci piano,
deviasi ulna, deformitas Z-thumb. artritis mutilans, • Splenomegali
hal/ux va/gus) • Vaskulitis
• Ankilosis tulang

Pemeriksaan Penunjang2•3
• Darah perifer lengkap: anemia, trombositosis
• Rheumatoid Factor (RF), anti-cyclic citrullinated peptide antibodies (ACPA/anti-
CCP /anti-CMV)
• Laju endap darah atau C-reactive protein (CRP) meningkat
• Fungsi hati, fungsi ginjal
• Ana!isis cairan sen di (peningkatan leukosit > 2.000 /mm3 ).
• Pemeriksaan radiologi (foto polo/sUSG Doppler): gambaran dini berupa
pembengkakan jaringan lunak, diikuti oleh osteoporosis juxta-articular dan erosi
pada bare area tulang.
• Biopsi sinovium/nodul reumatoid.

label 2. Kriteria Diagnosis Artritis Reumatoid berdasorkan ACR 2010 4

Kriterio diagnosis diperiksakan poda pasien dengan keluhan sinovitis yang jelas (minimal satu sendi)
don keluhon sinovitls tidak dijelaskan lebih baik dengan penyakit lain
Tambahkan seluruh skor poda kotegori A-D. pasien dengan skor >6/10 diperlukan untuk dimasukkon
dalam ktasifikasi pasien yang memiliki ortritis reumatoict.•
A. Keterlibatan sendr" Satu sendi besar ••• 0
2 - 1 O sendi besar
1 - 3 sendi kecfl'"?" dengan atau tanpa
keterlibatan sendi besar 2
4 - 10 sendi kecil dengan atau tanpa
keterlibatan sendi besar 3
> 1 O sendi . minimal satu sendi kecil s
B. Serologi (minimal l pemeriksaan untuk RF negatif don ACPA negatif 0
dimasukkan dalam klcsiftkosf]" RF positif lemah atau ACPA positif lemah 2
RF positif kuot atau ACPA positif kuat 3
C. Protein fase akut {minimal CRP normal don LED normal 0
pemeriksaan untuk dimasukkan CRP abnormal atau LED abnormal
dalam klasifikasi)•11
D. Lama gejala'•• <6 minggu 0
2:_6 minggu
Artritis Reumatoid

Keterangan:
• Waiau pun skor posien <6/1 O tidok dionggap menderita artritis reumotoid, okon tetopi status mereka dopa!
diniloi ulang don kritenc dopa! dipenuhi secoro kumulatif sepanjang waktu
Keterliboton sendi merujuk pada odonyo pembengkakan atau rasa nyeri sendi podo pemeriksoon
yang diKonfirmosi dengon gamboran sinovitis podo pencitroon. Sendi interfalangeal distal.
korpometokarpofolongeol pertomo don metotarsofalangeal pertamo lidok dionggop bermokno. Kotegori
sendi yang terlibal berdasarkon podo lokosi don jumloh sendi yang terlibot dengon
Sendi besor merujuk podo bahu, slku. paho, lutuf don pergelongon kaki
•••• Sendi kecil merujuk podo sendi metokorpofalangeol. interfolongeol proksimcl. metotorsofolongeot
duo hinggo limo. interfolangeol ibu [en. pergelongon tongon don sendi-sendl tidok spesifik seperf
temporomondibulor, okromioklovikulor. sternoklovikulor
Niloi negolif merujuk podo niloi IU lebih kecil otou soma dengon niloi bolos alas normal unluk loborotorium,
positif lemoh merujuk podo niloi JU lebih linggi dori niloi botos alas normal nomun � 3 koli bolos atos niloi
normal, positif kuot merujuk podo niloi IU >3 kali bolos alas niloi normal. Apobilo pemeriksoon foktor
reumotoid honyo terdiri dori positif don negotif. moko niloi positif dionggop sebogoi positif lemah. ACPA=
anti citrulinated protein antibody
•• Nitai normal memakoi potokon nilai loborotorium setempat
Durosi gejala odoloh durasi posien mengolami keluhan sinovitis yang dinilai secara klinis podo soot
pemeriksoan
•ACR: American College of Rheumafo/ogy

ACR juga menilai sensitivitas dan spesifisitas baik dari pemeriksaan fisik atau
pemeriksaan penunjang guna mengarah pada diagnosis AR.

label 3. Sensitivitas don Speslflsitas Pemeriksaan'


Kriterla ACR SensHMlas (%) Speslflsllas (%)

Kaku pagi hari 68 65


Artritis >3 tahun 80 43
Artritis sendi tangan 81 46
Artritis simetris 77 37
Nodul reumatoid 3 100
Faktor reumatoid 59 93
Perubahan radlologis 22 98

DIAGNOSIS BANDING
Lupus eritematosus sistemik, gout, osteoartritis, spondiloartropati seronegatif,
sindrom Sjogren'·'

TATALAKSANA
Nonfarmakologis
Edukasi, proteksi sen di pada stadium akut, foot orthotic/splint (jika perlu), terapi
spa, latihan fisik ( dynamic strength training) 30 men it setiap latihan 2-3 kali seminggu
dengan intensitas sedang, suplemen minyak ikan, suplemen asam lemak esensial.2• 4
@ .
Panduan Praktik IUlnls Reumatologi

Farmakologis '·'·'
• Disease modifying anti rheumatic drugs (DMARD) konvensional: MTX,
hidroksiklorokuin atau klorokuin fosfat, sulfasalazin, leflunomid, azatioprin,
siklosporin
• Agen biologik: infliksimab, etanersep, tocilizumab, golimumab, adalimumab
• Glukokortikoid
• OAlNS: non-selektif a tau selektif COX-2

label 4. Dosis Obat untuk Penatalaksanaan Artritis Reumatold (DMARD konvensional)'


NomaObat Oosls Obats
Metotreksat Oral: 7.5-25 mg setiap minggu
Sulfasolozin Oral: 500 mg setiap hari lalu noikkon sompai
maksimal 3 g setiap hori.
Anti malaria Hidroksikloroquin Oral: 400-600 mg/hari

Kloroquin sulfat Oral 250 mg/hari

Pirimidin. synthesis inhibitors Lenunomide Dosis: 20 mg/hari; jika tidak dopat menfoleronsi,
10 mg/hori.
Azatioprin Oral: 50-100 mg/hari, sampai maksimal 2.5 mg/
kg/hon.
Alkyfating agents Siklofosfamid Oral: 50-100 mg setiap hari lolu naikkon sampai
moksimol 2.5 mg/kg/hari
Sildosporin Oral 2.5-5 mg/kg/hon

Terapi Bedah
Dilakukan bila terdapat nyeri berat yang berhubungan dengan kerusakan sen di
yang ekstensif, nyeri persisten pada sinovitis yang terlokalisasi, keterbatasan gerak
yang bermakna atau keterbatasan fungsi yang berat, kompresi saraf dan adanya
ruptur tendon'>

KOMPLIKASI
Anemia, komplikasi kardiak, gangguan mata, pembentukan fistula, peningkatan
infeksi, deformitas sendi tangan, deformitas sen di lain, komplikasi pernapasan, nodul
reumatoid, vaskulitis, komplikasi pleuroparenkimal primer dan sekunder, komplikasi
akibat pengobatan.6
Osteoporosis lebih sering terjadi pada penderita AR yang berkaitan dengan
aktivitas penyakit AR dan pemakaian glukokortikoid, sehingga perlu terapi terhadap
pencegahan osteoporosis dan patah tulang.
Artritis Reumatoid

PROGNOSIS
Kriteria remisi pada artritis reumatoid dapat menggunakan ACR/EULAR yaitu
apabila pasien memenuhi seluruh kriteria berikut:2
1. Jumlah sendi yang nyeri s 1
2. Jumlah sendi yang bengkak s. 1
3. Nilai CRP s lmg/dL
4. Penilaian global pasien s.1 (dalam skala O - 10)
Sejumlah 10% pasien yang memenuhi kriteria AR akan mengalami remisi spontan
dalam 6 bulan. Akan tetapi kebanyakan pasien akan mengalami penyakit yang persisten
dan progresif. Tingkat kematian pad a AR dua kali lebih besar dari populasi umum dengan
penyakit jantung iskemik yang menjadi penyebab utama kematian terbanyak diikuti
dengan infeksi. Median harapan hid up lebih pendek dengan rata-rata 7 tahun untuk laki-
laki dan 3 tahun untuk perempuan dibandingkan populasi kontrol.1•2

UNITY ANG MENANGANI


• RS pendidikan : Departemen llmu Penyakit Dalam - Divisi Reumatologi
• RS non pendidikan : Departemen llmu Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
• RS pendidikan : Semua Sub-Bagian Di Lingkungan Departemen llmu Penyakit
Dalam, Departemen Ortopedi, Departemen Rehabilitasi
Medik
• RS non pendidikan : Bagian Ortopedi, Bagian Rehabilitasi Medik

REFERENSI
1. Suarjana L Artritls reumatoid. In: Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi L Simadibrata M, Setiati S, editors.
Buku ajar ilmu penyakit dalam. S1h ed. Jakarta; Pusat lnformasi don Penerbitan Bagian llmu
Penyokit Dolam FKUI. 2009:2495 -513
2. Shah A, StClair E. Rheumatoid arthritis. In: Fauci A. Kasper D, Longo D. Braunwald E. Hauser S,
Jameson J, Loscalzo J, editors. Harrison's principles of internal medicine. l 81h ed. United States of
America; The McGraw-Hill Companies, 2012: 2738 - 52
3. Mercier Lannie R. Rheumatoid Arthritis. In: Ferri: Ferri's Clinical Advisor 2008, 10th ed. Mosby. 2008.
4. Aletoha C, Neogi T, Silmon A, Funovits J, Felson D, Bingham C, et al. 2010 rheumatoid arthritis
classification criteria. Arthritis & Rheumatism. 2010:62(9): 2569-81
5. Beers MH, Berkow R, editors.Crystal-Induced Conditions. In: The Merck Manual of Diagnosis and
Therapy 17th ed.
6. USA: Merck Research Laboratories, 1999. p 460 - 4.
7. Hellmann D, Imboden J. Musculosceletal and immunologic disorders. In: McPhee S. Papadakis
M, Rabow M, editors.
8. Current medical diagnosis and treatment 2011. 50'h ed. California; The McGraw-Hill Education.
2010:779-840.
r

ARTRITIS GOUT DAN HIPERURISEMIA

PENGERTIAN
Hiperurisemia adalah meningkatnya kadar asam urat darah diatas normal (pria
>7 mg/dL, wanita >6 mg/dL) yang bisa disebabkan oleh peningkatan produksi asam
urat, penurunan ekskresi asam urat pada urin, atau gabungan keduanya. Hiperurisemia
yang berkepanjangan dapat menyebabkan gout, namun tidak semua hiperurisemia
menimbulkan patologi berupa gout.'
Gout atau pirai adalah penyakit metabolik yang sering ditemukan pada laki-laki
> 40 tahun dan perempuan pasca menopause, karena penumpukan kristal monosodium
urat (MSU) pada jaringan akibat dari hiperurisemia. Biasanya ditandai dengan episode
artritis akut dan kronis, pembentukan tofus, serta risiko untuk deposisi di interstitium
ginjal (Nefropati) dan saluran kemih (nefrolitiasis).1
Artritis gout adalah peradangan akut yang he bat pada jaringan sendi disebabkan
oleh endapan kristal-monosodium urat dan mengakibatkan satu atau beberapa
manifestasi klinik. 2•3

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Diagnosis Hiperurisemia
Anamnesis
Perjalanan alamiah gout terdiri dari tiga periode yaitu: periode hiperurisemia
tan pa gejala klinis, episode artritis gout akut diselingi interval tan pa gejala klinis, dan
artritis gout kronis. Serangan artritis gout akut yang pertama paling sering mengenai
tungkai bawah (80-90% kasus) umumnya pada sendi metatarsofalangeal I (MTP I)
yang secara klasik disebut podagra, onsetnya tiba-tiba, sendi terkena mengalami
eritema, hangat, bengkak dan nyeri tekan, serta biasanya disertai gejala sistemik,
seperti dernarn, menggigil, dan malaise.'·'
Pada beberapa pasien hanya mengalami satu kali episode serangan akut, namun pasien
pada umumnya akan mengalami serangan artritis akut kedua dalam 6 bu Ian sampai dengan
2 tahun. Serangan akut artritis berikutnya dapat mengenai beberapa sendi, menyebar

Panduan Praktlk Kllnls


� Ookttr � �ab!. Da�m 11\don&i
Artritis Gout dan Hiperurisemia

ke tungkai atas terutama lengan dan tangan. Serangan akut artritis yang tidak terobati
dengan baik akan mengakibatkan artritis gout kronis yang ditandai destruksi kronis
beberapa sendi yang telah sering mengalami serangan akut, disertai inflamasi ringan pada
sendi, deformitas sendi dan terdapat tofi (kristal MSU dikelilingi sel mononuklear dan sel
raksasa). artritis gout Kronis berkembang dalam 5 tahun dari onset pertama akut artritis
gout pada sekitar 30% pasien yang tidak terobati dengan baik. 1. 1
Anamnesis arthritis, perjalanan penyakit ditujukan untuk mencari adanya riwayat
keluarga, penyakit lain sebagai penyebab sekunder hiperurisemia, riwayat minum
minuman beralkohol, obat-obatan tertentu.1

Pemeriksaan Fisik
Keadaan sendi harus dievaluasi apakah terdapat tanda-tanda inflamasi, seperti
eritema, hangat, bengkak, dan nyeri tekan, serta tanda deformitas sendi dan tofi (tanda
khas gout). Sendi yang terkena biasanya pada tungkai bawah, umumnya pada sendi
metatarsofalangeal I (MTP !).
Faktor lain perlu juga dicari kelainan atau penyakit sekunder seperti tanda-tanda
anemia, pembesaran organ limfoid, keadaan kardiovaskular, tekanan darah, tanda
kelainan ginjal.1

Pemeriksaan Penunjang1 ·3
• Pemeriksaan darah rutin, asarn urat, kreatinin
• Ekskresi asam urat urin 24 jam
• Bersihan kreatinin
• Radiologis sendi (jika perlu)

Diagnosis Artritis Gout


Berdasarkan Kriteria ACR (American College Rheumatology), diagnosis ditegakkan
bila salah satu dari pain (A), (8) dan (CJ berikut terpenuhi. 4 •5
A. Didapatkan kristal MSU di dalam cairan sendi, atau
8. Didapatkan kristal MSU pada tofus, atau
C. Didapatkan 6 dari 12 kriteria berikut:
• lnflamasi maksimal pada hari pertama
• Serangan artritis akut lebih dari 1 kali
• Serangan artritis monoartikular
• Sen di yang terkena berwarna kemerahan
Panduan Pralllll lllnlS
Pett,,mpu,WI � � llenytbt Dal,m h1dontsol,

, Pembengkakan dan sakit pada sendi metatarsofalangeal (MTP) I


• Serangan pada sendi MTP unilateral
• Serangan pada sendi tarsal unilateral
• Tofus (atau suspek tofus)
• Hiperurisemia

, Pembengkakan sendi asimetris (radiologis)
• Kista subkortikal tanpa erosi (radiologis)

'
, Kultur bakteri cairan sendi negatif
I

I
DIAGNOSIS BANDING•
I
• Pseudogout (penimbunan kristal kalsium piro fosfat dehydrogenase/CPPD)
• Artritis septik
• Artritis reumatoid
• Palindromic rheumatism

label 1. Perbandingan Gout don Pseudogout:'


I �� Pseudogo� (CPPD)
Rosio laki-laki: perempuan 7:1 I :1.5
Kelompok Usia Laki-laki >40 tahun Lansia
Perempuan pascamenopause
Asam urat darah Meningkat Normal
Sendi yang terlibat metatarsophalongeal (MTPJ digiti I, lutut, pergelangan tangan,
insteps, lutut, pergelangan tangan, pergelangan kaki
jari, bursa olekranon.
Keterlibaton sendi MTP digiti Sering Jarang
I (podagra)
Tofus Ada Jarang, deposit mirip tofus
Temuan radiologis Erosi dengan tepi (Erosions with Chondrocalcinosis
overhanging edges)
Kristal Berbentuk jarum. birefringence Berbentuk rhomboid,
positif kuot birefringence positif lemah

TATALAKSANA
Prinsip pengelolaan hiperurisemia maupun gout, yaitu:
1. Non-farmakologis: 1.,.,
• Penyuluhan diet rendah purin (hindari jerohan, seafood)
• Hidrasi yang cukup
• Penurunan berat badan (target BB ideal)
Artritis Gout don Hiperurisemia

• Menghindari konsumsi alkohol dan obat-obatan yang menaikkan asam urat


darah ( etambutol, pirazinamid, siklosporin, asetosal, tiazid)
• Olahraga ringan
2. Farmakologis: 2
• Pengobatan fase akut:
Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) kerja cepat, baikyang non selektif
maupun yang selektif.
Kortikosteroid (glukokortikoid) per oral dosis rendah, parenteral, atau
injeksi lokal IA (seperti triamsinolon 5-10 mg untuk sendi kecil atau
20-40 mg untuk sendi besar) terutama bila ada kontraindikasi dari OAJNS.
Kolkisin dapat menjadi terapi efektif namun efeknya lebih lambat
dibandingkan OAINS dan kortikosteroid. Manfaat kolkisin lebih nyata
untuk pencegahan serangan akut, terutama pada awal pemberian obat
antihiperurisemik, dengan dosis 0,5-1 mg/hari.
Obat antihiperurisemik seperti alopurinol tidak boleh diberikan pada fase
akut kecuali pada pasien yang sudah rutin mengkonsumsinya.
• Obat antihiperurisemik:
a. Obat penghambatxantin oksidase (untuk tipe produksi berlebih), misalnya
allopurinol
b. Obat urikosurik (untuk tipe ekskresi rendah), misal probenesid,

KOMPLIKASI
Tofus, deformitas sendi, nefropati gout, gaga! ginjal, batu saluran kencing (obstruksi
dan/atau infeksi).

PROGNOSIS
Angka kekambuhan gout akut: 60% dalam satu tahun pertama; 80 % dalam 2
tahun; 90% dalam 5 tahun. Perjalanan penyakit gout akan lebih buruk bila: onset
gejala mun cul pada usia muda ( <30 tahun), serangan sering berulang, kadar asam urat
darah tinggi (tidak terkontrol), dan mengenai banyak sen di. Seki tar 20 % pasien gout
akan timbul urolitiasis dengan batu asam urat atau batu kalsium oksalat. 7

UNITY ANG MENANGANI


• RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Reumatologi
• RS non pendidikan : Departemen llmu Penyakit Dalam
(j) .
Panduan Prakdk lllnls Reumatologi

I
UNIT TERKAIT
• RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam-Divisi Ginjal Hipertensi,
Departemen Bedah Urologi, Departemen Ortopedi
• RS non pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Departemen Bedah/
Ortopedi

REFERENSI
J. Tjokorda RP. Hiperurisemia. Dalam: Sudoyo AW, et al editor. Buku Ajar llmu Penyakit Dalam jilid
II edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen llmu Penyakit Dalam FKUJ, 2006. Him 1213-7.
2. Edward ST. Artritis Pirai. Dalam: Sudoyo AW, et al editor. Buku Ajar llmu Penyakit Dalam jilid II
edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen llmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. Him 1218-20.
3. Chen Lan X. Primary Immune Deficiency Diseases. In: Longo Fauci Kasper. Harrison's Principles of
Internal Medicine l 81h edition.United States of America:Mcgraw Hill. 20 J 2
4. Schlesinger N. Diagnosis of Gout: Clinical. Laboratory, and Radiologic Findings. Am JManagCare.
2005 Nov: 11 ( I 5 suppl):s443-50.http://www.ajmc.com/publications/supplement/2005/2005- I I -vol
11-n I 5Suppl/Nov05-22 I 7pS443-S450
5. Hadi S. Gambaran Klinik don Diagnosisi Gout. Dalam:Setiyohadi B, Kasjmir YI, editor. Kumpulan
Makalah Temu llmiah Reumatologi 2010. Him 94-7.
6. Karapang K. Penatalaksanaan Artritis Gout. Dalam:Setiyohadi B, Kasjmir YI, editor. Kumpulan
Makalah Temu llmiah Reumatologi 2011. Him 17 - 21.
7. Thompson AE. Tarascon Pocket Rheumatologica. 4th ed. Massachusetts: Jones and Bartlett
Publishers. 20 I 0, p 39 - 42.
ARTRITIS SEPTIK

PENGERTIAN
Artritis septik adalah infeksi pada sendi, yang umumnya disebabkan oleh bakteri
gonokokal maupun nongonokokal. Penyakit ini disebut juga artritis bakterialis,
artritis supuratif, atau artritis infeksiosa. Penyebab nongonokokal tersering adalah
Staphylococcus aureus, diikuti oleh Streptococcus sp. Selain itu, Escherichia coli dan
Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri gram negatif paling sering ditemukan
pada dewasa. Artritis septikyang disebabkan Neisseriagonorrhoeae merupakan entitas
yang terpisah dari disseminated gonococcal infection .Faktor risiko artritis septik antara
lain adalah sebagai berikut:1 ·2
• Prostesis sendi lutut dan sendi panggul disertai infeksi kulit
, Infeksi kulit dengan prostesis
• Prostesis panggul dan lutut tanpa infeksi lutut tanpa infeksi kulit
• Umur >80 tahun
• Diabetes Melitus
• Artritis reumatoid yang mendapat imunosupresif
• Tindakan bedah persendian atau prosedur injeksi intra-artikular
Lupus eritematosus sistemik (merupakan faktor risiko ke-5 di Filipina)

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anamnesis'
, Keluhan Utama: nyeri sendi akut, nyeri tekan, hangat, gerakan terbatas, gangguan
fungsi. Pada 90% pasien umumnya hanya terkena satu sendi, yaitu sendi lutut.
Lokasi lainnya dapat juga terjadi pada sendi panggul, bahu, pergelangan tangan
atau siku meskipun lebih jarang. Selain itu, keluhan demam ditemukan pada
rentang suhu tubuh 38.3'-38.9'C (101'-102°F), namun dapat pula ditemukan
suhu tub uh yang lebih tinggi pada keadaan, seperti: artritis reumatoid, insufisiensi
renal atau hepatik, dan kondisi yang membutuhkan terapi imunosupresif.
• Riwayat Penyakit Dahulu: prostesis sendi, injeksi intra-artikular, trauma sendi.

Panduan Prakllk IDlnis


Perh,mpunan Dokt« � Peny.al,1 o.i,m 1�
Ci .
Panduan Praktlk lllnls Reumatologi

Pemeriksaan Fisik 2
Demam pada sepertiga pasien, pemeriksaan sendi yang terlibat: hangat, merah
dan bengkak. Sebagian besar kasus mengenai 1 sendi (80%-90%).

Pemeriksaan Penunjong
3
1. Evaluasi cairan Sinovial: 1·
• Dapat ditemukan cairan sinovial yang keruh, serosanguin, atau purulen.
• Jumlah sel dan diferensiasi
• Jumlah sel leukosit, yang berkisar 100,000/L (50,000-250,000/L), dengan >90%
neutrofil, merupakan karakterisitik infeksi bakteri akut. Pada Crystal-induced,
reumatoid, dan inflamasi artritis lainnya biasanya <30,000-50,000 sel/L. Sedangkan,
hitung sel 10,000-30,000/L, 50-70% neutrofil dan sisanya limfosit, merupakan
gambaran yang paling umum dari infeksi mikobakterial dan infeksi fungal.
• Pewarnaan gram dan kultur untuk antibiotik
• Organisme yangditemukan pada infeksi denganS. aureusdanstreptokokus hampir
mendekati tiga per em pat kasus dan sisa 30-50% infeksi disebabkan oleh gram-
negatif bakteri lain. Kultur cairan sinovial positif pada >90% kasus.
• Mikroskopi polarisasi untuk mengeksklusi kristal artritis.
2. Pemeriksaan darah:
Kultur darah bisa positifwalaupun kultur cairan sinovial negatif. Jumlah sel darah
putih dan diferensiasinya, protein c reaktif, laju endap darah juga dapat membantu
monitoring terapi. 1.3
3. Gambaran rontgen
Pada orang dewasa pencitraan tidak dapat digunakan sebagai alatdiagnostik artritis
septik, tetapi dapat membantu sebagai dasar penilaian kerusakan sendi. Rontgen
polos dapat digunakan untuk melihat jaringan lunak yang membengkak, pelebaran
ruangsendi, dan pergeseran jaringan oleh kapsul yang mengalami distensi. Gambaran
penyempitan ruang sendi dan erosi tulang menunjukkan bahwa telah terjadi infeksi
Ianjut dan prognosis yang buruk. Ultrasonografi dapat digunakan untuk mendeteksi
adanya efusi sendi dan bisa sebagai pemandu pada tindakan aspirasi. CT scan dan
MRI dapat digunakan untuk membantu menilai luasnya infeksi 1.3•5

DIAGNOSIS BANDING
Selulitis, bursitis, osteomielitis akut, artritis reumatoid, still disease, gout dan
pseudogout
Artritis Septik

TATALAKSANA
A. Aspirasi sendi yang adekuat1 •2
B. Pengobatan empiris dengan obatantibiotik intravena dapat dimulai setelah sampel
kultur dan jenis gram didapatkan 1·3·4·5
1. Bila pada hasil pemeriksaan gram didapatkan gram positif maka antibiotik
empirik yang dapat diberikan adalah Oxacillin atau Cefazolin
2. Bila pada hasil pemeriksaan gram didapatkan gram negatif maka antibiotik
empirik yang dapat diberikan adalah sefalosporin generasi ketiga seperti
ceftriaxon atau cefotaxim
3. Antibiotik definitifintravena diberikan sesuai dengan hasil kultur selama dua
minggu dan dilanjutkan dengan antibiotik oral selama em pat minggu.
C. Latihan sendi segera setelah infeksi teratasi untuk mencegah deformitas sendi

KOMPLIKASI
Kerusakan kartilago atau tulang, osteomielitis, syok septik, gaga! organ

PROGNOSIS
Angka mortalitas rawat inap mencapai 7-15% meski dengan penggunaan antibiotik.
Pada usia tua, angka kematian ditemukan lebih tinggi. Angka mortalitas pada pasien
dengan sepsis poliartikular dapat mencapai 30%. Dari 335 pasien yang datang ke rumah
sakit dengan artritis septik, ditemukan data angka kematian sebagai berikut: 6
0.7% dari 87 pasien dengan umur < 60 tahun
4.8% dari 206 pasien dengan umur 60-79 tahun
9.5% dari 42 pasien dengan umur > 80 tahun

UNITYANG MENANGANI
• RS pendidikan : Departemen llmu Penyakit Dalam - Divisi Reumatologi
• RS non pendidikan : Departemen llmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
• RS pendidikan : Divisi Tropik lnfeksi, Departemen llmu Penyakit Dalam,
Departemen Ortopedi, Departemen Rehabilitasi Medik,
Departemen Patologi Klinik/Departemen Mikrobiologi Klinik
• RS non pendidikan : Bagian Ortopedi, Bagian Rehabilitasi Medik, Departemen
Patologi Klinik/Departemen Mikrobiologi Klinik
@ .
Panduan Praktlk KllnlS Reumatologi

REFERENSI
1. Fischer A.Primary Immune Deficiency Diseases. In: Longo Fauci Kasper, Harrison's Principles of
Internal Medicine l81h edition.United States of America:Mcgraw Hill. 2012
2. Setiyohadi B, Tambunan A. Jnfeksi Tulang don Sendi. dalam: Sudoyo,Setiyohadi,Buku Ajar llmu
Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta. lnterna Publishing. 2011
3. McPhee, Current Medical Diagnosis and Treatment 2011. SQ1 h ed. United State of American. 201

4. Kelley. Septic arthritis. 1701·45.


5. Primer 271-6.
6. Gavet F. et al. Septic arthritis in patients aged 80 and older: a comparison with younger adults. J
Am Geriatr Soc 2005 Jul;53(7) :1210). Diunduh dori http;//www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/l 6108940
pada tanggal 3 Mei 2012.
FIBROMIALGIA

PENGERTIAN
Sindrom kronik yang ditandai dengan nyeri otot dan sendi yang menyebar luas. Sering
terkait dengan kelelahan, kesulitan tidur, gangguan kognitif, ansietas, dan depresi."?

PENDEKATAN DIAGNOSIS
Diagnosis fibromialgia ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis American College
ofRheumatology (ACR) tahun 2010 (tabel 1).3

label 1. Kriteria Diagnosis Berdasarkan ACR 2010:3


Posien memenuhi kriteria diagnosis jiko 3 kondisi berikut dipenuhi:
I. Widespread pain Index (WP!) �7 don skor skola symptom severity (SS)� atau WPJ �6 don skor skala
SS �9
2. Gejalo telah ado seloma minimal 3 bulan
3. Pasien tidak memitild penyoklt loin yang depot menjelaskan nyeri yang dio!omi
Skor
WPI: perhotikan daerah-daerah di mono posien mengalami nyeri selamo seminggu terakhir. Pada
I.
berapo banyok doeroh posien mengalami nyeri? Skar antoro Odon 19
Sahu, kiri PangguJ (bokong, lrokonter), kiri Rehang. kiri Punggung otos
Bahu. kanan Ponggul (bokong. trokanter). kanan Rehang, konon Punggung
bow oh
Lengon otos, kiri Tungkoi atas, kiri Dado Leh er
Lengon olos, konon Tungkoi etas, kanan Abdomen
Lengon bowoh, kiri Tungkai bawoh, kiri
Lengon bowoh, konon Tungkoi bowoh, kanan
2. Skor sko!o SS
a. Kelelohon
b. Tidok segor podo woklu bongun tidur
c. Gejolo kognitif
Untuk mosing-mosing dori gejolo di olos, tentukon tingkot keporohon dotom sotu minggu terokhir
menggunokon skolo berikut:
0 = tidok ado mosoloh
1 = mosoJoh minimal atou ringan. biasanyo ringon otou intermiten
2 = mosa!oh sedang, sering muncul don otou pada tingkot sedang
3 = masalah beret; pervosif. ber1c:esinambungan don mengganggu kehidupan
Mempertimbangkon gejala somatik secora umum. tentukan opai::.ah pasien memiliki:
O = tidal::. ado gejala
I = sedikil gejola
2 = gejalo dalom jumlah sedang
3 = banyok gejala
Skar skala SS adalah jumlah dari keparohan tiga gejola (k.elelahon, tidak segar pada waktu bangun tidur,
gejala kognitif) ditombah keparahan gejola somatik secoro umum. Skar akhir anlora Odon 12
•gejo!o somolik yang depot diper!1mbongkon; nyeri clot, ,mfoble bowel syndrome. kelelohon, mosoloh dolom bepikir otou
mengingot. kelemohon otot. sok1t kepclc. krom perut, bool/ kesemuton. pusing. insomnia. depresi, konshposi, nyeri perut bogion
oles, muol. gugup. nyeri dodo. pondongon kobur, demom, diore, mulut kering. gotol. mengi, fenomeno Roynoud's. berdering di
!elingo. muntoh. roso lerbokor di dodo. ulkus di mutut, hilongnyo I perubohon pengecopon, kejong. mote kering. sesok nopes.
hilongnyo nofsu mokon. ruom. sensil1f terhodop motohori, kesuriton mendengor. mudoh memor. rombut rootok. urinosi sering.
don sposme kondung kem,h

Panduan Praktik llinis


Pffll,mpunan Dolcl:t< � �yal<t o.i,,,, lr>clones,•
Panduan Prakllll lDlnls
� Dobe, Sf)tsilks Penylkrt DAii lndontsll

DIAGNOSIS BANDING'·'
I Sindrom nyeri regional miofasial, miopati karena kelainan endokrin (hipotiroid,
hipertiroid, hiperparatiroid, insufisiensi adrenal), miopati metabolik, neurosis,
metastasis karsinorna, sindrom lelah kronik.

TATALAKSANA
• Nonfarmakologis'<'
Edukasi, olahraga aerobik, pemanasan, cognitive-behaviorial therapy, terapi kolam
panas, relaksasi, fisioterapi,
• Farmakologis1•2•4
L Antinyeri: tramado], parasetamol, opioid lemah lainnya.
2. Antidepresan: amitriptilin, fluoxetin, duloxetin
3, Antikonvulsan: pregabalin. gabapentin

KOMPLIKASI
Depresi, penurunan kualitas hidup

PROGNOSIS
Pada usia muda dengan gejala ringan, prognosis lebih baik. Prognosis lebih buruk
pada pasien dengan ansietas a tau depresL Kebanyakan pasien terus mengalami nyeri
kronik dan kelelahan namun sebagian pasien masih dapat bekerja pen uh dan hanya
sedikit mengganggu kehidupan mereka.2·4

UNIT YANG MENANGANI


• RS pendidikan : Departemen llmu Penyakit Dalam - Divisi Reumatologi
• RS non pendidikan : Departemen llmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
• RS pendidikan : Departemen llmu Penyakit Dalam - Divisi Psikosomatik,
Departemen Rehabilitasi Medik, Departemen Psikiatri
• RS non pendidikan : Departemen Rehabilitasi Medik, Departemen Psikiatri

REFERENSI
1. Sjoh OKM. Fibromialgia don nyeri miofasial. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohodi B. Alwi I. Simadibrata
M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu penyokit dalam. Edisi V. Jakarta; lnternaPubllshing; 2009.
Hal. 2709-13
Fibromialgia

2. Crofford LJ. Fibromyalgia. Dalam: Longo DL. Kasper DL. Jameson Jl, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo
J, penyunting. Harrison's principle of internal medicine. Edisi XVIII. McGraw-Hill Companies; 2012.
Hal. 2849-51
3. Wolfe F. Clauw DJ. Fitzcharles MA, Goldenberg Dl, Katz RS, Mease P, et al. The american college
of rheumatology preliminary diagnostic criteria for fibromyalgia and measurement of symptom
severity. Arthritis Care and Research 20to; 62 (5); 600-610.
4. Carville SF, Arendt-Nielsen S. Bliddal H, Blotman F, Branco JC, Buslc:illa D. Eular evidence
based recommendations for the management of fibromyalgia syndrome. Ann Rheum Dis.
2007;67(4) :536-41.
LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK

PENGERTIAN
Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah penyakit reumatik autoimun yang
ditandai adanya inflamasi sistemik, yang dapat mengenai beberapa organ a tau sistem
dalam tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan deposisi autoantibodi dan kompleks
imun, sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan. Etiopatologi dari SLE belum
diketahui secara pasti. Diduga melibatkan interaksi yang kompleks antara faktor
genetik dan lingkungan.1

DIAGNOSIS
Diagnosis SLE mengacu pada kriteria dariAmerican College ofRheumatology
(ACR) yang direvisi pada tahun 1982 dan kriteria Systemic Lupus International
Collaborating Clinics (SLICC) 2012. Berdasarkan kriteria ACR, diagnosis SLE
dapatditegakkan jika memenuhi 4 dari 11 kriteria terse but yang terjadi secara
bersamaan atau dengan tenggang waktu (Tabel 1).1• 2 Berdasarkan kriteria
SL!CC 2012, diagnosis SLE dapat ditegakkan jika memenuhi 4 dari kriteria klinis
dan imunologis (Tabel 2), atau memiliki biopsi terbukti nefritis kompatibel dengan
SLE dengan adanya ANA (antinuclear antibody) dan antibodi anti-dsDNA (anti-double-
stranded DNA).'

label 1. Kriteria Diagnosis lupus Eritematosus Sistemik Berdasarkon ACR1•2


Krllerta Batasan
Ruam molar Eritema menetop. dotar, atau menonjol, pado molar eminensia tanpa
melibatkan lipat nasolabial.
Ruam diskoid Bercak eritema menonjol dengan gambaran keratotik don sumbatan
folikular. Pada SLE lanjut dapat ditemukan parut atrofik.
Fotosensitivitas Ruam kulit yang diakibatkan reaksi abnormal terhadap sinar matohari,
baik dari anamnesis posien otau yang dilihat oleh dokter pemeriksa.
Ulkus mulut Ulkus mulut afau orofaring, umumnya tidak nyeri don dilihat oleh dokter
pemeriksa.
Artritis non-erosif Melibatkan duo otau lebih sendi perifer, ditandoi oleh roso nyeri.
bengkak, don efusi.

(i) . ... ·-
Panduan Praktik Klinis
Lupus Eritematosus Sistemik
Krlteria Batasan
Pleurifis atau perikarditis Pleuritis-riwoyot nyeri pleuritik atau pleuritic friction rub yang didengar
oleh dokter pemerikso atau bukti efusi pleura.
A tau
Perikarditis-bukti rekaman EKG atau pericardia/ friction rub yang didengar
oleh dokter pemeriksa otau bukti efusi perikardial.
Gangguan renal a. Proteinuria menetap >0.5 gram per hari atau >3+
a tau
b. Cetakon selular-dapat eritrosit, hemoglobin, granular, tabular, atau
c. gabungan.
Gangguan neurologi Kejang yang tidak disebabkan oleh obat-obatan atau gangguan
metobolik {uremia, ketoasidosis, atau ketidakseimbangan elektrolit)
atau
Psikosis yang tidak disebabkan oleh obat-obatan atau gangguan
metabolik (uremia, ketoasidosis, atau ketidakseimbangan elektrolit}.
Gangguan hematologik a. Anemia hemolitik dengan retikulosis
a tau
b. Leukopenia-<4000/mm3 pada duo kali pemeriksaan
a tau
c. Limfopenia-<1500/mm3pada duo kali pemeriksaon
a tau
d. Trombositopenia-<100.000/mm3 yang tidok disebabkan oleh obat-
obatan.
Gangguan imunologik a. Anti-DNA: antibodi terhadap native DNA dengan titer yang abnormal
a tau
b. Anti-Sm: terdapatnya antibodi terhadap antigen nuklear Sm
a tau
c. Temuan positif terhadap antibodi antifosfolipid yang didasarkon etas:
1} kador serum antibodi antlkardiolipin abnormal boik JgG atau lgM,
2) Tes lupus antikoagulan positif menggunakan metode stander, atau
3} hasil tes positif palsu poling tidak selamo 6 bulan don dikonfirmasi
dengan tes imobilisasi Treponema pallidum atau tes fluoresensi
obsorpsi antibodi treponemol.
Antibodi antinuklear Titer abnormal dari ontibodi anti-nuklear berdasarkon pemeriksaan
(ANA) positif lmunofluoresensi atau pemeriksaan setingkat pada setlap kurun waktu
perjalanan penyakit tanpa keter1ibatan obat.

Pemeriksaan Penunjang2
• Darah perifer lengkap: Hemoglobin, Leukosit, Trombosit, Hematokrit, LED
• Ureum, kreatinin, fungsi hati dan profil lipid
• Urinalisis
• ANA, Anti dsDNA
• Foto toraks
• C3 dan C4 (untuk menilai aktifitas penyakit)
Pemeriksaan berikut dilakukan jika ada indikasi:
• Protein urin kuantitatif 24 jam
• Profil ANA: Anti Sm, Anti-Ro/SS-A, anti La/SS-8 dan anti-RNP
Panduan Pralkllll lllnls Reumatologi
� OOkttf Sptwlrs i'wnye�II D.llem lndonesal

• antiphospholipid antibodies, lupus anticoagulant, anticardiolipin, anti-{J2-


glycoprotein lbila ada kecurigaan sindroma anti-fosfolipid
• Coomb test, bila ada kecurigaaan AIHA
• EKG, ekokardiografi
• Biopsi kulit

label 2. Kriterio Diagnosis Lupus Erltematosus Sistemik berdasarkan SLICC 2012*3


A. Krfterla kllnls:
l. Lupus kutaneus akut:
Ruam molar (kecuali molar diskoid)
Lupus bulosa
Nekrolisis epidermal toksik
Ruam makulopapular
Ruom fotosensitivitas
tonpa odanya dermatomiositis
ATAU lupus kutaneus subokut (noninduroted psoriosiform dan/atou lesi anular potlsiklik
yang hilang tonpa jaringan porut. walaupun terkadang timbul pigmentasi abnormal
setelah inflamasi otou telangiektasis.
2. Lupus kufaneus kronis:
Ruam discoid klasik
Ter1okalisir (diatas leher)
Meyeluruh {diatas don dibawah leher)
Lupus hipertropik (veruko)
Lupus ponikulitis (profundus)
Lupus mucosa!
Lupus eritemotosus tumidus
Lupus chilblain
Lupus discoid bersamoan dengan linchen planus
3. Ulkus mulut
Langit-langit
Bukal
Udoh
ATAU ulkus nasal
tanpa adanya penyebab loin, seperti vasku/itis, infek.si virus herpes, penyakit Behcet,
inflammatory bowel disease, ortritis reoktif, don mokanon osom.
4 Alopesio tanpa jaringan parut (penipisan yang menyeluruh, atau rombut ropuh dengan
kerusakan yang jelosj
tonpo adonyo penyebab lain, seperti alopesio oreato, obot-oboton. deifisiensi besi. don
olopesio androgenik
5. Sinovitis yang melibatkan 2 sendi/lebih ditandoi dengan adonyo pembengkokan atau efusi
ATAU nyeri pado 2 sendi/lebih don kekckuon pagi setidaknya seloma 30 menit
6. Serositis
Pleuritis tipikal lebih dori l hori
ATAU efusi pleura
ATAU pleural rub
Nyeri perikardial tipikal lebih dari 1 hari
ATAU efusi pericardium
ATAU pericardia/ rub
ATAU perikarditis pada EKG
tonpa odonya penyebab lain, seperti infeksi, uremia, don Dressler's pericarditis
7. Ginjal
Rasia protein kreatinin urin (atau protein urin 24 jam) menunjukkan 500mg protein/24 jam
ATAU cast eritrosit
Lupus Eritematosus Sistemik

8. Neurologi
Kejong
Psikosis
Mononeuritis multiplex
tanpa adonya penyebob loin, seperti vaskulitis primer
Mielltis
Neuropoti perifer atou kranial
tanpa odnayo penyebab lain, seperti vaskulifis pn'mer. infeksi, don OM
Status konfusionol akut
tanpa adonya penyebab lain, seperti toksik/metabolic, uremia, obat-obatan
9. Anemia hemolitik
IO. Leukopenia (<4.000/mm3 ) setidaknya sekoli

tonpo odanyo penyebab lain. seperti sindrom Felty, obat-obatan. don hipertensi portal
ATAU limfopenia (<l .000/mm3) setidaknya seka!i
tonpa adonya penyebab lain. seperti pemokaian kortikosteroid don infeksi
I I. Trombositopenia {<100.000/mm3) setidoknya sekali
tanpa adanya penyebab lain, seperti obot-obaton. hipertensi portal, don thrombotic
thrombocytopenic purpura (TTP)

B. Kriterla lmunologls:
I. Level ANA yang meningkat melebihi bates atas normal
2. Level antibody anti·dsDNA yang meningkat melebihi batas atas normal (atau 2x batas atas
normal bila pemeriksaan dilakukan dengon ELISA)
3. Anti-Sm: odanya antibodi lerhadap antigen nuklir Sm
4. Adanya antibody antifosfolipid yang ditentukan dengan:
Tes lupus antikoagulan positif
Pemeriksoan RPR (rapid plasma regain) yang positif palsu
Iiter antibodi antikardiolipin (lgA, lgM, otau fgGJ yang sedang atau tinggl
Anti·�:1glikoprotein I {lgA. lgM. atau lgG} positif
5. Kadar komplemen yang rendah
Rendah C3
Rendah C4
Rendah CHSO
6. Tes Coombs langsung tanpa adanya anemia hemolitil<
Kelerongan: •Kriterio SLICC bersifot kumulolif don tidok horus �mbul poda woktu yang bersomoan. SUCC: Systemic lupus lnlemalionol
Colloboroling Clinics; ANA: onlinuc/eor antibody; anli-dsDNA: anfi..double-slronded DNA; ELISA: enzyme-linked immunoso<bent assay.

DIAGNOSIS BANDING'
Undifferentiated connective tissue disease (UCTD), artritis reumatoid, sindrom
vaskulitis, sindrom sjogren primer, sindrom anti-fosfolipid primer, fibromyalgia, lupus
imbas obat.

Derajat Berat Ringannya Penyakit LES


Seringkali terjadi kebingungan dalam proses pengelolaan LES, terutama
menyangkut obat yang akan diberikan, berapa dosis, lama pemberian dan pemantauan
efek samping obat yang diberikan pada pasien. Salah satu upaya yang dilakukan
untuk memperkecil berbagai kemungkinan kesalahan adalah dengan ditetapkannya
gambaran tingkat keparahan LES.

829
Panduan Praktlll lllnls Reumatologi
Pem,mpun,n � �Id �lb! 011.tm ll\donto\la

Penyakit LES dapat dikategorikan ringan atau berat sampai mengancam nyawa.
, Kriteria untuk dikatakan LES ringan adalah:3
l. Secara klinis tenang
2. Tidak terdapat tanda atau gejala yang mengancam nyawa
3. Fungsi organ normal atau stabil, yaitu: ginjal, paru, jantung, gastrointestinal,
susunan saraf pusat, sendi, hematologi dan kulit.
4. Tidak ditemukan tanda efek samping atau toksisitas pengobatan
Contoh LES dengan manifestasi artritis/atralgia dan kulit.
• Penyakit LES dengan tingkat keparahan sedang apabila ditemukan.3
l. Nefritis ringan sampai sedang (Lupus nefritis kelas I dan II)
2. Trombositopenia (trombosit 20-50xl03/mm3)
3. Serositis mayor
, Penyakit LES berat atau mengancam nyawa apabila ditemukan keadaan
sebagaimana tercantum di bawah ini, yaitu3:
l. Jantung: endokarditis Libman-Sacks, vaskulitis arteri koronaria, miokarditis,
tamponade jantung, hipertensi maligna.
2. Paru-paru: hipertensi pulmonal, perdarahan paru, pneumonitis, emboli paru,
infark paru, fibrosis interstisial, shrinking lung.
3. Gastrointestinal: pankreatitis, vaskulitis mesenterika.
4. Ginjal: nefritis persisten, RPGN (rapidly progressive glomerulo nephritis),
sindroma nefrotik.
5. Kulit: vaskulitis berat, ruam difus disertai ulkus atau melepuh (blister).
6. Neurologi: kejang, acute confusional state, koma, stroke, mielopati transversa,
mononeuritis, polineuritis, neuritis optik, psikosis, sindroma demielinasi.
7. Otot: miositis.
8. Hematologi: anemia hemolitik, neutropenia (leukosit <l.000/mm3),
trombositopenia <20.000/mm,3 purpura trombotik trombositopenia,
trombosis vena atau arteri.
9. Konstitusional: demam tinggi yang persisten tanpa bukti infeksi.

Penilaian Aktifitas Penyakit LES


Perjalanan penyakit LES yang ditandai dengan eksaserbasi dan remisi, memerlukan
pemantauan yang ketat akan aktifitas penyakitnya. Untuk itu dapat digunakan berbagai
indeks aktifitas penyakit seperti SLEDAl, MEX-SLEDAl, SLAM, BlLAG Score, LAM-6
dsb. Dianjurkan untuk menggunakan MEX-SLEDAl atau SLEDAI. MEX-SLEDAl lebih
Lupus Eritematosus Sistemik

mudah diterapkan pada pusat kesehatan primer yang jauh dari tersedianya fasilitas
laboratorium canggih, dengan cara sebagai berikut: •
Masukkan bobot MEX SLEDAI bila terdapat gambaran deskripsi pada saat
pemeriksaan atau dalam 10 hari ini.
I BOBOT DESKRIPSI DEFINISI
8 Gangguan Psikoso.Gangguan kemampuan melaksonakan oktifitas fungsi normal
neurologis dikarenakan gongguon persepsi realitas. Termasuk: holusinosi, inkoheren.
kehilangan berasosiasi, isi pikiran yang dangkol. berfikir yang tidok logis,
bizzare.disorganisasi atau bertingkah laku kataton.
Eksklusi:uremia don pemakaian obat.
CVA {Cerebrovosculoraccident): Sindrom boru. Eksklusi orterioslderosis.
Kejang: Onset baru, eksklusi metabolik, infeksi, otau pemokaion obat.
Sindrom otak organik: Keadaan berubahnya fungsi mental yang ditandai
dengan gangguan orientasi. memori a tau fungsi intelektual lainnya dengan
onset yang cepat. gombaran klinis yang berfluktuasi. Seperti: a) kesadaron
yang berkabut dengan berkurangnya kapasitos untuk memusotkan pikiran
don ketidak mampuan memberikan perhatian terhadop lingkungon,
disertai dengan sedik:itnya 2 dari b) gangguan oersepst berbicara melontur;
insomnia atau perasaan mengantuk sepanjang hari; meningkat atau
menurunnya aktifitas psikomotor. Eksklusi penyebab mefabolik. infeksi atau
penggunaan obat.
Mononeuritis: Defisit sensorik atau motorik yang boru disotu atou lebih
saraf kranial atau perifer.
Myelitis: Paraplegia don/atau gangguan mengontrol BAK/BAB dengan
onset yang boru. Eksklusi penyebob loinnyo
6 Gangguan ginjal Coste, Heme granular otou sel daroh merah.
Hoemoturio. >5 /lpb. Eksklusi penyebob lainnya {botu/infeksi)
Proteinurio. Onset baru, >0.5g/l pado random spesimen.
Peningkaton kreotinine {>5 mg/di)
4 Vasculitis Ulserosi, gongren, nodul podo jari yang lunak, infark periungual. splinter
haemorrhages. Data biopsi atau angiogram dari vaskulitis.
3 Hemolisis Hb<l 2.0 g/dl don koreksi retikulosif >3%.
Trombositopeni Trombosit: < 100.(XX). bukan disebabkan oleh obat
3 Miositis Nyeri don lemahnya otot-otot proksimat. yang dihubungkon dengon
peningkotan CPK
2 Artritis Pembengkakon atau efusi lebih dari 2 sendi.
2 Gangguan Ruam molar. Onset baru otou molar erithemo yang menonjol.
Mucokutoneous Mucous ulcers. Oral otau nasophoryngeol ulserosi dengan onset boru
atau berulang.
Abnormal Alopenia. Kehi!angon sebagaian atau seluruh rambut otau
mudahnyo rombut rontok.
2 Serositis Pleurifis. Terdopatnya nyeri pleura atou pleural rub atau efusi pleura
pada pemeriksaan fisik.
Perikarditis. Terdopotnya nyeri pericardial atou terdengornya rub.
Peritonitis. Terdapatnyo nyeri abdominal difus dengon rebound
tenderness (Eksklusi penyokit intro-abdominal).
Demam Demam >38° C sesudah eksklusi infeksi.
Fatigue Fatigue yang tidak dapot dijeloskan
leukopenia Sel daroh putih < 4CXXJ/mm3, bukan akibat obat
Umfopeni Limfosit < 1200.mm3, bukon okibot obot.
TOTAL SKOR MEX-SlEDAI = .
Panduan Praktlll lllnls Reumatologi
� Oolcler� � Dalarn lndones11

PENGELOLAAN 1·5·'
Pengelolaan pasien SLE harus dilakukan secara komprehensif dengan
memperhatikan berbagai faktor seperti jenis organ yang terlibat dan derajat berat
ringannya, aktifitas penyakit, komorbiditas, dan komplikasi.
Pengelolaan ini terdiri dari:
1. Edukasi dan konseling: penjelasan tentang penyakit Lupus, perjalanan penyakit,
program pengobatan yang direncanakan, komplikasi dan perlunya upaya
pencegahan termasuk menghindari paparan sinar matahari (ultraviolet)
2. Rehabilitasi: istirahat, terapi fisik, terapi dengan modalitas, ortosis
3. Medikamentosa berdasarkan keterlibatan organ dan derajat aktifitas penyakit:
SLE ringan: parasetarnol, DAINS, kortikosteroid topikal, klorokuin,
kortikosteroid oral dosis rendah, tabir surya
SLE sedang: kortikosteroid dosis sedang-tinggi, beberapa imunosupresan
seperti azatioprin dan mikofenolat mofetil (MMF)
SLE be rat atau mengancam nyawa: kortikosteroid pulse dose, siklofosfamid
Tera pi lain yang dapat digunakan pada kondisi respons steroid yang tidak adekuat
atau diperlukan steroid sparing agent antara lain: MMF, siklosporin, azatioprin,
metotreksat, klorokuin, rituximab. 2

KOMPLIKASI
Anemia hemolitik, trombosis, lupus serebral, nefritis lupus, infeksi sekunder.1• 2

PROGNOSIS
Angka harapan hid up pasien dengan SLE di Amerika Serikat, Kanada, Eropa, dan
Cina sekitar 95% dalam 5 tahun, 90% dalam 10 tahun, 78% dalam 20 tahun. Ras
Afrika-Amerika dan Hispanik-Amerika keturunan mestizo mempunyai prognosis lebih
buruk daripada ras kaukasia. Prognosis di negara berkembang lebih buruk daripada
negara maju yaitu dengan angka kematian 50% dalam 10 tahun; seringkali berkaitan
dengan saat pertama kali terdiagnosis, antara lain: pasien dengan nilai kreatinin serum
>124 mol/L atau >1.4 mg/dL, hipertensi, sindroma nefrotik (ekskresi protein urin
>2.6 g/24 jam), anemia (hemoglobin <124 g/L atau <12.4 g/dL), hipoalbumin, jenis
kelamin laki-laki, dan ras (Afrika-Amerika dan Hispanik-Amerika keturunan mestizo).
Disabilitas pada pasien SLE karena kelelahan kronis, artritis, nyeri, adanya penyakit
ginjal. Remisi terjadi pada 25 % kasus selama hanya beberapa tahun. Kematian pada
dekade pertama karena penyakit sistemik, gaga! ginjal, tromboemboli, dan infeksi.'
Lupus Eritematosus Sistemik

UNITYANG MENANGANI
• RS pendidikan : Departemen Ilmu Penya kit Dalam - Divisi Reumatologi
• RS non pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
• RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Alergi lmunologi,
Divisi Ginjal Hipertensi, Divisi Pulmonologi, Divisi
Hematologi dan Departemen Ilmu Penyakit Kulit-Kelamin
• RS non pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Kulit-Kelamin

REFER EN SI
1. lsbagio H, Albor Z, Kasjmir YI, Setiyohadi B. Lupus Eritematosus Sistemik. In: Sudoyo AW, Setiyohadi
B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Umu Penyakit Dalam. Jakarta: lnterno Publishing;
2009.p. 2565-77.
2. Hohn BH. Systemic Lupus Erythematosus. ln:Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser
SL, Loscalzo J. Horrisons Principles of Internal Medicine l 81h ed. USA: The McGraw Hill companies;
20 I 2.p.2724-35
3. Petri M. Orbai AM, Alarcon GS, et a!. Derivation and validation of the systemic lupus international
collaborating clinics classification criteria for systemic lupus erythematosus. Arthritis Rheum.
2012;64(8):2677-86.
4. American College of Rheumatology Ad Hoc Committee on systemic lupus erythematosus
guidelines. Arthritis Rheum 1999:42(9): 1785-96
5. Guzman J, Cardiel MH, Arce-salines, et al. Measurement of disease activity in systemic lupus
erythematosus. Prospective validation of 3 clinical indices. J Rheumatol 1992; 19:1551-1558
6. Petri M. Systemic Lupus Erythematosus. In: Imboden J, Hellmann DB, Stone JH. Current
Rheumatology Diagnosis and Treatment. Singapore: McGraw Hill; 2005. P .171-178
7. Rekomendari IRA 2011
I NYERI PINGGANG

PENGERTIAN
I Nyeri pinggang diartikan sebagai nyeri pada daerah pinggang atau punggung
bagian bawah (low back pain) yaitu daerah di daerah lumbal antara tulang rusuk
paling bawah dan garis pinggang. ldentifikasi faktor risiko pen ting untuk memahami
penyakit dasarnya, umumnya berhubungan dengan radikulopati, fraktur, infeksi,
tumor, atau nyeri alih visera.1·2
Klasifikasi nyeri pinggang (LBP):3
- Akut : durasi 0-3 bulan
- Kronik: durasi >3 bulan

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anamnesis
• Deskripsi nyeri pinggang: sifat, tingkat beratnya nyeri, onset, durasi, frekuensi,
lokasi nyeri, distribusi/penjalaran, serta faktor pencetus a tau yang memperberat.
• Adakah tanda bahaya (red flags) atau tanda waspada (yellow flags). 1•2

, Adakah defis it neurologis


label 1. rendc-tcndo alarm nyerl plnggang2·5·6
Red Flags (landa bahaya) Yellow Flags (landa waspada)

Sindrom kauda equina Sikap don kepercayaannya tentang sakit


Nyeri yang memberat, terutama malam hari pinggangnya
Suosona hati/emosi
don soot istirahot Perilaku soot sakit
Trauma yang signlfikan Problem diagnosis don terapi
Penurunan beret baden Problem keluarga
Riwoyat keganasan De Problem pekerjaan
mom
Penggunaan obat intravena atau steroid
Pasien berusia � 50 tahun

Panduan Praktik Klinis


Pefh,r,p,oui Dol:tf'I Spe,sl,I� Fltny�l,t O•l,m Ind=•
Nyeri Pinggang

Pemeriksaan Fisik'
• lnspeksi bentuk tulang belakang dengan posisi pasien berdiri, terlentang, atau
tel ungkup: adakah kifosis/ skoliosis/hiperlordosis/ gibbus/ deformitas lain
• Palpasi untuk menilai kelainan struktur anatomis, lokasi dan adanya nyeri tekan
• Perkusi daerah sekitar tulang belakang seperti pemeriksaan nyeri ketok pada
daerah kostovertebra untuk menyingkirkan kemungkinan sumber nyeri dari ginjal
• Pemeriksaan persendian sakroiliaka: tes Fabere atau Patrick yaitu abduksi dan
rotasi eksternal panggul; pelvic rock test dengan cara meletakkan jari-jari pada
krista iliaka bilateral dan ibu jari pada spina iliaka anterior superior dan kemudian
dilakukan tekanan kea rah garis tengah.
• Pemeriksaan neurologis sesuai dermatom keluhan nyeri, tes Laseque atau straight
leg raising (SLR)atau reverse SLR, serta pemeriksaan kekuatan otot ekstremitas
inferior.
• Pemeriksaan pergerakan tulang belakang: Schober test, lateral flexion.
• Sindrom kauda ekuina ditandai dengan kesulitan miksi, berkurangnya tonus
sphincter ani atau inkontinensia alvi, saddle anaesthesia, gangguan berjalan.

DIAGNOSIS ETIOLOGl1· 2•4

Berasal dari tulang belakang dan sekitarnya


• Mekanis: herniasi diskus, spondilolistesis, stenosis spinalis, hiperostosis skeletal
difus idiopatik, fraktur, idiopatik (lumbago, sprain and strain)
• Neoplasma
• lnfeksi (spondilitis TB)
• lnflamasi (spondilitis ankilosa)
• Metabolik

Berasal dari visera


• Nefrolitiasis
• Pielonefritis
• Pankreatitis
• Kolelitiasis
• Endometriosis
Panduan Prak111l Kllnls Reumatologi
� � Spe$ollls Pen�IDt Dlllm lndonnll

Nyeri pinggang
I (di luar sebob trauma, non-5Pinal, otou penyakJt sistemik}

!
Anamnesis dan pemeriksaan fisik :
• Lama gejala
• Faktor risiko yang mengarah ke kondisi be rat ( RED FLAG)
• Gejala-gejala yang mengarah pada radikulopati atau stenosis spi'lal
.. Adanya tanda dan keparahan defisit neurogis
Faktor risiko psikososial

+
Konsul ke scesuns
Kecurigaaan kuat adanya keganasan, infeksi(lnflamasi, sindrom Ya MRI atau CT scan
kauda ekcoa, atau defisit neurologis berat/progresif

+ Tidak /
. Pertimbangkan pemeriksaan
<,

Tidak mengarah kuat pada keganasan, infeksi/1nflamasi, atau


fraktur kompresi vertebra, atau kondisi spesifik lain, tetapi ,, radiolog!/foto polos awal {pada
banyak kasus)
terdapat satu atau lebih faktor risiko I-------> • Pertlmbangkan pemeriksaan lED
untuk evaluasi keganasan, infeksi
i Tidak atau inflamasi
/ • Jika faktor ris1ko lemah ke arah
TKlak diperlukan pemeriksaan rad1ologi rutin atau tes diagnosis kondisi berat 7 pertimbangkan
lain. Berikan informasi dan nasehat perawatan diri kepada pasien teraoi aw al
• Berikan informasi tentang target yang diharapkan serta ' l
perawatan diri yang efektif
• Sarankan sebisa mungkin melanjutkan aktifitas, tidak dianjurkan Terdapat kondisi spesifik I
bed rest
• Jelaskan indikasi pemeriksaan kembali dan untuk diagnosis ,, I Tidak

\. ,, Evaluasl dan berikan terapi yans sesual

Nyeri pinggans sedang dan tidak ada gangsuan fungsi yang ,, lanjutkan perawatan dlri
sisniflkan Jelaskan indtkasi pemeriksaan kembali

Tidak

Pertimbangkan terapi farmakologi, non-farmakolosl/non-invasif, sebagal terapi awal.


Tera pi farmakologi: asetaminofen, NSAID, opioid, tramadol, benzodiazepin, obat pelemasotot (nyen pinggang akut),
antidepresan trisiklik (nyeri pinggang kronik)
Terapi non-farmakologi (untuk nyeri pinggang kronik): akupuntur, latihan fis1k, massage, yoga, terapi behavioral,
I+-
manipulasi spinal Uuga untuk nyeri pinggang akut), rehabil1tasi fisik yang holistik

I Terapi inisial
Pasien bersedia menerima nsiko dan manfaat terapi

T!dak
I
,, Evaluasi respon terapi

l..111Jutkiin peiamta11 dm, pasen kontroj setetah �tu but.i11 J

!
lanjutkan perawatan diri
Nyeri pinggang teratasi atau memberat dengan tanpa .
d,sertai gangguan fungsi ,, Jelaskan !nd1kasl untuk kontrol
Nyeri Pinggang

KOMPLIKASI'
Kerusakan saraf pada ganglion nervus dorsalis

PROGNOSIS'

Sebagian besar nyeri pinggang mekanik sembuh spontan dengan penjelasan,


reassurance, dan analgesik sederhana. Setelah 2 hari, 30% mengalami perbaikan, dan
dalam 6 minggu, 90% sembuh. Akan tetapi nyeri berulang sering terjadi, dan pada 10-
15% pasien dengan nyeri pinggang akut yang menjadi kronis, 85% merupakan nyeri
punggung.

UNITY ANG MENANGANI


• RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Reumatologi
• RS non pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
• RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Ginjal Hipertensi,
Departemen Neurologi, Departemen Bedah Saraf,
Departemen Bedah Orthopedi
• RS non pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam

REFERENSI
1. Bock and Neck Pain. In: Longo DL. Kasper DL, Jameson DL, Fauci AS, Hauser SL. Loscalzo J, editors.
Harrison's Principals of Internal Medicine l81 h ed. McGraw Hill. 2012

2. Kosjmir YI. Nyeri Spinal. Da!am: Sudoyo AW, et al editor. Buku Ajar llmu Penyakit Dalomjilid II edisi
V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen llmu Penyakit Dalam FKUI. 2011 him 1314-6.
3. Huddleston J. Hip and Knee Pain. In: Firestein G, Budd R, Harris Jr E et al. Kelley's Textbook of
Rheumatology. 8th Edition. Vol I. Philadelphia: Elsevier Saunders. 2008
4. Colledge NR, Walker BR, Ralston SH, editors. Presenting Problems In Musculoskeletal Disease. In:
Davidson's Principles and Practice of Medicine 21'1 ed. Churchill Livingstone-Elsevier: 2010.Page
1072- 4.
5. The Peterborough Back Rules chart template. G. Powell and The Peterborough Back Rules Working
Group. September, 1997.
6. Guide to Assessing Psychosocial Yellow Flags in Acute Low Back Pain: Risk Factors for Long-Term
Disability and Work Loss. January 1997
OSTEOPOROSIS

PENGERTIAN
r
Osteoporosis didefinisikan sebagai penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh
compromised bone strength sehingga tulang mudah patah. Meningkatnya aktivitas
resorpsi tulang (bone resorption) melebihi aktivitas pembentukan tulang (bone
formation) merupakan patogenesis utama terjadinya osteoporosis. Pada wanita
post-menopause ha! terse but terjadi karena adanya defisiensi estrogen. Osteoporosis
merupakan penyakit dengan etiologi multifaktorial. Umur dan densitas tulang
merupakan faktor risiko osteoporosis yang berhubungan erat dengan risiko terjadinya
fraktur osteoporotik.1·2

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Ancmnesls':'
• Keluhan utama: Seringkali pasien tidak disertai keluhan sampai timbul fraktur.
Apabila sudah terjadi fraktur maka akan memberikan gejala sesuai lokasi fraktur
(leher femur, vertebra torakal dan lumbal, distal radius) misalnya nyeri pinggang
bawah, penurunan tinggi badan, kifosis.
• Faktor risiko osteoporosis atau penyebab osteoporosis sekunder:
Riwayatkonsumsi obat-obatan rutin: kortikosteroid, hormon tiroid,anti konvulsan
(fenitoin, fenobarbital, karbamazepin, pirimidon, asam valproat), warfarin.
Penyakit-penyakit lain yang berkaitan dengan osteoporosis: penyakit ginjal
kronik, saluran cerna, hati, hipertiroidisme, hipogonadisme, sindrom Cushing,
insufisiensi pankreas, artritis reumatoid.
Faktor-faktor lain: merokok, peminum alkohol, riwayat haid, menarche,
menopause dini, penggunaan obat-obat kontrasepsi, riwayat keluarga dengan
osteoporosis, asupan kalsium kurang.
Osteoporosis

Pemeriksaan Fisik1•3
• Keadaan umum, tinggi dan berat badan, gaya berjalan, deformitas tulang, leg·
length inequality.
• Evaluasi gigi geligi
• Tanda-tanda goiter, atau adanya jaringan parut pada leher dapat menandakan
riwayat operasi tiroid.
• Protuberansia abdomen yang dapat disebabkan oleh kifosis
• Kifosis dorsal (Dowager's Hump), spasme otot paravertebra
• Nyeri tulang atau deformitas yang disebabkan oleh fraktur
• Kulityang tipis (tanda Mcconkey)

Pemeriksaan Penunjang
• Radiologis
+ Foto polos (untuk kecurigaan fraktur osteoporosis misalnya pada fraktur
vertebra atau panggul)
+ Dual Energy X·Ray Absorptiometry (DXA) untuk mengukur Bone Mineral Density
(BMDJ.4·'
Jndikasi: wanita premenopause dengan risiko tinggi, laki-laki dengan satu
atau lebih faktor risiko (hipogonadisme, pengguna alkohol, osteoporosis
pada radiografi, fraktur karena trauma ringan), imobilisasi lama (lebih
dari 1 bulan), masukan kalsium yang rendah lebih dari 10 tahun, artritis
reumatoid atau spondilitis ankilosa selama lebih dari 5 tahun terus
menerus, awal pengobatan kortikosteroid atau methotrexat dan setiap 1 ·2
tahun pengobatan, menggunakan terapi antikonvulsan dengan dilantin atau
fenobarbital selama lebih dari 5 tahun, kreatinin klirens < 50 mililiter/
menit atau penyakit tubular ginjal, osteomalasia, hiperparatiroidisme,
penggunaan terapi pengganti tiroid lebih dari 10 tahun, evaluasi terapi
osteoporosis, wanita postmenopause dengan 2 a tau lebih faktor risiko.
Pada wanita postmenopause dan laki-laki � 50 tahun tan pa adanya fraktur
patologis menggunakan Tsscore:
Nilai 'l-score � ·1 dikatakan normal
Nilai Tsscore ·1 sampai dengan ·2,5 dikatakan osteopenia
Nilai 'I-score s ·2,5 dikatakan osteoporosis
+ Pada wanita premenopause dan laki-Iaki < 50 tahun, dan anak-anak
menggunakan Z·score:
Panduan Prakllll lUlnls Reumatologi
Pemimpul\M'I Dal<t'1' $pft,.11'5 l'etly11ut �lam lndOlleila

I Nilai Z-score > -2 dikatakan within expected range for age


Nilai Zsscore s; -2 dikatakan low BMD for chronological age
D Keterangan:
Bagian tulang yang diperiksa adalah: tulang belakang (Ll-L4), tulang
panggul (femoral neck, total femoral neck), lengan bawah ( diperiksa bila
tulang belakang dan/atau panggul tidak dapat diukur, hiperparatiroidisme,
obesitas).

• Petanda biokimia tulang'


Tabel 1 memuat semua petanda biokimia tulang yang dapat diperiksa dari sampel
darah atau urin, yang terbagi dalam kelompok petanda pembentukan/formasi dan
resorpsi tulang.
label 1. Petanda Biokimia Tulang3
Pelanda Formasl Pelanda Resorpsl
Pemeriksoon Serum
Bone-specific alkaline phosphatase Aminoterminol telopeptide of type 1 collagen
Osteocalcin Corboxytermino/ te/opepffde of type I collagen
Procol/ogen I carboxyterminol propeptide
Procol/ogen I ominoterminol propeptide
Pemeriksaan Urine
Amino-terminal telopeptide of type I collagen (NTX)
Corboxy-terminat telopeptide of type I co/loge (CTX)
Pyridino/ine and deoxypyridinoline cross-links

Pemeriksaan petanda biokimia tulang ini ditujukan untuk menilai turnover tulang.
Pada osteoporosis high bone turnover pemeriksaan petanda biokomia tulang bisa
digunakan untuk menilai respon terapi secara lebih dini.

DIAGNOSIS BANDING
Osteomalasia, tumor, osteonekrosis, metastasis, osteogenesis imperfekta, renal
osteodystrophy, sickle cell anemia, fraktur patologis sekunder yang disebabkan metastasts.!"

TATALAKSANA1·3

Non farmakologis
• Edukasi dan pencegahan
• Latihan dan program rehabilitasi
Osteoartritis

Bel um terkena osteoporosis: sifat latihan adalah pembebanan terhadap tulang


Pasien osteoporosis: latihan dimulai dengan latihan tanpa beban, kemudian
ditingkatkan secara bertahap hingga mencapai latihan be ban yang adekuat.
• Memenuhi kebutuhan kalsium > 1200 mg/hari dan Vitamin D 800 - 1000 U/hari.
• Paparan sinar matahari yang cukup

Farmakologis
• Bifosfonat:
Alendronat, dosis 10 mg/hari atau 70 mg/minggu peroral
Risendronat, dosis 5 mg/hari atau 35 mg/minggu atau 150 mg/bulan peroral
lbandronat, dosis 150 mg/bulan peroral atau 3 mg/3bulan intravena
Asam Zoledronat, dosis 5 mg/tahun intravena
• Selective Estrogen Receptor Modulator (SERM): Raloxifene, dosis 60-120 mg/hari
• Terapi lainnya
Kalsitriol
Horman Paratiroid
Strontium Ranelat
Kalsitonin injeksi (untuk pencegahan acute bone loss pada pasien dengan
imobilisasi, diberikan paling lama em pat minggu)'
Denosumab (belum tersedia di Indonesia)

Bedah
Tindakan pembedahan dilakukan bila terjadi fraktur, terutama fraktur panggul.
Beberapa hal yang harus diperhatikan:
1. Penderita osteoporosis usia lanjut dengan fraktur, bila diperlukan tindakan
bedah, sebaiknya segera dilakukan untuk menghindari imobilisasi yang lama dan
komplikasi fraktur.
2. Tujuan pembedahan adalah untuk mendapatkan fiksasi yang stabil, sehingga
mobilisasi dapat dilakukan sedini mungkin.
3. Asupan kalsium harus tetap diperhatikan, sehingga mineralisasi kalus menjadi
sempurna.
4. Walaupun dilakukan pembedahan, terapi medikamentosa tetap diberikan.

KOMPLIKASI
Kifosis, penurunan tinggi badan, nyeri punggung, nerve entrapment syndrome,
peningkatan risiko jatuh, dan fraktur.!?
i) P..andu, ..an.
Pra.
ktll.
ll Kl.lnls Reumatologi

PROGNOSIS
Untuk menentukan risiko terjadinya fraktur panggul dan fraktur osteoporosis
lainnya, dapat menggunakan WHO Fracture Risk Assessment Tool (FRAX).' Hanya
dengan mengisi kuesioner yang terdiri dari 12 pertanyaan yang dapat diakses di
http://www.shef.ac.uk/FRAX/tooLjsp?country=46 (khusus Indonesia), maka akan
keluar prediksi berupa persentase terjadinya fraktur panggul osteoporosis mayor
dalam 10 tahun yang akan datang. Berikut merupakan faktor risiko yang digunakan
pada kalkulasi FRAX ini (tabel 2).

label 2. Faktor risiko yang dinilal dolam kalkulasi FRAX7

Usia Model ini hanya menerima rentang usia 40-90 tahun. apabila usia
yang diinput lebih rendah atau lebih tinggL mako program akan
menghitung pada usia 40 atau 90 tahun
Jenis Kelamln Pilih laki-laki atau perempuan
Tlnggl badan Dalam sentimeter (cm)
Berat badan Dalam kilogram (kg)
Fraktur sebelumnya Riwayat fraktur yang terjadi secara spontan dalom kehidupan dewasa,
apabila fraktur terjadi akibat trauma pada individu yang sehat, make
tidak digolongkon ke dalam riwayat fraktur sebelumnyo
F r a kt u r pada Riwayat fraktur panggul yang terjadi pada ayah atou ibu
orongtuo
Keblosoon merokok Pilih YA otau TIDAK. tergontung dori opokoh soot ini posien merokok otou
soot lnl tidok

Glukokortlkold Pilih YA opobilo soot ini posien sedang mengonsumsi glukokortikoid oral atau
telah terpapar glukokortikoid oral selama > 3 bulan pada dosis ekuivalen
dengan prednisolon 5 mg per hari
Artrltls reumatold Pilih YA apobila pasien telah terdiagnosis dengan artritis rheumatoid
Oste o p o ro s I s Pilih YA apabila pasien memiliki kelainon yang berkaitan erat dengan
sekunder osteoporosis (termasuk diabetes tipe I. osteogenesis imperfekta pada
dewasa, hipertiroid yang tidak diobati dalam wok:tu lama. hipogonadisme
atau menopause dini (<45 tahunJ, malnutrisi kronis, atau malabsorpsi atau
penyakit hati kronis
Alkohol � 3 unit I harl Pilih YA apabila pasien meminum alkohol 2 3 unit I hari. 1 unit alkohol pada
tiap negara berbeda-beda, berkisar antara 8-1 Ogram a tau setara dengan
1 gelas bir stander (285 ml). l ukuran spirits (30 ml), gefas wine medium
(120 ml), atau I ukuran aperitif (60 ml)

UNITY ANG MENANGANI


, RS Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Reumatologi
• RS Non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Osteoartritis

UNIT TERKAIT
• RS Pendidikan : Bagian bedah - ortopedi, Rehabilitasi Medik
• RS Non Pendidikan : Bagian bedah - ortopedi, Rehabilitasi Medik

REFERENSI
1. Lindsay R, Cosman F. Osteoporosis. In: Longo Fauci Kasper, Harrison's Principles of Internal Medicine
18th Edition. United States of America. McGraw Hill. 2012
2. Setiyohadi B. Osteoporosis. Dalam: Alwi I, Setiati S, Setiyohadi B, Simadibrata M. Sudoyo AW. Buku
Ajar llmu Penyakit Dalam Jilid Ill Edisi V. Jakarta: Inferno Publishing; 2010:2650-76
3. Saag G, Sambrook P. Watts N. Osteoporosis. In: Klippel J, Stone J, Crofford L, White P. Primer on
the Rheumatic Disease. 13th Edition. Springer. 2008
4. Curtis JR, Delzell E, Kilgore M, Patkar NM, Saaq K, Warriner AH. Which Fractures Are Most Attributable
to Osteoporosis? J Clin Epidemiol 2011 Jan:64(1):46
5. Qaseem A, Snow V, Shekelle P, Hopkins R Jr. Forciea MA, Owens DK, Clinical Efficacy Assessment
Subcommittee of the American College of Physicians. Pharmacologic treatment of low bone
density or osteoporosis to prevent fractures: a clinical practice guideline from the American
College of Physicians. Ann Intern Med. 2008 Sep 16;149(6):404-15
6. Bates D, Black OM, Cummings SR. Clinical Use of Bone Densitometry: Scientific Review. JAMA
20020ct 16;288(15):1889
7. FRAX. WHO Fracture Assessment Tool. Diakses melalui http://www.shef.ac.uk/FRAX/tool.
jsp?counlry=46 pada tanggal 5 Mei 2012
OSTEOARTRITIS

PENGERTIAN
Osteoartritis (OA) adalah penyakit sendi degeneratif dan inflamasi yang ditandai
dengan perubahan patologik pada seluruh struktur sendi. Keadaan patologis yang
terjadi adalah hilangnya rawan sendi hialin, diikuti penebalan dan sklerosis tulang
subkondral, pertumbuhan osteofit pada tepi sen di, teregangnya kapsul sendi, sinovitis
ringan, dan kelemahan otot yang menyokong sen di.,.,
Secara etiopatogenesis, osteoartritis adalah kegagalan perbaikan kerusakan sendi
yang disebabkan oleh stres mekanik yang berlebih. Faktor mekanik yang mendasari
OA adalah peningkatan stres intra-artikular patologis, yang terjadi akibat peningkatan
kuantitatif dari pembebanan sendi [misalnya pembebanan impulsif berulang). Behan
impulsif menyebabkan jejas mikro pada tulang subkondral dan rawan sendi yang
melebihi kemampuan sendi untuk memperbaiki kerusakan. lnflamasi pada osteoartritis
timbul sekunder akibat produk degradasi rawan sen di dan tulang."!
Faktor risiko osteoartritis adalah faktor genetik, faktor konstitusional [usia, jenis
kelamin perempuan, obesitas), dan faktor biomekanik (jejas sendi, penggunaan pada
pekerjaan, berkurangnya kekuatan otot, ma/alignment sendi).2

PENDEKATAN DIAGNOSIS

label 1. Kriteria diagnosis osteoartritis lutut berdasarkan ACR tahun 1986!·7


Kllnls dan laboratorlum Kllnls dan radlografl Kllnls
Nyeri lutut don setidaknya 5 dari Nyeri lutut don setidaknya l dari Nyeri lutut don setidaknya 3 dari
9 kriteria berikut: 3 kriteria berikut: 6 kriteria berikut:
1. Usie > 50 tahun I. Usia > 50 tahun I. Usia > 50 tahun
2. Kaku sendi < 30 menit 2. Kaku sendi < 30 menit 2. Kaku sendi < 30 menit
3. Krepitus 3. Krepitus + osteofit 3. Krepitus
4. Nyeri tulang 4. Nyeri tulang
5. Pembesaran tulang 5. Pembesaran tulong
6. Tidak teraba hangat pada 6. Tidak teraba hangat pada
palpasi palpasi
7. LEDs 40 mm/jam

Panduan Prakllk IUlnls


PM,rmpu,....n Ootttr Sf,Hwis Pfflyaht 0411m lndonew
Osteoartritis

Ktlnls don loboratorlum Ktlnls don rodlograll Kffnls


8. Faktor reumatoid (RF)
< 1:40
9. Cairan sinovial petanda OA
Uernih, viscous, otau hitung
leukosit <2000/mm3)
Sensitifitos 92 %, spesifisitas 75 % Sensitifitas 91 %, spesifisitos 86 % Sensitifltas 95 %, spesifisitas 69 %

Kriteria diagnosis osteoartritis tangan berdasarkan kriteria ACR tahun 19906 ·6


1. Nyeri tangan atau kaku, dan
2. Tiga dari em pat dari kriteria berikut:
a) Pembesaran jaringan keras pada z 2 dari 10 sendi tangan tertentu (sendi DIP II
dan lll, sendi PIP II dan III, serta sendi CMC I pada tangan kiri dan kanan)
b) Pembesaranjaringan keras pada z 2 sendi DIP
c) Pembengkakan pada < 3 sendi MCP
d) Deformitas pada minimal 1 dari 10 sendi tangan tertentu.
Kriteria diagnosis osteoartritis sendi pinggul berdasarkan kriteria ACR tahun
19919
1. Nyeri pinggul, dan
2. Minimal 2 dari 3 kriteria berikut:
a) LED,; 20 mm/jam
b) Radiologi: terdapat osteofit pada femur a tau asetabulum
c) Radiologi: terdapat penyempitan celah sendi (superior, aksial, dan/atau medial)

DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding perlu dipikirkan terutama pada osteoarthritis dengan efusi
sendi a tau inflamasi minimal. Diagnosis banding pada kasus tersebutadalah: Reumatik
ekstraartikuler (bursitis, tendinitis), artritis gout, artritis reumatoid, artritis septik,
spondilitis ankilosa, dan hemokromatosis.10

TATALAKSANA

Nonfarmakologis
Edukasi, menghindari aktivitas yang menyebabkan pembebanan berlebih pada
sendi, olahraga untuk penguatan otot lokal dan olahraga aerobik, penurunan berat
badan jika berat badan berlebih atau obes, aplikasi lokal panas atau dingin, peregangan
sendi, transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS), penggunaan penyokong sendi,
penggunaan alat ban tu pada yang mengalami gangguan dalam aktivitas sehari-hari. 2 •10
Panduan Prak11k lllnls Reumatologi
1'9twnpurwo Dotter SpPslahs � o.t.m I�

Farmakologis2 ·'0
1. Antinyeri: Parasetamol, obat anti inflamasi non steroid (OAINS) topikal atau sistemik
(baik yang nonspesifik maupun spesifik COX II), opioid, tergantung derajat nyeri dan
inflamasi
2. Pertimbangkan injeksi kortikosteroid intraartikular terutama untuk OA lutut
dengan efusi.
3. lnjeksi hialuronat atau viscosupplement intra-artikular untuk OA lutut

Bed ah
Tindakan bedah dilakukan jika terapi farmakologis sudah diberikan dan tidak
memberikan hasil misalnya pasien masih merasa nyeri, disabilitas, dan mengurangi
kualitas hidup mereka. Tindakan bedah yang diindikasikan untuk osteoartritis lutut
dan sen di panggul adalah total joint arthroplasty. 2

KOMPLIKASI
Deformitas sendi

PROGNOSIS
Osteoartritis tangan memiliki prognosis yang baik. Keterlibatan dasar ibu
jari memiliki prognosis yang lebih buruk. Osteoartritis lutut memiliki prognosis
yang bervariasi. Osteoartritis sendi pinggul memiliki prognosis yang lebih buruk
dibandingkan osteoartritis pada tempat lain. Faktor risiko untuk total hip replacement
adalah usia .e60 tahun, kaku pagi, nyeri pada kemaluan atau paha sisi medial,
berkurangnya ekstensi/ adduksi, rotasi internal yang nyeri, !MT ,;30 kg/m-."

UNIT YANG MENANGANI


• RS pendidikan : Departemen llmu Penyakit Dalam - Divisi Reumatologi
• RS non pendidikan : Departemen llmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
• RS pendidikan : Departemen Bedah - Orthopedi, Rehabilitasi Medik
• RS non pendidikan : Departemen Bedah
Osteoartritis

REFERENSI
1. Soeroso J, lsbagio H, Kalim H, Brofo R, Pramudiyo R. Osteoartritis. Dalam: Sudoyo AW, Sefiyohadi
B, Alwi I. Simadibrata M. Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi V. Jakarta;
lnternaPublishing; 2009. Hal. 2538-49
2. Felson OT. Osteoarthritis. Dalam: Longo DL. Kasper DL. Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL. Loscalzo
J, penyunting. Harrison's principle of internal medicine. Edisi XVIII. McGraw·Hill Companies; 2012.
Hal. 2828-36
3. Brandt KD. Dieppe P. Radin EL. Etiopathogenesis of osteoarthritis. Rheum Dis Clin N Am 2008;34:531-59
4. National Collaborating Centre for Chronic Conditions. Osteoarthritis: national clinical guideline
for care and management in adults. London: Royal College of Physicians, 2008
5. Abramson SB, Attur M. Developments in the scientific understanding of osteoarhtritis. Arthritis
research and therapy 2009. 11 :227
6. Klippel JH, Stone JH, Crofford LJ, White PH, penyunting. Primer on the rheumatic diseases. Edisi
XIII. New York: Springer Science:2008. Hal 669-82
7. Altman R, Asch E, Block G, et al. Development of criteria for the classification and reporting of
osteoarthritis: classification of osteoarthritis of the bone. Arthritis Rheum 1986; 29. l 039-49.
8. Altman R, Alarcon G, Appelrouth D, Bloch D, Borenstein D, Brandt K. The american college of
rheumatology criteria for the classification and reporting of osteoarthritis of the hip. Arthritis and
Rheumatism 1991 ;34:5:505-14
9. Altman R, Alarcon G. Appelrouth D, et al. The American College of rheumatology for the
classification and reporting of osteoarthritis of the bone. Arthritis Rheum 1990; 33: 1601-10.
l 0. Conaghan PG, Dickson J, Grant RL. Care and management of osteoarthritis in adults: summary
of nice guidance. BMJ 2008;336:502-3
l l. Uevense AM, Koes BW, Verhaar JAN, Bohnen AM, Bierma-Zeinstra SMA. Prognosis of hip pain in
general practice: a prospective followup study. Arthritis and rheumatism 2007; 57 (8): 1368-137 4
REUMATIK EKSTRAARTIKULAR

PENGERTIAN
Reumatik ekstraartikular adalah sekelompok penyakit dengan manifestasi klinik
umumnya berupa nyeri dan kekakuan jaringan lunak, ototatau tulangtanpa hubungan
yangjelas dengan sen di bersangkutan ataupun penyakit sistemik serta tidak semuanya
dapat dibuktikan penyebabnya. Terdapat tiga faktor yang diduga menjadi penyebab
REA antara lain mekanikal, inflamasi dan deposisi kristal. Beberapa penyakit reumatik
ekstraartikular yang pen ting dan sering ditemui adalah periartritis kalsifik, entesopati,
tenosinovitis, bursitis. Pada bab ini, reumatik ekstraartikular yang akan dibahas adalah
berdasarkan lokasi bagian tubuh yang terkena.1·2

PENDEKATAN DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING

Kelainan Reumatik pada Bahu1 •3 -'


1. Rotator cuff tendinitis
Anamnesis: nyeri saat abduksi aktif terutama pada sudut 60°- 120°, nyeri he bat
pada otot deltoid lateral, nyeri biasanya dijumpai pada malam hari. Pada kasus
yang lebih berat, nyeri dirasakan mulai awal abduksi dan sepanjang lingkup gerak
sendi (LGS). Nyeri bertambah hebat apabila lengan dalam posisi menjangkau,
mendorong, menarik, mengangkat, meluruskan lengan setinggi bahu atau
berbaring ke sisi yang sakit.
Pemeriksaan fisik: pemeriksaan LGS aktif dengan tahanan akan menimbulkan rasa
nyeri sesuai dengan tendon yang terlibat, misalnya supraspinatus untuk gerakan
abduksi.
Diagnosis banding: robekan rotator cuff. angina pektoris, tendinitis bisipital,
radikulopati servikal.
2. Frozen shoulder syndrome
Anamnesis: Nyeri pada bagian atas humerus dan menjalar ke lengan atas bagian
ventral, scapula, lengah bawah serta terutama bila lengan atas digerakkan dan
kambuh pada malam hari, gerakan abduksi, elevasi dan rotasi eksternal terbatas,
Reumatik Ekstraartikular

umumnya menyerang usia di atas 40 tahun.


Pemeriksaan fisik: nyeri pada palpasi, pemeriksaan LGS aktif dan pasif terbatas
ke sem ua a rah
Diagnosis banding: artritis glenohumeral.
3. Tendinitis bicipital
Anamnesis: nyeri difus pada anterior bahu, nyeri bersifat kronis dan berkaitan
dengan penjepitan tendon bisep oleh akromion.
Pemeriksaan fisik: palpasi daerah bisipital, terdapat nyeri pada manuver supinasi
lengan bawah melawan tahanan (Yergason's sign), fleksi bahu melawan tahanan
(speed's test), ekstensi bahu.
Diagnosis banding: robekan labral, osteoartritis, robekan rotator cuff, rotator cuff
tendinitis, bursitis subakromial.

Kelainan Reumatik pada Siku'·2


1. Epikondilitis lateral (tennis elbow) dan epikondilitis medial (golfer's elbow)
Anamnesis: nyeri !aka! subakut atau kronik pada bagian medial (golfer's elbow)
atau lateral sendi siku (tennis elbow), menyerang lengan yang dominan, kadang-
kadang dapat timbul bilateral, tidak ditemukan adanya hambatan sendi.
Pemeriksaan fisik: nyeri tekan pada atau sekitar (epicondylus) lateral atau medial.
Diagnosis banding: radikulopati servikal, fibromialgia, robekan pronator teres,
neuritis ulnar.
2. Bursitis olekranon
Anamnesis: pem bengkakan pada daerah posterior siku, nyeri yang memberat dengan
adanya tekanan, adanya riwayat trauma terisolasi atau mikrotrauma berulang.
Pemeriksaan fisik: Pembengkakan, nyeri dan hangat pada palpasi olekranon dan
sering disertai efusi

Kelainan Reumalik pada Jeri dan Tangan1 ·2 ••


1. Stenosing tenosinovitis (trigger finger)
Anamnesis: nyeri !aka! pada basis jari yang terkena, gerakan makin lama makin
kaku hingga suatu saat jari tak dapat diluruskan kembali yang terasa terutama
malam hari, sensasi 'pop' atau 'klik' bila jari digerakkan, bengkak, bila terkena >
3 jari tangan cari kaitan dengan diabetes dan hipotiroid.
Pemeriksaan fisik: nodul yang terasa nyeri pada telapak tangan distal yang bergerak
dengan fleksi dan ekstensi jari dan bunyi 'klik'.
(i) P' anduan Prakllk ll. lnls Reumatologi

2. Tenosinovitis De Quervain
Anamnesis: nyeri lokal pada bagian punggung pergelangan tangan menjalar ke ibu
jari dan lengan atas sisi radial, benda yang dipegangterlepas sendiri dari genggaman.
Pemeriksaan fisik: nyeri dan pembengkakan tendon di daerah prosesus stiloideus
radii, tes Finkelstein positif (nyeri bertambah dengan adduksi ibu jari dan deviasi
ulnar).
3. Carpal Tunnel Syndrome
Anamnesis: parastesia atau mati rasa pada ibu jari, telunjuk dan jari tengah, dapat
menjalar hingga telapak tangan, keluhan semakin bertambah pada saat mengetuk,
memeras, menggerakkan pergelangan tangan, nyeri bertambah hebat pada malam
hari, pergelangan tangan terasa diikat ketat dan kaku gerak.
Pemeriksaan fisik: kekuatan tangan menurun, atrofi tenar, tes provokasi (phalen
test), Tinne/'s sign.
Diagnosis banding: sindrom nyeri servikobrakial, mononeuritis multipleks.

Kelainan Reumatik pada Panggul1 •2 •8

Bursitis trokanterik
Anamnesis: nyeri di daerah trokanter mayor, pembengkakan lokal, rasa nyeri
terutama malam hari, nyeri dirasakan intensif bila berjalan, gerakan yang bervariasi
dan berbaring pada sisi yang terkena.
Pemeriksaan fisik: nyeri tekan di atas daerah panggul lateral dan dapat menjalar
ke bawah, ke kaki atau ke lutut, nyeri bertambah pada rotasi eksternal dan abduksi
me la wan tahanan, tenderness point pada daerah trokanterik.
Diagnosis banding: radikulopati, osteoartritis panggul.

Kelainan Reumatik pada Lulu!


l. Kista popliteal (Baker's cyst)L'
Anamnesis: bengkak ringan pada lutut bagian belakang, rasa tidak nyaman di lutut
terutama dalam keadaan fleksi dan ekstensi penuh.
Pemeriksaan fisik: tampak kista apabila pasien berdiri dan diperiksa dari belakang,
pembengkakan yang difus dari betis bila terjadi ruptur kista.
Diagnosis banding: tromboflebitis (bila ruptur kista).
2. Bursitis pes anserina1
Anamnesis: nyeri, kadang-kadang bengkak dan terasa panas di bagian medial
Reumatik Ekstraartikular

inferior dan distal garis sendi lutut, nyeri bertambah berat apabila naik tangga.
Pemeriksaan fisik: nyeri tekan dan pembengkakan pada daerah bursa anserine
(anteromedial dari tibia proksimal), nyeri memberat dengan kontraksi otot
sartorius, grasilis dan semitendinosus.
3. Bursitis prepatelar (Housemaid's knee)t.'
Anamnesis: nyeri saat berlutut, terasa kaku.
Pemeriksaan fisik: bengkak superfisial dan merah pada bagian anterior lutut.
Diagnosis banding: infeksi, gout, pseudogout, fraktur, dislokasi patella, robekan
ligamen, bursitis infrapatella.
4. Tendinitis patellar1·'·'
Anamnesis: nyeri di daerah tendon patella, nyeri saat melompat, naik tangga a tau
jongkok
Pemeriksaan fisik: nyeri tekan pada tendon patellar.

Kelainan Reumatik pada Kaki dan Pergelangan1 ·2


1. Tendinitis Achilles
Anamnesis: nyeri tumit posterior, nyeri tajam di atas tumit terutama pada saat
awal melangkah setelah duduk, nyeri dan kaku terlokalisasi pada distal tendon
Achilles, fleksibilitas pergelangan kaki terbatas saat berjalan.
Pemeriksaan fisik: pembengkakan, nyeri tekan tendon Achilles, nyeri pada
pergerakan aktif dan pas if dorsofleksi.
2. Fasciitis plantaris
Anamnesis: nyeri pada area plantar tumit, serangan biasanya bertahap a tau diikuti
beberapa trauma atau penggunaan berlebihan pada aktivitas atletik, berjalan
terlalu lama atau memakai sepatu yang tidak sesuai, nyeri timbul pada pagi hari
dan bertambah be rat saat awal berjalan.
Pemeriksaan fisik: nyeri tekan pada palpasi di anteromedial pada tuberkel
kalkaneus medial dari fasia plantaris

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan-pemeriksaan penunjangyang bisa dilakukan antara lain ultrasonografi
muskuloskeletal, MRI, foto polos untuk menyingkirkan diagnosis banding, artrografi,
aspirasi bursa untuk mencari etiologi (pada bursitis), elektromiografi.!" Pemilihan
pemeriksaan penunjang untuk penyakit Reumatik ekstraartikular harus disesuaikan
dengan kecurigaan klinis. Misalnya pada kasus dengan nyeri bahu yang diduga
Panduan Prak11k 111111 Reumatologi
�- Ookter Spe1llllis ""1yatrt Dtl,m �

tendinitis rotator cuffdisertai dengan ruptur tendon, maka diperlukan pemeriksaan


I USG atau MRI bahu.

TATALAKSANA1•5·8
Nonfarmakologis: edukasi, menghindari faktor pencetus, istirahat, latihan,
rehabilitasi, fisioterapi (kompres air dingin, pemanasan, ultrasound, diatermi),
pemasangan bidai.
Farmakologis: OAINS, Analgesik, lnjeksi intralesi (kortikosteroid, lidokain lokal)
I Bedah: apabila dengan terapi konservatif tidak menunjukkan perbaikan

KOMPLIKASI
Kontraktur, jepitan saraf

PROGNOSIS
Pada umumnya penyakit Reumatik ekstraartikular bersifat self-limiting.

UNIT YANG MENANGANI


• RS pendidikan : Departemen llmu Penyakit Dalam - Divisi Reumatologi
• RS non pendidikan : Departemen llmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
• RS pendidikan : Semua Divisi di lingkungan Departemen llmu Penyakit Dalam
• RS non pendidikan

REFERENSI
1. Marpaung B. Reumatik ekstra artikular. In: Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati
S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalom. S1 h ed. Jakarta; Pusat lnformasi don Penerbitan Bagian
llmu Penyakit Dalam FKUI, 2009:2698 - 2704

2. Langford C, Gilliland 8. Periarticular disorders of the extremities. In: Fauci A. Kasper D. Longo D,
Braunwald E, Hauser S, Jameson J, Loscalzo J. editors. Harrison's principles of internal medicine.
181" ed. United States of America; The McGraw-Hill Companies. 2012: 2860- 3

3. Woodward T, Best T. The painful shoulder. Am Fam Physician. 2000:61 ( 10):3079-3088


4. Makkouk AH, Oetgen M, Swigart C, Dodds S. Trigger finger: etiology, evaluation and treatment.
Curr Rev Musculoskelet Med. 2008;1 (2): 92- 96
5. Hellmann D, Imboden J. Musculosceletal and immunologic disorders. In: McPhee S, Papadakis
M, Rabow M, editors. Current medical diagnosis and treatment 2011. SQ1 h ed. California; The

McGraw-Hill Education. 2010:779 -840


Reumatik Ekstraartikular

6. Visentini P J, Khan KM. Cook JL Kiss ZS. Harcourt PR, Wark JD. The VISA score: an index of severity
of symptoms in patients with jumper's knee (patellar tendinosis). Victorian Institute of Sport Tendon
Study Group. J Sci Med Sport.1998;1 (1):22-8
7. Handy JR. Anserine bursitis: a brief review. South Med J. 1997:90(4):376- 7
8. Starr M, Kang H. Recognition and management of common forms of tendinitis and bursitis.
Canadian J CME. 2001 :155-63

853
I
SKLERODERMA

PENGERTIAN
Sklerosis sistemik (skleroderma) adalah penyakit jaringan ikat yang tidak
diketahui penyebabnya yang ditandai oleh fibrosis kulit dan organ viseral serta
kelainan mikrovaskuler. Penyakit ini merupakan penyakit autoimun, yang dimediasi
oleh limfosit.1-'

DIAGNOSIS
Pada tahun 1980, American Rheumatism Association {ARA} mengajukan kriteria
pendahuluan untuk klasifikasi sklerosis sistemik progresif. Kriteria ini terdiri atas:3
1. Kriteria Mayor:
Skleroderma proksimal: penebalan, penegangan dan pengerasan kulit yang
simetrik pada kulit jari dan kulit proksimal terhadap sendi metakarpofalangeal
atau metatarsofalangeal. Perubahan ini dapat mengenai seluruh ekstremitas, muka,
leher dan batang tubuh (toraks dan abdomen).
2. Kriteria Minor:
• Sklerodaktil: perubahan kulit seperti disebut diatas, tetapi hanya terbatas
pada jari.
• Pencekungan jari atau hilangnya substansi jari terjadi akibat iskemia. Daerah
yang mencekung pada ujung jari atau hilangnya substansi jari terjadi akibat
iskemia.
• Fibrosis basal dikedua paru. Gamba ran tinier a tau lineonodular yang retikuler
terutama dibagian basal kedua paru tampak pada gambaran foto dada standar.
Gambaran paru mungkin menimbulkan bercak difus a tau seperti sarang lebah.
Kelainan ini bukan merupakan kelainan primer paru.
Diagnosis sklerosis sistemik ditegakkan bila didapatkan 1 kriteria mayor atau
;, 2 kriteria minor. Namun kriteria ARA ini sudah mulai ditinggalkan dan tidak lagi
ditujukan untuk diagnosis karena banyak pasien dengan sklerosis sistemik terbatas
{limited systemic sclerosis) tidak memenuhi kriteria ini."

(i .... ""
Panduan Praktik lllnis
Skleroderma

Pada tahun 2013, American College of Rheumatology/European league Against


Rheumatism (ACR/EULAR) menetapkan kriteria untuk klasifikasi sklerosis sistemik
(Tabel 2). Berdasarkan kriteria ini, diagnosis dapat ditegakkan apabila skor total
pasien 2'9.

label 2. Kriteria Sistemik Sklerosls Berdasarkan ACR/EULAR 2013


Item Sub-Item Skor l
Penebalon kulit jari pada kedua tangan sampai 9
ke bagian proksimol sendi metakarpofalangeal
(kriterio yang mencukupi)
Penebalan kulit pada jari (hanyo menghitung Jori bengkak 2
nilai yang paling tinggi) Skelerodaktil pada jari 4
(bagian distal dari sendi
metokarpofalangeal tetapi
proksimal dari sendi interfalongeol)
Lesi pada ujung jori (hanya menghifung nilai Ulkus pado ujung 2
yang poling tinggi) jari 3
Luka yang mencekung pada ujung
jari
Telangiektasia 2
Kapiler abnormal pado lipatan kuku 2
Hipertensi pulmonal dan/atau penyakit paru Hipertensi pulmonal 2
interstisial (skor maksimol: 2) Penyakit paru interstisial 2
Fenomena Reynaud 3
Autoantibodi yang berhubungan dengan Anticentromere 3
sklerosis sistemik (skor maksimal: 3) Anti-topoisomerose I (onti-Scl-70
antibody}
Anti-RNA po/yemerose Ill

Secara klinis, sklerosis sistemik dibagi dalam 5 kelornpok, yaitu: 1•2 •5


• Sklerosis sistemik difus, dengan penebalan kulit terdapat di ekstremitas distal,
proksimal, muka dan seluruh batang tubuh.
• Sklerosis sistemik terbatas, penebalan kulit terbatas pada distal siku dan
lutut, tetapi dapat juga mengenai muka dan leher. Sinonimnya adalah
CREST syndrome (C = Calsinosis subkutan; R= Raynaud phenomenon;
E = Oesophagus dismotility; S = Sklerodaktili; T = Telengiektasis).
• Sklerosis sistemik sine scleroderma, secara klinins tidak didapatkan kelainan
kulit, walaupun terdapat kelainan organ dan gambaran serologis yang khas untuk
sklerosis sistemik.
• Sklerosis sistemik pada overlap sindrorn, artritis reumatoid atau penyakit otot
inflamasi.
Panduan Prakllll lllnls
� �Spesi.&s Ptnyakrt Dul\ln6onnr,

• Penyakit jaringan ikat yang tidak terdiferensial, yaitu bila didapatkan fenomena

I
I
raynaud dengan gambaran klinis dan/atau laboratorik sesuai dengan sklerosis
sistemik.
Selain itu terdapat varian skleroderma lokal yang hanya mengenai kulit tanpa
I
disertai kelainan sistemik:6
• Morfea adalah perubahan skleroderma setempat yang dapat ditemukan pada
bagian tubuh mana saja. Fenomena raynaud sangat jarang didapatkan.
• Skleroderma linier umumnya didapatkan pada anak-anak, ditandai oleh
perubahan skleroderma pada kulit dalam bentukgaris-garis dan umumnya disertai
atrofi otot dan tulang dibawahnya.
• Skleroderma en coupe de sabre. Merupakan varian skleroderma linier, dengan
manifestasi berupa garis sklerotik pada ekstremitas atas a tau bawah a tau daerah
frontoparietal yang dapat menyebabkan deformitas muka dan kelainan tulang.

Pemeriksaan Penunjang'·2

Laboratorium
Autoantibodi ditemukan hampir pada semua pasien dengan skleroderma
(sensitivitas >95%). ANA merupakan antibodi yang paling sering ditemukan, tetapi
tidak cukup spesifik untuk skleroderma.4

label 1. Autoantlbodl yang Berhubungan dengan Skleroderma1


Auto anffbody Prevalensl Gambaran kllnls
Antinuclear antibody >95%
Anti-Sci-70 (Anti-topoisomerase 20-40% Penyokit Poru, Kulit, Afro-Amerika, Prognosis
I) buruk
Anti-centromere 20-40% Sindrom CREST. Ulserasi atau hilangnya jari
Anti-RNA polymerase 4-20% Keterlibatan penyakit kulit difus. skteroderma,
krisis Renal, penyokit Jantung, prognosis buruk
Anfi-823 10% Hipertensi Pulmoner
Anti-Pm-Sci 2-10% Umited cutaneous involvement. miositis
Anfi-U3-RNP(Antifibrillarin) 8% Penyakit Paru. keterlibotan penyakit kulit difus.
Afro-Ameriko laki-laki
Anti-UI-RNP Anti-Th/To 5% Penyakit Jaringan ikat campuran
Anti-Th/To 1-5% Umited cutaneous involvement. penyakit paru

Pemeriksaan Palolog
biopsi kulit
Skleroderma

Pemeriksaan Penunjang lainnya'·'


• oesophagus maag duodenum (OMO): untuk menilai adanya dismotilitas saluran
cerna bagian atas
• Ekokardiografi: untuk mendeteksi kelainan kardiologi, seperti efusi perikard, dan
hipertensi pulmonal
• Spirometri: untuk menilai adanya restriksi paru
• Urinalisis dan kadar kreatinin serum: untuk menilai keterlibatan ginjal
• Kapilaroskopi: untuk menilai status mikrovaskuler pasien, pada skleroderma
didapatkan gambaran kapiler-kapiler yang berdilatasi dengan area pembuluh
yang dropout tampak jelas.
• Esofagogastroduodenoskopi dilakukan sesuai indikasi.

DIAGNOSIS BANDING'·'
Nephrogenic sistemik fibrosis, eosinofilic fasciitis, sclerodema diabeticorum dan
scleremyxedema

TATALAKSANA'
• Penyuluhan dan dukungan sosial
• Penanganan Fenomena raynaud dan kelainan kulit
Menghindari merokok dan udara dingin.
Pada keadaan berat, bila disertai ulkus pada ujung jari atau mengganggu
aktivitas sehari-hari dapat dicoba vasodilator,misalnya nifedipin,prazosin,atau
nitrogliserin topikal.
Obat lain adalah iloprost suatu analog protasiklin, diberikan secara intravena
dengan dosis 3ng/kgBB/mnt, 5-8 jam/hari selama 3 hari berturut-turut. Selain
itu obat ini juga digunakan untuk mengobati ulkus pada jari.
Perawatan kulit dapat dipertimbangkan bila ada infeksi sekunder, bila Iuka
cukup dalam dibutuhkan perawatan secara bedah,nekrotomi dan pemberian
antibiotik parenteral.
• Pemberian obat remitif
• D-penisilamin,kolkisin, rnetotreksat, siklofosfamid dan obat-obat imunosupresif
lainnya.
• Penanganan kelainan muskuloskeletal
Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) dapat diberikan. Bila nyeri menetap
dipertimbangkan injeksi steroid lokal atau steroid sistemik dosis kecil dalam
waktu singkat. Fisioterapi untuk mencegah dan mengatasi kontraktur.
Reumatologi

• Penanganan kelainan gastrointestinal


Pasien dengan dismotilitas esofagus disarankan meninggikan kepalanya pada
waktu berbaring, makan pada posisi tegak dengan porsi kecil dan sering.
Antasida ,antagonis H2 dan obat sitoprotektif pada kasus ringan sedang, pad a
kasus berat dianjurkan PPI.
Obat prokinetik pada keadaan disfagia dan hipomotilitas usus.
Bila terdapat striktur esofagus dilakukan dilatasi secara berkala.
Bila konstipasi diberikan pelunak tinja dan diet serat tinggi.
• Penanganan kelainan paru
Pneumonitis interstitial diterapi menggunakan kortikosteroid atau siklofosfamid.
Bila terjadi hipertensi arteri pulmonal,pengobatan dimulai dengan oral endothelin-L
receptor antagonist atau phosphodiesterase inhibitor seperti sildenafil, selain itu
pasien mungkin membutuhkan diuretik,antikoagulan dan digoksin.
• Penanganan kelainan ginjal
Krisis renal dengan hipertensi berat merupakan komplikasi yang serius dan angka
kematian yang cukup tinggi, yang dapat diturunkan dengan menggunakan obat
penghambat enzim pengkonversi angiotensin. ]ika diperlukan dapat dilakukan
dialisis.

KOMPLIKASI
Hipertensi pulmonal, krisis renal sistemik, Barret's esofhaqitis. ulkus dan gangren
ujung jari.'·2 •5

PROGNOSIS
Angka harapan hidup 5 tahun pasien sklerosis sistemik adalah sekitar 68%.
Penelitian Altman dkk, mendapatkan beberapa prediktor yang memperburuk
prognosis sklerosis sistemik adalah:5
• Usia Ianjut (>64tahun) penurunan fungsi ginjal (BUN<l6mg/dl) anemia (Hb<llg/dl)
• Penurunan kapasitas difusi C02 pada paru ( <50% prediksi)
• Penurunan kapasitas difusi C02 pada paru ( <50% prediksi)
• Penurunan kadar protein serum total (6mg/dl)
• Penurunan cadangan paru (kapasitas vital paksa <80% pada Hb >14g/dl atau
kapasitas vital paksa <65% pada Hb <14g/dl).
Skleroderma

UNIT YANG MENANGANI


• RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Reumatologi
• RS non pendidikan : Departemen II mu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
• RS pendidikan : Semua Divisi di lingkungan Departemen Ilmu PenyakitDalam,
Departemen Bedah Vaskuler
• RS non pendidikan : Departemen Bedah

REFERENSI
l. Varga J. Systemic Sclerosis (Scleroderma) and Related Disorders. In: Longo Fauci Kasper, Harrison's
Principles of Internal Medicine 181h Edition. United States of America. McGraw Hill. 2012
2. Setiyohadi B. Sklerosis Sistemik. Dalam: Sudoyo, Setivohodi. Buku Ajar Jlmu Penyakit Dalam. Edisi
V. Jakarta. lnterna Publishing. 2011
3. Subcommittee for Scleroderma Criteria of the American Rheumatism Association Diagnostic
and Therapeutic Criteria Committee. Preliminary criteria for the classification of systemic sclerosis
(scleroderma). Arthritis Rheum 1980:23:581-90.
4. Haustein U. Systemic Sclerosis - scleroderma. Dermatology Online Journal 8( l J :3. 2002. Diakses
melalui http://dermatology.cdlib.org/00Jvol8num 1 /reviews/scleroderma/haustein.html pada
tanggal 4 Mei 2012.
5. Hummers l, Wigley F. Scleroderma. In: Imboden J, Hellmann D. Stone J. Current Rheumatology
Diagnosis & Treatment. 2nd Edition. United States of America. McGraw Hill. 2004
6. Falanga V, Killoran C. Chapter 62: Morphea. In: Wolff K, Goldsmith L, Katz S, et al. filzpatricks's
Dermatology in General Medicine. 71 h Edition. United States of America. McGraw Hill. 2008 p543�6
SPONDILOARTROPATI

I PENGERTIAN
I Spondiloartropati adalah sekelompok penyakit radang sendi yang mempunyai
faktor predisposisi dan tampilan klinis yang mirip. Yang termasuk spondiloartropati
adalah spondilitis ankilosa, artritis reaktif (termasuk Reiter's syndrome), artritis
psoriatik, inflammatory bowel disease-associated spondyloarthropathy,dan
undifferentiated spondyloarthropathy. Penyakit-penyakit ini mempunyai kesamaan
yaitu berhubungan dengan gen HLA-827 dan adanya entesitis sebagai lesi patologi
dasar. Tampilan klinis lain diantaranya adalah inflammatory back pain, daktilitis,
manifestasi ekstraartikular seperti uveitis dan ruam kulit.1-'

DIAGNOSIS SPONDILOARTROPATI
Spondiloartropati dicurigai pada setiap kasus dengan nyeri pinggang inflamasi �3
bulan (spondiloartritis aksial), maupun artritis perifer yang asimetris, dan/atau yang
predominan di ekstrimitas bawah (spondiloartritis perifer). Kriteria nyeri pinggang
inflamasi mengikuti kriteria ASAS tahun 2009 (tabel 1).3 Selanjutnya penegakan
diagnosis spondiloartropati berdasarkan kriteria menurutASAS tahun 2010 (gambar 1).4

label 1. Krlterla Nyerl Plnggang lnflamasi menurut ASAS (2009)


Pada pasien dengan nyeri pinggang > 3 bulan

Onset usia pasien <45 tahun Onset


insidious (perlchon-lchon)
Perboikan dengan aktifitas/latihan
Tldok memboik dengan istirahat
Nyeri di malam hari
Nyeri pinggang inflamasi jika minimal terdapat 4 dori 5 kriteria tersebut terpenuhi.
Sensitifitos 77% don spesifisitas 91 ,7%
(diodaptasi dori Sleper J, dkk. Ann Rheum Dis 2009:68:784-8)

Panduan Pralktlk lllnls


f'lottumpun1n Ooher Spewh1 �alat D.lam Indonesia
Spondiloartropati

Pada pasien nyeri pinggang bawah=3 bu Ian Pada pasien dengan


(dengan/tanpa manifestasi perifer) dengan manifestasi perifersaja:
onset usia pasien <45 tahun

Sakroitiitis pada HLA-827 PLUS Artritis atau entesitis atau daktilitis

pencitraaan PLUS =2 gambaran SpA PLUS

=1 gambaran SpA yang lain

.
Gamb aran SpA yang dimaksud:
Nyeri pinggang inflamasi
=1 gambaran SpA:
• Uveitis
.. Artritis • Psoriasis
• Penya kit Crohn/Colitis Ulseratif

Entesitis (tumit)
Uveitis .
. Daktilitis
Psoriasis •
lnfeksi yang mendahului
HLA-827
Penyakit Crohn/ColJtis Ulseratif • Sakroiliitis pada pencitraan

. Respon baik dengan OAINS


Riwayat keluarga dengan SpA

. HLA-827
Peningkatan
(CRP)
kadarC-Reactive Protein

.'
'

I·---···---···---··-------------------------------------------------------------
{diadapfasi dari Rudwa/eif M, dkk. Ann Rheum Dis 2011;70:25-31)

Keterangan:
1. Nyeri pinggong inflomosi: odanya gejala saat in! olou riwoyol nyeri spinal (pinggong, dorsal otou seMl:ol), dengon 4 dori 5 gejola.
yoilu onset <45 tohun, onset Insidious, perbail:on dengon lotihan, l:al:u pogl hori don durosi > 3 bulon.
2. Sinovilis: odonyo gejo!o soot inl atou riwayat ortritis osimetris olou orlritis yang predominan di el:strimitos bawoh.
3. Riwoyot l:eluorgo poda lingl:al satu atau duo. berupo spondililis onl:iloso, psoriasis, uveilis ol:ut, ortrilis reol:tif. JBD
4. Psoriasis: odonyo gejala soot inl otou riwoyat psoriasis yang didiognosis oleh dol:ter
5. 180: odanyo gejalo soot ini otou riwoyot penyol:il Crohn otou COiitis cuerotrt yang did!agnosis oleh dol:terdan dil:ontvmosl dengon
pemenl:soon rodiologi don endosl:op!
6. Nyeri gluteus yang bergantian: odanya gejalo soot ini olou riwoyat nyeri bol:ong yang bergontion ontoro reglo gluteus k.anon don k.ii.
7. Enlesopoti: odanyo gejola soot lni a tau riwayal nyeri sponlan otou nyeri lel:an pad a insersi tendon achiltes don fosio pionloris
soot pemeril:soan lisil:.
8. Diare ok.ut: diare yang terjadl dalam sotu bulon sebelum limbulnyo ortrilis.
9. Uretrlitis/servisilis: urelrilis atau servisitis non.gonok.ok.ol yang terjadi dolam sotu bulon sebelum hmbulnyo ortritis.
10. Sok.railills: sal:roi1itis dengon grade 2-4 (bilateral) olau grade 3·4 {unilateral) berdosark.on pemerik.soan rodiogroft.
(O= normal. r=svscee. 2=minimol, 3=sedong, 4=ank.ilos1s).

Gambar 1. Kriteria Diagnosis Spondiloartropati ASAS 2010

SPONDILITIS ANKILOSA
Nyeri pinggang pada spondilitis ankilosa timbul secara bertahap dan sifat nyerinya
tumpul, dengan penjalaran ke arah gluteal. Nyeri pinggang memberat pada pada pagi
hari dan membaik dengan aktivitas dan serta mempunyai komponen nyeri nokturnal. Hal
tersebut sesuai dengan kriteria nyeri pinggang inflamasi, seperti yang telah dijelaskan
di subtopik Spondiloartropati. Se iring dengan berjalannya waktu, artritis aksial dapat
berkembang dari sendi sakroiliak, menuju ke vertebra lumbalis/servikalis. Mobilitas
(i) P..an.du..an Pr,'akU.k K"llnls Reumatologi

tulang belakang menjadi terbatas karena adanya deformitas spinal seperti lordosis
lumbar yang mendatar, kifosis dada yang berlebih, hiperekstensi vertebra servikalis, dan
adanya sindesmofit di antara ruas-ruas tulang belakang. Pemeriksaan tulang belakang
seperti tes Schober dan tes jarak occiput ke dinding memberikan hasil positif terutama
yang sudah lanjut.!"

Pemeriksaan Penunjang'·'
• DPL, LED, dan CRP
• HLA-827 (dapat dilakukan untuk membantu penegakan diagnosis tetapi tidak
direkomendasikan dilakukan secara rutin)
• Pemeriksaan radiologis: foto polos sen di sakroiliaka dan vertebra serta sendi lain
yang terlibat, bila diperlukan dapatdilakukan MRI pada sendi sakroiliaka, terutama
pada awal perjalanan penyakit

DIAGNOSIS
Diagnosis AS dapat ditegakkan dengan menggunakan kriteria modifikasi New
York 1984 seperti pada tabel 2.9

label 2. Kriteria Diagnosis Ankilosing Spondilitis (AS), New York 1984


Krlteria:
Nyeri pinggang bawah minimal 3 bulan, yang membaik dengan alctifitas. don tidak membaik
dengan istirahat
Keterbatasan gerak vertebra lumbalis pada arah sagital don frontal
Penurunon ekspansi rongga dodo, jika dibandingkan umur don jenis kelamin yang sesuai
Sakroiliitis bilateral grade 2 sampai 4
Sakroiliitis unilateral grade 3 sampai 4
Anklloslng Spondllltts deflnlttf: jika didapatkan kriteria sakroiliitis dengon salah satu kriteria klinis
(diodaptosi dori van der linden S, dkk:. Arthritis Rheum 1984:27: 361-8)

TATALAKSANA10· 11

Non farmakologis
Edukasi, terapi fisik, program latihan di rumah, sikap tubuh yang tepat dan sesuai.
Rehabilitasi pasien rawat mungkin dibutuhkan pada pasien-pasien tertentu.

Farmakologis
• OAINS adalah pilihan utama untuk mengatasi nyeri dan kaku. Analgesik lain seperti
asetaminofen dan tramadol bisa dipertimbangkan untuk kombinasi.

'
862
Spondiloartropati

• lnjeksi steroid lokal dapat digunakan untuk mengontrol inflamasi lokal, sedangkan
pemberian sistemik tidak dianjurkan.
• DMARD konvensional seperti metotreksat dan sulfasalazine tidak terbukti
bermanfaat, kecuali sulfasalazin yang bisa digunakan pada kasus yang disertai
artritis perifer.
• Agen biologikyang saat ini direkomendasikan untuk terapi AS adalah golongan anti-
TNFa. Agen biologiksebaiknya diberikan pada kasus dengan aktifitas penyakityang
tinggi dan menetap serta kurang respon dengan terapi konvensional.

Tindakan Bedah
• Artroplasti panggul dilakukan pada nyeri panggul yang refrakter disertai dengan
kerusakan struktural secara radiologis.
• Spinal corrective osteotomy dipertimbangkan pada pasien dengan deformitas
tulang belakang berat.

ARTRITIS REAKTIF1• 12• 13

Anamnesis
Artritis reaktifterjadi satu sampai em pat minggu setelah infeksi saluran pencernaan
atau genitourinarius. Organisme penyebab diantaranya adalah Chlamydia, Ureaplasma,
Shigella, Salmonella, Yersinia, dan Campylobacter sp. Dia re akut seringkali merupakan
manifestasi yang terlihat jika artritis reaktif terjadi setelah infeksi Shigella, Yersinia
dan Salmonella. Beberapa studi menunjukkan adanya bukti bahwa Chlamydophila
(Chlamydia) pneumoniae yang menimbulkan infeksi saluran nafas dapat menimbulkan
artritis reaktif, meskipun angka kejadiannya lebih jarang. Pada 20% pasien laki-laki
dengan artritis reaktif didapatkan balanitis sirsinata.

Pemeriksaan Fisik
Oligoartritis akutterjadi dalam beberapa hari, dengan distribusi asimetris, terutama di
ekstrimitas bawah. Entesitisseringterjadi, terutama pada tumit. Manifestasi ekstraartikuler
dapat berupa konjungtivitis (50%), atau uveitis (akut, unilateral, dan berulang).

Pemeriksaan Penunjang
• Laboratorium: darah perifer lengkap, LED, CRP, dan analisa cairan sen di (gambaran
inflamasi). Pemeriksaan mendapatkan sumber infeksi pemicu seperti dengan
kultur atau serologi, dapat membantu penegakan diagnosis (terutama untuk

I •
Chlamydiae), namun tidak dianjurkan untuk dilakukan secara rutin.
Radiologi: Pada kasus artritis reaktif yang kronik, pemeriksaan radiologis foto polos
dapat memberikan gambaran sakroiliitis, periostitis, sindesmofit non-marginal,
erosi sendi dan penyempitan celah sendi. Pemeriksaan USG dan MRI pada sendi
terutama sen di sakroiliak akan sangat membantu deteksi dini perubahan tersebut.

Tatalaksana
• Non farmakologis: edukasi, terapi fisik/rehabilitasi medik
• Farmakologis
Obat anti inflamasi non-steroid (DAINS)
lnjeksi kortikosteroid intraartikuler dapat digunakan pada artritis yang
mengenai 1-2 sendi atau monoartritis yang berat
Pada arthritis reaktifyang kronik dan berat dapat diberikan DMARD, seperti
sulfasalazin dan metotreksat, atau steroid sistemik
Terapi terhadap infeksi pemicu hanya diindikasikan pada infeksi Chlamydia
trachomatis, antara lain dengan kombinasi terapi sinovektomi dan azitromisin
selama 3 bulan.

Prognosis
Pada umumnya prognosis baik, dan sebagian besar sembuh total setelah beberapa
bulan, dan hanya didapatkan 14-20% pasien yang menetap dan menjadi artritis kronik.

14 15 16
ARTRITIS PSORIATIK1• • •

Anamnesis
Pada kebanyakan kasus, manifestasi kulit mendahului keterlibatan sendi.
Walaupun dapat terjadi sebaliknya pada 15-20% kasus. Ada beberapa tipe, yaitu tipe
oligoartikular (empat atau kurang sendi terlibat), tipe poliartikuler (lima atau lebih
sendi terlibat), pola dengan predominan keterlibatan sendi interfalangeal distal,
artritis mutilan, dan spondilitis psoriatik. Lebih dari 70% kasus merupakan tipe
oligoartikular.
Spondiloartropati

label 2. Kriteria CASPAR17


Untuk memenuhi kriteria CASPAR, pasien harus mempunyai penyakit radang sendi (joint, spine,
z
atau entheseal) dengan 3 poin dari 5 kategori berikut:"
1. Bukti adanya psoriosis." c riwayat psoriasis pribodl. otau riwayat keluargo psoricsis "
2. Distrofi kuku" yang khas psoriatik, didapatkan pada pemeriksaan sekarang
3. Faktarremataid 1-1
4. Dactylitis soot int atau riwayat dactylitis I yang dinilai oleh seorang ahli Reumatologi
5. Bukti radiologi odanya pembentukan tu long baru juxtaarticu/aro pado telapak tangan don koki
ICelerangan:
"Spesifitos 99% don sensilivilos 91%
�Psoriasis soot tni mendapot pom 2, sedongkon yang loin berniloi 1 pain
<Penyalcil k:u61 otou kulit kepolo psorialik: yang ado podo soot pemeriksoon, otentukcn oleh ohli Reumoto!ogi otou ohh kuht
"Riwoyot psoriasis podo keturunon pertomo don kedua
eQnikohs1s, pilling, otou tacereerotoss
1Pembengkokon poda seluruh jori
gOs1fikosi didekol bolos sendi, namun tidok termosuk pembentukan osteofit

Pemeriksaan Fisik
Manifestasi klinis dapat ringan hingga berat (destruktif). Selain di tempatnya yang
khas, permukaan ekstensor lutut, psoriasis dapat pula terdapat pada bagian kecil
pada kulit kepala, telinga, celah anus, perineum, atau umbilikus. Lesi kuku, termasuk
pitting dan onikolisis, terdapat pada lebih dari 80% pasien dengan artritis psoriatik.
Pada artritis psoriatik, uveitis cenderung kronik dan terjadi bilateral.

Tempel Predileksi
Asimetris, pada sendi distal. Jika akan dibuat diagnosis artritis psoriatik, maka
kulit diperiksa secara hati-hati untuk mencari lesi psoriatik.

Radiologi
Gambaran radiografi pasien dengan artritis psoriatik memperlihatkan adanya artritis
erosif, dengan tersering terjadi pada sendi DIP dan terjadi perubahan pencil-in-cup akibat
resorpsi tulang. Temuan lain diantaranya adalah enthesitis dengan reaksi periosteal,
sakroiliitis, dan spondilitis, sama seperti yang ditemukan pada artritis reaktif

Tatalaksana
• Non farmakologis
• Farmakologis:
Manifestasi Kulit
• Terapi topikal kortikosteroid, retinoid
• Terapi UV
Panduan Prakllk lllnls Reumatologi
Perllimpunan Dokt.., Sptm!,s �alit O.,lam lndonti,.

Manifestasi Sendi
• Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS)
• Kortikosteroid oral
• lnjeksi kortikosteroid intraartikular
• Metotreksat, sulfasalazin, dan inhibitor TNF-a

Prognosis
Riwayat keluarga adanya artritis psoriatik, onset penyakit dibawah 20 tahun,
adanya HLA DR3 a tau DR4, kelainan sendi poliartikuler atau erosif dan kelainan kulit
yang luas diduga berkaitan dengan prognosis yang buruk.

SPONDILOARTROPATI VANG BERHUBUNGAN DENGAN INFLAMMATORY


BOWEL DISEASE'

Anamnesis
Penyakit ini berhubungan dengan penyakit Crohn atau kolitis ulseratif. Pada
beberapa pasien, manifestasi artritis terjadi sebelum manifestasi penyakit usus.

Pemeriksaan Fisik
Penyakit ini biasanya terjadi tiba-tiba dan pola nyeri berpindah-pindah. Artritis
secara umum berkurang dalam waktu enam hingga delapan minggu. Walaupun
rekurensi sering terjadi, 10% pasien terjadi artritis kronik. Pada 20% pasien,
manifestasi spondiloartropati yang berhubungan dengan inflammatory bowel disease
tidak berbeda dengan spondilitis ankilosa idiopatik.

Tempat predileksi
Artritis terjadi pada ekstremitas bawah secara asimetris

Tatalaksana
• Non farmakologis: edukasi, terapi fisik/rehabilitasi medik.
• Farmakologis
Obat anti inflamasi non-steroid harus digunakan secara hati-hati, karena dapat
mengeksaserbasi penyakit usus
Sulfasalazin, metotreksat, dan azatioprin
TNF-a inhibitor.
Spondiloartropati

UNDIFFERENTIATED SPONDYLOARTHRITIS1 •2

Kriteria Diagnosis
Kebanyakan pasien mempunyai gejala yang tidak spesifik termasuk nyeri
punggung, nyeri pada bokong unilateral atau bergantian, entesitis, daktilitis, dan
kadang-kadang terdapat manifestasi ekstraartikular. Undifferentiated spondyloarthritis
merupakan diagnosis ekslusi, dimana terdapat manifestasi spondiloartritis tanpa
adanya spondilitis ankilosa, infeksi yang mendahului, psoriasis, kolitis ulseratif,
ataupun penyakit Crohn.

Tatalaksana (sesuai klinis yang muncul)


• Obat anti inflarnasi non-steroid (OAINS)

Sulfasalazin, Metotreksat
• lnjeksi intraartikular kortikosteroid
• TNF-a inhibitor.

Ringkasan
label 3. Karakteristik Spondiloartropati Seronegatif1•1

Atrills reaklll
Spondllllls ISD-associated
(termasuk Retter's Artrltfs psorlaffk spondyloatlhropath y
Anldlosa
syndrome)

Prevalens 0, 1%-0,2% 0,1% 0,2%-0.4% Jarong


Onset Akhir remaja Akhir remaja 35-45 tahun Umur berapapun
sampai awal sampal owol
dewasa muda dewaso
laki-laki: wanita 3:1 5:1 1:1 1:1
HLA-827 90-95% 80% 40% 30%
Socroiliitis
Frekuensi 100% 40-60% 40% 30%
Distribusi Simetrik Asimetrik Asimetrik Simetrik
Sindesmofit Delicate. Bulky, Bulky, Delicate, marginal
marginal non marginal nonmarginal
Artritis perifer
Frekuensi Jarang Sering Sering Sering
Distribusi Asimetrik. Asimetrik, Asimetrik, setiap Asimetrik,
ekstremitas ekstremitas sendi ekstremitas bawah
bawah bawah
Entesitis Sering Sangat sering Sangat sering Jarang
Panduan Prakllll lDlnls Reumatologi
�punan Dolrffl Spes..ilts Peny1krt Dalaln lndont511

Alrllts reaktlf
Spondllllls I SD-associated
(lermasuk Relier's Artrllfs psorlallk
Ankllosa spondyloarlhropath y
syndrome)

Daktilitis Jarang Sering Sering Jarang


Lesi kulit Tidak ado Carcinate Psoriasis Eritema nodosum.
balanitis. pyoderma
keratoderma. gangrenosum
blennorhagicum
Perubahan Tidak ado Onikolisis Pitting, onikolisis Clubbing
kuku
Kondisi mutut Ulkus Ulkus Ulkus Ulkus
Kondisi jantung Aortic Aortic Aortic Aortic regurgitation
regurgitation, regurgitation, regurgitation,
conduction conduction conduction
defects defects defects
Paru-paru Fibrosis lobus Tidok ado Tidakado Tidakada
atas
Saluran Tidokoda Diare Tidak ado Penyakit Crohn.
pencernaan ulcerative colitis
Kondisi ginjal Amiloidosis, lgA Amiloidosis Amiloidosis Nefrolitiasis
nefropati
Kondisi Prostotitis Uretritis, servisifis Ildok odo Tidok ado
genitourinarius

KOMPLIKASI
Deformitas

UNIT YANG MENANGANI


• RS pendidikan : Departemen llmu Penyakit Dalam - Divisi Reumatologi
• RS Non Pendidikan : Departemen llmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
• RS Pendidikan : Departemen Rehab Medik
• RS Non Pendidikan : Bagian Rehab Medik

REFERENSI
1. Taurog JD. The Spondyloarthritides. In: Longo DL, Kasper DL Jameson JL, Fauci AS. Hauser SL.
Loscalzo J. Harrisons Principles of Internal Medicine. Singapore: The McGraw Hill companies:
2012.p.2774-85
Spondiloartropati

2. Yu D, McGonagle D, Marze-Ortega M et al. Undifferentiated Spondyloarthritis and Reactive


Arthritis. In: Firestein G, Budd R, Harris Jr E et al. Kelley's Textbook of Rheumatology. 8th Edition.
Vol I. Philadelphia: Elsevier Saunders. 2008
3. Sleper J, van der Heijde D, Landewe R. Brandt J, Burgos-Vagas R, Col/antes-Estevez E. et al. New
kriteria for inflammatory back pain in patients with chronic back pain - a real patient exercise
of the Assessment in SpondyloArfhritis international Society (ASAS). Ann Rheum Dis 2009;68:784-8
4. Rudwoleit M, van der Heijde 0, Landewe R. Us ting J, Akkoc N, Brandt J, et al. The development of
Assessment of Spondy/oArthritis international Society classification kriteria for axial spondyloarthritis
(port II): validation and final selection. Ann Rheum Dis 2009;68;777-83
5. Rudwo/eit M, van der Heijde D, Landewe R, Us ting J, Akkoc N, Brandt J, et al. The development of
Assessment of SpondyloArthritis international Society classification kn'teria for axial spondyloarthritis
(part II}: validation and final selection. Ann Rheum Dis 2009;68:777-83
6. Kataria RK, Brent LH. Spondyloarthropathies. Am Fam Physician. 2004. 2853-60
7. Zochling J, van der Heijde D, Burgos-Vargas R, Col/antes E, Davis JC, Dijkmans B. ASAS/EULAR
recommendation for the management of ankylosing spondylitis. Ann Rheum Dis 2006;65: 444-52
8. Glodman DD. Psoriatik orthritis:clinical feature. ln:Klippel JH, et al. (eds} Primer on the Rheumatic
Diseases. I 311' ed. New York: Springer Science, 2008.pp.170-7
9. van der linden S, Valkenburg HA, Cats A. Evaluation of diagnostic criteria forankylosing spondylitis:
A proposal for modification of the New York kriteria. Arthritis Rheum 1984;27: 361-8
10. Kiltz U, van der Heijde 0, Mielants H, et ol.. ASAS/EULAR recommendations for the management
of onkylosing. spondylitis - the patient version. Ann Rheum Dis 2009;68: 1381-6
11. Braun J, van der Berg R, Baraliakos X. Boehm H, Burgos-Vargas R, Collantes-Estevez E, et al. 2010
update of the ASAS/EULAR recommendations for the management of ankylosing spondylitis.
Ann Rheum Dis 2011 ;70:896-904
12. Carter JD, Hudson AP. Reactive arthritis: clinical aspects and medical management. Rheum Dis
Clin N Am 2009;35:21-44
13. Sieper J, Rudwaleit M, Braun J, van der Heijde 0. Diagnosing Reactive Arthritis: Role of Clinical
Setting in the Value of Serologic and Microbiologic Assays. Arthritis Rheum 2002; 46{2): 319-327
14. Albor Z. Artritis Psoriotik. In: Sudoyo AW, Setiyohodi B, Alwi I, Simadibrato M, Setioti S. Buku Ajar
I/mu Penyakit Dalam. Jakarta: lnterna Publishing; 2009.p. 2532-34
15. Hidayat R. Reactive Arthritis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi 8, Alwi !. Simadibrato M, Setiati S. Buku
Ajar llmu Penyakit Dalam. Jakarta: lnterna Publishing; 2009.p. 2535-37
16. Fitzgerald 0. Psoriatic Arthritis. In: Firestein G, Budd R, Horris Jr E et al. Kelley's Textbook of
Rheumatology. 8th Edition. Vol 1. Philadelphia: Elsevier Saunders. 2008
17. Taylor W, Gladman 0, Helliwell P, Marchesoni A, Mease P, Mielants H; CASPAR Study Group.
Classification kriteria for psoriotic arthritis: development of new kriterio from a large international
study. Arthritis Rheum 2006;54(8):2665-73

Anda mungkin juga menyukai