Anda di halaman 1dari 4

Cerita Rakyat Bangkalan

Tanḍâ Sèrrat bi’ Tanḍâ Anggrè’

Dahulu di Desa Tonjung, ada anak sesepuh kampung yang bernama Tanda Serrat… orangnya
tinggi besar dan pandai pencak silat. Karena dia seorang pendekar pencak silat yang berbadan tinggi
besar, dia mempunyai tabiat yang tidak baik seperti suka memukul orang dan bermain wanita… tidak
ada seorangpun di desa ini yang berani melawan Tanda Serat. Mengapa?
Karena kalau ada yang berani melawan, benar–benar akan merasakan pukulan Tanda Serrat…
belum ada yang bisa mengalahkannya karena dia pendekar pencak silat dan orangnya tinggi besar…
positifnya, karena keberadaan Tanda Serrat, Tonjung jadi aman, tidak ada orang yang mengganggu,
tidak ada pencuri, karena kalau terdengar oleh Tanda Serrat, maka maling itu akan dihukum dengan
caranya sendiri, dipukuli, ditampar, dan diinjak-injak. Salah satu kegemaran Tanda Serrat adalah
mengadu atau menyabung ayam. Jeleknya, ketika Tanda Serrat kalah saat menyabung ayam maka
ayam lawan akan ditangkap oleh Tanda Serrat dan disembelih di depan pemiliknya sementara
pemiliknya hanya bisa ternganga-nganga saja, tidak berani melawan karena kalau melawan, sudah
pasti akan dipukuli oleh Tanda Serrat.
Diceritakan juga bahwa di dekat desa Tonjung itu ada desa lain yang bernama Desa Alas
Kembang. Sesepuh desa Alas Kembang, yang istrinya adalah bibi Tanda Serrat, mempunyai seorang
anak gadis yang bernama Sare Bate. Jadi dari percampuran keluarga, Tanda Serrat adalah sepupu Sare
Bate. Sara Bate adalah gadis yang cantik, kulitnya kuning langsat dan montok, tidak ada kurangnya.
Jalannya lemah gemulai bagaikan menari mengikuti suara kalembang, ayunan lengannya indah
bagaikan rotan mengayun. Kedipan matanya sangat indah, bagaikan kelip api lentera yang ditiup
angin, sangat cantik. Pendek kata, kecantikan Sare Bate sangat terkenal di mana–mana, termasuk di
desa Tonjung. Tanda Serrat mendengar bahwa katanya gadis cantik di desa Alas Kembang itu
kebetulan masih anak bibinya. Dia akhirnya memutuskan untuk melamar Sare Bate. Tanpa
didampingi sesepuh, Tanda Serrat berangkat sendirian. Dia berpikir bahwa paman dan bibinya pasti
akan menerima Tanda Serrat karena paman dan bibinya tentu sudah mendengar kemashyurannya.
Pendek cerita, Tanda Serrat sudah sampai di desa Alas Kembang. Setelah dicari-cari,
akhirnya ketemu juga rumah bibinya. Sesampainya di pagar rumah, dia memanggil nama Sare Bate
dan keluarlah Sara Bate. Begitu muncul gadis cantik jelita, Tanda Serat terperangah. Saat Sare Bate
mendekat, dipegang lengannya oleh Tanda Serrat lalu didudukkan di pangkuannya… tentunya Sara
Bate terkejut hingga keterkejutannya terjawab, “Aku ini keponakanmu, Sara Bate.” kata Tanda Serrat.
“Janganlah bertindak tidak patut begini, tidak pantas bila dilihat orang lain, apalagi kalau
sampai terdengar oleh orang lain. Kenapa kamu bertindak tidak sopan seperti ini?” tanya Sara Bate.
Kebetulan orang tua Sare Bate keluar dan melihat kelakuan Tanda Serrat. Berkatalah bibinya,
“Tanda Serrat, kok kelakuanmu seperti itu, Nak? Sare Bate itu sudah bertunangan. Nanti kalau
terdengar tunangannya, dia tidak akan suka.”
“Bibiku,” kata Tanda Serat,“ kalau memang Sare Bate itu sudah punya tunangan, saya akan
pergi mencari tunangannya, akan saya kalahkan dia, kalau perlu saya bunuh.”
Ayah Sare Bate, sesepuh yang disegani di Alas Kembang marah mendengar tantangan Tanda
Serrat yang seperti itu walaupun mereka masih ada hubungan keluarga.“ Ponakanku, Tanda Serrat,
Sare Bate itu sudah bertunangan dengan Tanda Anggrek, anak dari saudara perempuan saya yang ada
di Klampis. Kalau kamu benar–benar menginginkan Sare Bate, carilah Tanda Anggrek.”
Mendengarnya, Tanda Serrat pun ikut panas, “Hei, Paman, seperti yang saya katakan tadi
setinggi apapun ilmu Tanda Anggrek, akan saya layani…. dan saya tidak mau dipermalukan… lebih
baik saya mati sebagai orang Madura…Akan saya cari si Tanda Anggrek!”
Setelah berpamitan, Tanda Serrat kembali ke Tonjung mengambil ayam aduan dan cluritnya
untuk membunuh Tanda Anggrek. Dia melewati jalan-jalan kecil di bawah gunung menuju ke
Klampis. Saat banyak orang sedang berkumpul mengadu ayam, datang Tanda Serrat.
Tanda Serrat dan Tanda Anggrek sudah saling kenal di tempat adu ayam.Karena keduanya
suka mengadu ayam, mereka sudah saling kenal. Tapi mereka tidak tahu bahwa mereka masih punya
hubungan keluarga. Karena Tanda Serrat sudah tahu bahwa Tanda Anggrek ada di tempat ini, dia
langsung mencari Tanda Anggrek untuk diajak berkelahi. Sambil membawa cluritnya, ayam – ayam
yg ada di galangan itu ditendang oleh Tanda Serrat hingga semuanya berlarian… karena semua orang
tahu keangkuhan Tanda Serrat, mereka diam saja dan pelan– pelan menjauh… hingga hanya Tanda
Anggrek yang tertinggal. Walaupun Tanda Anggrek berbadan kecil tapi tubuhnya dempal.
“Tanda Serrat, apa maksudmu bertingkah seperti ini? Seperti orang mabuk saja.”
“Tanda Anggrek , ayo adu ayammu dengan ayamku.”
“Taruhannya apa? ” tanya Tanda Anggrek.
“Sare Bate… yang menang bisa menikahi Sare Bate! Kalau ayammu menang, kamu bisa
mengambil Sare Bate jadi istrimu. Kalau ayamku yang menang, Sare Bate akan menjadi istriku.”
“Oh, jadi itu maumu, Tanda Serrat? Ayo keluarkan ayammu!”
Akhirnya kedua ayam saling dihadapkan dan terus dilepaskan… keduanya memang ayam
pilihan… saling cakar… saling tanduk… hingga akhirnya dada ayam Tanda Serrat sobek terkena
tanduk ayamnya Tanda Anggrek . Dan ayam Tanda Serrat pun lari dikejar oleh ayam Tanda Anggrek.
Melihat ayamnya dikejar oleh ayam Tanda Anggrek, ditangkaplah ayam itu… lalu cluritnya diambil
dan disabetkan ke leher ayam Tanda Anggrek… alhasil Tanda Anggrek-pun menjadi sangat terkejut.
Ketika muda Tanda Anggrek pernah menuntut ilmu di pondok dan belajar kanuragan, langsunglah dia
menendang dada Tanda Serrat… Tanda Serrat jatuh, tapi bangun lagi dan keduanya bertarung lagi…
Si Tanda Anggrek tidak membawa senjata apa-apa tapi Tanda Serrat mengeluarkan cluritnya dan
menebaskannya. Pertarungan ini tidak seimbang sebab badan Tanda Anggrek tidak besar, tapi sedang-
sedang saja. Apa lagi Tanda Serrat memakai clurit.
Akhirnya sabetan clurit Tanda Serrat merobek perut Tanda Anggrek hingga ususnya terburai
dan matilah dia… Tanda Serrat pun tertegun & tercengang… dia membatin, “Aduh, kenapa aku bisa
seperti ini? Bisa dibutakan oleh kebencianku. Padahal Tanda Anggrek masih ada hubungan sedarah
dan keluarga denganku.”
Dia mendekati jenazah Tanda Anggrek, menangis terisak-isak menyesali diri sambil
menyanyikan kidung terkenal berjudul ‘Tantang’ sambil menangis. Tanda Serrat sangat menyesal.
Telah berbuat salah… begitu mudahnya berbuat salah, benar-benar menyesal. “Wahai saudaraku
janganlah tamak. Orang yang tamak akan menyesal belakangan.” tangis Tanda Serrat, menangisi
perbuatannya sendiri, menyesal saat mengingat bahwa dirinya itu tamak.
“Aduh menyesal, menyesal sekali, tidak bisa diputarbalikkan lagi, yang ada tinggal
penyesalan, tinggal kematian saudara sendiri. Menuruti hawa nafsu dan kebencian. Saudaraku
janganlah tamak, karena akan berakhir dengan penyesalan.”
Sambil menangis Tanda Serrat menggendong mayatnya Tanda Anggrek, dibawa ke kantor
polisi dan ia menyerahkan diri mengakui kesalahannya bahwa dia telah membunuh orang. Akhirnya,
pemerintah menghukumnya dan ia dibuang jauh dari Madura.

Sumber: http://www.maduracorner.com/cerita-rakyat-di-daerah-bangkalan/

NILAI-NILAI KARAKTER BANGSA YANG TERDAPAT PADA CERITA RAKYAT DI ATAS:

1. Nilai kesopanan.
Kesopanan adalah unsur yang sangat penting bagi orang timur. Walaupun terkadang
dianggap sebagai formalitas semata oleh sebagian orang barat namun bagi Bangsa berbudi
pekerti seperti Indonesia hal ini sangat dinilai tinggi. Setali tiga uang, kesopanan berjalan
selaras dengan rasa malu dan sungkan. Pada ceritera di atas, dijelaskan bahwa ketika Tanda
Serrat menarik Sare Bate ke pangkuannya Sare Bate protes keras dan beralasan bahwa
walaupun Tanda Serrat adalah sepupunya perilaku tersebut tidaklah sopan, tidak pantas
apabila dilihat oleh orang lain.
2. Nilai tanggung jawab.
Biarpun pada kisah rakyat ini Tanda Serrat dideskripsikan sebagai seorang yang
bengis dan penuh keburukan hati, namun di akhir dituturkan bahwasanya ia menyerahkan diri
pada kepolisian, bertanggung jawab atas hal yang telah ia lakukan. Ia berani mengakui
kesalahannya walaupun akhir tragis siap untuk menantinya. Tanggung jawab adalah salah
satu karakter bangsa Indonesia. Tidak hanya mereka yang memiliki kedudukan tinggi, tetapi
seluruh warga memiliki tanggung jawab masing-masing, tak peduli apakah mereka kaya atau
miskin, tua atau muda, hitam atau putih. Tiap warga negara harus bertanggungjawab atas
dirinya sendiri, atas keluarganya, termasuk pada bangsa dan negaranya. Tanggungjawab yang
dimaksud adalah memenuhi kewajiban.
3. Nilai kekeluargaan.
Dalam cerita ini, secara implisit nilai kekeluargaan disisipkan menjelang akhir cerita
ketika Tanda Serrat menyesal karena telah membunuh Tanda Anggrek yang notabene masih
tergolong saudaranya walaupun terhitung sebagai saudara jauh. Walaupun nilai kekeluargaan
itu datangnya terlambat, setidaknya masih tersurat dalam ceritera di atas. Kekeluargaan
berkaitan dengan kerukunan, tanpa nilai ini... Indonesia pasti hancur dan rasa aman pasti tidak
akan tercapai sebab sejatinya kerukunan adalah akar dari persatuan.
4. Nilai keadilan.
Adil dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti berada di tengah-tengah atau tidak
memihak. Keadilan adalah salah satu karakter bangsa yang harus dilestarikan pada masa-
masa ini sebab kata ‘adil’ dianggap hanya fiktif di zaman modern ini. Bila keadilan
ditegakkan, rasa aman-pun juga pasti tergapai. Dalam kisah di atas, keadilan tergambar jelas
dari ayah Sare Bate yang menginginkan persaingan sehat antara Tanda Serrat dan Tanda
Anggrek untuk mendapatkan putrinya, walaupun pada akhirnya ‘persaingan sehat’ itu
ternodai oleh keangkuhan dan hawa nafsu Tanda Serrat yang dengan gelap mata membunuh
Tanda Anggrek.

Anda mungkin juga menyukai