Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman semakin berkembang pula perindustrian.
Perusahaan dalam perindustrian tertentu akan berlomba lomba untuk memenangkan
persaingan dan memenangkan pangsa pasar dalam industri tersebut. Perusahaan yang
akan memenangkan pangsa pasar yaitu perusahaan yang dapat memenuhi kebutuhan
dari konsumennya dengan tepat waktu. Salah satu perindustrian yang ada di Indonesia
yaitu perusahaan produsen tas PT Karya Sejahtera. PT Karya Sejahtera merupakan
perusahaan yang mampu memasarkan produk dengan baik ke seluruh pelosok dalam
negeri. PT Karya Sejahtera akan memenuhi kebutuhan pasar yang semakin meningkat
serta dapat meningkatkan posisi PT Karya Sejahtera di persaingan pasar.
PT Karya Sejahtera adalah perusahaan sebuah perusahaan yang bergerak sebagai
produsen tas. Perusahaan yang berada di Kota Malang ini telah mampu memasarkan
produk dengan baik ke seluruh pelosok dalam negeri. Dengan meningkatnya
kepercayaan pasar terhadap produk tas PT Karya Sejahtera, pihak manajemen PT Karya
Sejahtera memutuskan untuk membuat fasilitas produksi baru diatas sebuah lahan
seluas 100 m2.
PT Karya Sejahtera memiliki dua jenis produk utama yakni tas ransel dan tas
selempang. Dalam penjualannya, PT Karya Sejahtera menjualkannya melalui toko
pembuat tas maupun konter resmi yang tersebar di seluruh Indonesia. Oleh karena itu,
PT Karya Sejahtera harus memastikan produksinya mampu memenuhi seluruh
permintaan di Indonesia tepat waktu. Untuk memenuhi permintaan dua produk
utamanya, PT Karya Sejahtera memiliki anak perusahaan untuk memproduksi bagian
penyusun dua produk tersebut. PT Karya Sejahtera memesan part-part tersebut ke anak
perusahaannya tanpa menunggu pesanan pelanggan karena desain kedua produk
tersebut adalah tidak ada perubahan spesifikasi, sehingga akan di produksi sesuai
perkiraan pasar oleh manajemen.
Pembuatan fasilitas produksi baru oleh PT Karya Sejahtera ini diharapkan dapat
memenuhi kebutuhan pasar yang semakin meningkat dan dapat meningkatkan posisinya
di persaingan pasar. Namun kondisi persaingan bisnis di akhir-akhir ini semakin sengit
dikarenakan oleh industri sejenis semakin banyak muncul di pasaran. Oleh karena itu,
perusahaan perlu mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut dan memastikan
agar kondisi perusahaan saat ini berada dalam posisi terbaik untuk kelangsungan jangka
panjangnya.
Berikut ata penjualan family produk yang dijual oleh PT. Karya Sejahtera selama 3
tahun terakhir:
Tabel 1.1 Data Penjualan Family Product Tas PT Karya Sejahtera
Periode Family Product Periode Family Product
Tas (Unit) Tas (Unit)
1 1098 19 1933
2 1086 20 1780
3 1249 21 1808
4 1307 22 1929
5 1189 23 2277
6 1170 24 1996
7 1330 25 2139
8 1346 26 2274
9 1289 27 2169
10 1308 28 2412
11 1563 29 2587
12 1509 30 2339
13 1693 31 2597
14 1756 32 2398
15 1624 33 2506
16 1759 34 2726
17 1931 35 2558
18 1690 36 1828

Berikut merupakan Bill Of Material (BOM) Tree dari produk yang diproduksi oleh PT.
Karya Sejahtera:
Tas Ransel

Badan Tas
Strap
Ransel

Kantong Zipper Pola Badan Pola Belakang


Depan Kantong Tas Tas Zipper Utama Tali Strap Pengait Busa Strap
(2) (2) (1) (1) (1) (2) (2) (2)

Gambar 1.1 BOM Tree Tas Ransel


Tas
Selempang
Badan Tas
Strap
Selempang

Kantong Zipper Pola Badan


Depan Kantong Tas Zipper Utama Tali Strap Pengait Busa Strap
(2) (2) (1) (1) (2) (2) (2)
Gambar 1.2 BOM Tree Tas Selempang

Berikut harga jual produk tas ransel dan tas selempang PT. Karya Sejahtera
Tabel 1.2 Harga Jual
Daftar Produk Jadi Harga Jual (Rupiah)
Tas Ransel Rp. 500.000
Tas Selempang Rp. 350.000

Berikut data bahan baku yang digunakan untuk membuat kedua produk jadi
tersebut:
Tabel 1.3 Bahan Baku
Lead Holding Biaya Lot
Order Cost
Nama Item Time Cost Pembelian Size
(Rupiah)
(Bulan) (Rupiah) (Rupiah) (Unit)
Kantong Depan 1 Rp. 500 Rp. 2.000.000 Rp. 20.000 -
Rp. 1.000.000 Rp. 10.000 -
Zipper Utama 2 Rp. 250
Rp. 1.000.000 Rp. 5.000 -
Zipper Kantong 3 Rp. 500
Rp. 2.000.000 Rp. 50.000 -
Badan Rasel 1 Rp. 1250
Rp. 2.000.000 Rp. 45.000 -
Badan Selempang 2 Rp. 1250
Rp. 2.000.000 Rp. 30.000 -
Pola Belakang 3 Rp. 1250
Rp. 500.000 Rp. 10.000 2000
Tali Strap 1 Rp. 250
Rp. 500.000 Rp. 8.000 3000
Busa Strap 2 Rp. 200
Rp. 250.000 Rp. 3.000 3500
Pengait Strap 3 Rp. 75

Urutan produksi secara keseluruhan yang dilakukan diperusahaan ini akan


ditampilkan dalam Pea Proses Operasi. Berikut merupakan peta aliran proses pembuatan
tas ransel maupun tas selempang:
Zipper
Zipper Pola Kantong Kantong Pola Badan
Busa Pengait Tali Strap Utama Belakang Depan Depan Tas Ransel

Assembly
Mesin Jahit A O-1
7 min

Assembly
Mesin Jahit A O-2
5.5 min

Meja Kerja O-5 6 min

Assembly
Mesin Jahit B O-3
5.5 min

Assembly
Mesin Jahit B O-4
9.5 min

Assembly
Mesin Jahit A O-6
4 min

Inspeksi
dan
Meja Kerja O-7
finishing
12.5 min

Ke
gudang

Gambar 1.3 Peta Aliran Proses Tas Ransel


Zipper
Zipper Kantong Kantong Pola Badan
Busa Pengait Tali Strap Utama Depan Depan Tas Slempang

Assembly
Mesin Jahit A O-1
7 min

Assembly
Mesin Jahit A O-2
5.5 min

Meja Kerja O-4 6 min

Assembly
Mesin Jahit B O-3
9.5 min

Assembly
Mesin Jahit A O-5
4 min

Inspeksi
dan
Meja Kerja O-6
finishing
12.5 min

Ke
gudang

Gambar 1.4 Peta Aliran Proses Tas Selempang


Tabel 1.4 Data Upah Perja PT Karya Sejahtera
Jenis Upah Harga (Rupiah)
Upah Reguler Rp. 18.750
Upah Lembur Rp. 28.125

Tabel 1.5 Data Inventory Awal PT Karya Sejahtera


Part Inventory
Awal
(Unit)
Kantong Depan -
Zipper Utama 2500
Zipper Kantong -
Badan Rasel 1000
Badan 1000
Selempang
Pola Belakang 1000
Tali Strap 1000
Busa Strap 500
Pengait Strap 3000

Tabel 1.6 Daftar Inventory Awal


No Kebutuhan Ruang
1 Lantai Produksi
2 Toilet
3 Ruang Maintenance
4 Ruang Supervisor QC
5 Gudang Bahan Baku
6 Gudang Produk Jadi

1.2 Identifikasi Masalah


Berikut ini merupakan identifikasi masalah yang diambil dari studi kasus PT Karya
Sejahtera:
1. Adanya peningkatan permintaan.
2. Dibutuhkan perancanaan aktivitas produksi.

1.3 Rumusan Masalah


Berikut ini merupakan rumusan masalah yang diambil dari studi kasus PT Karya
Sejahtera:
1. Bagaimana merencanakan dan mengendalikan produksi PT. Kaya Sejahtera?
2. Bagaimana perencanaan tata letak fasilitas produksi baru PT. Karya Sejahtera yang
tepat?
1.4 Batasan Masalah
Berikut ini merupakan batasan masalah pada studi kasus PT Karya Sejahtera:
1. Tidak diizinkan adanya backorder dan subkontrak.
2. Perencanaan dan pengendalian produksi untuk 6 periode mendatang.

1.5 Asumsi
Berikut ini merupakan asumsi pada studi kasus PT Karya Sejahtera:
1. Hari kerja 20 hari. 20 hari pekerja/bulan.
2. Jam lembur digunakan 2 jam/hari/pekerja.

1.6 Tujuan Penelitian


Berikut ini merupakan tujuan penelitian dari Praktikum Terintegrasi III:
1. Melakukan perencanaan dan pengendalian produksi pada PT Karya Sejahtera.
2. Melakukan perencanaan fasilitas produksi yang baru pada PT Karya Sejahtera

1.7 Manfaat Penelitian


Berikut ini merupakan manfaat penelitian dari Praktikum Terintegrasi III:
1. Dapat melakukan perencanaan dan pengendalian produksi pada PT Karya Sejahtera.
2. Dapat Melakukan perencanaan fasilitas produksi yang baru pada PT Karya Sejahtera
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peramalan
Pada dasarnya manajemen permintaan (demand management) didefinisikan sebagai
suatu fungsi pengelolaan dari semua permintaan produk untuk menjamin jadwal induk
(master schedule) mengetahui semua permintaan produk tersebut. Manajemen
permintaan akan menjaring informasi yang berkaitan dengan peramalan (forecasting).
Secara garis besar aktivitas-aktivitas dalam manajemen permintaan dapat dikategorikan
ke dalam dua aktivitas utama, yaitu order service dan forecasting. Pada dasarnya order
service bersifat pasti dan forecasting bersifat tidak pasti.
Aktivitas peramalan merupakan suatu fungsi bisnis yang berusaha memperkirakan
penjualan dan penggunaan produk sehingga produk-produk itu dapat dibuat dalam
kuantitas yang tepat. Dengan demikian peramalan merupakan suatu dugaan terhadap
permintaan yang akan datang berdasarkan pada beberapa variabel peramal, sering
berdasarkan data waktu historis. Kita mengenal dua sumber utama yang berkaitan
dengan informasi permintaan produk, yaitu ramalan terhadap produk independent
demand yang bersifat tidak pasti dan pesanan-pesanan yang bersifat pasti. Pesanan-
pesanan (orders) yang bersifat pasti antara lain seperti pesanan pelanggan (customer
orders), alokasi tertentu untuk area geografis (geographics area allocations), dan lain-lain.
(Garpersz 2005:71).
Pada dasarnya terdapat sembilan langkah yang harus diperhatikan untuk
menjamin efektivitas dan efisiensi dari sistem peramalan dalam manajemen permintaan,
yaitu :
1. Menentukan tujuan dari permintaan
2. Memilih item independent demand yang akan diramalkan
3. Menentukan horizon waktu dari peramalan (jangka pendek, menengah, atau
panjang)
4. Memilih model-model peramalan
5. Memperoleh data yang dibutuhkan untuk melakukan peramalan
6. Validasi model ramalan
7. Membuat peramalan
8. Implementasi hasil peralaman
9. Memantau keandalan hasil ramalan
Dalam proses peramalan terdapat beberapa metode yang digunakan, seperti moving
average, simple average, weighted moving average, dan exponential smoothing. Berikut
merupakan penjelasan dari metode-metode tersebut:
1. Moving Average
Moving Average menghasilkan peramalan untuk periode berikutnya dengan merata-
rata permintaan aktual sejumlah n periode akhir. Penentuan jumlah n didasarkan
pada percobaan atau simulasi dengan mempertimbangkan nilai riil di lapangan.
Tujuan dari moving average adalah untuk melibatkan periode permintaanyang
sesuai sehingga faktor acak dapat dikurangi dan informasi yang tidak relevan dari
permintaan di periode sebelumnya dapat terabaikan.
2. Simple Average
Simple Average disebut juga sebagai rata-rata aritmatik, yaitu membagi seluruh data
historis yang tersedia dengan jumlah n periode data. Rata-rata aritmatik
menghilangkan fluktuasi karena data random, namun tidak mengakomodasi data
trend an mengabaikan jumlah musim.
3. Weighted Moving Average
Weighted Moving Average biasa memberi bobot yang sama pada sejumlah n periode
data yang digunakan. Pada beberapa kondisi peramalan, data terbaru memiliki data
yang lebih besar. Sebagai contoh pada data launching produk baru, data tidak
mencukupi untuk mengetahui pola tren atau musim yang berlaku, namun moving
average bisa kurang tepat karena data periode terbaru lebih menggambarkan
permintaan riil yang akan terjadi pada periode selanjutnya.
4. Exponential Smoothing
Metode exponential smoothing adalah suatu prosedur yang mengulang perhitungan
secara terus menerus yang menggunakan data terbaru. Setiap data diberi bobot,
dimana bobot yang digunakan disimbolkan dengan α. Simbol α bisa ditentukan
secara bebas, yang mengurangi forecast error. Nilai konstanta pemulusan, α, dapat
dipilih diantara nilai 0 dan, karena berlaku: 0 < α < 1 (Garpersz 2005:97).
Dalam peramalan terdapat perhitungan eror yang menunjukan tingkat perbedaan
dari hasil peramalan dengan tingkat permintaan. Beberapa perhitungan eror tersebut
adalah Means Absolute Deviation (MAD), Mean Square Error (MSE), dan Tracking Signal
(TS). Berikut merupakan penjelasan dari perhitungan-perhitungan eror tersebut:
1. Means Absolute Deviation (MAD)
Means Absolute Deviation (MAD) merupakan rata-rata kesalahan mutlak selama
periode tertentu tanpa memperhatikan apakah hasil peramalan lebih besar atau
lebih kecil dibandingkan kenyataannya.
2. Mean Square Error (MSE)
Mean Square Error (MSE) merupakan rata-rata kesalahan standar dari error dibagi
dengan jumlah Periode peramalan.
3. Tracking Signal (TS)
Tracking signal merupakan hasil dari running sum of the forecast error (RSFE) yang
dibagi dengan mean absolute deviation (MAD), dimana kegunaanya untuk
mengetahui perbandingan nilai actual dengan nilai peramalan. Pada setiap
peramalan, tracking signal terkadang digunakan untuk melihat apakah nilai-nilai
yang dihasilkan berada di dalam atau di luar batas-batas pengendalian dimana nilai-
nilai tracking signal itu bergerak antara -4 sampai 4.

2.2 Perencanaan Agregat


Perencanaan agregat bertujuan untuk memberikan keputusan yang optimum
berdasarkan sumberdaya yang dimiliki oleh perusahaan dalam memenuhi permintaan
akan produk yang dihasilkan.
Tujuan dari perencanaan agregat adalah berusaha untuk memperoleh suatu
pemecahan yang optimal dalam biaya atau keuntungan pada periode perencanaan.
Namun bagaimanapun juga, terdapat permasalahan lain yang mungkin lebih penting
daripada biaya rendah. Permasalahan yang dimaksud itu antara lain mengurangi
permasalahan tingkat ketenagakerjaan, menekan tingkat persediaan, atau memenuhi
tingkat pelayanan yang lebih tinggi.
Tujuan dari perencanaan agregat adalah untuk utilisasi sumber daya manusia dan
peralatan agar lebih produktif. Beberapa tujuan perencanaan agregat adalah:
1. Minimasi biaya.
2. Maksimasi keuntungan.
3. Maksimasi tingkat pelayanan.
4. Mnimasi persediaan.
5. Minimasi perubahan pada laju produksi.
6. Minimasi perubahan jumlah tenaga kerja.
Kemudian ada beberapa metode atau strategi dalam perencanaan agregat. Metode
atau strategi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Level Strategy
Level Strategy didefenisikan sebagai metode perencanaan produksi yang mempunyai
distribusi merata dalam produksi. Dalam perencanaan produksi, level method akan
mempertahankan tingkat kestabilan produksi semetara menggunakan inventori
yang bervariasi untuk mengakumulasi output apabila terjadi kelebihan permintaan
total.
2. Chase Stategy
Chase Stategy didefinisikan sebagai metode perencanaan produksi yang
mempertahankan tingkat kestabilan inventori, sementara produksi bervariasi
mengikuti permintaan total.
3. Mixed Strategy
Mixed Strategy merupakan kombinasi strategi dari chase dan level. Dimana dalam
mixed juga mempertimbangkan pengurangan dan penambahan pekerja seperti di
chase dan menggunakan inventory seperti di level.

Di dalam perhitungan agregat juga terdapat jenis-jenis biaya


1. Hiring Cost (Biaya Penambahan Tenaga Kerja)
Penambahan tenaga kerja menimbulkan biaya-biaya untuk iklan, proses seleksi dan training
(Gesperz, 2008). Dibutuhkan biaya yang besar untuk training apabila tenaga kerja yang
direkrut adalah tenaga kerja yang belum berpengalaman.
2. Firing Cost (Biaya Pemberhentian Tenaga Kerja)
Jika permintaan akan produk yang dihasilkan turun, akibatnya tingkat produksi menurun
juga. Hal ini yang dapat memicu terjadinya pemberhentian tenaga kerja. Pemberhentian ini
mengharuskan perusahaan mengeluarkan uang pesangon bagi karyawan yang di PHK,
akibat lain menurunnya moral kerja dan produktifitas karyawan yang masih bekerja, dan
tekanan yang bersifat sosial. Kesemua akibat ini dianggap sebagai ongkos pemberhentian
tenaga kerja yang akan ditanggung perusahaan (Gesperz, 2008).

2.3 Perencanaan Disagregat

Perencanaan disagregat adalah proses merubah hasil rencana produksi agregat menjadi
jumlah yang harus diproduksi untuk setiap produk atau item. Perencanaan disgaregat
merupakan langkah selanjutnya setelah perencanaan agregat, tujuan dari perencanaan
disagregat adalah untuk memecah satuan agregat pada perencanaan agregat kedalam setiap
item produk serta mengetahui item suatu produk tersebut akan diproduksi. Proses disagregat
membutuhkan Master Production Schedule (MPS). (Doni Dwi, 2006: 10).

2.4 MPS
Master Production Scheduling merupakan rencana produksi untuk menunjukan
kuantitas produksi akhir yang akan diproduksi untuk setiap periode waktu. Master
Production Scheduling menjadwalkan kuantitas spesifik dari produksi akhir dalam
periode waktu tertentu. (Gasperz, 2002)
Jadwal induk produksi adalah rencana produksi jangka pendek perusahaan dalam
mengahasikan produk jadi atau produk akhir, yang akan digunakan untuk mengatur
rencana produksi dan pengawasan. Sistem ini menghasilkan jadwal produksi jangka
pendek baik untuk suku cadang maupun proses perakitannya, jadwal pembelian bahan
bahan baku, jadwal pelaksanaan produksi dan jadwal kerja karyawan.

Menurut Gasperz (2004), jadwal induk produksi pada dasarnya memiliki 4 fungsi
utama, yaitu:
a. Menyediakan atau memberi input utama kepada sistem perencanaan kebutuhan
material dan kapasitas.
b. Menjadwalkan pesanan-pesanan produksi dan pembelian (production and purchase
orders) untuk item-item jadwal produksi induk.
c. Memberikan landasan untuk penentuan kebutuhan sumber daya dan kapasitas.
d. Memberikan basis untuk membuat janji tentang penyerahan produk (delivery
promises) kepada pelanggan.
Menurut Gesperz (2002) sebagai suatu aktivitas proses penjadwalan produksi
induk (Master Production Schedule-MPS) membutuhkan 5 input utama, yaitu:
1) Data Permintaan Total
Merupakan salah satu sumber data bagi proses jadwalan produksi induk. Data
permintaan total berkaitan dengan ramalan penjualan dan pesanan-pesanan.
2) Status Inventory
Berkaitan dengan informasi tentang on-hand inventory, stok yang dialokasikan untuk
penggunaan tertentu (Allocated Stock), pesanan-pesanan produksi dan pembelian
yang dikeluarkan (Released Production and Purchase Orders), dan Firm Plannes
Orders. MPS harus mengetahui secara akurat berapa banyak inventory yang tersedia
dan menentukan berapa banyak yang harus dipesan.
3) Rencana Produksi
Memberikan sekumpulan batasan kepada MPS. MPS harus menjumlahkannya untuk
menentukan tingkat produksi, inventory, dan sumber daya lain dalam produksi itu.
4) Data Perencanaan
Berkaitan dengan aturan-aturan tentang Lot Sizing yang ahrus digunakan, Shrinkage
Factor, stok pengaman (Safety Stock), dan waktu tunggu (Lead Time) dari masing-
masing item yang biasanya tersedia dalam dokumen induk dari item (Item Master
File).
5) Informasi dari RCCP (Rought Cut Capacity Planning)
Berupa kebutuhan kapasitas untuk mengimplementasikan MPS menjadi salah
satu input bagi MPS.

2.5 MRP
Menurut Stevenson (2005), Material Requirement Planning (MRP) adalah suatu
sistem informasi berbasis komputer yang menterjemahkan Jadwal Produksi Induk
(Master Production Schedule) untuk barang Jadi (produk akhir) menjadi beberapa
tahapan kebutuhan sub-assy, komponen dan bahan baku. Dengan demikian dapat kita
katakan bahwa MRP adalah suatu rencana produksi untuk sejumlah produk jadi dengan
menggunakan tenggang waktu sehingga dapat ditentukan kapan dan berapa banyak
dipesan untuk masing-masing komponen suatu produk yang akan dibuat.
Dalam sistem produksi, MRP dapat digunakan sebagai penentu beberapa material
yang dibutuhkan dalam proses produksi, sehingga material yang dibutuhkan tersebut
dapat tersedia sesuai dengan yang dijadwalkan. MRP dapat didefinisikan sebagai suatu
teknik atau set prosedur yang sistematis dalam penentuan kuantitas serta waktu dalam
proses pengendalian kebutuhan bahan terhadap komponen-komponen permintaan yang
saling bergantungan (dependent demand items). (Vincent Gazpers, 1998)
Menurut pendapat Barry Render dan Jay Heizer (2001) fungsi MRP sebagai berikut.
1. Peningkatan pelayanan dan kepuasan konsumen.
2. Peningkatan pemanfaatan fasilitas dan tenaga kerja.
3. Perencanaan dan penjadwalan persediaan yang lebih baik
4. Tanggapan yang lebih cepat terhadap perubahan dan pergeseran pasar.
5. Tingkat persediaan menurun tanpa mengurangi pelayanan kepada konsumen.

Ada 3 inputan yang dibutuhkan untuk membangun sistem MRP tersebut. Inputan
tersebut sebagai berikut.
1. Master Production Schedule (MPS) adalah merupakan suatu rencana produksi yang
menggambarkan hubungan antara kuantitas setiap jenis produk akhir yang diinginkan
dengan waktu penyediaannya. Master Production Schedule ini diperoleh dari hasil
peramalan kebutuhan melalui tahapan perhitungan perencanaan produksi yang baik.
7
2. Bill Of Material (BOM) merupakan daftar dari semua material, parts dan
subassemblies, serta kuantitas yang dibutuhkan untuk memproduksi satu unit
produksi parent assembly.
3. Status Persediaan (Inventory Master File) adalah keadaan dari setiap komponen atau
material yang ada dalam persedian yang meliputi jumlah persedian yang dimiliki pada
setiap periode, jumlah barang yang sedang dipesan, waktu ancang-ancang.

2.6 Perencanaan Gudang


2.7 Perencanaan Aliran dan Kebutuhan Ruang
2.8 Perencanaan Layout Pabrik
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Langkah-langkah Pengerjaan


Berikut merupakan langkah-langkah pengerjaan pada PraktikumTerintegrasi III.
1. Mengumpulkan data studi kasus dari PT Karya Sejahtera.
2. Melihat data historis dari permintaan pelanggan selama 3 tahun terakhir (36 periode).
3. Menentukan pola data berdasarkan data historis dari permintaan pelanggan selama 3 tahun
terakhir dengan menggunakan software minitab 16
4. Masukkan data historis permintaan pelanggan untuk produk tas pada worksheet C1

Gambar 3.1 Input data tas


5. Ganti nama data penjualan tas pada cell di bawah C1.

Gambar 3.2 Mengganti nama data penjualan tas


6. Klik Stat – Time Series Plots – Simple - OK
Gambar 3.3 Langkah – langkah uji pola data dengan Minitab 16
7. Melihat pola data dari produk untuk mengetahui metode peramalan yang sesuai dengan
menggunakan Minitab
8. Klk stat – Time series -Autocorelation function

Gambar 3.4 Langkah langkah uji autokorelasi dengan menggunakan Minitab 16.
9. Pilih C1 produksi tas – Select – Ok
Gambar 3.5 Langkah – langkah uji autokorelasi dengan menggunakan Minitab 16.
10. Melakukan analisis autokorelasi untuk melihat hubungan antara masing-masing data pada
setiap periode.
11. Menghitung peramalan (forecast) berdasarkan hasil analisis time series dan uji
autokorelasi produk dari PT Karya Sejahtera dengan Software Minitab 16
12. Masukkan data historis permintaan pelanggan untuk produk tas pada worksheet C1.
13. Ganti nama data penjualan produk tas pada cell dibawah C1
14. Untuk pengujian Trend Analysis, Klik Stat – Time Series – Trend Analysis – masukkan C1
data penjualan tas pada variable – Pilih Linear pada Model type centang Generate forecast
– isi angka 6 pada Number of Forecast – OK

Gambar 3.6
Gambar 3.7
15. Menghitung eror peramalan dengan memasukan data pada Software Minitab 16
16. Untuk pengujian Trend Analysis, Klik Stat – Time Series – Trend Analysis – masukkan C1
data penjualan tas pada variable – Pilih Linear pada Model type centang Generate forecast
– isi angka 6 pada Number of Forecast – OK
17. Untuk pengujian dengan metode Esksponential Smoothing,Klik Stat – Time series –
Double Exp Smoothing – masukan C1 Data penjualan tas pada Variable –pilih Optimal
ARIMA – Centang Generate forecast – isi angka 6 pada Number of Forecast – OK

Gambar 3.8
Gambar 3.9
18. Melakukan perencanaan agregat dari PT Karya Sejahtera dengan menggunakan Ms Excel
19. Buka solver di menu data
20. Pilih Min pada Equal to
21. Masukkan cell pekerja digunakan dan pekerja lembur pada by changing cells
22. Klik Add, masukkan cells G22 sampai L22 pada Cell Reference, ganti dengan
tanda“=”,masukkan integer pada Constraint
23. Klik Add, masukkan cells G22 sampai L22 pada Cell Reference, ganti dengan tanda
“>=”,masukkan cells G20 sampai L20 pada Constraint
24. Klik Add, masukkan cells G22 sampai L22 pada Cell Reference, ganti dengan tanda
“>=”,masukkan 0 pada Constraint
25. Klik Add, masukkan cells G23 sampai L23 pada Cell Reference, ganti dengan tanda
“=”,masukkan integer pada Constraint
26. Klik Add, masukkan cells G33 sampai L33 pada Cell Reference, ganti dengan tanda
“>=”,masukkan cells G19 sampai L19 pada Constraint
27. Klik Add, masukkan cells G23 sampai L23 pada Cell Reference, ganti dengan tanda
“>=”,masukkan 0 pada Constraint
28. Centang pada kolom Make Uncostrained Variables Non- Negative
29. Simplex LP pada Select a solving method
30. Klik Solve
31. Melakukan perencanaan disagregasi berdasarkan hasil rencana produksi agregat untuk
setiap produk atau item dengan menggunakan software Ms Excell
32. Buka solver di menu data
33. Masukkan total tas ransel pada set target cell
34. Pilih Value of pada Equal to, isikan dengan total tas pada kolom produksi
35. Masukkan cell tas ransel dan tas selempang pada by changing cells
36. Klik Add, masukkan cells B19 sampai E20 pada Cell Reference, ganti dengan tanda
“=”,masukkan integer pada Constraint
37. Klik Add, masukkan cells B24 sampai E24 pada Cell Reference, ganti dengan tanda
“<=”,masukkan cells B25 sampai E25 pada Constraint
38. Klik Add, masukkan cells F19 sampai F20 pada Cell Reference, ganti dengan
tanda“=”,masukkan cells G19 sampai F20 pada Constraint
39. Centang pada kolom Make Uncostrained Variables Non- Negative
40. Pilih Simplex LP pada Select a solving method
41. Klik Solve

a. Diagram Alir
Berikut merupakan diagram alir dari Praktikum Terintegrasi III.
Mulai

Tinjauan pustaka

Studi
kasus

Identifikasi masalah

Perhitungan forecast

Perhitungan agregat

Perhitungan disagregat

Perhitungan MPS

Perhitungan MRP

Perencanaan fasilitas

Analisa dan pembahasan

Kesimpulan dan
saran

Selesai

Gambar 3.1 Diagram Alir Praktikum


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Peramalan
Peramalan adalah memperkirakan jumlah sesuatu pada waktu yang akan datang
berdasarkan data pada masa lampau. Peramalan dilakukan untuk mengurangi
ketidakpastian terhadap sesuatu yang akan terjadi dimasa yang akan datang. Berikut
merupakan data penjualan family product yang dijual oleh PT Karya Sejahtera selama 3
tahun terakhir.
Tabel 4.1 Data Penjualan Family Product Tas PT Karya Sejahtera
Periode Family Product Periode Family Product
Tas (Unit) Tas (Unit)
1 1098 19 1933
2 1086 20 1780
3 1249 21 1808
4 1307 22 1929
5 1189 23 2277
6 1170 24 1996
7 1330 25 2139
8 1346 26 2274
9 1289 27 2169
10 1308 28 2412
11 1563 29 2587
12 1509 30 2339
13 1693 31 2597
14 1756 32 2398
15 1624 33 2506
16 1759 34 2726
17 1931 35 2558
18 1690 36 1828

Setelah mengetahui data penjualan kemudian melakukan interpretasi grafik,


autokorelasi, peramalan produk dan perbandingan peramalan. Berikut merupakan
interpresati grafik, autokorelasi, peramalan produk dan perbandingan peramalan.

4.1.1 Interpretasi Grafik


Setelah mengetahui data historis permintaan tas, langkah selanjutnya adalah melihat pola
data dari masing masing produk untuk mengetahui metode peramalan yang sesuai untuk
masing masing produk. Berikut merupakan hasil pola data dari Minitab 16.
Gambar 4.1 Pola data penjualan tas dengan Minitab 16

Dari grafik yang terlihat pada gamber 4.1 terlihat bahwa data penjualan tas memiliki
pola data trend naik. Hal ini terlihat jelas dari grafik yang semakin lama cenderung naik.
Untuk mengetahui metode peramalan yang sesuia digunakan dilakukan uji korelasi yang
akan dibahas pada subbab selanjutnya.

4.1.2 Autokorelasi
Untuk mengetahui metode peramalan yang sesuai yang digunakan untuk masing-
masing produk, maka dilakukan uji autokorelasi. Analisis autokorelasi merupakan
analisis yang dilakukan untuk melihat hubungan antara masing-masing data pada setiap
periode. Suatu data dinyatakan memiliki pola trend apabila pada periode awal kondisi
lag jauh berbedadari nol namun pada periode akhir kondisi lag mendekati nol. Sedangkan
suatu data dinyatakan memiliki pola seasonal apabila terdapat satu atau lebih lag yang
melebihi garis putus-putus dan terdapat pola data yang berulang pada interval waktu
tertentu. Berikut merupakan hasil autokolerasi dengan menggunakan software Minitab
16.

Gambar 4.2 Hasil Uji Autokolerasi


Untuk hasil uji autokorelasi seperti pada gambar 4.6 diatas, terlihat bahwa lag pada
periode awal berbeda jauh dari nol dan pada akhir periode kondisi lag mendekati nol
maka dapat disimpulkan untuk data penjualan mempunyai pola data trend. Metode
forecast yang tepat digunakan untuk pola data trend adalah trend analysis dan Double
Exponensial Smoothing.

4.1.3 Peramalan Produk


Peramalan adalah memperkirakan jumlah sesuatu pada waktu yang akan datang
berdasarkan data pada masa lampau. Peramalan dilakukan untuk mengurangi
ketidakpastian terhadap sesuatu yang akan terjadi dimasa yang akan datang.
Berdasarkan hasil dari analisis time series dan uji autokorelasi dari produk
perusahaan,dimana produk tas mempunyai pola data mengandung trend. Berikut
merupakan hasil peramalan produk tas :
1. Linear Trend Model

Gambar 4.3 Grafik Linear Trend Model


2. Quadratic Trend Model

Gambar 4.4 Grafik Quadratic Trend Model


3. Exponential Growth Curve Model

Gambar 4.5 Grafik Exponential Growth Curve Model


4. S-Curve Trend Model

Gambar 4.6 Grafik S-Curve Trend Anlysis


5. Double Exponential Smoothing Trend Model

Gambar 4.6 Grafik Double Exponential Smoothing Trend Model


Dari gambar- gambar diatas terlihat bahwa hasil peramalan dari keempat metode
berbeda- beda. Untuk analisis metode yang dipilih akan dibahas pada subbab berikutnya.
4.1.4 Perbandingan Peramalan
Setelah melakukan tahap peramalan maka tahap selanjutnya yait dengan melihat
nilai error. Jika tingkat kesalahan yang dihasilkan semakin kecil, maka hasil peramalan
akan semakin mendekati tepat. Alat ukur yang digunakan untuk menghitung kesalahan
prediksi antara lain Mean Squared Error (MSE),Mean Absolute Percantage Error (MAPE)
dan Mean Absolute Deviation (MAD). Dalam Minitab 16,MSE disebut juga MSD. Berikut ini
adalah hasil dari error peramalan untuk produk tas.
Tabel 4.3 Hasil Error Peramalan Produk Tas

Double
Error Linier Quadratic Exponensial S-Curve
Exponential
Peramalan Trend Trend Growth Trend Trend
Smoothing

MAPE 5.3 5.1 5.1 5.2 6.0


MAD 96.9 94.1 94.5 94.9 110.0

MSD 12144.5 11473.2 12939.4 11546.5 16463.0

Pada tabel 4.1 dapat dilihat bahwa berdasarkan nilai error peramalan yaitu MAPE,
MAD, dan MSD, nilai error peramalan terkecil didapatkan dari perhitunagn menggunakan
metode Quadratic Trend. Pada metode ini diperoleh nilai MAPE sebesar 5.1, nilai MAD
sebesar 94.1, dan nilai MSD sebesar 11473.2. Untuk hasil perhitungan menggunakan
metode terpilih yakni metode Quadratic Tren Analysis dapat dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4 Hasil Peramalan dengan Metode Quadratic Trend
Periode Quadratic Trend
1 2815
2 2873
3 2932
4 2991
5 3051
6 3111

4.2 Perencanaan Agregat


Perencanaan agregat bertujuan memberikan keputusan yang optimum berdasarkan
sumberdaya yang dimiliki perusahaan dalam memenuhi permintaaan akan produk yang
dihasilkan. Dalam perencanaan agregat terdapat tiga strategi yaitu chase strategy, level
strategy dan mixed strategy. Seelanjutnya akan dipilih metode yang paling optimal
dengan membandingkan total biaya dari masing – masing metode.
Berikut ini adalah data yang akan digunakan:

Tabel 4.4 Data Biaya Produksi PT Karya Sejahtera


Biaya pekerja/jam Rp 18,750.00
Biaya lembur/jam Rp 28,125.00
Biaya rekrut Rp 1,500,000.00
Biaya diberhentikan Rp 1,500,000.00
Biaya simpan/ Unit / Bulan Rp 25,000.00
Biaya simpan/ Jam / Bulan Rp 33,707.87

Tabel 4.5 Data Waktu Kerja PT Karya Sejahtera


Hari Kerja 20
Jam Kerja Reguler 160
Jam Kerja Lembur 40

Tabel 4.6 Data Waktu Produksi PT Karya Sejahtera


Produk Waktu (menit) Waktu (Jam)
Tas Ransel 43.5 0.73
Tas Selempang 44.5 0.74
Tabel 4.7 Data Waktu Kerja PT Karya Sejahtera
Demand(Unit) Demand(jam)
2815 2087.791667
2873 2130.808333
2932 2174.566667
2991 2218.325
3051 2262.825
3111 2307.325
Berikut merupakan solver parameter untuk perhitungan Agregat.

Gambar 4.7 Solver Parameter


Tabel 4.8 Solver Parameter
Solver Parameter Keterangan
Set target cell $M$37 Total biaya keseluruhan
Equal to Min Min
Pekerja digunakan ,
By changing variable cells $G$22:$L$22, $G$23:$L$23.
pekerja lembur.
$G$22:$L$22 = integer Pekerja digunakan
Subject to the constraint $G$20:$L$20=> $G$20:$L$20 Pekerja dibutuhkan
$G$22:$L$22=> 0 Pekerja digunakan
$G$23:$L$23 = integer Pekerja lembur
$G$33:$L$33=> $G$19:$L$19 Unit diproduksi
$G$23:$L$23=> 0 Pekerja lembur

Berdasarkan tabel 4.8, penggunaan solver adalah untuk menghasilkan total biaya
keseluruhan dengan total pekerja yang digunakan dan pekerja lembur yang
seharusnya. Selain itu constraint yang digunakan adalah jumlah pekerja tersedia dan
pekerja lembur harus integer, total pekerja yang digunakan lebih besar dari pekerja
yang dibutuhkan, unit diproduksi per jam lebih besar dari total permintaan, serta
pekerja digunakan dan pekerja lembur harus lebih dari nol. Setelah melakukan solver
untuk total biaya keseluruhan maka output Agregat yang dihasilkan dari masing
masing metode yaitu chase strategy, level strategy, dan linear programing adalah
sebagai berikut.

4.4.1 Chase Strategy


Berikut adalah perhitungan perencanaan agregat dengan metode chase strategy:
Tabel 4.9 Perhitungan Agregat Metode Chase Strategy PT Karya Sejahtera

Berikut ini merupakan perhitungan produksi tas pada periode satu:


1. Pekerja dibutuhkan = Total permintaan : total jam kerja tersedia
=ROUNDUP(G19/G18,0)
= 2087.791667 / 200
= 11
2. Pekerja yang tersedia = Jumlah pekerja yang digunakan periode
sebelumnya
= F22
=0
3. Pekerja digunakan = G22
4. Pekerja lembur = G23
5. Biaya Pokok Pekerja = Jumlah pekerja digunakan X biaya pekerja/jam X
jumlah jam kerja regular
= G22*G16*$B$2
= 11*18.750*160
= Rp 33,000,000
6. Biaya lembur pekerja = Jumlah jam lembur/bln X pekerja
lembur X biaya lembur/jam
= G17*G23*$B$3
= 40*9*28,125
= Rp 10,125,000
Apabila pekerja yang digunakan lebih besar dari pekerja tersedia maka dilakukan
hire pekerja.
7. Biaya hire = Jumlah hire pekerja X biaya hire
= 11*1,500,000
= =IF(G22-G21<0,0,G22-G21)
= Rp 16,500,000
Apabila pekerja yang digunakan kurang dari pekerja tersedia maka dilakukan fire
pekerja.
8. Biaya Fire = Jumlah fire pekerja X biaya fire
= 0*150
= G28*$B$5
= Rp 0
9. Kapasitas produksi regular = Pekerja digunakan X jam kerja regular/bln
= G22*G16
= 11*160
= 1760
10. Kapasitas produksi lembur = Total jam kerja lembur/bln X pekerja lembur
= 40*9
=G17*G23

= 360
11. Kapasitas produksi total = Kapasitas produksi regular + kapasitas produksi
lembur
= G30+G31
= 1760 + 360
= 2120
12. Unit di produksi(jam) = Kapasitas produksi total
= G32
= 2120
13. Persediaan/inventory (jam)= Unit di produksi(jam) – total permintaan
= G33-G19
= 2120 – 2087.791667
= 32.20833
14. Kumulatif persediaan = Kumulatif dari persediaan
= G34
= 32.20833
15. Biaya persediaan = Kumulatif persediaan X Biaya simpan/ Jam / Bulan
= *33,707.87
= G35*$B$7
= Rp 1,085,674.16
16. Total cost = biaya pokok pekerja + biaya lembur pekerja +
biaya hire + biaya fire + biaya persediaan
=G36+G29+G27+G25+G24
= Rp Rp 33,000,000 + Rp 10,125,000 + Rp
16,500,000 + 0 + Rp 1,085,674.16
= Rp 60,710,674.16
17. Total biaya = Total cost 1 + Total cost 2 + Total cost 3 + Total cost
4 + Total cost 5 + Total cost 6
=
= Rp 60,710,674.16 + Rp 46,319,662.92 + Rp
48,301,966.29 + Rp 50,157,584.27 + Rp
50,361,516.85 +51,913,764.04
=SUM(G37:L37)
= Rp 307,765,168.54
4.2.1 Level Strategy
Berikut merupakan perencanaan agregat dengan metode level strategy:
Tabel 4.10 Perhitungan Agregat Metode Level Strategy PT Karya Sejahtera

Berikut ini merupakan perhitungan produksi tas pada periode satu:


1. Pekerja dibutuhkan = Total permintaan : total jam kerja tersedia
= ROUNDUP(G19/G18,0)
= 2087.791667 / 200
= 11
2. Pekerja yang tersedia = Jumlah pekerja yang dimiliki periode sebelumnya
= F22
=0
3. Pekerja yang digunakan = G22
= 12
4. Pekerja lembur = G23
= 10
5. Biaya Pokok Pekerja = Jumlah pekerja digunakan X biaya pekerja/jam X
jumlah jam kerja regular/Bln
=G22*G16*$B$2
= 12*18,750*160
= Rp 36,000,000
6. Biaya lembur pekerja = Jumlah jam lembur/bln X pekerja lembur X biaya
lembur/jam
= G17*G23*$B$3
= 40*10*28.125
= Rp 11,250,000
Apabila pekerja yang digunakan krang dari pekerja tersedia maka tidak dilakukan
hire pekerja. Dan apabila pekerja yang digunakan lebih besar dari pekerja yang tersedia
maka dilakukan hire pekerja.
7. Hire pekerja = Pekerja digunakan – pekerja tersedia
= IF(G22-G21<0,0,G22-G21)
= 12 – 0
= 12
8. Biaya hire = Jumlah hire pekerja X biaya hire
= G26*$B$4
= 12*1,500,000
= Rp 18,000,000
Apabila pekerja yang digunakan lebih besar dari pekerja tersedia maka tidak
dilakukan fire pekerja. Dan apabila pekerja yang digunakan kurang dari pekerja tersedia
maka dilakukan fire pekerja.
9. Biaya Fire = Jumlah fire pekerja X biaya fire
= G28*$B$5
= 0*150
= Rp 0
10. Kapasitas produksi regular = Pekerja digunakan X jam kerja regular/bln
= G22*G16
= 12*160
= 1920
11. Kapasitas produksi lembur = Total jam kerja lembur/bln X pekerja lembur
= G30+G31
= 40*10
=400
12. Kapasitas produksi total = Kapasitas produksi regular + kapasitas produksi
lembur
= G30+G31
= 1920 + 400
= 2320
13. Unit di produksi(jam) = Kapasitas produksi total
= G33
= 2320
14. Persediaan/inventory (jam)= Unit diproduksi(jam) – total permintaan(jam)
= G33-G19
= 2320 – 2087.791667
= 232.20833
15. Kumulatif persediaan = Kumulatif persediaan sebelumnya + persediaan
= G34
= 0 + 232.20833
= 232.20833
16. Biaya persediaan =Biaya persediaan X biaya simpan/jam/bulan
= G33-G19
= 232.20833*37,707.87
= Rp 7,827,247.19
17. Total cost = biaya persediaan + biaya pokok pekerja + biaya
lembur pekerja + biaya hire + biaya fire
= G36+G29+G27+G25+G24
= 7,827,247.19 + 36,000,000 + Rp 11,250,000 +
18,000,000 + 0
= Rp 73,077,247.19
18. Total biaya = Total cost 1 + Total cost 2 + Total cost 3 + Total cost
4 + Total cost 5 + Total cost 6
= SUM(G37:L37)
= Rp 73,077,247.19 + Rp 61,454,494.38 + Rp
66,356,741.57 + Rp 69,783,988.76 + Rp
71,711,235.96 + Rp 72,138,483.15
= Rp. 414,522,191.01
4.2.2 Metode Linear Programming
Berikut merupakan perencanaan agregat dengan metode level strategy:
Tabel 4.11 Perhitungan Agregat Metode Linear Programming PT Karya Sejahtera

Berikut ini merupakan perhitungan produksi tas pada periode satu:


1. Pekerja dibutuhkan = Total demand : total jam kerja tersedia
= ROUNDUP(G19/G18,0)
= 2087.791667 / 200
= 11
2. Pekerja yang tersedia = Jumlah pekerja yang dimiliki periode sebelumnya
=0
3. Pekerja digunakan = G22 = 12
4. Pekerja lembur = G23 = 5
5. Biaya Pokok Pekerja = Jumlah pekerja digunakan X biaya pekerja/jam X
jumlah jam kerja regular/blm
= G22*G16*$B$2
= 12*18.750*160
= Rp 36,000,000
6. Biaya lembur pekerja = Jumlah jam lembur/bln X pekerja lembur X biaya
lembur/jam
= G23*G17*$B$3
= 40*5*28.125
= Rp 5,625,000
Apabila pekerja yang digunakan lebih besar dari pekerja yang tersedia maka
dilakukan hire pekerja.
7. Jumlah Hire = Pekerja digunakan – pekerja tersedia
= IF(G22-G21>0,G22-G21,0)
= 12 – 0
= 12
8. Biaya hire = Jumlah hire pekerja X biaya hire
= G26*$B$4
= 12*1.500.000
= Rp 18,000,000
Apabila pekerja yang digunakan kurang dari pekerja tersedia maka dilakukan fire
pekerja.
9. Biaya Fire = Jumlah fire pekerja X biaya fire
= G28*$B$5
= 0*150
= Rp 0
10. Kapasitas produksi regular = Pekerja digunakan X jam kerja regular/bln
= G22*G16
= 12*160
= 1920
11. Kapasitas produksi lembur = Total jam kerja lembur/bln X pekerja lembur
= G23*G17
= 40*5
= 200
12. Kapasitas produksi total = Kapasitas produksi regular + kapasitas produksi
lembur
= G31+G30
= 1920 + 200
= 2120
13. Unit di produksi(jam) = Kapasitas produksi total
= G32
= 2120
14. Persediaan/inventory (jam)= Unit diproduksi(jam) – total permintaan(jam)
= IF(G33-G19<0,0,G33-G19)
= 2120 – 2087.791667
= 32.20833
15. Kumulatif persediaan = Kumulatif persediaan sebelumnya + persediaan
= G34+F35
= 0 + 32.20833
= 32.20833
16. Biaya persediaan =Biaya persediaan X biaya simpan/jam/bulan
= G35*$B$7
= 32.20833*37,707.87
= Rp 1,085,674.16
17. Total cost = biaya persediaan + biaya pokok pekerja + biaya
lembur pekerja + biaya hire + biaya fire
= G36+G29+G27+G25+G24
= Rp 1,085,674.16 + Rp 36.000.000 + Rp 5,625,000 +
Rp 18,000,000 + Rp 0
= Rp 60,710,674.16
18. Total biaya = Total cost 1 + Total cost 2 + Total cost 3 + Total cost
4 + Total cost 5 + Total cost 6
= SUM(G37:L37)
= Rp 60,710,674.16 + Rp 44,819,662.92 + Rp
45,301,966.29 + Rp 47,157,584.27 + Rp
47,361,516.85 + Rp 48,913,764.04
= Rp 294,265,168.54

4.2.3 Analisis Metode Agregat


Berdasarkan perencanaan agregat menggunakan metode chase, level dan linear
programming diperoleh hasil yang berbeda, berikut adalah perbandingan hasil:
Tabel 4. 12 Perbandingan Metode Perhitungan Agregat
Metode Total cost
Chase Strategy Rp 307,765,168.54
Level Strategy Rp 414,522,191.01
Linear programing Rp 294,265,168.54
Dari tabel diatas bisa dilihat bahwa biaya terkecil diperoleh dengan perencanaan
menggunakan metode linear programming, metode linear programming memiliki biaya
terkecil karena meminimalisir biaya inventori dan memaksimalkan jumlah pegawai.

4.3 Perencanaan Disagregat


Proses disagregasi adalah proses merubah hasil rencaa produksi agregat menjadi
jumlah yang harus diproduksi untuk setiap produk atau item. Proses disagregat
dibutuhkan sebelum membuat Master Production Schedule (MPS). Berdasarkan
perencanaan agregat metode yang dipilih adalah metode linear programming karena
memiliki biaya yang rendah. Dalam perhitungan disagregat produksi tas dari
perhitungan agregat di pisahkan menjadi dua jenis produk yaitu produk tas ransel dan
produk tas selempang dengan proporsi penjualan tas yaitu sebesar 60% tas ransel dan
40% tas slempang. Berikut merupakan inventory tas berdasarkan perhitungan agregat.
Tabel 4.13 Informasi Jumlah Inventory
Periode Demand Tas Inventory Awal Tas Produksi Tas
1 2815 44 2859
2 2873 40 2913
3 2932 35 2967
4 2991 30 3021
5 3051 24 3075
6 3111 18 3129
Berikut merupakan waktu yang dibutuhkan untuk membuat 1 unit tas ransel dan tas
slempang.
Tabel 4.14 Data Waktu Proses Pembuatan Tas
Waktu Pembuatan
Tas Ransel 43.5 0.725000
Tas Selempang 44.5 0.741667

Disagregat dikerjakan dengan metode linear programming dengan menggunakan


bantuan solver pada Microsoft Excel. Berikut merupakan solver parameter untuk
perhitungan disagregat.
Gambar 4.8 Solver Parameter

Tabel 4.15 Solver Parameter


Solver Parameter Keterangan
Set target cell $F$70 Jumlah total produksi
Sama dengan jumlah perencanaan
Equal to Value of
produksi
By changing variable
$B$68:$E$69 Jumlah tas yang diproduksi
cells
$B$68:$E$69 = integer Jumlah tas yang diproduksi integer
Subject to the
$B$73:$E$73<= $B$74:$E$74 Total waktu produksi
constraint
$F$68:$F$69 = $G$68:$G$69 Total produksi

Berdasarkan tabel 4.15, penggunaan solver adalah untuk menghasilkan total tas
sesuai dengan total produksi tas yang seharusnya. Dengan menentukan jumlah tas ransel
dan tas slempang yang harus diproduksi setiap minggu. Selain itu constraint yang
digunakan adalah jumlah produksi tas ransel dan tas slempang setiap minggu harus
integer, total waktu produksi tidak boleh melebihi batas waktu yang tersedia serta total
produksi tas ransel dan tas selempang sama dengan produksi yang seharusnya. Setelah
melakukan solver untuk jumlah tas ransel dan tas selempang maka output disagregat
yang dihasilkan sebagai berikut.

Gambar 4. 9 Hasil Perhitungan Disagregat Periode 1


Pada gambar diatas terlihat bahwa hasil perhitungan disagregat untuk periode 1
sebesar 2859. Hasil perhitungan tas ransel minggu 1 sampai 4 ialah 428, 429, 429, 429.
Sedangkan hasil perhitungan tas slempang minggu 1 sampai 4 ialah 286, 286, 286, 286.
Gambar 4. 10 Hasil Perhitungan Disagregat Periode 2
Pada gambar diatas terlihat bahwa hasil perhitungan disagregat untuk periode 2
sebesar 2913. Hasil perhitungan tas ransel minggu 1 sampai 4 ialah 437, 437, 437, 437.
Sedangkan hasil perhitungan tas slempang minggu 1 sampai 4 ialah 292, 291, 291, 291.

Gambar 4. 11 Hasil Perhitungan Disagregat Periode 3


Pada gambar diatas terlihat bahwa hasil perhitungan disagregat untuk periode 3
sebesar 2967. Hasil perhitungan tas ransel minggu 1 sampai 4 ialah 445, 445, 445, 445.
Sedangkan hasil perhitungan tas slempang minggu 1 sampai 4 ialah 296, 297, 297, 297.

Gambar 4. 12 Hasil Perhitungan Disagregat Periode 4


Pada gambar diatas terlihat bahwa hasil perhitungan disagregat untuk periode 4
sebesar 3021. Hasil perhitungan tas ransel minggu 1 sampai 4 ialah 454, 453, 453, 453.
Sedangkan hasil perhitungan tas slempang minggu 1 sampai 4 ialah 302, 302, 302, 302.

Gambar 4. 13 Hasil Perhitungan Disagregat Periode 5


Pada gambar diatas terlihat bahwa hasil perhitungan disagregat untuk periode 5
sebesar 3075. Hasil perhitungan tas ransel minggu 1 sampai 4 ialah 461, 461, 461, 461.
Sedangkan hasil perhitungan tas slempang minggu 1 sampai 4 ialah 307, 307, 309, 307.

Gambar 4. 14 Hasil Perhitungan Disagregat Periode 6


Pada gambar diatas terlihat bahwa hasil perhitungan disagregat untuk periode 6
sebesar 3129. Hasil perhitungan tas ransel minggu 1 sampai 4 ialah 469, 469, 470, 469.
Sedangkan hasil perhitungan tas slempang minggu 1 sampai 4 ialah 313, 313, 313, 313.

4.3.1 Analisis Perencanaan Disagregat


Dari hasil perhitungan disagregat seperti yang telah dibahas pada subbab
sebelumnya dapat dilihat bahwa total produksi untuk dari periode 1 – 6 berturut-turut
ialah 2859, 2913, 2967, 3021, 3076, 3129.
4.4 MPS (Master Production Schedule)
Master Production Schedule merupakan pernyataan produk akhir (end item) apa saja yang
akan diproduksi dalam jumlah dan waktu tertentu. Jadwal induk produksi merupakan ringkasan
jadwal produksi produk jadi untuk periode mendatang yang dirancang berdasarkan pesanan
pelanggan atau ramalan permintaan. Adapun tujuan dari MPS adalah untuk menyediakan atau
memberikan input utama kepada sistem perencanaan kebutuhan material dan kapasitas,
menjadwalkan pesanan produksi dan pembelian untuk item-item MPS, memberikan landasan
untuk penentuan kebutuhan sumber daya dan kapasitas serta memberikan basis untuk
pembuatan janji tentang penyerahan produk kepada pelanggan. Dalam perencanaan MPS
langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan PTF dan DTF lalu merencanakan jadwal
induk produksinya.

4.4.1 Penentuan PTF dan DTF


Time fences yang umum dikenal adalah Demand of Time Fence (DTF) dan Planning
Time Fence (PTF). DTF merupakan periode mendatang dari MPS dimana dalam perioe ini
perubahan-perubahan terjadap MPS tidak diijinkan atau tidak diterima karena akan
menimbulkan kerugian biaya yang besar akibat ketidaksesuaian jadwal. DTF ditetapkan
pada waktu final assembly. Sedangkan PTF adalah periode mendatang dari MPS dimana
dalam periode ini perubahan terhadap MPS dievaluasi guna mencegah ketidaksesuaian
jadwal. PTF ditetapkan pada waktu tunggu kumulatif.
Pada studi kasus PT. Fajar Sejahtera yang memproduksi 2 jenis tas yaitu tas ransel
dan tas selempang, untuk menentukan perencanaan produksinya maka langkah awal
adalah menetukan PTF dan DTF. DTF (Demand Time Fence) yang digunakan adalah nol
karena PT. Fajar Sejahtera dalam memproduksi tasnya berdasarkan pada make to stock.
Sedangkan PTF (Planning Time Fence) yang digunakan adalah 3 karena berdasarkan pada
lead time terlama yaitu selama 3 minggu. Untuk mengetahui PTF dan DTF dapat
dilakukan dengan membuat gantt chart sebagai berikut.
4.4.2 MPS
Setelah menentukan nilai DTF dan PTF, selanjutnya adalah membuat tabel MPS (Master
Production Scheduling) untuk produk tas ransel dan tas selempang yang diproduksi oleh PT.
Fajar Sejahtera. Berikut merupakan gambar MPS pada PT. Fajar Sejahtera.

Gambar 4.15 MPS Tas Ransel

Gambar 4.16 MPS Tas Ransel

Nilai forecast pada perhitungan MPS tersebut diperoleh dari hasil perhitungan agregat
yang dilakukan sebelumnya. Untuk production forecast tidak ada karena PT. Fajar Sejahtera
tidak menetapkan adanya peramalan produksi tiap periodenya. Pada kolom actual demand juga
tidak ada karena PT. Fajar Sejahtera merupakan perusahaan yang baru sehingga tidak memiliki
actual demand. Kolom MPS menjelaskan bahwa perusahaan tidak mempertimbangkan adanya
safety stock. Kolom project available balance juga tidak ada karena merupakan perusahaan
baru. Kolom available to promise tidak ada karena proses yang digunakan adalah make to
stock. Kolom planned order adalah output dari perencanaan MPS yaitu jumlah produk yang
harus dipesan sehingga produk tersebut dapat dipenuhi.

4.5 Material Requirement Planning


Material Requirement Planning (MRP) adalah suatu teknik atau set prosedur yang
sistematis dalam penentuan kuantitas serta waktu dalam proses pengendalian bahan terhadap
komponen-komponen permintaan yang saling bergantung (dependent demand item). MRP
digunakan unttuk mengatur aliran bahan baku dan persediaan dalam proses sehingga sesuai
dengan jadwal produksi. Pada studi kasus di PT Fajar Sejahtera, MRP dibagi menjadi 3 level,
yaitu MRP level 0, MRP level 1 dan MRP level 2.
4.5.1 MRP Level 0
Metode yang digunakan pada MRP level 0 adalah lot for lot dengan lead time sebesar
nol. Berikut merupakan MRP level 0 pada PT Fajar Sejahtera untuk produk tas ransel dan
tas selempang.

Gambar 4. 17 MRP Level 0 Produk Tas Ransel

Gambar 4. 18 MRP Level 0 Produk Tas Selempang

Kolom Gross Requirement diperoleh dari hasil disagregasi yang sudah dilakukan
perhitungan sebelumnya. Kolom schedule receipt dan project on hand tidak ada karena
PT Fajar Sejahtera merupakan perusahaan yang baru sehingga belum memiliki schedule
receipt dan project on hand. Kolom net requirement merupakan jumlah produk yang
dibutuhkan untuk memenuhi gross requirement sehingga jumlahnya sama karena
schedule receipt dan project on hand nilainya nol. Kolom planned order receipt merupakan
kapan material tas diterima. Kolom planned order release adalah kapan material tersebut
dipesan. Karena lead time pada MRP level 0 adalah nol, maka planned order release
nilainya akan sama dengan planned order receipt.

4.5.2 MRP Level 1


MRP Level 1 meliputi badan tas ransel, selempang tas ransel, badan tas selempang
dan strap tas selempang. Berikut merupakan MRP level 1 pada PT. Fajar Sejahtera.

Gambar 4. 19 MRP Level 1 Badan Tas Ransel


Gambar 4. 20 MRP Level 1 Strap Tas Ransel

Gambar 4. 21 MRP Level 1 Badan Tas Selempang

Gambar 4. 22 MRP Level 1 Strap Tas Selempang

a. Gross Requirement diperoleh dari jumlah material yang dibutuhkan dikali gross
requirement dari MRP level 0.
b. Scheduled Receipt dan Project on Hand dikosongkan karena PT Fajar Sejahtera akan
membangun perusahaan baru
c. Net Requirement adalah jumlah barang yang diperlukan untuk memenuhi gross
requirement. Nilainya akan sama dengan gross requirement.
d. Planned Order Receipt adalah kapan material tas diterima. Karena lead time = 0 maka
planned order receipt akan sama dengan net requirement.
e. Planned Order Release adalah kapan material tersebut dipesan, karena lead time = 0
maka planned order receipt akan sama dengan planned order release.

4.5.3 MRP Level 2


MRP Level 2 pada produk tas PT Fajar Sejahtera meliputi kantong depan, zipper kantong,
zipper utama, pola badan tas ransel, pola belakang tas ransel, pola badan tas selempang
menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ), Period Order Quantity (POQ), Least
Unit Cost (LUC). Sedangkan untuk tali strap, busa strap, dan pengait strap menggunakan
metode Fix Order Quantity (FOQ). Berikut merupakan perhitungan produk tas pada MRP level
2.
4.6 Perencanaan Gudang
4.6.1 Fungsi Gudang
4.6.2 Operasional Gudang
4.7 Perencanaan Aliran dan Kebutuhan Ruang
4.7.1 Jenis Aliran
4.7.1.1 Aliran di Dalam Workstation
4.7.1.2 Aliran di Dalam Departemen
4.7.1.3 Aliran Antar Departemen
4.7.2 Sistem Material Handling
4.7.2.1 Unit Load
4.7.2.2 Kebutuhan Aisle
4.7.3 Kebutuhan Luas
4.7.3.1 Kebutuhan Luas per Workstation dari Total Lantai Produk
4.7.3.2 Kebutuhan Luas per Departemen dari Total Kantor
4.7.3.3 Kebutuhan Luas Gudang
4.7.3.4 Kebutuhan Luas Fasilitas Pendukung
4.7.3.5 Kebutuhan Luas Pabrik
4.8 Perencanaan Layout Pabrik
4.8.1 Systematic Layout Planning (SLP)
4.8.2 Relationship Diagram
4.8.3 Space Requirement
4.8.4 Space Available
4.8.5 Space Relationship Diagram (SRD)
4.8.6 Modifying Considerations
4.8.7 Partical Limitations
4.8.8 Alternatif Layout
4.8.9 Analisis
4.9 Layout Terpilih
4.9.1 Denah (2 Dimensi)
4.9.2 Denah (3 Dimensi)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
5.2 Saran

Anda mungkin juga menyukai