PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang, identifikasi masalah, rumusan
masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian.
1
tindakan mengatasi masalah akan diharapkan keputusan terbaik dimana dipengaruhi oleh
kondisi keuangan dan stok terakhir perusahaan yang harus selalu diperbaharui dalam hal
perencanaan, pelaksanaan, dan pengendaliannya.
Berikut ini merupakan data penjualan produk yang telah dijual oleh PT. Fajar Sejahtera
selama 3 tahun terakhir yang akan ditunjukkan pada table 1.1 Data Penjualan PT. Fajar
Sejahtera. Untuk proporsi penjualan, produk, 55% merupakan produk tas ransel dan 45%
merupakan produk tas selempang. Tabel 1.1 dibawah ini merupakan data penjualan tas dari
periode 1 sampai 36.
Tabel 1.1 Data Permintaan Tas
Periode Family Product Tas(Unit) Periode Family Product tas (unit)
1 834 19 1704
2 1250 20 1872
3 1297 21 2156
4 1139 22 2170
5 1011 23 2222
6 1422 24 2220
7 1332 25 2249
8 1474 26 2181
9 1209 27 2318
10 1258 28 2195
11 1518 29 2539
12 1607 30 2262
13 1526 31 2628
14 1500 32 2353
15 1816 33 2506
16 1707 34 2593
17 1737 35 2527
18 1980 36 2856
Dalam proses pembuatan tas ransel dan tas selempang terdapat perbedaan kebutuhan
akan material. Kebutuhan akan material data dilihat pada BOM Tree dari tas ransel dan tas
selempang yang ditampilkan pada Gambar 1.1 dan Gambar 1.2.
Tas Ransel
BadanTas
Ransel Strap
METODE LOT SIZE: EOQ, POQ, LUC METODE LOT SIZE: FOQ
2
Tas
Selempang
BadanTas
Selempang Strap
3
Dan mesin masih bersifat semi otomatis, sehingga tetap membutuhkan pekerja, untuk upah
regular sebesar Rp18.750 dan upah lembur sebesar 28.125. perusahaan menghendaki
perekrutan pekerja apabila kapasitas tidak mencukupi permintaan pasar yang ada.
Perusahaan menetapkan besarnya biaya perekrutan untuk satu orang pekerja sebesar Rp.
1.500.000.
Perusahaan juga melakukan penyimpanan bahan baku. stok pada minggu awal (minggu
ke-0), berdasarkan rekaman pengambilan stok, berikut hasil persediaan awal bahan baku
perusahaan yang ditampilkan pada Tabel 1.3.
Tabel 1.3 Daftar Inventory Awal
Part Inventory awal (Unit)
Kantong depan -
Zipper utama 2500
Zipper kantong -
Badan ransel 1000
Badan selempang 1000
Pola belakang 1000
Tali strap 3000
Busa strap 500
Pengait strap 3000
Dalam membuat rancangan tata letak fasilitas perusahaan khususnya pada lantai
produksi, jenis layout yang akan digunakan adalah jenis aliran proses dengan kebutuhan
ruangan ditunjukan pada Tabel 1.4.
Tabel 1.4 Daftar Kebutuhan Ruang
No Kebutuhan ruang
1 Lantai produksi ( WS 1, WS 2,)
2 Toilet
3 Ruang maintenance
4 Ruang supervisor QC
5 Gudang bahan baku
6 Gudang produk jadi
4
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana merencanakan dan mengendalikan produksi untuk studi kasus PT. Fajar
Sejahtera?
2. Bagaimana perancangan fasilitas produksi yang tepat untuk studi kasus PT. Fajar
Sejahtera?
1.5 Asumsi
Berikut adalah asumsi yang digunakan pada studi kasus PT. Fajar Sejahtera, antara lain:
1. Jam kerja regular pegawai PT. Fajar Sejahtera adalah 20 hari kerja/bulan.
2. Pekerja lembur harus memaksimalkan waktu lembur adalah 2 jam/hari/pekerja.
3. Inventory tidak digunakan untuk mengurangi jumlah produksi periode setelahnya.
4. Satu pekerja mengoperasikan satu mesin.
5
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai peramalan, perencanaan agregat, perencanaan
disagregat, MPS, MRP,perencanaan gudang, perencanaan aliran dan kebutuhan ruang dan
perencanaan layout pabrik.
7
2.1.1 Pola Data
Menurut Taylor III (2005) terdapat beberapa pola atau kecenderungan. Pola-pola data
yang ada adalah sebagai berikut yang ditampilkan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Pola Data
No Pola Data Penjelasan Grafik
1. Pola data variasi Terjadi apabila nilai data
acak/random//horizontal berfluktuasi di sekitar nilai rata-
rata yang konstan. Deret seperti
itu stasioner terhadap nilai rata-
ratanya. Sebagai contoh
penjualan tiap bulan suatu
produk tidak meningkat atau
menurun secara konsisten
selama waktu tertentu.
2. Pola data musiman Terjadi bilamana suatu deret
dipengaruhi oleh faktor
musiman. Misalnya kuartal
tahun tertentu, bulanan atau hari-
hari pada minggu tertentu).
Penjualan dari produk seperti
minuman ringan, eskrim dan
bahan bakar pemanas ruangan
semuanya menunjukkan pola
jenis ini.
3. Pola data siklis Terjadi bilamana datanya
dipengaruhi oleh fluktuasi
ekonomi jangka panjang seperti
yang berhubungan dengan siklus
bisnis. Penjualan produk seperti
mobil, baja dan peralatan utama
yang menunjukkan jenis pola
data ini.
4. Pola data trend Terjadi bilamana terdapat
kenaikan atau penurunan sekuler
jangka panjang dalam data.
Penjualan banyak perusahaan,
produk bruto nasional (GNP)
dan berbagai indikator bisnis
atau ekonomi lainnya mengikuti
suatu pola data trend selama
perubahannya sepanjang waktu.
Sumber: Taylor III (2005)
2.1.2 Autokorelasi
Autokorelasi perlu diuji dalam rangka melihat seberapa jauh terjadi interdependensi
diatasa data series. Nilainya berada pada -1 sampai +1, tergantung pada hubungan pola data
yang bersangkutan. Misalnya, apabla kita memiliki data time series yang nilainya berada
diatas rata-rata, yang kemudian secara langsung diikuti oleh nilai yang berada dibawah rata-
rata, koefisien autokorelasinya akan bertanda negatif. Sebaliknya apabila terdapat nilai yang
berada diatas rata-rata atau nilai dibawah rata-rata diikuti oleh nilai diatas rata-rata atau nilai
dibawah rata-rata, maka koefisien autokorelasinya akan bertanda positif (Rangkuti, 2005).
8
2.1.3 Metode Peramalan Kuantitatif (Forecasting)
Menurut Tersine (1994), peramalan metode kuantitatif adalah metode peramalan yang
didasarkan pada perhitungan matematis dan statistik dengan menggunakan data historis.
Berikut merupakan metode-metode yang digunakan pada laporan ini.
a. Moving Average
Metode ini menggunakan sejumlah data aktual permintaan yang baru untuk
membangkitkan nilai ramalan untuk permintaan di masa yang akan datang. Metode ini akan
efektif diterapkan apabila kita dapat mengasumsikan bahwa permintaan pasar terhadap
produk akan tetap stabil sepanjang waktu. Formula yang digunakan yaitu :
( )
= (2-1)
Dimana:
St+1 = Nilai ramalan untuk periode berikutnya.
= Konstanta penulisan (0-1).
Xt = Data pada periode t.
St = Nilai penulisan yang lama atau rata-rata yang dimuluskan hingga periode t-1.
Nilai yang menghasilkan tingkat kesalahannya (error) yang paling kecil adalah yang
dipilih dalam peramalan (Arsyat, 1997). Metode ini lebih cocok digunakan untuk meramal
hal-hal yang fluktuasinya secara random atau tidak teratur (Subagyo, 2002).
c. Exponential Smoothing with Trend
Data permintaan yang memiliki unsur tren, jika diramalkan menggunakan Simple
Exponential smoothing, maka hasil peramalan akan terlambat bereaksi terhadap efek
pertumbuhan yang ada, sehingga hasil peramalan yang diperoleh akan selalu di bawah nilai
9
aktual. Untuk mengkoreksi kondisi tersebut maka perlu dimasukkan unsur tren. Bentuk
umum yang digunakan untuk menghitung ramalan dengan unsur tren adalah:
1. = +1 + (1 )(1 + 1 ) (2-3)
Sumber: Nasution (2008)
Dimana:
Yt = Nilai pemulusan tunggal
Tt = Pemulusan trend
, = konstanta dengan nilai antar 0 dan 1
Xt = Data sebenarnya pada waktu ke-t
Tt = Pemulusan trend
2. = ( 1 ) + (1 )1 (2-4)
Sumber: Nasution (2008)
Dimana:
Yt = Nilai pemulusan tunggal
Tt = Pemulusan trend
, = konstanta dengan nilai antar 0 dan 1
3. Persamaan yang digunakan untuk membuat peramalan pada periode t yang akan datang
adalah:
= + (2-5)
Sumber: Nasution (2008)
Dimana:
Xt = nilai pemulusan eksponensial
= konstanta pemulusan untuk data (0 < < 1)
= konstanta pemulusan untuk estimasi trend (0 < < 1)
Ft = nilai peramalan pada periode t
Tt = estimasi trend
10
Dimana:
= koefisien pemulusan
St = nilai-nilai penghalusan eksponensial tunggal
St = nilai-nilai penghalusan eksponensial ganda
at = penyesuaian nilai penghalusan tunggal untuk periode t
bt = komponen kecenderungan
Ft+m = nilai ramalan untuk m periode ke depan dari t
Dimana :
Yt = nilai data pada tahun t
0 = konstanta, yang menunjukkan nilai data pada tahun awal
1 = besarnya perubahan data dari satu periode ke periode lainnya.
11
T = tahun
e = 2,71828
b. Tipe Model Kuadratik (Quadratic Model)
Trend parabolik (kuadratik) adalah trend yang nilai variabel tak bebasnya naik atau
turun secara linear atau terjadi parabola bila datanya dibuat scatter plot (hubungan variabel
dependen dan independen adalah kuadratik). Analisis Trend yang digunakan secara umum
untuk model trend kuadratik adalah :
Yt = 0+ 1 * t + (2* t2) + et (2-8)
Sumber : Supranto (1998)
Dimana :
Yt = nilai data pada tahun t
0 = konstanta, yang menunjukkan nilai data pada tahun awal
1 = besarnya perubahan data dari satu periode ke periode lainnya.
T = tahun
e = 2,71828
c. Tipe Model Eksponensial (Exponential Growth Model)
Trend eksponensial ini adalah sebuah trend yang nilai variabel tak bebasnya naik
secara berlipat ganda atau tidak linear. Analisis Trend yang digunakan secara umum untuk
model trend pertumbuhan eksponensial adalah :
Yt = 0 + (1t) + et (2-9)
Sumber : Supranto (1998)
Dimana :
Yt = nilai data pada tahun t
0 = konstanta, yang menunjukkan nilai data pada tahun awal
1 = besarnya perubahan data dari satu periode ke periode lainnya.
T = tahun
e = 2,71828
d. Tipe Model Kurva-S (S-Curve Models)
Trend model kurva S digunakan untuk model trend logistik Pearl Reed. Trend ini
digunakan untuk data runtun waktu yang mengikuti kurva bentuk S. Analisis Trend yang
digunakan secara umum untuk model kurva S adalah :
Yt = (10) / (0+12t) (2-10)
Sumber : Supranto (1998)
Dimana :
12
Yt = nilai data pada tahun t
0 = konstanta, yang menunjukkan nilai data pada tahun awal
1 = besarnya perubahan data dari satu periode ke periode lainnya.
T = tahun
e = 2,71828
Dimana:
At = Permintaan Aktual pada periode t
Ft = Peramalan Permintaan (Forecast) pada periode t
n = Jumlah periode
b. Mean Absolute Percentage Error (MAPE)
Menurut Nasution (2008), MAPE merupakan ukuran kesalahan relatif. MAPE biasanya
lebih berarti dibandingkan MAD karena MAPE menyatakan persentase kesalahan hasil
peramalan terhadap permintaan aktual selama periode tertentu yang akan memberikan
informasi persentase kesalahan terlalu tinggi atau terlalu rendah. Secara matematis, MAPE
dinyatakan sebagai berikut:
100
=( ) | | (2-12)
Sumber: Nasution (2008)
Dimana:
At = Permintaan Aktual pada periode t
13
Ft = Peramalan Permintaan (Forecast) pada periode t
n = Jumlah periode
c. Mean Square Error (MSE)
Menurut Nasution (2008), MSE dihitung dengan menjumlahkan kuadrat semua
kesalahan peramalan pada setiap periode dan membaginya dengan jumlah periode
peramalan. Secara matematis, MSE dirumuskan sebagai berikut:
( )2
= (2-13)
Sumber: Nasution (2008)
Dimana:
At = Permintaan Aktual pada periode t
Ft = Peramalan Permintaan (Forecast) pada periode t
n = Jumlah periode
14
1. Menjamin rencana penjualan dan rencana produksi konsisten terhadap rencana strategi
perusahaan.
2. Alat ukur performansi proses perencanaan produksi.
3. Menjamin kemampuan produksi konsisten terhadap rencana produksi.
4. Memonitor hasil produksi aktual terhadap rencana produksi dan membuat penyesuaian.
5. Mengatur persediaan produk jadi untuk mencapai target dan membuat penyesuaian.
6. Mengarahkan penyusunan dan pelaksanaan jadwal induk produksi.
15
Tabel 2.3 Strategi Perencanaan Agregat
No. Strategi Penjelasan
Perencanaan
Agregat
1. Chase strategy Menggunakan kapasitas sebagai pendukung: menyelaraskan laju produksi
dengan laju permintaan. Chase strategy didefinisikan sebagai metode
perencanaan produksi yang mempertahankan tingkat kestabilan inventori,
sementara produksi bervariasi mengikuti permintaan total.
2. Level strategy Didefinisikan sebagai metode perencanaan produksi yang mempunyai
distribusi merata dalam produksi. Dalam perencanaan produksi, level strategy
akan mempertahankan tingkat kestabilan produksi sementara menggunakan
inventori yang bervariasi untuk mengakumulasikan output apabila terjadi
kelebihan permintaan total.
3. Mixed Strategy Strategi perencanaan yang menggunakan dua atau lebih variabel yang dapat
dikendalikan untuk menetapkan rencana produksi yang dapat dicapai. Mixed
(Linear
strategy adalah strategi gabungan antara chase strategy dan level workforce
Programming) strategy.
Sumber: Gazpers (2008)
2.3 Disagregasi
Disagregasi adalah suatu proses untuk memecah rencana produksi secara agregat
menjadi rencana produksi end item. Hasil output dari proses disagregasi adalah MPS atau
JIP (jadwal induk produksi) adalah untuk memecah satuan agregat pada perencanaan agregat
kedalam setiap item produk serta mengetahui item suatu produk tersebut akan diproduksi
(Smith, 1989).
Tujuan dari adanya proses disagregasi adalah agar dapat menjumlahkan End item yang
berbeda menjadi satu satuan kelompok agregat untuk memudahkan perencanaan proses
produksi dan pengendalian produksi. Unit agregat yang biasa digunakan dalam proses
agregasi:
Jam kerja buruh, mesin atau resource lainnya
Waktu standar
Harga jual
Berikut merupakan metode yang digunakan untuk disagregasi yang ditampilkan pada
Tabel 2.4.
16
Tabel 2.4 Metode Disagregasi
No. Metode Penjelasan
1. Heuristic Method Metode ini digunakan untuk mendapatkan solusi yang baik tetapi tidak
harus optimal.
2. Family Set Up Method Metode ini digunakan pada perusahaan yang produksinya terdiri atas
beberapa produk family, yang terdiri dari beberapa item.
3. Linear Programming Metode ini digunakan pada perusahaan-perusahaan dengan karakteristik
Method produk yang berbeda profit tiap unit.
Berikut ini merupakan fungsi dari MPS menurut Gasperz (2008), antara lain:
1. Menyediakan atau memberikan input utama kepada sistem perencanaan kebutuhan
material dan kapasitas (material and capacity requirements planning).
2. Menjadwalkan pesanan-pesanan produksi dan pembelian (production and purchase
orders) untuk item-item MPS.
3. Memberikan landasan untuk penentuan kebutuhan sumber daya dan kapasitas.
4. Memberikan basis untuk pembuatan janji tentang penyerahan produk (delivery
promises) kepada pelanggan.
17
Berikut ini merupakan input utama dari MPS menurut Gasperz (2008), antara lain:
1. Data permintaan total, yang berkaitan dengan ramalan penjualan dan pesanan-pesanan.
2. Status inventory, yang berkaitan dengan informasi tentang on-hand inventory, stok yang
dialokasikan untuk penggunaan tertentu (allocated stock), pesanan-pesanan produksi
dan pembelian yang dikeluarkan (released production and purchase orders), dan firm
planned orders. MPS harus mengetahui secara akurat berapa banyak persediaan yang
tersedia dan menentukan berapa banyak yang harus dipesan.
3. Rencana produksi, yang memberikan sekumpulan batas kepada MPS untuk dijumlahkan
dan menentukan tingkat produksi, persediaan, dan sumber daya lain dalam produksi
tersebut.
4. Data perencanaan yang berkaitan dengana aturan-aturan tentang Lot Sizing yang harus
digunakan, Shrinkage Factor, stok pengaman (safety stock), dan waktu tunggu (Lead
time) dari masing-masing item yang biasanya tersedia dalam dokumen induk dari item
(Item Master File).
5. Informasi dari RCCP (Rought Cut Capacity Planning), yaitu berupa kebutuhan
kapasitas untuk mengimplementasikan MPS menjadi salah satu input bagi MPS.
18
Berikut ini merupakan fungsi dari MRP menurut Nasution (1992), antara lain:
1. Mampu menentukan kebutuhan pada saat yang tepat, kapan suatu pekerjaan akan selesai
(material harus tersedia) untuk memenuhi permintaan produk yang dijadwalkan
berdasarkan MPS yang direncanakan.
2. Menentukan kebutuhan minimal setiap item, dengan menentukan secara tepat sistem
penjadwalan.
3. Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan, dengan memberikan indikasi kapan
pemesanan atau pembatalan suatu pesanan harus dilakukan.
4. Menentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang sudah
direncanakan. Apabila kapasitas yang ada tidak mampu memenuhi pesanan yang
dijadwalkan pada waktu yang dikehendaki, maka MRP dapat memberikan indikasi
untuk melaksanakan rencana penjadwalan ulang (jika mungkin) dengan menentukan
prioritas pesanan yang realistis. Seandainya penjadwalan ulang ini masih tidak
memungkinkan untuk memenuhi pesanan, maka pembatalan terhadap suatu pesanan
harus dilakukan.
Berikut merupakan input utama dari MPS menurut Nasution (2008), antara lain:
1. Jadwal Induk Produksi (Master Production Schedule)
Merupakan suatu rencana produksi yang menggambarkan hubungan antara kuantitas
setiap jenis produk akhir yang diinginkan dengan waktu penyediaannya
2. Struktur Produk (Product structure Record & Bill of Material)
Merupakan kaitan antara produk dengan komponen penyusunnya. Informasi yang
dilengkapi untuk setiap komponen ini meliputi :
Jenis komponen
Jumlah yang dibutuhkan
Tingkat penyusunannya
Selain ini ada juga masukan tambahan seperti :
Pesanan komponen dari perusahaan lain yang membutuhkan
Peramalan atas item yang bersifat tidak bergantungan.
3. Status Persediaan (Inventory Master File atau Inventory Status Record)
Menggambarkan keadaan dari setiap komponen atau material yang ada dalam
persediaan, yang berkaitan dengan :
Jumlah persediaan yang dimiliki pada setiap periode (on hand inventory )
Jumlah barang dipesan dan kapan akan datang (on order Inventory )
Waktu ancang-ancang ( lead time ) dari setiap bahan.
19
Status persediaan ini harus diketahui untuk setiap bahan atau item dan diperbaharui
setiap terjadi perubahan untuk menghindari adanya kekeliruan dalam perencanaan.
20
2. Economic Order Quantity (EOQ)
EOQ adalah model dasar yang sangat sederhana yang menunjukkan trade-off antara
biaya simpan dan biaya pesan. Model EOQ didapat dengan menurunkan fungsi total biaya
persediaan per periode terhadap kuantitas pemesanan (Arman & Yudha, 2008). Rumus
kuantitas pemesanan sebagai berikut.
2ds
Q= (2-14)
h
Sumber: Arman & Yudha (2008)
Dimana :
Q = kuantitas pemesanan
D = rata-rata permintaan
S = biaya pesan
h = biaya penyimpanan
Untuk menghitung total biaya menggunakan rumus sebagai berikut.
= ( ) + ( ) + (2-15)
2
Sumber: Arman & Yudha (2008)
Dimana:
Q = kuantitas pemesanan
D = demand per periode
S = biaya pesan
H = biaya simpan
C = harga barang per unit
Model ini mengasumsikan bahwa pemesanan dilakukan dalam kurun waktu yang tetap
dan laju permintaan konstan sehingga tidak akan terjadi kekurangan persediaan sampai
pemesanan selanjutnya (Arman & Yudha, 2008).
3. Period Order Quantity (POQ)
POQ menggunakan hasil dari EOQ sebagai dasar penentuan waktu antar pemesanan.
Dengan kata lain, POQ bertujuan untuk mencari reorder point untuk pemesanan dengan
kuantitas sejumlah EOQ. Dengan membagi total permintaan pada satu periode perencanaan
dengan kuantitas pemesanan yang didapat dari perhitungan EOQ, akan didapatkan jumlah
pemesanan dalam satu periode perencanaan yang sesuai dengan EOQ. Periode waktu yang
digunakan pada umumnya dalam minggu atau bulan dalam setahun (Arman & Yudha ,2008).
Demand per periode waktujumlah periode waktu dalam setahun
Jumlah pemesanan = (2-16)
EOQ
Sumber: Arman & Yudha (2008)
21
Setelah melakukan perhitungan jumlah pemesanan maka dilakukan perhitungan waktu
antar pemesanan yang digunakan untuk mengetahui setiap berapa periode waktu sekali
pemesanan perlu dilakukan.
EOQ
Waktu antar pemesanan = (2-17)
D
Sumber: Arman & Yudha (2008)
Dimana D adalah rata-rata demand
Untuk menghitung total biaya per periode menggunakan rumus sebagai berikut.
= ( ) + ( ) + (2-18)
2
Sumber: Arman & Yudha (2008)
Dimana:
Q = kuantitas pemesanan
S = biaya pesan
C = harga barang per unit
D = demand per periode
H = biaya simpan
4. Least Unit Cost (LUC)
Menurut Tersine (1994) perhitungan pada metode LUC mirip dengan Silver Meal,
bedanya adalah Silver Meal dalam pemilihan lot size yang optimal dengan melihat biaya
paling minimum dari setiap periode, sedangkan LUC melihat biaya paling minimum dari
setiap unit. Keputusan ditentukan berdasarkan ongkos per unit (ongkos pengadaan per unit
ditambah ongkos simpan per unit) terkecil dari setiap bakal ukuran lot (trial lot size) yang
akan dipilih. Trial lot size merupakan total lot size dari periode yang dikombinasikan.
Pendekatan LUC dilakukan dengan mengkombinasikan periode yang menghasilkan biaya
per unit paling rendah.
5. Fix Order Quantity (FOQ)
Jumlah Pesanan Tetap (FOQ) ini sangat spesifik untuk menentukan persediaan item.
Penentuan besarnya lot dapat semau kita atau dapat pula memakai intuisi atau melalui faktor-
faktor empirik atau juga sesuai dengan pengalaman pemakai. Kebijaksanaan ini dapat ini
dapat ditempuh untuk item-item yang biaya pemesanan (ordering cost) tinggi, dengan
memenuhi kebutuhan bersih dari periode ke periode. Besarnya jumlah mencerminkan
pertimbangan faktor-faktor luar, seperti peristiwa atau kejadian yang tidak dapat dihitung
dengan teknik-teknik algoritma untuk ukuran lot. Salah satu ciri dari Jumlah Periode FOQ
ini adalah ukuran lotnya selalu tetap, tetapi periode pemesanannya selalu berubah (Arman
& Yudha ,2008).
22
2.6 Perencanaan Gudang
Menurut Tompkins (2010), tujuan perencanaan tata letak gudang adalah sebagai berikut:
1. Utilitas luas lantai secara efektif.
2. Menyediakan pemindahan bahan yang efisien.
3. Meminimalisasi biaya penyimpanan pada saat menyediakan tingkat pelayanan yang
dibutuhkan.
4. Mencapai fleksibilitas maksimum.
5. Menyediakan housekeeping yang baik.
Berdasarkan buku Tompkins et al (2003) terdapat beberapa fungsi gudang yaitu:
1. Receiving, yang meliputi kegiatan
a. Penerimaan semua material yang telah dipesan untuk disimpan dalam gudang
b. Penjaminan terhadap kualitas maupun kuantitas barang sesuai dengan pesanan,
c. Pengalokasian atau pembagian untuk disimpan atau dikirim lagi
2. Inspection and quality Control
Kegiatan ini merupakan bagian dari proses receiving dan dilakukan ketika suppliers
tidak konsisten terhadap kualitas dari produknya.
3. Repackaging
Repackaging merupakan suatu kegiatan memilah produk yang diterima dari supplier
dalam jumlah atau ukuran yang besar dan kemudian dikemas dalam kemasan yang lebih
kecil sesuai dengan permintaan konsumen. Pelabelan ulang dilakukan ketika produk
diterima tanpa tanda yang mudah dibaca oleh sistem atau manusia untuk tujuan
pengidentifikasian barang.
4. Storage
Merupakan suatu keadaan dimana barang menunggu untuk diambil sesuai dengan
permintaan. Bentuk gudang tergantung pada ukuran dan kualitas item yang disimpan,
serta karakter dari proses pemindaahan/penanganan produk.
5. Packaging: Meliputi aktivitas pengepakan barang
6. Order Picking: Aktivitas ini merupakan pross pemindahan barang dari gudang sesuai
dengan permintaan
7. Sortation: Meliputi kegiatan memilah barang sesuai dengan pesanan customer
8. Packing and Shipping
Sebelum dilakukan pengepakan dan pengiriman ke pelanggan, maka terlebih dahulu
dilakukan pengecekan barang yang akan dijual ke pasar. Kemudian dimasukkan ke
dalam container yang sesuai, dengan meneliti dokumen-dokumen pengiriman termasuk
23
packing list, pelabelan alamat, dan bill of loading. Tugas berikutnya adalah menimbang
berat untuk menentukan biaya pengiriman dan memuatnya ke dalam alat angkut.
9. Cross-Docking
Merupakan aktivitas pengeluaran tanda terima barang yang siap untuk dikirim.
10. Replenishing
Merupakan kegiatan memilih barang yang akan diambil dari tempat penyimpanan untuk
melengkapi barang yang akan dikirim.
24
9. Kecelakaan minimal.
10. Mengurangi jarak jalan kaki.
11. Mengurangi kemacetan lalu lintas di gang.
12. Sebagai dasar untuk tata letak yang efisien.
13. Lebih mudah untuk supervisi.
14. Pengendalian produksi lebih sederhana.
15. Meminimumkan gerakan balik.
16. Memperlancar aliran produksi.
17. Proses penjadwalan lebih baik.
18. Mengurangi kondisi sibuk.
19. Urutan pekerjaan logis.
20. Tata letak lebih baik.
Dalam sebuah proses produksi, terdapat aliran material dari tiap-tiap proses. Menurut
James M. Apple (1990) terdapat beberapa pola aliran bahan, yaitu:
1. Straight Line (Pola Aliran Garis Lurus)
Pada umumnya pola ini digunakan untuk proses produksi yang pendek dan relatif
sederhana, dan terdiri atas beberapa komponen.
25
Gambar 2.6 Pola Aliran Melingkar
4. Pola Aliran S (Zig-zag)
Pola ini biasanya digunakan apabila alian proses produksi lebih panjang daripada luas
area. Pada pola ini, arah aliran diarahkan membelok sehingga menambah panjang garis
aliran yang ada. Pola ini digunakan untuk mengatasi keterbatasan area.
26
promote the efficiently use of equipment, material, people, and energy Yang artinya: Tata
letak pabrik adlaah pengorganisasian fasilitas fisik perusahaan untuk meningkatkan efisiensi
penggunaan peralatan, bahan, orang, dan energy.
Menurut Jay Heizer dan Berry Render (2001:272), layout yang efektif dapat membantu
perusahaan mencapai hal-hal berikut:
1. Pemanfaatan yang lebih besar atas ruangan, peralatan dan manusia
2. Arus infrmasi, bahan baku dan manusia yang lebih baik
3. Lebih memudahkkan konsumen
4. Peningkatan moral karyyawan dan kondisi kerja yang lebih nyaman
Pada dasarnya tujuan perancangan fasilitas secara umum, yaitu untuk memenuhi
kapasitas produksi dan kebutuhan kaulitas dengan cara yang ekonomis melali pengaturan
dan kordinasi yang efektif dari fasilitas fisik. Perancangan fasilitas akan menentukan
bagaimana aktivitas-aktivitas dari fasilitas-fasilitas produksi dapat diatur sedemikian rupa
sehingga mampu menunjang upaya pencapaian tujuan pokok secara efektif dan efisien.
Sedangkan komponen-komponen dari perancangan fasilitas adalah perancangan sistem
fasilitas (facility system design), perancangan tata letak (layout design) dan perancangan
sistem penangan material (material handling system design). Dengan demikian faktor-faktor
tersebut akan saling memberikan kontribusi bagig terselenggaranya layout yang optimal.
Perencanaan fasilitas mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam proses operasi
perusahaan. Pengaruh yang paling besar adalah pada sistem dan peralatan material handling.
Pada proses produksi suatu industri manufaktur, untuk mengubah bahan baku menjadi
barang jadi, akan memerlukan aktivitas perpindahan dari satu tempat ke tempat lainnya.
Aktivitas perpindahan meliputi perpindahan bahan, personal/pekerja, ataupun
peralatan/mesin produksi, dalam hal ini perpindahan yang paling sering dilakukan adalah
perpindahan bahan. Adapun secara rinci tujuan perancangan tata letak fasilitas diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Memanfaatkan area yang ada. Perancangan tata letak yang optimal akan memberikan
solusi dalam penghematan penggunaan area (space) yang ada, baik area produksi,
gudang, service dan untuk departemen lainnya.
2. Pendayagunaan pemakaian mesin, tenaga kerja dan fasilitas produksi lebih besar.
Pengaturan yang tepat akan dapat mengurangi investasi dalam peralatan dan
perlengkapan produksi.
3. Meminimumkan material handling. Selama proses produksi akan selalu terjadi aktivitas
perpindahan, baik bahan baku, tenaga kerja, mesin ataupun peralatan produksi lainnya.
27
Proses perpindahan ini memerlukan biaya yang relatif cukup besar. Dengan demikian
perancangan tata letak yang baik harus mampu meminimalkan aktivitas pemindahan
bahan. Tata letak sebaiknya dirancang sedemikian rupa sehingga memungkinkan jarak
angkut dari masing-masing fasilitas dapat diminimalisir.
4. Mengurangi waktu tunggu, kemacetan dan kesimpangsiuran. Waktu tunggu dalam
proses produksi (production delays) yang berlebihan akan dapat dikurangi dengan
pengaturan tata letak yang terkoordinasi dengan baik. Banyaknya perpotongan dari
suatu lintasan produksi seringkali menyebabkan terjadinya kemacetan-kemacetan.
5. Memberikan jaminan keamanan, keselamatan dan kenyamanan bagi tenaga kerja.
Tenaga kerja tentu saja menginginkan bekerja dalam lingkungan yang aman, nyaman
dan menyenangkan. Hal-hal yang dianggap membahayakan bagi kesehatan dan
keselamatan kerja harus dihindari.
6. Mempersingkat proses manufaktur. Dengan memperpendek jarak antara operasi satu
dengan operasi berikutnya, maka waktu yang diperlukan oleh bahan baku berpindah
dari satu stasiun kerja ke stasiun kerja yang lain dapat dipersingkat. Dengan demikian
total waktu produksi juga dapat dipersingkat.
7. Mengurangi persediaan setengah jadi. Persediaan barang setengah jadi (work in process
inventory) terjadi karena belum selesainya proses produksi dari produk yang
bersangkutan. Persediaan barang setengah jadi yang tinggi tidak menguntungkan
perusahaan karena dana yang tertanam sangat besar. Perancangan tata letak yang baik
hendaknya memperhatikan keseimbangan lintasan (line balancing), karena
menumpuknya barang setengah jadi salah satunya disebabkan oleh tidak seimbangnya
lintasan produksi. 8. Mempermudah aktivitas supervisi. Penempatan ruangan supervisor
yang tepat akan memberikan keleluasaan bagi supervisor untuk mengawasi aktivitas
yang sedang berlangsung.
2.8.1 Blocplan
Untuk melakukan perencanaan layout pabrik dapat dilakukan dengan software. Salah
satu software yang digunakan untuk membuat layout adalah blocplan. blocplan merupakan
sistem perencangan tata letak fasilias yang dikembangkan oleh Donaghey dan Pire di
Departemen Teknik Industri di Universitas Houston. Pada blocplan dapat digunakan untuk
menganalisa Single-Story (satu lantai) dan Multi-Story (lebih dari satu lantai) kemudian
blocplan dapat menganalisa maksimum 18 fasilitas dalam suatu tata letak. (Tompkins, 1996)
28
2.8.2 Google SketchUp
Google SketchUp adalah salah satu program atau aplikasi 3D Modelling yang dirancang
untuk arsitek, teknik sipil, pembuat film dan game, serta professional-profesional sejenis.
SketchUp tersedia dalam berbagai versi dan versi terbarunya adalah Google SketchUp 8
(Susrini, 2009).
29
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
30
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai langkah-langkah pengerjaan dan diagram alir
dari penelitian.
31
pengendalian produksi, meliputi peramalan, agregat, disagregat, MPS dan MRP. Berikut ini
merupakan penjelasan masing-masing langkah perencanaan dan pengendalian produksi:
A. Peramalan
Perencanaan dan peramalan sangat penting dilakukan oleh perusaan guna
meminimalisir kerugian yang terjadi. Aplikasi yang digunakan untuk membuat pola data
permintaan produk untuk tas ransel dan tas selempang pada bulan 37, 38, 39, 40, 41, dan 42
adalah sofware minitab. Berikut ini adalah langkah-langkah yang digunakan untuk melihat
pola data dari produk tas dengan menggunakan software Minitab 16.
a. Buka software Minitab 16.
b. Masukkan data historis permintaan pelanggan untuk produk tas pada worksheet C1.
c. Ganti nama produksi tas pada cell di bawah C1.
d. Klik Stat Time Series Plots Simple - OK.
e. Klik C1 produksi tas Select OK.
Terdapat banyak pola data yang tersedia di minitab, oleh karena itu kita perlu memilih
pola data yang sesuai dengan melihat autokorelasi. Analisis autokorelasi merupakan analisis
yang dilakukan untuk melihat hubungan antara masing-masing data pada setiap periode.
32
Berikut ini adalah langkah-langkah yang digunakan untuk melakukan uji autokorelasi
menggunakan software Minitab 16.
a. Klik stat Time series -Autocorelation function
b. Pilih C1 produksi tas Select Ok
33
Gambar 3.4 Interface solver
Gambar 3.5 Menentukan set objective dan changing cell pada solver
D. Perhitungan MPS
Adapun penjadwalan MPS (Master Production Scheduling) digunakan untuk
mengetahui kondisi masing-masing barang yang akan di produksi, kapan barang tersebut
akan dibutuhkan, berapa banyak yang dibutuhkan, sehingga dapat digunakan sebagai
landasan penyusunan MRP.
E. Perhitungan MRP
Perhitungan MRP (Material Requirement Planning) digunakan untuk merencanakan
kebutuhan material berdasarkan tahapan waktu sehingga memungkinkan perusahaan untuk
menjaga tingkat persediaan material minimum tetapi sesuai dengan kebutuhan produksi.
6. Perencanaan Fasilitas
Perencanaan fasilitas menentukan bagaimana suatu aset tetap perusahaan digunakan
secara baik untuk menunjang tujuan perusahaan. Bagi suatu perusahaan manufaktur,
perencanaan fasilitas termasuk menentukan bagaimana fasilitas pabrik digunakan secara
34
efektif dan efisien dalam menunjang produksi. Berikut ini merupakan langkah perencanaan
fasilitas yang dibutuhkan perusahaan:
A. Membuat SLP
Systematic layout Planning (SLP) banyak digunakan untuk berbagai macam persoalan
yang meliputi antara lain problem produksi, transportasi, pergudangan, suporting services
dan aktifitas-aktifitas yang dijumpai dalam perencanaan perusahaan. Adapun pembuatan
SLP dengan bantuan software blocplan. Berikut merupakan langkah-langkah pengerjaan
SLP dengan menggunakan software blocplan.
1. Merencanakan tata letak fasilitas PT. Fajar Sejahtera yang meliputi systematic layout
planning (SLP) dan desain layout.
a. Membuat SLP menggunakan bantuan software blocplan untuk memudahkan
dalam menciptakan alternatif-alternatif layout yang sesuai dengan kebutuhan.
Berikut merupakan langkah-langkah pembuatan layout dengan software blocplan.
1) Buka aplikasi DOSbox seperti pada gambar 3.7.
2) Buka aplikasi DOSbox seperti pada gambar 3.7 Input directory dimana folder
software blocplan ditempatkan pada Hard Disk. Ketik mount c c:\Blocplan
(tekan enter). Input c:\ untuk mengganti Directory Z menjadi C: ( C:
merupakan tempat dimana blocplan berada). Input directory untuk melihat
daftar folder pada Directory C:. Pada C:\> Input BPLAN90.EXElalu tekan
enter.
b. Membuat rancangan layout tata letak fasilitas produksi PT. Fajar Sejahtera dengan
menggunakan bantuan software blocplan
1) Tekan enter pada jendela awal blocplan
35
Gambar 3.8 Jendela awal DOS box
2) Pilihan input data Disk (D) merupakan file yang sudah disimpan sebelumnya
di hard drive komputer, sedangkan Keyboard (K) merupakan file baru yang
akan di input. Pilihlah (K).
36
Gambar 3.11 Input hubungan antar departement
9) Setelah memilih Menu Single Story, pilih opsi nomor 4 Automatic Search
seperti pada Gambar 3.13.
10) Pilih jumlah layout yang ingin dihasilkan, Masukkan lima untuk lima alternatif
layout yang ingin dimunculkan. Seperti pada gambar 3.14.
37
Gambar 3.14 Tampilan jumlah layout
11) Setelah dilakukan komputasi pada lima layout, akan ditampilkan nilai
adjacency score dari tiap layout yang dihasilkan. Pilih nilai adjacency yang
paling mendekati 1. Untuk gambar nilai adjacency score masing-masing
alternatif layout dapat ditunjukkan pada Gambar 3.15.
12) Gambar salah satu alternatif layout hasil komputasi dapat ditunjukkan pada
Gambar 3.16.
38
B. Mendesain layout
Setelah membuat Systematic layout Planning (SLP), langkah selanjutnya adalah
mendesain layout yang tepat bagi perusahaan. Desain layout yang direncanakan nanti harus
sesuai dengan kebutuhan perusahaan dengan mempertimbangkan jumlah pekerja yang, luas
wilayah serta beban kerja. Adapun pembuatan desain layout menggunakan software
sketchup.
7. Analisis dan Pembahasan
Langkah ini menjelaskan mengenai hasil dan hal-hal yang didapatkan berdasarkan
analisis yang telah dilakukan sebelumnya. Hasil yang diperoleh diharapkan mampu
menyelesaikan permasalahan yang sedang di alami perusahaan.
8. Desain layout Tata Letak Fasilitas
Adapun output yang dihasilkan dari perencanaan tata letak fasilitas adalah sebuah desain
layout yang sesuai untuk perusahaan PT.Fajar Sejahtera. Dengan adanya layout yang tepat,
diharapkan perusahaan dapat mengoptimalkan kegiatan produksinya.
9. Kesimpulan dan Saran
Setelah melakukan analisis dan pengolahan data, langkah selanjutnya adalah membuat
kesimpulan dan saran berdasarkan hasil yang didapat dari pengolahan data sebelumnya.
Adapun kesimpulan dan saran biasanya berisi mengenai penyelesaian permasalahan yang
ada.
39
3.2 Diagram Alir
Berikut merupakan diagram alir dari perencanaan dan pengendalian produksi yang
ditampilkan pada Gambar 3.17.
Mulai A
Perencanaan
Studi Kasus Fasilitas
1. SLP
2. Desain Layout
Tinjauan Pustaka
Desain
Layout
Menentukan Tujuan
dan Manfaat
Kesimpulan dan
Saran
Perencanaan dan Pengendalian
Produksi
1. Peramalan
2. Agregat Tahap Perencanaan
3. Disagregat
Selesai
4. MPS
5. MRP
A
Gambar 3.17 Diagram alir penelitian
40
BAB V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai proses pengolahan data serta analis dan
pembahasan dari hasil pengolahan data yang dilakukan.
4.1 Peramalan
Dari data studi kasus yang ada dilakukan peramlan untuk 6 periode ke depan dengan
menggunakan metode Double Exponensial Smoothing, linear trend analysis dan S-Curve
Analysis. Setelah didapatkan hasil peramalan selanjutnya dilakukan autokorelasi dan
kemudian dibandingkan untuk mendapatkan metode yang tepat.
3000 Variable
Actual
Fits
Forecasts
2500
Accuracy Measures
MAPE 7.1
MAD 116.7
2000 MSD 17088.2
tas
1500
1000
4 8 12 16 20 24 28 32 36 40
Index
3000 Variable
Actual
Fits
Forecasts
2500
Accuracy Measures
MAPE 7.1
MAD 116.2
2000 MSD 17060.2
tas
1500
1000
4 8 12 16 20 24 28 32 36 40
Index
41
Trend Analysis Plot for tas
S-Curve Trend Model
Yt = (10**4) / (2.97308 + 7.42041*(0.940330**t))
3000 Variable
Actual
Fits
Forecasts
2500
Curv e Parameters
Intercept 962.14
Asy mptote 3363.51
2000 Asy m. Rate 0.94
tas
Accuracy Measures
MAPE 7.0
1500 MAD 115.3
MSD 17020.8
1000
4 8 12 16 20 24 28 32 36 40
Index
Accuracy Measures
MAPE 7.8
2500
MAD 130.9
MSD 22869.8
tas
2000
1500
1000
4 8 12 16 20 24 28 32 36 40
Index
Variable
3500 Actual
Fits
Forecasts
3000 95.0% PI
Smoothing Constants
Alpha (lev el) 0.416303
2500
Gamma (trend) 0.054502
tas
Accuracy Measures
2000 MAPE 8.3
MAD 132.3
MSD 24379.8
1500
1000
4 8 12 16 20 24 28 32 36 40
Index
4.1.2 Autokorelasi
Selanjutnya untuk mengetahui metode peramalan yang sesuai digunakan, maka
dilakukan uji Autokorelasi. Analisis autokorelasi merupakan analisis yang dilakukan untuk
42
melihat hubungan antara masing-masing data pada setiap periode. Suatu data dikatakan
memiliki pola data trend apabila pada periode awal kondisi lag jauh berbeda dari nol namun
pada periode akhir kondisi lag mendekati nol. Sedangkan suatu data dikatakan memiliki pola
seasonal apabila terdapat satu atau lebih lag yang melebihi garis putus-putus dan terdapat
pola data yang berulang pada interval waktu tertentu. Berikut ini merupakan hasil dari
autokorelasi dengan menggunakan Minitab 16 yang ditampilkan pada Gambar 4.6.
Autocorrelation Function for Produksi Tas
(with 5% significance limits for the autocorrelations)
1.0
0.8
0.6
0.4
Autocorrelation
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Lag
Gambar 4.6 Hasil uji autokorelasi produksi tas dengan menggunakan Minitab 16
Berdasarkan hasil uji autokorelasi pada Gambar 4.4 dapat diketahui bahwa lag pada
periode awal berbeda jauh dari nol sedangkan pada periode akhir kondisi lag mendekati nol.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa data produksi tas memiliki pola data trend. Metode
peramalan yang tepat digunakan untuk pola data trend adalah trend analysis dan double
exponential smoothing.
43
4.1.4 Perbandingan Peramalan
Setelah melakukan peramalan dengan metode peramalan, maka selanjutnya adalah
menentukan hasil peramalan yang tepat digunakan. Metode peramalan tentu saja akan
menghasilkan kesalahan. Jika tingkat kesalahan yang dihasilkan semakin kecil, maka hasil
peramalan akan semakin mendekati tepat. Alat ukur yang digunakan untuk menghitung
kesalahan prediksi antara lain mean square error (MSE), mean absolute percentage error
(MAPE) dan mean ansolute deviation (MAD). Dalam minitab 16, MSE disebut juga dengan
MSD. Berikut ini adalah hasil dari error peramalan untuk produk tas yang ditampilkan pada
Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil Error Peramlan Produksi Tas
Exponensial Double
Error Linear Quadratic S-Curve
Growth Exponential
Peramalan Trend Trend Trend
Trend Smoothing
MAPE 7,1 7,1 7,8 7 8,3
MAD 116,7 116,2 130,9 115,3 132,3
MSD 17088,2 17060,2 22869,8 17020,8 24379,8
Dari tabel 4.2 Dapat dilihat bahwa hasil error peramalan yang muncul dari pengolahan
data peramalan dengan metode Trend Analysis Model dan Double Exponential Smoothing.
Dari kedua metode tersebut, terlihat bahwa berdasarkan error peramalan yaitu MAPE, MAD
dan MSD yang memiliki hasil paling kecil adalah metode peramalan S-Curve Trend dengan
MAPE sebesar 7, MAD sebesar 115,3 dan MSD sebesar 17020,8. Oleh karena itu, dipilih
metode S-Curve Trend untuk produk tas pengolahan data lebih lanjut.
44
Biaya inventory/ Jam / Bulan Rp 34,482.76
45
Tabel 4.7 Perhitungan Agregat Menggunakan Metode Chase (Lanjutan)
Bulan 1 2 3 4 5 6
Hire pekerja
(Orang) 10 1 0 0 0 0
Biaya hire Rp Rp Rp Rp Rp Rp
(Rupiah) 15,000,000 1,500,000 - - - -
Firing
(Orang) 0 0 0 0 0 0
Biaya firing Rp Rp Rp Rp Rp Rp
(Rupiah) - - - - - -
Kapasitas
produksi
regular
(Jam)
1600 1760 1760 1760 1760 1760
Kapasitas
produksi
lembur (Jam) 400 280 280 320 320 360
Kapasitas
produksi total
(Jam) 2000 2040 2040 2080 2080 2120
Unit
diproduksi
(jam) 2000 2040 2040 2080 2080 2120
Persedian
13.82 29.34 5.61 23.36 1.11 20.34
(Jam)
Kumulatif
Persediaan 13.82 43.16 48.77 72.13 73.23 93.58
(Jam)
Biaya
persediaan Rp Rp Rp Rp Rp Rp
(Rupiah) 465,730 1,454,775 1,643,820 2,431,179 2,468,539 3,154,213
Total cost Rp Rp Rp Rp Rp Rp
(Rupiah) 56,715,730 43,829,77 42,518,820 44,431,179 44,468,539 46,279,213
Rp
Total Biaya 278,243,258
Berikut ini merupakan contoh perhitungan manual produksi tas pada periode 1 yang
dapat dilihat pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8 Perhitungan Manual Agregat Menggunakan Metode Chase
No Variabel Perhitungan
1. Pekerja dibutuhkan 1986.183333
= = 10
200
2. Pekerja yang tersedia Jumlah pekerja yang dimiliki periode sebelumnya = 0
3. Pekerja yang Jumlah pekerja yang dibutuhkan = 10
digunakan
4. Biaya pokok pekerja Jumlah pekerja digunakan biaya pekerja/jam jumlah jam kerja
regular
= 10 18.750 160
= Rp 30.000.000
5. Biaya lembur pekerja Jumlah pekerja lembur biaya lembur/jam jumlah jam lembur
= 10 28.125 40 = Rp 11.250.000
6. Biaya hire Jumlah hire pekerja biaya hire
=10 x Rp 1.500.000 = Rp 15.000.000
7. Biaya fire Jumlah fire pekerja biaya fire
46
= 0 Rp 1.500.000 = Rp 0,-
47
4.2.2 Level Strategy
Dalam sub bab ini akan dilakukan perhitungan perencanaan agregat dengan
menggunakan level strategy atau dengan melakukan produksi dalam jumlah yang tetap.
Dengan menggunakan data yang sama dengan data pada chase maka akan dilakukan
perhitungan perencanaan agregat dengan level strategy. Tabel 4.9 merupakan perhitungan
perencanaan agregat dengan level strategy.
Tabel 4.9 Perhitungan Agregat Menggunakan Metode Level
Bulan 1 2 3 4 5 6
Kebutuhan
(Unit) 2678 2711 2743 2773 2803 2831
Hari kerja (Hari) 20 20 20 20 20 20
Total jam kerja
reguler/Bln
(Jam) 160 160 160 160 160 160
Total jam kerja
lembur/Bln
(Jam) 40 40 40 40 40 40
Total jam kerja
tersedia (Jam) 200 200 200 200 200 200
Total Demand
1986.18 2010.66 2034.39 2056.64 2078.89 2099.66
(Jam)
Pekerja
dibutuhkan
(Orang) 10 10 10 10 10 10
Pekerja tersedia
(Orang) 0 10 10 10 10 10
Pekerja
digunakan
(Orang) 11 11 11 11 11 11
Pekerja lembur
(Orang) 9 9 9 9 9 9
Biaya pokok Rp Rp Rp Rp Rp Rp
pekerja (Rupiah) 33,000,000 33,000,000 33,000,000 33,000,000 33,000,000 33,000,000
Biaya lembur Rp Rp Rp Rp Rp Rp
pekerja (Rupiah) 10,125,000 10,125,000 10,125,000 10,125,000 10,125,000 10,125,000
Hire pekerja
(Orang) 11 1 1 1 1 1
Biaya hire Rp Rp Rp Rp Rp Rp
(Rupiah) 16,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000
Firing (Orang) 0 0 0 0 0 0
Biaya firing Rp Rp Rp Rp Rp Rp
(Rupiah) - - - - - -
Kapasitas
produksi regular
(Jam)
1760 1760 1760 1760 1760 1760
Kapasitas
produksi lembur
(Jam) 360 360 360 360 360 360
48
Tabel 4.9 Perhitungan Agregat Menggunakan Metode Level (Lanjutan)
Bulan 1 2 3 4 5 6
Persedian (Jam) 133.82 109.34 85.61 63.36 41.11 20.34
Kapasitas
produksi total
(Jam) 2120 2120 2120 2120 2120 2120
Unit diproduksi
(jam) 2120 2120 2120 2120 2120 2120
Kumulatif
133.82 243.16 328.77 392.13 433.23 453.58
Persediaan (Jam)
Rp
Biaya persediaan Rp Rp Rp Rp Rp 15,289,04
(Rupiah) 4,510,674 8,196,348 11,082,022 13,217,696 14,603,370 4
Rp
Total cost Rp Rp Rp Rp Rp 59,914,04
(Rupiah) 64,135,674 52,821,348 55,707,022 57,842,696 59,228,370 4
Rp
Total Biaya 349,649,1
5
Berikut ini merupakan contoh perhitungan manual produksi tas pada periode 1 yang
dapat dilihat pada Tabel 4.10.
Tabel 4.10 Perhitungan Manual Agregat Menggunakan Metode Level
No Variabel Perhitungan
1. Pekerja dibutuhkan Total demand/total jam kerja tersedia
= 1986.18/200
= 10
2. Pekerja yang tersedia Jumlah pekerja yang dimiliki periode sebelumnya = 0
3. Pekerja yang digunakan Jumlah pekerja yang dibutuhkan = 10
4. Biaya pokok pekerja Jumlah pekerja digunakan biaya pekerja/jam jumlah jam kerja
regular
= 11 18.750 160
= Rp 33.000.000
5. Biaya lembur pekerja Jumlah pekerja lembur biaya lembur/jam jumlah jam lembur
= 9 28.125 40
= Rp 10,125,000
6. Hire pekerja Pekerja digunakan pekerja tersedia
= 11 0
= 11
7. Biaya hire Jumlah hire pekerja biaya hire
=11x Rp 1.500.000
= Rp 16.500.000,00
7. Biaya Fire Jumlah fire pekerja biaya fire
= 0 Rp 1.500.000
= Rp 0,-
\8. Kapasitas produksi Pekerja digunakan total jam kerja reguler/bulan
regular = 11 x 160
= 1760
9. Kapasitas produksi Pekerja lembur total jam kerja lembur/Bln
lembur = 9 40
= 360
10. Kapasitas produksi total Kapasitas produksi regular + kapasitas produksi lembur
= 1760 + 360
49
= 2000
50
Tabel 4.11 Perhitungan Agregat Menggunakan Metode Linear Programming
Bulan 1 2 3 4 5 6
Kebutuhan (Unit) 2678 2711 2743 2773 2803 2831
Hari kerja (Hari) 20 20 20 20 20 20
Total jam kerja
reguler/Bln (Jam) 160 160 160 160 160 160
Total jam kerja
tersedia (Jam) 200 200 200 200 200 200
Total jam kerja
lembur/Bln (Jam) 40 40 40 40 40 40
Total Demand
1986.18 2010.66 2034.39 2056.64 2078.89 2099.66
(Jam)
Pekerja
dibutuhkan
(Orang) 10 11 11 11 11 11
Pekerja tersedia
(Orang) 0 12 12 12 13 13
Pekerja
digunakan
(Orang) 12 12 12 13 13 13
Pekerja lembur
(Orang) 2 3 3 0 0 1
Biaya pokok Rp Rp Rp Rp Rp Rp
pekerja (Rupiah) 36,000,000 36,000,000 36,000,000 39,000,000 39,000,000 39,000,000
Biaya lembur Rp Rp Rp Rp Rp Rp
pekerja (Rupiah) 2,250,000 3,375,000 3,375,000 - - 1,125,000
Hire pekerja
(Orang) 12 0 0 1 0 0
Biaya hire Rp Rp Rp Rp Rp Rp
(Rupiah) 18,000,000 - - 1,500,000 - -
Firing (Orang) 0 0 0 0 0 0
Biaya firing Rp Rp Rp Rp Rp Rp
(Rupiah) - - - - - -
Kapasitas
produksi regular
(Jam)
1920 1920 1920 2080 2080 2080
Kapasitas
produksi lembur
(Jam) 80 120 120 0 0 40
Kapasitas
produksi total
(Jam) 2000 2040 2040 2080 2080 2120
Unit diproduksi
(jam) 2000 2040 2040 2080 2080 2120
Persedian (Jam) 13.817 29.3417 5.6083 23.3583 1.10833 20.34167
Kumulatif
Persediaan (Jam) 13.817 43.1583 48.767 72.125 73.23 93.575
Rp
Biaya persediaan Rp 1,454,775.2 Rp Rp Rp Rp
(Rupiah) 465,730.34 8 1,643,820.22 2,431,179.78 2,468,539.33 3,154,213.48
Total cost Rp Rp Rp Rp Rp Rp
(Rupiah) 56,715,730 40,829,775 41,018,820 42,931,179 41,468,539 43,279,213
Rp
Total Biaya 266,243,258
Berikut ini merupakan contoh perhitungan manual produksi tas pada periode 1 yang
dapat dilihat pada Tabel 4.12.
51
Tabel 4.12 Perhitungan Agregat Manual Menggunakan Metode Linear Programming
No Variabel Perhitungan
1. Pekerja dibutuhkan 1986.1833
= = 10
200
2. Pekerja yang tersedia Jumlah pekerja yang dimiliki periode sebelumnya = 0
3. Pekerja yang Jumlah pekerja yang dibutuhkan = 12 (Dicari dengan menggunakan solver)
digunakan
4. Biaya pokok pekerja Jumlah pekerja digunakan biaya pekerja/jam jumlah jam kerja regular
= 12 18.750 160
= Rp 36.000.000,00
5. Biaya lembur pekerja Jumlah pekerja lembur biaya lembur/jam jumlah jam lembur
= 2 28.125 40 = Rp 2.250.000.00
6. Hire pekerja Pekerja digunakan pekerja tersedia
= 12 0
= 12
7. Biaya hire Jumlah hire pekerja biaya hire
=12 x Rp 1.500.000,00
= Rp 18.000,00
8. Biaya Fire Jumlah fire pekerja biaya fire
= 0 Rp 1.500.000,00
= Rp 0,-
9. Kapasitas produksi Pekerja digunakan total jam kerja reguler/bulan
regular = 12 160
= 1920
10. Kapasitas produksi Pekerja lembur total jam kerja lembur/Bln
lembur = 2 40
= 80
11. Kapasitas produksi Kapasitas produksi regular + kapasitas produksi lembur
total = 1920 + 80
= 2000
12. Unit Produksi(jam) Kapasitas produksi total periode saat itu
13. Persediaan (jam) Unit produksi (jam) Total Demand (jam)
= 2000- 1986.183
= 13.8167
14. Komulatif Persediaan Komulatif persediaan periode sebelumnya(jam) + unit produksi(jam) total
demand(jam)
= 0 + 2200 1986.183
= 213.8167
15. Biaya Persediaan Biaya inventory/ Jam / Bulan* komulatif persediaan(jam)
Rp 33,707.87*13.817
= Rp 465,730.00
16. Total biaya Biaya pokok pekerja + biaya lembur pekerja + biaya hire + biaya fire +
biaya persediaan
= Rp 36,000,000.00 + Rp 2,250,000.00 + Rp18,000,000.00 + Rp 0,00 + Rp
465,730.00
= Rp 56,715,730.34
17. Total biaya Total cost periode 1 + total cost periode 2 + total cost periode 3 + total cost
keseluruhan periode periode 4 + total cost periode 5 + total cost periode 6
= Rp 56,715,730.34 + Rp 40,829,775.28 + Rp 41,018,820.22 + Rp
42,931,179.78 + Rp 41,468,539.33 + Rp 43,279,213.48
= Rp 266,243,258.43
52
lembur 3, periode 4 sebanyak 13 dengan pekerja lembur 0, periode 5 sebanyak 13 dengan
pekerja lembur 0, periode 6 sebanyak 13 dan pekerja lembur sebanyak 1. Biaya pekerja yang
regular sebesar Rp 225,000,000.00, biaya pekerja lembur sebesar Rp 10,125,000.00, biaya
hiring sebesar Rp 19,500,000.00 dan biaya firing sebesar Rp 0 karena tidak ada pekerja yang
diberhentikan. Sehingga didapatkan total biaya untuk metode chase strategy yaitu sebesar
Rp 266,510,344.83.
Berikut ini merupakan perhitungan dengan menggunakan solver yang dapat dilihat pada
Gambar 4.5.
Setelah solver dijalankan akan muncul hasil sebagai berikut yang ditampilkan pada
Tabel 4.13.
Tabel 4.13 Output solver
Pekerja digunakan 12 12 12 13 13 13
Pekerja lembur 2 3 3 0 0 1
Dengan mengggunakan solver kita bisa mengetahui jumlah pekerja yang digunakan dan
pekerja lembur agar menghasilkan biaya yang minima untuk memenuhi kebutuhan (jam).
Hasil optimal ini diperoleh dari hasil percobaan dengan memasukkan kemungkinan
kombinasi yang ada dengan batasan bahwa jumlah pekerja yang digunakan dan lembur harus
bernilai integer, jumlah pekerja yang digunakan harus >/= jumlah yang dibutuhkan, pekerja
yang digunakan dan lembur harus >/= 0, unit produksi harus >/= jumlah permintaan (jam).
53
Tabel 4.14 Tabel Perbandingan Perencanaan Agregat
Metode Chase Metode Level Linear Programming
Total cost Rp 266,625,000.00 Rp 412,278,370.79 Rp 266,243,258.43
Dari tabel 4.14 diatas bisa dilihat bahwa biaya terkecil diperoleh dengan perencanaan
menggunakan metode linear programming, metode linear programming memiliki biaya
termurah yaitu sebesar Rp 266,243,258.43 karena pekerja tidak semuanya harus lembur
tetapi ada juga yang di hire sehingga cost untuk pekerja lebih murah.
54
Tabel 4.16 Tabel Contoh Perhitungan Perencanaan Disagregat
Periode 1 1 2 3 4 Total Produksi
T.Ransel (Item) 370 371 371 371 1483 1483
T.Selempang (Item) 303 303 304 304 1214 1214
Total tas (Item) 673 674 675 675 2697 2697
Waktu T.Ransel (Jam) 268.25 268.975 268.975 268.975
Waktu T.Selempang (Jam) 224.725 224.725 225.4666667 225.4666667
Total waktu (Jam) 492.975 493.7 494.4416667 494.4416667
Batas waktu (Jam) 500 500 500 500
Perencanaan disagregat menggunakan solver bertujuan untuk mengetahui jumlah
produksi masing-masing tas ransel dan tas selempang agar jumlah yang diproduksi optimal
dengan menggunakan jumlah waktu yang dimilikinya. Untuk mendapatkan hasil yang
optimal, solver melakukan percobaan kemungkinan yang bisa dilakukan dengan batasan
jumlah tas ransel dan tas selempang harus integer, jumlah total tas ransel dan tas selempang
harus sama dengan jumlah produksi untuk tas ransel dan tas selempang dan total waktu
produksi harus </= batas waktu. Batas waktu merupakan waktu maksimum yang
dimiliki/tersedia yang berkaitan dengan jumlah pekerja regular dan pekerja lembur.
55
Dari Tabel 4.17 diatas, dapat diketahui jumlah tas ransel tiap minggu pada periode 1
adalah 370, 371, 371, dan 371. Sedangkan jumlah tas selempang tiap minggu pada periode
1 adalah 303, 303, 304, dan 304.
b. Hasil Disagregat periode 2
Berikut ini merupakan hasil perencanan disagregat pada periode 2 menggunakan solver
yang ditampilkan pada Tabel 4.18.
Tabel 4.18 Hasil Disagregat Periode 2
Periode 2 1 2 3 4 Total Produksi
T.Ransel (Item) 378 378 379 379 1514 1514
T.Selempang (Item) 309 309 310 309 1237 1237
Total tas (Item) 687 687 689 688 2751 2751
Waktu T.Ransel (Jam) 274.05 274.05 274.775 274.775
Waktu T.Selempang (Jam) 229.175 229.175 229.9166667 229.175
Total waktu (Jam) 503.225 503.225 504.6916667 503.95
Batas waktu (Jam) 510 510 510 510
Dari Tabel 4.18 diatas, dapat diketahui jumlah tas ransel tiap minggu pada periode 2
adalah 378, 378, 379, dan 379. Sedangkan jumlah tas selempang tiap minggu pada periode
1 adalah 309, 309, 310, dan 309.
c. Hasil Disagregat periode 3
Berikut ini merupakan hasil perencanan disagregat pada periode 3 menggunakan solver
yang ditampilkan pada Tabel 4.20.
Tabel 4.20 Hasil Disagregat Periode 3
Periode 3 1 2 3 4 Total Produksi
T.Ransel (Item) 378 378 378 379 1513 1513
T.Selempang (Item) 309 309 310 310 1238 1238
Total tas (Item) 687 687 688 689 2751 2751
Waktu T.Ransel (Jam) 274.05 274.05 274.05 274.775
Waktu T.Selempang (Jam) 229.175 229.175 229.9166667 229.9166667
Total waktu (Jam) 503.225 503.225 503.9666667 504.6916667
Batas waktu (Jam) 510 510 510 510
Dari Tabel 4.20 diatas, dapat diketahui jumlah tas ransel tiap minggu pada periode 3
adalah 378, 378, 378, dan 379. Sedangkan jumlah tas selempang tiap minggu pada periode
1 adalah 309, 309, 310, dan 310.
d. Hasil Disagregat periode 4
Berikut ini merupakan hasil perencanan disagregat pada periode 4 menggunakan solver
yang ditampilkan pada Tabel 4.21.
56
Tabel 4.21 Hasil Disagregat Periode 4
Periode 4
1 2 3 4 Total Produksi
Dari Tabel 4.21 diatas, dapat diketahui jumlah tas ransel tiap minggu pada periode 4
adalah 385, 385, 386, dan 386. Sedangkan jumlah tas selempang tiap minggu pada periode
1 adalah 315, 316, 316, dan 316.
e. Hasil Disagregat periode 5
Berikut ini merupakan hasil perencanan disagregat pada periode 4 menggunakan solver
yang ditampilkan pada Tabel 4.22.
Tabel 4.22 Hasil Disagregat Periode 5
Periode 5 1 2 3 4 Total Produksi
T.Ransel (Item) 385 385 386 386 1542 1542
T.Selempang (Item) 315 316 316 316 1263 1263
Total tas (Item) 700 701 702 702 2805 2805
Waktu T.Ransel (Jam) 279.125 279.125 279.85 279.85
Waktu T.Selempang
(Jam) 233.625 234.3666667 234.36666 234.3666667
Total waktu (Jam) 512.75 513.4916667 514.21666 514.2166667
Batas waktu (Jam) 520 520 520 520
Dari Tabel 4.22 diatas, dapat diketahui jumlah tas ransel tiap minggu pada periode 5
adalah 385, 385, 386, dan 386. Sedangkan jumlah tas selempang tiap minggu pada periode
5 adalah 315, 316, 316, dan 316.
f. Hasil Disagregat periode 6
Berikut ini merupakan hasil perencanan disagregat pada periode 4 menggunakan solver
yang ditampilkan pada Tabel 4.23.
57
Tabel 4.23 Hasil Disagregat Periode 6
Periode 6 1 2 3 4 Total Produksi
T.Ransel (Item) 393 393 393 393 1572 1572
T.Selempang (Item) 321 322 322 322 1287 1287
Total tas (Item) 714 715 715 715 2859 2859
Waktu T.Ransel (Jam) 284.925 284.925 284.925 284.925
Waktu T.Selempang
(Jam) 238.075 238.81666 238.816666 238.816666
Total waktu (Jam) 523 523.74166 523.741666 523.741666
Batas waktu (Jam) 530 530 530 530
Dari Tabel 4.23 diatas, dapat diketahui jumlah tas ransel tiap minggu pada periode 6
adalah 393, 393, 393 dan 393. Sedangkan jumlah tas selempang tiap minggu pada periode 6
adalah 321, 322, 322 dan 322.
58
Kantong
Depan
Ziiper 2
Badan Tas
Utama
Zipper 2 1
Kantong
2
Pola
Belakang
Tas
2 Kantong
Depan Tas Ransel
2 0
Tali Strap
2
Pengait Strap
2 1
Busa Strap
2
Kantong
Depan
2
Zipper
Kantong
2
Pola Badan Badan
Tas Slempang
2 1
Zipper
Utama
Tas
2
Slempang
Tali Strap
0
2
Pengait Strap
2 1
Busa Strap
Dari Gambar 4.7 diatas dapat diketahui bahwa untuk penentuan nilai Planning Time
Fence adalah berdasarkan nilai kumulatif lead time material yang paling lama yaitu
sebanyak 3 minggu. Sedangkan, untuk penentuan nilai Demand Time Fence yang digunakan
adalah nol (DTF=0), hal tersebut seperti yang dikemukakan Gazpers (2008) dikarenakan
pada PT.Fajar Sejahtera untuk pembuatan produknya yaitu make to stock.
59
4.4.2 MPS
Setelah menentukan nilai PTF dan DTF, langkah selanjutnya adalah melakukan
perhitungan MPS. Berikut adalah Perhitungan MPS pada PT.Fajar Sejahtera untuk produk
Tas Ransel yang ditampilkan pada Tabel 4.24.
Tabel 4.24 MPS Tas Ransel
Tas Ransel DTF = 0 PTF = 3
Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Forecast (unit) 370 371 371 371 378 378 379 379 378 378 378 379
Production Forecast (unit)
Actual Demand (unit)
MPS (unit) 370 371 371
PAB (unit)
Available To Promise (unit)
Planned Order (unit) 371 378 378 379 379 378 378 378 379
Periode 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Forecast (unit) 385 385 386 386 385 385 386 386 393 393 393 393
Production Forecast (unit)
Actual Demand (unit)
MPS (unit)
PAB (unit)
Available To Promise (unit)
Planned Order (unit) 385 385 386 386 385 385 386 386 393 393 393 393
Berikut adalah Perhitungan MPS pada PT.Fajar Sejahtera untuk produk Tas
Selempang yang ditampilkan pada Tabel 4.25.
Tabel 4.25 MPS Tas Selempang
Tas Selempang DTF = 0 PTF = 3
Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Forecast (unit) 303 303 304 304 309 309 310 309 309 309 310 310
Production Forecast (unit)
Actual Demand (unit)
MPS (unit) 303 303 304
PAB (unit)
Available To Promise (unit)
Planned Order (unit)
Periode 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Forecast (unit) 315 316 316 316 315 316 316 316 321 322 322 322
Production Forecast (unit)
Actual Demand (unit)
MPS (unit)
PAB (unit)
Available To Promise (unit)
Planned Order (unit) 304 309 309 310 309 309 309 310 310 315 316 316
60
Berikut adalah perhitungan dari tabel MPS tas selempang yang ditampilkan pada Tabel
4.26.
Tabel 4.26 Perhitungan MPS Tas Selempang
No. Variabel Perhitungan
1. Forecast Pada baris forecast diinputkan data disagregasi tas selempang dari
4 periode per minggu selama 6 bulan.
2. MPS Nilai PTF yang didapatkan adalah 3, maka untuk periode satu
hingga tiga nilai MPS sesuai kebijakan perusahaan.
3. Production forecast Bernilai 0 karena belum dilakukan perencanaan untuk periode
sebelum forecast untuk jumlah yang akan diproduksi
4. Actual demand Merupakan permintaan actual untuk produk
5. Available to promise merupakan jumlah yang diterima yang telah dipesan sebelumnya,
bernilai 0 karena PT.Fajar Sejahtera belum melakukan pemesanan
pada periode sebelumnya.
6. Planned Order Didapatkan ketika ada kebutuhan produk. Dimana planned order
didapatkan dari order quantity + safety stock- PAB sebelumnya.
Dapat kita lihat bahwa nilai DTF=0 dikarenakan proses pembuatan tas adalah make to
stock dan tidak ada actual demand sedangkan nilai PTF=3 dikarenakan lead time terlama
dari procurement metrial selama 3 minggu. Kolom Available To Promise tidak ada
dikarenakan proses yang digunakan dalam pembuatan tas adalah Make to Stock. Kolom
Planned Order adalah output dari perencanaan MPS yaitu berapa yang harusnya dipesan
sehingga produk tersebut terpenuhi dan tidak terlambat.
61
Tabel 4.27 MRP Level 0 Tas Ransel
Item = TAS RANSEL
Lot Size = Lot for lot P 37 38 39
lt = 0 D 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Gross Requirement
(GR) (unit) 370 371 371 371 378 378 379 379 378 378 378 379
Schedule Receipt
(SR) (unit)
Project On-hand
(POH) (unit) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Net Requirement
(NR) (unit) 370 371 371 371 378 378 379 379 378 378 378 379
Planned Order
Receipt (PORec)
(unit) 370 371 371 371 378 378 379 379 378 378 378 379
Planned Order
Release (PORel)
(unit) 370 371 371 371 378 378 379 379 378 378 378 379
Lot Size = Lot for lot P 40 41 42
D
lt = 0 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Gross Requirement
(GR) (unit) 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Schedule Receipt
(SR) (unit) 385 385 386 386 385 385 386 386 393 393 393 393
Project On-hand
(POH) (unit) 0
Net Requirement
(NR) (unit) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Planned Order
Receipt (PORec)
(unit) 385 385 386 386 385 385 386 386 393 393 393 393
Planned Order
Release (PORel)
(unit) 385 385 386 386 385 385 386 386 393 393 393 393
Berikut merupakan contoh perhitungan MRP tas ransel pada periode 1 yang ditampilkan pada
Tabel 4.28.
Tabel 4. 28 Contoh Perhitungan MRP Level 0 Tas Ransel Periode 1
No. Variabel Perhitungan
1. Gross Merupakan hasil perencanaan dari disagregat untuk tas ransel pada periode 1
Requirement = 370
2. Schedule Nilai untuk Schedule Receipt diperoleh ketika barang yang telah dipesan datang,
receipt bernilai 0 karena pada periode sebelumnya belum dilakukan pemesanan barang
3. Planned Order Nilai dari Porec bernilai sama dengan GR karena jumlah barang yang dipesan
Receipt sama dengan jumlah kebutuhan
= 370
4. Net Bernilai sama dengan gross requirement
Requirement = 370
5. Projected On Bernilai 0 karena perusahaan tidak memiliki inventory awal untuk produk tas ransel
Hand
6. Planned Order Bernilai sama dengan Porec dengan mempertimbangkan lead time. Karena LT
Release bernilai 0, maka nilai porec sama dengan porel
62
Pada MRP di atas dapat diketahui bahwa jumlah kebutuhan untuk semua periode adalah
sama dengan gross requirement hal ini karena nilai pada Schedule Receipt (SR), Project On-
hand (POH), Net Requirement (NR) bernilai 0.
Berikut merupakan MRP level 0 dari produk tas selempang yang ditampilkan pada
Tabel 4.29.
Tabel 4.29 MRP Level 0 Tas Selempang
Item = TAS SELEMPANG
Lot Size = Lot for lot P 37 38 39
D
lt = 0 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Gross Requirement (GR)
(unit) 303 303 304 304 309 309 310 309 309 309 310 310
Schedule Receipt (SR)
(unit)
Project On-hand (POH)
(unit) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Net Requirement (NR)
(unit) 303 303 304 304 309 309 310 309 309 309 310 310
Planned Order Receipt
(PORec) (unit) 303 303 304 304 309 309 310 309 309 309 310 310
Planned Order Release
(PORel) (unit) 370 371 371 371 378 378 379 379 378 378 378 379
Lot Size = Lot for lot P 40 41 42
D
lt = 0 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Gross Requirement
(GR) (unit) 315 316 316 316 315 316 316 316 321 322 322 322
Schedule Receipt (SR)
(unit)
Project On-hand (POH)
(unit) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Net Requirement (NR)
(unit) 315 316 316 316 315 316 316 316 321 322 322 322
Planned Order Receipt
(PORec) (unit) 315 316 316 316 315 316 316 316 321 322 322 322
Planned Order Release
(PORel) (unit) 315 316 316 316 315 316 316 316 321 322 322 322
Berikut merupakan contoh perhitungan MRP tas selempang pada periode 1 yang ditampilkan
pada Tabel 4.30.
Tabel 4.30 Contoh Perhitungan MRP Level 0 Tas Selempang Periode 1
No. Variabel Perhitungan
1. Gross Merupakan hasil perencanaan dari disagregat untuk tas ransel pada periode 1
Requirement = 303
2. Schedule Nilai untuk Schedule Receipt diperoleh ketika barang yang telah dipesan datang,
receipt bernilai 0 karena pada periode sebelumnya belum dilakukan pemesanan barang
3. Planned Order Nilai dari Porec bernilai sama dengan GR karena jumlah barang yang dipesan
Receipt sama dengan jumlah kebutuhan
= 303
4. Net Bernilai sama dengan gross requirement
Requirement = 303
5. Projected On Bernilai 0 karena perusahaan tidak memiliki inventory awal untuk produk tas
Hand selempang
6. Planned Order Bernilai sama dengan Porec dengan mempertimbangkan lead time. Karena LT
Release bernilai 0, maka nilai porec sama dengan porel
63
Pada MRP di atas dapat diketahui bahwa jumlah kebutuhan untuk semua periode adalah
sama dengan gross requirement hal ini karena nilai pada Schedule Receipt (SR), Project On-
hand (POH), Net Requirement (NR) bernilai 0.
lt = 0 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Gross Requirement (GR) (unit) 370 371 371 371 378 378 379 379 378 378 378 379
Schedule Receipt (SR) (unit)
lt = 0 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Gross Requirement (GR) (unit) 385 385 386 386 385 385 386 386 393 393 393 393
Schedule Receipt (SR) (unit)
Berikut merupakan contoh perhitungan MRP level 1 badan tas ransel pada tas ransel
yang ditampilkan pada Tabel 4.32.
Tabel 4.32 Contoh Perhitungan MRP Level 1 Badan Tas Ransel
No. Variabel Perhitungan
1. Gross Merupakan hasil perencanaan dari disagregat untuk tas ransel pada periode 1
Requirement = 370
2. Schedule Nilai untuk Schedule Receipt diperoleh ketika barang yang telah dipesan datang,
receipt bernilai 0 karena pada periode sebelumnya belum dilakukan pemesanan barang
3. Planned Order Nilai dari Porec bernilai sama dengan GR karena jumlah barang yang dipesan
Receipt sama dengan jumlah kebutuhan
= 370
4. Net Bernilai sama dengan gross requirement
Requirement = 370
5. Projected On Bernilai 0 karena perusahaan tidak memiliki inventory awal untuk produk tas
Hand selempang
64
Pada MRP di atas dapat diketahui bahwa jumlah kebutuhan untuk semua periode adalah
sama dengan gross requirement hal ini karena nilai pada Schedule Receipt (SR), Project On-
hand (POH), Net Requirement (NR) bernilai 0.
Untuk perhitungan MRP level 1 part lainnya terdapat pada lampiran 2. (Terlampir)
Planned order
receipt(PORec) (unit) 3334 3334 3334 3334 3334
65
Tabel 4.33 Hasil MRP Level 2 Part Kantong Depan dengan Metode EOQ (Lanjutan)
Item = Kantong Depan 40 41 42
lt = 1 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Gross Requirement (GR) (unit) 1400 1402 1404 1404 1400 1402 1404 1404 1428 1430 1430 1430
Project on-hand (POH) (unit) 2206 804 2734 1330 3264 1862 458 2388 960 2864 1434 4
Planned order receipt (PORec) (unit) 3334 3334 3334 3334 3334
Berikut merupakan contoh perhitungan MRP level 2 dari kantong depan dengan
menggunakan metode EOQ yang ditampilkan pada Tabel 4.34.
Tabel 4.34 Contoh Perhitungan MRP Level 2 Metode EOQ Pada Kantong Depan
No. Variabel Perhitungan
1. EOQ 2 x demand x cost 2 x 1389 x 2000000
= = 3334
500
2. Gross Mengisi gross requirement yang dihasilkan dari nilai MPS sebelumnya sesuai
Requirement dengan kebutuhan BOM Tree
= (3702) + (3032) = 1346
3. Schedule Nilai untuk Schedule Receipt diperoleh ketika barang yang telah dipesan datang,
receipt bernilai 0 karena pada periode sebelumnya belum dilakukan pemesanan barang
4. Planned Order Ketika POH bernilai negatif maka nilai Porec diisikan sama dengan nilai EOQ
Receipt = 3334
5. Net Apabila nilai POH kurang dari GR maka memasukkan nilai EOQ. Namun bila POH
Requirement masih mencukupi maka nilai NR = GR periode selanjutnya POH = 1346
6. Projected On POH periode sebelumnya + Porec periode 1 -Gross Requirement periode 1
Hand = 0 + 3334 - 1346
= 1988
7. Total biaya Jumlah POH biaya simpan
simpan = 818 Rp 500
=Rp 20,432,000
8. Total biaya Jumlah frekuensi pemesanan biaya pesan
pesan = 10 x Rp 2.000.000 = Rp 20.000.000
9. Total biaya Jumlah Porec biaya komponen
pembelian = 33340 x Rp 20.000 = Rp 666.800.000
Total biaya Total biaya pesan + total biaya simpan + total biaya komponen
10.
= Rp 703,740,000
Dari perhitungan diatas dapat diketahui bahwa nilai EOQ yang dihasilkan sebesar
3334. Sehingga ketika terjadi kebutuhan akan material dilakukan jumlah pemesanan akan
material sebesar 3334. Sehingga frekuensi pemesanan yang dilakukan untuk memebuhi
seluruh kebutuhan material adalah sebanyak 10 kali pemesanan.
66
b. Metode POQ
Berikut merupakan MRP level 2 dari part kantong depan dengan menggunakan
metode POQ yang ditampilkan pada Tabel 4.35.
Tabel 4.35 Hasil MRP Level 2 Part Kantong Depan dengan Metode POQ
Rata-rata Demand 1389 POQ Biaya Pembelian
3
Ordering Cost Rp 2,000,000 Holding Cost Rp 500 Rp 20,000
Planned order
receipt(PORec) (unit) 5394 5502 5502
lt = 1 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Berikut merupakan contoh perhitungan MRP level 2 dari kantong depan dengan
menggunakan metode POQ yang ditampilkan pada Tabel 4.36.
67
Tabel 4.36 Contoh Perhitungan MRP Level 2 Metode POQ Pada Kantong Depan
No. Variabel Perhitungan
1. POQ 2 x 2 x 2000000
= 500 1389 = 3
2. Gross Mengisi gross requirement yang dihasilkan dari nilai MPS sebelumnya sesuai
Requirement dengan kebutuhan BOM Tree
= (370 2)+ (3032) = 1346
3. Schedule Nilai untuk Schedule Receipt diperoleh ketika barang yang telah dipesan datang,
receipt bernilai 0 karena pada periode sebelumnya belum dilakukan pemesanan barang
4. Planned Order Memasukkan nilai GR selama 4 periode (periode 1-4)
Receipt = 5394
5. Net Apabila nilai POH kurang dari GR maka melakukan pemesanan untuk 4 periode.
Requirement Namun bila POH masih mencukupi maka nilai NR = GR periode selanjutnya POH
= 1346
6. Projected On POH periode sebelumnya + Porec periode 1 -Gross Requirement periode 1
Hand = 0 + 3334 - 1346
= 1988
7. Total biaya Jumlah POH biaya simpan
simpan = 1001 Rp 25.000 = Rp 25,020,000
8. Total biaya Jumlah frekuensi pemesanan biaya pesan
pesan = 6 Rp 2.000.000 = Rp 12.000.000
9. Total biaya Jumlah Porec biaya komponen
pembelian = 33336 Rp 20.000 = Rp 666,720,000
10. Total biaya Total biaya pesan + total biaya simpan + total biaya komponen
= Rp 703.740.000
Dari perhitungan diatas diketahui bahwa nilai POQ adalah sebesar 3. Hal ini berarti
interval/ jarak antar pemesanan yang dilakukan adalah 3. Ketika terjadi kebutuhan akan
material maka dilakukan pemesanan untuk kebutuhan material untuk 4 periode. Sehingga
frekuensi pemesanan yang dilakukan adalah sebanyak 6 kali untuk memenuhi kebutuhan
akan seluruh material.
c. Metode LUC
Berikut merupakan MRP level 2 dari part kantong depan dengan menggunakan
metode LUC yang ditampilkan pada Tabel 4.37 dan Tabel 4.38.
68
Tabel 4.37 Hasil MRP Level 2 Part Kantong Depan dengan Metode LUC
Rata-rata Demand 1389 Biaya Pembelian
Gross Requirement (GR) (unit) 1346 1348 1350 1350 1374 1374 1378 1376 1374 1374 1376 1378
Project on-hand (POH) (unit) 1348 0 1350 0 1374 0 1376 0 1374 0 1378 0
Net Requirement (NR) (unit) 1346 0 1350 0 1374 0 1378 0 1374 0 1376 0
lt = 1 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Gross Requirement (GR) (unit) 1400 1402 1404 1400 1402 1404 1400 1402 1404 1400 1402 1404
Project on-hand (POH) (unit) 1402 0 1404 1402 0 1404 1402 0 1404 1402 0 1404
Net Requirement (NR) (unit) 1400 0 1404 1400 0 1404 1400 0 1404 1400 0 1404
Tabel 4. 38 Hasil Perhitungan Trial Lot Size Part Kantong Depan dengan Metode LUC
Periode Trial Lot Cumulative
Biaya Pesan Biaya Simpan Cost Per Unit
Kombinasi Size Cost
1 1346 Rp 2.000.000 Rp - Rp 2.000.000 Rp 1.485.88
1,2 2694 Rp 2.000.000 Rp 674.000 Rp 2,674,000 Rp 992.58
1,2,3 4044 Rp 2.000.000 Rp 2,024,000 Rp 4,024,000 Rp 995.05
3 1350 Rp 2,000,000 Rp - Rp 2,000,000 Rp 1,481.48
3,4 2700 Rp 2,000,000 Rp 675,000 Rp 2,675,000 Rp 990.74
3,4,5 4074 Rp 2,000,000 Rp 2,049,000 Rp 4,049,000 Rp 993.86
5 1374 Rp 2,000,000 Rp - Rp 2,000,000 Rp 1,455.60
5,6 2748 Rp 2,000,000 Rp 687,000 Rp 2,687,000 Rp 977.80
5,6,7 4126 Rp 2,000,000 Rp 2,065,000 Rp 4,065,000 Rp 985.22
7 1378 Rp 2,000,000 Rp - Rp 2,000,000 Rp 1,451.38
7,8 2754 Rp 2,000,000 Rp 688,000 Rp 2,688,000 Rp 976.03
7,8,9 4128 Rp 2,000,000 Rp 2,062,000 Rp 4,062,000 Rp 984.01
69
Tabel 4. 38 Hasil Perhitungan Trial Lot Size Part Kantong Depan dengan Metode LUC
(Lanjutan)
Periode Trial Lot Cumulative
Biaya Pesan Biaya Simpan Cost Per Unit
Kombinasi Size Cost
9 1374 Rp 2,000,000 Rp - Rp 2,000,000 Rp 1,455.60
9,10 2748 Rp 2,000,000 Rp 687,000 Rp 2,687,000 Rp 977.80
9,10,11 4124 Rp 2,000,000 Rp 2,063,000 Rp 4,063,000 Rp 985.21
11 1376 Rp 2,000,000 Rp - Rp 2,000,000 Rp 1,453.49
11,12 2754 Rp 2,000,000 Rp 689,000 Rp 2,689,000 Rp 976.40
11,12,13 4154 Rp 2.000.000 Rp 2,089,000 Rp 4,089,000 Rp 984.35
13 1400 Rp 2.000.000 Rp - Rp 2,000,000 Rp 1,428.57
13,14 2802 Rp 2.000.000 Rp 701,000 Rp 2,701,000 Rp 963.95
13,14,15 4206 Rp 2,000,000 Rp 2,105,000 Rp 4,105,000 Rp 975.99
15 1404 Rp 2,000,000 Rp - Rp 2,000,000 Rp 1,424.50
15,16 2808 Rp 2,000,000 Rp 702,000 Rp 2,702,000 Rp 962.25
15,16,17 4208 Rp 2,000,000 Rp 2,102,000 Rp 4,102,000 Rp 974.81
17 1400 Rp 2,000,000 Rp - Rp 2,000,000 Rp 1,428.57
17,18 2802 Rp 2,000,000 Rp 701,000 Rp 2,701,000 Rp 963.95
17,18,19 4206 Rp 2,000,000 Rp 2,105,000 Rp 4,105,000 Rp 975.99
19 1404 Rp 2,000,000 Rp - Rp 2,000,000 Rp 1,424.50
19,20 2808 Rp 2,000,000 Rp 702,000 Rp 2,702,000 Rp 962.25
19,20,21 4236 Rp 2,000,000 Rp 2,130,000 Rp 4,130,000 Rp 974.98
21 1428 Rp 2,000,000 Rp - Rp 2,000,000 Rp 1,400.56
21,22 2858 Rp 2,000,000 Rp 715,000 Rp 2,715,000 Rp 949.97
21,22,23 4288 Rp 2,000,000 Rp 2,145,000 Rp 4,145,000 Rp 966.65
23 1430 Rp 2,000,000 Rp - Rp 2,000,000 Rp 1,398.60
23,24 2860 Rp 2.000.000 Rp 715,000 Rp 2,715,000 Rp 949.30
Berikut merupakan contoh perhitungan MRP level 2 dari kantong depan dengan
menggunakan metode LUC yang ditampilkan pada Tabel 4.39.
Tabel 4.39 Contoh Perhitungan MRP Level 2 Metode LUC Pada Kantong Depan
No. Variabel Perhitungan
1. Gross Mengisi gross requirement yang dihasilkan dari nilai MPS sebelumnya sesuai
Requirement dengan kebutuhan BOM Tree
= (3702) + (3032) = 1346
2. Schedule Nilai untuk Schedule Receipt diperoleh ketika barang yang telah dipesan datang,
receipt bernilai 0 karena pada periode sebelumnya belum dilakukan pemesanan barang
3. Planned Order Memasukkan nilai sesuai dengan jumlah trial lot size yang menghasilkan cost/unit
Receipt paling kecil
4. Net Apabila nilai POH kurang dari GR maka melakukan pemesanan untuk 4 periode.
Requirement Namun bila POH masih mencukupi maka nilai NR = GR periode selanjutnya POH
= 1346
5. Projected On POH periode sebelumnya + Porec periode 1 -Gross Requirement periode 1
Hand = 0 + 3334 - 1346 = 1988
6. Total biaya Jumlah POH biaya simpan
simpan = 47436 Rp 500 = Rp 8,336,000
70
Tabel 4.39 Contoh Perhitungan MRP Level 2 Metode LUC Pada Kantong Depan (Lanjutan)
No. Variabel Perhitungan
7. Total biaya pesan Jumlah frekuensi pemesanan biaya pesan
= 12 Rp 2.000.000 = Rp 24.000.000
8. Total biaya pembelian Jumlah Porec biaya komponen
= 33336 Rp 20.000 = Rp 666,720,000
9. Total biaya Total biaya pesan + total biaya simpan + total biaya komponen
= Rp 699,056,000
Dalam perhitungan menggunakan metode LUC diperoleh nilai trial lot size yang
menghasilkan cost/unit terkecil yang dipilih untuk menentukan jumlah pemesanan yang
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pada periode kombinasi. Sehingga diketahui untuk
memenuhi kebutuhan material untuk seluruh periode perlu dilakukan pemesanan dengan
frekuensi sebanyak 12 kali pemesanan.
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan menggunakan 3 metode, diperoleh hasil total
biaya yang berbeda. Berikut ini perbandingan total biaya dari perhitungan MRP untuk part
kantong yang dapat dilihat pada Tabel 4.40.
Tabel 4.40 Perbandingan Total Biaya Perhitungan MRP Kantong Depan
Metode
Kantong Depan
EOQ POQ LUC
Total biaya Rp 707,232,000 Rp 703,740,000 Rp 699,056,000
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa total biaya terkecil diperoleh dari perhitungan
MRP menggunakan metode LUC. Total biaya sebesar yang dihasilkan sebesar Rp
699,056,000. Perhitungan menggunakan metode LUC menghasilkan biaya terkecil
dikarenakan dalam penetapan jumlah barang yang akan dipesan memperhitungkan biaya
dari setiap unit barangnya.
2. Zipper kantong
Perhitungan MRP untuk part zipper kantong dilakukan dengan menggunakan 3 metode
yaitu EOQ,POQ dan LUC terdapat pada lampiran 2 (Terlampir).Berdasarkan perhitungan
yang dilakukan menggunakan 3 metode, diperoleh hasil total biaya yang berbeda. Berikut
ini perbandingan total biaya dari perhitungan MRP untuk part zipper kantong yang dapat
dilihat pada Tabel 4.41.
Tabel 4.41 Perbandingan Total Biaya Perhitungan MRP Zipper Kantong
Metode
Zipper Kantong
EOQ POQ LUC
Total biaya Rp 204,043,000 Rp 191,385,000 Rp 187,026,000
71
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa total biaya terkecil diperoleh dari perhitungan
MRP menggunakan metode LUC. Total biaya sebesar yang dihasilkan sebesar Rp
187,026,000. Perhitungan menggunakan metode LUC menghasilkan biaya terkecil
dikarenakan dalam penetapan jumlah barang yang akan dipesan memperhitungkan biaya
dari setiap unit barangnya.
3. Zipper utama
Perhitungan MRP untuk part zipper utama dilakukan dengan menggunakan 3 metode
yaitu EOQ,POQ dan LUC terdapat pada lampiran 2 (Terlampir). Berdasarkan perhitungan
yang dilakukan menggunakan 3 metode, diperoleh hasil total biaya yang berbeda. Berikut
ini perbandingan total biaya dari perhitungan MRP untuk part zipper utama yang dapat
dilihat pada Tabel 4.42.
Tabel 4.42 Perbandingan Total Biaya Perhitungan MRP Zipper Utama
Metode
Zipper Utama
EOQ POQ LUC
Total biaya Rp 179,702,500 Rp 162,755,750 Rp 153,381,500
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa total biaya terkecil diperoleh dari perhitungan
MRP menggunakan metode LUC. Total biaya sebesar yang dihasilkan sebesar Rp
153,381,500.00. Perhitungan menggunakan metode LUC menghasilkan biaya terkecil
dikarenakan dalam penetapan jumlah barang yang akan dipesan memperhitungkan biaya
dari setiap unit barangnya.
4. Pola belakang
Perhitungan MRP untuk pola belakang dilakukan dengan menggunakan 3 metode yaitu
EOQ,POQ dan LUC terdapat pada lampiran 2 (Terlampir). Berdasarkan perhitungan dengan
menggunakan 3 metode, diperoleh hasil total biaya yang berbeda. Berikut ini perbandingan
total biaya dari perhitungan MRP untuk part pola belakang yang dapat dilihat pada Tabel
4.43.
Tabel 4.43 Perbandingan Total Biaya Perhitungan MRP Pola Belakang
Metode
Pola Belakang
EOQ POQ LUC
Total biaya Rp 298,200,000.00 Rp 272,952,500.00 Rp 271,585,000.00
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa total biaya terkecil diperoleh dari perhitungan
MRP menggunakan metode LUC. Total biaya sebesar yang dihasilkan sebesar Rp
271,585,000.00. Perhitungan menggunakan metode LUC menghasilkan biaya terkecil
72
dikarenakan dalam penetapan jumlah barang yang akan dipesan memperhitungkan biaya
dari setiap unit barangnya.
5. Pola badan tas ransel
Perhitungan MRP untuk pola badan tas ransel dilakukan dengan menggunakan 3 metode
yaitu EOQ,POQ dan LUC terdapat pada lampiran 2 (Terlampir). Berdasarkan perhitungan
yang dilakukan menggunakan 3 metode, diperoleh hasil total biaya yang berbeda. Beriktut
ini perbandingan total biaya dari perhitungan MRP untuk part pola badan tas ransel yang
dapat dilihat pada Tabel 4.44.
Tabel 4.44 Perbandingan Total Biaya Perhitungan MRP Pola Badan Tas Ransel
Metode
Pola Badan Tas Ransel
EOQ POQ LUC
Total biaya Rp 476,410,000.00 Rp 437,522,500.00 Rp 436,155,000.00
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa total biaya terkecil diperoleh dari perhitungan
MRP menggunakan metode LUC sebesar Rp 436,155,000.00. Perhitungan menggunakan
metode LUC menghasilkan biaya terkecil dikarenakan dalam penetapan jumlah barang yang
akan dipesan memperhitungkan biaya dari setiap unit barangnya.
6. Pola badan tas selempang
Perhitungan MRP untuk pola badan tas selempang dilakukan dengan menggunakan 3
metode yaitu EOQ, POQ dan LUC terdapat pada lampiran 2 (Terlampir). Berdasarkan
perhitungan yang dilakukan menggunakan 3 metode, diperoleh hasil total biaya yang
berbeda. Beriktut ini perbandingan total biaya dari perhitungan MRP untuk part pola badan
tas selempang yang dapat dilihat pada Tabel 4.45.
Tabel 4.45 Perbandingan Total Biaya Perhitungan MRP Pola Badan Tas Selempang
Metode
Pola Badan Tas Selempang
EOQ POQ LUC
Total biaya Rp 344,628,750.00 Rp 319,792,500.00 Rp 316,700,000.00
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa total biaya terkecil diperoleh dari perhitungan
MRP menggunakan metode LUC sebesar Rp 316,700,000.00. Perhitungan menggunakan
metode LUC menghasilkan biaya terkecil dikarenakan dalam penetapan jumlah barang yang
akan dipesan memperhitungkan biaya dari setiap unit barangnya.
73
7. Tali strap
Perhitungan MRP tali strap dilakukan dengan menggunakan metode FOQ. Berikut
adalah contoh perhitungan MRP untuk tali strap.Berikut merupakan MRP level 2 dari part
tali dengan menggunakan metode FOQ yang ditampilkan pada Tabel 4.46.
Tabel 4.46 Hasil MRP Level 2 Part Tali strap dengan Metode FOQ
Rata-rata Demand 1389 Biaya Pembelian
Gross Requirement (GR) (unit) 1043 1045 1046 1046 1065 1065 1068 1067 1065 1065 1066 1068
Project on-hand (POH) (unit) 3000 1957 912 1866 820 1755 690 1622 555 1490 425 1359 291
lt = 1 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Gross Requirement (GR) (unit) 1085 1086 1088 1088 1085 1086 1088 1088 1107 1108 1108 1108
Project on-hand (POH) (unit) 1206 120 1032 1944 859 1773 685 1597 490 1382 274 1166
Net Requirement (NR) (unit) 794 0 968 56 0 227 0 403 0 618 0 834
Berikut merupakan contoh perhitungan MRP level 2 dari kantong depan dengan
menggunakan metode FOQ yang ditampilkan pada Tabel 4.47.
74
Tabel 4.47 Contoh Perhitungan MRP Level 2 Metode FOQ Pada Tali Strap
No. Variabel Perhitungan
1. Gross Mengisi gross requirement yang dihasilkan dari nilai MPS sebelumnya sesuai dengan
Requirement kebutuhan BOM Tree
= 370*2+303*1 = 1043
2. Schedule Nilai untuk Schedule Receipt diperoleh ketika barang yang telah dipesan datang, bernilai 0
receipt karena pada periode sebelumnya belum dilakukan pemesanan barang
3. Planned Order Memasukkan nilai sesuai dengan jumlah lot size
Receipt
4. Net Apabila nilai POH kurang dari GR maka melakukan pemesanan sesuai jumlah lot size.
Requirement Namun bila POH masih mencukupi maka nilai NR = GR periode selanjutnya POH = 0
5. Projected On POH periode sebelumnya + Porec periode 1 -Gross Requirement periode 1
Hand = 3000 + 0 1043 = 1957
6. Total biaya Jumlah POH biaya simpan
simpan = 26270 Rp 250
= Rp 6,567,500
7. Total biaya Jumlah frekuensi pemesanan x biaya pesan
pesan = 12 x Rp 2.000.000 = Rp 24.000.000
8. Total biaya Jumlah Porec x biaya komponen
pembelian = 33336 x Rp 20.000 = Rp 666,720,000
9. Total biaya Total biaya pesan + total biaya simpan + total biaya komponen
= Rp 252,567,500
Untuk item tali strap dihitung menggunakan metode FOQ karena lot size telah
ditentukan sebesar 2000. Jadi setiap kali membutuhkan barang akan dilakukan pemesanan
sebesar 2000.
8. Pengait
Perhitungan MRP tali strap dilakukan dengan menggunakan metode FOQ yang
terdapat pada lampiran 2 (Terlampir). Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan
metode FOQ pada pengait dihasilkan total biaya sebesar Rp 78.457.750. Untuk item pengait
dihitung menggunakan metode FOQ karena lot size telah ditentukan sebesar 3000. Jadi
setiap kali membutuhkan barang akan dilakukan pemesanan sebesar 3000.
9. Busa strap
Perhitungan MRP busa strap dilakukan dengan menggunakan metode FOQ yang
terdapat pada lampiran 2 (terlampir). Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan
metode FOQ pada busa strap dihasilkan total biaya sebesar Rp 227.954.000. Untuk item
busa strap dihitung menggunakan metode FOQ karena lot size telah ditentukan sebesar 3000.
Jadi setiap kali membutuhkan barang akan dilakukan pemesanan sebesar 3000.
75
4.6 Perencanaan Gudang
Gudang merupakan salah satu fasilitas penting yang dibutuhkan oleh pabrik guna
menunjang aktivitas operasionalnya. Untuk memenuhi kebutuhan dan memaksimalkan
fungdi dari gudang maka dibutuhkan perencanaan yang sesuai. Pada bab ini dijelaskan
mengenai fungsi gudang dan operasionalnya pada PT. Fajar Sejahtera.
76
4.6.2 Operasional Gudang
Perencanaan operasional gudang mengacu pada fungsi gudang untuk PT Fajar
Sejahtera. Berikut ini perencanaan operasional untuk masing-maisng gudang.
a. Gudang bahan baku
Pada gudang bahan baku terdapat beberapa item yang disimpan yaitu zipper kantong,
pola badan tas ransel, pola belakang tas, zipper utama, kantong depan, pengait, busa strap,
pola badan tas selempang, badan tas ransel dan badan tas selempang. Masing-masing bahan
dikirim dalam packaging menggunakan kardus. Untuk memudahkan dalam proses
penyimpanan dan mobilitas dalam pengambilan barang ketika akan diproses maka
digunakan rak sebagai media penyimpanan. Untuk menentukan kebutuhan rak yang
digunakan mengacu dari jumlah bahan baku yang datang berdasarkan perhitungan MRP
yang dilakukan. Tabel 4.48 merupakan data kebutuhan material terbesar yang didapat dari
hasil perhitungan MRP beserta ukuran material dan box yang merupakan packaging dari
material yang datang.
Tabel 4.48 Kebutuhan Unit Material
Kebutuhan Ukuran (cm)
Material Isi material/box Kuantitas box
(POH terbesar) Tas Box
Kantong depan 1430 25 x 20 50 x 40 x 30 120 12
Zipper utama 2063 55 x 2 50 x 40 x 30 546 4
Zipper kantong 1430 20 x 2 50 x 40 x 30 1500 1
Pola badan ransel 1127 32 x 38 50 x 40 x 30 50 23
Pola badan selempang 928 70 x 25 50 x 40 x 30 35 27
Pola belakang 1127 29 x 33 50 x 40 x 30 63 18
Tali strap 1957 48 x 5 50 x 40 x 30 250 8
Busa strap 2990 37 x 5 50 x 40 x 30 325 10
Pengait 3444 2.5 x 3 50 x 40 x 30 2000 2
Total 105
Dari perhitungan di atas dapat diketahui bahwa jumlah box yang tersimpan dalam
gudang maksimal berjumlah 105 buah dengan ukuran box sebesar 50 x 40 x 30 cm. Rak
sebagai media penyimpanan memiliki ukuran 200 x 60 x 70 cm. Sehingga 1 rak dapat
menyimpan 8 buah box. Rak yang digunakan direncanakan berjumlah 4 susun agar mudah
dijangkau. Sehingga 1 buah rak dengan 4 susun dapat menyimpan 32 box. Dengan jumlah
box yang harus disimpan berjumlah 105, maka jumlah rak yang diperlukan adalah sebanyak
3. Sisa box sejumlah 9 buah dapat diletakkan pad arak bagian paling atas sehingga rak tetap
bisa menampung keseluruhan box yang berisi bahan baku. Berikut adalah gambar box yang
digunakan untuk penyimpanan bahan baku yang ditampilkan pada Gambar 4.8.
77
Gambar 4.8 box penyimpanan bahan baku
Berikut adalah gambar rak sebagai media penyimpanan pada gudang bahan baku yang
dapat dilihat pada Gambar 4.9.
78
Tabel 4.49 Kebutuhan Produk Jadi
Produk jadi Ukuran (cm) Demand Ukuran box Isi tas per box Kuantitas box
Tas Ransel 32 x 38 x 10 393 50 x 40 x 30 5 79
Total 104
Berikut adalah gambar box yang digunakan untuk penyimpanan produk jadi yang
ditampilkan pada Gambar 4.10.
79
distributor kemungkinan terlambat dalam mengambil produk jadi untuk dijual atau sebagai
penyimpanan cadangan, pada gudang produk jadi diletakkan 4 rak.
Peralatan material handling yang digunakan untuk produk jadi dari lantai produksi ke
gudang penyimpanan produk jadi adalah hand truck. Penggunaan hand truck dapat
memudahkan dalam proses mobilitas karena ukurannya yang tidak terlalu besar namun
memiliki kapasitas yang cukup besar untuk mengangkut produk jadi.
Gudang pada PT. Karya Sejahtera menggunakan metode FIFO (First In First Out). Hal
ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan terhadap material atau produk yang
disimpan terlalu lama.
WS-1
WS-3 WS-2
WS-4 WS-5
80
4.7.2 Sistem Material Handling
Sistem Material Handling digunakan untuk memindahkan bahan dari satu workstation
ke workstation lain. Berikut merupakan sistem material handling yang digunakan pada PT
Fajar Sejahtera yang ditampilkan pada Tabel 4.50.
Tabel 4.50 Sistem Material Handling
Departemen Peralatan Keterangan Jumlah Fungsi
Gudang Handle hand truck 1 Mengangkut bahan
bahan baku Loading Face : 920mm baku dari gudang
x 610 mm. bahan baku
Floor Height : 210mm. menuju lantai
Handle Height : 870mm. produksi
Net Weight : 21.5kg.
Loading capacity : 300kg.
Caster : 130mm
Dengan ukuran box sebesar 0.5 x 0.4 x 0.3 m dan ukuran hand truck sebesar 0.92 x
0.6 m. maka dalam satu kali pengangkatan handle hand truck dapat mengangkut 6 buah box.
81
Berikut merupakan perhitungan aisle yang digunakan.
Aisle Space = 2 x Lebar hand truck
= 2 x 0.61 m
= 1.22 m
2
/ total waktu tersedia
waktu 2
2099.66
= / 200 = 1.167 = 2 pekerja
9
3 Waktu
x jumlah pekerja terbesar
waktu total
9.5
= x 13 = 2.75 = 3 pekerja
44.5
Pada workstation 3, untuk pembuatan tas ransel membutuhkan mesin jahit sedangkan tas
selempang membutuhkan meja kerja. Sehingga alokasi pekerja yang dibutuhkan dapat
dihitung dengan cara:
Waktu
x jumlah pekerja
waktu total
9.5
= x 3 = 2.75 = 1.83 = 2 pekerja
15.5
82
Dari tabel 4.52 di atas diketahui bahwa pada workstation 1 diperlukan pekerja sebanyak
4 sedangkan pada workstation 2 diperlukan 2 pekerja. Untuk workstation 3 yang memiliki
kebutuhan peralatan yang berbeda memiliki cara perhitungan yang berbeda. Berdasarkan
perhitungan di atas, diketahui bahwa diperlukan 2 operator yang bekerja untuk membuat tas
ransel dan untuk sisanya 1 orang bekerja membuat tas selempang. Kebutuhan pekerja untuk
setiap workstation bisa berbeda tergantung dari lama waktu pada masing-masing
workstation .
Setelah diketahui kebutuhan pekerja untuk setiap workstation maka selanjutnya
menentukan peralatan yang digunakan untuk melakukan produksi membuat tas ransel dan
tas selempang. Sehingga selanjutnya dapat ditentukan luas setiap workstation dengan
memperhitungkan luas peralatan dan ruang gerak dari pekerja yang bekerja pada
workstation tersebut.
Berikut adalah kebutuhan luas per workstation workstation yang ditampilkan pada
Tabel 4.53.
Tabel 4.53 Kebutuhan Luas Per workstation
Jumlah Jobdesk Luas
Kebutuhan Dimensi Kebutuhan
WS pekerja Jumlah Total
Fasilitas (m) Luas ( )
( )
Melakukan Mesin Jahit Juki 4 0.64 x
assembly pola 0.28 x
badan tas, 0.46
kantong depan
dan zipper
kantong
Meja 4 1.2 x
0.53 x 1
7.50
Kursi 4 0.5 x 0.4 12.5
1 4
x 0.8
Keranjang 8 0.48 x
0.33 x
0.28
Ruang Gerak 5 5 5
83
Tabel 4.53 Kebutuhan Luas Per workstation (Lanjutan)
Jumlah Jobdesk Kebutuh Luas
Kebutuhan Dimensi
WS pekerja Jumlah an Luas Total
Fasilitas (m)
( ) ( )
1 orang melakukan Mesin Jahit Typical 0.7 x
assembly produk 0.28 x
setengah jadi hasil 0.46
proses pada 2
workstation 1 dengan
pola belakang dan 1
orang melakukan
assembly produk Meja 1.2 x
setengah jadi hasil 0.53 x 1
proses pada 2
workstation 1 dengan
zipper utama
Keranjang 0.48 x
0.33 x
4 0.28
Ruang Gerak 4 4 4
2 orang melakukan Mesin Jahit Typical 2 0.7 x
assembly produk 0.28 x
setengah jadi hasil 0.46
proses pada
workstation 2 dengan
zipper utama untuk
pembuatan tas ransel Meja 2 1.2 x
0.53 x 1
10.53
3 3 3.75
84
Tabel 4.53 Kebutuhan Luas Per workstation (Lanjutan)
Jumlah Jobdesk Kebutuh Luas
Kebutuhan Dimensi
WS pekerja Jumlah an Luas Total
Fasilitas (m)
( ) ( )
Meja kerja WK 120 1 1.3 x 0.6
x 0.8
Keranjang 2 .48 x
0.33 x
0.28
Ruang Gerak 5 5 5
Mesin Jahit Juki 1 0.64 x
0.28 x
0.46
1 orang melakukan
assembly tali strap
pengait dan busa
kemudian Meja 1 1.2 x
menggabungkan 0.53 x 1 1.56
hasilnya dengan hasil
proses pada
workstation 3 untuk
pembuatan tas ransel
9.9
4 3 Keranjang 2 0.48 x
0.33 x
0.28
85
Tabel 4.53 Kebutuhan Luas Per workstation (Lanjutan)
Jumlah Jobdesk Kebutuh Luas
Kebutuhan Dimensi
WS pekerja Jumlah an Luas Total
Fasilitas (m)
( ) ( )
Kursi kerja 1 0.5 x 0.4
x 0.8
Keranjang 2 0.48 x
0.33 x
0.28
Keranjang 1 0.48 x
0.33 x
0.28
Ruang Gerak 3 5 5
Melakukan proses Meja Kerja WK 120
inspeksi
1.3 x 0.6
4 x 0.8
2.34
8.14
5 4 Kursi kerja
0.5 x 0.4
4 x 0.8
0.8
Ruang Gerak 5 5 5
Total 48.82
86
Berdasarkan perhitungan di atas diketahui luas workstation untuk masing-masing
workstation . Untuk luas workstation 1 sebesar 12.5 m2, luas workstation 2 sebesar 7.75 m2,
luas workstation 3 sebesar 10.53 m2, luas workstation 4 sebesar 9.9 m2 dan luas workstation
5 sebesar 8.14 m2. Sehingga total luas seluruh workstation adalah sebesar 48.82 m2.
Luas untuk departemen QC adalah sebesar 8.2 m2. Dalam penentuan luas dengan
memperhatikan peralatan dan jumlah pekerja yang berkerja pada departemen tersebut. Pada
departemen QC terdapat 2 orang pekerja dengan pertimbangan jumlah produk yang harus
dicek setiap harinya yaitu sekitar 60 tas selempang dan tas ransel.
87
Tabel 4.55 Perhitungan Luas Gudang Bahan Baku
Kebutuhan Luas total
Dimensi Luas Kebutuhan
Departemen Fasilitas (m2)
(m) luas (m2)
Detail Fasilitas Jumlah
Gudang bahan Loading dock 1 1.5 x 1 1.5 1.5
baku
Hand truck 1 0.5612 0.5612
0.92 x 0.61
Ruang gerak 5 - 5 5
Total 15
Berdasarkan tabel 4.55 perhitungan di atas dapat diketahui kebutuhan luas untuk
masing-masing gudang. Gudang bahan baku membutuhkan luas sebesar 15m2. Dalam
menentukan luas gudang, selain memperhatikan luas dari perlatan yang ada dalam gudang
juga memperhatikan aisle yang menjadi jalan dalam mobilitas bahan baku.
Berikut merupakan kebutuhan luas gudang produk jadi yang ditampilkan pada Tabel
4.56.
Tabel 4.56 Perhitungan Luas Gudang Produk Jadi
Kebutuhan Luas total
Dimensi Luas Kebutuhan
Departemen Fasilitas (m2)
(m) luas (m2)
Detail Fasilitas Jumlah
Gudang barang Loading dock 1 1.5
1.5 x 1 1.5
jadi
Hand truck 2 0.5612 1.12
0.92 x 0.61
Ruang gerak 5 - 5 5
Total 20
88
Berdasarkan tabel 4.56 perhitungan di atas dapat diketahui kebutuhan luas untuk
masing-masing gudang. Gudang bahan baku membutuhkan luas sebesar 20m2. Dalam
menentukan luas gudang, selain memperhatikan luas dari perlatan yang ada dalam gudang
juga memperhatikan aisle yang menjadi jalan dalam mobilitas produk jadi.
89
No Departemen Total Luas (m2)
1 Kebutuhan Luas Lantai Produksi 48.82
2 Kebutuhan Luas Departemen QC 8.2
3 Kebutuhan Luas Gudang Bahan Baku 15
4 Kebutuhan Luas Gudang Barang Jadi 20
5 Kebutuhan Luas Toilet 4
6 Kebutuhan Luas Departemen maintenance 5
Total 101.02
Pada PT. Fajar Sejahtera direncanakan memiliki 6 departemen yaitu lantai produksi,
QC, gudang bahan baku, gudang produk jadi, toilet dan maintenance. Luas dari lantai
produksi adalah sebesar 48.82 m2. Luas departemen QC adalah sebesar 8.2 m2. Luas gudang
bahan baku adalah sebesar 15 m2. Luas gudang produk jadi adalah sebesar 20 m2. Luas toilet
adalah sebesar 4 m2. Luas departemen maintenance adalah sebesar 5 m2. Dan luas total untuk
seluruh departemen yang ada adalah sebesar 101.02 m2.
90
Berikut merupakan derajat kedekatan pada ARC yang ditampilkan pada Tabel 4.60.
Tabel 4.60 Derajat Kedekatan ARC
Derajat (Nilai) Kedekatan Deskripsi Kode Warna
A Mutlak Penting
E Sangat Penting
I Penting
O Cukup/Biasa
U Tidak Penting
X Tidak Dikehendaki
Berikut merupakan Activity Relationship Diagram pada PT. Fajar Sejahtera yang
ditampilkan pada Gambar 4.13.
91
nilai kedekatan A yang berarti mutlak penting untuk berdekatan dengan alasan keterkaitan
proses.
3 2 5
6
1
4
Berdasarkan ARD diatas dapat diketahui bahwa departemen 1 dan 2 memiliki 4 garis
berwarna merah yang berarti memiliki nilai kedekatan A atau mutlak penting berdekatan.
Departemen 1 dan 3 memiliki 1 garis berwarna biru yang berarti cukup/biasa untuk
berdekatan. Departemen 1 dan 6 memiliki 3 garis kuning yang berarti memiliki nilai
kedekatan E sangat penting berdekatan. Departemen 2 dan 5 miliki 1 garis berwarna biru
yang berarti cukup/biasa untuk berdekatan. Departemen 2 dan 6 memiliki 4 garis berwarna
merah yang berarti memiliki nilai kedekatan A atau mutlak penting berdekatan. Departemen
5 dan 6 memiliki 1 garis berwarna biru yang berarti cukup/biasa untuk berdekatan.
Departemen 4 tidak memiliki garis penghubung dengan departemen manapun yang berarti
memiliki nilai kedekatan U atau tidak penting untuk berdekatan dengan departemen
manapun.
92
4.9.3 Space Requirement
Space Requirement merupakan kebutuhan luas ruangan yang diperlukan untuk
merancang layout pabrik tas PT. Fajar Sejahtera. Berikut merupakan kebutuhan ruangan tiap
departemen pabrik yang ditampilkan pada Tabel 4.62.
Tabel 4.62 Space Requirement
No Departemen Total Luas (m2)
1 Kebutuhan Luas Lantai Produksi 48.82
2 Kebutuhan Luas Departemen QC 8.2
3 Kebutuhan Luas Gudang Bahan Baku 15
4 Kebutuhan Luas Gudang Barang Jadi 20
5 Kebutuhan Luas Toilet 4
6 Kebutuhan Luas Departemen maintenance 5
Total 101.02
Pada PT. Fajar Sejahtera direncanakan memiliki 6 departemen yaitu lantai produksi,
QC, gudang bahan baku, gudang produk jadi, toilet dan maintenance. Luas dari lantai
produksi adalah sebesar 48.82 m2. Luas departemen QC adalah sebesar 8.2 m2. Luas gudang
bahan baku adalah sebesar 15 m2. Luas gudang produk jadi adalah sebesar 20 m2. Luas toilet
adalah sebesar 4 m2. Luas departemen maintenance adalah sebesar 5 m2. Sehingga total luas
yang dibutuhkan adalah sebesar 101.02 m2.
93
Gambar 4.15 Alternatif layout 1
Dari alternatif layout 1 pada output blocplan pada gambar 4.15. Departemen 1 memiliki
ukuran 10.6 m x 4.6 m, departemen 2 memiliki ukuran 2 m x 4 m, departemen 3 memiliki
ukuran 1.1 m x 4.6 m, departemen 4 memiliki ukuran 1 m x 4 m, departemen 5 memiliki
ukuran 3.7 m x 4 m dan departemen 6 memiliki ukuran 4.9 m x 4 m.
94
ukuran 1.2 m x 4.1 m, departemen 4 memiliki ukuran 0.9 m x 4.5 m, departemen 5 memiliki
ukuran 3.6 m x 4.1 m dan departemen 6 memiliki ukuran 4.8 m x 4.1 m.
95
6
2 5
1
4 3
96
Dalam menetukan layout yang dipilih dari output blocplan terdapat beberapa
pertimbangan yang harus diperhatikan yaitu nilai adjency score dan adjencies satisfied.
Berdasarkan gambar 4.21 diatas dapat diketahui bahwa semua alternatif layout masing-
masing memiliki nilai adjency score yang sama yaitu 0.97. Sedangkan untuk adjencies
satisfied memiliki nilai yang berbeda untuk masing-masing alternatif layout seperti yang
ditampilkan pada gambar 4.22. Pada alternatif layout 1,2,4 dan 5 terdapat 6 tanda merah
pada derajat kedekatannya yang berarti ada 6 nilai yang tidak memenuhi harapan. Pada
alternatif layout 3 terdapat 5 tanda merah pada derajat kedekatannya yang berarti ada 5 nilai
yang tidak memenuhi harapan.
97
3.7 m
1.5 m
1m
Quality Control
Gudang Bahan Baku
aisle
Gudang Produk Jadi
Toilet
4m
1.5 m
aisle
1.5 m
Lantai Produksi
Maintenance
4.6 m
aisle
1.1 m
10.6 m
Dari alternatif layout 1 pada gambar 4.23. Departemen 1 memiliki ukuran 10.6 m x 4.6
m, departemen 2 memiliki ukuran 2 m x 4 m, departemen 3 memiliki ukuran 1.1 m x 4.6 m,
departemen 4 memiliki ukuran 1 m x 4 m, departemen 5 memiliki ukuran 3.7 m x 4 m dan
departemen 6 memiliki ukuran 4.9 m x 4 m. Pada alternatif layout 1 ini terdapat aisle dengan
ukuran 1.5 m yang digunakan sebagai jalan untuk hand truck dan orang.
98
4.5 m 6m
3.3 m
toilet
jadi bahan baku
1.5 m
4.9 m
Lantai
QC
produksi
maintenance
0.4
1.7 m
11.7 m
Gambar 4.24 Alternatif layout 2
Dari alternatif layout 2 pada gambar 4.24. Departemen 1 memiliki ukuran 10 m x 4.9
m, departemen 2 memiliki ukuran 1.7 m x 4.9 m, departemen 3 memiliki ukuran 11.7 m x
0.4 m, departemen 4 memiliki ukuran 1.2 m x 3.3 m, departemen 5 memiliki ukuran 4.5 m
x 3.3 m dan departemen 6 memiliki ukuran 6 m x 3.3 m. Pada alternatif layout 2 ini terdapat
aisle dengan ukuran 1.5 m yang digunakan sebagai jalan untuk hand truck dan orang.
99
4.8 m
1m
Quality Control
1m
Gudang Produk Jadi Gudang Bahan Baku
4.1 m
aisle
Maintenance
4.1 m
1.22 m
aisle
1m
Toilet
aisle
Lantai Produksi
4.5 m
10.8 m
0.9 m
Dari alternatif layout 3 pada gambar 4.25. Departemen 1 memiliki ukuran 10.8 m x 4.5
m, departemen 2 memiliki ukuran 2 m x 4.1 m, departemen 3 memiliki ukuran 1.2 m x 4.1
m, departemen 4 memiliki ukuran 0.9 m x 4.5 m, departemen 5 memiliki ukuran 3.6 m x 4.1
m dan departemen 6 memiliki ukuran 4.8 m x 4.1 m. Pada alternatif layout 3 ini terdapat
aisle dengan ukuran 1.22 m yang digunakan sebagai jalan untuk hand truck dan 1 m sebagai
jalan orang.
2.9 m 8.8 m
1.7 m
8.3 m
1.5 m
Lantai Produksi
1m
3.8 m 7.8 m
100
Dari alternatif layout 4 pada gambar 4.26. Departemen 1 memiliki ukuran 8.3 m x 5.9
m, departemen 2 memiliki ukuran 7.8 m x 1 m, departemen 3 memiliki ukuran 2.9 m x 1.7
m, departemen 4 memiliki ukuran 3.8 m x 1 m, departemen 5 memiliki ukuran 8.8 m x 1.7
m dan departemen 6 memiliki ukuran 3.4 m x 5.9 m. Pada alternatif layout 4 ini terdapat
aisle dengan ukuran 1.5 m yang digunakan sebagai jalan untuk hand truck dan orang.
6.7 m
1.5 m
5m
3m
Gudang produk
jadi
Gudang bahan
3m
baku
1.5 m
Quality control
Lantai produksi
toilet
5.2 m
52 m
maintenance
0.4 m
1.6 m 9.3 m
11.7 m
Dari alternatif layout 5 pada output blocplan pada gambar 4.27. Departemen 1 memiliki
ukuran 9.3 m x 5.2 m, departemen 2 memiliki ukuran 1.6 m x 5.2 m, departemen 3 memiliki
ukuran 11.7 m x 0.4 m, departemen 4 memiliki ukuran 0.8 m x 5.2 m, departemen 5 memiliki
ukuran 5 m x 3 m dan departemen 6 memiliki ukuran 6.7 m x 3 m. Pada alternatif layout 5
ini terdapat aisle dengan ukuran 1.5 m yang digunakan sebagai jalan untuk hand truck dan
orang.
4.9.9 Analisis
Pada gudang bahan baku dan gudang produk jadi, penyimpanan material maupun
produk jadi menggunakan box yang kemudian disusun ke dalam rak. Pada gudang bahan
baku, jumlah box yang disimpan sebanyak 105 dan pada gudang produk jadi sebanyak 104.
Sehingga jumlah rak yang dibutuhkan adalah 3 buah rak dengan 4 susun. Paa gudang produk
jadi ditambahkan menjadi 4 rak sebagai antisipasi jika distributor terlambat dalam
101
mengambil produk dan produk harus disimpan di gudang. Untuk proses material handling
menggunakan hand truck. Satu hand truck dapat mengangkut 6 box dalam sekali
pengangkutan. Pada gudang bahan baku terdapat 1 hand truck dan pada gudang produk jadi
terdapat 2 hand truck.
Pada PT. Fajar Sejahtera letak workstation 1 yang merupakan proses awal pembuatan
tas berdekatan dengan gudang material, sedangkan pada workstation 2 yang merupakan
tempat melakukan proses pada tahap akhir sehingga aliran antar workstation adalah aliran
berbentuk S -Shaped atau Serpentine.
Langkah awal dalam perencanaan tata letak fasilitas ialah menghitung kebutuhas luas
masing-,masing departemen. Terdapat 6 departemen dengan kebutuhan fasilitas masing-
masing. Keenam departemen tersebut ialah lantai produksi, departemen QC, ruang
maintenance, toilet, gudang bahan baku dan gudang produk jadi.
Dari ARC yang telah dibuat diketahui bahwa lantai produksi dan QC memiliki nilai
kedekatan A yang berarti mutlak penting untuk berdekatan dengan alasan kemudahan
pengawasan, lantai produksi dan maintenance memiliki nilai kedekatan O yang berarti
cukup/biasa untuk berdekatan dengan alasan kemudahan dalam menindaklanjuti apabila ada
kerusakan pada mesin. Lantai produksi dan toilet, maintenance dan toilet, toilet dan gudang
bahan baku, toilet dan gudang bahan jadi memiliki nilai kedekatan U yang berarti tidak
penting untuk berdekatan dengan alasan bau. Lantai produksi dan gudang bahan baku
memiliki nilai kedekatan A dengan alasan kedekatan keterkaitan proses dan kemudahan
perpindahan personel. Laintai produksi dan gudang bahan jadi memiliki nilai kedekatan E
yang berarti sangat penting untuk berdekatan dengan alasan kemudahan pengawasan. QC
dan maintenance, maintenance dan toilet, maintenance dan gudang bahan baku memilki
nilai kedekatan U dengan alasan lain-lain. maintenance dan gudang bahan baku memiliki
nilai kedekatan O dengan alasan keterkaitan proses. QC dan gudang bahan jadi memiliki
nilai kedekatan A yang berarti mutlak penting untuk berdekatan dengan alasan keterkaitan
proses.
Selanjutnya dibuat ARD dengan hasil departemen 1 dan 2 memiliki 4 garis berwarna
merah yang berarti memiliki nilai kedekatan A atau mutlak penting berdekatan. Departemen
1 dan 3 memiliki 1 garis berwarna biru yang berarti cukup/biasa untuk berdekatan.
Departemen 1 dan 6 memiliki 3 garis kuning yang berarti memiliki nilai kedekatan E sangat
penting berdekatan. Departemen 2 dan 5 miliki 1 garis berwarna biru yang berarti
cukup/biasa untuk berdekatan. Departemen 2 dan 6 memiliki 4 garis berwarna merah yang
berarti memiliki nilai kedekatan A atau mutlak penting berdekatan. Departemen 5 dan 6
102
memiliki 1 garis berwarna biru yang berarti cukup/biasa untuk berdekatan. Departemen 4
tidak memiliki garis penghubung dengan departemen manapun yang berarti memiliki nilai
kedekatan U atau tidak penting untuk berdekatan dengan departemen manapun.
Selanjutnya dilakukan pembuatan SRD yang mengacu pada ARD dan luas masing-
masing departemen. Pada PT. Fajar Sejahtera direncanakan memiliki 6 departemen yaitu
lantai produksi, QC, gudang bahan baku, gudang produk jadi, toilet dan maintenance. Luas
dari lantai produksi adalah sebesar 48.82 m2. Luas departemen QC adalah sebesar 8.2 m2.
Luas gudang bahan baku adalah sebesar 15 m2. Luas gudang produk jadi adalah sebesar 20
m2. Luas toilet adalah sebesar 4 m2. Luas departemen maintenance adalah sebesar 5 m2.
Sehingga total luas yang dibutuhkan adalah sebesar 101.02 m2.
Kemudian dibuat alternatif layout menggunakan blocplan sebanyak 5 buah alternatif.
Dari kelima alternatif layout didapatkan nilai adjency score yang mendekati 1. Dikarenakan
kelima alternatif layout memiliki nilai adjency score yang sama. Sedangkan untuk nilai
adjencies statisfied berbeda. Pada alternatif layout 1,2,4 dan 5 terdapat 6 tanda merah pada
derajat kedekatannya yang berarti ada 6 nilai yang tidak memenuhi harapan. Pada alternatif
layout 3 terdapat 5 tanda merah pada derajat kedekatannya yang berarti ada 5 nilai yang
tidak memenuhi harapan. Selain dengan kedua pertimbangna tersebut, dapat dilihat juga dari
alternatif layout yang telah dibuat. Berdasarkan alternatif layout tersebut, maka dipilih
layout 3. Karena layout 3 memiliki luasan yang paling mungkin atau logis untuk dijadikan
sebuah pabrik. Dan layout 3 memiliki luasan yang paling sesuai dengan rancangan luas dan
peralatan yang ada di pabrik.
103
4.8 m
1m
6
1m 5
4.1 m
aisle
2
3
4.1 m
1.22 m
aisle
1
4
4.5 m
1m
aisle
10.8 m
0.9 m
104
spesifikasi dan standar produk. Barang yang sudah dinyatakan lulus spesifikasi diangkut
menuju gudang produk jadi menunggu untuk diambil oleh distributor.
105
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
106