Anda di halaman 1dari 106

BAB I

PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang, identifikasi masalah, rumusan
masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian.

1.1 Latar Belakang


Dengan kemajuan teknologi yang semakin pesat di era globalisasi ini, maka perusahaan
berlomba lomba untuk mengembangkan inovasi serta perbaikan perbaikan guna
memperoleh hasil yang optimal. Untuk menghemat pengeluaran perusahaan maka di
perlukan perencanaan dan pengendalian terhadap produksinya agar sesuai dengan kondisi
yang telah ditentukan dengan bagian pemasaran sehingga produk yang dihasilakan sesuai
dengan yang diinginkan oleh pasar. Adapun perencanaan dan pengendalian produksi dapat
diartikan sebagai aktivitas merencanakan dan mengendalikan material masuk dalam sistem
produksi lalu di proses sehingga keluar menjadi bahan jadi atau produk dan permintaan pasar
dapat dipenuhi dengan efektif dan efisien serta proses yang termurah.
PT. Fajar Sejahtera adalah perusahaan yang bergerak di bidang produsen tas yang
terletak di Malang, Jawa Timur. Perusahaan ini menjual tas dengan dua jenis produk utama
yaitu tas Ransel dan tas Selempang. Dalam penjualannya, PT. Fajar Sejahtera menjualnya
melalui toko pembuat tas dan konter resmi yang tersebar di seluruh Indonesia. Karena
semakin meningkatnya kepercayaan pasar terhadap produk tas produksi PT Fajar Sejahtera,
pihak manejemen PT Fajar Sejahtera memutuskan untuk membuat fasilitas baru diatas
sebuah lahan seluas 125 m2. Penambahan fasilitas produksi baru oleh PT Fajar Sejahtera ini
diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pasar yang semakin meningkat serta meningkatkan
posisi PT Fajar Sejahtera di persaingan pasar.
PT. Fajar Sejahtera memproduksi dua buah produk, yaitu tas ransel dan tas selempang.
Untuk memenuhi permintaan pasar akan dua produk utamanya tersebut, PT. Fajar Sejahtera
memiliki anak perusahaan untuk memproduksi bagian penyusun dua produk tersebut. PT.
Fajar Sejahtera memesan part-part tersebut ke anak perusahaannya tanpa menunggu
pesanan pelanggan karena desain kedua produk tersebut tidak ada perubahan spesifikasi,
sehingga akan di produksi sesuai perkiraan pasar oleh manejemen.
Untuk mengatasi masalah-masalah dan memastikan agar kondisi perusahaan berada
pada posisi terbaik untuk kelangsungan perusahaan dalam jangka panjang, maka perlu
dilakukan forecasting tentang perencanaan produksi perusahaan. Dan dengan adanya

1
tindakan mengatasi masalah akan diharapkan keputusan terbaik dimana dipengaruhi oleh
kondisi keuangan dan stok terakhir perusahaan yang harus selalu diperbaharui dalam hal
perencanaan, pelaksanaan, dan pengendaliannya.
Berikut ini merupakan data penjualan produk yang telah dijual oleh PT. Fajar Sejahtera
selama 3 tahun terakhir yang akan ditunjukkan pada table 1.1 Data Penjualan PT. Fajar
Sejahtera. Untuk proporsi penjualan, produk, 55% merupakan produk tas ransel dan 45%
merupakan produk tas selempang. Tabel 1.1 dibawah ini merupakan data penjualan tas dari
periode 1 sampai 36.
Tabel 1.1 Data Permintaan Tas
Periode Family Product Tas(Unit) Periode Family Product tas (unit)
1 834 19 1704
2 1250 20 1872
3 1297 21 2156
4 1139 22 2170
5 1011 23 2222
6 1422 24 2220
7 1332 25 2249
8 1474 26 2181
9 1209 27 2318
10 1258 28 2195
11 1518 29 2539
12 1607 30 2262
13 1526 31 2628
14 1500 32 2353
15 1816 33 2506
16 1707 34 2593
17 1737 35 2527
18 1980 36 2856
Dalam proses pembuatan tas ransel dan tas selempang terdapat perbedaan kebutuhan
akan material. Kebutuhan akan material data dilihat pada BOM Tree dari tas ransel dan tas
selempang yang ditampilkan pada Gambar 1.1 dan Gambar 1.2.

Tas Ransel

BadanTas
Ransel Strap

Kantong Zipper Pola Badan Pola Belakang Zipper


Depan Kantong Tas Tas Utama Tali Strap Pengait Busa Strap
(2) (2) (1) (1) (1) (2) (2) (2)

METODE LOT SIZE: EOQ, POQ, LUC METODE LOT SIZE: FOQ

Gambar 1.1 BOM tree tas ransel

2
Tas
Selempang

BadanTas
Selempang Strap

Kantong Zipper Pola Badan Tas Zipper


Depan Kantong Selempang Utama Tali Strap Pengait Busa Strap
(2) (2) (1) (1) (1) (1) (1)

Gambar 1.2 BOM tree tas selempang


Harga jual produk pun terbilang konstan sejak pertama kali diluncurkan, dengan tas
ransel seharga Rp.450.000 dan tas slempang seharga Rp 400.000. untuk bahan baku yang
digunakan untuk membuat kedua produk tersebut langsung dipesan dari anak perusahaan
PT.fajar sejahtera. Harga bahan baku, lead time, holding cost, order cost, biaya pembelian
dan lot size dijelaskan pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2 Informasi Biaya Bahan Baku
Nama item Lead time Holding Cost Order cost Biaya Lot size
(Minggu) (Rupiah) (Rupiah) pembelian
(Rupiah)
Kantong depan 1 500 2.000.000 20.000 -
Zipper utama 2 250 1.000.000 10.000 -
Zipper kantong 3 500 1.000.000 5000 -
Badan ransel 1 1250 2.000.000 50.000 -
Badan selempang 2 1250 2.000.000 45.000 -
Pola belakang 3 1250 2.000.000 30.000 -
Tali strap 1 250 500.000 10.000 2000
Busa strap 2 200 500.000 8000 3000
Pengait strap 3 75 250.000 3000 3500

Proses produksi di perusahaan ini menggunakan 5 workstation untuk merakit


produknya. Pada produk tas ransel melewati 5 workstation , di workstation 1 terdapat 2
proses yaitu proses menjahit kantung depan dan zipper kantong depan pada badan tas ransel
menggunakan mesin jahit A dengan total waktu 12,5 menit. Lalu dilanjutkan di workstation
2 dengan proses menggabungkan pala belakang pada badan tas menggunakan mesin jahit B
dengan waktu 5.5 menit lalu di lanjutkan di workstation 3 dengan proses memasukan zipper
utama ke badan tas, dilanjutkan dengan workstation 4 menggabungkan busa, pengait dan
tali strap menggunakan meja kerja selama 6 menit dan digabungkan dengan badan tas
menggunakan mesin jahit A dengan waktu 4 menit. Dan terakhir masuk di workstation 5
dengan proses inspeksi dan finishing selama 12.5 menit. Waktu total pengerjaan untuk tas
ransel adalah 43.5 menit dan untuk tas selempang adalah 44.5 menit. Untuk keterangan
mangenai proses keseluruhan dapat dilihat pada lampiran 1. (Terlampir)
Setiap minggunya, jam regular pekerja tersedia selama 160 jam/ bulan ( 1 minggu = 5
hari kerja ) untuk mengoprasikan mesin. Dan maksimal melakukan lembur kerja 2 jam/hari.

3
Dan mesin masih bersifat semi otomatis, sehingga tetap membutuhkan pekerja, untuk upah
regular sebesar Rp18.750 dan upah lembur sebesar 28.125. perusahaan menghendaki
perekrutan pekerja apabila kapasitas tidak mencukupi permintaan pasar yang ada.
Perusahaan menetapkan besarnya biaya perekrutan untuk satu orang pekerja sebesar Rp.
1.500.000.
Perusahaan juga melakukan penyimpanan bahan baku. stok pada minggu awal (minggu
ke-0), berdasarkan rekaman pengambilan stok, berikut hasil persediaan awal bahan baku
perusahaan yang ditampilkan pada Tabel 1.3.
Tabel 1.3 Daftar Inventory Awal
Part Inventory awal (Unit)
Kantong depan -
Zipper utama 2500
Zipper kantong -
Badan ransel 1000
Badan selempang 1000
Pola belakang 1000
Tali strap 3000
Busa strap 500
Pengait strap 3000
Dalam membuat rancangan tata letak fasilitas perusahaan khususnya pada lantai
produksi, jenis layout yang akan digunakan adalah jenis aliran proses dengan kebutuhan
ruangan ditunjukan pada Tabel 1.4.
Tabel 1.4 Daftar Kebutuhan Ruang
No Kebutuhan ruang
1 Lantai produksi ( WS 1, WS 2,)
2 Toilet
3 Ruang maintenance
4 Ruang supervisor QC
5 Gudang bahan baku
6 Gudang produk jadi

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diindentifikasi masalahnya sebagai
berikut:
1. Peningkatan jumlah permintaan produk tas pada produk PT.Fajar Sejahtera, sehingga
menyebabkan persaingan dan kegiatan produksi lebih ketat dan banyak.
2. Dengan peningkatan jumlah permintaan, maka diperlukan pembuatan fasilitas baru pada
PT. Sejahtera untuk mendukung kegiatan produksinya.

4
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana merencanakan dan mengendalikan produksi untuk studi kasus PT. Fajar
Sejahtera?
2. Bagaimana perancangan fasilitas produksi yang tepat untuk studi kasus PT. Fajar
Sejahtera?

1.4 Batasan Masalah


Berikut adalah batasan masalah yang ditemukan pada studi kasus PT.Fajar Sejahtera
sebagai berikut:
1. Periode perencanaan dan pengendalian yang dilakukan adalah sebanyak 6 periode atau
6 bulan.
2. Tidak diizinkan backorder dan subkontrak pada perencanaan agregat.

1.5 Asumsi
Berikut adalah asumsi yang digunakan pada studi kasus PT. Fajar Sejahtera, antara lain:
1. Jam kerja regular pegawai PT. Fajar Sejahtera adalah 20 hari kerja/bulan.
2. Pekerja lembur harus memaksimalkan waktu lembur adalah 2 jam/hari/pekerja.
3. Inventory tidak digunakan untuk mengurangi jumlah produksi periode setelahnya.
4. Satu pekerja mengoperasikan satu mesin.

1.6 Tujuan Penelitian


Berikut ini adalah tujuan dari penelitian yang dilakukan.
1. Melakukan perencenaan dan pengendalian produksi pada PT. Fajar Sejahtera
2. Melakukan perancangan produksi baru pada PT. Fajar Sejahtera.

1.7 Manfaat Penelitian


Berikut ini adalah manfaat dari penelitian yang dilakukan.
1. Agar dapat melakukan perencanaan dan pengendalian produksi pada PT. Fajar
Sejahtera.
2. Agar dapat melakukan perancangan produksi baru pada PT. Fajar Sejahtera.

5
(Halaman ini sengaja dikosongkan)

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai peramalan, perencanaan agregat, perencanaan
disagregat, MPS, MRP,perencanaan gudang, perencanaan aliran dan kebutuhan ruang dan
perencanaan layout pabrik.

2.1 Peramalan (Forecast)


Manajemen permintaan dapat didefinisikan sebagai suatu fungsi pengelolaan dari
semua permintaan produk untuk menjamin bahwa penyusun jadwal induk (master
scheduler) mengetahui dan menyadari semua permintaan produk itu (Gazpers, 2008:71).
Secara garis besar aktivitas-aktivitas dalam manajemen permintaan dapat dikategorikan ke
dalam dua aktivitas utama, yaitu: pelayanan pesanan (order service), dan peramalan
(forecasting). Dalam bab ini akan dijelaskan khusus mengenai aktivitas peramalan
(forecasting). Aktivitas peramalan merupakan suatu fungsi bisnis yang berusaha
memperkirakan penjualan dan penggunaan produk sehingga produk-produk itu dapat dibuat
dalam kuantitas yang tepat. Dengan demikian peramalan merupakan suatu dugaaan terhadap
permintaan yang akan datang berdasarkan pada beberapa variabel peramal, sering
berdasarkan data deret waktu historis (Gazpers, 2008).
Peramalan dapat menggunakan teknik-teknik peramalan yang bersifat formal maupun
informal. Aktivitas peramalan hanya boleh dilakukan untuk produk-produk yang tegolong
independent demand atau permintaan Sedangkan untuk produk-produk yang tergolong
dependent demand tidak boleh diramalkan melainkan harus benar-benar dihitung ataupun
direncanakan. Independent demand itu sendiri didefinisikan sebagai permintaan terhadap
material, parts atau produk yang bebas atau tidak terkait langsung dengan struktur Bill Of
Material untuk produk akhir atau item tertentu. Sebaliknya dependent demand didefinisikan
sebagai permintaan terhadap material parts atau produk yang terkait langsung dengan
struktur Bill Of Material untuk produk akhir atau item tertentu. Aktivitas peramalan ini biasa
dilakukan oleh departemen pemasaran dan hasil-hasil dari peramalan ini sering disebut
sebagai ramalan penjualan (sales forecast) (Gazpers,2008).

7
2.1.1 Pola Data
Menurut Taylor III (2005) terdapat beberapa pola atau kecenderungan. Pola-pola data
yang ada adalah sebagai berikut yang ditampilkan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Pola Data
No Pola Data Penjelasan Grafik
1. Pola data variasi Terjadi apabila nilai data
acak/random//horizontal berfluktuasi di sekitar nilai rata-
rata yang konstan. Deret seperti
itu stasioner terhadap nilai rata-
ratanya. Sebagai contoh
penjualan tiap bulan suatu
produk tidak meningkat atau
menurun secara konsisten
selama waktu tertentu.
2. Pola data musiman Terjadi bilamana suatu deret
dipengaruhi oleh faktor
musiman. Misalnya kuartal
tahun tertentu, bulanan atau hari-
hari pada minggu tertentu).
Penjualan dari produk seperti
minuman ringan, eskrim dan
bahan bakar pemanas ruangan
semuanya menunjukkan pola
jenis ini.
3. Pola data siklis Terjadi bilamana datanya
dipengaruhi oleh fluktuasi
ekonomi jangka panjang seperti
yang berhubungan dengan siklus
bisnis. Penjualan produk seperti
mobil, baja dan peralatan utama
yang menunjukkan jenis pola
data ini.
4. Pola data trend Terjadi bilamana terdapat
kenaikan atau penurunan sekuler
jangka panjang dalam data.
Penjualan banyak perusahaan,
produk bruto nasional (GNP)
dan berbagai indikator bisnis
atau ekonomi lainnya mengikuti
suatu pola data trend selama
perubahannya sepanjang waktu.
Sumber: Taylor III (2005)

2.1.2 Autokorelasi
Autokorelasi perlu diuji dalam rangka melihat seberapa jauh terjadi interdependensi
diatasa data series. Nilainya berada pada -1 sampai +1, tergantung pada hubungan pola data
yang bersangkutan. Misalnya, apabla kita memiliki data time series yang nilainya berada
diatas rata-rata, yang kemudian secara langsung diikuti oleh nilai yang berada dibawah rata-
rata, koefisien autokorelasinya akan bertanda negatif. Sebaliknya apabila terdapat nilai yang
berada diatas rata-rata atau nilai dibawah rata-rata diikuti oleh nilai diatas rata-rata atau nilai
dibawah rata-rata, maka koefisien autokorelasinya akan bertanda positif (Rangkuti, 2005).

8
2.1.3 Metode Peramalan Kuantitatif (Forecasting)
Menurut Tersine (1994), peramalan metode kuantitatif adalah metode peramalan yang
didasarkan pada perhitungan matematis dan statistik dengan menggunakan data historis.
Berikut merupakan metode-metode yang digunakan pada laporan ini.
a. Moving Average
Metode ini menggunakan sejumlah data aktual permintaan yang baru untuk
membangkitkan nilai ramalan untuk permintaan di masa yang akan datang. Metode ini akan
efektif diterapkan apabila kita dapat mengasumsikan bahwa permintaan pasar terhadap
produk akan tetap stabil sepanjang waktu. Formula yang digunakan yaitu :
( )
= (2-1)

Sumber: Gazpers (2008)


b. Exponential Smoothing
Metode exponential smoothing adalah suatu prosedur yang mengulang perhitungan
secara terus menerus yang menggunakan data terbaru. Setiap data diberi bobot, dimana
bobot yang digunakan disimbolkan dengan . Simbol bisa ditentukan secara bebas, yang
mengurangi forecast error. Nilai konstanta pemulusan, dapat dipilih diantara nilai 0
sampai 1 karena berlaku: 0 < < 1 (Gazpers, 2008).
Secara metematis, persamaan penulisan eksponential sebagai berikut:
+1 = + (1 ) (2-2)
Sumber: Subagyo (2002)

Dimana:
St+1 = Nilai ramalan untuk periode berikutnya.
= Konstanta penulisan (0-1).
Xt = Data pada periode t.
St = Nilai penulisan yang lama atau rata-rata yang dimuluskan hingga periode t-1.
Nilai yang menghasilkan tingkat kesalahannya (error) yang paling kecil adalah yang
dipilih dalam peramalan (Arsyat, 1997). Metode ini lebih cocok digunakan untuk meramal
hal-hal yang fluktuasinya secara random atau tidak teratur (Subagyo, 2002).
c. Exponential Smoothing with Trend
Data permintaan yang memiliki unsur tren, jika diramalkan menggunakan Simple
Exponential smoothing, maka hasil peramalan akan terlambat bereaksi terhadap efek
pertumbuhan yang ada, sehingga hasil peramalan yang diperoleh akan selalu di bawah nilai

9
aktual. Untuk mengkoreksi kondisi tersebut maka perlu dimasukkan unsur tren. Bentuk
umum yang digunakan untuk menghitung ramalan dengan unsur tren adalah:
1. = +1 + (1 )(1 + 1 ) (2-3)
Sumber: Nasution (2008)

Dimana:
Yt = Nilai pemulusan tunggal
Tt = Pemulusan trend
, = konstanta dengan nilai antar 0 dan 1
Xt = Data sebenarnya pada waktu ke-t
Tt = Pemulusan trend

2. = ( 1 ) + (1 )1 (2-4)
Sumber: Nasution (2008)

Dimana:
Yt = Nilai pemulusan tunggal
Tt = Pemulusan trend
, = konstanta dengan nilai antar 0 dan 1

3. Persamaan yang digunakan untuk membuat peramalan pada periode t yang akan datang
adalah:
= + (2-5)
Sumber: Nasution (2008)
Dimana:
Xt = nilai pemulusan eksponensial
= konstanta pemulusan untuk data (0 < < 1)
= konstanta pemulusan untuk estimasi trend (0 < < 1)
Ft = nilai peramalan pada periode t
Tt = estimasi trend

4. Double Exponential Smoothing


Metode ini digunakan ketika data menunjukan trend. Exponential smoothing dengan
adanya trend seperti pemulusan sederhana kecuali bahwadua komponen harus di update
setiap periode level dan trendnya.
St = Xt+(1- ).St-1 (2-6)
St= St+ (1- ).St-1
at = 2St St
bt= (St St) / (1- )
Ft+m = at + bt (m)
Sumber : Supranto (1998)

10
Dimana:
= koefisien pemulusan
St = nilai-nilai penghalusan eksponensial tunggal
St = nilai-nilai penghalusan eksponensial ganda
at = penyesuaian nilai penghalusan tunggal untuk periode t
bt = komponen kecenderungan
Ft+m = nilai ramalan untuk m periode ke depan dari t

2.1.4 Peramalan dengan Menggunakan Software Minitab 16


Selain menggunakan rumus seperti diatas, terdapat metode trend analysis dengan
menggunakan software Minitab. Minitab adalah suatu program yang dibuat untuk membantu
dan mempermudah perhitungan pengolahan data peramalan. Dari pemasukan atau input
data, analisis sampai pada peramalan dari data dapat dengan mudah dilakukan (Iriawan,
2000). Aplikasi ini memberikan tampilan desain grafis yang mudah dipahami, sehingga
banyak digunakan untuk mengolah data secara kuantitatif. Pada praktikum kali ini, akan
dibahas mendalam pada pengolahan data analysis time series.
Trend analysis merupakan model trend umum untuk data time series dan untuk
meramalkan. Analisis trend adalah analisis yang digunakan untuk mengamati
kecenderungan data secara menyeluruh pada suatu kurun waktu yang cukup panjang.
Analisis trend juga bias digunakan untuk meramalkan berapa besar variabel yang diamati di
masa yang akan datang (Supranto, 1998). Beberapa metode yang dapat dipergunakan untuk
memodelkan trend, diantaranya model linear (linear Model), model kuadrat (Quadratic
Model), model pertumbuhan eksponensial (Exponential Growth Model) dan model kurva-S
(S-Curve Model). Macam macam trend akan dibahas sebagai berikut :
a. Tipe Model Linear (Linear Model)
Trend linear adalah suatu trend yang kenaikan atau penurunan nilai yang akan
diramalkan naik atau turun secara linear. Analisis Trend yang digunakan secara umum untuk
model trend linear adalah :
Yt = 0 + (1 * t) + et (2-7)
Sumber : Supranto (1998)

Dimana :
Yt = nilai data pada tahun t
0 = konstanta, yang menunjukkan nilai data pada tahun awal
1 = besarnya perubahan data dari satu periode ke periode lainnya.

11
T = tahun
e = 2,71828
b. Tipe Model Kuadratik (Quadratic Model)
Trend parabolik (kuadratik) adalah trend yang nilai variabel tak bebasnya naik atau
turun secara linear atau terjadi parabola bila datanya dibuat scatter plot (hubungan variabel
dependen dan independen adalah kuadratik). Analisis Trend yang digunakan secara umum
untuk model trend kuadratik adalah :
Yt = 0+ 1 * t + (2* t2) + et (2-8)
Sumber : Supranto (1998)

Dimana :
Yt = nilai data pada tahun t
0 = konstanta, yang menunjukkan nilai data pada tahun awal
1 = besarnya perubahan data dari satu periode ke periode lainnya.
T = tahun
e = 2,71828
c. Tipe Model Eksponensial (Exponential Growth Model)
Trend eksponensial ini adalah sebuah trend yang nilai variabel tak bebasnya naik
secara berlipat ganda atau tidak linear. Analisis Trend yang digunakan secara umum untuk
model trend pertumbuhan eksponensial adalah :
Yt = 0 + (1t) + et (2-9)
Sumber : Supranto (1998)

Dimana :
Yt = nilai data pada tahun t
0 = konstanta, yang menunjukkan nilai data pada tahun awal
1 = besarnya perubahan data dari satu periode ke periode lainnya.
T = tahun
e = 2,71828
d. Tipe Model Kurva-S (S-Curve Models)
Trend model kurva S digunakan untuk model trend logistik Pearl Reed. Trend ini
digunakan untuk data runtun waktu yang mengikuti kurva bentuk S. Analisis Trend yang
digunakan secara umum untuk model kurva S adalah :
Yt = (10) / (0+12t) (2-10)
Sumber : Supranto (1998)

Dimana :

12
Yt = nilai data pada tahun t
0 = konstanta, yang menunjukkan nilai data pada tahun awal
1 = besarnya perubahan data dari satu periode ke periode lainnya.
T = tahun
e = 2,71828

2.1.5 Pengukuran Kesalahan (Ukuran Kesalahan Peramalan)


Ukuran akurasi hasil peramalan merupakan ukuran kesalahan peramalan tentang tingkat
perbedaan antara hasil peramalan dengan permintaan yang sebenarnya terjadi. Terdapat
empat ukuran yang biasa digunakan sebagai standar perbedaan (standard error), antara lain
Mean Absolute Deviation (MAD), Mean Standar Error (MSE), Tracking Signal, dan Mean
Absolute Presentation Error (MAPE), Mean Error (ME), dan Mean Percent Error (MPE)
(Arman Hakim Nasution, 2008). Berikut merupakan pengukuran kesalahan yang dilakukan
pada laporan ini.
a. Mean Absolute Deviation (MAD)
Menurut Nasution (2008), MAD merupakan rata-rata kesalahan mutlak selama periode
tertentu tanpa memperhatikan apakah hasil peramalan lebih besar atau lebih kecil
dibandingkan kenyataannya. Secara matematis MAD dirumuskan sebagai berikut:

= | | (2-11)

Sumber: Nasution (2008:34)

Dimana:
At = Permintaan Aktual pada periode t
Ft = Peramalan Permintaan (Forecast) pada periode t
n = Jumlah periode
b. Mean Absolute Percentage Error (MAPE)
Menurut Nasution (2008), MAPE merupakan ukuran kesalahan relatif. MAPE biasanya
lebih berarti dibandingkan MAD karena MAPE menyatakan persentase kesalahan hasil
peramalan terhadap permintaan aktual selama periode tertentu yang akan memberikan
informasi persentase kesalahan terlalu tinggi atau terlalu rendah. Secara matematis, MAPE
dinyatakan sebagai berikut:
100
=( ) | | (2-12)

Sumber: Nasution (2008)

Dimana:
At = Permintaan Aktual pada periode t
13
Ft = Peramalan Permintaan (Forecast) pada periode t
n = Jumlah periode
c. Mean Square Error (MSE)
Menurut Nasution (2008), MSE dihitung dengan menjumlahkan kuadrat semua
kesalahan peramalan pada setiap periode dan membaginya dengan jumlah periode
peramalan. Secara matematis, MSE dirumuskan sebagai berikut:
( )2
= (2-13)

Sumber: Nasution (2008)

Dimana:
At = Permintaan Aktual pada periode t
Ft = Peramalan Permintaan (Forecast) pada periode t
n = Jumlah periode

2.2 Perencanaan Agregat


Perencanaan agregat adalah sekumpulan beberapa item produk yang memiliki
kemiripan pada tingkat bruto yang mempergunakan secara bersama atau berbagai
keseluruhan atau sebagai sumber daya atau fasilitas yang sama dengan kondisi ketersediaan
atau kapasitas terbatas (Gazpers, 2008). Pada dasarnya tujuan dari perencanaan agregat
adalah berusaha untuk memperoleh suatu pemecahan yang optimal dalam biaya atau
keuntungan pada periode perencanaan. Namun bagaimanapun juga, terdapat permasalahan
strategis lain yang mungkin lebih penting daripada biaya rendah. Permasalahan strategis
yang dimaksud itu antara lain mengurangi permasalahan tingkat ketenagakerjaan, menekan
tingkat persediaan, atau memenuhi tingkat pelayanan yang lebih tinggi. Bagi perusahaan
manufaktur, jadwal agregat bertujuan menghubungkan sasaran strategis perusahaan dengan
rencana produksi, tetapi untuk perusahaan jasa, penjadwalan agregat bertujuan
menghubungkan sasaran dengan jadwal pekerja. Ada empat hal yang diperlukan dalam
perencanaan agregat antara lain.
a. Keseluruhan unit yang logis untuk mengukur penjualan dan output.
b. Prediksi permintaan untuk suatu periode perencanaan jangka menengah yang layak pada
waktu agregat.
c. Metode untuk menentukan biaya.
d. Model yang mengombinasikan prediksi dan biaya sehingga keputusan penjadwalan
dapat dibuat untuk periode perencanaan.
Berikut ini merupakan tujuan dari perencanaan agregat.

14
1. Menjamin rencana penjualan dan rencana produksi konsisten terhadap rencana strategi
perusahaan.
2. Alat ukur performansi proses perencanaan produksi.
3. Menjamin kemampuan produksi konsisten terhadap rencana produksi.
4. Memonitor hasil produksi aktual terhadap rencana produksi dan membuat penyesuaian.
5. Mengatur persediaan produk jadi untuk mencapai target dan membuat penyesuaian.
6. Mengarahkan penyusunan dan pelaksanaan jadwal induk produksi.

2.2.2 Biaya Pada Agregat


Dalam membuat perencanaan agregat dengan biaya optimal pastinya terdapat biaya-
biaya yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan agregat yang ditampilkan pada Tabel
2.2.
Tabel 2.2 Biaya Pada Agregat
No. Biaya Pada Agregat Penjelasan
1. Hiring Cost (ongkos Penambahan tenaga kerja menimbulkan ongkos-ongkos untuk iklan,
proses seleksi dan training.
penambahan tenaga
kerja)
2. Firing Cost (ongkos Pemberhentian tenaga kerja biasanya terjadi karena semakin rendahnya
permintaan akan produk yang dihasilkan, sehingga tingkat produksi
perberhentian tenaga
menurun dengan drastis. Pemberhentian ini mengakibatkan perusahaan
kerja) harus mengeluarkan uang pesangon bagi karyawan yang di-PHK,
menurunnya moral kerja, dan produktivitas karyawan yang masih bekerja,
dan tekanan yang bersifat sosial.
3. Overtime Cost dan Penggunaan waktu lembur bertujuan untuk meningkatkan output produksi,
tetapi konsekuensinya perusahaan harus mengeluarkan ongkos tambahan
Undertime Cost
lembur yang biasanya bergantung pada kebijakan perusahaan dan
(ongkos lembur dan peraturan pemda.
ongkos menganggur)
4. Inventory Cost (Ongkos Persediaan mempunyai fungsi mengantisipasi timbulnya kenaikan
permintaan pada saat-saat tertentu. Konsekuensi dari kebijaksanaan
Persediaan)
persediaan bagi perusahaan adalah timbulnya ongkos penyimpanan yang
berupa ongkos tertahannya modal, pajak, asuransi, kerusakan bahan, dan
ongkos sewa gedung.
Sumber: Gazpers (2008)

2.2.3 Strategi Perencanaan Agregat


Berikut ini adalah macam-macam metode pada Agregrat Planning yang ditampilkan
pada Tabel 2.3.

15
Tabel 2.3 Strategi Perencanaan Agregat
No. Strategi Penjelasan
Perencanaan
Agregat
1. Chase strategy Menggunakan kapasitas sebagai pendukung: menyelaraskan laju produksi
dengan laju permintaan. Chase strategy didefinisikan sebagai metode
perencanaan produksi yang mempertahankan tingkat kestabilan inventori,
sementara produksi bervariasi mengikuti permintaan total.
2. Level strategy Didefinisikan sebagai metode perencanaan produksi yang mempunyai
distribusi merata dalam produksi. Dalam perencanaan produksi, level strategy
akan mempertahankan tingkat kestabilan produksi sementara menggunakan
inventori yang bervariasi untuk mengakumulasikan output apabila terjadi
kelebihan permintaan total.
3. Mixed Strategy Strategi perencanaan yang menggunakan dua atau lebih variabel yang dapat
dikendalikan untuk menetapkan rencana produksi yang dapat dicapai. Mixed
(Linear
strategy adalah strategi gabungan antara chase strategy dan level workforce
Programming) strategy.
Sumber: Gazpers (2008)

2.3 Disagregasi
Disagregasi adalah suatu proses untuk memecah rencana produksi secara agregat
menjadi rencana produksi end item. Hasil output dari proses disagregasi adalah MPS atau
JIP (jadwal induk produksi) adalah untuk memecah satuan agregat pada perencanaan agregat
kedalam setiap item produk serta mengetahui item suatu produk tersebut akan diproduksi
(Smith, 1989).
Tujuan dari adanya proses disagregasi adalah agar dapat menjumlahkan End item yang
berbeda menjadi satu satuan kelompok agregat untuk memudahkan perencanaan proses
produksi dan pengendalian produksi. Unit agregat yang biasa digunakan dalam proses
agregasi:
Jam kerja buruh, mesin atau resource lainnya
Waktu standar
Harga jual
Berikut merupakan metode yang digunakan untuk disagregasi yang ditampilkan pada
Tabel 2.4.

16
Tabel 2.4 Metode Disagregasi
No. Metode Penjelasan
1. Heuristic Method Metode ini digunakan untuk mendapatkan solusi yang baik tetapi tidak
harus optimal.
2. Family Set Up Method Metode ini digunakan pada perusahaan yang produksinya terdiri atas
beberapa produk family, yang terdiri dari beberapa item.
3. Linear Programming Metode ini digunakan pada perusahaan-perusahaan dengan karakteristik
Method produk yang berbeda profit tiap unit.

Sumber : Smith (1989)

2.4 Master Production Schedule (MPS)


Master Production Scheduling merupakan suatu pernyataan tentang produk akhir
(termasuk parts pengganti dan suku cadang) dari suatu perusahaan industri manufaktur yang
merencanakan memproduksi output berkaitan dengan kuantitas dan periode waktu. MPS
mendisagregasikan dan mengimplementasikan rencana produksi.
MPS berkaitan tentang pernyataan tentang produksi, dan bukan pernyataan tentang
permintaan pasar. MPS sering didefinisikan sebagai anticipated build schedule untuk item-
item yang disusun oleh perencana jadwal produksi induk (master scheduler) (Gasperz,
2008). Berikut merupakan bentuk umum MPS yang ditampilkan pada Gambar 2.2.
MASTER PRODUCTION SCHEDULE (MPS)

Lot Size : DTF :


Safety Stock : PTF :
Lead time : Time Periods (Weeks)
On Hand : 1 2 3 4 5 6
Sales Plan ( Sales Forecast )
Actual Orders
Projected Available Balances (PAB)
Available To Promise (ATP)
Cumulative ATP
MPS
Gambar 2.2 Bentuk Umum MPS
Sumber: Gasperz (2008)

Berikut ini merupakan fungsi dari MPS menurut Gasperz (2008), antara lain:
1. Menyediakan atau memberikan input utama kepada sistem perencanaan kebutuhan
material dan kapasitas (material and capacity requirements planning).
2. Menjadwalkan pesanan-pesanan produksi dan pembelian (production and purchase
orders) untuk item-item MPS.
3. Memberikan landasan untuk penentuan kebutuhan sumber daya dan kapasitas.
4. Memberikan basis untuk pembuatan janji tentang penyerahan produk (delivery
promises) kepada pelanggan.

17
Berikut ini merupakan input utama dari MPS menurut Gasperz (2008), antara lain:
1. Data permintaan total, yang berkaitan dengan ramalan penjualan dan pesanan-pesanan.
2. Status inventory, yang berkaitan dengan informasi tentang on-hand inventory, stok yang
dialokasikan untuk penggunaan tertentu (allocated stock), pesanan-pesanan produksi
dan pembelian yang dikeluarkan (released production and purchase orders), dan firm
planned orders. MPS harus mengetahui secara akurat berapa banyak persediaan yang
tersedia dan menentukan berapa banyak yang harus dipesan.
3. Rencana produksi, yang memberikan sekumpulan batas kepada MPS untuk dijumlahkan
dan menentukan tingkat produksi, persediaan, dan sumber daya lain dalam produksi
tersebut.
4. Data perencanaan yang berkaitan dengana aturan-aturan tentang Lot Sizing yang harus
digunakan, Shrinkage Factor, stok pengaman (safety stock), dan waktu tunggu (Lead
time) dari masing-masing item yang biasanya tersedia dalam dokumen induk dari item
(Item Master File).
5. Informasi dari RCCP (Rought Cut Capacity Planning), yaitu berupa kebutuhan
kapasitas untuk mengimplementasikan MPS menjadi salah satu input bagi MPS.

2.5 Material Requirement Planning (MRP)


MRP adalah proses perencanaan produksi dan persediaan dengan menggunakan data
inventory, master production schedule, dan bill of material sebagai basis menentukan
kebutuhan material keseluruhan item. Dalam sistem produksi, MRP dapat digunakan sebagai
penentu berapa material yang dibutuhkan dalam proses produksi, sehingga material yang
dibutuhkan tersebut dapat tersedia sesuai dengan yang dijadwalkan (Gasperz, 2008). Berikut
merupakan tampilan MRP yang ditampilkan pada Gambar 2.3.
MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)
Lot Size :
Safety Stock :
Lead time : Time Periods (Weeks)
On Hand : 1 2 3 4 5 6
Gross Requirements
Schedule Receipt
Projected On-Hand
Projected Available
Net Requirements
Planned Order Receipt
Planned Order Release
Gambar 2.3 Tampilan MRP
Sumber: Gasperz (2008)

18
Berikut ini merupakan fungsi dari MRP menurut Nasution (1992), antara lain:
1. Mampu menentukan kebutuhan pada saat yang tepat, kapan suatu pekerjaan akan selesai
(material harus tersedia) untuk memenuhi permintaan produk yang dijadwalkan
berdasarkan MPS yang direncanakan.
2. Menentukan kebutuhan minimal setiap item, dengan menentukan secara tepat sistem
penjadwalan.
3. Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan, dengan memberikan indikasi kapan
pemesanan atau pembatalan suatu pesanan harus dilakukan.
4. Menentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang sudah
direncanakan. Apabila kapasitas yang ada tidak mampu memenuhi pesanan yang
dijadwalkan pada waktu yang dikehendaki, maka MRP dapat memberikan indikasi
untuk melaksanakan rencana penjadwalan ulang (jika mungkin) dengan menentukan
prioritas pesanan yang realistis. Seandainya penjadwalan ulang ini masih tidak
memungkinkan untuk memenuhi pesanan, maka pembatalan terhadap suatu pesanan
harus dilakukan.
Berikut merupakan input utama dari MPS menurut Nasution (2008), antara lain:
1. Jadwal Induk Produksi (Master Production Schedule)
Merupakan suatu rencana produksi yang menggambarkan hubungan antara kuantitas
setiap jenis produk akhir yang diinginkan dengan waktu penyediaannya
2. Struktur Produk (Product structure Record & Bill of Material)
Merupakan kaitan antara produk dengan komponen penyusunnya. Informasi yang
dilengkapi untuk setiap komponen ini meliputi :
Jenis komponen
Jumlah yang dibutuhkan
Tingkat penyusunannya
Selain ini ada juga masukan tambahan seperti :
Pesanan komponen dari perusahaan lain yang membutuhkan
Peramalan atas item yang bersifat tidak bergantungan.
3. Status Persediaan (Inventory Master File atau Inventory Status Record)
Menggambarkan keadaan dari setiap komponen atau material yang ada dalam
persediaan, yang berkaitan dengan :
Jumlah persediaan yang dimiliki pada setiap periode (on hand inventory )
Jumlah barang dipesan dan kapan akan datang (on order Inventory )
Waktu ancang-ancang ( lead time ) dari setiap bahan.
19
Status persediaan ini harus diketahui untuk setiap bahan atau item dan diperbaharui
setiap terjadi perubahan untuk menghindari adanya kekeliruan dalam perencanaan.

2.5.1 Langkah-langkah Pengerjaan MRP


Sistem MRP memerlukan syarat pendahuluan dan asumsi-asumsi yang harus dipenuhi,
ketika syarat pendahuluan dan asumsi-asumsi telah terpenuhi maka terdapat empat langkah
dasar pengolahan MRP menurut Nasution (2008), yaitu:
a. Netting (kebutuhan bersih)
Proses perhitungan kebutuhan bersih untuk setiap periode selama horison perencanaan.
b. Lotting (kuantitas pesanan)
Proses penentuan besarnya ukuran jumlah pesanan yang optimal untuk sebuah item,
berdasarkan kebutuhan bersih yang dihasilkan.
c. Offsetting (rencana pemesanan)
Bertujuan untuk menentukan kuantitas pesanan yang dihasilkan proses lotting.
Penentuan rencana saat pemesanan ini diperoleh dengan cara mengurangkan saat
kebutuhan bersih yang harus tersedia dengan waktu ancang-ancang (Lead Time).
d. Exploding
Merupakan proses perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat (level) yang lebih bawah
dalam suatu struktur produk, serta didasarkan atas rencana pemesanan.

2.5.2 Metode Lot Sizing Pada MRP


Terdapat 4 teknik penetapan lot sizing yang digunakan, yaitu Lot for Lot (LFL),
Economic Order Quantity (EOQ), Period Order Quantity (POQ), dan Least Unit Cost
(LUC). Berikut ini merupakan teknik-teknik penetapan lot sizing dari MRP.
1. Lot For Lot
Merupakan teknik Lot Sizing yang paling sederhana yaitu berdasarkan pada ide
menyediakan persediaan sesuai dengan yang diperlukan saja, jumlah persediaan diusahakan
seminimal mungkin, sehingga bersifat dinamis. Metode ini bertujuan untuk
meminimalisasikan biaya penyimpanan per unit sampai nol karena ukuran lot disesuaikan
dengan kebutuhan. Teknik ini memiliki kelebihan yaitu metode yang tidak memiliki
persediaan sehingga tidak ada biaya simpan. Tetapi teknik ini memiliki kekurangan yaitu
apabila ada pesanan yang datang tiba-tiba dan melebihi jumlah permintaan yang
diperkirakan, perusahaan akan mengalami kesulitan dalam memenuhi permintaan tersebut.
(Arman & Yudha, 2008).

20
2. Economic Order Quantity (EOQ)
EOQ adalah model dasar yang sangat sederhana yang menunjukkan trade-off antara
biaya simpan dan biaya pesan. Model EOQ didapat dengan menurunkan fungsi total biaya
persediaan per periode terhadap kuantitas pemesanan (Arman & Yudha, 2008). Rumus
kuantitas pemesanan sebagai berikut.
2ds
Q= (2-14)
h
Sumber: Arman & Yudha (2008)

Dimana :
Q = kuantitas pemesanan
D = rata-rata permintaan
S = biaya pesan
h = biaya penyimpanan
Untuk menghitung total biaya menggunakan rumus sebagai berikut.

= ( ) + ( ) + (2-15)
2
Sumber: Arman & Yudha (2008)

Dimana:
Q = kuantitas pemesanan
D = demand per periode
S = biaya pesan
H = biaya simpan
C = harga barang per unit
Model ini mengasumsikan bahwa pemesanan dilakukan dalam kurun waktu yang tetap
dan laju permintaan konstan sehingga tidak akan terjadi kekurangan persediaan sampai
pemesanan selanjutnya (Arman & Yudha, 2008).
3. Period Order Quantity (POQ)
POQ menggunakan hasil dari EOQ sebagai dasar penentuan waktu antar pemesanan.
Dengan kata lain, POQ bertujuan untuk mencari reorder point untuk pemesanan dengan
kuantitas sejumlah EOQ. Dengan membagi total permintaan pada satu periode perencanaan
dengan kuantitas pemesanan yang didapat dari perhitungan EOQ, akan didapatkan jumlah
pemesanan dalam satu periode perencanaan yang sesuai dengan EOQ. Periode waktu yang
digunakan pada umumnya dalam minggu atau bulan dalam setahun (Arman & Yudha ,2008).
Demand per periode waktujumlah periode waktu dalam setahun
Jumlah pemesanan = (2-16)
EOQ
Sumber: Arman & Yudha (2008)

21
Setelah melakukan perhitungan jumlah pemesanan maka dilakukan perhitungan waktu
antar pemesanan yang digunakan untuk mengetahui setiap berapa periode waktu sekali
pemesanan perlu dilakukan.
EOQ
Waktu antar pemesanan = (2-17)
D
Sumber: Arman & Yudha (2008)
Dimana D adalah rata-rata demand
Untuk menghitung total biaya per periode menggunakan rumus sebagai berikut.

= ( ) + ( ) + (2-18)
2
Sumber: Arman & Yudha (2008)

Dimana:
Q = kuantitas pemesanan
S = biaya pesan
C = harga barang per unit
D = demand per periode
H = biaya simpan
4. Least Unit Cost (LUC)
Menurut Tersine (1994) perhitungan pada metode LUC mirip dengan Silver Meal,
bedanya adalah Silver Meal dalam pemilihan lot size yang optimal dengan melihat biaya
paling minimum dari setiap periode, sedangkan LUC melihat biaya paling minimum dari
setiap unit. Keputusan ditentukan berdasarkan ongkos per unit (ongkos pengadaan per unit
ditambah ongkos simpan per unit) terkecil dari setiap bakal ukuran lot (trial lot size) yang
akan dipilih. Trial lot size merupakan total lot size dari periode yang dikombinasikan.
Pendekatan LUC dilakukan dengan mengkombinasikan periode yang menghasilkan biaya
per unit paling rendah.
5. Fix Order Quantity (FOQ)
Jumlah Pesanan Tetap (FOQ) ini sangat spesifik untuk menentukan persediaan item.
Penentuan besarnya lot dapat semau kita atau dapat pula memakai intuisi atau melalui faktor-
faktor empirik atau juga sesuai dengan pengalaman pemakai. Kebijaksanaan ini dapat ini
dapat ditempuh untuk item-item yang biaya pemesanan (ordering cost) tinggi, dengan
memenuhi kebutuhan bersih dari periode ke periode. Besarnya jumlah mencerminkan
pertimbangan faktor-faktor luar, seperti peristiwa atau kejadian yang tidak dapat dihitung
dengan teknik-teknik algoritma untuk ukuran lot. Salah satu ciri dari Jumlah Periode FOQ
ini adalah ukuran lotnya selalu tetap, tetapi periode pemesanannya selalu berubah (Arman
& Yudha ,2008).

22
2.6 Perencanaan Gudang
Menurut Tompkins (2010), tujuan perencanaan tata letak gudang adalah sebagai berikut:
1. Utilitas luas lantai secara efektif.
2. Menyediakan pemindahan bahan yang efisien.
3. Meminimalisasi biaya penyimpanan pada saat menyediakan tingkat pelayanan yang
dibutuhkan.
4. Mencapai fleksibilitas maksimum.
5. Menyediakan housekeeping yang baik.
Berdasarkan buku Tompkins et al (2003) terdapat beberapa fungsi gudang yaitu:
1. Receiving, yang meliputi kegiatan
a. Penerimaan semua material yang telah dipesan untuk disimpan dalam gudang
b. Penjaminan terhadap kualitas maupun kuantitas barang sesuai dengan pesanan,
c. Pengalokasian atau pembagian untuk disimpan atau dikirim lagi
2. Inspection and quality Control
Kegiatan ini merupakan bagian dari proses receiving dan dilakukan ketika suppliers
tidak konsisten terhadap kualitas dari produknya.
3. Repackaging
Repackaging merupakan suatu kegiatan memilah produk yang diterima dari supplier
dalam jumlah atau ukuran yang besar dan kemudian dikemas dalam kemasan yang lebih
kecil sesuai dengan permintaan konsumen. Pelabelan ulang dilakukan ketika produk
diterima tanpa tanda yang mudah dibaca oleh sistem atau manusia untuk tujuan
pengidentifikasian barang.
4. Storage
Merupakan suatu keadaan dimana barang menunggu untuk diambil sesuai dengan
permintaan. Bentuk gudang tergantung pada ukuran dan kualitas item yang disimpan,
serta karakter dari proses pemindaahan/penanganan produk.
5. Packaging: Meliputi aktivitas pengepakan barang
6. Order Picking: Aktivitas ini merupakan pross pemindahan barang dari gudang sesuai
dengan permintaan
7. Sortation: Meliputi kegiatan memilah barang sesuai dengan pesanan customer
8. Packing and Shipping
Sebelum dilakukan pengepakan dan pengiriman ke pelanggan, maka terlebih dahulu
dilakukan pengecekan barang yang akan dijual ke pasar. Kemudian dimasukkan ke
dalam container yang sesuai, dengan meneliti dokumen-dokumen pengiriman termasuk

23
packing list, pelabelan alamat, dan bill of loading. Tugas berikutnya adalah menimbang
berat untuk menentukan biaya pengiriman dan memuatnya ke dalam alat angkut.
9. Cross-Docking
Merupakan aktivitas pengeluaran tanda terima barang yang siap untuk dikirim.
10. Replenishing
Merupakan kegiatan memilih barang yang akan diambil dari tempat penyimpanan untuk
melengkapi barang yang akan dikirim.

2.7 Perencanaan Aliran dan Kebutuhan Ruang


Analisis aliran material dan proses ditujukan untuk menentukan proses dan peralatan
yang ditentukan dan bagaimana aliran material secara umum dilakukan. Analisis aliran
tergantung pada:
1. Bahan atau produk (karakteristik, ukuran lot dan jumlah operasi)
2. Strategi dan peralatan material handling (prisnsip pemindahan bahan, satuan yang
dipindah dan peralatan yang dibutuhkan)
3. Tata letak dan konfigurasi bangunan (ukuran, bentuk, jumlah lantai, letak pintu, letak
dan lebar gang, letak departemen).
Masalah aliran muncul dari adanya kebutuhan untuk memindahkan bahan, komponen,
orang dari permulaan proses sampai pada akhir proses untuk mencapai lintasan yang paling
efisien. Hampir setiap orang berpendapat bahwa dalam meningkatkan produktivitas akan
berhasil jika ditunjang oleh aliran elemen yang bergerak melalui fasilitas yang efisien. Aliran
material yang lancar secara otomatis akan mengurangi biaya aliran, dengan demikian tingkat
produktivitas akan meningkat. Lintasan yang simpang siur menunjukkan kurangnya
perencanaan aliran material.
Sebuah aliran barang yang direncanakan dengan baik dan cermat mempunyai beberapa
keuntungan yaitu:
1. Menaikkan efisiensi, produktivitas.
2. Pemanfaatan ruangan pabrik yang lebih efisien.
3. Kegiatan pemindahan yang lebih sederhana.
4. Pemanfaatan peralatan lebih baik, mengurangi waktu menganggur.
5. Mengurangi waktu dalam proses.
6. Mengurangi persediaan dalam proses.
7. Pemanfaatan tenaga kerja lebih efisien.
8. Mengurangi kerusakan produk.

24
9. Kecelakaan minimal.
10. Mengurangi jarak jalan kaki.
11. Mengurangi kemacetan lalu lintas di gang.
12. Sebagai dasar untuk tata letak yang efisien.
13. Lebih mudah untuk supervisi.
14. Pengendalian produksi lebih sederhana.
15. Meminimumkan gerakan balik.
16. Memperlancar aliran produksi.
17. Proses penjadwalan lebih baik.
18. Mengurangi kondisi sibuk.
19. Urutan pekerjaan logis.
20. Tata letak lebih baik.
Dalam sebuah proses produksi, terdapat aliran material dari tiap-tiap proses. Menurut
James M. Apple (1990) terdapat beberapa pola aliran bahan, yaitu:
1. Straight Line (Pola Aliran Garis Lurus)
Pada umumnya pola ini digunakan untuk proses produksi yang pendek dan relatif
sederhana, dan terdiri atas beberapa komponen.

Gambar 2.4 Pola Aliran Garis Lurus


2. Pola Aliran U (U Shaped)
Berdasarkan namanya, pola aliran ini digunakan apabila menginginkan akhir dan awal
proses produksi berada di lokasi yang berbeda. Keuntungan dari pola ini adalah meminimasi
penggunaan fasilitas material handling dan mempermudah pengawasan.

Gambar 2.5 Pola Aliran U

3. Pola Aliran Melingkar (Circular)


Pola ini digunakan apabila departemen penerimaan dan pengiriman berada di lokasi
yang sama.

25
Gambar 2.6 Pola Aliran Melingkar
4. Pola Aliran S (Zig-zag)
Pola ini biasanya digunakan apabila alian proses produksi lebih panjang daripada luas
area. Pada pola ini, arah aliran diarahkan membelok sehingga menambah panjang garis
aliran yang ada. Pola ini digunakan untuk mengatasi keterbatasan area.

Gambar 2.7 Pola Aliran S


Space Requirement adalah produk yang ditempatkan pada lokasi yang lebih spesifik dan
hanya satu jenis produk saja yang ditempatkan pada lokasi penyimpanan tersebut dan
metode ini merupakan bagian dari dedicated storage. Kebutuhan ruang pada gudang untuk
setiap lokasi peletakan produk dapat dihitung dari kebutuhan penyimpanan maksimum
produk tersebut (Apple, 1990).

2.8 Perencanaan layout Pabrik


Menurut Moore (1962), perencanaan layout fasilitas merupaan kegiatan menganalisis,
membentuk, konsep, merancang, dan mewujudkan sistem bagi pembuatan barang dan jasa.
Rancangan ini umumnya digambarkan sebagai rencana lantai, yaitu satu susunan fasiitas
fisik (perlengkapan, tanah, bangunan, dan sarana lain) utnuk mengooptimalkan hubungan
antara petugas pelaksana, aliran barang, aliran unformasi, dan tata cara yang diperlukan
untuk mencapai tujuan usaha secara singkat, ekonomis dan aman.
Menurut Fred E Mayer dalam bukunya Plant layout And Material Handling (1993:1)
menyatakan bahwa: Plant layout is the organization of the companies physical facilities to

26
promote the efficiently use of equipment, material, people, and energy Yang artinya: Tata
letak pabrik adlaah pengorganisasian fasilitas fisik perusahaan untuk meningkatkan efisiensi
penggunaan peralatan, bahan, orang, dan energy.
Menurut Jay Heizer dan Berry Render (2001:272), layout yang efektif dapat membantu
perusahaan mencapai hal-hal berikut:
1. Pemanfaatan yang lebih besar atas ruangan, peralatan dan manusia
2. Arus infrmasi, bahan baku dan manusia yang lebih baik
3. Lebih memudahkkan konsumen
4. Peningkatan moral karyyawan dan kondisi kerja yang lebih nyaman
Pada dasarnya tujuan perancangan fasilitas secara umum, yaitu untuk memenuhi
kapasitas produksi dan kebutuhan kaulitas dengan cara yang ekonomis melali pengaturan
dan kordinasi yang efektif dari fasilitas fisik. Perancangan fasilitas akan menentukan
bagaimana aktivitas-aktivitas dari fasilitas-fasilitas produksi dapat diatur sedemikian rupa
sehingga mampu menunjang upaya pencapaian tujuan pokok secara efektif dan efisien.
Sedangkan komponen-komponen dari perancangan fasilitas adalah perancangan sistem
fasilitas (facility system design), perancangan tata letak (layout design) dan perancangan
sistem penangan material (material handling system design). Dengan demikian faktor-faktor
tersebut akan saling memberikan kontribusi bagig terselenggaranya layout yang optimal.
Perencanaan fasilitas mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam proses operasi
perusahaan. Pengaruh yang paling besar adalah pada sistem dan peralatan material handling.
Pada proses produksi suatu industri manufaktur, untuk mengubah bahan baku menjadi
barang jadi, akan memerlukan aktivitas perpindahan dari satu tempat ke tempat lainnya.
Aktivitas perpindahan meliputi perpindahan bahan, personal/pekerja, ataupun
peralatan/mesin produksi, dalam hal ini perpindahan yang paling sering dilakukan adalah
perpindahan bahan. Adapun secara rinci tujuan perancangan tata letak fasilitas diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Memanfaatkan area yang ada. Perancangan tata letak yang optimal akan memberikan
solusi dalam penghematan penggunaan area (space) yang ada, baik area produksi,
gudang, service dan untuk departemen lainnya.
2. Pendayagunaan pemakaian mesin, tenaga kerja dan fasilitas produksi lebih besar.
Pengaturan yang tepat akan dapat mengurangi investasi dalam peralatan dan
perlengkapan produksi.
3. Meminimumkan material handling. Selama proses produksi akan selalu terjadi aktivitas
perpindahan, baik bahan baku, tenaga kerja, mesin ataupun peralatan produksi lainnya.

27
Proses perpindahan ini memerlukan biaya yang relatif cukup besar. Dengan demikian
perancangan tata letak yang baik harus mampu meminimalkan aktivitas pemindahan
bahan. Tata letak sebaiknya dirancang sedemikian rupa sehingga memungkinkan jarak
angkut dari masing-masing fasilitas dapat diminimalisir.
4. Mengurangi waktu tunggu, kemacetan dan kesimpangsiuran. Waktu tunggu dalam
proses produksi (production delays) yang berlebihan akan dapat dikurangi dengan
pengaturan tata letak yang terkoordinasi dengan baik. Banyaknya perpotongan dari
suatu lintasan produksi seringkali menyebabkan terjadinya kemacetan-kemacetan.
5. Memberikan jaminan keamanan, keselamatan dan kenyamanan bagi tenaga kerja.
Tenaga kerja tentu saja menginginkan bekerja dalam lingkungan yang aman, nyaman
dan menyenangkan. Hal-hal yang dianggap membahayakan bagi kesehatan dan
keselamatan kerja harus dihindari.
6. Mempersingkat proses manufaktur. Dengan memperpendek jarak antara operasi satu
dengan operasi berikutnya, maka waktu yang diperlukan oleh bahan baku berpindah
dari satu stasiun kerja ke stasiun kerja yang lain dapat dipersingkat. Dengan demikian
total waktu produksi juga dapat dipersingkat.
7. Mengurangi persediaan setengah jadi. Persediaan barang setengah jadi (work in process
inventory) terjadi karena belum selesainya proses produksi dari produk yang
bersangkutan. Persediaan barang setengah jadi yang tinggi tidak menguntungkan
perusahaan karena dana yang tertanam sangat besar. Perancangan tata letak yang baik
hendaknya memperhatikan keseimbangan lintasan (line balancing), karena
menumpuknya barang setengah jadi salah satunya disebabkan oleh tidak seimbangnya
lintasan produksi. 8. Mempermudah aktivitas supervisi. Penempatan ruangan supervisor
yang tepat akan memberikan keleluasaan bagi supervisor untuk mengawasi aktivitas
yang sedang berlangsung.

2.8.1 Blocplan
Untuk melakukan perencanaan layout pabrik dapat dilakukan dengan software. Salah
satu software yang digunakan untuk membuat layout adalah blocplan. blocplan merupakan
sistem perencangan tata letak fasilias yang dikembangkan oleh Donaghey dan Pire di
Departemen Teknik Industri di Universitas Houston. Pada blocplan dapat digunakan untuk
menganalisa Single-Story (satu lantai) dan Multi-Story (lebih dari satu lantai) kemudian
blocplan dapat menganalisa maksimum 18 fasilitas dalam suatu tata letak. (Tompkins, 1996)

28
2.8.2 Google SketchUp
Google SketchUp adalah salah satu program atau aplikasi 3D Modelling yang dirancang
untuk arsitek, teknik sipil, pembuat film dan game, serta professional-profesional sejenis.
SketchUp tersedia dalam berbagai versi dan versi terbarunya adalah Google SketchUp 8
(Susrini, 2009).

29
(Halaman ini sengaja dikosongkan)

30
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai langkah-langkah pengerjaan dan diagram alir
dari penelitian.

3.1 Langkah-langkah Pengerjaan


Berikut merupakan langkah-langkah pengerjaan perencanaan dan pengendalian
produksi.
1. Memahami studi kasus
Adapun studi kasus berasal dari data historis penjualan tas pada PT.Fajar Sejahtera,
proses produksi, BOM Tree dan daftar biaya yang mendukung proses penjualan PT. Fajar
Sejahtera.
2. Tinjauan Pustaka
Setelah mengetahui studi kasus dan permasalahan yang ada, langkah selanjutnya adalah
melakukan tinjauan pustaka untuk menemukan metode yang tepat untuk pemecahan masalah
perusahaan PT.Fajar Sejahtera.
3. Identifikasi Masalah
Sebelum melakukan analisis dan pengolahan data, langkah yang harus dilakukan adalah
mengindentifikasi permasalahan yang ada di sebuah perusahaan, adapun perusahaan yang
menjadi pembahasannya adalah PT. Fajar Sejahtera. Adapun permasalahan yang dialami
oleh perusahaan adalah penerapan strategi bersaing yang dengan competitor melalui fasilitas
produksi baru. Adapun tujuan melakukan perencanaan dan pengendalian produksi ini adalah
peningkatan kemampuan bersaing dengan competitor lainnya melalui kegiatan peramalan,
perencanaan agregat, disagregat dan tata letak fasilitas produksi.
4. Menentukan tujuan dan manfaat
Adapun tujuan serta manfaat melakukan perencanaan dan pengendalian produksi ini
adalah perusahaan PT.Fajar Sejahtera dapat meningkatkan kemampuan bersaing dengan
competitor lainnya melalui kegiatan peramalan, perencanaan agregat, disagregat dan tata
letak fasilitas produksi.
5. Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Perencanaan dan pengendalian produksi dilakukan untuk mengatur dan meminimalisir
jumlah kerugian yang ungkin terjadi. Terdapat beberapa langkah dalam perencanaan dan

31
pengendalian produksi, meliputi peramalan, agregat, disagregat, MPS dan MRP. Berikut ini
merupakan penjelasan masing-masing langkah perencanaan dan pengendalian produksi:

A. Peramalan
Perencanaan dan peramalan sangat penting dilakukan oleh perusaan guna
meminimalisir kerugian yang terjadi. Aplikasi yang digunakan untuk membuat pola data
permintaan produk untuk tas ransel dan tas selempang pada bulan 37, 38, 39, 40, 41, dan 42
adalah sofware minitab. Berikut ini adalah langkah-langkah yang digunakan untuk melihat
pola data dari produk tas dengan menggunakan software Minitab 16.
a. Buka software Minitab 16.
b. Masukkan data historis permintaan pelanggan untuk produk tas pada worksheet C1.
c. Ganti nama produksi tas pada cell di bawah C1.
d. Klik Stat Time Series Plots Simple - OK.
e. Klik C1 produksi tas Select OK.

Gambar 3.1 Langkah-langkah melihat pola data dengan menggunakan Minitab 16

Terdapat banyak pola data yang tersedia di minitab, oleh karena itu kita perlu memilih
pola data yang sesuai dengan melihat autokorelasi. Analisis autokorelasi merupakan analisis
yang dilakukan untuk melihat hubungan antara masing-masing data pada setiap periode.
32
Berikut ini adalah langkah-langkah yang digunakan untuk melakukan uji autokorelasi
menggunakan software Minitab 16.
a. Klik stat Time series -Autocorelation function
b. Pilih C1 produksi tas Select Ok

Gambar 3.2 Langkah-langkah uji autokorelasi dengan menggunakan Minitab 16

B. Melakukan perencanaan agregat


Proses perencanaan agregat tas pada PT. Fajar Sejahtera dengan manual dan
menggunakan aplikasi solver pada Microsoft Word.
C. Melakukan perencanaan disagregat
Setelah melakukan perencanaan agregat, langkah selanjutnya adalah melakukan
disagregasi. Proses perencanaan disagregasi dilakukan sama halnya dengan perencanaan
agregat yaitu dengan menggunakan aplikasi solver pada Microsoft Word. Disagregasi
dikerjakan dengan metode Linear Programming dengan menggunakan bantuan solver pada
Microsoft Excel. Berikut merupakan langkah- langkah pengerjaan disagregasi untuk satu
periode.
a. Buka aplikasi Ms. Excel pada Windows.
b. Membuat tabel perhitungan disagregat.
Tabel 3.1 Perhitungan Disagregat
Periode 1 1 2 3 4 Total Produksi
T.Ransel
T.Selempang
Total tas
Waktu T.Ransel
Waktu T.Selempang
Total waktu
Batas waktu
c. Membuka tools solver pada Ms. Excel.

33
Gambar 3.4 Interface solver

d. Menentukan set objective dan changing cell.

Gambar 3.5 Menentukan set objective dan changing cell pada solver

e. Menentukan constrain permasalahan.

Gambar 3.6 Menentukan constrain permasalahan pada solver

D. Perhitungan MPS
Adapun penjadwalan MPS (Master Production Scheduling) digunakan untuk
mengetahui kondisi masing-masing barang yang akan di produksi, kapan barang tersebut
akan dibutuhkan, berapa banyak yang dibutuhkan, sehingga dapat digunakan sebagai
landasan penyusunan MRP.
E. Perhitungan MRP
Perhitungan MRP (Material Requirement Planning) digunakan untuk merencanakan
kebutuhan material berdasarkan tahapan waktu sehingga memungkinkan perusahaan untuk
menjaga tingkat persediaan material minimum tetapi sesuai dengan kebutuhan produksi.
6. Perencanaan Fasilitas
Perencanaan fasilitas menentukan bagaimana suatu aset tetap perusahaan digunakan
secara baik untuk menunjang tujuan perusahaan. Bagi suatu perusahaan manufaktur,
perencanaan fasilitas termasuk menentukan bagaimana fasilitas pabrik digunakan secara

34
efektif dan efisien dalam menunjang produksi. Berikut ini merupakan langkah perencanaan
fasilitas yang dibutuhkan perusahaan:
A. Membuat SLP
Systematic layout Planning (SLP) banyak digunakan untuk berbagai macam persoalan
yang meliputi antara lain problem produksi, transportasi, pergudangan, suporting services
dan aktifitas-aktifitas yang dijumpai dalam perencanaan perusahaan. Adapun pembuatan
SLP dengan bantuan software blocplan. Berikut merupakan langkah-langkah pengerjaan
SLP dengan menggunakan software blocplan.
1. Merencanakan tata letak fasilitas PT. Fajar Sejahtera yang meliputi systematic layout
planning (SLP) dan desain layout.
a. Membuat SLP menggunakan bantuan software blocplan untuk memudahkan
dalam menciptakan alternatif-alternatif layout yang sesuai dengan kebutuhan.
Berikut merupakan langkah-langkah pembuatan layout dengan software blocplan.
1) Buka aplikasi DOSbox seperti pada gambar 3.7.

Gambar 3.7 Jendela awal DOSbox

2) Buka aplikasi DOSbox seperti pada gambar 3.7 Input directory dimana folder
software blocplan ditempatkan pada Hard Disk. Ketik mount c c:\Blocplan
(tekan enter). Input c:\ untuk mengganti Directory Z menjadi C: ( C:
merupakan tempat dimana blocplan berada). Input directory untuk melihat
daftar folder pada Directory C:. Pada C:\> Input BPLAN90.EXElalu tekan
enter.
b. Membuat rancangan layout tata letak fasilitas produksi PT. Fajar Sejahtera dengan
menggunakan bantuan software blocplan
1) Tekan enter pada jendela awal blocplan

35
Gambar 3.8 Jendela awal DOS box

2) Pilihan input data Disk (D) merupakan file yang sudah disimpan sebelumnya
di hard drive komputer, sedangkan Keyboard (K) merupakan file baru yang
akan di input. Pilihlah (K).

Gambar 3.9 Input data disk

3) Masukkan jumlah departemen di dalam kantor, maksimum 18 buah karena ada


6 bagian yang ada pada PT. Fajar Sejahtera sesuai dengan ARC yang telah
dibuat, maka dimasukkan 6.

Gambar 3.10 Input jumlah departement

4) Masukkan Masukkan nama-nama departemen beserta luas areanya sampai


dengan bagian ke-6. Kemudian konfirmasi data luas area masing-masing
bagian.
5) Masukkan hubungan kedekatan antar departemen yang didapatkan
berdasarkan ARC lalu tekan enter untuk menginput relasi ke departemen
selanjutnya.

36
Gambar 3.11 Input hubungan antar departement

6) Masukkan nilai Vektor, gunakan angka default blocplan saja.


7) Rekapitulasi skor tiap departemen yang dihitung berdasarkan nilai vektor.
8) Pada menu utama pilih opsi 3 Single Story layout seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 3.12.

Gambar 3.12 Tampilan menu utama

9) Setelah memilih Menu Single Story, pilih opsi nomor 4 Automatic Search
seperti pada Gambar 3.13.

Gambar 3.13 Tampilan menu single story

10) Pilih jumlah layout yang ingin dihasilkan, Masukkan lima untuk lima alternatif
layout yang ingin dimunculkan. Seperti pada gambar 3.14.

37
Gambar 3.14 Tampilan jumlah layout
11) Setelah dilakukan komputasi pada lima layout, akan ditampilkan nilai
adjacency score dari tiap layout yang dihasilkan. Pilih nilai adjacency yang
paling mendekati 1. Untuk gambar nilai adjacency score masing-masing
alternatif layout dapat ditunjukkan pada Gambar 3.15.

Gambar 3.15 Hasil Adjacency score

12) Gambar salah satu alternatif layout hasil komputasi dapat ditunjukkan pada
Gambar 3.16.

Gambar 3.16 Alternatif layout yan dihasilkan

1. Melakukan analisis dan pembahasan alternatif output yang dihasilkan.


2. Menghasilkan output berupa desain alternatif layout tata letak fasilitas PT. Fajar
Sejahtera.
3. Memberikan kesimpulan dan saran terhadap alternatif output yang telah dirancang
untuk layout tata letak fasilitas produksi PT. Fajar Sejahtera.

38
B. Mendesain layout
Setelah membuat Systematic layout Planning (SLP), langkah selanjutnya adalah
mendesain layout yang tepat bagi perusahaan. Desain layout yang direncanakan nanti harus
sesuai dengan kebutuhan perusahaan dengan mempertimbangkan jumlah pekerja yang, luas
wilayah serta beban kerja. Adapun pembuatan desain layout menggunakan software
sketchup.
7. Analisis dan Pembahasan
Langkah ini menjelaskan mengenai hasil dan hal-hal yang didapatkan berdasarkan
analisis yang telah dilakukan sebelumnya. Hasil yang diperoleh diharapkan mampu
menyelesaikan permasalahan yang sedang di alami perusahaan.
8. Desain layout Tata Letak Fasilitas
Adapun output yang dihasilkan dari perencanaan tata letak fasilitas adalah sebuah desain
layout yang sesuai untuk perusahaan PT.Fajar Sejahtera. Dengan adanya layout yang tepat,
diharapkan perusahaan dapat mengoptimalkan kegiatan produksinya.
9. Kesimpulan dan Saran
Setelah melakukan analisis dan pengolahan data, langkah selanjutnya adalah membuat
kesimpulan dan saran berdasarkan hasil yang didapat dari pengolahan data sebelumnya.
Adapun kesimpulan dan saran biasanya berisi mengenai penyelesaian permasalahan yang
ada.

39
3.2 Diagram Alir
Berikut merupakan diagram alir dari perencanaan dan pengendalian produksi yang
ditampilkan pada Gambar 3.17.

Mulai A

Perencanaan
Studi Kasus Fasilitas
1. SLP
2. Desain Layout
Tinjauan Pustaka

Identifikasi Masalah Analisis dan


Pembahansan

Desain
Layout
Menentukan Tujuan
dan Manfaat

Kesimpulan dan
Saran
Perencanaan dan Pengendalian
Produksi
1. Peramalan
2. Agregat Tahap Perencanaan
3. Disagregat
Selesai
4. MPS
5. MRP

A
Gambar 3.17 Diagram alir penelitian

40
BAB V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai proses pengolahan data serta analis dan
pembahasan dari hasil pengolahan data yang dilakukan.

4.1 Peramalan
Dari data studi kasus yang ada dilakukan peramlan untuk 6 periode ke depan dengan
menggunakan metode Double Exponensial Smoothing, linear trend analysis dan S-Curve
Analysis. Setelah didapatkan hasil peramalan selanjutnya dilakukan autokorelasi dan
kemudian dibandingkan untuk mendapatkan metode yang tepat.

4.1.1 Interpretasi Grafik


Setelah mengetahui data historis permintaan tas selama 3 tahun terakhir, maka
selanjutnya adalah melihat pola data dari data historis tersebut untuk mengetahui metode
peramalan yang sesuai. Gambar 4.1, Gambar 4.2 dan Gambar 4.3 merupakan grafik pola
data linear trend model, quadratic trend, s-curve trend model, exponential growth trend,
dan double exponensial smoothing.
Trend Analysis Plot for tas
Linear Trend Model
Yt = 968.4 + 48.5*t

3000 Variable
Actual
Fits
Forecasts
2500
Accuracy Measures
MAPE 7.1
MAD 116.7
2000 MSD 17088.2
tas

1500

1000

4 8 12 16 20 24 28 32 36 40
Index

Gambar 4.1 Pola data linear trend model

Trend Analysis Plot for tas


Quadratic Trend Model
Yt = 955.5 + 50.54*t - 0.055*t**2

3000 Variable
Actual
Fits
Forecasts
2500
Accuracy Measures
MAPE 7.1
MAD 116.2
2000 MSD 17060.2
tas

1500

1000

4 8 12 16 20 24 28 32 36 40
Index

Gambar 4.2 Pola data quadratic trend model

41
Trend Analysis Plot for tas
S-Curve Trend Model
Yt = (10**4) / (2.97308 + 7.42041*(0.940330**t))
3000 Variable
Actual
Fits
Forecasts
2500
Curv e Parameters
Intercept 962.14
Asy mptote 3363.51
2000 Asy m. Rate 0.94

tas
Accuracy Measures
MAPE 7.0
1500 MAD 115.3
MSD 17020.8

1000

4 8 12 16 20 24 28 32 36 40
Index

Gambar 4.3 Pola data s-curve trend model

Trend Analysis Plot for tas


Growth Curve Model
Yt = 1073.66 * (1.02794**t)
3500 Variable
Actual
Fits
3000 Forecasts

Accuracy Measures
MAPE 7.8
2500
MAD 130.9
MSD 22869.8
tas

2000

1500

1000

4 8 12 16 20 24 28 32 36 40
Index

Gambar 4.4 Pola data exponential growth trend model

Smoothing Plot for tas


Double Exponential Method

Variable
3500 Actual
Fits
Forecasts
3000 95.0% PI

Smoothing Constants
Alpha (lev el) 0.416303
2500
Gamma (trend) 0.054502
tas

Accuracy Measures
2000 MAPE 8.3
MAD 132.3
MSD 24379.8
1500

1000

4 8 12 16 20 24 28 32 36 40
Index

Gambar 4.5 Pola data double exponential smoothing


Dari gambar pola data linear trend model dapat diketahui nilai MAPE sebesar 7.1, MAD
sebesar 116.7 dan MSD 17088.2. Untuk pola data quadratic trend model nilai MAPE
sebesar 7.1, MAD sebesar 116.2 dan MSD 17060.2 Hasil ini berbeda dengan S-Curve Trend
model yang menunjukkan nilai MAPE sebesar 7.0, MAD sebesar 115.3 dan MSD sebesar
17020.8. Untuk pola data exponential growth trend model nilai MAPE sebesar 7.8, MAD
sebesar 130.9 dan MSD 22869.8. Sedangkan double exponential smoothing sebesar MAPE
sebesar 8.3 , MAD sebesar 132.3 dan MSD sebesar 24379.8.

4.1.2 Autokorelasi
Selanjutnya untuk mengetahui metode peramalan yang sesuai digunakan, maka
dilakukan uji Autokorelasi. Analisis autokorelasi merupakan analisis yang dilakukan untuk

42
melihat hubungan antara masing-masing data pada setiap periode. Suatu data dikatakan
memiliki pola data trend apabila pada periode awal kondisi lag jauh berbeda dari nol namun
pada periode akhir kondisi lag mendekati nol. Sedangkan suatu data dikatakan memiliki pola
seasonal apabila terdapat satu atau lebih lag yang melebihi garis putus-putus dan terdapat
pola data yang berulang pada interval waktu tertentu. Berikut ini merupakan hasil dari
autokorelasi dengan menggunakan Minitab 16 yang ditampilkan pada Gambar 4.6.
Autocorrelation Function for Produksi Tas
(with 5% significance limits for the autocorrelations)

1.0
0.8
0.6
0.4
Autocorrelation

0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0

1 2 3 4 5 6 7 8 9
Lag

Gambar 4.6 Hasil uji autokorelasi produksi tas dengan menggunakan Minitab 16

Berdasarkan hasil uji autokorelasi pada Gambar 4.4 dapat diketahui bahwa lag pada
periode awal berbeda jauh dari nol sedangkan pada periode akhir kondisi lag mendekati nol.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa data produksi tas memiliki pola data trend. Metode
peramalan yang tepat digunakan untuk pola data trend adalah trend analysis dan double
exponential smoothing.

4.1.3 Peramalan Produk


Peramalan adalah memperkirakan jumlah sesuatu pada waktu yang akan datang
berdasarkan data pada masa lampau. Peramalan dilakukan untuk mengurangi ketidakpastian
terhadap sesuatu yang akan terjadi dimasa yang akan datang. Berikut ini merupakan hasil
peramalan produk dengan menggunakan metode double exponensial smoothing, linear trend
analysis dan s-curve analysis yang ditampilkan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil Forecast Produksi Tas
Trend Analysis Plot Double
Periode Exponensial
Linear Quaratic Exponential Growth S-Curve
Smoothing
1 2764 2751 2976 2678 2773
2 2812 2797 3060 2711 2823
3 2861 2844 3145 2743 2873
4 2909 2890 3233 2773 2923
5 2958 2936 3323 2803 2972
6 3006 2982 3416 2831 3022

43
4.1.4 Perbandingan Peramalan
Setelah melakukan peramalan dengan metode peramalan, maka selanjutnya adalah
menentukan hasil peramalan yang tepat digunakan. Metode peramalan tentu saja akan
menghasilkan kesalahan. Jika tingkat kesalahan yang dihasilkan semakin kecil, maka hasil
peramalan akan semakin mendekati tepat. Alat ukur yang digunakan untuk menghitung
kesalahan prediksi antara lain mean square error (MSE), mean absolute percentage error
(MAPE) dan mean ansolute deviation (MAD). Dalam minitab 16, MSE disebut juga dengan
MSD. Berikut ini adalah hasil dari error peramalan untuk produk tas yang ditampilkan pada
Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil Error Peramlan Produksi Tas
Exponensial Double
Error Linear Quadratic S-Curve
Growth Exponential
Peramalan Trend Trend Trend
Trend Smoothing
MAPE 7,1 7,1 7,8 7 8,3
MAD 116,7 116,2 130,9 115,3 132,3
MSD 17088,2 17060,2 22869,8 17020,8 24379,8

Dari tabel 4.2 Dapat dilihat bahwa hasil error peramalan yang muncul dari pengolahan
data peramalan dengan metode Trend Analysis Model dan Double Exponential Smoothing.
Dari kedua metode tersebut, terlihat bahwa berdasarkan error peramalan yaitu MAPE, MAD
dan MSD yang memiliki hasil paling kecil adalah metode peramalan S-Curve Trend dengan
MAPE sebesar 7, MAD sebesar 115,3 dan MSD sebesar 17020,8. Oleh karena itu, dipilih
metode S-Curve Trend untuk produk tas pengolahan data lebih lanjut.

4.2 Perencanaan Agregat


Perencanaan agregat bertujuan memberikan keputusan yang optimum berdasarkan
sumberdaya yang dimiliki perusahaan dalam memenuhi permintaan akan produk yang
dihasilkan. Dalam perencanaan agregat terdapat tiga strategi yaitu chase strategy, level
strategy dan mixed strategy. Dimana selanjutnya akan dipilih metode yang paling optimal
dengan membandingkan total biaya yang dikeluarkan untuk masing-masing metode.
Berdasarkan data-data sebagai berikut.
Tabel 4.3 Data Biaya Produksi PT. Fajar Sejahtera
Biaya pekerja/jam Rp 18,750.00
Biaya lembur/jam Rp 28,125.00
Biaya hire Rp 1,500,000.00
Biaya fire Rp 1,500,000.00
Biaya inventory/ Unit / Bulan Rp 25,000.00

44
Biaya inventory/ Jam / Bulan Rp 34,482.76

Tabel 4.4 Data Waktu Produksi PT. Fajar Sejahtera


Produk Waktu (menit) Waktu (Jam)
Tas Ransel 49 0.816666667
Tas Selempang 43.5 0.725

Tabel 4.5 Data Waktu Kerja PT. Fajar Sejahtera


Hari Kerja 20
Jam Kerja 160
Lembur 40

Tabel 4.6 Data Permintaan Kerja PT. Fajar Sejahtera


Demand (unit) Demand (jam)
2678 1941.55
2711 1965.475
2743 1988.675
2773 2010.425
2803 2032.175
2831 2052.475

4.2.1 Chase Strategy


Dalam sub bab ini akan dilakukan perhitungan perencanaan agregat dengan
menggunakan chase strategy atau dengan melakukan variasi tenaga kerja yang digunakan
untuk melakukan produksi tas. Tabel 4.7 merupakan perhitungan perencanaan agregat
dengan chase strategy.
Tabel 4.7 Perhitungan Agregat Menggunakan Metode Chase
Bulan 1 2 3 4 5 6
Kebutuhan (Unit) 2678 2711 2743 2773 2803 2831
Hari kerja (Hari) 20 20 20 20 20 20
Total jam kerja
reguler/Bln (Jam) 160 160 160 160 160 160
Total jam kerja
lembur/Bln (Jam) 40 40 40 40 40 40
Total jam kerja
tersedia (Jam) 200 200 200 200 200 200
Total Demand
(Jam) 1986.183 2010.6583 2034.3917 2056.6417 2078.8917 2099.6583
Pekerja
dibutuhkan
(Orang) 10 11 11 11 11 11
Pekerja tersedia
(Orang) 0 10 11 11 11 11
Pekerja
digunakan
(Orang) 10 11 11 11 11 11
Pekerja lembur
(Orang) 10 7 7 8 8 9
Biaya lembur Rp Rp Rp Rp Rp Rp
pekerja (Rupiah) 11,250,000 7,875,000 7,875,000 9,000,000 9,000,000 10,125,000

45
Tabel 4.7 Perhitungan Agregat Menggunakan Metode Chase (Lanjutan)
Bulan 1 2 3 4 5 6
Hire pekerja
(Orang) 10 1 0 0 0 0
Biaya hire Rp Rp Rp Rp Rp Rp
(Rupiah) 15,000,000 1,500,000 - - - -
Firing
(Orang) 0 0 0 0 0 0
Biaya firing Rp Rp Rp Rp Rp Rp
(Rupiah) - - - - - -
Kapasitas
produksi
regular
(Jam)
1600 1760 1760 1760 1760 1760
Kapasitas
produksi
lembur (Jam) 400 280 280 320 320 360
Kapasitas
produksi total
(Jam) 2000 2040 2040 2080 2080 2120
Unit
diproduksi
(jam) 2000 2040 2040 2080 2080 2120
Persedian
13.82 29.34 5.61 23.36 1.11 20.34
(Jam)
Kumulatif
Persediaan 13.82 43.16 48.77 72.13 73.23 93.58
(Jam)
Biaya
persediaan Rp Rp Rp Rp Rp Rp
(Rupiah) 465,730 1,454,775 1,643,820 2,431,179 2,468,539 3,154,213
Total cost Rp Rp Rp Rp Rp Rp
(Rupiah) 56,715,730 43,829,77 42,518,820 44,431,179 44,468,539 46,279,213
Rp
Total Biaya 278,243,258

Berikut ini merupakan contoh perhitungan manual produksi tas pada periode 1 yang
dapat dilihat pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8 Perhitungan Manual Agregat Menggunakan Metode Chase
No Variabel Perhitungan
1. Pekerja dibutuhkan 1986.183333
= = 10
200
2. Pekerja yang tersedia Jumlah pekerja yang dimiliki periode sebelumnya = 0
3. Pekerja yang Jumlah pekerja yang dibutuhkan = 10
digunakan
4. Biaya pokok pekerja Jumlah pekerja digunakan biaya pekerja/jam jumlah jam kerja
regular
= 10 18.750 160
= Rp 30.000.000
5. Biaya lembur pekerja Jumlah pekerja lembur biaya lembur/jam jumlah jam lembur
= 10 28.125 40 = Rp 11.250.000
6. Biaya hire Jumlah hire pekerja biaya hire
=10 x Rp 1.500.000 = Rp 15.000.000
7. Biaya fire Jumlah fire pekerja biaya fire

46
= 0 Rp 1.500.000 = Rp 0,-

Tabel 4.8 Perhitungan Manual Agregat Menggunakan Metode Chase (Lanjutan)


No Variabel Perhitungan
8. Kapasitas produksi Pekerja digunakan total jam kerja reguler/bulan
regular = 10 x 160
= 1600
9. Kapasitas produksi Pekerja lembur total jam kerja lembur/Bln
lembur = 10 40
= 400
10. Kapasitas produksi Kapasitas produksi regular + kapasitas produksi lembur
total = 1600 + 400
= 2000
11. Unit Produksi(jam) Kapasita produksi total
= 2000
12. Persediaan (jam) Unit produksi (jam) Total Demand (jam)
= 13.81666667
13. Komulatif Persediaan Kumulatif persediaan periode sebelumnya(jam) + unit produksi(jam)
total demand(jam)
= 13.81666667
14. Biaya Persediaan Biaya inventory/ Jam / Bulan kumulatif persediaan(jam)
= Rp33.707 13.81666667
= Rp. 465,730
15. Total biaya Biaya pokok pekerja + biaya lembur pekerja + biaya hire + biaya fire
+biaya persediaan
= Rp 30.000.000 + Rp 11.250.000 + Rp 15.000.000 + Rp 0,- + Rp.
465.730
= Rp. 56.715.730.54
16. Total biaya Total cost periode 1 + total cost periode 2 + total cost periode 3 + total
keseluruhan periode cost periode 4 + total cost periode 5 + total cost periode 6
= Rp 56.250.00 + Rp 42.375.000 + Rp 40.875.000 + Rp 42.000.000 + Rp
42.000.000 + Rp 43.125.000
= Rp. 278.243.258

Berdasarkan perhitungan menggunakan Ms. Excel dengan metode chase strategy


didapatkan bahwa pekerja yang digunakan pada periode 1 sebanyak 10 dengan pekerja
lembur 10, periode 2 pekerja yang digunakan sebanyak 11 dengan pekerja lembur 7, periode
3 pekerja yang digunakan sebanyak 11 dengan pekerja lembur 11, periode 4 pekerja yang
digunakan sebanyak 11 dengan pekerja lembur 8, periode 5 pekerja yang digunakan
sebanyak 11 dengan pekerja lembur 8, periode 6 pekerja yang digunakan sebanyak 11 dan
pekerja lembur sebanyak 9. Biaya pekerja yang regular sebesar Rp 195.000.000, biaya
pekerja lembur sebesar Rp 55.125.000, biaya hiring sebesar Rp 16.500.000 dan biaya firing
sebesar Rp 0 karena tidak ada pekerja yang diberhentikan. Sehingga didapatkan total biaya
untuk metode chase strategy yaitu sebesar Rp 278.243.258.

47
4.2.2 Level Strategy
Dalam sub bab ini akan dilakukan perhitungan perencanaan agregat dengan
menggunakan level strategy atau dengan melakukan produksi dalam jumlah yang tetap.
Dengan menggunakan data yang sama dengan data pada chase maka akan dilakukan
perhitungan perencanaan agregat dengan level strategy. Tabel 4.9 merupakan perhitungan
perencanaan agregat dengan level strategy.
Tabel 4.9 Perhitungan Agregat Menggunakan Metode Level
Bulan 1 2 3 4 5 6
Kebutuhan
(Unit) 2678 2711 2743 2773 2803 2831
Hari kerja (Hari) 20 20 20 20 20 20
Total jam kerja
reguler/Bln
(Jam) 160 160 160 160 160 160
Total jam kerja
lembur/Bln
(Jam) 40 40 40 40 40 40
Total jam kerja
tersedia (Jam) 200 200 200 200 200 200
Total Demand
1986.18 2010.66 2034.39 2056.64 2078.89 2099.66
(Jam)
Pekerja
dibutuhkan
(Orang) 10 10 10 10 10 10
Pekerja tersedia
(Orang) 0 10 10 10 10 10
Pekerja
digunakan
(Orang) 11 11 11 11 11 11
Pekerja lembur
(Orang) 9 9 9 9 9 9
Biaya pokok Rp Rp Rp Rp Rp Rp
pekerja (Rupiah) 33,000,000 33,000,000 33,000,000 33,000,000 33,000,000 33,000,000
Biaya lembur Rp Rp Rp Rp Rp Rp
pekerja (Rupiah) 10,125,000 10,125,000 10,125,000 10,125,000 10,125,000 10,125,000
Hire pekerja
(Orang) 11 1 1 1 1 1
Biaya hire Rp Rp Rp Rp Rp Rp
(Rupiah) 16,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000
Firing (Orang) 0 0 0 0 0 0
Biaya firing Rp Rp Rp Rp Rp Rp
(Rupiah) - - - - - -
Kapasitas
produksi regular
(Jam)
1760 1760 1760 1760 1760 1760
Kapasitas
produksi lembur
(Jam) 360 360 360 360 360 360

48
Tabel 4.9 Perhitungan Agregat Menggunakan Metode Level (Lanjutan)
Bulan 1 2 3 4 5 6
Persedian (Jam) 133.82 109.34 85.61 63.36 41.11 20.34
Kapasitas
produksi total
(Jam) 2120 2120 2120 2120 2120 2120
Unit diproduksi
(jam) 2120 2120 2120 2120 2120 2120
Kumulatif
133.82 243.16 328.77 392.13 433.23 453.58
Persediaan (Jam)
Rp
Biaya persediaan Rp Rp Rp Rp Rp 15,289,04
(Rupiah) 4,510,674 8,196,348 11,082,022 13,217,696 14,603,370 4
Rp
Total cost Rp Rp Rp Rp Rp 59,914,04
(Rupiah) 64,135,674 52,821,348 55,707,022 57,842,696 59,228,370 4
Rp
Total Biaya 349,649,1
5

Berikut ini merupakan contoh perhitungan manual produksi tas pada periode 1 yang
dapat dilihat pada Tabel 4.10.
Tabel 4.10 Perhitungan Manual Agregat Menggunakan Metode Level
No Variabel Perhitungan
1. Pekerja dibutuhkan Total demand/total jam kerja tersedia
= 1986.18/200
= 10
2. Pekerja yang tersedia Jumlah pekerja yang dimiliki periode sebelumnya = 0
3. Pekerja yang digunakan Jumlah pekerja yang dibutuhkan = 10
4. Biaya pokok pekerja Jumlah pekerja digunakan biaya pekerja/jam jumlah jam kerja
regular
= 11 18.750 160
= Rp 33.000.000
5. Biaya lembur pekerja Jumlah pekerja lembur biaya lembur/jam jumlah jam lembur
= 9 28.125 40
= Rp 10,125,000
6. Hire pekerja Pekerja digunakan pekerja tersedia
= 11 0
= 11
7. Biaya hire Jumlah hire pekerja biaya hire
=11x Rp 1.500.000
= Rp 16.500.000,00
7. Biaya Fire Jumlah fire pekerja biaya fire
= 0 Rp 1.500.000
= Rp 0,-
\8. Kapasitas produksi Pekerja digunakan total jam kerja reguler/bulan
regular = 11 x 160
= 1760
9. Kapasitas produksi Pekerja lembur total jam kerja lembur/Bln
lembur = 9 40
= 360
10. Kapasitas produksi total Kapasitas produksi regular + kapasitas produksi lembur
= 1760 + 360

49
= 2000

Tabel 4.10 Perhitungan Manual Agregat Menggunakan Metode Level (Lanjutan)


No Variabel Perhitungan
11. Unit Produksi(jam) Kapasitas produksi total
= 2120
12. Persediaan (jam) Unit produksi (jam) Total Demand (jam)
= 2120 1986.183
= 133.8166667
13. Komulatif Persediaan Komulatif persediaan periode sebelumnya(jam) + unit produksi(jam)
total demand(jam)
= 0 + 2120 1986.183
= 133.8166667
14. Biaya Persediaan Biaya inventory/ Jam / Bulan komulatif persediaan(jam)
= Rp 33.707 x 133.8166667
= Rp. 4,510,674
15. Total biaya Biaya pokok pekerja + biaya lembur pekerja + biaya hire + biaya fire +
biaya persediaan
= Rp 33.000.000 + Rp 10,125,000 + Rp 16.500.000 + Rp 0,- + Rp.
4,510,674
= Rp 64,135,674
16. Total biaya keseluruhan Total cost periode 1 + total cost periode 2 + total cost periode 3 + total cost
periode periode 4 + total cost periode 5 + total cost periode 6
= Rp 64,135,674 + Rp 52,821,348 + Rp 55,707,022 + Rp 57,842,696 + Rp
59,228,370 + Rp 59,914,044
= Rp 349,649,157

Berdasarkan perhitungan menggunakan Ms. Excel dengan metode level strategy


didapatkan bahwa pekerja yang digunakan pada periode 1 sebanyak 11 dengan pekerja
lembur 9, periode 2 pekerja yang digunakan sebanyak 11 dengan pekerja lembur 9, periode
3 pekerja yang digunakan sebanyak 11 dengan pekerja lembur 9, periode 4 pekerja yang
digunakan sebanyak 11 dengan pekerja lembur 9, periode 5 pekerja yang digunakan
sebanyak 11 dengan pekerja lembur 9, periode 6 pekerja yang digunakan sebanyak 11 dan
pekerja lembur sebanyak 9. Biaya pekerja yang regular sebesar Rp 198.000.000, biaya
pekerja lembur sebesar Rp 60.750.000, biaya hiring sebesar Rp 24.000.000 dan biaya firing
sebesar Rp 0 karena tidak ada pekerja yang diberhentikan. Sehingga didapatkan total biaya
untuk metode chase strategy yaitu sebesar Rp 349,649,157.

4.2.3 Metode Linear Programming


Dalam sub bab ini akan dilakukan perhitungan agregat dengan menggunakan metode
Linear Programing dan aplikasi solver yang terdapat pada Microsoft Excel. Dengan
menggunakan data yang sama dengan data pada chase, Tabel 4.11 adalah perhitungan
perencanaan agregat dengan Linear Programming.

50
Tabel 4.11 Perhitungan Agregat Menggunakan Metode Linear Programming
Bulan 1 2 3 4 5 6
Kebutuhan (Unit) 2678 2711 2743 2773 2803 2831
Hari kerja (Hari) 20 20 20 20 20 20
Total jam kerja
reguler/Bln (Jam) 160 160 160 160 160 160
Total jam kerja
tersedia (Jam) 200 200 200 200 200 200
Total jam kerja
lembur/Bln (Jam) 40 40 40 40 40 40
Total Demand
1986.18 2010.66 2034.39 2056.64 2078.89 2099.66
(Jam)
Pekerja
dibutuhkan
(Orang) 10 11 11 11 11 11
Pekerja tersedia
(Orang) 0 12 12 12 13 13
Pekerja
digunakan
(Orang) 12 12 12 13 13 13
Pekerja lembur
(Orang) 2 3 3 0 0 1
Biaya pokok Rp Rp Rp Rp Rp Rp
pekerja (Rupiah) 36,000,000 36,000,000 36,000,000 39,000,000 39,000,000 39,000,000
Biaya lembur Rp Rp Rp Rp Rp Rp
pekerja (Rupiah) 2,250,000 3,375,000 3,375,000 - - 1,125,000
Hire pekerja
(Orang) 12 0 0 1 0 0
Biaya hire Rp Rp Rp Rp Rp Rp
(Rupiah) 18,000,000 - - 1,500,000 - -
Firing (Orang) 0 0 0 0 0 0
Biaya firing Rp Rp Rp Rp Rp Rp
(Rupiah) - - - - - -
Kapasitas
produksi regular
(Jam)
1920 1920 1920 2080 2080 2080
Kapasitas
produksi lembur
(Jam) 80 120 120 0 0 40
Kapasitas
produksi total
(Jam) 2000 2040 2040 2080 2080 2120
Unit diproduksi
(jam) 2000 2040 2040 2080 2080 2120
Persedian (Jam) 13.817 29.3417 5.6083 23.3583 1.10833 20.34167
Kumulatif
Persediaan (Jam) 13.817 43.1583 48.767 72.125 73.23 93.575
Rp
Biaya persediaan Rp 1,454,775.2 Rp Rp Rp Rp
(Rupiah) 465,730.34 8 1,643,820.22 2,431,179.78 2,468,539.33 3,154,213.48
Total cost Rp Rp Rp Rp Rp Rp
(Rupiah) 56,715,730 40,829,775 41,018,820 42,931,179 41,468,539 43,279,213
Rp
Total Biaya 266,243,258

Berikut ini merupakan contoh perhitungan manual produksi tas pada periode 1 yang
dapat dilihat pada Tabel 4.12.

51
Tabel 4.12 Perhitungan Agregat Manual Menggunakan Metode Linear Programming
No Variabel Perhitungan
1. Pekerja dibutuhkan 1986.1833
= = 10
200
2. Pekerja yang tersedia Jumlah pekerja yang dimiliki periode sebelumnya = 0
3. Pekerja yang Jumlah pekerja yang dibutuhkan = 12 (Dicari dengan menggunakan solver)
digunakan
4. Biaya pokok pekerja Jumlah pekerja digunakan biaya pekerja/jam jumlah jam kerja regular
= 12 18.750 160
= Rp 36.000.000,00
5. Biaya lembur pekerja Jumlah pekerja lembur biaya lembur/jam jumlah jam lembur
= 2 28.125 40 = Rp 2.250.000.00
6. Hire pekerja Pekerja digunakan pekerja tersedia
= 12 0
= 12
7. Biaya hire Jumlah hire pekerja biaya hire
=12 x Rp 1.500.000,00
= Rp 18.000,00
8. Biaya Fire Jumlah fire pekerja biaya fire
= 0 Rp 1.500.000,00
= Rp 0,-
9. Kapasitas produksi Pekerja digunakan total jam kerja reguler/bulan
regular = 12 160
= 1920
10. Kapasitas produksi Pekerja lembur total jam kerja lembur/Bln
lembur = 2 40
= 80
11. Kapasitas produksi Kapasitas produksi regular + kapasitas produksi lembur
total = 1920 + 80
= 2000
12. Unit Produksi(jam) Kapasitas produksi total periode saat itu
13. Persediaan (jam) Unit produksi (jam) Total Demand (jam)
= 2000- 1986.183
= 13.8167
14. Komulatif Persediaan Komulatif persediaan periode sebelumnya(jam) + unit produksi(jam) total
demand(jam)
= 0 + 2200 1986.183
= 213.8167
15. Biaya Persediaan Biaya inventory/ Jam / Bulan* komulatif persediaan(jam)
Rp 33,707.87*13.817
= Rp 465,730.00
16. Total biaya Biaya pokok pekerja + biaya lembur pekerja + biaya hire + biaya fire +
biaya persediaan
= Rp 36,000,000.00 + Rp 2,250,000.00 + Rp18,000,000.00 + Rp 0,00 + Rp
465,730.00
= Rp 56,715,730.34
17. Total biaya Total cost periode 1 + total cost periode 2 + total cost periode 3 + total cost
keseluruhan periode periode 4 + total cost periode 5 + total cost periode 6
= Rp 56,715,730.34 + Rp 40,829,775.28 + Rp 41,018,820.22 + Rp
42,931,179.78 + Rp 41,468,539.33 + Rp 43,279,213.48
= Rp 266,243,258.43

Berdasarkan perhitungan menggunakan Ms. Excel dengan metode LP didapatkan


bahwa pekerja yang digunakan pada periode 1 sebanyak 12 dengan pekerja lembur 2,
periode 2 sebanyak 12 dengan pekerja lembur 3, periode 3 sebanyak 12 dengan pekerja

52
lembur 3, periode 4 sebanyak 13 dengan pekerja lembur 0, periode 5 sebanyak 13 dengan
pekerja lembur 0, periode 6 sebanyak 13 dan pekerja lembur sebanyak 1. Biaya pekerja yang
regular sebesar Rp 225,000,000.00, biaya pekerja lembur sebesar Rp 10,125,000.00, biaya
hiring sebesar Rp 19,500,000.00 dan biaya firing sebesar Rp 0 karena tidak ada pekerja yang
diberhentikan. Sehingga didapatkan total biaya untuk metode chase strategy yaitu sebesar
Rp 266,510,344.83.
Berikut ini merupakan perhitungan dengan menggunakan solver yang dapat dilihat pada
Gambar 4.5.

Gambar 4.5 Perhitungan dengan menggunakan solver

Setelah solver dijalankan akan muncul hasil sebagai berikut yang ditampilkan pada
Tabel 4.13.
Tabel 4.13 Output solver
Pekerja digunakan 12 12 12 13 13 13
Pekerja lembur 2 3 3 0 0 1

Dengan mengggunakan solver kita bisa mengetahui jumlah pekerja yang digunakan dan
pekerja lembur agar menghasilkan biaya yang minima untuk memenuhi kebutuhan (jam).
Hasil optimal ini diperoleh dari hasil percobaan dengan memasukkan kemungkinan
kombinasi yang ada dengan batasan bahwa jumlah pekerja yang digunakan dan lembur harus
bernilai integer, jumlah pekerja yang digunakan harus >/= jumlah yang dibutuhkan, pekerja
yang digunakan dan lembur harus >/= 0, unit produksi harus >/= jumlah permintaan (jam).

4.2.4 Analisis Metode Agregat


Berdasarkan perencanaan agregat menggunakan metode chase, level dan linear
programming diperoleh hasil yang berbeda. Tabel 4.14 merupakan perbandingan hasil
perencanaan berdasarkan total cost-nya menggunakan metode chase, metode level dan LP.

53
Tabel 4.14 Tabel Perbandingan Perencanaan Agregat
Metode Chase Metode Level Linear Programming
Total cost Rp 266,625,000.00 Rp 412,278,370.79 Rp 266,243,258.43

Dari tabel 4.14 diatas bisa dilihat bahwa biaya terkecil diperoleh dengan perencanaan
menggunakan metode linear programming, metode linear programming memiliki biaya
termurah yaitu sebesar Rp 266,243,258.43 karena pekerja tidak semuanya harus lembur
tetapi ada juga yang di hire sehingga cost untuk pekerja lebih murah.

4.3 Perencanaan Disagregat


Sebelum melakukan penjadwalan produksi (Master Production Schedule/ MPS),
dilakukan proses disagregasi terlebih dahulu. Proses disagregasi adalah proses merubah hasil
rencana produksi agregat menjadi jumlah yang harus diproduksi untuk setiap produk atau
item. Berikut merupakan forecast produksi tas untuk 6 periode terakhir yang ditampilkan
pada Tabel 4.15.
Tabel 4.15 Data Forecast dan Inventory Produksi Tas
Periode Demand tas Inventory Akhir tas Kebutuhan Produksi
1 2678 19 2697
2 2711 40 2751
3 2743 8 2751
4 2773 32 2805
5 2803 2 2805
6 2831 28 2859

Berikut ini merupakan contoh perhitungan disagregat dengan menggunakan solver


untuk periode 1 yang ditampilkan pada Gambar 4.6.

Gambar 4.6 Perhitungan disagregat dengan menggunakan solver


Berikut ini merupakan contoh output produksi tas pada periode 1 yang ditampilkan
pada Tabel 4.16.

54
Tabel 4.16 Tabel Contoh Perhitungan Perencanaan Disagregat
Periode 1 1 2 3 4 Total Produksi
T.Ransel (Item) 370 371 371 371 1483 1483
T.Selempang (Item) 303 303 304 304 1214 1214
Total tas (Item) 673 674 675 675 2697 2697
Waktu T.Ransel (Jam) 268.25 268.975 268.975 268.975
Waktu T.Selempang (Jam) 224.725 224.725 225.4666667 225.4666667
Total waktu (Jam) 492.975 493.7 494.4416667 494.4416667
Batas waktu (Jam) 500 500 500 500
Perencanaan disagregat menggunakan solver bertujuan untuk mengetahui jumlah
produksi masing-masing tas ransel dan tas selempang agar jumlah yang diproduksi optimal
dengan menggunakan jumlah waktu yang dimilikinya. Untuk mendapatkan hasil yang
optimal, solver melakukan percobaan kemungkinan yang bisa dilakukan dengan batasan
jumlah tas ransel dan tas selempang harus integer, jumlah total tas ransel dan tas selempang
harus sama dengan jumlah produksi untuk tas ransel dan tas selempang dan total waktu
produksi harus </= batas waktu. Batas waktu merupakan waktu maksimum yang
dimiliki/tersedia yang berkaitan dengan jumlah pekerja regular dan pekerja lembur.

4.3.1. Analisis Perencanaan Disagregat


Setelah melakukan perencanaan agregat menggunakan metode linear programming,
maka langkah selanjutnya adalah melakukan perencanaan disagregat. Hasil dari perencanaan
disagregat berupa pemecahan resource sharing sehingga mengetahui kebutuhan tiap produk.
Berikut ini merupakan hasil dari perencanaan disagregat.

a. Hasil Disagregat periode 1


Berikut ini merupakan hasil perencanan disagregat pada periode 1 menggunakan solver
yang ditampilkan pada Tabel 4.17.
Tabel 4.17 Hasil Disagregat Periode 1
Periode 1 1 2 3 4 Total Produksi
T.Ransel (Item) 370 371 371 371 1483 1483
T.Selempang (Item) 303 303 304 304 1214 1214
Total tas (Item) 673 674 675 675 2697 2697
Waktu T.Ransel (Jam) 268.25 268.975 268.975 268.975
Waktu T.Selempang (Jam) 224.725 224.725 225.4666667 225.4666667
Total waktu (Jam) 492.975 493.7 494.4416667 494.4416667
Batas waktu (Jam) 500 500 500 500

55
Dari Tabel 4.17 diatas, dapat diketahui jumlah tas ransel tiap minggu pada periode 1
adalah 370, 371, 371, dan 371. Sedangkan jumlah tas selempang tiap minggu pada periode
1 adalah 303, 303, 304, dan 304.
b. Hasil Disagregat periode 2
Berikut ini merupakan hasil perencanan disagregat pada periode 2 menggunakan solver
yang ditampilkan pada Tabel 4.18.
Tabel 4.18 Hasil Disagregat Periode 2
Periode 2 1 2 3 4 Total Produksi
T.Ransel (Item) 378 378 379 379 1514 1514
T.Selempang (Item) 309 309 310 309 1237 1237
Total tas (Item) 687 687 689 688 2751 2751
Waktu T.Ransel (Jam) 274.05 274.05 274.775 274.775
Waktu T.Selempang (Jam) 229.175 229.175 229.9166667 229.175
Total waktu (Jam) 503.225 503.225 504.6916667 503.95
Batas waktu (Jam) 510 510 510 510

Dari Tabel 4.18 diatas, dapat diketahui jumlah tas ransel tiap minggu pada periode 2
adalah 378, 378, 379, dan 379. Sedangkan jumlah tas selempang tiap minggu pada periode
1 adalah 309, 309, 310, dan 309.
c. Hasil Disagregat periode 3
Berikut ini merupakan hasil perencanan disagregat pada periode 3 menggunakan solver
yang ditampilkan pada Tabel 4.20.
Tabel 4.20 Hasil Disagregat Periode 3
Periode 3 1 2 3 4 Total Produksi
T.Ransel (Item) 378 378 378 379 1513 1513
T.Selempang (Item) 309 309 310 310 1238 1238
Total tas (Item) 687 687 688 689 2751 2751
Waktu T.Ransel (Jam) 274.05 274.05 274.05 274.775
Waktu T.Selempang (Jam) 229.175 229.175 229.9166667 229.9166667
Total waktu (Jam) 503.225 503.225 503.9666667 504.6916667
Batas waktu (Jam) 510 510 510 510

Dari Tabel 4.20 diatas, dapat diketahui jumlah tas ransel tiap minggu pada periode 3
adalah 378, 378, 378, dan 379. Sedangkan jumlah tas selempang tiap minggu pada periode
1 adalah 309, 309, 310, dan 310.
d. Hasil Disagregat periode 4
Berikut ini merupakan hasil perencanan disagregat pada periode 4 menggunakan solver
yang ditampilkan pada Tabel 4.21.

56
Tabel 4.21 Hasil Disagregat Periode 4
Periode 4
1 2 3 4 Total Produksi

T.Ransel (Item) 385 385 386 386 1542 1542


T.Selempang (Item) 315 316 316 316 1263 1263
Total tas (Item) 700 701 702 702 2805 2805
Waktu T.Ransel (Jam) 279.125 279.125 279.85 279.85
Waktu T.Selempang
(Jam) 233.625 234.3666667 234.3666 234.3666667
Total waktu (Jam) 512.75 513.4916667 514.21666 514.2166667
Batas waktu (Jam) 520 520 520 520

Dari Tabel 4.21 diatas, dapat diketahui jumlah tas ransel tiap minggu pada periode 4
adalah 385, 385, 386, dan 386. Sedangkan jumlah tas selempang tiap minggu pada periode
1 adalah 315, 316, 316, dan 316.
e. Hasil Disagregat periode 5
Berikut ini merupakan hasil perencanan disagregat pada periode 4 menggunakan solver
yang ditampilkan pada Tabel 4.22.
Tabel 4.22 Hasil Disagregat Periode 5
Periode 5 1 2 3 4 Total Produksi
T.Ransel (Item) 385 385 386 386 1542 1542
T.Selempang (Item) 315 316 316 316 1263 1263
Total tas (Item) 700 701 702 702 2805 2805
Waktu T.Ransel (Jam) 279.125 279.125 279.85 279.85
Waktu T.Selempang
(Jam) 233.625 234.3666667 234.36666 234.3666667
Total waktu (Jam) 512.75 513.4916667 514.21666 514.2166667
Batas waktu (Jam) 520 520 520 520

Dari Tabel 4.22 diatas, dapat diketahui jumlah tas ransel tiap minggu pada periode 5
adalah 385, 385, 386, dan 386. Sedangkan jumlah tas selempang tiap minggu pada periode
5 adalah 315, 316, 316, dan 316.
f. Hasil Disagregat periode 6
Berikut ini merupakan hasil perencanan disagregat pada periode 4 menggunakan solver
yang ditampilkan pada Tabel 4.23.

57
Tabel 4.23 Hasil Disagregat Periode 6
Periode 6 1 2 3 4 Total Produksi
T.Ransel (Item) 393 393 393 393 1572 1572
T.Selempang (Item) 321 322 322 322 1287 1287
Total tas (Item) 714 715 715 715 2859 2859
Waktu T.Ransel (Jam) 284.925 284.925 284.925 284.925
Waktu T.Selempang
(Jam) 238.075 238.81666 238.816666 238.816666
Total waktu (Jam) 523 523.74166 523.741666 523.741666
Batas waktu (Jam) 530 530 530 530

Dari Tabel 4.23 diatas, dapat diketahui jumlah tas ransel tiap minggu pada periode 6
adalah 393, 393, 393 dan 393. Sedangkan jumlah tas selempang tiap minggu pada periode 6
adalah 321, 322, 322 dan 322.

4.4 MPS (Master Production Schedule)


MPS merupakan pernyataan tentang produk akhir (part pengganti dan suku cadang) dari
suatu perusahaan industri manufaktur yang merencanakan produksi output berkaitan dengan
kuantitas dan periode waktu. MPS digunakan agar dapat menjadwalkan pemesanan
produksi, menentukan kebutuhan sumber daya dan kapasitas, dan membuat delivery promise
kepada pelanggan.

4.4.1 Penentun PTF dan DTF


Penentuan PTF dan DTF dilakukan dengan membuat gantt chart untuk melihat lead
time terlama dari material. Berikut merupakan planning horizon dari produk tas ransel dan
tas selempang yang ditampilkan pada Gambar 4.7.

58
Kantong
Depan

Ziiper 2
Badan Tas
Utama

Zipper 2 1
Kantong
2
Pola
Belakang
Tas
2 Kantong
Depan Tas Ransel

2 0

Tali Strap

2
Pengait Strap

2 1
Busa Strap

2
Kantong
Depan

2
Zipper
Kantong
2
Pola Badan Badan
Tas Slempang
2 1
Zipper
Utama
Tas
2
Slempang
Tali Strap
0
2
Pengait Strap

2 1

Busa Strap

3 Minggu 2 Minggu 1 Minggu


Gambar 4.7 Planning Horizon Tas Ransel Dan Tas Selempang

Dari Gambar 4.7 diatas dapat diketahui bahwa untuk penentuan nilai Planning Time
Fence adalah berdasarkan nilai kumulatif lead time material yang paling lama yaitu
sebanyak 3 minggu. Sedangkan, untuk penentuan nilai Demand Time Fence yang digunakan
adalah nol (DTF=0), hal tersebut seperti yang dikemukakan Gazpers (2008) dikarenakan
pada PT.Fajar Sejahtera untuk pembuatan produknya yaitu make to stock.

59
4.4.2 MPS
Setelah menentukan nilai PTF dan DTF, langkah selanjutnya adalah melakukan
perhitungan MPS. Berikut adalah Perhitungan MPS pada PT.Fajar Sejahtera untuk produk
Tas Ransel yang ditampilkan pada Tabel 4.24.
Tabel 4.24 MPS Tas Ransel
Tas Ransel DTF = 0 PTF = 3
Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Forecast (unit) 370 371 371 371 378 378 379 379 378 378 378 379
Production Forecast (unit)
Actual Demand (unit)
MPS (unit) 370 371 371
PAB (unit)
Available To Promise (unit)
Planned Order (unit) 371 378 378 379 379 378 378 378 379
Periode 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Forecast (unit) 385 385 386 386 385 385 386 386 393 393 393 393
Production Forecast (unit)
Actual Demand (unit)
MPS (unit)
PAB (unit)
Available To Promise (unit)
Planned Order (unit) 385 385 386 386 385 385 386 386 393 393 393 393

Berikut adalah Perhitungan MPS pada PT.Fajar Sejahtera untuk produk Tas
Selempang yang ditampilkan pada Tabel 4.25.
Tabel 4.25 MPS Tas Selempang
Tas Selempang DTF = 0 PTF = 3
Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Forecast (unit) 303 303 304 304 309 309 310 309 309 309 310 310
Production Forecast (unit)
Actual Demand (unit)
MPS (unit) 303 303 304
PAB (unit)
Available To Promise (unit)
Planned Order (unit)
Periode 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Forecast (unit) 315 316 316 316 315 316 316 316 321 322 322 322
Production Forecast (unit)
Actual Demand (unit)
MPS (unit)
PAB (unit)
Available To Promise (unit)
Planned Order (unit) 304 309 309 310 309 309 309 310 310 315 316 316

60
Berikut adalah perhitungan dari tabel MPS tas selempang yang ditampilkan pada Tabel
4.26.
Tabel 4.26 Perhitungan MPS Tas Selempang
No. Variabel Perhitungan
1. Forecast Pada baris forecast diinputkan data disagregasi tas selempang dari
4 periode per minggu selama 6 bulan.
2. MPS Nilai PTF yang didapatkan adalah 3, maka untuk periode satu
hingga tiga nilai MPS sesuai kebijakan perusahaan.
3. Production forecast Bernilai 0 karena belum dilakukan perencanaan untuk periode
sebelum forecast untuk jumlah yang akan diproduksi
4. Actual demand Merupakan permintaan actual untuk produk
5. Available to promise merupakan jumlah yang diterima yang telah dipesan sebelumnya,
bernilai 0 karena PT.Fajar Sejahtera belum melakukan pemesanan
pada periode sebelumnya.
6. Planned Order Didapatkan ketika ada kebutuhan produk. Dimana planned order
didapatkan dari order quantity + safety stock- PAB sebelumnya.

Dapat kita lihat bahwa nilai DTF=0 dikarenakan proses pembuatan tas adalah make to
stock dan tidak ada actual demand sedangkan nilai PTF=3 dikarenakan lead time terlama
dari procurement metrial selama 3 minggu. Kolom Available To Promise tidak ada
dikarenakan proses yang digunakan dalam pembuatan tas adalah Make to Stock. Kolom
Planned Order adalah output dari perencanaan MPS yaitu berapa yang harusnya dipesan
sehingga produk tersebut terpenuhi dan tidak terlambat.

4.5 MRP (Material Requirement Planning)


MRP adalah proses perencanaan produksi dan persediaan dengan menggunakan data
inventory, master production schedule, dan bill of material sebagai basis menentukan
kebutuhan material keseluruhan item. Dalam sistem produksi, MRP dapat digunakan sebagai
penentu berapa material yang dibutuhkan dalam proses produksi, sehingga material yang
dibutuhkan tersebut dapat tersedia sesuai dengan yang dijadwalkan. Pada subbab ini akan
dilakukan perhitungan mengenai MRP yaitu MRP level 0, 1 dan 2 pada produk tas ransel
dan tas selempang pada PT.Fajar Sejahtera.

4.5.1 MRP Level 0


MRP Level 0 pada PT. Fajar Sejahtera yaitu tas ransel dan tas selempang. Metode yang
digunakan oleh MRP level 0 ini adalah lot for lot digunakan untuk merencanakan kebutuhan
bahan baku dari tas ransel dan tas selempang dengan lead time = 0 dikarenakan produk tas
tersebut adalah final product maka PORel sama dengan gross requirement. Berikut
merupakan MRP level 0 pada PT. Fajar Sejahtera yang ditampilkan pada Tabel 4.27.

61
Tabel 4.27 MRP Level 0 Tas Ransel
Item = TAS RANSEL
Lot Size = Lot for lot P 37 38 39
lt = 0 D 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Gross Requirement
(GR) (unit) 370 371 371 371 378 378 379 379 378 378 378 379
Schedule Receipt
(SR) (unit)
Project On-hand
(POH) (unit) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Net Requirement
(NR) (unit) 370 371 371 371 378 378 379 379 378 378 378 379
Planned Order
Receipt (PORec)
(unit) 370 371 371 371 378 378 379 379 378 378 378 379
Planned Order
Release (PORel)
(unit) 370 371 371 371 378 378 379 379 378 378 378 379
Lot Size = Lot for lot P 40 41 42
D
lt = 0 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Gross Requirement
(GR) (unit) 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Schedule Receipt
(SR) (unit) 385 385 386 386 385 385 386 386 393 393 393 393
Project On-hand
(POH) (unit) 0
Net Requirement
(NR) (unit) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Planned Order
Receipt (PORec)
(unit) 385 385 386 386 385 385 386 386 393 393 393 393
Planned Order
Release (PORel)
(unit) 385 385 386 386 385 385 386 386 393 393 393 393

Berikut merupakan contoh perhitungan MRP tas ransel pada periode 1 yang ditampilkan pada
Tabel 4.28.
Tabel 4. 28 Contoh Perhitungan MRP Level 0 Tas Ransel Periode 1
No. Variabel Perhitungan
1. Gross Merupakan hasil perencanaan dari disagregat untuk tas ransel pada periode 1
Requirement = 370
2. Schedule Nilai untuk Schedule Receipt diperoleh ketika barang yang telah dipesan datang,
receipt bernilai 0 karena pada periode sebelumnya belum dilakukan pemesanan barang
3. Planned Order Nilai dari Porec bernilai sama dengan GR karena jumlah barang yang dipesan
Receipt sama dengan jumlah kebutuhan
= 370
4. Net Bernilai sama dengan gross requirement
Requirement = 370
5. Projected On Bernilai 0 karena perusahaan tidak memiliki inventory awal untuk produk tas ransel
Hand
6. Planned Order Bernilai sama dengan Porec dengan mempertimbangkan lead time. Karena LT
Release bernilai 0, maka nilai porec sama dengan porel

62
Pada MRP di atas dapat diketahui bahwa jumlah kebutuhan untuk semua periode adalah
sama dengan gross requirement hal ini karena nilai pada Schedule Receipt (SR), Project On-
hand (POH), Net Requirement (NR) bernilai 0.
Berikut merupakan MRP level 0 dari produk tas selempang yang ditampilkan pada
Tabel 4.29.
Tabel 4.29 MRP Level 0 Tas Selempang
Item = TAS SELEMPANG
Lot Size = Lot for lot P 37 38 39
D
lt = 0 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Gross Requirement (GR)
(unit) 303 303 304 304 309 309 310 309 309 309 310 310
Schedule Receipt (SR)
(unit)
Project On-hand (POH)
(unit) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Net Requirement (NR)
(unit) 303 303 304 304 309 309 310 309 309 309 310 310
Planned Order Receipt
(PORec) (unit) 303 303 304 304 309 309 310 309 309 309 310 310
Planned Order Release
(PORel) (unit) 370 371 371 371 378 378 379 379 378 378 378 379
Lot Size = Lot for lot P 40 41 42
D
lt = 0 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Gross Requirement
(GR) (unit) 315 316 316 316 315 316 316 316 321 322 322 322
Schedule Receipt (SR)
(unit)
Project On-hand (POH)
(unit) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Net Requirement (NR)
(unit) 315 316 316 316 315 316 316 316 321 322 322 322
Planned Order Receipt
(PORec) (unit) 315 316 316 316 315 316 316 316 321 322 322 322
Planned Order Release
(PORel) (unit) 315 316 316 316 315 316 316 316 321 322 322 322

Berikut merupakan contoh perhitungan MRP tas selempang pada periode 1 yang ditampilkan
pada Tabel 4.30.
Tabel 4.30 Contoh Perhitungan MRP Level 0 Tas Selempang Periode 1
No. Variabel Perhitungan
1. Gross Merupakan hasil perencanaan dari disagregat untuk tas ransel pada periode 1
Requirement = 303
2. Schedule Nilai untuk Schedule Receipt diperoleh ketika barang yang telah dipesan datang,
receipt bernilai 0 karena pada periode sebelumnya belum dilakukan pemesanan barang
3. Planned Order Nilai dari Porec bernilai sama dengan GR karena jumlah barang yang dipesan
Receipt sama dengan jumlah kebutuhan
= 303
4. Net Bernilai sama dengan gross requirement
Requirement = 303
5. Projected On Bernilai 0 karena perusahaan tidak memiliki inventory awal untuk produk tas
Hand selempang
6. Planned Order Bernilai sama dengan Porec dengan mempertimbangkan lead time. Karena LT
Release bernilai 0, maka nilai porec sama dengan porel

63
Pada MRP di atas dapat diketahui bahwa jumlah kebutuhan untuk semua periode adalah
sama dengan gross requirement hal ini karena nilai pada Schedule Receipt (SR), Project On-
hand (POH), Net Requirement (NR) bernilai 0.

4.5.2 MRP Level 1


Pada subbab ini akan dibahas mengenai perhitungan MRP level 1 dari produk tas ransel
dan tas selempang. Berikut merupakan MRP level 1 yaitu badan tas ransel, badan tas
selempang dan strap untuk tas ransel dan tas selempang yang ditampilkan pada Tabel 4.31.
Tabel 4.31 MRP Level 1 Badan Tas Ransel
PD 39
Item = Badan ransel 37 38

lt = 0 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Gross Requirement (GR) (unit) 370 371 371 371 378 378 379 379 378 378 378 379
Schedule Receipt (SR) (unit)

Project On-hand (POH) (unit) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0


Net Requirement (NR) (unit) 370 371 371 371 378 378 379 379 378 378 378 379
Planned Order Receipt (PORec) (unit) 370 371 371 371 378 378 379 379 378 378 378 379
Planned Order Release (PORel) (unit) 370 371 371 371 378 378 379 379 378 378 378 379
PD 42
Item = Badan ransel 40 41

lt = 0 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Gross Requirement (GR) (unit) 385 385 386 386 385 385 386 386 393 393 393 393
Schedule Receipt (SR) (unit)

Project On-hand (POH) (unit) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0


Net Requirement (NR) (unit) 385 385 386 386 385 385 386 386 393 393 393 393
Planned Order Receipt (PORec) (unit) 385 385 386 386 385 385 386 386 393 393 393 393
Planned Order Release (PORel) (unit) 385 385 386 386 385 385 386 386 393 393 393 393

Berikut merupakan contoh perhitungan MRP level 1 badan tas ransel pada tas ransel
yang ditampilkan pada Tabel 4.32.
Tabel 4.32 Contoh Perhitungan MRP Level 1 Badan Tas Ransel
No. Variabel Perhitungan
1. Gross Merupakan hasil perencanaan dari disagregat untuk tas ransel pada periode 1
Requirement = 370
2. Schedule Nilai untuk Schedule Receipt diperoleh ketika barang yang telah dipesan datang,
receipt bernilai 0 karena pada periode sebelumnya belum dilakukan pemesanan barang
3. Planned Order Nilai dari Porec bernilai sama dengan GR karena jumlah barang yang dipesan
Receipt sama dengan jumlah kebutuhan
= 370
4. Net Bernilai sama dengan gross requirement
Requirement = 370
5. Projected On Bernilai 0 karena perusahaan tidak memiliki inventory awal untuk produk tas
Hand selempang

64
Pada MRP di atas dapat diketahui bahwa jumlah kebutuhan untuk semua periode adalah
sama dengan gross requirement hal ini karena nilai pada Schedule Receipt (SR), Project On-
hand (POH), Net Requirement (NR) bernilai 0.
Untuk perhitungan MRP level 1 part lainnya terdapat pada lampiran 2. (Terlampir)

4.5.3 MRP Level 2


Pada subbab ini akan dibahas mengenai perhitungan MRP level 2 yaitu pada part
kantong depan, zipper utama, pola belakang, pola badan selempang, pola badan ransel,
zipper kantong, tali strap, pengait dan busa strap. Perhitungan MRP level 2 untuk tas ransel
dan tas selempang menggunakan 3 metode yaitu EOQ, POQ dan LUC. MRP level 2 untuk
strap dilakukan perhitungan menggunakan metode FOQ. Berikut merupakan contoh
perhitungan MRP.
1. Kantong depan
Berikut ini merupakan perhitungan MRP untuk kantong depan menggunakan metode
EOQ, POQ dan LUC.
a. Metode EOQ
Berikut merupakan MRP level 2 dari part kantong depan dengan menggunakan
metode EOQ yang ditampilkan pada Tabel 4.33.
Tabel 4.33 Hasil MRP Level 2 Part Kantong Depan dengan Metode EOQ
Rata-rata Demand 1389 EOQ Biaya Pembelian
3334
Ordering Cost Rp 2,000,000 Holding Cost Rp 500 Rp 20,000

Item = Kantong Depan 37 38 39


pd
lt = 1 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Gross Requirement (GR)


(unit) 1346 1348 1350 1350 1374 1374 1378 1376 1374 1374 1376 1378

Schedule receipt (SR)


(unit)

Project on-hand (POH)


(unit) 0 1988 640 2624 1274 3234 1860 482 2440 1066 3026 1650 272

Net Requirement (NR)


(unit) 1346 0 710 0 100 0 0 894 0 308 0 0

Planned order
receipt(PORec) (unit) 3334 3334 3334 3334 3334

Planned order release


3334
(PORel) (unit) 0 3334 0 3334 0 0 3334 0 3334 0 0 3334

65
Tabel 4.33 Hasil MRP Level 2 Part Kantong Depan dengan Metode EOQ (Lanjutan)
Item = Kantong Depan 40 41 42

lt = 1 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Gross Requirement (GR) (unit) 1400 1402 1404 1404 1400 1402 1404 1404 1428 1430 1430 1430

Schedule receipt (SR) (unit)

Project on-hand (POH) (unit) 2206 804 2734 1330 3264 1862 458 2388 960 2864 1434 4

Net Requirement (NR) (unit) 1128 0 600 0 70 0 0 946 0 470 0 0

Planned order receipt (PORec) (unit) 3334 3334 3334 3334 3334

Planned order release (PORel) (unit) 0 3334 0 3334 0 0 3334 0 3334 0 0 0

Total Biaya Pembelian Rp 666.800.000


Total Biaya Simpan Rp 20.432.000
Total Biaya Pesan Rp 20.000.000
Total Biaya Rp 707.232.000

Berikut merupakan contoh perhitungan MRP level 2 dari kantong depan dengan
menggunakan metode EOQ yang ditampilkan pada Tabel 4.34.
Tabel 4.34 Contoh Perhitungan MRP Level 2 Metode EOQ Pada Kantong Depan
No. Variabel Perhitungan
1. EOQ 2 x demand x cost 2 x 1389 x 2000000
= = 3334
500
2. Gross Mengisi gross requirement yang dihasilkan dari nilai MPS sebelumnya sesuai
Requirement dengan kebutuhan BOM Tree
= (3702) + (3032) = 1346
3. Schedule Nilai untuk Schedule Receipt diperoleh ketika barang yang telah dipesan datang,
receipt bernilai 0 karena pada periode sebelumnya belum dilakukan pemesanan barang
4. Planned Order Ketika POH bernilai negatif maka nilai Porec diisikan sama dengan nilai EOQ
Receipt = 3334
5. Net Apabila nilai POH kurang dari GR maka memasukkan nilai EOQ. Namun bila POH
Requirement masih mencukupi maka nilai NR = GR periode selanjutnya POH = 1346
6. Projected On POH periode sebelumnya + Porec periode 1 -Gross Requirement periode 1
Hand = 0 + 3334 - 1346
= 1988
7. Total biaya Jumlah POH biaya simpan
simpan = 818 Rp 500
=Rp 20,432,000
8. Total biaya Jumlah frekuensi pemesanan biaya pesan
pesan = 10 x Rp 2.000.000 = Rp 20.000.000
9. Total biaya Jumlah Porec biaya komponen
pembelian = 33340 x Rp 20.000 = Rp 666.800.000
Total biaya Total biaya pesan + total biaya simpan + total biaya komponen
10.
= Rp 703,740,000

Dari perhitungan diatas dapat diketahui bahwa nilai EOQ yang dihasilkan sebesar
3334. Sehingga ketika terjadi kebutuhan akan material dilakukan jumlah pemesanan akan
material sebesar 3334. Sehingga frekuensi pemesanan yang dilakukan untuk memebuhi
seluruh kebutuhan material adalah sebanyak 10 kali pemesanan.

66
b. Metode POQ
Berikut merupakan MRP level 2 dari part kantong depan dengan menggunakan
metode POQ yang ditampilkan pada Tabel 4.35.
Tabel 4.35 Hasil MRP Level 2 Part Kantong Depan dengan Metode POQ
Rata-rata Demand 1389 POQ Biaya Pembelian
3
Ordering Cost Rp 2,000,000 Holding Cost Rp 500 Rp 20,000

Item = Kantong Depan 37 38 39


pd
lt = 1 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Gross Requirement (GR)


(unit) 1346 1348 1350 1350 1374 1374 1378 1376 1374 1374 1376 1378

Schedule receipt (SR)


(unit)

Project on-hand (POH)


(unit) 0 4048 2700 1350 0 4128 2754 1376 0 4128 2754 1378 0

Net Requirement (NR)


(unit) 1346 0 0 0 1374 0 0 0 1374 0 0 0

Planned order
receipt(PORec) (unit) 5394 5502 5502

Planned order release


(PORel) (unit) 5394 0 0 0 5502 0 0 0 5502 0 0 0 5610

Item = Kantong Depan 40 41 42

lt = 1 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Gross Requirement (GR)


(unit) 1400 1402 1404 1404 1400 1402 1404 1404 1428 1430 1430 1430

Schedule receipt (SR)


(unit)

Project on-hand (POH)


(unit) 4210 2808 1404 0 4210 2808 1404 0 4290 2860 1430 0

Net Requirement (NR)


(unit) 1400 0 0 0 1400 0 0 0 1428 0 0 0

Planned order receipt


(PORec) (unit) 5610 5610 5718

Planned order release


(PORel) (unit) 0 0 0 5610 0 0 0 5718 0 0 0 0

Total Biaya Pembelian Rp 666.720.000


Total Biaya Simpan Rp 25.020.000
Total Biaya Pesan Rp 12.000.000
Total Biaya Rp 703.740.000

Berikut merupakan contoh perhitungan MRP level 2 dari kantong depan dengan
menggunakan metode POQ yang ditampilkan pada Tabel 4.36.

67
Tabel 4.36 Contoh Perhitungan MRP Level 2 Metode POQ Pada Kantong Depan
No. Variabel Perhitungan
1. POQ 2 x 2 x 2000000
= 500 1389 = 3
2. Gross Mengisi gross requirement yang dihasilkan dari nilai MPS sebelumnya sesuai
Requirement dengan kebutuhan BOM Tree
= (370 2)+ (3032) = 1346
3. Schedule Nilai untuk Schedule Receipt diperoleh ketika barang yang telah dipesan datang,
receipt bernilai 0 karena pada periode sebelumnya belum dilakukan pemesanan barang
4. Planned Order Memasukkan nilai GR selama 4 periode (periode 1-4)
Receipt = 5394
5. Net Apabila nilai POH kurang dari GR maka melakukan pemesanan untuk 4 periode.
Requirement Namun bila POH masih mencukupi maka nilai NR = GR periode selanjutnya POH
= 1346
6. Projected On POH periode sebelumnya + Porec periode 1 -Gross Requirement periode 1
Hand = 0 + 3334 - 1346
= 1988
7. Total biaya Jumlah POH biaya simpan
simpan = 1001 Rp 25.000 = Rp 25,020,000
8. Total biaya Jumlah frekuensi pemesanan biaya pesan
pesan = 6 Rp 2.000.000 = Rp 12.000.000
9. Total biaya Jumlah Porec biaya komponen
pembelian = 33336 Rp 20.000 = Rp 666,720,000
10. Total biaya Total biaya pesan + total biaya simpan + total biaya komponen
= Rp 703.740.000

Dari perhitungan diatas diketahui bahwa nilai POQ adalah sebesar 3. Hal ini berarti
interval/ jarak antar pemesanan yang dilakukan adalah 3. Ketika terjadi kebutuhan akan
material maka dilakukan pemesanan untuk kebutuhan material untuk 4 periode. Sehingga
frekuensi pemesanan yang dilakukan adalah sebanyak 6 kali untuk memenuhi kebutuhan
akan seluruh material.
c. Metode LUC
Berikut merupakan MRP level 2 dari part kantong depan dengan menggunakan
metode LUC yang ditampilkan pada Tabel 4.37 dan Tabel 4.38.

68
Tabel 4.37 Hasil MRP Level 2 Part Kantong Depan dengan Metode LUC
Rata-rata Demand 1389 Biaya Pembelian

Ordering Cost Rp 2,000,000 Holding Cost Rp 500 Rp 20,000

Item = Kantong Depan 37 38 39


pd
lt = 1 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Gross Requirement (GR) (unit) 1346 1348 1350 1350 1374 1374 1378 1376 1374 1374 1376 1378

Schedule receipt (SR) (unit)

Project on-hand (POH) (unit) 1348 0 1350 0 1374 0 1376 0 1374 0 1378 0

Net Requirement (NR) (unit) 1346 0 1350 0 1374 0 1378 0 1374 0 1376 0

Planned order receipt(PORec)


(unit) 2694 2700 2748 2754 2748 2754

Planned order release (PORel)


(unit) 2694 0 2700 0 2748 0 2754 0 2748 0 2754 0 2802

Item = Kantong Depan 40 41 42

lt = 1 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Gross Requirement (GR) (unit) 1400 1402 1404 1400 1402 1404 1400 1402 1404 1400 1402 1404

Schedule receipt (SR) (unit)

Project on-hand (POH) (unit) 1402 0 1404 1402 0 1404 1402 0 1404 1402 0 1404

Net Requirement (NR) (unit) 1400 0 1404 1400 0 1404 1400 0 1404 1400 0 1404

Planned order receipt (PORec)


(unit) 2802 2808 2802 2808 2802 2808 2802 2808

Planned order release (PORel)


(unit) 0 2808 0 0 2808 0 0 2808 0 0 2808 0

Total Biaya Pembelian Rp 666.720.000


Total Biaya Simpan Rp 8.336.000
Total Biaya Pesan Rp 24.000.000
Total Biaya Rp 699.056.000

Tabel 4. 38 Hasil Perhitungan Trial Lot Size Part Kantong Depan dengan Metode LUC
Periode Trial Lot Cumulative
Biaya Pesan Biaya Simpan Cost Per Unit
Kombinasi Size Cost
1 1346 Rp 2.000.000 Rp - Rp 2.000.000 Rp 1.485.88
1,2 2694 Rp 2.000.000 Rp 674.000 Rp 2,674,000 Rp 992.58
1,2,3 4044 Rp 2.000.000 Rp 2,024,000 Rp 4,024,000 Rp 995.05
3 1350 Rp 2,000,000 Rp - Rp 2,000,000 Rp 1,481.48
3,4 2700 Rp 2,000,000 Rp 675,000 Rp 2,675,000 Rp 990.74
3,4,5 4074 Rp 2,000,000 Rp 2,049,000 Rp 4,049,000 Rp 993.86
5 1374 Rp 2,000,000 Rp - Rp 2,000,000 Rp 1,455.60
5,6 2748 Rp 2,000,000 Rp 687,000 Rp 2,687,000 Rp 977.80
5,6,7 4126 Rp 2,000,000 Rp 2,065,000 Rp 4,065,000 Rp 985.22
7 1378 Rp 2,000,000 Rp - Rp 2,000,000 Rp 1,451.38
7,8 2754 Rp 2,000,000 Rp 688,000 Rp 2,688,000 Rp 976.03
7,8,9 4128 Rp 2,000,000 Rp 2,062,000 Rp 4,062,000 Rp 984.01

69
Tabel 4. 38 Hasil Perhitungan Trial Lot Size Part Kantong Depan dengan Metode LUC
(Lanjutan)
Periode Trial Lot Cumulative
Biaya Pesan Biaya Simpan Cost Per Unit
Kombinasi Size Cost
9 1374 Rp 2,000,000 Rp - Rp 2,000,000 Rp 1,455.60
9,10 2748 Rp 2,000,000 Rp 687,000 Rp 2,687,000 Rp 977.80
9,10,11 4124 Rp 2,000,000 Rp 2,063,000 Rp 4,063,000 Rp 985.21
11 1376 Rp 2,000,000 Rp - Rp 2,000,000 Rp 1,453.49
11,12 2754 Rp 2,000,000 Rp 689,000 Rp 2,689,000 Rp 976.40
11,12,13 4154 Rp 2.000.000 Rp 2,089,000 Rp 4,089,000 Rp 984.35
13 1400 Rp 2.000.000 Rp - Rp 2,000,000 Rp 1,428.57
13,14 2802 Rp 2.000.000 Rp 701,000 Rp 2,701,000 Rp 963.95
13,14,15 4206 Rp 2,000,000 Rp 2,105,000 Rp 4,105,000 Rp 975.99
15 1404 Rp 2,000,000 Rp - Rp 2,000,000 Rp 1,424.50
15,16 2808 Rp 2,000,000 Rp 702,000 Rp 2,702,000 Rp 962.25
15,16,17 4208 Rp 2,000,000 Rp 2,102,000 Rp 4,102,000 Rp 974.81
17 1400 Rp 2,000,000 Rp - Rp 2,000,000 Rp 1,428.57
17,18 2802 Rp 2,000,000 Rp 701,000 Rp 2,701,000 Rp 963.95
17,18,19 4206 Rp 2,000,000 Rp 2,105,000 Rp 4,105,000 Rp 975.99
19 1404 Rp 2,000,000 Rp - Rp 2,000,000 Rp 1,424.50
19,20 2808 Rp 2,000,000 Rp 702,000 Rp 2,702,000 Rp 962.25
19,20,21 4236 Rp 2,000,000 Rp 2,130,000 Rp 4,130,000 Rp 974.98
21 1428 Rp 2,000,000 Rp - Rp 2,000,000 Rp 1,400.56
21,22 2858 Rp 2,000,000 Rp 715,000 Rp 2,715,000 Rp 949.97
21,22,23 4288 Rp 2,000,000 Rp 2,145,000 Rp 4,145,000 Rp 966.65
23 1430 Rp 2,000,000 Rp - Rp 2,000,000 Rp 1,398.60
23,24 2860 Rp 2.000.000 Rp 715,000 Rp 2,715,000 Rp 949.30

Berikut merupakan contoh perhitungan MRP level 2 dari kantong depan dengan
menggunakan metode LUC yang ditampilkan pada Tabel 4.39.
Tabel 4.39 Contoh Perhitungan MRP Level 2 Metode LUC Pada Kantong Depan
No. Variabel Perhitungan
1. Gross Mengisi gross requirement yang dihasilkan dari nilai MPS sebelumnya sesuai
Requirement dengan kebutuhan BOM Tree
= (3702) + (3032) = 1346
2. Schedule Nilai untuk Schedule Receipt diperoleh ketika barang yang telah dipesan datang,
receipt bernilai 0 karena pada periode sebelumnya belum dilakukan pemesanan barang
3. Planned Order Memasukkan nilai sesuai dengan jumlah trial lot size yang menghasilkan cost/unit
Receipt paling kecil
4. Net Apabila nilai POH kurang dari GR maka melakukan pemesanan untuk 4 periode.
Requirement Namun bila POH masih mencukupi maka nilai NR = GR periode selanjutnya POH
= 1346
5. Projected On POH periode sebelumnya + Porec periode 1 -Gross Requirement periode 1
Hand = 0 + 3334 - 1346 = 1988
6. Total biaya Jumlah POH biaya simpan
simpan = 47436 Rp 500 = Rp 8,336,000

70
Tabel 4.39 Contoh Perhitungan MRP Level 2 Metode LUC Pada Kantong Depan (Lanjutan)
No. Variabel Perhitungan
7. Total biaya pesan Jumlah frekuensi pemesanan biaya pesan
= 12 Rp 2.000.000 = Rp 24.000.000
8. Total biaya pembelian Jumlah Porec biaya komponen
= 33336 Rp 20.000 = Rp 666,720,000
9. Total biaya Total biaya pesan + total biaya simpan + total biaya komponen
= Rp 699,056,000

Dalam perhitungan menggunakan metode LUC diperoleh nilai trial lot size yang
menghasilkan cost/unit terkecil yang dipilih untuk menentukan jumlah pemesanan yang
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pada periode kombinasi. Sehingga diketahui untuk
memenuhi kebutuhan material untuk seluruh periode perlu dilakukan pemesanan dengan
frekuensi sebanyak 12 kali pemesanan.
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan menggunakan 3 metode, diperoleh hasil total
biaya yang berbeda. Berikut ini perbandingan total biaya dari perhitungan MRP untuk part
kantong yang dapat dilihat pada Tabel 4.40.
Tabel 4.40 Perbandingan Total Biaya Perhitungan MRP Kantong Depan
Metode
Kantong Depan
EOQ POQ LUC
Total biaya Rp 707,232,000 Rp 703,740,000 Rp 699,056,000

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa total biaya terkecil diperoleh dari perhitungan
MRP menggunakan metode LUC. Total biaya sebesar yang dihasilkan sebesar Rp
699,056,000. Perhitungan menggunakan metode LUC menghasilkan biaya terkecil
dikarenakan dalam penetapan jumlah barang yang akan dipesan memperhitungkan biaya
dari setiap unit barangnya.
2. Zipper kantong
Perhitungan MRP untuk part zipper kantong dilakukan dengan menggunakan 3 metode
yaitu EOQ,POQ dan LUC terdapat pada lampiran 2 (Terlampir).Berdasarkan perhitungan
yang dilakukan menggunakan 3 metode, diperoleh hasil total biaya yang berbeda. Berikut
ini perbandingan total biaya dari perhitungan MRP untuk part zipper kantong yang dapat
dilihat pada Tabel 4.41.
Tabel 4.41 Perbandingan Total Biaya Perhitungan MRP Zipper Kantong
Metode
Zipper Kantong
EOQ POQ LUC
Total biaya Rp 204,043,000 Rp 191,385,000 Rp 187,026,000

71
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa total biaya terkecil diperoleh dari perhitungan
MRP menggunakan metode LUC. Total biaya sebesar yang dihasilkan sebesar Rp
187,026,000. Perhitungan menggunakan metode LUC menghasilkan biaya terkecil
dikarenakan dalam penetapan jumlah barang yang akan dipesan memperhitungkan biaya
dari setiap unit barangnya.
3. Zipper utama
Perhitungan MRP untuk part zipper utama dilakukan dengan menggunakan 3 metode
yaitu EOQ,POQ dan LUC terdapat pada lampiran 2 (Terlampir). Berdasarkan perhitungan
yang dilakukan menggunakan 3 metode, diperoleh hasil total biaya yang berbeda. Berikut
ini perbandingan total biaya dari perhitungan MRP untuk part zipper utama yang dapat
dilihat pada Tabel 4.42.
Tabel 4.42 Perbandingan Total Biaya Perhitungan MRP Zipper Utama
Metode
Zipper Utama
EOQ POQ LUC
Total biaya Rp 179,702,500 Rp 162,755,750 Rp 153,381,500

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa total biaya terkecil diperoleh dari perhitungan
MRP menggunakan metode LUC. Total biaya sebesar yang dihasilkan sebesar Rp
153,381,500.00. Perhitungan menggunakan metode LUC menghasilkan biaya terkecil
dikarenakan dalam penetapan jumlah barang yang akan dipesan memperhitungkan biaya
dari setiap unit barangnya.
4. Pola belakang
Perhitungan MRP untuk pola belakang dilakukan dengan menggunakan 3 metode yaitu
EOQ,POQ dan LUC terdapat pada lampiran 2 (Terlampir). Berdasarkan perhitungan dengan
menggunakan 3 metode, diperoleh hasil total biaya yang berbeda. Berikut ini perbandingan
total biaya dari perhitungan MRP untuk part pola belakang yang dapat dilihat pada Tabel
4.43.
Tabel 4.43 Perbandingan Total Biaya Perhitungan MRP Pola Belakang
Metode
Pola Belakang
EOQ POQ LUC
Total biaya Rp 298,200,000.00 Rp 272,952,500.00 Rp 271,585,000.00

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa total biaya terkecil diperoleh dari perhitungan
MRP menggunakan metode LUC. Total biaya sebesar yang dihasilkan sebesar Rp
271,585,000.00. Perhitungan menggunakan metode LUC menghasilkan biaya terkecil

72
dikarenakan dalam penetapan jumlah barang yang akan dipesan memperhitungkan biaya
dari setiap unit barangnya.
5. Pola badan tas ransel
Perhitungan MRP untuk pola badan tas ransel dilakukan dengan menggunakan 3 metode
yaitu EOQ,POQ dan LUC terdapat pada lampiran 2 (Terlampir). Berdasarkan perhitungan
yang dilakukan menggunakan 3 metode, diperoleh hasil total biaya yang berbeda. Beriktut
ini perbandingan total biaya dari perhitungan MRP untuk part pola badan tas ransel yang
dapat dilihat pada Tabel 4.44.
Tabel 4.44 Perbandingan Total Biaya Perhitungan MRP Pola Badan Tas Ransel
Metode
Pola Badan Tas Ransel
EOQ POQ LUC
Total biaya Rp 476,410,000.00 Rp 437,522,500.00 Rp 436,155,000.00

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa total biaya terkecil diperoleh dari perhitungan
MRP menggunakan metode LUC sebesar Rp 436,155,000.00. Perhitungan menggunakan
metode LUC menghasilkan biaya terkecil dikarenakan dalam penetapan jumlah barang yang
akan dipesan memperhitungkan biaya dari setiap unit barangnya.
6. Pola badan tas selempang
Perhitungan MRP untuk pola badan tas selempang dilakukan dengan menggunakan 3
metode yaitu EOQ, POQ dan LUC terdapat pada lampiran 2 (Terlampir). Berdasarkan
perhitungan yang dilakukan menggunakan 3 metode, diperoleh hasil total biaya yang
berbeda. Beriktut ini perbandingan total biaya dari perhitungan MRP untuk part pola badan
tas selempang yang dapat dilihat pada Tabel 4.45.
Tabel 4.45 Perbandingan Total Biaya Perhitungan MRP Pola Badan Tas Selempang
Metode
Pola Badan Tas Selempang
EOQ POQ LUC
Total biaya Rp 344,628,750.00 Rp 319,792,500.00 Rp 316,700,000.00

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa total biaya terkecil diperoleh dari perhitungan
MRP menggunakan metode LUC sebesar Rp 316,700,000.00. Perhitungan menggunakan
metode LUC menghasilkan biaya terkecil dikarenakan dalam penetapan jumlah barang yang
akan dipesan memperhitungkan biaya dari setiap unit barangnya.

73
7. Tali strap
Perhitungan MRP tali strap dilakukan dengan menggunakan metode FOQ. Berikut
adalah contoh perhitungan MRP untuk tali strap.Berikut merupakan MRP level 2 dari part
tali dengan menggunakan metode FOQ yang ditampilkan pada Tabel 4.46.
Tabel 4.46 Hasil MRP Level 2 Part Tali strap dengan Metode FOQ
Rata-rata Demand 1389 Biaya Pembelian

Ordering Cost Rp 500.000 Holding Cost Rp 10,000


Rp 250
Item = Tali Strap 37 38 39
pd
lt = 1 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Gross Requirement (GR) (unit) 1043 1045 1046 1046 1065 1065 1068 1067 1065 1065 1066 1068

Schedule receipt (SR) (unit)

Project on-hand (POH) (unit) 3000 1957 912 1866 820 1755 690 1622 555 1490 425 1359 291

Net Requirement (NR) (unit) 0 0 134 0 245 0 378 0 510 0 641 0

Planned order receipt(PORec)


(unit) 2000 2000 2000 2000 2000

Planned order release (PORel)


(unit) 2000 0 2000 0 2000 0 2000 0 2000 0 2000

Item = Tali Strap 40 41 42

lt = 1 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Gross Requirement (GR) (unit) 1085 1086 1088 1088 1085 1086 1088 1088 1107 1108 1108 1108

Schedule receipt (SR) (unit)

Project on-hand (POH) (unit) 1206 120 1032 1944 859 1773 685 1597 490 1382 274 1166

Net Requirement (NR) (unit) 794 0 968 56 0 227 0 403 0 618 0 834

Planned order receipt (PORec)


(unit) 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000

Planned order release (PORel)


(unit) 0 2000 2000 0 2000 0 2000 0 2000 0 2000 0

Total Biaya Pembelian Rp 240.000.000


Total Biaya Simpan Rp 6.567.500
Total Biaya Pesan Rp 6.000.000
Total Biaya Rp 252.567.500

Berikut merupakan contoh perhitungan MRP level 2 dari kantong depan dengan
menggunakan metode FOQ yang ditampilkan pada Tabel 4.47.

74
Tabel 4.47 Contoh Perhitungan MRP Level 2 Metode FOQ Pada Tali Strap
No. Variabel Perhitungan
1. Gross Mengisi gross requirement yang dihasilkan dari nilai MPS sebelumnya sesuai dengan
Requirement kebutuhan BOM Tree
= 370*2+303*1 = 1043
2. Schedule Nilai untuk Schedule Receipt diperoleh ketika barang yang telah dipesan datang, bernilai 0
receipt karena pada periode sebelumnya belum dilakukan pemesanan barang
3. Planned Order Memasukkan nilai sesuai dengan jumlah lot size
Receipt
4. Net Apabila nilai POH kurang dari GR maka melakukan pemesanan sesuai jumlah lot size.
Requirement Namun bila POH masih mencukupi maka nilai NR = GR periode selanjutnya POH = 0
5. Projected On POH periode sebelumnya + Porec periode 1 -Gross Requirement periode 1
Hand = 3000 + 0 1043 = 1957
6. Total biaya Jumlah POH biaya simpan
simpan = 26270 Rp 250
= Rp 6,567,500
7. Total biaya Jumlah frekuensi pemesanan x biaya pesan
pesan = 12 x Rp 2.000.000 = Rp 24.000.000
8. Total biaya Jumlah Porec x biaya komponen
pembelian = 33336 x Rp 20.000 = Rp 666,720,000
9. Total biaya Total biaya pesan + total biaya simpan + total biaya komponen
= Rp 252,567,500

Untuk item tali strap dihitung menggunakan metode FOQ karena lot size telah
ditentukan sebesar 2000. Jadi setiap kali membutuhkan barang akan dilakukan pemesanan
sebesar 2000.
8. Pengait
Perhitungan MRP tali strap dilakukan dengan menggunakan metode FOQ yang
terdapat pada lampiran 2 (Terlampir). Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan
metode FOQ pada pengait dihasilkan total biaya sebesar Rp 78.457.750. Untuk item pengait
dihitung menggunakan metode FOQ karena lot size telah ditentukan sebesar 3000. Jadi
setiap kali membutuhkan barang akan dilakukan pemesanan sebesar 3000.
9. Busa strap
Perhitungan MRP busa strap dilakukan dengan menggunakan metode FOQ yang
terdapat pada lampiran 2 (terlampir). Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan
metode FOQ pada busa strap dihasilkan total biaya sebesar Rp 227.954.000. Untuk item
busa strap dihitung menggunakan metode FOQ karena lot size telah ditentukan sebesar 3000.
Jadi setiap kali membutuhkan barang akan dilakukan pemesanan sebesar 3000.

75
4.6 Perencanaan Gudang
Gudang merupakan salah satu fasilitas penting yang dibutuhkan oleh pabrik guna
menunjang aktivitas operasionalnya. Untuk memenuhi kebutuhan dan memaksimalkan
fungdi dari gudang maka dibutuhkan perencanaan yang sesuai. Pada bab ini dijelaskan
mengenai fungsi gudang dan operasionalnya pada PT. Fajar Sejahtera.

4.6.1 Fungsi Gudang


Pada PT Fajar Sejahtera direncanakan terdapat dua gudang yaitu gudang penyimpanan
bahan baku dan gudang penyimpanan produk jadi yang memiliki fungsi masing-masing.
a. Gudang bahan baku
Gudang bahan baku pada PT. Sejahtera memiliki fungsi sebagai berikut.
1. Receiving
Gudang bahan baku berfungsi sebagai tempat penerimaan barang bahan baku
yang telah dipesan dan menunggu untuk diproses.
2. Inspection and quality Control
Bahan baku yang telah sampai, melalui proses pengecekan untuk memastikan
bahan yang dipesan telah sesuai dengan spesifikasi dan kebutuhan.
3. Storage
Ketika barang yang dipesan telah selesai diperiksa dan sesuai dengan spesifikasi
dan kebutuhan, bahan baku disimpan dalam gudang menunggu untuk diproses.
b. Gudang produk jadi
Gudang produk jadi pada PT. Sejahtera memiliki fungsi sebagai berikut.
1. Storage
Gudang produk jadi berfungsi sebagai tempat penyimpan produk jadi yang telah
siap untuk didistribusikan kepada pelanggan. Produk jadi berupa tas ransel dan
tas selempang disimpan pada gudang produk jadi menunggu untuk
didistribusikan kepada pelanggan.
2. Packaging
Pada gudang produk jadi dilakukan proses packaging untuk tas ransel dan tas
selempang. Proses packaging yang dimaksudkan adalah proses mengemas tas
ransel dan tas selempang ke dalam box untuk menjaga kualitas tas tetap bagus
ketika sampai kepada pelanggan.
3. Cross-Docking
Merupakan aktivitas pengeluaran tanda terima barang yang siap untuk dikirim.

76
4.6.2 Operasional Gudang
Perencanaan operasional gudang mengacu pada fungsi gudang untuk PT Fajar
Sejahtera. Berikut ini perencanaan operasional untuk masing-maisng gudang.
a. Gudang bahan baku
Pada gudang bahan baku terdapat beberapa item yang disimpan yaitu zipper kantong,
pola badan tas ransel, pola belakang tas, zipper utama, kantong depan, pengait, busa strap,
pola badan tas selempang, badan tas ransel dan badan tas selempang. Masing-masing bahan
dikirim dalam packaging menggunakan kardus. Untuk memudahkan dalam proses
penyimpanan dan mobilitas dalam pengambilan barang ketika akan diproses maka
digunakan rak sebagai media penyimpanan. Untuk menentukan kebutuhan rak yang
digunakan mengacu dari jumlah bahan baku yang datang berdasarkan perhitungan MRP
yang dilakukan. Tabel 4.48 merupakan data kebutuhan material terbesar yang didapat dari
hasil perhitungan MRP beserta ukuran material dan box yang merupakan packaging dari
material yang datang.
Tabel 4.48 Kebutuhan Unit Material
Kebutuhan Ukuran (cm)
Material Isi material/box Kuantitas box
(POH terbesar) Tas Box
Kantong depan 1430 25 x 20 50 x 40 x 30 120 12
Zipper utama 2063 55 x 2 50 x 40 x 30 546 4
Zipper kantong 1430 20 x 2 50 x 40 x 30 1500 1
Pola badan ransel 1127 32 x 38 50 x 40 x 30 50 23
Pola badan selempang 928 70 x 25 50 x 40 x 30 35 27
Pola belakang 1127 29 x 33 50 x 40 x 30 63 18
Tali strap 1957 48 x 5 50 x 40 x 30 250 8
Busa strap 2990 37 x 5 50 x 40 x 30 325 10
Pengait 3444 2.5 x 3 50 x 40 x 30 2000 2
Total 105

Dari perhitungan di atas dapat diketahui bahwa jumlah box yang tersimpan dalam
gudang maksimal berjumlah 105 buah dengan ukuran box sebesar 50 x 40 x 30 cm. Rak
sebagai media penyimpanan memiliki ukuran 200 x 60 x 70 cm. Sehingga 1 rak dapat
menyimpan 8 buah box. Rak yang digunakan direncanakan berjumlah 4 susun agar mudah
dijangkau. Sehingga 1 buah rak dengan 4 susun dapat menyimpan 32 box. Dengan jumlah
box yang harus disimpan berjumlah 105, maka jumlah rak yang diperlukan adalah sebanyak
3. Sisa box sejumlah 9 buah dapat diletakkan pad arak bagian paling atas sehingga rak tetap
bisa menampung keseluruhan box yang berisi bahan baku. Berikut adalah gambar box yang
digunakan untuk penyimpanan bahan baku yang ditampilkan pada Gambar 4.8.

77
Gambar 4.8 box penyimpanan bahan baku
Berikut adalah gambar rak sebagai media penyimpanan pada gudang bahan baku yang
dapat dilihat pada Gambar 4.9.

Gambar 4.9 Rak penyimpanan bahan baku


Peralatan material handling yang digunakan untuk memindahkan bahan baku ke lantai
produksi adalah hand truck. Penggunaan hand truck dapat memudahkan dalam proses
mobilitas karena ukurannya yang tidak terlalu besar namun memiliki kapasitas yang cukup
besar untuk mengangkut bahan baku.
b. Gudang produk jadi
Pada gudang ini produk yang disimpan adalah tas ransel dan tas selempang. Tas ransel
dan tas selempang dipackaging menggunakan plastik kemudian dimasukkan ke dalam
kardus. Hal ini untuk memudahkan dalam proses pemindahan produk tas dari gudang ke
distributor. Selain itu juga untuk menjaga tas dari gesekan atau benturan yang mungkin
terjadi saat penyimpanan barang. Media yang digunakan untuk penyimpanan adalah rak.
Penggunaan rak untuk memudahkan dalam material handling serta agar kotak-kotak berisi
tas dapat tersusun rapi sehingga tas tetap dalam keadaan baik saat akan sampai kepada
konsumen. Untuk menentukan kebutuhan rak yang digunakan mengacu dari jumlah produk
jadi yang telah direncanakan pada menggunakan metode disagregat. Berikut perhitungan
untuk menentukan kebutuhan luas untuk penyimpanan produk jadi.

78
Tabel 4.49 Kebutuhan Produk Jadi
Produk jadi Ukuran (cm) Demand Ukuran box Isi tas per box Kuantitas box
Tas Ransel 32 x 38 x 10 393 50 x 40 x 30 5 79

Tas Selempang 35 x 25 x 5 322 50 x 40 x 30 13 25

Total 104

Berikut adalah gambar box yang digunakan untuk penyimpanan produk jadi yang
ditampilkan pada Gambar 4.10.

Gambar 4.10 box penyimpanan bahan baku


Berikut adalah gambar rak penyimpanan produk jadi yang ditampilkan pada Gambar
4.11.

Gambar 4.11 Rak penyimpanan produk jadi


Dari perhitungan di atas dapat diketahui bahwa jumlah box yang tersimpan dalam
gudang maksimal berjumlah 84 buah dengan ukuran box sebesar 50 x 40 x 30 cm. Rak
sebagai media penyimpanan memiliki ukuran 200 x 60 x 70 cm. Sehingga 1 rak dapat
menyimpan 8 buah box. Rak yang digunakan direncanakan berjumlah 4 susun agar mudah
dijangkau. Sehingga 1 buah rak dengan 4 susun dapat menyimpan 32 box. Dengan jumlah
box yang harus disimpan berjumlah 104, maka jumlah rak yang diperlukan adalah sebanyak
3. Sisa box sejumlah 8 buah dapat diletakkan pada rak bagian paling atas sehingga rak tetap
bisa menampung keseluruhan box yang berisi bahan baku. Sebagai antisipasi ketika

79
distributor kemungkinan terlambat dalam mengambil produk jadi untuk dijual atau sebagai
penyimpanan cadangan, pada gudang produk jadi diletakkan 4 rak.
Peralatan material handling yang digunakan untuk produk jadi dari lantai produksi ke
gudang penyimpanan produk jadi adalah hand truck. Penggunaan hand truck dapat
memudahkan dalam proses mobilitas karena ukurannya yang tidak terlalu besar namun
memiliki kapasitas yang cukup besar untuk mengangkut produk jadi.
Gudang pada PT. Karya Sejahtera menggunakan metode FIFO (First In First Out). Hal
ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan terhadap material atau produk yang
disimpan terlalu lama.

4.7 Perencanaan Aliran dan Kebutuhan Ruang


Pada sub-bab ini akan dijelaskan mengenai jenis aliran, sistem material handling dan
kebutuhan luas yang akan digunakan pada PT. Fajar Sejahtera.

4.7.1 Jenis Aliran


Jenis aliran mendefinisikan keseluruhan aliran beserta hal yang terkait dengan proses
perpindahan yang terjadi. Dalam penentuan aliran keseluruhan, pertimbangan penting yang
harus dilakukan adalah penentuan jumlah aliran.

4.7.1.1 Aliran di dalam workstation


Aliran di dalam workstation pada PT Fajar Sejahtera menggunakan aliran s yang
ditampilkan pada Gambar 4.12. Pada umumnya pola ini digunakan untuk proses produksi
memiliki aliran lebih panjang dari area yang tersedia. Penggunaan pola aliran ini bertujuan
untuk mengurangi panjang dari lintasan aliran produksi sehingga ruang untuk workstation
tidak terlalu memanjang dan memudahkan dalam proses perpindahan barang yang sudah
selesai diproses pada workstation sebelumnya ke workstation selanjutnya.

WS-1

WS-3 WS-2

WS-4 WS-5

Gambar 4.12 Pola aliran s

80
4.7.2 Sistem Material Handling
Sistem Material Handling digunakan untuk memindahkan bahan dari satu workstation
ke workstation lain. Berikut merupakan sistem material handling yang digunakan pada PT
Fajar Sejahtera yang ditampilkan pada Tabel 4.50.
Tabel 4.50 Sistem Material Handling
Departemen Peralatan Keterangan Jumlah Fungsi
Gudang Handle hand truck 1 Mengangkut bahan
bahan baku Loading Face : 920mm baku dari gudang
x 610 mm. bahan baku
Floor Height : 210mm. menuju lantai
Handle Height : 870mm. produksi
Net Weight : 21.5kg.
Loading capacity : 300kg.
Caster : 130mm

Gudang Handle hand truck Loading Face : 920mm 2 Mengangkut


produk jadi x 610 mm. produk jadi dari
Floor Height : 210mm. lantai produksi
Handle Height : 870mm. menuju gudang
Net Weight : 21.5kg. produk jadi
Loading capacity : 300kg.
Caster : 130mm

4.7.2.1 Unit Load


Unit load menunjukkan sejumlah packaged unit yang bisa dimuat dalam peralatan
material handling yang digunakan. Pada PT. Fajar Sejahtera digunakan handle hand truck
dan forklift. Berikut merupakan unit load dari masing-masing materil handling yang
ditampilkan pada Tabel 4.51.
Tabel 4.51 Unit Load
Peralatan Kapasitas angkut Kapasitas angkut box
Handle hand truck 300kg 6

Dengan ukuran box sebesar 0.5 x 0.4 x 0.3 m dan ukuran hand truck sebesar 0.92 x
0.6 m. maka dalam satu kali pengangkatan handle hand truck dapat mengangkut 6 buah box.

4.7.2.2 Kebutuhan aisle


Penetuan lebar aisle yang tepat sangat penting untuk menunjang proses material
handling. aisle yang terlalu sempit dapat menyulitkan gerak dari peralatan dan mengganngu
lalu lintas barang bahkan lebih buruk dapat meningkatkan risiko barang rusak karena
benturan atau terjatuh. Sedangkan aisle terlalu luas juga tidak efektif. Penentuan lebar aisle
dengan mengacu pada fasilitas peralatan material handling di PT. Fajar Sejahtera.

81
Berikut merupakan perhitungan aisle yang digunakan.
Aisle Space = 2 x Lebar hand truck
= 2 x 0.61 m
= 1.22 m

4.8.1 Kebutuhan Luas


Pada sub bab ini dibahas mengenai kebutuhan luas dari lantai produksi dan departemen
lainya. Perencanaan kebutuhan luas yang tepat sangat dibutuhkan untuk membantu
kelancaran produksi dan mobilitas di dalam pabrik.

4.8.3.1 Kebutuhan Luas per workstation dari Total Lantai


Penetuan luas dari workstation mengacu pada mesin, peralatan yang digunakan serta
jumlah operator yang bekerja pada workstation tersebut.
Dalam penentuan luas dari setiap workstation dengan mempertimbangkan jumlah
pekerja yang bekerja pada workstation tersebut. Sehingga dalam penentuan perlatan yang
digunakan daam setiap workstation dapat disesuaikan.
Berikut adalah contoh perhitungan untuk menentukan jumlah pekerja pada workstation
1,2 dan 3 yang ditampilkan pada Tabel 4.52.
Tabel 4.52 Perhitungan Jumlah Operator Tiap workstation
Workstation Jumlah operator
1 Waktu
x jumlah pekerja terbesar
waktu total
11.5
= x 13 = 3.35 = 4 pekerja
44.5

2
/ total waktu tersedia
waktu 2
2099.66
= / 200 = 1.167 = 2 pekerja
9

3 Waktu
x jumlah pekerja terbesar
waktu total
9.5
= x 13 = 2.75 = 3 pekerja
44.5
Pada workstation 3, untuk pembuatan tas ransel membutuhkan mesin jahit sedangkan tas
selempang membutuhkan meja kerja. Sehingga alokasi pekerja yang dibutuhkan dapat
dihitung dengan cara:
Waktu
x jumlah pekerja
waktu total
9.5
= x 3 = 2.75 = 1.83 = 2 pekerja
15.5

82
Dari tabel 4.52 di atas diketahui bahwa pada workstation 1 diperlukan pekerja sebanyak
4 sedangkan pada workstation 2 diperlukan 2 pekerja. Untuk workstation 3 yang memiliki
kebutuhan peralatan yang berbeda memiliki cara perhitungan yang berbeda. Berdasarkan
perhitungan di atas, diketahui bahwa diperlukan 2 operator yang bekerja untuk membuat tas
ransel dan untuk sisanya 1 orang bekerja membuat tas selempang. Kebutuhan pekerja untuk
setiap workstation bisa berbeda tergantung dari lama waktu pada masing-masing
workstation .
Setelah diketahui kebutuhan pekerja untuk setiap workstation maka selanjutnya
menentukan peralatan yang digunakan untuk melakukan produksi membuat tas ransel dan
tas selempang. Sehingga selanjutnya dapat ditentukan luas setiap workstation dengan
memperhitungkan luas peralatan dan ruang gerak dari pekerja yang bekerja pada
workstation tersebut.
Berikut adalah kebutuhan luas per workstation workstation yang ditampilkan pada
Tabel 4.53.
Tabel 4.53 Kebutuhan Luas Per workstation
Jumlah Jobdesk Luas
Kebutuhan Dimensi Kebutuhan
WS pekerja Jumlah Total
Fasilitas (m) Luas ( )
( )
Melakukan Mesin Jahit Juki 4 0.64 x
assembly pola 0.28 x
badan tas, 0.46
kantong depan
dan zipper
kantong

Meja 4 1.2 x
0.53 x 1

7.50
Kursi 4 0.5 x 0.4 12.5
1 4
x 0.8

Keranjang 8 0.48 x
0.33 x
0.28

Ruang Gerak 5 5 5

83
Tabel 4.53 Kebutuhan Luas Per workstation (Lanjutan)
Jumlah Jobdesk Kebutuh Luas
Kebutuhan Dimensi
WS pekerja Jumlah an Luas Total
Fasilitas (m)
( ) ( )
1 orang melakukan Mesin Jahit Typical 0.7 x
assembly produk 0.28 x
setengah jadi hasil 0.46
proses pada 2
workstation 1 dengan
pola belakang dan 1
orang melakukan
assembly produk Meja 1.2 x
setengah jadi hasil 0.53 x 1
proses pada 2
workstation 1 dengan
zipper utama

Kursi 0.5 x 0.4 3.75 7.75


2 2 x 0.8

Keranjang 0.48 x
0.33 x
4 0.28

Ruang Gerak 4 4 4
2 orang melakukan Mesin Jahit Typical 2 0.7 x
assembly produk 0.28 x
setengah jadi hasil 0.46
proses pada
workstation 2 dengan
zipper utama untuk
pembuatan tas ransel Meja 2 1.2 x
0.53 x 1

10.53
3 3 3.75

Kursi 2 0.5 x 0.4


x 0.8

1 orang melakukan Keranjang 4 0.48 x


assembly tali strap 0.33 x
pengait dan busa 0.28
untuk pembuatan tas
selempang

84
Tabel 4.53 Kebutuhan Luas Per workstation (Lanjutan)
Jumlah Jobdesk Kebutuh Luas
Kebutuhan Dimensi
WS pekerja Jumlah an Luas Total
Fasilitas (m)
( ) ( )
Meja kerja WK 120 1 1.3 x 0.6
x 0.8

Kursi kerja 1 0.5 x 0.4


x 0.8
1.78

Keranjang 2 .48 x
0.33 x
0.28

Ruang Gerak 5 5 5
Mesin Jahit Juki 1 0.64 x
0.28 x
0.46

1 orang melakukan
assembly tali strap
pengait dan busa
kemudian Meja 1 1.2 x
menggabungkan 0.53 x 1 1.56
hasilnya dengan hasil
proses pada
workstation 3 untuk
pembuatan tas ransel
9.9
4 3 Keranjang 2 0.48 x
0.33 x
0.28

1 orang melakukan Meja Kerja WK 120 1.3 x 0.6


assembly hasil proses x 0.8
workstation 3 dengan
hasil proses
workstation 2 dan 1 1 1.78
orang melakukan
proses inspeksi untuk
pembuatan tas
selempang

85
Tabel 4.53 Kebutuhan Luas Per workstation (Lanjutan)
Jumlah Jobdesk Kebutuh Luas
Kebutuhan Dimensi
WS pekerja Jumlah an Luas Total
Fasilitas (m)
( ) ( )
Kursi kerja 1 0.5 x 0.4
x 0.8

Keranjang 2 0.48 x
0.33 x
0.28

Mesin Jahit Juki 1 0.64 x


0.28 x
0.46
1.56

Kursi 1 0.5 x 0.4


x 0.8

Keranjang 1 0.48 x
0.33 x
0.28

Ruang Gerak 3 5 5
Melakukan proses Meja Kerja WK 120
inspeksi

1.3 x 0.6
4 x 0.8
2.34

8.14
5 4 Kursi kerja

0.5 x 0.4
4 x 0.8
0.8

Ruang Gerak 5 5 5
Total 48.82

86
Berdasarkan perhitungan di atas diketahui luas workstation untuk masing-masing
workstation . Untuk luas workstation 1 sebesar 12.5 m2, luas workstation 2 sebesar 7.75 m2,
luas workstation 3 sebesar 10.53 m2, luas workstation 4 sebesar 9.9 m2 dan luas workstation
5 sebesar 8.14 m2. Sehingga total luas seluruh workstation adalah sebesar 48.82 m2.

4.8.3.2 Kebutuhan Luas per Departemen dari Total Kantor


Dalam perencanaan pabrik diperlukan tata letak fasilitas ruang dari setiap departemen
organisasi perusahaan sesuai dengan luas yang dibutuhkan dalam proses produksi
pembuatan tas. Berikut merupakan kebutuhan luas per departemen yang ditampilkan pada
Tabel 4.54.
Tabel 4.54 Kebutuhan Luas per Departemen
Departemen Jumlah Jobdesk Kebutuhan Luas
pekerja Fasilitas Dimensi Kebutuhan total
Detail Jumlah Luas (m) luas (m2) (m2)
Fasilitas
Meja WK 2 1.2 x 0.6
150 x 0.8
2.4
Kursi 2 0.5 x 0.4 2.4
Memantau
semua x 0.8
Ruang
2
QC produk hasil Lemari 1 1.6 x 0.5 0.8
produksi. Arsip 0.8
x2
Ruang 5 5 5
Gerak
Total 8.2

Luas untuk departemen QC adalah sebesar 8.2 m2. Dalam penentuan luas dengan
memperhatikan peralatan dan jumlah pekerja yang berkerja pada departemen tersebut. Pada
departemen QC terdapat 2 orang pekerja dengan pertimbangan jumlah produk yang harus
dicek setiap harinya yaitu sekitar 60 tas selempang dan tas ransel.

4.8.3.3 Kebutuhan Luas Gudang


Dalam perencanaan pabrik diperlukan tata letak fasilitas untuk pergudangan yang sesuai
dengan luas yang dibutuhkan dalam proses produksi pembuatan tas. Pada tabel berikut,
merupakan kebutuhan fasilitas gudang. Berikut merupakan kebutuhan luas gudang bahan
baku yang ditampilkan pada Tabel 4.55.

87
Tabel 4.55 Perhitungan Luas Gudang Bahan Baku
Kebutuhan Luas total
Dimensi Luas Kebutuhan
Departemen Fasilitas (m2)
(m) luas (m2)
Detail Fasilitas Jumlah
Gudang bahan Loading dock 1 1.5 x 1 1.5 1.5
baku
Hand truck 1 0.5612 0.5612
0.92 x 0.61

Tangga 1 0.6 x 0.1 0.06 0.8

Rak 3 2 x 0.6 x 0.4 1.2 3.6


penyimpanan

Aisle 2 1.22 2.44 2.44

Ruang gerak 5 - 5 5

Total 15

Berdasarkan tabel 4.55 perhitungan di atas dapat diketahui kebutuhan luas untuk
masing-masing gudang. Gudang bahan baku membutuhkan luas sebesar 15m2. Dalam
menentukan luas gudang, selain memperhatikan luas dari perlatan yang ada dalam gudang
juga memperhatikan aisle yang menjadi jalan dalam mobilitas bahan baku.
Berikut merupakan kebutuhan luas gudang produk jadi yang ditampilkan pada Tabel
4.56.
Tabel 4.56 Perhitungan Luas Gudang Produk Jadi
Kebutuhan Luas total
Dimensi Luas Kebutuhan
Departemen Fasilitas (m2)
(m) luas (m2)
Detail Fasilitas Jumlah
Gudang barang Loading dock 1 1.5
1.5 x 1 1.5
jadi
Hand truck 2 0.5612 1.12
0.92 x 0.61

Tangga 1 0.06 0.8


0.6 x 0.1

Rak 4 2 x 0.6 x 0.4 1.2 4.8


penyimpanan

Aisle 2 1.22 2.44 2.44

Ruang gerak 5 - 5 5

Total 20

88
Berdasarkan tabel 4.56 perhitungan di atas dapat diketahui kebutuhan luas untuk
masing-masing gudang. Gudang bahan baku membutuhkan luas sebesar 20m2. Dalam
menentukan luas gudang, selain memperhatikan luas dari perlatan yang ada dalam gudang
juga memperhatikan aisle yang menjadi jalan dalam mobilitas produk jadi.

4.8.3.4 Kebutuhan Luas Fasilitas Pendukung


Selain lantai produksi dan workstation , dalam perencanaan tata letak fasilitas juga
diperlukan fasilitas pendukung untuk menunjang fasilitas utama yaitu fasilitas proses
produksi pembuatan tas di PT. Fajar Sejahtera. Berikut merupakan daftar kebutuhan fasilitas
pendukung pabrik dapat dilihat pada Tabel 4.57.
Tabel 4.57 Kebutuhan Luas Fasilitas Pendukung
Fasilitas Jumlah Detail fasilitas Ukuran Total Ukuran
Pendukung luas/unit (m2) (m2)
Closet,
wastafel,
Toilet 2 2 4
ember, tempat
sampah
Ruang 1 Lemari 5 5
maintenance
Total 9

Berdasarkan peraturan Kemenkes RI menyebutkan bahwa untuk perusahaan dengan


karyawan dibawah 20 orang minimal harus memiliki 1 kamar mandi. Dengan pertimbangan
peraturan tersebut, pada PT. Fajar Sejahtera direncanakan memiliki 2 buah kamar mandi
atau toilet yang diperuntukkan perempuan dan laki-laki. Luas kamar mandi yang
direkomendasikan oleh Kementirian Kebudayaan dan Pariwisita adalah sebesar 1.6 x 0.9 x
2.4m. dengan pertimbangan tersebut dibuat kamar mandi dengan luas sebesar 2 m2 . luas
untuk ruang maintenance sebesar 2.4 m2. penetuan luas tersebut dengan mempertimbangkan
luas dari peralatan dan jumlah pekerja yang ada dalam ruangan. Peralatan yang ada dalam
ruang maintenance sama dengan ruang quality control sehingga luas untuk peralatan adalah
sama. Dan dengan mempertimbangkan ruang gerak dan mobilitas karyawan dalam ruangan
maka ditentukan luas ruang maintenance sebesar 5 m2.

4.8.3.5 Kebutuhan Luas Pabrik


Kebutuhan luas pabrik PT.Fajar Sejahtera adalah 91.54 m2. Berikut merupakan
penjelasan kebutuhan luas pabrik yang ditampilkan pada Tabel 4.58.

Tabel 4.58 Kebutuhan Luas Departemen Pabrik

89
No Departemen Total Luas (m2)
1 Kebutuhan Luas Lantai Produksi 48.82
2 Kebutuhan Luas Departemen QC 8.2
3 Kebutuhan Luas Gudang Bahan Baku 15
4 Kebutuhan Luas Gudang Barang Jadi 20
5 Kebutuhan Luas Toilet 4
6 Kebutuhan Luas Departemen maintenance 5
Total 101.02

Pada PT. Fajar Sejahtera direncanakan memiliki 6 departemen yaitu lantai produksi,
QC, gudang bahan baku, gudang produk jadi, toilet dan maintenance. Luas dari lantai
produksi adalah sebesar 48.82 m2. Luas departemen QC adalah sebesar 8.2 m2. Luas gudang
bahan baku adalah sebesar 15 m2. Luas gudang produk jadi adalah sebesar 20 m2. Luas toilet
adalah sebesar 4 m2. Luas departemen maintenance adalah sebesar 5 m2. Dan luas total untuk
seluruh departemen yang ada adalah sebesar 101.02 m2.

4.9 Perencanaan Layout Pabrik


Pada sub-bab ini akan dijelaskan mengenai Systematic layout Planning, Relationship
Diagram, Space Requirement, Space Availability, Space Relationship Diagram, Modifiying
Consideration, Pratical Consideration, alternatif layout dan analisa yang akan digunakan
pada PT. Fajar Sejahtera.

4.9.1 Systematic layout Planning (SLP)


Systematic layout Planning merupakan salah satu tahap perencanaan layout pabrik
dimana dilakukan perencanaan terkait tata letak antar departemen dan area kerja umum PT.
Fajar Sejahtera. Perencanaan tata letak masing-masing departemen dilakukan pada fase
general layout. Input yang digunakan dalam proses ini adalah seluruh informasi yang telah
dikumpulkan pada sub bab sebelumnya. Dalam membuat ARC, terlebih dahulu menentukan
alasan kedekatan antar departemen. Berikut adalah alasan kedekatan yang ditampilkan pada
Tabel 4.59.
Tabel 4.59 Alasan Kedekatan
No . Alasan
1. Keterkaitan proses
2. Kemudahan perpindahan personel
3. Kemudahan pengawasan
4. Kebisingan
5. Bau
6. Lain-lain

90
Berikut merupakan derajat kedekatan pada ARC yang ditampilkan pada Tabel 4.60.
Tabel 4.60 Derajat Kedekatan ARC
Derajat (Nilai) Kedekatan Deskripsi Kode Warna
A Mutlak Penting
E Sangat Penting
I Penting
O Cukup/Biasa
U Tidak Penting
X Tidak Dikehendaki

Berikut merupakan Activity Relationship Diagram pada PT. Fajar Sejahtera yang
ditampilkan pada Gambar 4.13.

Gambar 4.13 Activity relationship chart PT. Fajar Sejahtera


Dari ARC yang telah dibuat diketahui bahwa lantai produksi dan QC memiliki nilai
kedekatan A yang berarti mutlak penting untuk berdekatan dengan alasan kemudahan
pengawasan, lantai produksi dan maintenance memiliki nilai kedekatan O yang berarti
cukup/biasa untuk berdekatan dengan alasan kemudahan dalam menindaklanjuti apabila ada
kerusakan pada mesin. Lantai produksi dan toilet, maintenance dan toilet, toilet dan gudang
bahan baku, toilet dan gudang bahan jadi memiliki nilai kedekatan U yang berarti tidak
penting untuk berdekatan dengan alasan bau. Lantai produksi dan gudang bahan baku
memiliki nilai kedekatan A dengan alasan kedekatan keterkaitan proses dan kemudahan
perpindahan personel. Laintai produksi dan gudang bahan jadi memiliki nilai kedekatan E
yang berarti sangat penting untuk berdekatan dengan alasan kemudahan pengawasan. QC
dan maintenance, maintenance dan toilet, maintenance dan gudang bahan baku memilki
nilai kedekatan U dengan alasan lain-lain. maintenance dan gudang bahan baku memiliki
nilai kedekatan O dengan alasan keterkaitan proses. QC dan gudang bahan jadi memiliki

91
nilai kedekatan A yang berarti mutlak penting untuk berdekatan dengan alasan keterkaitan
proses.

4.9.2 Relationship Diagram


ARD (Activity Relationship Diagram) merupakan diagram hubungan antar aktivitas
(fasilitas kerja/departemen/workstation) berdasar tingkat prioritas kedekatan. Area pada
ARD digambarkan dalam bentuk lingkaran yang sama (sementara luas area setiap fasilitas
kerja diabaikan). Berikut ini merupakan Relationship Diagram untuk general layout dari PT.
Fajar Sejahtera yang ditampilkan pada Gambar 4.14.

3 2 5
6

1
4

Gambar 4. 14 Activity relationship diagram PT.Fajar Sejahtera

Tabel 4.61 Keterangan Departemen


No Keterangan
1 Lantai Produksi
2 Quality Control
3 Maintanance
4 Toilet
5 Gudang Bahan Baku
6 Gudang Bahan Jadi

Berdasarkan ARD diatas dapat diketahui bahwa departemen 1 dan 2 memiliki 4 garis
berwarna merah yang berarti memiliki nilai kedekatan A atau mutlak penting berdekatan.
Departemen 1 dan 3 memiliki 1 garis berwarna biru yang berarti cukup/biasa untuk
berdekatan. Departemen 1 dan 6 memiliki 3 garis kuning yang berarti memiliki nilai
kedekatan E sangat penting berdekatan. Departemen 2 dan 5 miliki 1 garis berwarna biru
yang berarti cukup/biasa untuk berdekatan. Departemen 2 dan 6 memiliki 4 garis berwarna
merah yang berarti memiliki nilai kedekatan A atau mutlak penting berdekatan. Departemen
5 dan 6 memiliki 1 garis berwarna biru yang berarti cukup/biasa untuk berdekatan.
Departemen 4 tidak memiliki garis penghubung dengan departemen manapun yang berarti
memiliki nilai kedekatan U atau tidak penting untuk berdekatan dengan departemen
manapun.

92
4.9.3 Space Requirement
Space Requirement merupakan kebutuhan luas ruangan yang diperlukan untuk
merancang layout pabrik tas PT. Fajar Sejahtera. Berikut merupakan kebutuhan ruangan tiap
departemen pabrik yang ditampilkan pada Tabel 4.62.
Tabel 4.62 Space Requirement
No Departemen Total Luas (m2)
1 Kebutuhan Luas Lantai Produksi 48.82
2 Kebutuhan Luas Departemen QC 8.2
3 Kebutuhan Luas Gudang Bahan Baku 15
4 Kebutuhan Luas Gudang Barang Jadi 20
5 Kebutuhan Luas Toilet 4
6 Kebutuhan Luas Departemen maintenance 5
Total 101.02

Pada PT. Fajar Sejahtera direncanakan memiliki 6 departemen yaitu lantai produksi,
QC, gudang bahan baku, gudang produk jadi, toilet dan maintenance. Luas dari lantai
produksi adalah sebesar 48.82 m2. Luas departemen QC adalah sebesar 8.2 m2. Luas gudang
bahan baku adalah sebesar 15 m2. Luas gudang produk jadi adalah sebesar 20 m2. Luas toilet
adalah sebesar 4 m2. Luas departemen maintenance adalah sebesar 5 m2. Sehingga total luas
yang dibutuhkan adalah sebesar 101.02 m2.

4.9.4 Space Available


Space Availability merupakan luas lokasi yang tersedia untuk mendirikan pabrik tas
PT. Fajar Sejahtera. Pada space availability dilakukan penyesuaian antara luas lokasi yang
tersedia dengan luas lokasi yang diperlukan untuk setiap departemen yang ada pabrik tas
PT.Fajar Sejahtera. Ketersediaan ruang yang tersedia adalah sebesar 12,5 x 10 meter dengan
luas bangunan 125 m2 dengan bangunan 1 lantai.

4.9.5 Space Relationship Diagram (SRD)


Space Relationship Diagram (SRD) merupakan kombinasi antara kebutuhan luasan
dan activity relationship diagram. Dalam membuat desain alternatif layout secara umum
dapat ditunjukkan dalam bentuk blocplan. Berikut merupakan hasil dari kelima alternatif
layout dengan menggunakan blocplan yang ditampilkan pada Gambar 4.15, Gambar 4.16,,
Gambar 4.17, Gambar 4.18, dan Gambar 4.19.

93
Gambar 4.15 Alternatif layout 1
Dari alternatif layout 1 pada output blocplan pada gambar 4.15. Departemen 1 memiliki
ukuran 10.6 m x 4.6 m, departemen 2 memiliki ukuran 2 m x 4 m, departemen 3 memiliki
ukuran 1.1 m x 4.6 m, departemen 4 memiliki ukuran 1 m x 4 m, departemen 5 memiliki
ukuran 3.7 m x 4 m dan departemen 6 memiliki ukuran 4.9 m x 4 m.

Gambar 4.16 Alternatif layout 2


Dari alternatif layout 2 pada output blocplan pada gambar 4.16. Departemen 1 memiliki
ukuran 10 m x 4.9 m, departemen 2 memiliki ukuran 1.7 m x 4.9 m, departemen 3 memiliki
ukuran 11.7 m x 0.4 m, departemen 4 memiliki ukuran 1.2 m x 3.3 m, departemen 5 memiliki
ukuran 4.5 m x 3.3 m dan departemen 6 memiliki ukuran 6 m x 3.3 m.

Gambar 4.17 Alternatif layout 3


Dari alternatif layout 3 pada output blocplan pada gambar 4.17. Departemen 1 memiliki
ukuran 10.8 m x 4.5 m, departemen 2 memiliki ukuran 2 m x 4.1 m, departemen 3 memiliki

94
ukuran 1.2 m x 4.1 m, departemen 4 memiliki ukuran 0.9 m x 4.5 m, departemen 5 memiliki
ukuran 3.6 m x 4.1 m dan departemen 6 memiliki ukuran 4.8 m x 4.1 m.

Gambar 4.18 Alternatif layout 4


Dari alternatif layout 4 pada output blocplan pada gambar 4.18. Departemen 1 memiliki
ukuran 8.3 m x 5.9 m, departemen 2 memiliki ukuran 7.8 m x 1 m, departemen 3 memiliki
ukuran 2.9 m x 1.7 m, departemen 4 memiliki ukuran 3.8 m x 1 m, departemen 5 memiliki
ukuran 8.8 m x 1.7 m dan departemen 6 memiliki ukuran 3.4 m x 5.9 m.

Gambar 4.19 Alternatif layout 5


Dari alternatif layout 5 pada output blocplan pada gambar 4.19. Departemen 1 memiliki
ukuran 9.3 m x 5.2 m, departemen 2 memiliki ukuran 1.6 m x 5.2 m, departemen 3 memiliki
ukuran 11.7 m x 0.4 m, departemen 4 memiliki ukuran 0.8 m x 5.2 m, departemen 5 memiliki
ukuran 5 m x 3 m dan departemen 6 memiliki ukuran 6.7 m x 3 m.
Dari kelima alternatif layout diatas didapatkan nilai adjency score yang mendekati 1.
Dikarenakan kelima alternatif layout memiliki nilai adjency score yang sama maka
dipilihlah alternatif layout keempat, alternatif layout keempat dipilih berdasarkan
subyektivitas dan juga dengan mempertimbangkan ukuran-ukuran dari peralatan yang ada.
Setelah memilih alternatif layout keempat sebagai alternatif layout yang paling ideal, maka
dibuatlah space relationship diagram. Berikut merupakan space relationship diagram dari
PT.Fajar Sejahtera yang ditampilkan pada Gambar 4.20.

95
6
2 5

1
4 3

Gambar 4.20 Space relationship diagram PT. Fajar Sejahtera

4.9.6 Modifying Considerations


Modifying consideration merupakan pertimbangan-pertimbangan yang ada pada
perencanaan pembuatan layout. Dengan adanya pertimbangan-pertimbangan tersebut,
menyebabkan munculnya alternatif-alternatif layout yang nantinya akan memunculkan
layout terbaik. Berikut merupakan output dari kelima layout yang ada pada blocplan yang
ditampilkan pada Gambar 4.21 dan adjencies satisfied yang ditampilkan pada Gambar 4.22.

Gambar 4.21 Output blocplan

Gambar 4.22 Adjencies satisfied

96
Dalam menetukan layout yang dipilih dari output blocplan terdapat beberapa
pertimbangan yang harus diperhatikan yaitu nilai adjency score dan adjencies satisfied.
Berdasarkan gambar 4.21 diatas dapat diketahui bahwa semua alternatif layout masing-
masing memiliki nilai adjency score yang sama yaitu 0.97. Sedangkan untuk adjencies
satisfied memiliki nilai yang berbeda untuk masing-masing alternatif layout seperti yang
ditampilkan pada gambar 4.22. Pada alternatif layout 1,2,4 dan 5 terdapat 6 tanda merah
pada derajat kedekatannya yang berarti ada 6 nilai yang tidak memenuhi harapan. Pada
alternatif layout 3 terdapat 5 tanda merah pada derajat kedekatannya yang berarti ada 5 nilai
yang tidak memenuhi harapan.

4.9.7 Practical Limitations


Dalam merancang layout perlu adanya batasan-batasan. Batasan dalam merancang
layout pabrik PT. Fajar Sejahtera meliputi :
1. Peletakkan gudang. Gudang berada pada paling belakang dari bagian pabrik
dikarenakan untuk memudahkan proses loading/unloading barang.
2. Luas ruangan: Luas ruangan yang tersedia sama dengan luas ruangan yang telah
ditetapkan pada layout Space Relationship Diagram (SRD).

4.9.8 Alternatif layout


Dari hasil output blocplan yang telah dibuat selanjutnya dibuat layout dalam bentuk 2
dimensi menggunakan micorosoft visio dengan menambahkan aisle yang ada antar layout.
Sehingga hasil layout lebih representatif dan sesuai dengan desain yang diinginkan. Berikut
adalah desain 2 dimensi dari alternatif layout yang dapat dilihat pada Gambar 4.23, Gambar
4.24, Gambar 4.25, Gambar 4.26 dan Gambar 4.27.

97
3.7 m

1.5 m
1m

Quality Control
Gudang Bahan Baku

aisle
Gudang Produk Jadi

Toilet
4m

1.5 m
aisle

1.5 m

Lantai Produksi

Maintenance
4.6 m

aisle
1.1 m
10.6 m

Gambar 4.23 Alternatif layout 1

Dari alternatif layout 1 pada gambar 4.23. Departemen 1 memiliki ukuran 10.6 m x 4.6
m, departemen 2 memiliki ukuran 2 m x 4 m, departemen 3 memiliki ukuran 1.1 m x 4.6 m,
departemen 4 memiliki ukuran 1 m x 4 m, departemen 5 memiliki ukuran 3.7 m x 4 m dan
departemen 6 memiliki ukuran 4.9 m x 4 m. Pada alternatif layout 1 ini terdapat aisle dengan
ukuran 1.5 m yang digunakan sebagai jalan untuk hand truck dan orang.

98
4.5 m 6m

Gudang produk Gudang

3.3 m
toilet
jadi bahan baku

1.5 m
4.9 m

Lantai
QC
produksi

maintenance
0.4

1.7 m

11.7 m
Gambar 4.24 Alternatif layout 2

Dari alternatif layout 2 pada gambar 4.24. Departemen 1 memiliki ukuran 10 m x 4.9
m, departemen 2 memiliki ukuran 1.7 m x 4.9 m, departemen 3 memiliki ukuran 11.7 m x
0.4 m, departemen 4 memiliki ukuran 1.2 m x 3.3 m, departemen 5 memiliki ukuran 4.5 m
x 3.3 m dan departemen 6 memiliki ukuran 6 m x 3.3 m. Pada alternatif layout 2 ini terdapat
aisle dengan ukuran 1.5 m yang digunakan sebagai jalan untuk hand truck dan orang.

99
4.8 m

1m

Quality Control
1m
Gudang Produk Jadi Gudang Bahan Baku

4.1 m
aisle
Maintenance
4.1 m

1.22 m
aisle

1m

Toilet
aisle
Lantai Produksi
4.5 m

10.8 m
0.9 m

Gambar 4.25 Alternatif layout 3

Dari alternatif layout 3 pada gambar 4.25. Departemen 1 memiliki ukuran 10.8 m x 4.5
m, departemen 2 memiliki ukuran 2 m x 4.1 m, departemen 3 memiliki ukuran 1.2 m x 4.1
m, departemen 4 memiliki ukuran 0.9 m x 4.5 m, departemen 5 memiliki ukuran 3.6 m x 4.1
m dan departemen 6 memiliki ukuran 4.8 m x 4.1 m. Pada alternatif layout 3 ini terdapat
aisle dengan ukuran 1.22 m yang digunakan sebagai jalan untuk hand truck dan 1 m sebagai
jalan orang.

2.9 m 8.8 m
1.7 m

Maintenance Gudang Bahan Baku

8.3 m

1.5 m

Gudang Produk Jadi


aisle
5.9 m

Lantai Produksi
1m

Toilet Quality Control

3.8 m 7.8 m

Gambar 4.26 Alternatif layout 4

100
Dari alternatif layout 4 pada gambar 4.26. Departemen 1 memiliki ukuran 8.3 m x 5.9
m, departemen 2 memiliki ukuran 7.8 m x 1 m, departemen 3 memiliki ukuran 2.9 m x 1.7
m, departemen 4 memiliki ukuran 3.8 m x 1 m, departemen 5 memiliki ukuran 8.8 m x 1.7
m dan departemen 6 memiliki ukuran 3.4 m x 5.9 m. Pada alternatif layout 4 ini terdapat
aisle dengan ukuran 1.5 m yang digunakan sebagai jalan untuk hand truck dan orang.
6.7 m

1.5 m
5m
3m

Gudang produk
jadi
Gudang bahan

3m
baku
1.5 m

Quality control

Lantai produksi
toilet
5.2 m

52 m
maintenance
0.4 m

1.6 m 9.3 m
11.7 m

Gambar 4.27 Alternatif layout 5

Dari alternatif layout 5 pada output blocplan pada gambar 4.27. Departemen 1 memiliki
ukuran 9.3 m x 5.2 m, departemen 2 memiliki ukuran 1.6 m x 5.2 m, departemen 3 memiliki
ukuran 11.7 m x 0.4 m, departemen 4 memiliki ukuran 0.8 m x 5.2 m, departemen 5 memiliki
ukuran 5 m x 3 m dan departemen 6 memiliki ukuran 6.7 m x 3 m. Pada alternatif layout 5
ini terdapat aisle dengan ukuran 1.5 m yang digunakan sebagai jalan untuk hand truck dan
orang.

4.9.9 Analisis
Pada gudang bahan baku dan gudang produk jadi, penyimpanan material maupun
produk jadi menggunakan box yang kemudian disusun ke dalam rak. Pada gudang bahan
baku, jumlah box yang disimpan sebanyak 105 dan pada gudang produk jadi sebanyak 104.
Sehingga jumlah rak yang dibutuhkan adalah 3 buah rak dengan 4 susun. Paa gudang produk
jadi ditambahkan menjadi 4 rak sebagai antisipasi jika distributor terlambat dalam

101
mengambil produk dan produk harus disimpan di gudang. Untuk proses material handling
menggunakan hand truck. Satu hand truck dapat mengangkut 6 box dalam sekali
pengangkutan. Pada gudang bahan baku terdapat 1 hand truck dan pada gudang produk jadi
terdapat 2 hand truck.
Pada PT. Fajar Sejahtera letak workstation 1 yang merupakan proses awal pembuatan
tas berdekatan dengan gudang material, sedangkan pada workstation 2 yang merupakan
tempat melakukan proses pada tahap akhir sehingga aliran antar workstation adalah aliran
berbentuk S -Shaped atau Serpentine.
Langkah awal dalam perencanaan tata letak fasilitas ialah menghitung kebutuhas luas
masing-,masing departemen. Terdapat 6 departemen dengan kebutuhan fasilitas masing-
masing. Keenam departemen tersebut ialah lantai produksi, departemen QC, ruang
maintenance, toilet, gudang bahan baku dan gudang produk jadi.
Dari ARC yang telah dibuat diketahui bahwa lantai produksi dan QC memiliki nilai
kedekatan A yang berarti mutlak penting untuk berdekatan dengan alasan kemudahan
pengawasan, lantai produksi dan maintenance memiliki nilai kedekatan O yang berarti
cukup/biasa untuk berdekatan dengan alasan kemudahan dalam menindaklanjuti apabila ada
kerusakan pada mesin. Lantai produksi dan toilet, maintenance dan toilet, toilet dan gudang
bahan baku, toilet dan gudang bahan jadi memiliki nilai kedekatan U yang berarti tidak
penting untuk berdekatan dengan alasan bau. Lantai produksi dan gudang bahan baku
memiliki nilai kedekatan A dengan alasan kedekatan keterkaitan proses dan kemudahan
perpindahan personel. Laintai produksi dan gudang bahan jadi memiliki nilai kedekatan E
yang berarti sangat penting untuk berdekatan dengan alasan kemudahan pengawasan. QC
dan maintenance, maintenance dan toilet, maintenance dan gudang bahan baku memilki
nilai kedekatan U dengan alasan lain-lain. maintenance dan gudang bahan baku memiliki
nilai kedekatan O dengan alasan keterkaitan proses. QC dan gudang bahan jadi memiliki
nilai kedekatan A yang berarti mutlak penting untuk berdekatan dengan alasan keterkaitan
proses.
Selanjutnya dibuat ARD dengan hasil departemen 1 dan 2 memiliki 4 garis berwarna
merah yang berarti memiliki nilai kedekatan A atau mutlak penting berdekatan. Departemen
1 dan 3 memiliki 1 garis berwarna biru yang berarti cukup/biasa untuk berdekatan.
Departemen 1 dan 6 memiliki 3 garis kuning yang berarti memiliki nilai kedekatan E sangat
penting berdekatan. Departemen 2 dan 5 miliki 1 garis berwarna biru yang berarti
cukup/biasa untuk berdekatan. Departemen 2 dan 6 memiliki 4 garis berwarna merah yang
berarti memiliki nilai kedekatan A atau mutlak penting berdekatan. Departemen 5 dan 6

102
memiliki 1 garis berwarna biru yang berarti cukup/biasa untuk berdekatan. Departemen 4
tidak memiliki garis penghubung dengan departemen manapun yang berarti memiliki nilai
kedekatan U atau tidak penting untuk berdekatan dengan departemen manapun.
Selanjutnya dilakukan pembuatan SRD yang mengacu pada ARD dan luas masing-
masing departemen. Pada PT. Fajar Sejahtera direncanakan memiliki 6 departemen yaitu
lantai produksi, QC, gudang bahan baku, gudang produk jadi, toilet dan maintenance. Luas
dari lantai produksi adalah sebesar 48.82 m2. Luas departemen QC adalah sebesar 8.2 m2.
Luas gudang bahan baku adalah sebesar 15 m2. Luas gudang produk jadi adalah sebesar 20
m2. Luas toilet adalah sebesar 4 m2. Luas departemen maintenance adalah sebesar 5 m2.
Sehingga total luas yang dibutuhkan adalah sebesar 101.02 m2.
Kemudian dibuat alternatif layout menggunakan blocplan sebanyak 5 buah alternatif.
Dari kelima alternatif layout didapatkan nilai adjency score yang mendekati 1. Dikarenakan
kelima alternatif layout memiliki nilai adjency score yang sama. Sedangkan untuk nilai
adjencies statisfied berbeda. Pada alternatif layout 1,2,4 dan 5 terdapat 6 tanda merah pada
derajat kedekatannya yang berarti ada 6 nilai yang tidak memenuhi harapan. Pada alternatif
layout 3 terdapat 5 tanda merah pada derajat kedekatannya yang berarti ada 5 nilai yang
tidak memenuhi harapan. Selain dengan kedua pertimbangna tersebut, dapat dilihat juga dari
alternatif layout yang telah dibuat. Berdasarkan alternatif layout tersebut, maka dipilih
layout 3. Karena layout 3 memiliki luasan yang paling mungkin atau logis untuk dijadikan
sebuah pabrik. Dan layout 3 memiliki luasan yang paling sesuai dengan rancangan luas dan
peralatan yang ada di pabrik.

4.10 Layout Terpilih


Berdasarkan alternatif layout dari blocplan, dipilih layout 3. Hal ini karena layout 3
memiliki score paling tinggi dan nilai error pada adjencies satisfied paling kecil.
Berdasarkan layout terpilih, selanjutnya dbuat denah 2D dan 3D yang dapat dilihat dibawah
ini.

4.10.1 Denah (2 Dimensi)


Berikut adalah denah 2 dimensi dari layout terpilih yang ditampilkan pada gambar 4.28

103
4.8 m

1m
6
1m 5

4.1 m
aisle
2

3
4.1 m

1.22 m
aisle

1
4
4.5 m

1m

aisle
10.8 m
0.9 m

Gambar 4.28 Denah 2 Dimensi


Keterangan gambar :
1. Lantai Produksi
2. Quality control
3. Maintenance
4. Toilet
5. Gudang bahan baku
6. Gudang produk jadi
Dari gambar diatas diketahui bahwa PT. Fajar Sejahtera memiliki 6 depatermen yaitu
lantai produks, quality control, maintenance, toilet, gudang bahan baku, gudang produk jadi.
Aliran bahan pada PT Fajar Sejahtera yaitu, bahan baku datang masuk ke dalam Gudang
bahan baku untuk di cek dan disimpan untuk menunggu di proses. Selanjutnya bahan baku
diangkut menggunakan hand truck menuju lantai produksi. Bahan diproses pada WS 1,2,3,4
dan 5. Barang yang sudah jadi selanjutnya diangkut ke QC untuk diperiksa kesesuain

104
spesifikasi dan standar produk. Barang yang sudah dinyatakan lulus spesifikasi diangkut
menuju gudang produk jadi menunggu untuk diambil oleh distributor.

4.10.2 Denah (3 Dimensi)

105
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran

106

Anda mungkin juga menyukai