Anda di halaman 1dari 31

Nama: Muchamad Rizky

NPM: 7015210113

Mata Kuliah: Semiotika Media

Judul Penelitian: Simbol dan Pesan dalam Foto Jurnalistik (Kajian Analisis Semiotik
pada Selebrasi yang Dilakukan oleh Suporter dan Olahragawan Indonesia)

ABSTRAK
Foto merupakan daya tarik tersendiri dalam dunia jurnalistik, banyak surat
kabar menggunakan foto sebagai daya tarik untuk memikat para pembaca.
Pemberitaan yang diselingi foto, pesan dan informasi yang sulit disampaikan
melalui tulisan dapat dijelaskan. Foto jurnalistik terjadi secara alami dan tanpa
rekayasa, selain itu dalam berita yang disajikan dengan atau berupa foto jurnalistik
ini pun menyimpan makna dan pesan yang hendak disampaikan. Foto merupakan
rekaman peristiwa yang sebenarnya. Foto merupakan rekaman peristiwa
sebenarnya yang terdiri dari untaian bahasa nonverbal.
Melalui analisis semiotika, sebuah foto dapat diketahui makna yang
terkandung di dalamnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
makna denotatif, konotatif dan mitologi yang terkandung dalam foto jurnalistik.
Metode yang digunakan dalam peneliti adalah paradigma pendekatan deskriptif
kualitatif. Analisis foto yang dikaji dengan menggunakan metode penelitian
semiotika Roland Barthes. Metode ini menekankan pada makna denotasi, konotasi,
dan mitos. Dan dibantu pula dengan analisis semiotik C.S Pierce yaitu mencari
makna dari ikon, indeks, dan simbol. Data penelitian ini diperoleh dari pengamatan
langsung, dan studi kepustakaan.
Makna konotasi foto jurnalistik di penelitian ini dapat dilihat dari proses
produksi sebuah gambar atau foto. Mitos yang beroperasi pada tanda-tanda dalam
foto-foto penelitian ini, terlihat dari objek secara langsung atau apa yang ada di
foto dan perluasan makna yang ditunjukan pada makna konotasi sehingga berubah
menjadi mitos. Mitologi yang terkandung pada keseluruhan foto jurnalistik
olahraga ini menunjukan bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami
beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam.

Kata Kunci: Foto jurnalistik, surat kabar, olahraga, semiotika, mitologis


BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Foto jurnalistik mempunyai peranan yang sangat penting. Ibarat sebuah


lukisan di dinding memiliki sejuta makna yang terpendam dan membenak di dalam
ingatan. Begitulah falsafah sebuah gambar, pengamatannya dibuat berimajinasi
dengan pengalaman dan ilmu yang dimiliki untuk menafsirkan gambar tersebut.
“Foto ialah gambar yang dihasilkan oleh kinerja kamera, sedangkan jurnalistik
mempunyai arti hal yang berhubungan dengan persurat kabaran; ilmu
kewartawanan; ilmu komunikasi massa”(Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry,
1994 : 190). Jika ditarik kesimpulan foto jurnalistik mempunyai maksud foto yang
berhubungan dengan persurat kabaran.
Foto jurnalistik adalah aktivitas dokumentasi pengambilan gambar dalam
sebuah peliputan berita melalui sebuah foto dan teks yang memperkuat berita
tersebut dan menyampaikan beragam bukti berupa visual atas suatu peristiwa yang
terjadi dilapangan dalam sebuah media, fotografi jurnalistik mulai berkembang
pada abad 19 setelah fotografi ditemukan seiring perkembangan teknologi.
Dalam foto jurnalistik tedapat jenis foto salah satunya foto olahraga (sport
photography) yaitu foto yang dibuat dari peristiwa olahraga, baik olahraga
tradisional maupun olahraga yang telah dikenal orang banyak. Foto olahraga adalah
jenis foto yang menangkap aksi menarik dan spektakuler dalam acara dan
pertandingan olahraga. Selain aksi dalam pertandingan, Wijaya (2011:64)
menjelaskan bahwa foto olahraga juga berupa emosi, kekonyolan, kesakitan
(cidera), tangis, tawa, dan sorak sorai.
Pemberitaan dengan menggunakan unsur foto jurnalistik pada media online
berperan untuk mempengaruhi para pembaca agar keaktualan berita dapat
dipercaya terhadap peneguhan pengetahuan dari pengalaman yang telah diperoleh
sebelumnya, member baru, menambah wawasan pengetahuan dan bentuk opini.
Foto jurnalistik mampu merekam sesuatu secara cepat, objektif, hingga membuat
cocok untuk menyajikan peristiwa yang mengandung berita dan informasi.
Foto jurnalistik dalam sebuah berita maka semakin jelas dan mudahlah
informasi atau pesan yang akan disampaikan kepada pembaca. Masalah
keberagaman akan sangat menarik kalau dikemas kedalam bentuk visual.
Disinilah letak pentingnya melakukan inovasi pesan nasionalisme melalui foto
jurnalistik.

Peristiwa olahraga mengandung unsur-unsur persaingan dan drama manusia


dalam pencapaian menjadi pemenang. Itulah sebabnya berita olah raga menepati
halaman-halaman utama media massa. Peristiwa olahraga selain mengandung
unsur hiburan juga menjadi semacam pintu pelepasan (escaped gate) atau katarsis
bagi sebagian besar masyarakat yang ingin mengaktualisasikan dirinya. Salah
satunya berita olahraga mengenai sepak bola. Sepak bola merupakan olahraga
yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Bahkan sepak bola telah menjadi
sebuah industri yang sangat menjanjikan bagi pemainnya, atau bagi sekelompok
masyarakat yang memanfaatkan sepak bola menjadi sebuah lahan bisnis.

Pemberitaan mengenai para pemain tergambar jelas lewat jepretan kamera.


Foto para pemain ini mempunyai makna dan pesan dalam praktiknya. Bukan
kosong tanpa pesan atau makna apapun. Sehingga bila kita cermati secara seksama
maka kita bisa melihat pesan-pesan yang terkandung dalam foto para pemain dan
suporter. Pesan tidak hanya berkutat pada masalah simbol kebudayaan semata,
seperti baju takwa, sorban, gamis, atau kofiah. Tetapi yang lebih penting adalah
pesan tersebut tergambar melalui sikap atau perilaku. Foto-foto yang mengandung
pesan tersebut, tergambarkan dalam prilaku pemain dan suporter dilapangan.

Melalui metode semiotika Roland Barthes, foto dapat dikupas dan


dipaparkan dengan sangat detail sehingga pembaca dapat mengerti pesan-pesan
yang disampaikan fotografer atau sebaliknya. Barthes memiliki enam prosedur
untuk menganalisa sebuah foto yang peneliti gunakan sebagai objek penulisan.
Prosedur ini diantaranya adalah Trick Efect, Pose, Objek, Photogenia,
Astheticism,. Sehingga dengan mengetahui hal itu, kita bisa memahami pesan
yang tergambar lewat foto tersebut.

Terakhir tahap Mitologi, tahap Mitologi ini yaitu bagaimana kebudayaan


menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam.
Mitos merupakan produk kelas sosial yang sudah memiliki suatu dominasi.

Alasan peneliti memilih meneliti tentang foto jurnalistik yang berkaitan


dengan selebrasi suporter dan olahragawan, karena sebenarnya dari kegiatan ini
banyak nilai-nilai yang memberikan pesan yang tergambar melalui sikap dan
prilaku di lapangan. Melalui foto-foto tersebut dapat memberikan dampak yang
luar biasa terhadap pembaca. Salah satu contohnya adalah selebrasi dan dukungan
suporter Indonesia.

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti merasa tertarik untuk meneliti


penelitian yang berjudul: “Simbol dan Pesan dalam Foto Jurnalistik (Kajian
Analisis Semiotik pada Selebrasi yang Dilakukan oleh Suporter dan Olahragawan
Indonesia)”.

1.1. Fokus dan Pertanyaan Penelitian

Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dijelaskan diatas, maka


peneliti memfokuskan penelitian pada: “Bagaimana pesan nasionalisme dalam
foto dukungan dan selebrasi kemenangan pemain Indonesia pada foto jurnalistik
ditinjau dari analisis semiotika Roland Barthes”

Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian, peneliti memperoleh beberapa pertanyaan


penelitian yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana makna denotasi pesan nasionalisme dalam foto dukungan
suporter dan selebrasi pemain Indonesia
2. Bagaimana makna konotasi pesan nasionalisme dalam foto dukungan suporter
dan selebrasi pemain Indonesia
3. Bagaimana makna mitos pesan nasionalisme dalam foto dukungan suporter
dan selebrasi pemain Indonesia

1.2. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis makna denotasi pesan nasionalisme


dalam foto dukungan suporter dan selebrasi pemain Indonesia
2. Untuk mengetahui dan menganalisis makna konotasi pesan nasionalisme
dalam foto dukungan suporter dan selebrasi pemain Indonesia
3. Untuk mengetahui dan menganalisis makna mitos pesan nasionalisme
dalam foto dukungan suporter dan selebrasi pemain Indonesia

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Kegunaan Penelitian

Dengan adanya penelitian ini di harapkan dapat memberikan manfaat serba


nilai guna bagi pengembangan ilmu pada umumnya dalam bidang Ilmu Komunikasi
dan Jurnalistik khususnya. Maka dari itu kegunaan secara umum dapat di bedakan
menjadi:

Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kepustakaan dan sebagai


sumbangan khazanah pemikiran dalam kajian ilmu jurnalistik, sebagai bagian dari
kajian media yang terdapat foto-foto yang mengandung unsur foto Jurnalistik
mengenai suporter Indonesia.

Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi para
praktisi, fotografer dan sebagai pedoman untuk para jurnalis media massa yang
tentunya berhubungan dengan foto jurnalistik, sehingga foto yang dihasilkan dan
yang didapat dapat memberikan informasi dan syarat nasionalisme.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. Komunikasi

Komunikasi adalah berbicara satu sama lain (Fiske,2004:7). Penelitian


yang menggunakan studi Semiotik merupakan bagian dari ilmu komunikasi
secara luas. Hendaknya kita mengenal apa itu komunikasi.

Komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari komunikator


kepada komunikan, baik secara langsung maupun melalui perantara (media).
Komunikasi adalah proses interaksi sosial yang digunakan untuk menyusun
makna yang merupakan citra mereka mengenai dunia (yang berdasarkan itu
mereka bertindak) dan untuk bertukar citra itu melalui simbol-simbol.
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan)
dari satu pihak kepada pihak lain.
Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang
dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Komunikasi adalah proses
penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu,
mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik secara lisan (langsung) ataupun
tidak langsung (Effendy,1990:10). Komunikasi yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah jadi bagaimana simbol dan pesan dalam selebrasi
kontroversi pemain bola dilihat dari kajian analisis semiotik, serta pesan apa
yang terkandung di dalam selebrasi dan dukungan yang dilakukan oleh pemain
dan suporter Indonesia tersebut.
Komunikasi adalah salah satu aktivitas manusia yang diakui setiap
orang, namun hanya sedikit yang bisa mendifinisikannya secara memuaskan.
Komunikasi memiliki variasi definisi yang tidak terhingga seperti saling
berbicara satu sama lain, televisi, penyebaran informasi, gaya rambut kita,
kritik sastra, dan masih banyak lagi. (Fiske,2012:1)
2.1. Komunikasi Nonverbal

Komunikasi nonverbal adalah setiap informasi atau emosi


dikomunikasikan tanpa menggunakan kata-kata nonlinguistik. Komunikasi
nonverbal adalah penting, sebab apa yang sering kita lakukan mempunyai makna
jauh lebih penting daripada apa yang kita katakan. Ucapan atau ungkapan klise
seperti “sebuah gambar sama nilainya dengan seribu kata” menunjukkan bahwa
alat-alat indra yang kita gunakan untuk menangkap isyarat-isyarat nonverbal
sebetulnya berbeda dari hanya kata-kata yang kita gunakan.

Salah satu dari beberapa alasan yang dikemukakan oleh Richard L.


Weaver II (1993, dalam buku Teori Komunikasi Antarpribadi) bahwa kata-kata
pada umumnya memicu salah satu sekumpulan alat indra seperti pendengaran,
sedangkan komunikasi nonverbal dapat memicu sejumlah alat indra seperti
penglihatan, penciuman, perasaan, untuk menyebutkan beberapa. Komunikasi
nonverbal adalah pesan yang disampaikan dalam proses komunikasi yang
disampaikan melalui lambang selain kata-kata atau bahasa, yaitu dalam bentuk
bahasa isyarat, ekspresi wajah, sandi, simbol-simbol, pakaian, kontak mata,
ekspresi wajah, gerakan anggota tubuh, waktu, ruang, jarak, penampilan
seseorang, dan lain-lain.

Istilah nonverbal biasanya digunakan untuk melukiskan semua peristiwa


komunikasi di luar kata-kata terucap dan tertulis. Secara teoritis komunikasi
nonverbal dan komunikasi verbal dapat dipisahkan. Namun dalam kenyataannya,
kedua jenis komunikasi ini saling jalin menjalin, saling melengkapi dalam
komunikasi yang kita lakukan sehari-hari.

Pesan adalah produk utama komunikasi. Pesan berupa lambang-lambang


yang menjalankan ide atau gagasan, sikap, perasaan, praktik, atau tindakan.
Adapun pesan bisa berbentuk kata-kata tertulis, lisan, gambar-gambar, angka-
angka, benda, gerak-gerik, atau tingkah laku dan berbagai bentuk tanda-tanda
lainnya. Komunikasi dapat terjadi dalam diri seseorang, antara dua orang, diantara
beberapa orang atau banyak orang. Komunikasi mempunyai tujuan tertentu,
artinya komunikasi yang dilakukan sesuai dengan keinginan dan kepentingan para
pelakunya.

Klasifikasi pesan nonverbal

Jalaludin Rakhmat (2004) mengelompokkan pesan-pesan nonverbal sebagai


berikut:

 Pesan kinesik. Pesan nonverbal yang menggunakan gerakan tubuh. Gerakan


tubuh merupakan perilaku nonverbal di mana komunikasi terjadi melalui
gerakan tubuh seseorang atau bagian-bagian tubuh. Yang berarti, terdiri dari
tiga komponen utama: pesan fasial, pesan gestural, dan pesan postural.
 Pesan fasial menggunakan raut muka untuk menyampaikan makna tertentu.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa wajah dapat menyampaikan paling
sedikit sepuluh kelompok makna: kebagiaan, rasa terkejut, ketakutan,
kemarahan, kesedihan, kemuakan, pengecaman, minat, ketakjuban, dan tekad.
Leathers (1976), dalam buku Deddy Mulyana, 2005 menyimpulkan penelitian-
penelitian tentang wajah sebagai berikut:

a. Wajah mengkomunikasikan penilaian dengan ekspresi senang dan tak


senang, yang menunjukkan apakah komunikator memandang objek
penelitiannya baik atau buruk.

b. Wajah mengkomunikasikan berminat atau tak berminat pada orang lain atau
lingkungan.

c.Wajah mengkomunikasikan intensitas keterlibatan dalam situasi situasi;

d.Wajah mengkomunikasikan tingkat pengendalian individu terhadap


pernyataan sendiri; dan wajah barangkali mengkomunikasikan adanya atau
kurang pengertian.

Pesan gestural menunjukkan gerakan sebagian anggota badan seperti mata dan
tangan untuk mengkomunikasi berbagai makna.

Pesan postural berkenaan dengan keseluruhan anggota badan, makna yang
dapat disampaikan adalah:

a. Immediacy yaitu ungkapan kesukaan dan ketidak sukaan terhadap individu


yang lain. Postur yang condong ke arah yang diajak bicara menunjukkan
kesukaan dan penilaian positif.

b. Power mengungkapkan status yang tinggi pada diri komunikator. Anda


dapat membayangkan postur orang yang tinggi hati di depan anda, dan
postur orang yang merendah.

c. Responsiveness, individu dapat bereaksi secara emosional pada


lingkungan secara positif dan negatif. Bila postur anda tidak berubah, anda
mengungkapkan sikap yang tidak responsif.

 Pesan proksemik disampaikan melalui pengaturan jarak dan ruang.


Umumnya dengan mengatur jarak kita mengungkapkan keakraban kita
dengan orang lain.
 Pesan artifaktual diungkapkan melalui penampilan tubuh, pakaian, dan
kosmetik. Walaupun bentuk tubuh relatif menetap, orang sering
berperilaku dalam hubungan dengan orang lain sesuai dengan persepsinya
tentang tubuhnya (body image). Erat kaitannya dengan tubuh ialah upaya
kita membentuk citra tubuh dengan pakaian, dan kosmetik.
 Pesan paralinguistik adalah pesan nonverbal yang berhubungan dengan
dengan cara mengucapkan pesan verbal. Satu pesan verbal yang sama
dapat
menyampaikan arti yang berbeda bila diucapkan secara berbeda. Pesan ini
oleh Deddy Mulyana (2005) disebutnya sebagai parabahasa.

 Pesan sentuhan dan bau-bauan.

- Alat penerima sentuhan adalah kulit, yang mampu menerima dan


membedakan emosi yang disampaikan orang melalui sentuhan. Sentuhan
dengan emosi tertentu dapat mengkomunikasikan: kasih sayang, takut,
marah, bercanda, dan tanpa perhatian.
- Bau-bauan, terutama yang menyenangkan (wewangian) telah berabad-abad
digunakan orang, juga untuk menyampaikan pesan, menandai wilayah
mereka, mengidentifikasikan keadaan emosional, pencitraan, dan menarik
lawan jenis.

Fungsi pesan nonverbal

Mark L. Knapp (dalam Jalaludin, 2004), menyebut lima fungsi pesan


nonverbal yang dihubungkan dengan pesan verbal:

 Repetisi, yaitu mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara


verbal. Misalnya setelah mengatakan penolakan saya, saya menggelengkan
kepala.

 Substitusi, yaitu menggantikan lambang-lambang verbal. Misalnya tanpa


sepatah katapun kita berkata, kita menunjukkan persetujuan dengan
mengangguk-anggukkan kepala.
 Kontradiksi, menolak pesan verbal atau memberi makna yang lain terhadap
pesan verbal. Misalnya anda ‟memuji‟ prestasi teman dengan mencibirkan
bibir, seraya berkata ”Hebat, kau memang hebat.”
 Komplemen, yaitu melengkapi dan memperkaya makna pesan nonverbal.
Misalnya, air muka anda menunjukkan tingkat penderitaan yang tidak
terungkap dengan kata-kata.
 Aksentuasi, yaitu menegaskan pesan verbal atau menggarisbawahinya.
Misalnya, anda mengungkapkan betapa jengkelnya anda dengan memukul
meja.

2.2. Pengertian Simbol

Simbol dalam bahasa komunikasi, seringkali diistilahkan sebagai


lambang. Simbol atau lambang adalah sesuatu yang digunakan untuk
menunjuk sesuatu lainnya, berdasarkan kesepakatan kelompok orang.
Lambang meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku nonverbal, dan objek
yang maknanya disepakati bersama, misalnya memasang bendera didepan
rumah untuk menyatakan penghormatan atau kecintaan kepada Negara.
Kemampuan manusia menggunakan lambang verbal memungkinkan
perkembangan bahasa dan menangani hubungan antara manusia dan objek
(baik nyata maupun abstrak) tanpa kehadiran manusia dan objek tertentu.
Secara etimologis, simbol (symbol) berasal dari kata Yunani “sym-
balllen” yang berarti melemparkan bersama suatu (benda, perbuatan) dikaitkan
dengan suatu ide. (Hartoko&Rahmanto, dalam Sobur 2003: 155). Biasanya
simbol terjadi berdasarkan metonimi (metonymy) yakni untuk benda lain yang
berasosiasi atau yang menjadi atributnya (misanya si kacamata untuk
seseorang yang berkacamata) dan metafora (metaphor), yaitu pemakaian kata
atau ungkapan lain untuk objek atau konsep lain berdasarkan kias atau
persamaan (misalnya kaki gunung, kaki meja, berdasarkan kias pada kaki
manusia). Semua simbol melibatkan tiga unsur; simbol itu sendiri, rujukan
atau lebih dan hubungan antara simbol dan rujukan. Ketiga simbol itu
merupakan dasar bagi semua makna simbolik (Sobur, 2003: 155-156).
Ada pula yang menyebutkan “symbols”, yang berarti tanda atau cirri
yang memberitahukan sesuatu hal kepada seseorang (Herusatoto, 2000:10).
Simbol adalah bentuk yang menandai sesuatu yang lain di luar perwujudan
bentuk simbolik itu sendiri. Simbol yang tertuliskan sebagai bunga, misalnya,
mengacu dan mengemban gambaran fakta yang disebut “bunga” sebagai
sesuatu yang ada di luar bentuk simbolik itu sendiri.
Dalam kaitan ini Peirce mengemukakan bahwa “A symbol is a sign
which refers to the objects that is denotes by virtue of a law, usually an
association of general ideas, which operates to cause the symbol to be
interpreted as referring to that object” (Derrida, 1992). Dengan demikian,
dalam konsep Peirce, simbol diartikan sebagai tanda yang mengacu pada objek
tertentu di luar tanda itu sendiri. Hubungan antara simbol sebagai penanda
dengan sesuatu yang di tandakan (petanda) sifatnya konvensional.
Simbol atau lambang sebenarnya tidak mempunyai arti dan pemahaman
sebagai makna. Simbol atau lambang sebenarnya kita yang memaknainya
sehingga dapat dipergunakan untuk melakukan proses interaksi. Makna dalam
lambang atau simbol ada di kepala kita. Simbol dapat dipergunakan dalam
komunikasi karena ada kesepakatan atau konsepsi bersama mengenai makna
sebagai bahasa. Simbol, dalam konteks semiotika, biasanya dipahami sebagai
a sign which is determined by its dynamic object only in the sense that it will
be so iterpreted (suatu lambang yang ditentukan oleh objek dinamisnya dalam
arti ia harus benar-benar di interpretasi). Dalam hal ini, interpretasi dalam
upaya pemaknaan terhadap lambang-lambang simbolik melibatkan unsur dari
proses belajar dan tumbuh atau berkembangnya pengalaman serta
kesepakatan- kesepakatan dalam masyarakat. (Pawito, 2007: 159).

2.3. Semiotika

Kata “semiotika” berasal dari bahasa Yunani, semeion yang berarti


“tanda” (Sudjiman dan Van Zoest, 1996 : vii, dalam Sobur, 2006:16) atau
seme, yang berarti “penafsir tanda” (Cobley dan Jansz, 1999 : 4, dalam Sobur,
2006:16). Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji
tanda. Tanda tanda adalah basis dari seluruh komunikasi (Littlejohn, 1996:64,
dalam Sobur, 2006:16). Charles Sanders Peirce (Littlejohn, 1996:4, dalam
Sobur, 2006:16) mendefinisikan semiosis sebagai “a relationship among a
sign, an object, and meaning” (sesuatu hubungan diantara tanda, objek, dan
makna). Memahami pengertian semiotika di atas, bahwa semiotika adalah
suatu disiplin ilmu dan metode analisis untuk mengkaji tanda-tanda yang
terdapat pada suatu objek untuk diketahui makna yang terkandung dalam objek
tersebut.

Semiotika berasal dari bahasa Yunani yaitu semeion yang artinya tanda
atau seme yang berarti penafsiran tanda. Semiotika adalah suatu model analisis
atau suatu ilmu pengetahuan dimana segala sesuatu yang ada di dunia dapat
dipahami melalui tanda. Pada dasarnya semiotika merupakan ilmu yang
mempelajari hakikat tentang keberadaan suatu tanda yang ada pada
kehidupan,masyarakat yang menjadi bagian dari kehidupan sosialnya.
(Danesi,Marcel,2010).

Menurut John Fiske (2004), semiotika adalah studi tentang penandaan


dan makna dari sistem tanda, ilmu tentang tanda, ilmu tentang bagaimana
makna dibangun dalam teks media atau studi tentang bagaimana tanda dari
jenis karya apapun dalam masyarakat yang mengkomunikasikan makna. Suatu
tanda menandakan sesuatu selain dirinya sendiri, dan makna ialah hubungan
antara subjek atau ide dan suatu tanda. Konsep dasar ini mengikat bersama
seperangkat teori yang amat luas berurusan dengan simbol, bahasa, wacana,
dan bentuk non- verbal, teori yang menjelaskan bagaimana tanda berhubungan
dengan maknanya dan bagaimana tanda disusun.
Semiotika merupakan studi yang mengkaji makna dari simbol-simbol
dan tanda-tanda produk komunikasi. Hampir semua aktivitas manusia dapat
dikategorikan dalam pengertian semiotik secara luas. (Sobur,2003:10-12).
Semiotika atau semiologi pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana
kemanusiaan (humanity), memaknai hal-hal (things). Memaknai (to signify)
dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to
communicate).

Memaknai berarti objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam


hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi
sistem terstruktur dari tanda. (Barthes,1998:179; dalam Sobur,2003:15). Dalam
semiotika, penerima atau pembaca, dipandang memainkan peran yang lebih
aktif. Pembaca membantu menciptakan makna teks dengan membawa
pengalaman, sikap dan emosinya terhadap teks tersebut. (Fiske,2004:61).

Tanda merupakan sesuatu yang bersifat fisik, bisa dipersepsi indra kita;
tanda mengacu pada sesuatu di luar tanda itu sendiri; dan bergantung pada
pengenalan oleh penggunanya sehingga bisa disebut tanda. (Fiske,2004:61).
Semiotika adalah ilmu yang mempelajari kehidupan tanda-tanda dalam
masyarakat dapat dibayangkan ada. Saya akan menyebutnya semiologi (dari
bahasa Yunani semeion “tanda”). Semiologi akan menunjukkan hal-hal yang
membangun tanda-tanda

Teori Semiotika Menurut Roland Barthes (1915-1980)

Semiotika Barthes mengarah pada pemaknaan yang lebih luas.

Berdasarkan denotasi yang merupakan system signifikasi tingkat pertama yang

diasosiasikan dengan ketertutupan makna. Sedangkan konotasi merupakan

signifikasi tingkat kedua yang berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan

pembenaran bagi nilai-nilai yang dominan yang berlaku dalam suatu kultur dan

periode tertentu (Sobur, 2009:71).

Meskipun semiologi Barthes menjadikan linguisrik Saussure sebagai

modelnya, tetapi Barthes perlu mengingatkan bahwa semiologi tidak bisa sama

dengan linguistik. Saussure mengintrodusir istilah signifier dan signified, maka


Barthes menggunakan istilah denotasi dan konotasi untuk merujuk tingkatan-

tingkatan makna. Barthes menerapkan semiologinya ini hampir disemua bidang

kehidupan (Kurniawan, 2001:72).

Mitos menurut Roland Barthes bukanlah mitos seperti apa yang kita pahami

selama ini. Mitos bukanlah sesuatu yang tidak masuk akal, transenden, ahistoris,

dan irasional. Anggapan seperti itu, mulai sekarang hendaknya kita kubur. Tetapi

mitos menurut Barthes adalah sebuah ilmu tentang tanda. Menurut Barthes, mitos

adalah type of speech (tipe wicara atau gaya bicara) seseorang.

Mitos digunakan orang untuk mengungkapkan sesuatu yang tersimpan

dalam dirinya. Orang mungkin tidak sadar ketika segala kebiasaan dan tindakannya

ternyata dapat dibaca orang lain. Dengan menggunakan analisis mitos, kita dapat

mengetahui makna-makna yang tersimpan dalam sebuah bahasa atau benda

(gambar). Roland Barthes pernah mengatakan,”Apa yang tidak kita katakan dengan

lisan, sebenarnya tubuh kita sudah mengatakannya”. Pernyataan itu

mengindikasikan signifikansi bahasa simbolik manusia. Dalam kehidupan ini,

manusia selain dibekali kemampuan berbahasa juga dibekali kemampuan

interpretasi terhadap bahasa itu sendiri. Bahasa, dalam hal ini, tidak hanya terfokus

pada bahasa verbal atau bahasa nonverbal manusia, tetapi juga pada bahasa-bahasa

simbolik suatu benda (seperti gambar) atau gerakan-gerakan tertentu.

Sebagai sistem semiotik, mitos dapat diuraikan ke dalam tiga unsur yaitu;

signifier, signified dan sign. Barthes menggunakan istilah berbeda untuk tiga

unsur tersebut yaitu form, concept dan signification. Form atau penanda

merupakan
- subyek, concept atau petanda adalah obyek dan signification atau tanda

merupakan hasil perpaduan dari keduanya.

Menurut Fiske, mitos (myth) adalah bagaimana menjelaskan atau

memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam. Mitos merupakan

produk kelas sosial yang mempunyai suatu dominasi. Menurut Susilo, mitos adalah

suatu wahana dimana suatu ideologi berwujud. Menurut Van Zoest, ideologi adalah

sesuatu yang abstrak. Ideologi harus dapat diceritakan, cerita itulah yang

dinamakan myth.

Adapun dua tahap penandaaan signifikasi (two order of significationt)

Barthes dapat digambarkan sebagai berikut:

Bagan 1.1

Signifikasi Dua Tahap Roland Barthes

First Order Second Order

Reality Signs Signs Culture

Conotation

Signifier
Denotation
Signified
Myth

Sumber: Jhon Fikse, Introduction to Comunication Studies, 1990, hlm. 88


Signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier dan signified

di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Barthes menyebutnya sebagai

denotasi yaitu makna paling nyata dari tanda. Konotasi adalah istilah yang digunakan

Barthes untuk menunjukan signifikasi tahap ke dua. Hal ini menggambarkan interaksi

yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta

nilai-nilai dari kebudayaannya. Konotasi mempunyai makna yang subjektif atau

paling tidak intersubjektif. Pemilihan kata-kata kadang merupakan pilihan terhadap

konotasi, misalnya kata “penyuapan” dengan “memberi uang pelicin”. Dengan kata

lain, denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah objek, sedangkan

konotasi adalah bagaimana menggambarkannya.

Pada signifikasi tahap ke dua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja

melalui mitos (myth). Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau

memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam. Mitos merupakan

produk kelas sosial yang sudah memiliki suatu dominasi.

Bahasa media baik verbal maupun nonverbal seringkali terkandung sesuatu

yang menarik dan misterius. Dengan demikian semiotika dipercaya sebagai salah satu

model rujukan untuk membantu melacak keberadaan misteri tersebut. Model Roland

Barthes dipercaya dapat mengkontruksi makna dengan menguak fakta- fakta yang

tersembunyi didalam sebuah tanda dari pemahaman foto olahraga sekalipun,

Teori Semiotika Menurut Charles Sanders Peirce (1839-1914)

Pendekatan tanda yang didasarkan pada pandangan seorang filsuf dan


pemikir Amerika yang cerdas, Charles Sanders Peirce (1839-1914). Peirce
(Berger, 2000 b:14, dalam Sobur, 2006:34-35) menandaskan bahwa tanda-tanda
berkaitan dengan objek-objek yang menyerupainya, keberadaannya memiliki
hubungan sebab akibat dengan tanda-tanda atau karena ikatan konvensional
dengan tanda-tanda tersebut. Ia menggunakan istilah ikon untuk kesamaannya,
indeks untuk hubungan sebab akibat, dan simbol untuk asosiasi konvensional.

Tabel berikut ini dapat memperjelas hubungan tanda-tanda :

TANDA IKON INDEKS SIMBOL


Ditandai dengan Persamaan Hubungan sebab-akibat Konvensi
: (Kesamaan)

Gambar-gambar Kata-kata

Contoh : Patung-patung Asap/api,Gejala/penyakit Isyarat


besar
Bercak merah/campak Harus

Proses Dapat dilihat Dapat diperkirakan Dipelajari

Charles Sanders Peirce ialah seorang ahli matematika dari AS yang sangat
tertarik pada persoalan lambang-lambang. Ia melakukan kajian mengenai
semiotika dari perspektif logika dan filsafat dalam upaya melakukan sistematis
terhadap pengetahuan. Bagi Peirce (Patteda, 2001:44), tanda “is something which
stands to somebody for something in some respect or capacity”. (Sesuatu yang
digunakan agar tanda bisa berfungsi, oleh Peirce disebut ground. Mewakili
sesuatu bagi seseorang dalam suatu hal atau kapasitas) (Matterlart dan Matterlart,
1998:23). Dari pemaknaan ini dapat dilihat bahwa bagi Peirce, lambang
mencakup keberadaan yang luas, termasuk pahatan, gambar, tulisan, ucapan lisan,
isyarat bahasa, tubuh, musik, dan lukisan. (Pawito, 2007:157).

Peirce membedakan lambang/tanda menjadi tiga kategori pokok: ikon


(icon), indeks (index), dan simbol (symbol). Disini, yang dimaksud dengan ikon
adalah a sign which is determined by its dynamic object by virtue of its own
iternal nature (suatu lambang yang di tentukan (cara pemaknaannya) oleh objek
yang dinamis karena sifat-sifat internal yang ada atau tanda yang muncul dari
perwakilan fisik). Hal-hal, seperti kemiripan, kesesuaian, tiruan, dan kesan-kesan
atau citra menjadi kunci untuk memberikan makna-makna terhadap lambang-
lambang yang bersifat ikonik. Atau dengan kata lain, ikon adalah hubungan antara
tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan.

Istilah indeks menunjuk pada lambang/tanda yang cara pemaknaannya


lebih ditentukan oleh objek dinamis dengan cara being in a real relation to it
(keterkaitan yang nyata dengannya atau). Proses pemaknaan lambang-lambang
bersifat indeks tidak dapat bersifat langsung, tetapi dengan cara memikirkan serta
mengkait-kaitkannya. (Pawito, 2007:159). Indeks adalah tanda yang menunjukkan
adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda (sebab-akibat) yang bersifat
kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada
kenyataan.

Simbol, dalam konteks semiotika, biasanya dipahami sebagai a sign which


is determined by its dynamic object in the sense that it will be so interpreted
(suatu lambang yang ditentukan oleh objek dinamisnya dalam arti ia harus benar-
benar di interpretasi). Dalam hal ini, interpretasi dalam upaya pemaknaan
terhadap lambang-lambang simbolik melibatkan unsur dari proses belajar dan
tumbuh atau berkembangnya pengalaman serta kesepakatan-kesepakatan dalam
masyarakat. (Pawito, 2007:159-160). Jadi, simbol adalah tanda yang
menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya (tanda yang
dari kesepakatan). Hubungan di antaranya bersifat arbitrer atau semena, hubungan
berdasarkan konvensi (perjanjian) masyarakat.
Hubungan antara ikon, indeks dan simbol tersebut memiliki sifat
konvensional. Hubungan antara simbol, thought of reference (pikiran atau
referensi) dengan referent (acuan) dapat digambarkan melalui bagan semiotic
triangle berikut ini :
Pikiran/referensi

Simbol Acuan
Gambar 3 : Semiotic Triangle

Sumber : Sobur, Alex.2004. Semiotika Komunikasi. Bandung : Remaja


Rosdakarya. Hlm.159
Berdasarkan bagan di atas dapat dijelaskan bahwa pikiran merupakan
mediasi antara simbol dan acuan. Atas dasar hasil pemikiran itu pula terbuahkan
referensi yang merupakan hasil penggambaran maupun konseptualisasi acuan
simbolik. Dengan demikian referensi merupakan gambaran hubungan antara tanda
kebahasaan berupa kata-kata maupun kalimat dengan dunia acuan yang
membuahkan satuan pengertian tertentu. Simbol berbeda dengan tanda. Tanda
berkaitan langsung dengan objek, sedangkan simbol memerlukan proses
pemaknaan yang lebih intensif setelah menghubungkan dia dengan objek. Dengan
kata lain, simbol lebih substansif daripada tanda. Konsep semiotika yang
diajarkan Pierce mengemukakan bahwa pikiran itu timbul dari adanya symbol
atau tanda yang terhubung dengan acuan yang ada. Misalnya bangku dalam arti
yang sebenarnya merupakan tempat duduk, namun jika dipadukan dengan acuan
atau norma tertentu dapat menghasilkan pikiran=kekuasaan.

Peirce mengemukakan teori segitiga makna atau triangle meaning yang terdiri dari
tiga elemen utama, yakni tanda (sign), object, dan interpretant.

Sign

Intrepant Object

Gambar 4 : Teori Segitiga Makna atau Triangle Meaning


Dari diagram tersebut dapat dijelaskan bahwa berbicara tanda adalah
sesuatu yang tidak sekedar tentang tanda itu sendiri, berkaitan dengan obyek
yang dipahami oleh seseorang, yang mempunyai efek didalam pikiran/benak
seseorang tersebut. Interpretant. Gambar mengenai anak panah yang mempunyai
dua arah menunjukkan bahwa masing-masing elemen dapat dipahami hanya di
dalam hubungan dengan elemen yang lain. Menurut pemikir Amerika, C.S Peirce
(Alex Sobur, 2003: 34) bahwa-bahwa tanda berkaitan objek-objek yang
menyerupainya, keberadaannya memiliki hubungan sebab-akibat dan symbol
untuk asosiasi konvensional. Peirce mengemukakan teori segitiga makna atau
triangle meaning yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni tanda (sign), object,
dan interpretant :
- Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca
indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal
lain di luar tanda itu sendiri. Tanda menurut Peirce terdiri dari Simbol (tanda
yang muncul dari kesepakatan), Ikon (tanda yang muncul dari perwakilan
fisik) dan Indeks (tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat).

- Sedangkan acuan tanda ini disebut objek. Objek atau acuan tanda adalah
konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk
tanda.

- Interpretant atau pengguna tanda adalah konsep pemikiran dari orang yang
menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna
yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Hal
yang terpenting dalam proses semiosis adalah bagaimana makna muncul dari
sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang saat berkomunikasi.
BAB III
METODE PENELITIAN

3. Jenis dan Pendekatan Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif eksplanatoris. Jenis
penelitian deskriptif dilakukan untuk mengambarkan realitas yang sedang terjadi
dan bertujuan untuk membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat
tentang fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau objek tertentu. Pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.
Penelitian kualitatif memahami fenomena sosial melalui gambaran holistik
dan memperbanyak pemahaman yang mendalam (Moleong, 2007;11).
Laporan penelitian akan berupa kutipan-kutipan untuk memberi gambaran
penyajian laporan tersebut. Data tersebut bisa saja berasal dari naskah
wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi, memo, atau dokumen publikasi
lainnya. Pendekatan kualitatif diharapkan dapat menghasilkan suatu uraian
mendalam tentang ucapan, tulisan dan tingkah laku yang dapat diamati dari suatu
individu, kelompok, masyarakat, organisasi tertentu dalam suatu konteks setting
tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang utuh, komprehensif dan menyeluruh
(Ruslan, 2003:213).
3.1. Obyek Penelitian
Sugiono, (2009:38) menyatakan bahwa definisi obyek penelitian adalah
suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang
mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya. Foto jurnalistik berupa foto selebrasi kemena
ngandan dukungan suporter Indonesia.
3.2. Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data
Jenis Data
 Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari obyek penelitian dengan
cara mengamati dan menganalisa data yang ada, yaitu pengamatan langsung
terhadap obyek penelitian yaitu simbol dan pesan selebrasi dan dukungan suporter
Indonesia. Data bisa berupa foto olahragawan dalam melakukan selebrasi dan
penampilan suporter dalam mendukung.
 Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber kedua selain
data lapangan seperti data literatur buku, foto, dan hasil penelitian sebelumnya.
Data sekunder digunakan sebagai pelengkap data primer. Data sekunder pada
penelitian ini berupa data-data yang peneliti temukan di buku.

 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data berupa foto dan gambar dalam dua foto selebrasi
kemenangan pemain dan dukungan suporter Indonesia yang dianggap oleh
peneliti terdapat unsur tanda-tanda berupa simbol, indeks, ikon.
 Observasi

Observasi merupakan sistematika pengumpulan data dimana penulis


mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis dan teratur serta
gejala-gejala yang akan diteliti. Dalam observasi, peneliti hanya melakukan
pengamatan pada foto selebrasi kemeanangan setelah memenangkan
pertandingan.

 Studi Pustaka
Studi pustaka adalah suatu teknik pengumpulan data dengan mencari
informasi dari data pustaka yang bisa mendukung penelitian. Data yang diperoleh
dari berbagai referensi buku, jurnal, dan karya ilmiah serta data-data lain yang
berhubungan dengan penelitian ini. Dalam penelitian ini, studi kepustakaan
sangat dibutuhkan karena melalui teknik ini peneliti dapat memperkuat
penjelasan dalam memberikan penafsiran.
3.3. Unit Analisa
Unit analisa adalah tentang pokok atau subyek utama dari penelitian yang
sedang diteliti. Unit analisa bisa berupa orang, keluarga, organisasi, interaksi, bisa
phenomena lain. Dalam penelitian ini, unit analisanya adalah foto jurnalistik
selebrasi kemenangan pemain dan dukungan kontroversial dari suporter yang
mendukung Indonesia.
3.4. Teknik Analisa Data

Dalam sebuah penelitian kualitatif proses analisa data dilakukan bersamaan


dengan proses pengumpulan data. Hal ini dilakukan karena analisis dimaksudkan
untuk memperoleh gambaran khusus yang bersifat menyeluruh tentang apa yang
tercakup dalam masalah yang diteliti.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis semiotika. Dalam penelitian ini analisis data akan dilakukan dengan melihat
dari video foto, setelah melihat pemain yang melakukan selebrasi. Bentuk selebrasi
ini dianalisis dengan menggunakan teori semiotika dari C.S Peirce dan Roland
Barthes, dimana terdapat ikon, indeks dan symbol dan pula menekankan makna
denotasi, konotasi, dan mitos. Analisis data akan dilakukan dengan melihat dari foto
jurnalistik selebrasi kemenangan olahragawan Indonesia yang kontroversial.
Pertama, peneliti akan melihat pemain yang melakukan selebrasi kemenangan
yang kontroversial dari olahragawan dan suporter Indonesia. Kita mengenal mereka
melalui wajahnya. Hal tersebut ikonik (ikon), selanjutnya dilihat gerakan tubuh dari
olahragawan dan suporter tersebut yang melakukan selebrasi apakah dari mimik
wajah, dan gerakan tangan hal tersebut indeks. Dari gerakan tubuh (selebrasi) pemain
dan suporter tersebut bisa menentukan simbol.
DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Alwi, Audy Mirza. 2004. Fotografi Jurnalistik: Metode Memotret dan Mengirim Foto ke
Media Massa. Jakarta: Bumi Aksara
Barthes, Roland. 2007. Petualangan Semiologi (L’aventure Semiologique), Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Bungin, Burhan. 2001. Imaji Media Massa. Jakarta: Jendela
Fiske, Jhon. 2011. Semiotika Komunikasi. Jakarta: Remaja Rosdakarya
Moleong, Lexy. J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya
Rita, Gani. 2013. Jurnalistik Foto. Bandung: Simbiosa
__________. 2003. Semiotika Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya
1

Anda mungkin juga menyukai