Anda di halaman 1dari 9

TUGAS PATOLOGI

PENYAKIT PERITONITIS

Disusun Oleh:

1. Widia Dewi Adistia 11242077


2. Windi Wulandari 11242078
3. Yuni Noviyanti 11242079

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG
PROGRAM STUDI KEBIDANAN METRO
TAHUN 2013
A. PENGERTIAN DAN PEMBAGIAN PERITONITIS

Dalam istilah peritonitis meliputi kumpulan tanda dan gejala, diantaranya


nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muskular, dan tanda-tanda umum
inflamasi. Pasien dengan peritonitis dapat mengalami gejala akut, penyakit ringan
dan terbatas, atau penyakit berat dan sistemik dengan syok sepsis. Peritoneum
bereaksi terhadap stimulus patologik dengan respon inflamasi bervariasi,
tergantung penyakit yang mendasarinya.

Bila ditinjau dari penyebabnya, infeksi peritonitis terbagi atas penyebab


primer (peritonitis spontan), sekunder (berkaitan dengan proses patologis organ
viseral) atau penyebab tersier (infeksi rekuren atau persisten sesudah terapi awal
yang adekuat. Secara umum, infeksi (umum) dan abses abdomen (lokal).

Peritonitis primer disebabkan oleh penyebaran infeksi dari pembuluh


darah dan pembuluh limfe ke peritoneum. Penyebab peritonitis primer yang
paling umum adalah penyakit hati. Peritonitis sekunder adalah tipe peritonitis
yang lebih umum. Hal ini terjadi ketika infeksi yang berasal dari saluran
pencernaan atau saluran empedu menyebar kedalam peritoneum. Peritonitis juga
dapat bersifat akut atau kronis. Peritonitis akut adalah peradangan yang tiba-tiba
pada peritoneum sedangkan peritonitis kronis adalah peradangan yang
berlangsung sejak lama pada peritoneum. Peritonitis adalah keadaan darurat yang
mengancam jiwa karena memerlukan perawatan medis secepatnya. Infeksi
menghentikan pergerakan usus yang normal (peristaltik). Tubuh segera
mengalami dehidrasi, dan zat-zat kimia penting yang disebut elektrolit dapat
menjadi sangat terganggu. Seseorang yang menderita peritonitis dan tidak dirawat
dapat meninggal dalam beberapa hari.

Infeksi peritonitis relatif sulit ditegakkan dan sangat bergantung dari


penyakit yang mendasarinya. Selian tiga bentuk di atas, terdapat pula bentuk
peritonitis lain, yakni peritonitis steril atau kimiawi. Peritonitis ini dapat terjadi
karena iritasi bahan-bahan kimia, misalnya cairan empedu, barium, dan substansi
kimia lain atau proses inflamasi transmural dari organ-organ dalam (Misal
penyakit Crohn) tanpa adanya inokulasi bakteri di rongga abdomen. Tanda dan
gejala klinis serta metode diagnostik dan pendekatan ke pasien peritonitis steril
tidak berbeda dengan peritonitis infektif lainnya.

ANATOMI
Dinding perut mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang kompleks.
Dibagian belakang struktur ini melekat pada tulang belakang sebelah atas pada
iga, dan di bagian bawah pada tulang panggul. Dinding perut ini terdiri dari
berbagai lapis, yaitu dari luar ke dalam, lapis kulit yang terdiri dari kuitis dan sub
kutis, lemak sub kutan dan facies superfisial ( facies skarpa ), kemudian ketiga
otot dinding perut m. obliquus abdominis eksterna, m. obliquus abdominis
internus dan m. transversum abdominis, dan akhirnya lapis preperitonium dan
peritonium, yaitu fascia transversalis, lemak preperitonial dan peritonium.

Otot di bagian depan tengah terdiri dari sepasang otot rektus abdominis
dengan fascianya yang di garis tengah dipisahkan oleh linea alba. 12Peritoneum
adalah mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epitelial. Pada permulaan,
mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelom. Di antara
kedua rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding enteron. Enteron
didaerah abdomen menjadi usus. Kedua rongga mesoderm, dorsal dan ventral
usus saling mendekat, sehingga mesoderm tersebut kemudian menjadi peritonium.
Lapisan peritonium dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika
serosa).
2. Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis.
3. Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis.

Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis


kanan kiri saling menempel dan membentuk suatu lembar rangkap yang disebut
duplikatura. Dengan demikian baik di ventral maupun dorsal usus terdapat suatu
duplikatura. Duplikatura ini menghubungkan usus dengan dinding ventral dan
dinding dorsal perut dan dapat dipandang sebagai suatu alat penggantung usus
yang disebut mesenterium. Mesenterium dibedakan menjadi mesenterium ventrale
dan mesenterium dorsale. Mesenterium vebtrale yang terdapat pada sebelah
kaudal pars superior duodeni kemudian menghilang. Lembaran kiri dan kanan
mesenterium ventrale yang masih tetap ada, bersatu pada tepi kaudalnya.
Mesenterium setinggi ventrikulus disebut mesogastrium ventrale dan
mesogastrium dorsale.
Pada waktu perkembangan dan pertumbuhan, ventriculus dan usus
mengalami pemutaran. Usus atau enteron pada suatu tempat berhubungan dengan
umbilicus dan saccus vitellinus. Hubungan ini membentuk pipa yang disebut
ductus omphaloentericus. Usus tumbuh lebih cepat dari rongga sehingga usus
terpaksa berbelok-belok dan terjadi jirat-jirat. Jirat usus akibat usus berputar ke
kanan sebesar 270 ° dengan aksis ductus omphaloentericus dan a. mesenterica
superior masing-masing pada dinding ventral dan dinding dorsal perut.
Setelah ductus omphaloentericus menghilang, jirat usus ini jatuh kebawah
dan bersama mesenterium dorsale mendekati peritonium parietale. Karena jirat
usus berputar bagian usus disebelah oral (kranial) jirat berpindah ke kanan dan
bagian disebelah anal (kaudal) berpindah ke kiri dan keduanya mendekati
peritoneum parietale. 13Pada tempat-tempat peritoneum viscerale dan
mesenterium dorsale mendekati peritoneum dorsale, terjadi perlekatan. Tetapi,
tidak semua tempat terjadi perlekatan. Akibat perlekatan ini, ada bagian-bagian
usus yang tidak mempunyai alat-alat penggantung lagi, dan sekarang terletak
disebelah dorsal peritonium sehingga disebut retroperitoneal.

Bagian-bagian yang masih mempunyai alat penggantung terletak di dalam


rongga yang dindingnya dibentuk oleh peritoneum parietale, disebut terletak
intraperitoneal. Rongga tersebut disebut cavum peritonei.dengan demikian: 13•
Duodenum terletak retroperitoneal;• Jejenum dan ileum terletak intraperitoneal
dengan alat penggantung mesenterium;• Colon ascendens dan colon descendens
terletak retroperitoneal;• Colon transversum terletak intraperitoneal dan
mempunyai alat penggantung disebut mesocolon transversum;• Colon
sigmoideum terletak intraperitoneal dengan alat penggatung mesosigmoideum;
cecum terletak intraperitoneal;• Processus vermiformis terletak intraperitoneal
dengan alat penggantung mesenterium.
Di berbagai tempat, perlekatan peritoneum viscerale atau mesenterium pada
peritoneum parietale tidak sempurna, sehingga terjadi cekungan-cekungan di
antara usus (yang diliputi oleh peritoneum viscerale) dan peritoneum parietale
atau diantara mesenterium dan peritoneum parietale yang dibatasi lipatan-lipatan.
Lipatan-lipatan dapat juga terjadi karena di dalamnya berjalan pembuluh darah.
Dengan demikian di flexura duodenojejenalis terdapat plica duodenalis superior
yang membatasi recessus duodenalis superior dan plica duodenalis inferior yang
membatasi resesus duodenalis inferior.13Pada colon descendens terdapat recessus
paracolici. Pada colon sigmoideum terdapat recessus intersigmoideum di antara
peritoneum parietale dan mesosigmoideum. 13Stratum circulare coli melipat-lipat
sehingga terjadi plica semilunaris.
Peritoneum yang menutupi colon melipat-lipat keluar diisi oleh lemak
sehingga terjadi bangunan yang disebut appendices epiploicae. 13Dataran
peritoneum yang dilapisis mesotelium, licin dan bertambah licin karena
peritoneum mengeluiarkan sedikit cairan. Dengan demikian peritoneum dapat
disamakan dengan stratum synoviale di persendian. Peritoneum yang licin ini
memudahkan pergerakan alat-alat intra peritoneal satu terhadap yang lain.
Kadang-kadang , pemuntaran ventriculus dan jirat usus berlangsung ke arah yang
lain. Akibatnya alat-alat yang seharusnya disebelah kanan terletak disebelah kiri
atau sebaliknya. Keadaan demikian disebut situs inversus. 13II.3.
ETIOLOGIPeritonitis dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa
inflamasi dan penyulitnya misalnya perforasi appendisitis, perforasi tukak
lambung, perforasi tifus abdominalis. Ileus obstruktif dan perdarahan oleh karena
perforasi organ berongga karena trauma abdomen.

B. PENYEBAB PERITONITIS

Bentuk peritonitis yang paling sering ialah spontaneus Bacterial peritonitis


(SBP) dan perintonitis sekunder. SBP terjadi bukan karena infeksi intra abdomen.
Namun biasanya terjadi pada pasien dengan asites akibat penyakit hati kronik.
Akibat Asites akan terjadi kontaminasi hingga ke rongga peritoneal sehingga
menjadi translokasi bakteri menuju dinding perut atau pembuluh limfe
mesenterium, kadang-kadang terjadi pula penyebaran hematogen jika telah terjadi
bakteremia. Sekitar 10 – 30% pasien dengan sirosis dan asites akan mengalami
komplikasi seperti ini. Semakin rendah kadar protein cairan asites semakin tinggi
resiko terjadinya peritonitis dan abses. Hal tersebut terjadi karena ikatan
opsonisasi yang rendah antar molekul komponen asites.
Sembilan puluh persen kasus SBP terjadi akibat infeksi Monomikroba. Patogen
yang paling sering menyebabkan infeksi ialah Bakteri gram negatif yakni
40% Eschericia Coli 7% Klebsiella pneumoniae + Spesies pseodomonas +
Proteus 20% gram negatif lainnya - Bakteri gram positif yakni 15% Streptococcus
pneumoniae 15% Jenis streptococcus lain 3% Golongan streptococcus
Kurang dari 5% kasus juga ditemukan mikroorganisme anaerob dan dari semua
kasus, 10% mengandung infeksi campur beberapa mikroorganisme.

C. PATOFISIOLOGI PERINTONITIS

Peritonitis menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolitik intra abdomen


(meningkatkan aktivitas inhibitor aktivator plasminogen) dan sekuestrasi fibrin
dengan adanya pembentukan jejaring pengikat. Produksi eksudat fibrin
merupakan mekanisme terpenting dari sistem pertahanan tubuh, dengan cara ini
akan terikat bakteri dalam jumlah yang sangat banyak diantara matriks fibrin.
Pembentukan abses pada peritonitis pada prinsipnya merupakan mekanisme tubuh
yang melibatkan substansi pembentuk abses dan kuman-kuman itu sendiri untuk
menciptakan kondisi abdomen yang steril. Pada keadaan jumlah kuman yang
sangat banyak tubuh sudah tidak mampu mengeliminasi kuman dan berusaha
mengendalikan. Penyebaran kuman dengan membentuk komportemen-
komportemen yang kita kenal sebagai abses. Yang paling sering ialah kontaminasi
bakteri transien akibat penyakit viseral / intervensi bedah yang merusak keadaan
abdomen.
D. TANDA DAN GEJALA KLINIS

Adanya nyeri abdomen (akut abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak
terlalu jelas lokasinya (peritoneum viseral). Kemudian lama kelamaan menjadi
jelas lokasinya (peritoneum parietal). - Pada keadaan peritonitis akibat penyakit
tertentu.
Misalnya : Perforasi lambung, duodenum, pankreatitis akut yang berat,/ iskemia.
Tanda-tanda peritonitis

- Demam tinggi

- Pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia

- Takikardi

- Dehidrasi

- Hipotensi

E. PERAWATAN PADA PASIEN PRA OPERASI DAN PASCA OPERASI

Perawat memiliki peranan penting dalam meminimalkan terjadinya infeksi


serta penyebaran infeksi :

1. Menjaga pasien terbebas dari mikroorganisme

a. Medikal aseptik (teknik bersih)

- Meliputi prosedur yang dilakukan untuk menurunkan dan mencegah penyebaran


mikroorganisme.
- Tindakannya adalah cuci tangan, mengganti linen.

- Pada teknik ini, suatu area dikatakan terkontaminasi jika diwaspadai / terdapat
patogen.

Jika diwaspadai / terdapat patogen Misal : bedpon yang telah dipakai, lantai, kassa
yang basah.

2. Surgical asepsis (teknik steril)

- Untuk meniadakan mikroorganisme

- Tindakannya adalah sterilisasi

- Suatu area dikatakan tidak steril jika terkontaminasi benda yang tidak steril
Misal : sarung tangan bagian luar tersentuh tangan alat steril tersentuh tangan.
Cuci tangan dilakukan pada saat :

- Awal mulai shift

- Sebelum / sesudah kontak dengan klien

- Sebelum melakukan prosedur invasif

- Sebelum dan sesudah melakukan perawatan luka

- Setelaj kontak dengan cairan tubuh

- Setelah selesai shift

Penggunaan sarung tangan

Untuk mencegah terjadinya transmisi patogen baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Penggunaan sarung tangan dapat menurunkan :

- Kemungkinan terjadinya kontak dengan mikroorganisme yang infeksius.

- Resiko penyebaran flora andogen dari perawat ke pasien.

- Resiko penyebaran mikroorganisme dari pasien ke perawat.

- Sarung tangan digunakan pada saat perawat :

Mengalami luka pada kulitnya, melakukan tindakan infasif beresiko untuk


terpapar dengan darah dan cairan tubuh.
DAFTAR PUSTAKA

Price, Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. EGC


Jakarta.

http://www.persify.com/id/perspectives/medical-conditions-diseases/peritonitis-_-
951000103799. diunduh pada tanggal 3 Oktober 2013

http://gsdfgsdgsd.blogspot.com/2008/09/penanganan-peritonitis.html. diunduh
pada tanggal 3 Oktober 2013

Anda mungkin juga menyukai