Anda di halaman 1dari 7

HAEMORRHAGIC POST PARTUM (HPP)

1. Manifestasi Klinis
Gejala Klinis umum yang terjadi adalah kehilangan darah dalam jumlah yang
banyak (> 500 ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah,
letih, dan dapat terjadi syok hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin,
mual.
Gejala Klinis berdasarkan penyebab:
1. Perdarahan post partum akibat Atonia uteri.
Perdarahan post partum dapat terjadi karena terlepasnya sebagian
plasenta dari rahim dan sebagian lagi belum; karena perlukaan pada jalan lahir.
Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama; pembesaran
rahim yang berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil kembar atau janin
besar; persalinan yang sering (multiparitas) atau anestesi yang dalam. Atonia
uteri juga dapat terjadi bila ada usaha mengeluarkan plasenta dengan memijat
dan mendorong rahim ke bawah sementara plasenta belum lepas dari rahim.
Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui. Tapi bila
perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah kehilangan
banyak darah sebelum tampak pucat dan gejala lainnya. Pada perdarahan
karena atonia uteri, rahim membesar dan lembek.
Pada perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan upaya
penghentian perdarahan secepat mungkin dan mengatasi akibat perdarahan.
Pada perdarahan yang disebabkan atonia uteri dilakukan tamponade utero
vaginal, yaitu dimasukkan tampon kasa kedalam rahim sampai rongga rahim
terisi penuh. Adapun Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri, yaitu umur,
partus lama dan partus terlantar.
2. Perdarahan post partum akibat Retensio plasenta.
Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama
1 jam setelah bayi lahir. Penyebab retensio plasenta :
a. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh
lebih dalam.
b. Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar karena
atonia uteri
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan
tetapi bila sebagian plasenta sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini
merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya. Plasenta mungkin pula
tidak keluar karena kandung kemih atau rektum penuh. Oleh karena itu
keduanya harus dikosongkan.

3. Perdarahan post partum akibat Subinvolusi.

Subinvolusi adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal


involusi, dan keadaan ini merupakan salah satu dari penyebab terumum
perdarahan pascapartum. Biasanya tanda dan gejala subinvolusi tidak tampak,
sampai kira-kira 4 hingga 6 minggu pascapartum. Fundus uteri letaknya tetap
tinggi di dalam abdomen/ pelvis dari yang diperkirakan. Keluaran lokhea
seringkali gagal berubah dari bentuk rubra ke bntuk serosa, lalu ke bentuk
lokhea alba. Lokhea yang tetap bertahan dalam bentuk rubra selama lebih dari
2 minggu pasca patum sangatlah perlu dicurigai terjadi kasus subinvolusi.
Jumlah lokhea bisa lebih banyak dari pada yang diperkirakan. Leukore, sakit
punggung, dan lokhea berbau menyengat, bisa terjadi jika ada infeksi. Ibu bisa
juga memiliki riwayat perdarahan yang tidak teratur, atau perdarahan yang
berlebihan setelah kelahiran.
4. Perdarahan post partum akibat Inversio uteri.
Inversio Uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian
atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri. Uterus dikatakan mengalami
inverse jika bagian dalam menjadi di luar saat melahirkan plasenta. Reposisi
sebaiknya segera dilakukan dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi
sekitar uterus yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah.
Pembagian inversio uteri
1. Inversio uteri ringan
Fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavum uteri namun belum
keluar dari ruang rongga rahim
2. Inversio uteri sedang
Terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina
3. Inversio uteri berat
Uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah keluar
vagina.
Penyebab inversio uteri

1. Spontan
grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan, tekanan
intra abdominal yang tinggi
2. Tindakan
Cara tarikan tali pusat yang berlebihan.
5. Perdarahan post partum akibat Hematoma.

Hematoma terjadi karena kompresi yang kuat disepanjang traktus


genitalia, dan tampak sebagai warna ungu pada mukosa vagina atau perineum.
Hematoma yang kecil diatasi dengan es, analgesik dan pemantauan yang terus
menerus. Biasanya hematoma ini dapat diserap kembali secara alami.
6. Perdarahan post partum akibat laserasi /robekan jalan lahir.
Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari
perdarahan post partum. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri.
Perdarahan post partum dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya
disebabkan oleh robekan servik atau vagina.
a. Robekan serviks
Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks sehingga servik
seorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam.
Robekan servik yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke
segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti,
meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi
dengan baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan
servik uteri
b. Robekan vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum
tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi
lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila
kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru
terlihat pada pemeriksaan speculum.
c. Robekan perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama
dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum
umumnya terjadi digaris tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin
lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin
melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada
sirkum ferensia suboksipito bregmatika. Laserasi pada traktus genitalia
sebaiknya dicurigai, ketika terjadi perdarahan yang berlangsung lama yang
menyertai kontraksi uterus yang kuat.
INFEKSI POST PARTUM

1. Manifestasi klinis

Infeksi postpartum dapat dibagi atas 2 golongan, yaitu :

1. Infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, serviks, dan endometrium.

 Gejalanya berupa rasa nyeri dan panas pada tempat infeksi, kadang-kadang perih saat
kencing.
 Bila getah radang bisa keluar, biasanya keadaannya tidak berat, suhu sekitar 38 derajat
selsius dan nadi dibawah 100 per menit. Bila luka yang terinfeksi, tertutup jahitan dan
getah radang tidak dapat keluar, demam bisa naik sampai 39-40 derajat selsius, kadang-
kadang disertai menggigil.

2. Penyebaran dari tempat-tempat tersebut melalui vena-vena, jalan limfe dan permukaan
endometrium.
 Endometritis :
1. Kadang-kadang lokia tertahan dalam uterus oleh darah, sisa plasenta dan selaput
ketuban yang disebut lokiometra dan dapat menyebabkan kenaikan suhu.
2. Uterus agak membesar, nyeri pada perabaan dan lembek.

 Septikemia :
1. Sejak permulaan, pasien sudah sakit dan lemah.
2. Sampai 3 hari pasca persalinan suhu meningkat dengan cepat, biasanya disertai
menggigil.
3. Suhu sekitar 39-40 derajat selsius, keadaan umum cepat memburuk, nadi cepat
(140-160 kali per menit atau lebih).
4. Pasien dapat meninggal dalam 6-7 hari pasca persalinan.

 Piemia :
1. Tidak lama pasca persalinan, pasien sudah merasa sakit, perut nyeri dan suhu agak
meningkat.
2. Gejala infeksi umum dengan suhu tinggi serta menggigil terjadi setelah kuman
dengan emboli memasuki peredaran darah umum.
3. Ciri khasnya adalah berulang-ulang suhu meningkat dengan cepat disertai
menggigil lalu diikuti oleh turunnya suhu.
4. Lambat laun timbul gejala abses paru, pneumonia dan pleuritis.

 Peritonitis :
1. Pada peritonotis umum terjadi peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan kecil, perut
kembung dan nyeri, dan ada defense musculaire.
2. Muka yang semula kemerah-merahan menjadi pucat, mata cekung, kulit muka
dingin; terdapat fasies hippocratica.
3. Pada peritonitis yang terbatas didaerah pelvis, gejala tidak seberat peritonitis
umum.
4. Peritonitis yang terbatas : pasien demam, perut bawah nyeri tetapi keadaan umum
tidak baik.
5. Bisa terdapat pembentukan abses.

 Selulitis pelvik :
1. Bila suhu tinggi menetap lebih dari satu minggu disertai rasa nyeri di kiri atau
kanan dan nyeri pada pemeriksaan dalam, patut dicurigai adanya selulitis pelvika.
2. Gejala akan semakin lebih jelas pada perkembangannya.
3. Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan padat dan nyeri di sebelah uterus.
4. Di tengah jaringan yang meradang itu bisa timbul abses dimana suhu yang mula-
mula tinggi menetap, menjadi naik turun disertai menggigil.
5. Pasien tampak sakit, nadi cepat, dan nyeri perut.
PTSD

1. Manifestasi Klinis
Tiga kategori utama gejala yang terjadi pada PTSD adalah:
1. Pertama, mengalami kembali kejadian traumatic (re-eksperience). Seseorang kerap teringat
akan kejadian tersebut dan mengalami mimpi buruk tentang hal itu. Gejala flashback (merasa
seolah-olah peristiwa tersebut terulang kembali), nightmares (mimpi buruk tentang kejadian-
kejadian yang membuatnya sedih), reaksi emosional dan fisik yang berlebihan karena dipicu
oleh kenangan akan peristiwa yang menyedihkan.
2. Kedua, penghindaran (avoidance) stimulus yang diasosiasikan dengan kejadian terkait atau
mati rasa dalam responsivitas. Orang yang bersangkutan berusaha menghindari untuk berpikir
tentang trauma atau menghadapi stimulus yang akan mengingatkan akan kejadian tersebut,
dapat terjadi amnesia terhadap kejadian tersebut. Mati rasa adalah menurunnya ketertarikan
pada orang lain, suatu rasa keterpisahan dan ketidak mampuan untuk merasakan berbagai
emosi positif. Gejala ini menunjukkan adanya penghindaran aktivitas, tempat, berpikir,
merasakan, atau percakapan yang berhubungan dengan trauma. Selain itu, juga kehilangan
minat terhadaps emua hal, perasaan terasing dari orang lain, dan emosi yang dangkal.
3. Ketiga, gejala ketegangan (hyperarousal). Gejala ini meliputi sulit tidur atau
mempertahankannya, sulit berkonsentrasi, wasapada berlebihan, respon terkejut yang
berlebihan, termasuk meningkatnya reaktivitas fisiologis

Anda mungkin juga menyukai