Oleh
AHMAD FAHMI
NPM. 250120170012
terhadap berbagai bidang antara lain di bidang fisik lingkungan, sosial, maupun ekonomi yang
memerlukan ketersediaan prasarana dan sarana dasar yang secara umum akan bersifat susul
menyusul dengan laju pertumbuhan penduduk. Kurang tersedianya sarana dasar ini akan
kumuh. Permukiman kumuh sering diidentikkan dengan kawasan yang jorok dengan masalah
merupakan faktor penting dalam peningkatan harkat dan martabat manusia serta mutu
kehidupan yang sejahtera dalam masyarakat yang adil dan makmur. Perumahan dan
permukiman juga merupakan bagian dari pembangunan nasional yang perlu terus
kebutuhan kehidupan saja, tetapi merupakan proses bermukim manusia dalam menciptakan
multiplier effect terhadap pertumbuhan ekonomi dan wilayah, peningkatan Pendapatan Asli
terbangunnya permukiman yang layak dengan setidaknya tersedianya akses terhadap air
bersih, terwujudnya kawasan yang memiliki ruang terbuka publik yang cukup, serta
pemenuhan sanitasi yang layak pada tahun 2020. Yang kesemuanya itu tidak didapatkan pada
dan Perumahan Rakyat dalam rangka meningkatkan peran masyarakat dan memperkuat peran
Pemerintah Daerah sebagai nahkoda dalam percepatan penanganan kawasan kumuh dan
Berbasis Masyarakat untuk mempercepat penanganan kumuh perkotaan dan gerakan 100-0-
100 dalam rangka mewujudkan permukiman yang layak huni, produktif dan berkelanjutan.
Maksud program pemerintah tersebut ialah 100% akses air minum yakni terpenuhinya
penyediaan air minum untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, 0% luas kawasan kumuh
perkotaan yakni pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana
pendukung menuju kota tanpa kumuh, dan yang terakhir 100% ialah 100% akses sanitasi
yang layak untuk kebutuhan dasar masyarakat. Akses sanitasi yang layak ialah yang
yang kumuh. Rancangan program ini berpijak pada pengembangan dari program
dilakukan oleh pemerintah sampai tahun 2014, terdapat permasalahan yang belum dapat
hasil identifikasi bahwa kawasan kumuh pada tahun 2014 mencapai 38.431 Ha di
perlunya peningkatan peran daerah dalam pengentasan kawasan kumuh, saat ini
sekitar 53 persen belum memiliki Perda bangunan gedung (Kemen PUPR, 2015) ; dan
peningkatan jumlah rumah tangga yang menempati rumah tidak layak huni belum
seluruhnya didukung oleh prasarana, sarana lingkungan dan utilitas umum yang
masih perlunya peningkatan cakupan layanan yang saat ini secara nasional akses terhadap
air bersih pada tahun 2014 sebesar 70,97 (Astuti, 2015) , penurunan kehilangan air,
peningkatan kualitas air minum, optimalisasi potensi pendanaan swasta, penerapan tarif
kualitas dan kuantitas air baku, optimalisasi potensi masyarakat dan dunia usaha dalam
cakupan layanan sanitasi nasional saat ini masih rendah yaitu sekitar 62,14%
(Astuti, 2015) ;
belum seluruh masyarakat dapat menikmati akses sanitasi yang layak (sekitar 70 juta
jiwa penduduk Indonesia buang air besar sembarangan) (Kemen PUPR, 2015);
rendahnya kesadaran masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat; daerah
kesulitan penyediaan lahan yang layak dan sesuai dengan ketentuan teknis
Kota pada awalnya berupa permukiman dengan skala kecil, kemudian mengalami
perkembangan sebagai akibat dari pertumbuhan penduduk, perubahan sosial ekonomi, dan
budaya serta interaksinya dengan kota-kota lain dan daerah sekitarnya. Namun yang terjadi
dengan kota-kota di indonesia adalah bahwa pertumbuhan penduduk tidak diimbangi dengan
pembangunan sarana dan prasarana kota dan peningkatan pelayanan perkotaan. Bahkan yang
terjadi justru sebagai kawasan perkotaan mengalami degradasi lingkungan yang berpotensi
menciptakan permukiman kumuh. sebagian penghuni kota berprinsip sebagai alat mencari
penghasilan yang sebesar-besarnya. Dengan demikian prisip mereka harus hemat dalam arti
yang luas, yaitu hemat mendapatkan lahan, pembiayaan pembangunan, pengoperasian dan
pemeliharaan, termasuk dalam mendapatkan bahan dan sisitem strukturnya (Sobirin, 2001).
Permukiman, bahwa permukiman kumuh adalah Permukiman yang tidak layak huni karena
ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan
serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat, sedangkan perumahan kumuh adalah
lingkungan hunian atau komunitas. Permukiman kumuh dapat diartikan sebagai suatu
lingkungan permukiman yang telah mengalami penurunan kualitas atau memburuk baik
secara fisik, sosial ekonomi maupun sosial budaya, yang tidak mungkin dicapainya kehidupan
yang layak bagi penghuninya, bahkan dapat pula dikatakan bahwa para penghuninya benar-
memadainya kondisi sarana dan prasarana dasar, seperti halnya air bersih, jalan, drainase,
sanitasi, listrik, fasilitas pendidikan, ruang terbuka / rekreasi, fasilitas pelayanan kesehatan
1. Penduduk sangat padat antara 250-400 jiwa/Ha. Pendapat para ahli perkotaan
menyatakan bahwa apabila kepadatan suatu kawasan telah mencapai 80 jiwa/Ha maka
timbul masalah akibat kepadatan ini, antara perumahan yang dibangun tidak mungkin
2. Jalan-jalan sempit dapat dilalui oleh kendaraan roda empat, karena sempitnya, kadang-
kadang jalan ini sudah tersembunyi dibalik atap-atap rumah yang sudah bersinggungan
3. Fasilitas drainase sangat tidak memadai, dan malahan biasa terdapat jalan-jalan tanpa
drainase, sehingga apabila hujan kawasan ini dengan mudah akan tergenang oleh air.
4. Fasilitas pembuangan air kotor/tinja sangat minim sekali. Ada diantaranya yang
5. Fasilitas penyediaan air bersih sangat minim, memanfaatkan air sumur dangkal, air
6. Tata bangunan sangat tidak teratur dan bangunan-bangunan pada umunya tidak
7. Pemilikan hak atas lahan sering legal, artinya status tanahnya masih merupakan tanah
Peran pembangunan sangat penting dalam mewujudkan pemenuhan hak dasar rakyat
seperti pangan, sandang, papan (permukiman) , rasa aman, pendidikan, dan kesehatan. Selain
itu, pembangunan juga memegang peranan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi
nasional dan daya saing global. Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan
perumahan rakyat sebagai bagian dari bidang infrastruktur, berkewajiban untuk mendukung
hal tersebut melalui pelaksanaan pembangunan yang terpadu, efektif dan efisien dengan
kelola pemerintahan yang baik dalam proses pencapaian tujuan pembangunan nasional.
Pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan merupakan upaya penerapan prinsip
sosial, ekonomi dan lingkungan yang kemudian diperkuat dengan dimensi kelembagaan.
antara lain: (1) indikator ekonomi makro seperti pertumbuhan ekonomi dan dampak ekonomi;
masyarakat, serta tatanan atau nilai sosial yang berkembang di masyarakat; dan (3) dampak
terhadap kualitas air, udara dan lahan serta ekosistem (keanekaragaman hayati).
pembangunan infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat, harus selalu berlandaskan
pada prinsip pembangunan berkelanjutan yang memperhatikan daya dukung agar hasil
pembangunan selain dapat dimanfaatkan untuk generasi sekarang juga dapat diwariskan pada
kualitas permukiman kumuh, pencegahan tumbuh kembangnya permukiman kumuh baru, dan
tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia sesuai hasil perhitungan pengurangan luasan
permukiman kumuh perkotaan yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya
Kementerian PUPR. Kondisi tersebut diperkirakan akan terus mengalami penambahan apabila
tidak ada bentuk penanganan yang inovatif, menyeluruh, dan tepat sasaran.
Permukiman kumuh masih menjadi tantangan bagi pemerintah pusat, provinsi maupun
kabupaten/kota, karena selain merupakan masalah, di sisi lain ternyata merupakan salah satu
pilar penyangga perekonomian kota. Mengingat sifat pekerjaan dan skala pencapaian,
diperlukan kolaborasi beberapa pihak antara pemerintah mulai tingkat pusat sampai dengan
tingkat kelurahan/desa, pihak swasta, masyarakat, dan pihak terkait lainnya. Oleh karena itu,
sebagai salah satu langkah mewujudkan sasaran RPJMN 2015-2019 yaitu kota tanpa
permukiman kumuh di tahun 2019, Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR
Difficult Problem, yaitu permasalahan terkait permukiman kumuh yang sulit untuk di
atasi. Hal ini bisa terjadi karena di dalam penanganannya membutuhkan rentang waktu
yang panjang, memiliki implikasi yang luas, tidak selesai dalam satu periode RPJMN,
kebutuhan anggaran atau alokasi dana yang cukup besar, serta permasalahan yang
muncul melibatkan lintas sektoral / daerah baik antar kementerian, pemprov, dan
pemkot/pemkab.
Important Problems, yaitu permasalahan permukiman yang harus sesegera di tangani
oleh pemerintah karena urgensitasnya dan jika tidak cepat di tangani maka akan
Urgent issues, yaitu isu atau permasalahan yang menjadi penting dan mendesak, yang
perlu mendapatkan tindakan segera karena memberikan dampak yang luas terhadap
masyarakat baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang sehingga perlu
Ketiga kategori di atas memiliki keterkaitan satu sama lain yang saling mempengaruhi
atau memiliki hubungan timbal balik. Adapun ketiga aspek tersebut dituangkan dalam
Gambar hubungan timbal balik dari Identifikasi Permasalahan saat ini dalam Perencanaan
Urgent Issues :
untuk mendukung layanan infrastruktur dasar yang layak guna mewujudkan kualitas hidup
manusia Indonesia sejalan dengan prinsip ‘infrastruktur untuk semua’. Agenda prioritas
Dengan sasaran program yaitu: (1) Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan
air minum bagi masyarakat; (2) Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan
hunian dan permukiman yang layak; (3) Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan akses
a. Pencapaian target 100% pelayanan air minum bagi seluruh penduduk Indonesia pada
Liter/Detik.
Pengembangan SPAM PDAM terfasilitasi untuk 174 PDAM dan 522 kawasan
MBR, dan pengembangan SPAM non PDAM terfasilitasi untuk 50 Non PDAM dan
Laporan.
Kawasan.
bencana di 63 Kawasan.
c. Peningkatan akses penduduk terhadap sanitasi layak (air limbah domestik, sampah dan
drainase lingkungan) menjadi 100% pada tingkat kebutuhan dasar, melalui strategi:
melalui strategi:
pelaksanaan Rencana Strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR tahun
2015 – 2019. Sasaran program ini adalah tercapainya pengentasan permukiman kumuh
Nakhoda dan Kolaborasi antara Pemerintah Daerah dan pemangku kepentingan lainnya di
Pencapaian tujuan program dan tujuan antara diukur dengan merumuskan indikator
kinerja keberhasilan dan target capaian program yang akan berkontribusi terhadap tercapainya
sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yaitu
pengentasan permukiman kumuh perkotaan menjadi 0 persen. Secara garis besar pencapaian
tujuan diukur dengan indikator “outcome” sebagai berikut:
Rencana penanganan kumuh merupakan produk Pemda sehingga mengacu pada visi
kabupaten/ kota dalam RPJMD.
Strategi Operasional
Pola Penanganan
Sesuai dengan tujuan program, penanganan permukiman kumuh yang dimaksud dalam
Program KOTAKU tidak hanya mengatasi kekumuhan yang sudah ada, namun juga untuk
mencegah tumbuhnya kekumuhan baru. Cakupan kerja penanganan kumuh dalam Program
KOTAKU berdasarkan kondisi kualitas permukiman yang ada dapat dibedakan menjadi tiga
pola penanganan, yang mengacu kepada Undang-Undang No. 1 tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman, yaitu:
1. Pencegahan
2. Peningkatan Kualitas
Lokasi
Persiapan
1. Penyepakatan MoU antara pemerintah daerah dengan dengan pemerintah pusat untuk
menyelenggarakan Program KOTAKU. MoU menyepakati indikasi kebutuhan
pendampingan kabupaten/kota yang bersangkutan, termasuk apakah akan
menggunakan rencana penanganan kumuh yang sudah ada (yang memenuhi kriteria
minimum dan tercantum dalam RPJM), merevisi, atau menyusun yang baru.
2. Lokakarya Sosialisasi Kabupaten/kota
3. Penggalangan Komitmen Para Pemangku Kepentingan
4. Pembentukan atau Penguatan Pokja Penanganan Permukiman kumuh.
5. Komitmen Penyusunan Dokumen RP2KP-KP
Perencanaan
1. Persiapan perencanaan
2. Penyusunan RP2KP-KP dan RPLP
3. Penyusunan Rencana Detil/Teknis
Pelaksanaan
Keberlanjutan
Tahapan keberlanjutan ini diartikan sebagai tahap setelah pelaksaaan lapangan dilakukan
meskipun demikian hal tersebut tidak dapat terjadi dengan sendirinya, melainkan harus
diupayakan sejak awal proses dari tahapan persiapan, perencanaan dan pelaksanaan dimana
didalamnya ada tahapan monitoring dan evaluasi. Upaya keberlanjutan pada program ini
diharapkan pada keberlanjutan yang diuraikan sebagai berikut:
KESIMPULAN
1. Bahwa Program KOTAKU merupakan salah satu syarat dan bagian penting dari
yang difokuskan untuk kepentingan rakyat kecil. Target KOTAKU untuk Tahun 2015 –
3. Bahwa tujuan lain dari program ini untuk merubah sikap dan perilaku masyarakat untuk
Budiyanto, Hery. 2014. Mengatasi Masalah Permukiman Kumuh di Perkotaan, slide seminar.
Dinas PU Prov. Papua. Jayapura
Kementerian PUPR. 2015. Arah Kebijakan Percepatan Penanganan Kumuh 2015-2019 dan
Gambaran Umum Program KOTAKU, slide. Jakarta
Kementerian PUPR. 2015. Sekilas Informasi Program Kota Tanpa Kumuh, print handbook.
Jakarta
Maulana, Masrun, 2009. Pengelolaan Sumber Daya Alam. Bagian II. Bogor, Institut
Pertanian Bogor.
Sinulingga, B.D. 2005. Pembangunan Kota. Tinjauan Regional dan Lokal. Pustaka Sinar
Harapan. Jakarta.
Sobirin. 2001. Distribusi Permukiman dan Prasarana Kota : Studi Kasus Dinamika
Pembangunan Kota di Indonesia, dalam Dimensi Keruangan Kota Teori dan Kasus.
Jakarta : UI Press.