Anda di halaman 1dari 25

RENCANA STRATEGIS PERCEPATAN PENANGANAN KAWASAN

KUMUH MELALUI PROGRAM “KOTAKU”


(KOTA TANPA KUMUH)
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

Disusun untuk memenuhi mata kuliah Ilmu Lingkungan dengan


Dosen Pengajar Dr. Ir. Tb. Benito A. Kurnani, DIPL. EST.

Oleh
AHMAD FAHMI
NPM. 250120170012

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU LINGKUNGAN


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertumbuhan dan perkembangan penduduk yang cukup pesat mempunyai dampak

terhadap berbagai bidang antara lain di bidang fisik lingkungan, sosial, maupun ekonomi yang

memerlukan ketersediaan prasarana dan sarana dasar yang secara umum akan bersifat susul

menyusul dengan laju pertumbuhan penduduk. Kurang tersedianya sarana dasar ini akan

mengakibatkan tumbuhnya beberapa bagian wilayah perkotaan menjadi kawasan permukiman

kumuh. Permukiman kumuh sering diidentikkan dengan kawasan yang jorok dengan masalah

atau kemiskinan kota.

Sedangkan Permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan

merupakan faktor penting dalam peningkatan harkat dan martabat manusia serta mutu

kehidupan yang sejahtera dalam masyarakat yang adil dan makmur. Perumahan dan

permukiman juga merupakan bagian dari pembangunan nasional yang perlu terus

ditingkatkan dan dikembangkan secara terpadu, terarah, terencana, dan berkelanjutan.

Sejatinya pembangunan permukiman tidak sekedar sebagai pendukung sarana

kebutuhan kehidupan saja, tetapi merupakan proses bermukim manusia dalam menciptakan

ruang kehidupan untuk memasyarakatkan dirinya, menampakkan jati diri, memberikan

kontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan karena memiliki

multiplier effect terhadap pertumbuhan ekonomi dan wilayah, peningkatan Pendapatan Asli

Daerah (PAD), serta penciptaan lapangan kerja.

Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Nasional (RPJPN) mengamanatkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat melalui

terbangunnya permukiman yang layak dengan setidaknya tersedianya akses terhadap air

bersih, terwujudnya kawasan yang memiliki ruang terbuka publik yang cukup, serta
pemenuhan sanitasi yang layak pada tahun 2020. Yang kesemuanya itu tidak didapatkan pada

kawasan permukiman kumuh.

Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) merupakan upaya strategis Direktorat

Pengembangan Kawasan Permukiman, Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum

dan Perumahan Rakyat dalam rangka meningkatkan peran masyarakat dan memperkuat peran

Pemerintah Daerah sebagai nahkoda dalam percepatan penanganan kawasan kumuh dan

mendukung gerakan 100-0-100 di perkotaan pada tahun 2016-2020.

KOTAKU menggunakan sinergi platform kolaborasi antara Pemerintah Daerah dan

pemangku kepentingan lainnya di Kabupaten/Kota serta Pembangunan Infrastruktur

Berbasis Masyarakat untuk mempercepat penanganan kumuh perkotaan dan gerakan 100-0-

100 dalam rangka mewujudkan permukiman yang layak huni, produktif dan berkelanjutan.

Maksud program pemerintah tersebut ialah 100% akses air minum yakni terpenuhinya

penyediaan air minum untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, 0% luas kawasan kumuh

perkotaan yakni pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana

pendukung menuju kota tanpa kumuh, dan yang terakhir 100% ialah 100% akses sanitasi

yang layak untuk kebutuhan dasar masyarakat. Akses sanitasi yang layak ialah yang

memenuhi standar penyehatan lingkungan dan menciptakan peluang berkurangnya kawasan

yang kumuh. Rancangan program ini berpijak pada pengembangan dari program

penanggulangan kemiskinan nasional tahun 2007-2014.


1.2. Permasalahan

Dalam pelaksanaan program penanggulangan permukiman kumuh sebelumnya yang

dilakukan oleh pemerintah sampai tahun 2014, terdapat permasalahan yang belum dapat

ditanggulangi antara lain :

1. Dalam penanganan permukiman kumuh

 hasil identifikasi bahwa kawasan kumuh pada tahun 2014 mencapai 38.431 Ha di

4.108 Kawasan (Kemen PUPR, 2015) ;

 perlunya peningkatan peran daerah dalam pengentasan kawasan kumuh, saat ini

sekitar 53 persen belum memiliki Perda bangunan gedung (Kemen PUPR, 2015) ; dan

 peningkatan jumlah rumah tangga yang menempati rumah tidak layak huni belum

seluruhnya didukung oleh prasarana, sarana lingkungan dan utilitas umum yang

memadai, sehingga memicu meluasnya permukiman kumuh.

2. Dalam aspek akses air bersih,

masih perlunya peningkatan cakupan layanan yang saat ini secara nasional akses terhadap

air bersih pada tahun 2014 sebesar 70,97 (Astuti, 2015) , penurunan kehilangan air,

peningkatan kualitas air minum, optimalisasi potensi pendanaan swasta, penerapan tarif

full cost recovery; optimalisasi penerapan Good Corporate Governance; peningkatan

kualitas dan kuantitas air baku, optimalisasi potensi masyarakat dan dunia usaha dalam

pengembangan SPAM serta pengembangan teknologi pengolahan air.

3. Selanjutnya terkait sanitasi

 cakupan layanan sanitasi nasional saat ini masih rendah yaitu sekitar 62,14%

(Astuti, 2015) ;

 belum seluruh masyarakat dapat menikmati akses sanitasi yang layak (sekitar 70 juta

jiwa penduduk Indonesia buang air besar sembarangan) (Kemen PUPR, 2015);
 rendahnya kesadaran masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat; daerah

belum memiliki dokumen perencanaan sanitasi berkualitas;

 perlunya peningkatan peran daerah terkait pengelolaan sanitasi;

 kesulitan penyediaan lahan yang layak dan sesuai dengan ketentuan teknis

pembangunan infrastruktur; dan

 perlunya peningkatan manajemen aset.

Diharapkan dengan pendekatan program KOTAKU dengan pendekatan 100-0-100

dapat menurunkan kawasan permukiman kumuh perkotaan di seluruh Indonesia.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Permukiman Kumuh

Kota pada awalnya berupa permukiman dengan skala kecil, kemudian mengalami

perkembangan sebagai akibat dari pertumbuhan penduduk, perubahan sosial ekonomi, dan

budaya serta interaksinya dengan kota-kota lain dan daerah sekitarnya. Namun yang terjadi

dengan kota-kota di indonesia adalah bahwa pertumbuhan penduduk tidak diimbangi dengan

pembangunan sarana dan prasarana kota dan peningkatan pelayanan perkotaan. Bahkan yang

terjadi justru sebagai kawasan perkotaan mengalami degradasi lingkungan yang berpotensi

menciptakan permukiman kumuh. sebagian penghuni kota berprinsip sebagai alat mencari

penghasilan yang sebesar-besarnya. Dengan demikian prisip mereka harus hemat dalam arti

yang luas, yaitu hemat mendapatkan lahan, pembiayaan pembangunan, pengoperasian dan

pemeliharaan, termasuk dalam mendapatkan bahan dan sisitem strukturnya (Sobirin, 2001).

Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan

Permukiman, bahwa permukiman kumuh adalah Permukiman yang tidak layak huni karena

ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan

serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat, sedangkan perumahan kumuh adalah

Perumahan yang mengalamai penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian.

Masrun (2009) memaparkan bahwa permukiman kumuh mengacu pada aspek

lingkungan hunian atau komunitas. Permukiman kumuh dapat diartikan sebagai suatu

lingkungan permukiman yang telah mengalami penurunan kualitas atau memburuk baik

secara fisik, sosial ekonomi maupun sosial budaya, yang tidak mungkin dicapainya kehidupan

yang layak bagi penghuninya, bahkan dapat pula dikatakan bahwa para penghuninya benar-

benar dalam lingkungan yang sangat membahanyakan kehidupannya. Pada umumnya


permukiman kumuh memiliki ciri-ciri tingkat kepadatan penduduk yang sangat tinggi, tidak

memadainya kondisi sarana dan prasarana dasar, seperti halnya air bersih, jalan, drainase,

sanitasi, listrik, fasilitas pendidikan, ruang terbuka / rekreasi, fasilitas pelayanan kesehatan

dan perbelanjaan yang layak.

Menurut Sinulingga (2005) ciri-ciri kampung/permukiman kumuh terdiri dari :

1. Penduduk sangat padat antara 250-400 jiwa/Ha. Pendapat para ahli perkotaan

menyatakan bahwa apabila kepadatan suatu kawasan telah mencapai 80 jiwa/Ha maka

timbul masalah akibat kepadatan ini, antara perumahan yang dibangun tidak mungkin

lagi memiliki persyaratan fisiologis, psikologis dan perlindungan terhadap penyakit.

2. Jalan-jalan sempit dapat dilalui oleh kendaraan roda empat, karena sempitnya, kadang-

kadang jalan ini sudah tersembunyi dibalik atap-atap rumah yang sudah bersinggungan

satu sama lain.

3. Fasilitas drainase sangat tidak memadai, dan malahan biasa terdapat jalan-jalan tanpa

drainase, sehingga apabila hujan kawasan ini dengan mudah akan tergenang oleh air.

4. Fasilitas pembuangan air kotor/tinja sangat minim sekali. Ada diantaranya yang

langsung membuang tinjanya ke saluran yang dekat dengan rumah.

5. Fasilitas penyediaan air bersih sangat minim, memanfaatkan air sumur dangkal, air

hujan atau membeli secara kalengan.

6. Tata bangunan sangat tidak teratur dan bangunan-bangunan pada umunya tidak

permanen dan malahan banyak sangat darurat.

7. Pemilikan hak atas lahan sering legal, artinya status tanahnya masih merupakan tanah

negara dan para pemilik tidak memiliki status apa-apa.


Penyebab timbulnya permukiman kumuh menurut Budiyanto (2014) antara lain :

1. Berdiri pada lahan yang tidak sesuai peruntukan/ tata ruang


2. Terbatasnya ketersediaan lahan dan aspek legalitas hak atas tanah
3. Kepadatan penduduk yang tinggi dikarenakan tingginya angka kelahiran dan
urbanisasi
4. Kurangnya ketersediaan rumah layak dan terjangkau terutama di lokasi dekat
sumber-sumber penghidupan
5. Kepadatan bangunan yang sangat tinggi dengan luasan yang sangat terbatas dan
dengan pola bangunan yang tidak teratur
6. Terbatasnya akses terhadap air bersih, drainase, dan fasum serta fasos yang memadai
7. Rawan penyakit sosial (pengangguran, kriminalitas dan peredaran narkoba) dan
penyakit lingkungan (diare, ispa, tbc, gizi buruk)
8. Membahayakan keberlangsungan penghuninya (rawan banjir, tinggal di bantaran/
sempadan sungai dan rawan kebakaran)
9. Partisipasi masyarakat yang masih rendah

2.2. Peran dan Tanggung Jawab Pemerintah

Peran pembangunan sangat penting dalam mewujudkan pemenuhan hak dasar rakyat

seperti pangan, sandang, papan (permukiman) , rasa aman, pendidikan, dan kesehatan. Selain

itu, pembangunan juga memegang peranan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi

nasional dan daya saing global. Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan

Perumahan Rakyat yang menangani pembangunan infrastruktur pekerjaan umum dan

perumahan rakyat sebagai bagian dari bidang infrastruktur, berkewajiban untuk mendukung

hal tersebut melalui pelaksanaan pembangunan yang terpadu, efektif dan efisien dengan

memperhatikan pengarusutamaan pembangunan yang berkelanjutan serta berlandaskan tata

kelola pemerintahan yang baik dalam proses pencapaian tujuan pembangunan nasional.
Pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan merupakan upaya penerapan prinsip

pembangunan berkelanjutan secara seimbang dan sinergis dalam memenuhi kebutuhan

sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan. Dalam

pelaksanaan pembangunan berkelanjutan diperlukan keterpaduan antara 3 (tiga) pilar yaitu

sosial, ekonomi dan lingkungan yang kemudian diperkuat dengan dimensi kelembagaan.

Pelaksanaan pembangunan berkelanjutan secara umum tercermin dalam indikator–indikator

antara lain: (1) indikator ekonomi makro seperti pertumbuhan ekonomi dan dampak ekonomi;

(2) tingkat partisipasi masyarakat pelaku pembangunan, partisipasi masyarakat

marginal/minoritas (kaum miskin dan perempuan), dampak terhadap struktur sosial

masyarakat, serta tatanan atau nilai sosial yang berkembang di masyarakat; dan (3) dampak

terhadap kualitas air, udara dan lahan serta ekosistem (keanekaragaman hayati).

Dengan demikian, dalam setiap penyelenggaraan pembangunan, khususnya

pembangunan infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat, harus selalu berlandaskan

pada prinsip pembangunan berkelanjutan yang memperhatikan daya dukung agar hasil

pembangunan selain dapat dimanfaatkan untuk generasi sekarang juga dapat diwariskan pada

generasi mendatang. Begitupun dengan pembangunan dan pengembangan kawasan

permukiman harus mengacu pada permukiman yang berkelanjutan.

Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional Tahun 2015-2019 mengamanatkan pembangunan dan pengembangan

kawasan perkotaan melalui penanganan kualitas lingkungan permukiman yaitu peningkatan

kualitas permukiman kumuh, pencegahan tumbuh kembangnya permukiman kumuh baru, dan

penghidupan yang berkelanjutan.


Pada tahun 2014 masih terdapat 38.431 Ha permukiman kumuh perkotaan yang

tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia sesuai hasil perhitungan pengurangan luasan

permukiman kumuh perkotaan yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya

Kementerian PUPR. Kondisi tersebut diperkirakan akan terus mengalami penambahan apabila

tidak ada bentuk penanganan yang inovatif, menyeluruh, dan tepat sasaran.

Permukiman kumuh masih menjadi tantangan bagi pemerintah pusat, provinsi maupun

kabupaten/kota, karena selain merupakan masalah, di sisi lain ternyata merupakan salah satu

pilar penyangga perekonomian kota. Mengingat sifat pekerjaan dan skala pencapaian,

diperlukan kolaborasi beberapa pihak antara pemerintah mulai tingkat pusat sampai dengan

tingkat kelurahan/desa, pihak swasta, masyarakat, dan pihak terkait lainnya. Oleh karena itu,

sebagai salah satu langkah mewujudkan sasaran RPJMN 2015-2019 yaitu kota tanpa

permukiman kumuh di tahun 2019, Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR

menginisiasi pembangunan platform kolaborasi melalui Program Kota Tanpa Kumuh

(KOTAKU). Program KOTAKU mendukung dan mendorong Pemerintah Daerah sebagai

NAKHODA dalam penanganan permukiman kumuh dan menyiapkan masyarakat sebagai

subyek pembangunan melalui revitalisasi peran Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM).

2.3. Tinjauan Permasalahan Pembangunan Kawasan Permukiman Kumuh

Permasalahan pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman kumuh di

Indonesia dapat dikategorikan sebagai berikut :

 Difficult Problem, yaitu permasalahan terkait permukiman kumuh yang sulit untuk di

atasi. Hal ini bisa terjadi karena di dalam penanganannya membutuhkan rentang waktu

yang panjang, memiliki implikasi yang luas, tidak selesai dalam satu periode RPJMN,

kebutuhan anggaran atau alokasi dana yang cukup besar, serta permasalahan yang

muncul melibatkan lintas sektoral / daerah baik antar kementerian, pemprov, dan

pemkot/pemkab.
 Important Problems, yaitu permasalahan permukiman yang harus sesegera di tangani

oleh pemerintah karena urgensitasnya dan jika tidak cepat di tangani maka akan

berdampak langsung kepada masyarakat.

 Urgent issues, yaitu isu atau permasalahan yang menjadi penting dan mendesak, yang

perlu mendapatkan tindakan segera karena memberikan dampak yang luas terhadap

masyarakat baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang sehingga perlu

mendapatkan penanganan yang komprehensif melibatkan semua sektor terkait.

Ketiga kategori di atas memiliki keterkaitan satu sama lain yang saling mempengaruhi

atau memiliki hubungan timbal balik. Adapun ketiga aspek tersebut dituangkan dalam

Gambar hubungan timbal balik dari Identifikasi Permasalahan saat ini dalam Perencanaan

Percepatan Penanganan Kawasan Kumuh Melalui Program KOTAKU. (Gambar 1)

Difficult Problems : Important Problems :

1. Kepadatan penduduk, akibat 1. Kurangnya ketersediaan rumah


tingginya angka kelahiran layak dan terjangkau terutama
di lokasi dekat sumber-sumber
dan urbanisasi
penghidupan
2. Ketersediaan lahan dan 2. Tidak adanya ruang terbuka
legalitas hak atas tanah publik
3. Berdiri pada lahan yang tidak 3. Terbatasnya akses terhadap air
sesuai peruntukan/ RTRW besih dan sanitasi layak
4. Belum terberdayakannya
partisipasi masyarakat

Urgent Issues :

1. Pencapain target 100-0-100


(100% air bersih, 0% kawasan
kumuh, dan 100% sanitasi layak
2. Pemberdayaan masyarakat demi
.
terwujudnya permukiman yang
berkelanjutan

Gambar 1 hubungan timbal balik dalam menentukan urgent issues


2.4. Kebijakan Pemerintah dalam Pembangunan Kawasan Pemukiman Kumuh

Menyelenggarakan pembangunan bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat

untuk mendukung layanan infrastruktur dasar yang layak guna mewujudkan kualitas hidup

manusia Indonesia sejalan dengan prinsip ‘infrastruktur untuk semua’. Agenda prioritas

pembangunan nasional yang terkait dengan penyediaan infrastruktur dasar adalah

meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Bentuk dukungan Kementerian Pekerjaan

Umum dan Perumahan Rakyat terhadap hal tersebut diwujudkan melalui:

1. Meningkatnya dukungan layanan infrastruktur dasar permukiman dan perumahan;

2. Meningkatnya cakupan pelayanan dan akses permukiman yang layak.

Dengan sasaran program yaitu: (1) Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan

air minum bagi masyarakat; (2) Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan

hunian dan permukiman yang layak; (3) Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan akses

sanitasi bagi masyarakat. Sedangkan strateginya dilakukan melalui:

a. Pencapaian target 100% pelayanan air minum bagi seluruh penduduk Indonesia pada

akhir periode perencanaan, akan dicapai melalui strategi utama:

 Pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) SPAM khusus 1.500

Liter/Detik.

 Pengembangan SPAM PDAM terfasilitasi untuk 174 PDAM dan 522 kawasan

MBR, dan pengembangan SPAM non PDAM terfasilitasi untuk 50 Non PDAM dan

106 Kawasan MBR.

 Pembinaan penyelenggaraan SPAM/penyehatan sebanyak 13 Laporan.

 Pendampingan restrukturisasi utang pada 75 PDAM.

 Fasilitasi Opsi pembiayaan SPAM (perbankan) sebanyak 113 Laporan.


 Fasilitasi kepengusahaan SPAM (pendampingan KPS dan B to B) sebanyak 112

Laporan.

b. Pengentasan permukiman kumuh perkotaan :

 Peningkatan kualitas permukiman kumuh seluas 38.431 Ha.

 Pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman perdesaan di 5.238

Kawasan.

 Pembangunan dan pengembangan kawasan perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar

di 86 Kawasan serta pembangunan dan pengembangan kawasan rawan atau paska

bencana di 63 Kawasan.

c. Peningkatan akses penduduk terhadap sanitasi layak (air limbah domestik, sampah dan

drainase lingkungan) menjadi 100% pada tingkat kebutuhan dasar, melalui strategi:

 Pembangunan sarana prasarana pengelolaan air limbah domestik, yaitu dengan

penambahan infrastruktur air limbah sistem terpusat di 12 Kota/Kab, penambahan

pengolahan air limbah komunal di 5.200 Kawasan, penambahan IPAL skala

kawasan sebanyak 200 Kawasan, serta peningkatan pengelolaan lumpur tinja

melalui pembangunan IPLT di 222 Kota/Kab.

 Pembangunan sarana prasarana pengelolaan persampahan, yaitu dengan

pembangunan TPA di 163 Kawasan, penyediaan fasilitas 3R komunal di 850

Kawasan, fasilitas pengolahan sementara sampah di 45 Kawasan.

 Pembangunan sarana prasarana drainase, yaitu dengan pembangunan infrastruktur

drainase perkotaan di 170 Kota/Kab.


d. Peningkatan keamanan dan keselamatan bangunan gedung di kawasan perkotaan,

melalui strategi:

 Penyusunan peraturan penataan bangunan dan lingkungan sebanyak 18 NSPK.

 Dukungan legalisasi Perda Gedung di 139 Kabupaten/Kota dan pendampingan

penyusunan 22 Ranperda bangunan Gedung.

 Penyelenggaraan bangunan Gedung pada 115 Bangunan Gedung dan

penyelenggaraan penataan bangunan di 454 Kawasan.

Dalam pemenuhan pencapaian target-target diatas Kementerian PUPR membuat

program KOTAKU (Kota Tanpa Kumuh).

2.5. Program KOTAKU

Program KOTAKU (Kota Tanpa Kumuh) adalah program pencegahan dan

peningkatan kualitas permukiman kumuh nasional yang merupakan penjabaran dari

pelaksanaan Rencana Strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR tahun

2015 – 2019. Sasaran program ini adalah tercapainya pengentasan permukiman kumuh

perkotaan menjadi 0 Ha melalui pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh

seluas 38.431 Ha. Program KOTAKU menggunakan sinergi pendekatan antara

Pembangunan Infrastruktur Berbasis Masyarakat, Penguatan Peran Pemda sebagai

Nakhoda dan Kolaborasi antara Pemerintah Daerah dan pemangku kepentingan lainnya di

Kabupaten/Kota. Melalui sinergi ketiga pendekatan tersebut diharapkan dapat lebih

mempercepat penanganan kumuh perkotaan dan gerakan 100-0-100 dalam rangka

mewujudkan permukiman yang layak huni, produktif dan berkelanjutan.


Maksud Program KOTAKU :
a. Memperbaiki akses masyarakat terhadap infrastruktur dan fasilitas pelayanan di
kawasan permukiman kumuh perkotaan
b. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat di perkotaan melalui pencegahan dan
peningkatan kualitas permukiman kumuh, berbasis masyarakat dan partisipasi
pemerintah daerah

Tujuan program adalah meningkatkan akses terhadap infrastruktur dan pelayanan


dasar di kawasan kumuh perkotaan untuk mendukung terwujudnya permukiman perkotaan
yang layak huni, produktif dan berkelanjutan.

Tujuan tersebut dicapai melalui tujuan antara sebagai berikut:

1. Menurunnya luas kawasan permukiman kumuh menjadi 0 Ha;


2. Terbentuknya Kelompok Kerja Perumahan dan Kawasan Permukiman (Pokja PKP) di
tingkat kabupaten/kota dalam penanganan kumuh yang berfungsi dengan baik;
3. Tersusunnya rencana penanganan kumuh tingkat kota/kabupaten dan tingkat
masyarakat yang terlembagakan melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD);
4. Meningkatnya penghasilan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) melalui
penyediaan infrastruktur dan kegiatan peningkatan penghidupan masyarakat untuk
mendukung pencegahan dan peningkatan kualitas kawasan permukiman kumuh; dan
5. Terlaksananya aturan bersama sebagai upaya perubahan perilaku hidup bersih dan
sehat masyarakat dan pencegahan kumuh.

Pencapaian tujuan program dan tujuan antara diukur dengan merumuskan indikator
kinerja keberhasilan dan target capaian program yang akan berkontribusi terhadap tercapainya
sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yaitu
pengentasan permukiman kumuh perkotaan menjadi 0 persen. Secara garis besar pencapaian
tujuan diukur dengan indikator “outcome” sebagai berikut:

a. Meningkatnya akses masyarakat terhadap infrastruktur dan pelayanan perkotaan pada


permukiman kumuh sesuai dengan kriteria permukiman kumuh yang ditetapkan (a.l
drainase; air bersih/minum; pengelolaan persampahan; pengelolaan air limbah;
pengamanan kebakaran; Ruang Terbuka Publik);
b. Menurunnya luasan permukiman kumuh karena akses infrastruktur dan pelayanan
perkotaan yang lebih baik;
c. Terbentuk dan berfungsinya kelembagaan yaitu Pokja PKP di tingkatkabupaten/kota
untuk mendukung program KOTAKU;
d. Penerima manfaat puas dengan kualitas infrastruktur dan pelayanan perkotaan di
permukiman kumuh; dan
e. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat dengan mendorong penghidupan
berkelanjutan di wilayah kumuh

Prinsip dasar yang diterapkan dalam pelaksanaan Program KOTAKU adalah:

1. Pemerintah daerah sebagai Nakhoda

Pemerintah daerah dan pemerintah desa/kelurahan memimpin kegiatan penanganan


permukiman kumuh

2. Perencanaan komprehensif dan berorientasi outcome (pencapaian tujuan program)

Penataan permukiman diselenggarakan dengan pola pikir yang komprehensif dan


berorientasi pencapaian tujuan terciptanya permukiman layak huni sesuai visi
kabupaten/ kota

3. Sinkronisasi perencanaan dan penganggaran

Rencana penanganan kumuh merupakan produk Pemda sehingga mengacu pada visi
kabupaten/ kota dalam RPJMD.

5. Partisipatif, Kreatif dan Inovatif

Pembangunan partisipatif dengan memadukan perencanaan dari atas (top-down) dan


dari bawah (bottom-up). Prinsip kreatif dalam penanganan permukiman kumuh adalah
upaya untuk selalu mengembangkan ide-ide dan cara-cara baru dalam melihat masalah
dan peluang yang sangat dibutuhkan dalam penanganan kumuh

6. Tata Kelola Kepemerintahan yang Baik (good governance)

Pemerintah daerah pemerintah desa/kelurahan dan masyarakat mampu melaksanakan


dan mengelola pembangunan wilayahnya secara mandiri, dengan menerapkan tata
kelola yang baik (good governance).
7. Investasi penanganan kumuh disamping harus mendukung perkembangan kota juga
harus mampu meningkatkan kapasitas dan daya dukung lingkungan.
8. Revitalisasi peran Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) sebagai bentuk peran serta
masyarakat yang merupakan prasyarat keberlanjutan.

Strategi Operasional

Strategi operasional dalam penyelengaraan program adalah sebagai berikut:

1. Menyelenggarakan penanganan kumuh melalui pencegahan kumuh dan peningkatan


kualitas permukiman kumuh;
2. Meningkatkan kapasitas dan mengembangkan kelembagaan yang mampu
berkolaborasi dan membangun jejaring penanganan kumuh mulai dari tingkat pusat
s.d. tingkat masyarakat;
3. Menerapkan perencanaan partisipatif dan penganggaran yang terintegrasi dengan
multi-sektor dan multi-aktor;
4. Memastikan rencana penanganan kumuh dimasukkan dalam agenda RPJM Daerah dan
perencanaan formal lainnya;
5. Memfasilitasi kolaborasi dalam pemanfaatan produk data dan rencana yang sudah ada,
termasuk dalam penyepakatan data dasar (baseline) permukiman yang akan dijadikan
pegangan bersama dalam perencanaan dan pengendalian;
6. Meningkatkan akses terhadap pelayanan dasar lingkungan yang terpadu dengan sistem
kota; Mengembangkan perekonomian lokal sebagai sarana peningkatan penghidupan
berkelanjutan;
7. Advokasi kepastian bermukim bagi masyarakat berpenghasilan rendah kepada semua
pelaku kunci; dan
8. Memfasilitasi perubahan sikap dan perilaku pemangku kepentingan dalam menjaga
lingkungan permukiman agar layak huni dan berkelanjutan.

Pendekatan program KOTAKU


a. Pembangunan Infrastruktur berbasis Masyarakat, dalam rangka Perubahan sikap dan
perilaku masyarakat dan Revitalisasi Peran BKM yang mendukung partisipasi aktif
dalam percepatan penanganan kumuh di wilayahnya;
b. Pemda sebagai Nakhoda, untuk berperan sebagai regulator, fasilitator, enabler dan
steering dalam penanganan kumuh dan gerkaan 100-0-100 di wilayahnya;
c. Kolaborasi Sinergis, terutama membangun kerjasama dan kolaborasi antara
masyarakat dengan pemda dan swasta (CSR), termasuk penguatan Pokja Permukiman
Kota.
d. Tridaya, kegiatan penanganan kumuh dan pencegahan meluasnya kumuh di perkotaan
dilakukan secara komprehensif, antara penanganan fisik/infrastruktur, pengembangan
ekonomi (Local Economic Development) dan kegiatan sosial (aturan bersama,
perubahan sikap & perilaku, PHBS, dll);

Komponen program KOTAKU

Gambar 2. Komponen KOTAKU

Pola Penanganan

Sesuai dengan tujuan program, penanganan permukiman kumuh yang dimaksud dalam
Program KOTAKU tidak hanya mengatasi kekumuhan yang sudah ada, namun juga untuk
mencegah tumbuhnya kekumuhan baru. Cakupan kerja penanganan kumuh dalam Program
KOTAKU berdasarkan kondisi kualitas permukiman yang ada dapat dibedakan menjadi tiga
pola penanganan, yang mengacu kepada Undang-Undang No. 1 tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman, yaitu:
1. Pencegahan

Tindakan pencegahan kumuh meliputi pengelolaan dan pemeliharaan kualitas


perumahan dan permukiman, serta dengan pencegahan tumbuh dan berkembangnya
perumahan dan permukiman kumuh baru.

2. Peningkatan Kualitas

Peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukiman kumuh dapat dilaksanakan


melalui pola-pola penanganan, antara lain pemugaran, peremajaan, dan permukiman
kembali

3. Pengelolaan dilakukan untuk mempertahankan dan menjaga kualitas perumahan dan


permukiman secara berkelanjutan;
4. Pengelolaan dilakukan oleh masyarakat secara swadaya;
5. Pengelolaan oleh masyarakat difasilitasi oleh pemerintah daerah baik dukungan
pendanaan untuk pemeliharaan maupun penguatan kapasitas masyarakat untuk
melaksanakan pengelolaan; dan
6. Pengelolaan oleh pemerintah daerah dengan berbagai sumber pendanaan.

Lokasi

Program kotaku dilaksanakan di 269 kota/kabupaten di 34 Propinsi di seluruh Indonesia.


Cakupan lokasi program berdasarkan kategori kegiatan adalah sebagai berikut:

1. Kegiatan peningkatan kualitas permukiman dilaksanakan di seluruh kawasan


teridentifikasi kumuh yang diusulkan kabupaten/kota. Khusus untuk perbaikan
infrastruktur tingkat kota (infrastruktur primer dan sekunder), dukungan investasi dari
pemerintah pusat hanya akan diberikan kepada kota/kabupaten terpilih, yang
memenuhi kriteria tertentu.
2. Kegiatan pencegahan kumuh dilaksanakan di seluruh kelurahan dan atau
kawasan/kecamatan Perkotaan diluar kel/desa kawasan yang teridentifikasi kumuh
termasuk lokasi kawasan permukiman potensi rawan kumuh yang diidentifikasi
pemerintah kabupaten/kota.
3. Kegiatan pengembangan penghidupan berkelanjutan dilakukan di semua lokasi
peningkatan kualitas maupun pencegahan kumuh.

Diagram 1. Perencanaan Penanganan Kumuh melalui KOTAKU di Tingkat Kota dan


Tingkat Masyarakat

Tahapan Penyelenggaraan Program KOTAKU

Persiapan

1. Advokasi dan Sosialisasi Program/Kegiatan


o Advokasi ke para pemangku kepentingan nasional, daerah dan masyarakat;
o Lokakarya orientasi tingkat pusat untuk pelaku atau pengelola program seperti
PMU, CCMU dan Pokja PKP Nasional;
o Lokakarya orientasi tingkat nasional, tingkat provinsi, dan tingkat
kabupaten/kota.
2. Penentuan Kabupaten/Kota Sasaran
o Seleksi kabupaten/kota yang memiliki komitmen penanganan kumuh dan
kriteria sesuai yang ditentukan Program
o Penandatanganan MOU antara Pusat dan Pemerintah Daerah sebagai bukti
komitmen akan menyelenggarakan Program KOTAKU
3. Pengembangan Kebijakan dan Penguatan Kelembagaan
o Pengembangan kebijakan, strategi dan peraturan/pedoman yang dibutuhkan
untuk pelaksanaan penanganan permukiman kumuh di daerah. Bila diperlukan
dapat dilakukan studi dan kajian lapangan pendukung;
o Pengembangan kelembagaan pengelola program seperti PMU, CCMU (Central
Collaboration Management Unit), Pokja PKP nasional dan daerah serta
kelembagaan masyarakat;
o Pengembangan sistem informasi terpadu; dan
o Penguatan kapasitas kelembagaan dan para pelaku dilaksanakan melalui
pelatihan untuk para pelaku dan pemangku kepentingan nasional.

Di tingkat kota/kabupaten tahap persiapan meliput:

1. Penyepakatan MoU antara pemerintah daerah dengan dengan pemerintah pusat untuk
menyelenggarakan Program KOTAKU. MoU menyepakati indikasi kebutuhan
pendampingan kabupaten/kota yang bersangkutan, termasuk apakah akan
menggunakan rencana penanganan kumuh yang sudah ada (yang memenuhi kriteria
minimum dan tercantum dalam RPJM), merevisi, atau menyusun yang baru.
2. Lokakarya Sosialisasi Kabupaten/kota
3. Penggalangan Komitmen Para Pemangku Kepentingan
4. Pembentukan atau Penguatan Pokja Penanganan Permukiman kumuh.
5. Komitmen Penyusunan Dokumen RP2KP-KP

Perencanaan

1. Persiapan perencanaan
2. Penyusunan RP2KP-KP dan RPLP
3. Penyusunan Rencana Detil/Teknis
Pelaksanaan

1. Penganggaran di tingkat nasional, propinsi maupun kabupaten/kota untuk memastikan


keterpaduan dan ketersediaan anggaran sesuai dengan rencana investasi yang telah
disepakati dalam RP2KP-KP, rencana kawasan, maupun dokumen lainnya. Kegiatan
yang akan dilaksanakan, berdasarkan prioritas dari perencanaan penanganan
permukiman kumuh tingkat Kab/Kota atau Kelurahan/Desa dengan sumber
pembiayaan dari APBN, APBD, swadaya masyarakat dan sumber pembiayaan lainnya
yang sah
2. Penyusunan DED, pelelangan, konstruksi, dan supervise kegiatan. Pelaksana kegiatan
infrastruktur skala kabupaten/kota secara kontraktual oleh pihak ketiga (kontraktor)
dengan pengadaan barang dan jasa oleh Satker Provinsi, mengacu pada peraturan
perundangan yang berlaku
3. Sosialisasi, edukasi, pelatihan terkait pemberlakuan Aturan Bersama atau aturan
lainnya untuk pencegahan kumuh dan Rencana O & P

Keberlanjutan

Tahapan keberlanjutan ini diartikan sebagai tahap setelah pelaksaaan lapangan dilakukan
meskipun demikian hal tersebut tidak dapat terjadi dengan sendirinya, melainkan harus
diupayakan sejak awal proses dari tahapan persiapan, perencanaan dan pelaksanaan dimana
didalamnya ada tahapan monitoring dan evaluasi. Upaya keberlanjutan pada program ini
diharapkan pada keberlanjutan yang diuraikan sebagai berikut:

1. Penyusunan kerangka regulasi


2. Penguatan Kelembagaan untuk Penganggaran dan Operasional dan Pemeliharaan.
Pembangunan lembaga pengelola infrastruktur yang telah dibangun, misalnya penilik
sampah, penilik drainase, kebakaran, bangunan, dsb
3. Pengelolaan Database dan Mekanisme Pemantauan Pelaksanaan Program.
4. Kegiatan monitoring dilakukan dengan memanfaatkan system informasi dan GIS yang
berbasis website. Sistem informasi mencakup profil kumuh di tingkat kota/kabupaten,
kawasan, maupun kelurahan sesuai data hasil survey baseline maupun SK kumuh,
ringkasan RP2KP-KP dan RPLP, proses dan progress kegiatan peningkatan kualitas
maupun pencegahan, hasil2 kegiatan infrastruktur, capaian indicator kinerja, maupun
informasi kelembagaan, pemprograman maupun penganggaran di tingkat
kota/kabupaten. Tahap evaluasi diselenggarakan dengan mengacu pada baseline data,
hasil monitoring dan survey khusus untuk studi evaluasi. Evaluasi akan memberikan
gambaran pencapaian serta rekomendasi sebelum masuk ke siklus selanjutnya.

Diagram 2. Penyelenggaraan Program KOTAKU

Pelaku Pengelola Program KOTAKU

Diagram 3. Pengelola Program KOTAKU


BAB III

KESIMPULAN

1. Bahwa Program KOTAKU merupakan salah satu syarat dan bagian penting dari

pencapaian pembangunan bangsa yang berkelanjutan untuk penanggulangan kawasan

kumuh ditiap daerah. Berdasarkan model pelaksanaan Program Penanganan Kawasan

Kumuh Perkotaan (KOTAKU) ini merupakan program yang berbasiskan pada

partisipatif masyarakat dan berlandaskan pada prinsip bottom up.

2. Bahwa KOTAKU ini merupakan upaya percepatan penanggulangan kawasan kumuh

yang difokuskan untuk kepentingan rakyat kecil. Target KOTAKU untuk Tahun 2015 –

2019 adalah penanganan kawasan kumuh diperkotaan, pencapaian 100-0-100 diperkotaan

dan pencapaian penghidupan berkelanjutan.

3. Bahwa tujuan lain dari program ini untuk merubah sikap dan perilaku masyarakat untuk

hidup bersih, sehat dan produktif, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam

penanganan kawasan kumuh sehingga dapat tercapainya target 100-0-100, serta

meningkatkan kapasitas peran pemda untuk menjalin kolaborasi stakeholders

pembangunan permukiman kota.


DAFTAR PUSTAKA

Budiyanto, Hery. 2014. Mengatasi Masalah Permukiman Kumuh di Perkotaan, slide seminar.
Dinas PU Prov. Papua. Jayapura

Kementerian PUPR. 2015. Arah Kebijakan Percepatan Penanganan Kumuh 2015-2019 dan
Gambaran Umum Program KOTAKU, slide. Jakarta

Kementerian PUPR. 2015. Sekilas Informasi Program Kota Tanpa Kumuh, print handbook.
Jakarta

Kementerian PUPR. 2015. Renstra 2015-2019. Jakarta

Maulana, Masrun, 2009. Pengelolaan Sumber Daya Alam. Bagian II. Bogor, Institut
Pertanian Bogor.

Sinulingga, B.D. 2005. Pembangunan Kota. Tinjauan Regional dan Lokal. Pustaka Sinar
Harapan. Jakarta.

Sobirin. 2001. Distribusi Permukiman dan Prasarana Kota : Studi Kasus Dinamika
Pembangunan Kota di Indonesia, dalam Dimensi Keruangan Kota Teori dan Kasus.
Jakarta : UI Press.

Anda mungkin juga menyukai