Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Masalah Utama
Resiko Bunuh Diri

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Definisi
Secara umum, bunuh diri berasal dari bahasa Latin “suicidium”,

dengan “sui” yang berarti sendiri dan “cidium” yang berarti pembunuhan.

Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan

dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan

terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain,

2008).

Perilaku destruktif diri yaitu setiap aktivitas yang tidak dicegah dapat

mengarah pada kematian. Perilaku desttruktif diri langsung mencakup

aktivitas bunuh diri. Niatnya adalah kematian, dan individu menyadari hal

ini sebagai hasil yang diinginkan. Perilaku destruktif diri tak langsung

termasuk tiap aktivitas kesejahteraan fisik individu dan dapat mengarah

kepada kematian. Orang tersebut tidak menyadari tentang potensial terjadi

pada kematian akibat perilakunya dan biasanya menyangkal apabila

dikonfrontasi (Stuart & Sundeen, 2006).

Schneidman mendefinisikan bunuh diri sebagai sebuah perilaku

pemusnahan secara sadar yang ditujukan pada diri sendiri oleh seorang

individu yang memandang bunuh diri sebagai solusi terbaik dari sebuah

isu. Dia mendeskripsikan bahwa keadaan mental individu yang cenderung


melakukan bunuh diri telah mengalami rasa sakit psikologis dan perasaan

frustasi yang bertahan lama sehingga individu melihat bunuh diri sebagai

satu-satunya penyelesaian untuk masalah yang dihadapi yang bisa

menghentikan rasa sakit yang dirasakan (dalam Maris dkk., 2000).

2. Etiologi

Faktor Predisposisi

Menurut Stuart Gw & Laraia (2005), faktor predisposisi bunuh diri antara

lain:

a. Diagnostik > 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan

bunuh diri, mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga

gangguan jiwa yang dapat membuat individu beresiko untuk bunuh

diri yaitu gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.

b. Sifat kepribadian

Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko

bunuh diri adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.

c. Lingkungan psikososial

Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian,

kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan

faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.

d. Riwayat keluarga

Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor

resiko penting untuk prilaku destruktif.

e. Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan

depominersik menjadi media proses yang dapat menimbulkan prilaku

destrukif diri.

Faktor Presipitasi

Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah:

a. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan

interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti.

b. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.

c. Perasaan marah/bermusuhan. Bunuh diri dapat merupakan hukuman

pada diri sendiri.

d. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.

3. Tanda dan Gejala

Menurut Carpenito dan Keliat tanda dan gejalanya adalah:

a. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan

terhadap penyakit. Misalnya : malu dan sedih karena rambut jadi botak

setelah mendapat terapi sinar pada kanker.

b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya : ini tidak akan terjadi

jika saya segera ke rumah sakit, menyalahkan/ mengejek dan

mengkritik diri sendiri.

c. Merendahkan martabat. Misalnya : saya tidak bisa, saya tidak mampu,

saya orang bodoh dan tidak tahu apa-apa.

d. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin

bertemu dengan orang lain, lebih suka sendiri.


e. Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya

tentang memilih alternatif tindakan.

f. Mencederai diri. Akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang

suram, mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan.

4. Jenis Bunuh Diri

Menurut WHO membagi bunuh diri menjadi 4 kategori sosial, yaitu :

a. Bunuh diri egoistik terjadi pada orang yang kurang kuat integrasinya

dalam suatu kelompok sosial. Misalnya orang yang hidup sendiri lebih

rentan untuk bunuh diri daripada yang hidup ditengah keluarga, dan

pasangan yang mempunyai anak merupakan proteksi yang kuat

dibandingkan yang tidak memiliki anak. Masyarakat di pedesaan lebih

mempunyai integritas sosial daripada di perkotaan.

b. Bunuh diri altruistik terjadi pada orang orang yang mempunyai

integritas berlebih terhadap kelompoknya, contoh : tentara korea dalam

peperangan dan pelaku bom bunuh diri

c. Bunuh diri anomik terjadi pada orang orang yang tinggal di masyarakat

yang tidak mempunyai aturan dan norma dalam kehidupan sosial.

d. Bunuh diri fatalistik terjadi pada individu yang hidup di masyarakat

yang terlalu ketat peraturannya. Dalam hal ini individu dipandang

sebagai bagian di masyarakat dari sudut integritasi atau disintegrasi

yang akan membentuk dasar dari sistem kekuatan, nilai-nilai,

keyakinan, dan moral dari budaya tersebut.


5. Pernyataan yang Salah tentang Bunuh Diri (MITOS)

Banyak pernyataan yang salah tentang bunuh diri yang harus diketahui

perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan

tingkah laku bunuh diri antara lain :

No Mitos No Fakta

1 Orang yang bicara mengenai 1 Kebanyakan orang yang bunuh

bunuh diri, tidak akan diri telah memberI peringatan

melakukannya yang pasti dari keinginannya.

2 Orang dengan kecendrungan 2 Mayoritas dari mereka

bunuh diri (suicide people) ambivalen (mendua, antara

berkeinginan mutlak untuk keinginan untuk bunuh diri

mati tetapi takut mati)

3 Bunuh diri terjadi tanpa 3 Orang dengan kecendrungan

peringatan bunuh diri seringkali

memberikan banyak indikasi.

4 Perbaikan setelah suatu krisis 4 Banyak bunuh diri terjadi dalam

berarti resiko bunuh diri telah periode perbaikan saat pasien

berakhir telah mempunyai energi dan

kembali ke pikiran putus asa

untuk melakukan tindakan

destruktif

5 Tidak semua bunuh diri dapat 5 Sebagian besar bunuh diri dapat
dicegah dicegah

6 Sekali seseorang cenderung 6 Pikiran bunuh diri tidak

bunuh diri, maka dia selalu permanen dan untuk beberapa

cenderung bunuh diri orang tidak akan melakukannya

kembali

7 Hanya orang miskin yang 7 Bunuh diri dapat terjadi pada

bunuh diri semua orang tergantung pada

keadaan sosial, lingkungan,

ekonomi dan kesehatan jiwa

8 Bunuh diri selalu terjadi pada 8 Pasien gangguan jiwa

pasien gangguan jiwa mempunyai resiko lebih tinggi

untuk bunuh diri dapat juga

terjadi pada orang yang sehat

fisik dan jiwanya bertanya

tentang bunuh diri tidak akan

memacu bunuh diri

9 Menanyakan tentang pikiran 9 Bila tidak menanyakan pikiran

bunuh diri dapat memicu orang bunuh diri, tidak akan dapat

untuk bunuh diri mengidentifikasi orang yang

beresiko tinggi bunuh diri.

(Sumber : Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa,2006)


6. Pengkajian

Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh klien

untuk mengakhiri kehidupannya. Berdasarkan besarnya kemungkinan

klien melakukan bunuh diri, ada tiga macam perilaku bunuh diri yang

perlu diperhatikan, yaitu :

1. Isyarat bunuh diri

Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak

langsung ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan :”Tolong jaga

anak-anak karena saya akan pergi jauh!” atau “Segala sesuatu akan

lebih baik tanpa saya.” Pada kondisi ini klien mungkin sudah memiliki

ide untuk mengakhiri hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman

dan percobaan bunuh diri. Klien umumnya mengungkapkan perasaan

seperti rasa bersalah/ sedih/ marah/ putus asa/ tidak berdaya. Klien

juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang

menggambarkan harga diri rendah.

2. Ancaman bunuh diri

Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh klien, berisi keinginan

untuk mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan

persiapan alat untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif klien

telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak disertai dengan

percobaan bunuh diri. Walaupun dalam kondisi ini klien belum pernah

mencoba bunuh diri, pengawasan ketat harus dilaksanakan.


Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan klien untuk melaksanakan

rencana bunuh dirinya.

3. Percobaan bunuh diri.

Percobaan bunuh diri merupakan tindakan klien mencederai atau

melukai diri untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, klien

aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun,

memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat tinggi.

C. Pohon Masalah dan Data yang perlu di kaji


1. Pohon Masalah

Bunuh Diri

Resiko Bunuh Diri Core Problem

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

2. Data yang perlu dikaji

1. Resiko bunuh diri

DS : menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada gunanya

hidup.

DO : ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba

bunuhdiri.

2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah

a. Data subjektif

1) Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya

2) Mengungkapkan tidak ada lagi yang peduli


3) Mengungkapkan tidak bisa apa-apa

4) Mengungkapkan dirinya tidak berguna

5) Mengkritik diri sendiri

b. Data objektif

1) Merusak diri sendiri

2) Merusak orang lain

3) Menarik diri dari hubungan sosial

4) Tampak mudah tersinggung

5) Tidak mau makan dan tidak tidur

3. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

a. Data subyektif

Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin

membunuh, ingin membakar atau mengacak-acak lingkungannya.

b. Data obyektif

Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang,

melakukan tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.

D. Diagnosa Keperawatan

Resiko Bunuh Diri

E. Tindakan Keperawatan

Tujuan umum : Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri

Tujuan khusus :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya

Tindakan:
a) Perkenalkan diri dengan klien

b) Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.

c) Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.

d) Bersifat hangat dan bersahabat.

e) Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.

2. Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri

Tindakan :

a) Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan (pisau,

silet, gunting, tali, kaca, dan lain lain).

b) Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh

perawat.

c) Awasi klien secara ketat setiap saat.

3. Klien dapat mengekspresikan perasaannya

Tindakan:

a) Dengarkan keluhan yang dirasakan.

b) Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan,

ketakutan dan keputusasaan.

c) Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana

harapannya.

d) Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan,

kematian, dan lain lain.

e) Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan

keinginan untuk hidup.


4. Klien dapat meningkatkan harga diri

Tindakan:

a) Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi

keputusasaannya.

b) Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu.

c) Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal: hubungan

antar sesama, keyakinan, hal hal untuk diselesaikan).

5. Klien dapat menggunakan koping yang adaptif

Tindakan:

a) Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman yang

menyenangkan setiap hari (misal : berjalan-jalan, membaca buku

favorit, menulis surat dll.)

b) Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan yang ia sayang,

dan pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan

tentang kegagalan dalam kesehatan.

c) Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang

mempunyai suatu masalah dan atau penyakit yang sama dan telah

mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi masalah tersebut

dengan koping yang efektif

F. Evaluasi Tindakan Keperawatan

Di bawah ini tanda-tanda keberhasilan asuhan keperawatan yang diberikan

kepada pasien dan keluarganya, berdasarkan perilaku bunuh diri yang

ditampilkan.
1. Untuk pasien yang memberikan ancaman atau melakukan percobaaan

bunuh diri, keberhasilan asuhan keperawatanditandai dengan keadaan

pasien yang tetap aman dan selamat

2. Untuk keluarga pasien yang memberikkan ancaman atau melakukan

percobaan bunuh diri keberhasilan asuhan keperawatan ditandai

dengan kemampuan keluarga berperan serta dalam melindungi anggota

keluarga yang mengancam atau mencoba bunuh diri

3. Untuk pasien yang memberikan isyarat bunuh diri, keberhasilan

asuhan keperawatan ditandai dengan:

a) Pasien mampu mengungkapkan perasaan

b) Pasien mampu meningkatkan harga diri

c) Pasien mampu menggunkapkan cara penyelesaian masalah yang

baik

4. Untuk keluarga pasien yang memberikan isyarat bunuh diri,

keberhasilan asuhan keperawatan ditandai dengan kemampuan

keluarga dalam merawat pasien dengan resiko bunuh diri. Untuk itu

diharapkan :

a) Keluarga mampu menyebutkan kembali tanda dan gejala bunuh

diri

b) Keluarga mampu memperagakan kembali cara-cara melindungi

anggota keluarga yang beresiko bunuh diri

c) Keluarga mampu menggunakan fasilitas kesehatan yang tersedia

dalam merawat anggota keluarga yang beresiko bunuh diri


G. Strategi Pertemuan Pasien dengan Resiko Bunuh Diri

Pasien

1. SP I Pasien: Melindungi pasien dari percobaan bunuh diri

a) Mengidentifikasi benda-benda yang dapat membahayakan pasien

b) Mengamankan benda-benda yang dapat membahayakan pasien

c) Melakukan kontrak treatment

d) Mengajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri

e) Melatih cara mengendalikan dorongan bunuh diri

2. Sp II Pasien: Meningkatkan harga diri dan mengidentifikasi aspek

positif pasien isyarat bunuh diri

a) Mengidentifikasi aspek positif pasien

b) Mendorong pasien untuk berfikir positif terhadap diri

c) Mendorong pasien untuk menghargai diri sebagai individu yang

berharga

3. SP III Pasien: Meningkatkan kemampuan untuk menyelesaikan

masalah (pola koping) pasien isyarat bunuh diri

a) Mengidentifikasi pola koping yang biasa diterapkan pasien

b) Menilai pola koping yang biasa dilakukan

c) Mengidentifikasi pola koping yang konstruktif

d) Mendorong pasien memilih pola koping yang konstruktif

e) Menganjurkan pasien menerapkan pola koping konstruktif dalam

kegiatan harian

4. Sp IV Pasien: Menyusun rencana masa depan


a) Membuat rencana masa depan yang realistis bersama pasien

b) Mengidentifikasi cara mencapai rencana masa depan yang realistis

c) Memberi dorongan pasien melakukan kegiatan dalam rangka

meraih masa depan yang realistis

Keluarga

1. SP I Keluarga: Mendiskusikan masalah dan mengajarkan keluarga

tentang cara merawat anggota keluarga yang beresiko bunuh diri

a) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat

pasien

b) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala risiko bunuh diri, dan

jenis perilaku bunuh diri yang dialami pasien beserta proses

terjadinya

c) Menjelaskan cara-cara merawat pasien risiko bunuh diri

2. SP II Keluarga: Melatih dan mempraktekan cara merawat pasien resiko

bunuh diri

a) Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan

risiko bunuh diri

b) Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien

risko bunuh diri

3. SP III Keluarga: Perencanaan pulang bersama keluarga/Aktivitas di

rumah dengan pasien resiko bunuh diri

a) Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk

minum obat
DAFTAR PUSTAKA

1. Stuart GW, Sundeen. 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EG

2. Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa,2006

3. Keliat Budi Ana. 2010. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai