Kelompok B9 :
1
SKENARIO 3
Dr. Ahmad, 31 tahun, praktek di sebuah klinik dokter keluarga. Klinik ini dikelola
dengan baik sehingga dalam waktu yang relatif singkat mengalami kemajuan yang cukup
pesat dan dikenal luas di masyarakat. Suatu hari kedatangan seorang pasien, Ny, A, 38 tahun
dengan kehamilan trimester 1 pada G5P2A2. Pasien ingin melakukan pemeriksaan kehamilan
secara rutin di klinik Dr. Ahmad karena pasien mendapat informasi bahwa pelayanan di
klinik ini baik. Pasien mempunyai keluhan sering mual, muntah, lemas , cepat lelah dan
sesak. Dokter kemudian melakukan pemeriksaan fisik bersama bidan. Pada pemeriksaan
ditemukan bahwa kandungan dalam kondisi yang baik namun ibu tampak pucat, takikardi,
murmur, takipnea, dan terdapat nyeri tekan epigastrium.
Dr. Ahmad menyarankan agar pasien mengikuti pemeriksaan ANC yang teratur dan
menjelang partus kelak pasien akan dirujuk ke spesialis Obgyn yang sudah bekerja sama
dengan klinik dokter keluarga tersebut. Pasien menanyakan ke dokter tentang pilihan
pembiayaan proses persalinan, mengingat kemungkinan membutuhkan biaya yang lebih
besar.
2
Sasaran Belajar
3
1. Memahami dan menjelaskan tentang prosedur standar pemeriksaan dokter keluarga
1. Anamnesis
4. Prognosis
5. Konseling : membantu pasien (dan keluarga) untuk menentukan pilihan terbaik penatalaksanaan
untuk pasien sendiri.
6. Konsultasi : jika diperlukan, dokter keluarga dapat melakukan konsultasi ke dokter lain (dokter
keluarga lain, dokter keluarga konsultan, dokterspesialis, atau dinas kesehatan) yang dianggap lebih
berpengalaman.
7. Rujukan
8. Tindak lanjut
9. Pengobatan rasional
10. Pembinaan keluarga : dilakukan bila dinilai bahwa penatalaksanaan pasien akan lebih baik jika
adanya partisipasi keluarga.
Jenis Klinik DK
Klinik DK
• Kelas A (Ideal)
– 24 jam
– Kedaruratan dan kejadian luar biasa
– Pelayanan rawat jalan
– Pelayanan rawat inap sehari
– Bedah minor
– Konseling
– Preventif dan promotif
– Kunjungan ke- dan perawatan di rumah pasien
– Pemeriksaan penunjang
– Penyediaan obat
– Pendidikan, riset, dan pengembangan
Kelas B (Optimum)
– 24 jam
– Kedaruratan dan kejadian luar biasa
– Pelayanan rawat jalan
– Pelayanan rawat inap sehari
– Bedah minor
4
– Konseling
– Preventif dan promotif
– Kunjungan ke- dan perawatan di rumah pasien
– Pemeriksaan penunjang
– Penyediaan obat
– Pendidikan, riset, dan pengembangan
Kelas C (minimum)
– 24 jam
– Kedaruratan dan kejadian luar biasa
– Pelayanan rawat jalan
– Pelayanan rawat inap sehari
– Bedah minor
– Konseling
– Preventif dan promotif
– Kunjungan ke- dan perawatan di rumah pasien
– Pemeriksaan penunjang
– Penyediaan obat
– Pendidikan, riset, dan pengembangan
Standard pelayanan
1. Ruang tunggu :
Bersih
Terang
Ventilasi baik
Lantai tidak licin
Tidak berbau
Tidak bising
Suhu nyaman
Terpisah dari pasien infeksius
3. Alat komunikasi
Memiliki alat komunikasi yang biasa digunakan masyarakat sekitar
4. Papan nama
Poisis papan nama mudah dibaca
Tidak ada hiasan maupun lampu warna
Ukuran minimal 40x60cm maksimal 60x90cm
Warna dasar putih dengan huruf balok warna hitam
Memuat nama dokter,sip,alamat praktek ,dan jadwal praktek.
5. Peralatan klinik
Memiliki alat alat pemeriksaan fisik sebagai berikut :
o Alat tes sensasi kulit
o Auriskop
o Lampu senter dan kepala
o Palu refleks
o Peak flow meter
o Ophtalmoscop
o Penekan lidah
o Pengukur tinggi badan
o Snellen chart
o Spekulum vagina
o Stetoskop
o Tensimeter
o Termometer
o Timbangan badan
o Memiliki alat laboratorium
o Alat monitoring gula darah
6
o Alat pengukur kadar hemoglobin
o Alat pemulas sediaan gram
o Alat pemulas sediaan basah
o Gelas obyek dan penutup
o Mikroskop
Persediaan obat
o Adrenalin
o Kortokosteroid
o Antihistamin
o Analgetik
o Anti asma
o Anti konvulsan
7
o Cairan infus
o Parasetamol
o Nsaid
o Obat luka
o Anti konvulsan
o Spasmolitik
o Anestesi lokal
o Metode kontrasepsi
Manajemen klinik
8
3. Hubungan Kerjasama Antara Dokter Keluarga Dengan Mitra Kerjanya
Bentuk komunikasi/kerjasama antara dokter dan teman sejawatnya dilakukan dalam
berbagai hal seperti :
Merujuk pasien.
Pada pasien rawat jalan, karena alasan kompetensi dokter dan keterbatasan
fasilitas pelayanan, dokter yang merawat harua merujuk pasiennya pada teman sejawat
lainnya.
Bekerjasama dengan sejawat.
Dokter harus memperlakukan teman sejawat tanpa membeda-bedakan jenis kelamin,
ras,usia, kecacatan, agama, status sosial atau perbedaan kompetensi yang dapat
merugikanhubungan profesional antar sejawat.
Bekerja dalam tim.
Asuhan kesehatan selalu di ingatkan melalui kerjasama dalam tim multidisiplin.
Mengatur dokter pengganti.
Ketika seorang dokter berhalangan, dokter tersebut harus menentukan dokter
pengganti serta mengatur proses mengalihkan yang efektif dan komunikatif dengan
dokter pengganti.
Mematuhi tugas.
Seorang dokter yang bekerja pada institusi pelayanan atau pendidikan kedokteran
harus mematuhi tugas yang digariskan pimpinan institusi, termasuk sebagai dokter
pengganti.
Pendelegasian wewenang.
Pendelegasian wewenang kepada perawat, peseta prograrm pendidikan spesialis,
mahasiswa kedokteran dalam hal pengobatan atau perawatan atas nama dokter yang
merawat, harus disesuaikan dengan kompetensi dalam melaksanakan prosedur dan terapi
yang sesuai dengan peraturan baru.
Pemberi
pelayanan
lain
10
4. Memahami dan menjelaskan tentang konsultasi dan rujukan
Definisi
Konsultasi adalah upaya meminta bantuan profesional terkait penangan suatu kasus
penyakit yang sedang ditangani oleh seorang dokter, kepada dokter lain yang lebih
ahli di bidangnya. Namun kewenangan penanganan masih berada pada dokter
keluarga yang bersangkutan.
Rujukan adalah upaya melimpahkan wewenang dan tanggung jawab penanganan
kasus penyakit yang sedang ditangani oleh seorang dokter kepada dokter lain yang
sesuai.
Konsultasi dapat dilakukan mendahului rujukan, namun tidak jarang langsung
melakukan rujukan. Meskipun demikian, ada kalanya keduanya dipergunakan
bersama-sama.
Rujukan dalam pelayanan kedokteran ini umumnya kepada pelayan yang lebih tinggi
ilmu, peralatan dan strata yang lebih tinggi dalam rangka mengatasi kasus atau
problem tersebut.
Karakteristik
6. Ruang lingkup kegiatan : konsultasi memintakan bantuan profesional dari pihak ke
tiga. Rujukan melimpahkan wewenang dan tanggung jawab penanganan kasus
penyakit yang sedang dihadapi kepada pihak ketiga.
7. Kemampuan dokter : konsultasi ditujukan kepada dokter yang lebih ahli atau yang
lebih berpengalaman. Pada rujukan hal ini tidak mutlak.
8. Wewenang dan tanggung jawab : konsultasi wewenang dan tanggung jawab tetap
pada dokter yang meminta konsultasi. Pada rujukan sebaliknya.
Macam-macam Rujukan :
Rujukan medis:
Rujukan pasien (transfer of patient)
Rujukan ilmu pengetahuan (transfer of knowledge)
Rujukan bahan (transfer of specimens)
Rujukan kesehatan:
Rujukan tenaga
Rujukan sarana
Rujukan operasional
11
Masalah Konsultasi dan Rujukan
1. Rasa kurang percaya pasien terhadap dokter (bila rujukan/konsultasi inisiatif dokter)
2. Rasa kurang senang pada diri dokter (bila rujukan/ konsultasi atas permintaan pasien)
3. Bila tidak ada jawaban dari konsultasi
4. Bila tidak sependapat dengan saran/tindakan dokter konsultan
5. Bila ada pembatas (sikap/ perilaku,biaya, transportasi)
6. Apabila pasien tidak bersedia untuk dikonsultasikan dan ataupun dirujuk.
12
2. Collateral referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan penderita
hanya untuk satu masalah kedokteran khusus saja.
3. Cross referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan penderita
sepenuhnya kepada dokter lain untuk selamanya.
4. Split referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan penderita
sepenuhnya kepada beberapa dokter konsultan, dan selama jangka waktu pelimpahan
wewenang dan tanggungjawab tersebut dokter pemberi rujukan tidak ikut campur.
14
yang mencakup mekanisme penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan dana
kesehatan.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) memberi fokus strategi pembiayaan kesehatan yang
memuat isu-isu pokok, tantangan, tujuan utama kebijakan dan program aksi itu pada
umumnya adalah dalam area sebagai berikut:
a. Meningkatkan investasi dan pembelanjaan publik dalam bidang kesehatan
b. Mengupayakan pencapaian kepesertaan semesta dan penguatan permeliharaan
kesehatan masyarakat miskin
c. Pengembangan skema pembiayaan praupaya termasuk didalamnya asuransi kesehatan
sosial (shi)
d. Penggalian dukungan nasional dan internasional
e. Penguatan kerangka regulasi dan intervensi fungsional
f. Pengembangan kebijakan pembiayaan kesehatan yang didasarkan pada data dan fakta
ilmiah
g. Pemantauan dan evaluasi.
Asuransi Kesehatan
Suatu mekanisme pengalihan resiko (sakit) dari resiko perorangan menjadi resiko
kelompok. Dengan cara mengalihkan resiko individu menjadi resiko kelompok, beban
ekonomi yang harus dipikul oleh masing-masing peserta asuransi akan lebih tetapi
mengandung kepastian karena memperoleh jaminan.
17
mendatangkan dharar bagi masyarakat. Oleh karena itu, penyediaan layanan kesehatan
menjadi tanggung jawab dan kewajiban negara (Khilafah). Khilafah wajib membangun
berbagai rumah sakit, klinik, laboratorium medis, apotik , pusat dan lembaga litbang
kesehatan, sekolah kedokteran , apoteker, perawat, bidan dan sekolah lainnya yang
menghasilkan tenaga medis, serta berbagai sarana prasarana kesehatan dan pengobatan
lainnya.
Semua pelayanan kesehatan dan pengobatan harus dikelola sesuai dengan aturan
syariah. Juga harus memperhatikan faktor ihsan dalam pelayanan yaitu wajib memenuhi 3
(tiga) prinsip baku yang berlaku umum untuk setiap pelayanan masyarakat dalam sistem
Islam: pertama, sederhana dalam peraturan (tidak berbelit-belit). Kedua, cepat dalam
pelayanan. Ketiga, profesional dalam pelayanan, yakni dikerjakan oleh orang yang kompeten
dan amanah
Konsep dasar asuransi syariah adalah tolong menolong dalam kebaikan dan
ketakwaan (al birri wat taqwa). Konsep tersebut sebagai landasan yang diterapkan dalam
setiap perjanjian transaksi bisnis dalam wujud tolong menolong (akad takafuli) yang
menjadikan semua peserta sebagai keluarga besar yang saling menanggung satu sama lain di
dalam menghadapi resiko, yang kita kenal sebagai sharing of risk, sebagaimana firman Allah
SWT yang memerintahkan kepada kita untuk taawun (tolong menolong) yang berbentuk al
birri wat taqwa (kebaikan dan ketakwaan) dan melarang taawun dalam bentuk al itsmi wal
udwan (dosa dan permusuhan).
Firman Allah dalam surat al-Baqarah 188, 'Dan janganlah kalian memakan harta di
antara kamu sekalian dengan jalan yang bathil, dan janganlah kalian bawa urusan harta itu
kepada hakim yang dengan maksud kalian hendak memakan sebagian harta orang lain
dengan jalan dosa, padahal kamu tahu." Hadist Nabi Muhammad SAW, "Mukmin terhadap
mukmin yang lain seperti suatu bangunan memperkuat satu sama lain," Dan "Orang-orang
mukmin dalam kecintaan dan kasih sayang mereka seperti satu badan. Apabila satu anggota
badan menderita sakit, maka seluruh badan merasakannya.
19
jual beli. Syarat sahnya suatu perjanjian jual beli didasarkan atas adanya penjual,
pembeli, harga, dan barang yang diperjual-belikan. Sementara itu di dalam
perjanjian yang diterapkan dalam asuransi konvensional hanya memenuhi
persyaratan adanya penjual, pembeli dan barang yang diperjual-belikan.
Sedangkan untuk harga tidak dapat dijelaskan secara kuantitas, berapa besar premi
yang harus dibayarkan oleh peserta asuransi utnuk mendapatkan sejumlah uang
pertanggungan. Karena hanya Allah yang tahu kapan kita meninggal. Perusahaan
akan membayarkan uang pertanggunggan sesuai dengan perjanjian, akan tetapi
jumlah premi yang akan disetorkan oleh peserta tidak jelas tergantung usia. Jika
peserta dipanjangkan usia maka perusahaan akan untung namun apabila peserta
baru sekali membayar ditakdirkan meninggal maka perusahaan akan rugi. Dengan
demikian menurut pandangan syariah terjadi cacat karena ketidakjelasan (gharar)
dalam hal berapa besar yang akan dibayarkan oleh pemegang polis (pada produk
saving) atau berapa besar yang akan diterima pemegang polis (pada produk non-
saving).
Gharar (Ketidakjelasan)
◦ Definisi gharar menurut Madzhab Syafii adalah apa-apa yang akibatnya
tersembunyi dalam pandangan kita dan akibat yang paling kita takuti.
◦ Gharar/ketidakjelasan itu terjadi pada asuransi konvensional, dikarenakan tidak
adanya batas waktu pembayaran premi yang didasarkan atas usia tertanggung,
sementara kita sepakat bahwa usia seseorang berada di tangan Yang Mahakuasa.
Jika baru sekali seorang tertanggung membayar premi ditakdirkan meninggal,
perusahaan akan rugi sementara pihak tertanggung merasa untung secara materi.
Jika tertanggung dipanjangkan usianya, perusahaan akan untung dan tertanggung
merasa rugi secara financial. Dengan kata lain kedua belah pihak tidak
mengetahui seberapa lama masing-masing pihak menjalankan transaksi tersebut.
Ketidakjelasan jangka waktu pembayaran dan jumlah pembayaran mengakibatkan
ketidaklengkapan suatu rukun akad, yang kita kenal sebagai gharar. Para ulama
berpendapat bahwa perjanjian jual beli/akad tadabuli tersebut cacat secara hukum.
◦ Pada asuransi syariah akad tadabuli diganti dengan akad takafuli, yaitu suatu niat
tolong-menolong sesama peserta apabila ada yang ditakdirkan mendapat musibah.
Mekanisme ini oleh para ulama dianggap paling selamat, karena kita menghindari
larangan Allah dalam praktik muamalah yang gharar.
◦ Pada akad asuransi konvensional dana peserta menjadi milik perusahaan asuransi
(transfer of fund). Sedangkan dalam asuransi syariah, dana yang terkumpul adalah
milik peserta (shahibul mal) dan perusahaan asuransi syariah (mudharib) tidak
bisa mengklaim menjadi milik perusahaan.
Riba
◦ Dalam hal riba, semua asuransi konvensional menginvestasikan dananya dengan
bunga, yang berarti selalu melibatkan diri dalam riba. Hal demikian juga
dilakukan saat perhitungan kepada peserta, dilakukan dengan menghitung
keuntungan di depan. Investasi asuransi konvensional mengacu pada peraturan
pemerintah yaitu investasi wajib dilakukan pada jenis investasi yang aman dan
21
menguntungkan serta memiliki likuiditas yang sesuai dengan kewajiban yang
harus dipenuhi. Begitu pula dengan Keputusan Menteri Keuangan No.
424/KMK.6/2003 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan
Perusahaan Reasuransi. Semua jenis investasi yang diatur dalam peraturan
pemerintah dan KMK dilakukan berdasarkan sistem bunga.
◦ Asuransi syariah menyimpan dananya di bnak yang berdasarkan syariat Islam
dengan sistem mudharabah. Untuk berbagai bentuk investasi lainnya didasarkan
atas petunjuk Dewan Pengawas Syariah. Allah SWT berfirman dalam surat Ali
Imron ayat 130,"Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan riba
yang memang riba itu bersifat berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah
supaya kamu mendapatkan keberuntungan." Hadist, "Rasulullah mengutuk
pemakaian riba, pemberi makan riba, penulisnya dan saksinya seraya bersabda
kepada mereka semua sama."(HR Muslim)
Dana Hangus
◦ Ketidakadilan yang terjadi pada asuransi konvensional ketika seorang peserta
karena suatu sebab tertentu terpaksa mengundurkan diri sebelum masa reversing
period. Sementara ia telah beberapa kali membayar premi atau telah membayar
sejumlah uang premi. Karena kondisi tersebut maka dana yang telah dibayarkan
tersebut menjadi hangus. Demikian juga pada asuransi non-saving atau asuransi
kerugian jika habis masa kontrak dan tidak terjadi klaim, maka premi yang
dibayarkan akan hangus dan menjadi milik perusahaan.
◦ Kebijakan dana hangus yang diterapkan oleh asuransi konvensional akan
menimbulkan ketidakadilan dan merugikan peserta asuransi terutama bagi mereka
yang tidak mampu melanjutkan karena suatu hal. Di satu sisi peserta tidak punya
dana untuk melanjutkan, sedangkan jika ia tidak melanjutkan dana yang sudah
masuk akan hangus. Kondisi ini mengakibatkan posisi yang dizalimi. Prinsip
muamalah melarang kita saling menzalimi, laa dharaa wala dhirara ( tidak ada
yang merugikan dan dirugikan).
◦ Asuransi syariah dalam mekanismenya tidak mengenal dana hangus, karena nilai
tunai telah diberlakukan sejak awal peserta masuk asuransi. Bagi peserta yang
baru masuk karena satu dan lain hal mengundurkan diri maka dana/premi yang
sebelumnya dimasukkan dapat diambil kembali kecuali sebagian kecil dana yang
dniatkan sebagai dana tabarru (dana kebajikan). Hal yang sama berlaku pula pada
asuransi kerugian. Jika selama dan selesai masa kontrak tidak terjadi klaim, maka
asuransi syariah akan membagikan sebagian dana/premi tersebut dengan pola bagi
hasil 60:40 atau 70:30 sesuai kesepakatan si awal perjanjian (akad). Jadi premi
yang dibayarkan pada awal tahun masih dapat dikembalikan sebagian ke peserta
(tidak hangus). Jumlahnya sangat tergantung dari hasil investasinya.
22
DAFTAR PUSTAKA
Anies. 2006. Kedokteran Keluarga & Pelayanan Kedokteran yang Bermutu. Semarang.
23