PENDAHULUAN
Regurgitasi mitral (RM) adalah suatu keadaan dimana terdapat aliran darah balik dari ventrikel
kiri ke dalam atrium kiri pada saat sistol, akibat tidak dapat menutupnya katup mitral secara
sempurna. Dengan demikian aliran darah saat sistol akan terbagi dua, di samping ke aorta yang
seterusnya ke aliran darah sistmeik, sebagai fungsi utama, juga akan masuk ke atrium kiri.
Akan tetapi daya pompa jantung jadi tidak efisien dengan berbagai tingkat klinisnya, mulai
dari yang asimtomatis sampai gagal jantung berat. Di Eropa, RM merupakan penyakit katub
kedua tersering yang memerlukan pembedahan. Dari segi proses terjadinya regurgitasi mitral
dapat dibagi menjadi regurgitasi mitral yang akut, transient atau bersifat sementara, dan kronik.
Sedangkan etiologi regurgitasi mitral sangat banyak. European society of cardiology
guidelines 2012 mengelompokkan RM berdasarkan mekanisme terjadinya RM menjadi RM
primer dan RM sekunder.
ETIOLOGI
Etiologi regurgitasi mitral (RM) sangat banyak, erat hubungannya dengan klinisnya RM
akut atau RM kronik. RM primer meliputi semua penyebab lesi intrisik yang
mempengaruhi satu atau lebih komponen dari katub mitral. RM akut secara garis besar ada
tiga bentuk:
a. RM primer akut non iskemik yang terdiri dari:
- Ruptur chordae spontan
- Endokarditis infektif
- Degerasi myxomatous dari valvular
- Trauma
- Hipovolemia pada mitral valve prolapse (MVP)
b. RM karena iskemia akut
RM yang terjadi karena iskemia akut dapat dijelaskan sebagai berikut. Akibat
adanaya iskemia akut, maka akan terjadi gangguan fungsi ventrikel kiri, annular
geometri atau gangguan fungsi muskulus papilaris. Pada infark akut, dapat terjadi
ruptur dari musculus papilaris, satu atau keduanya. Selanjutnya timbul edema paru,
syok dan kematian. Namun apabila hanya satu musculus papilaris pada infark akut
biasanya timbul antara hari kedua sampai hari kelima, klinisnya berat, biasanya
perlu tindakan operasi. RM juga bisa timbul sebagai kelanjutan dari infark akut,
dimana terjadi remodeling miokard, ganggaun fungsi muskulus papillaris, dan
dilatasi annulus, gangguan koaptasi katup mitral, selanjutnya timbul RM. RM akut
akibat ruptur muskulus papillaris harus dipikirkan pada pasien dengan edema paru
akut atau syok karena infark miokard akut.
c. RM akut sekunder pada kardiomiopati
Pada kardiomiopati terdapat penebalan dari miokard yang tidak proporsional dan
bisa asimetris, yang berakibat kedua muskulus papillaris berubah posisi, akibatnya
tidak berfungsi dengan sempurna, selanjutnya penutupan katup mitral tidak
sempurna.
ETIOLOGI DAN MEKANISME RM KRONIS
Etiologi RM kronis sangat banyak. RM kronik dapat terjadi pada penyakit jantung valvular
yang berlangsung secara slowly progressive, seperti pada penyakit jantung rematik. Dapat juga
terjadi sebagai konsekuensi lesi akut seperti perforasi katup atau ruptur chordae yang tidak
pernah memperlihatkan gejala-gejala akut, namun dapat diadaptasikan sampai timbul bentuk
kronis dari RM. Beberapa jenis etiologi RM kronis terdiri dari hal-hal sebagai berikut (Tabel
1).
Tabel 1. Regurgitasi Mitral (RM)
Etiologi Mekanisme Penampakan Ekokardiografi
Posinflmasi Retraksi Penebalan korda/katup
Reumatik Penebalan Gerak normal atau terbatas
Lupus Eritomatosus
Sindrom antikadolipin
Pos radiation
Degeneratif Prolaps katup ktup jatuh/lemas
Prolapsi katup mitral Ruptur korda Jaringan tidak berfungsi
Ruptur korda idiopatik Ruptur korda
Sindrom Marfan
Sindrom Ehlers-Danios
Regurgitasi Mitral traumatik
Penyakit Miokardial Dilatasi anulus Katup normal
Iskemik (kronik) Leaftles tenting Berkurangnya gerakan
Kardiomiopati
Penyakit Infiltratif Penebalan katup Katup menebal
Penyakit Amyloid Kehilangan kiaptasi Reduksi gerak
Penyakit Hurler
Encasing Disease Imobilisasi katup Katup dan korda menebal
Sindrom hipereosinofilik Katup menebal Gerakan terbatas
Fibrosis endomiokardial
Penyakit karsinoid
Lesi egot
Lesi diet obat
Endokarditis Lesi destruktif Perforasi
Katup lemas
Kongenital Cleft leaftles Cleft leftles
Transposisi katup Katup trikuspid
PATOFISIOLOGI RM KRONIK
Tidak sempurnanya koaptasi dari kedua daun katup mitral pada fase sistol, menimbulkan ada
pintu/celah terbuka (regurgitant orifice) untuk aliran darah balik ke atrium kiri. Adanya systolic
pressure gradiant antara ventrikel kiri dan atrium kiri, akan mendorong darah balik ke atrium
kiri. Volume darah yang yang balik ke atrium kiri disebut volume regurgitant, dan presentase
regurgitant volume dibanding dari total ejection ventrikel kiri, disebut sebagai fraksi
regurgitant. Dengan demikian pada fase sistol, beban pengisian ventrikel kiri juga akan
meningkat, yang lama kelamaan akan memperburuk performance ventrikel kiri (remodeling).
Pada RM kronis, terjadi dilatasi ventrikel kiri, walau lebih ringan ketimbang pada aorta
regurgitasi (AR), pada tingkat regurgitasi yang sama. Tekanan volume akhir diastol (end
diastolic volume) dan regangan dinding ventrikel (wall stress) akan menigkat. Volume akhir
sistol akan meningkat pada RM kronik, meskipun demikian, regangan akhir sistol dinding
ventrikel kiri biasanya masih normal. Selanjutnya massa ventrikel kiri pada RM akan
meningkat sejajar dengan besarnya dilatasi ventrikel kiri.
Fungsi ventrikel kiri sulit dinilai karena ada perubahan pada preload dan after load.
After load lebih sulit lagi dinilai karena ada aliran darah regurgitasi ke atrium kuru, yang sedkit
banyak akan mengurangi tahanan pengeluaran darah dari ventrikel kiri, padahal pengukuran
after load dan regangan akhir dinding ventrikel kiri masih dalam batas normal. Bagaimanapun
juga, terdapat korelasi terbalik antara tekanan akhir dinding ventrikel dengan fraksi ejeksi pada
RM.
Petunjuk yang cukup kompleks dengan memakai after load seperti regangan akhir
sistolik dinding ventrikel kiri yang disejarjarkan dengan volume ventrikel kiri, dapat dipakai
sebagai pengukur petubahan fungsi ventrikel merupakan pertanda prognosis yang tidak baik.
Fungsi diastolik pada RM sangat sulit dianalisis akbiat pengikatan volume pengisian. Relaksasi
ventrikel kiri biasanya memanjang dan kekakuan (stifness) ventrikel kiri juga biasanaya
berkurang akibat bertambahnya diameter rongga ventrikel kiri.
Pada pasien RM fungsional akibat penyakit jantung koroner atau kardiomiopati,
kelainan primer terdapat pada ventrikel kiri, dimana kontraktilitas dinding venrikel sangat
berkurang, padahal daun katup mitral itu sendiri masih normal. RM kebanyakan tidak sejajar
dengan derajat disfungsi ventrikel kiri, tetapi lebih berhubungan dengan remodeling ventrikel
kiri secara regional. RM fungsional agak berbeda dengan RM organik (valvular). Pada RM
fungsional, volume regurgitasi biasanya sedikit dan dilatasi ventrikel kiri biasanya tidak
proporsional dengan derajat RM. Tetapi RM fungsional punya arti klinis yang penting,
berhubungan dengan peninggian volume dan tekanan di atrium kiri, dan suatu pertanda
penyakit mioakrdium yang sudah lanjut. RM fungsional sangat efektif diobati dengan
vasodilator.
MANIFESTASI KLINIS
Pasien RM berat akut hampir semuanya simtomatik. Pada beberapa kasus dapat diperberat oleh
adanya ruptur chorda, umumnya ditandai oleh sesak napas dan rasa lemas yang berlebihan,
yang timbul secara tiba-tiba. Kadang ruptur chordae ditandai oleh adanya nyeri dada,
orthopnea, paraxysmal nocturnal dispnea dan rasa capek kadang ditemukan pada RM akut.
Dari anamnesis juga kemungkinan dapat diperoleh perkiraan etiologi dari RM akut.
RM akut akibat iskemia berat, dapat diperkirakan pada kasus dengan shock atau gagal jantung
kongestif pada pasien dengan infark akut, terutama bila didapatkan adanya murmur sistolik
yang baru, walau kadang tidak ditemukan murmur sistolik pada RM akut akibat iskemia,
karena dapat terjadi keseimbangan tekanan darah di dalam ventrikel dan atrium kiri, yang dapat
menimbulkan lamanya murmur jadi memendek yang secara aukultasi sulit dideteksi (Tabel 2).
Manifestasi klinis dari RM kornik, termasuk simptom, pemeriksaan fisis, perekaman
EKG dan perubahan radiologi sangat tergantung dari derajat dan kausa dari RM, dan
bagaimana performa dari atrium dan ventrikel kiri (Tabel 3).
GEJALA
Pasien dengan RM ringan biasanya asimtomatik. RM berat dapat asimtomaik atau gejala
minimal untuk bertahun-tahun. Rasa cepat capek karena cardiac output yang rendah dan sesak
napas ringan pada saat beraktivitas segera dihentikan.
Sesak napas berat saat beraktivitas, paroxsimal nocturnal dyspnea atau edema paru
bahkan hemoptisis dapat juga terjadi. Gajala-gejala berat tersebut dapat dipicu oleh fibrilasi
atrial yang baru timbul atau karena penignkatan derajat regurgitasi, atau ruptur chordae atau
menurunnya performance ventrikel kiri.
Sedangkan periode transisi dari akut menjadi kronik RM, dapat juga terjadi misalnya
dari gejala akut seperti edema paru dan gagal jantung dapat mereda secara progresif akibat
perbaikan performa ventrikel kiri atau akibat pemberian diuretik.
PEMERIKSAAN FISIK
Tekanan darah biasanya normal. Pada pemeriksaan palpasi, apeks biasanya terdorong ke
lateral/kiri sesuai dengan pembesaran ventrikel kiri. Thrill pada apeks pertanda terdapatnya
TM berat. Juga bisa terdapat right ventricular heaving, bisa juga didapatkan pembesaran
ventrikel kanan.
Bunyi jantung pertama biasanya bergabung dengan murmur. Umumnya normal, namun
saat mengeras pada RM karena penyakit jantung rematik. Bunyi jantung kedua biasanya
normal. Bunyi jantung ketiga terdengar terutama pada RM akibt kelainan organik, dimana
terjadi penigkatan volume dan dilatasi ventrikel kiri. Mirmur diastolik yang bersifat rumbling
pada awal diastolik bisa juga terdengar akibat adanya peningkatan aliran darah pada fase
diastol, walau tidak disertai oleh adanya stenosis mitral. Namun perlu diingat ini biasanya
bunyinya bersifat low pitch, sulit dideteksi, perlu auskultasi yang hati-hati, lebih jelas terdengar
pada posisi dekubitus lateral kiri, dan pada saat ekspirasi.
Gallop atrial biasanya tedengar pada RM dengan awitan yang masih baru dan pada RM
fungsional atau iskemia serta pada irama yang masih sinus.
Pada RM karena MVP dapat terdengar mid systolic click yang merupakan petanda MVP,
bersamaan dengan murmur sistolik. Hal ini terjadi sebagai akibat peregangan yang tiba-tiba di
chordae tendinea.
Petanda utama RM adalah murmur sistolik, minimal derajat sedang, berupa murmur
holosistolik yang meliputi bunyi jantung pertama sampai bunyi jantung kedua. Murmur
biasanya bersifat blowing, tetapi bisa juga bersifat kasar (harsh) terutama pada MVP. Pada RM
karena penyakit jantung valvular dan MVP dari daun katup anterior, punctum maximum
terdengar di apeks, menjalar ke aksila. Sedangkan pada MVP katup posterior arah jet dari
murmur menuju superior dan medial. Akibatnya murmur menjalar ke basis jantung dan sulit
dibedakan dengan murmur karena stenosis aorta atau cardiomyopati obstructive. Murmur juga
bisa terdengar di punggung. Murmur biasanya paralel dengan derajat RM, namun tidak
demikian pada RM karena iskemia atau fungsional.
ELEKTROKARDIOGRAFI
Gambaran EKG pada RM tidak ada yang spesifik, namun fibrilasi atrial sering ditemukan pada
RM karena kelainan organik.
RM karena iskemia, Q patologis dan LBBB bisa terlihat sedangkan pada MVP bisa
terlihat perobohan segmen ST-T yang tidak spesifik.
Pada keadaan dengan irama sinus, tanda-tanda dilatasi atrium kiri (LAH) dan dilatasi
atrium kanan (RAH) bisa ditemukan apabila sudah ada hipertensi pulmonal yang berat. Tanda-
tanda hipertropi ventrikel kir (LVH) bisa juga ditemukan pada RM kronik.
FOTO TORAKS
Bisa memperlihatkan tanda-tanda pembesaran atrium kiri dan ventrikel kiri. Juga tanda-tanda
hipertensi pulmonal atau edema paru bisa ditemukan pada RM kronik. Sedangkan pada RM
akut, biasanya pembesaran jantung belum jelas, walaupun sudah ada tanda-tanda gagal jantung
kiri.
EKOKARDIOGRAFI
Ekokardiografi transtorakal (TTE) dengan ekokardiografi doppler merupakan pemeriksaan
diagnostik noninvasif yang penting meliputi penilaian terhadap morfologi lesi katub mitral,
derajat beratnya RM, mekanisme dapat/tidak dioperasi, dan prognosis, serta mengetahui fungsi
ventrikel kiri dan atrium kiri. Dengan Echo bisa dikethui etiologi dari RM.
Color Flow Doppler imaging merupakan pemeriksaan non-invasive yang sangat akurat
dalam mendeteksi dan estimasi dari RM. Atrium kiri biasanya dilatasi, sedangkan ventrikel kiri
cenderung hiperdinamik. Dengan guided M-mode, diameter dapat diukur besarnya ventrikel
kiri, massa ventrikel kiri dan tekanan dinding ventrikel, dan fraksi ejeksi dapat dilakulasi atau
diestimasi. Volume ventrikel juga dapat diukur dengan Echo dua dimensi (2 D
Echocardiography).
Pemeriksaan Transoesophageal Echocariography (TEE) dilakukan bila perlu, terutama
pada kondisi pasien direncanakan operasi katub jantung, akan tetapi modalitas TTE dapat
memberikan kualitas gambar yang sangat baik, sehingga pemeriksaan TEE dilakukan
intraoperatif untuk menilai kondisi katub paska operasi.
PENATALAKSANAAN TERAPI
Terapi Medikamentosa
Terapi RM akut adalah secepatnya menurunkan volume regurgitant, yang seterusnya akan
mengurangi hipertensi pulmonal dan tekanan atrial dan meningkatkan stroke volume.
Vasodilator arterial seperti sodium nitroprusid merupakan terapi utama untuk tujuan ini.
Vasodilator arterial dapat mengurangi resistensi valvular, menignkatakn aliran pengeluaran
(forward flow) dan bersamaan dengan ini akan terjadi juga pengurangan dari aliran regurgitasi.
Pada saat bersamaan dengan berkurangnnya volume bvntrikel kiri dapat membantu perbaikan
kompetensi katup mitral.
Sodium nitropruside diberikan secara intravena, sangat bermanfaat karena half life sangat
pendek, sehingga mudah dititrasi, apalagi bila diberikan dengan pemasangan Swan-Ganz
catheter.
Pada pasein RM berat dengan hipotensi, sebaiknya pemberian sodium Nitropruside
harus dihindari. Intra Aortic Balloon Counter Pulsation dapat dipergunakan untuk
memperbaiki mean arterial blood pressure, dimana diharapkan dapat mengurangi afterload
dan meningkatkan forward output (pengeluaran darah dari ventrikel kiri).
Pergantian katup mitral baru bisa dipertimbangkan sesudah hemodinamik stabil.
Terapi Medikamentosa pada RM Kronik
Prevensi terhadap endokarditis infektif pada RM sangat penting. Pasien usia muda dengan RM
karena penyakit jantung rematik harus mendapat profilaksis terhadap demam remaitk. Untuk
pasien dengan AF perlu diberikan digoksin dan atau beta bloker untuk kontrol frekuensi detak
jantung (rate control).
Oral antikoagulan harus diberikan pada pasien dengan AF. Beta blocker merupakan
obat pilihan utama pada sindroma MVP, dimana sering ditemukan keluhan berdebar dan nyeri
dada. Diureik sangat bermanfaat untuk kontrol gagal jantung, dan untuk kontrol keluhan
terutama sesak napas. ACE inhibitor dilaporkan bermanfaat pada RM dengan disfungsi
ventrikel kiri, memperbaiki survival dan memperbaiki simtom. Juga RM fungsional sangat
bermanfaat dengan ACE inhibitor ini.
Intervensi Perkutan
Prosedur mitral clip ini dipertimbangkan pada pasien RM derajat berat dengan gejala yang
memenuhi kriteria secara ekokardiografi, kasus yang berdasarkan pendaat tim jantung tidak
dapat dioprasi, atau bersiko tinggi, dan memiliki angka harapan hidup lebih dari 1 tahun.
Catheter-based intervention telah berkembang untuk menkoreksi RM secara perkutan.
Data dari EVEREST (Endovasculer Velve Edge to Edge Repair Study trials) menyatakan
angka keberhasilan prosedur mitral clip sektiar 75%.
Indikasi prosedur mitral clip masih terbatas karena memerlukan penilain yang tepat
sehingga kriteria indikasi prosedur mitral clip terpenuhi secara ekokardiografi.
REFERENSI
Sarano ME, Hartzell VS, Abdul Jamil T, Robert LF. Chronic mitral regurgitation. 3“‘1 Ed.
Valvular Heart Disease 2000 by Lipv pincott William & WilkimIIS-SS.
Carabello BA. Acute mitral regurgitation. 3rd Ed. Valvular Heart Disease 2000 by Lippincott
William & Wilkin;143-55.
Eugene Brauwald. Valvular heart disease. 16 ed. Harrison’s Principles of Internal Medicine.
2005 Mc Graw-Hill;1390-5. Edited by Kaspen et al.
Barry M Massie Thomas M Amidon: Mitral regurgitation in Cur-v rent medical diagnosis &
treatment 2003. Edited by Tierney LM, McPhee ]/ Hapadakis MA. Lange Medical Books/
McGraw Hill. The Heart. 4:2“d Ed. Current Medical Diagnosis 8: Treatment 2003.; 322-8.
Sjahbudin HR, Maurice ES, Hartzel et all. Mitral regurgitation. 10th ed. 2001; in Hursts the
Heart Ed. By Fuster V, et al. Internal edition MC Graw Hill Medical Publish Divisi;1708-
27..
Catherine M Otto. Evaluation and management of chronic mitral regurgitation. N Engl} Med,
Vol.345, 2001; 740-5.
ACA/ AHA guidelines for the management of patient with val~ vular heart disease: a report
of the American College of Car~ diology/ American Heart Association Task Force on
Practice Quidelines (Committee on Management of Patient with Val~ vular Heart Disease). J
Am. Coll Cardiol 1998;32:1486-588.
Vahiinian A, Alfieri O, Andreotti F, Antunes A}, Esquivias GB, Baumgartner H et all. Mitral
regurgitationGuidelines on the Management of Valvular Heart Disease (version 2012). The
Joint Task Force on the Management of Valvular Heart Disease of the European Society of
Cardiology (ESC) and