Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN
Penyakit kanker merupakan suatu penyakit yang disebabkan
pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh tidak normal (tumbuh sangat cepat dan
tidak terkendali), menginfiltrasi/ merembes, dan menekan jaringan tubuh
sehingga mempengaruhi organ tubuh.
Pertumbuhan sel kanker tidak terkendali disebabkan kerusakan
deoxyribose nucleic acid (DNA), sehingga menyebabkan mutasi gen vital yang
mengontrol pembelahan sel. Beberapa mutasi dapat mengubah sel normal
menjadi sel kanker. Mutasi-mutasi tersebut diakibatkan agen kimia maupun
fisik yang edisebut karsinogen. Mutasi dapat terjadi secara spontan maupun
diwariskan.
Jenis-jenis kanker yaitu; karsioma, limfoma, sarkoma, glioma,
karsinoma in situ. Karsinoma merupakan jenis kanker berasal dari sel yang
melapisi permukaan tubuh atau permukaan saluran tubuh, misalnya jaringan
seperti sel kulit, testis, ovarium, kelenjar mucus, sel melanin, payudara, leher
rahim, kolon, rektum, lambung, pankreas.
Limfoma termasuk jenis kanker berasal dari jaringan yang membentuk
darah, misalnya sumsum tulang, lueukimia, limfoma merupakan jenis kanker
yang tidak membentuk masa tumor, tetapi memenuhi pembuluh darah dan
mengganggu fungsi sel darah normal.
Sarkoma adalah jenis kanker akibat kerusakan jaringan penujang di
permukaan tubuh seperti jaringan ikat, sel-sel otot dan tulang. Glioma adalah
kanker susunan saraf, misalnya sel-sel glia (jaringan panjang) di susunan saraf
pusat. Karsinoma in situ adalah istilah untuk menjelaskan sel epitel abnormal
yang masih terbatas di daerah tertentu sehingga dianggap lesi prainvasif
(kelainan/ luka yang belum menyebar).

1
Kanker bisa menyerang diseluruh bagian tubuh manusia, termasuk
sistem saraf. Pada kanker yang mengenai sistem saraf bisa mengenai sistem
saraf pusat ataupun saraf tepi. Prevalensi kanker sistem saraf pusat lebih
banyak kasus yang menyerang otak dibandingkan dengan medulla spinalis.

2
BAB II
PEMBAHASAN

Anatomi Sistem Saraf Pusat (SSP)


Sistem Saraf Pusat terdiri dari dua bagian utama yaitu Otak (serebrum
& serebellum) dan Medula Spinalis. Medulla spinalis yang berada disepanjang
tulang belakang (vertebra) bertugas menerima impuls dari saraf tepi yang akan
disampaikan ke otak manusia, di otak manusia impuls tersebut akan diproses
dan diterjemahkan menjadi perintah.
Struktur Utama Sistem Saraf Pusat :

I. Otak
1. Forebrain
a. Telencephalon (Cortex, Sistem Lymbic, Basal Ganglia)
b. Diencephalon (Thalamus, Hypothalamus)
2. Midbrain/Mesencephalon
3. Hindbrain
a. Metencephalon
1) Pons
2) Cerebellum
b. Myelencephalon
II. Sumsum Tulang Belakang (Spinal Cord/Medulla Spinalis)

3
Definisi
Neoplasma merupakan setiap pertumbuhan sel-sel baru dan abnormal;
secara khusus dapat diartikan sebagai suatu pertumbuhan yang tidak terkontrol
dan progresif. Neoplasma ganas dibedakan dengan neoplasma jinak;
neoplasma ganas menunjukan derajat anaplasia yang lebih besar dan
mempunyai sifat invasi serta metastasis. Disebut juga tumor. Brain tumor
merupakan neoplasma, baik yang jinak maupun ganas, dan lesi-lesi desak
ruang yang lain, yang berasal dari inflamasi kronik yang tumbuh dalam otak,
meningen atau tengkorak.
Gambaran diagnosis etiologis dapat ditegakkan dari petunjuk
epidemiologi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus, manifestasi klinik
maupun pengetahuan tentang patology. Neoplasma intracranial dapat timbul
dari berbagai struktur atau tipe sel di dalam kubah cranial, meliputi cerebrum,
selaput otak, kelenjar pituitary, tengjorak dan bahkan residual jaringan
embrionik. Brain tumor memiliki rentang usia yang dapat diibaratkan seperti
sebuah piramida dengan puncaknya yang kecil pada populasi anak dan
jumlahnya meningkat dimulai pada rentang usia 20 tahun dan mencapai jumlah
maximum 20 kasus per 100000 populasi antara usia 75 hingga 84 tahun.

4
Pengobatan yang dapat dilakukan untuk penderita dapat berupa Supportive
Therapy maupun Definitive Theraphy.

Epidemiologi

Tumor primer biasanya timbul dari jaringan otak, meningen, hipofisis


dan selaput myelin. Tumor sekunder berasal adalah tumor metastasis yang
biasa berasal dari hampir semua tumor pada tubuh. Tumor metastasis SSP yang
melalui perderan darah yaitu yang paling sering adalah tumor paru-paru dan
prostat, ginjal, tiroid, atau traktus digestivus, sedangkan secara
perkontinuitatum masuk ke ruang tengkorak melalui foramina basis kranii
yaitu infiltrasi karsinoma anaplastik nasofaring.

Pada umumnya tumor otak primer tidak memiliki kecenderungan


bermetastasis, hanya satu yaitu meduloblastoma yang dapat bermetastasis ke
medulla spinalis dan kepermukaan otak melalui peredaran likuor
serebrospinalis. Perbandingan tumor otak primer dan metastasis adalah 4 : 1.

Tumor otak primer (80 %), sekunder (20 %). Tumor primer kira-kira
50% adalah glioma, 20 % meningioma, 15 % adenoma dan 7 % neurinoma.
Pada orang dewasa 60 % terletak di supratentorial, sedangkan pada anak-anak
70 % terletak di infratentorial. Tumor yang paling banyak ditemukan pada
anak adalah tumor serebellum yaitu meduloblastoma dan astrositoma.Statistik
primer adalah 10 % dari semua proses neoplasma dan terdapat 3 – 7 penderita
dari 100.000 orang penduduk.

Etiologi
Penyebab tumor otak hingga saat ini masih belum diketahui secara
pasti, walaupun telah banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-
faktor yang perlu ditinjau sebagai penyebab tumor otak, sebagai berikut:

5
1. Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan
kecuali pada meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat
dijumpai pada anggota-anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose atau
penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap sebagai manifestasi
pertumbuhan baru, memperlihatkan faktor familial yang jelas. Selain
jenis-jenis neoplasma tersebut tidak ada bukti-bukti yang kuat untuk
memikirkan adanya faktor-faktor herediter yang kuat pada neoplasma.

2. Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)


Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-
bangunan yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi
dalam tubuh. Tetapi ada kalanya sebagian dari bangunan embrional
tertinggal dalam tubuh, menjadi ganas dan merusak bangunan di
sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada
kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma.

3. Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat
mengalami perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat
memicu terjadinya suatu glioma. Pernah dilaporkan bahwa
meningioma terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.Selain itu pada
pasien-pasien penderita tinea kapitis yang medapat radiasi kepala
jangka panjang

4. Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar
yang dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus
dalam proses terjadinya neoplasma, tetapi hingga saat ini belum

6
ditemukan hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan tumor
pada sistem saraf pusat.

5. Substansi-substansi Karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas
dilakukan. Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik
seperti methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan
percobaan yang dilakukan pada hewan.

Klasifikasi

Berdasarkan sumber keganasan sel :

1. Primer (berasal dari SSP sendiri)


2. Sekunder (metastase dari organ lain)

Berdasarkan lokasi :

7
Manifestasi Klinis
Brain tumor menunjukan gejala dan tanda baik spesifik maupun
nonspesifik.
1. Gejala dan tanda nonspesifik
Meliputi sakit kepala, yang ditemukan pada sekitar separuh pasien,
mual dan muntah yang disebabkan oleh bertambahnya tekanan intracranial.
Karena semakin berkembangnya kemampuan CT Scan dan MRI, sekarang
papiledema dapat dilihat pada kurang dari 10% pasien, bahkan ketika
symptoms tekanan intracranial meningkat.
2. Gejala dan tanda spesifik
Biasanya menunjukan pada keterangan lokasi intracranial tumor.
Tanda-tanda lateral, meliputi hemiparesis, aphasia, dan visual-field deficits
nampak pada sekitar 50% pasien. Kejang, merupakan gejala yang biasa
nampak, terjadi pada sekitar 25% pasien dengan high-grade glioma dan pada
sekurangnya 50% dengan low-grade tumor. Seizure dapat terjadi pada
keseluruhan maupun parsial. Stroke-like presentation, Hemorrhage dalam
tumor dapat terlihat seperti stroke, walaupun sakit kepala dan perubahan
kesadaran yang menyertai biasanya lebih berkesan intracranial hemorrhage.
Hemorrhage biasanya berhubungan dengan high-grade glioma, terjadi pada
5%-8% pasien penderita glioblastoma. Bagaimanapun juga oligodendroglioma
memiliki kecenderungan untuk berdarah, dan hemorrhage terjadi pada 7%-
14% low-grade neoplasma ini. Gangguan sensorik dan fatigue secara tiba-tiba
dapat dilihat pada pituitary tumor, disebut juga pituitary apoplexy.

Pemeriksaan
1. MRI
Diagnosis terbaik pada brain tumor adalah dengan penggunaan cranial
MRI. MRI harus menjadi pemeriksaan pertama pada pasien dengan tanda dan

8
gejala kelainan pada intracranial. MRI menggunakan magnetic field bertenaga
untuk menentukan nuclear magnetic spin dan resonansi yang tepat pada
sebuah jaringan bervolume kecil. Jaringan yang berbeda memiliki nuclear
magnetic spin dan resonansi yang berbeda pula.
2. CT Scan
CT Scan adalah pemeriksaan yang menggunakan sinar-X dan dengan
penggunaan komputer yang akan menghasilkan gambar organ-organ tubuh
manusia. CT Scan dapat digunakan apabila MRI tidak tersedia. Namun, low-
grade tumor pada posterior fossa dapat terlewatkan oleh CT Scan.
3. Biopsi
Hal ini dilakukan setelah operasi pembedahan menggunakan sampel dari
tumor itu sendiri untuk mengetahui jenisnya.

Manajemen Terapi (secara umum)


Pengobatan pada brain tumor dapat berupa initial supportive dan definitive
therapy.
Supportive Therapy
Supportive treatment berfokus pada meringankan gejala dan
meningkatkan fungsi neuroligik pasien. Supportive treatment yang utama
digunakan adalah anticonvulsants dan corticosteroid.
Anticonvulsants
Anticonvulsants diberikan pada pasien yang menunjukan tanda-tanda
seizure. Phenytoin (300-400mg/d) adalah yang paling umum digunakan, tapi
carbamazepine (600-1000mg/h), Phenobarbital (90-150mg/h), dan valproic
acid (750-1500mg/h) juga dapat digunakan.
Corticosteroids
Corticosteroid mengurangi edema peritumoral dan mengurangi
tekanan intracranial. Efeknya mengurangi sakit kepala dengan cepat.

9
Dexamethasone adalah corticosteroid yang dipilih karena aktivitas
mineralocorticoid yang minimal. Dosisinya dapat diberikan mulai dari 16
mg/h, tetapi dosis ini dapat ditambahkan maupun dikurangi untuk mencapai
dosis yang dibutuhkan untuk mengontrol gejala neurologik.

Definitive Therapy
Definitive treatment intracranial tumor meliputi pembedahan, radiotherapy,
kemoterapi dan yang sedang dikembangkan yaitu immunotherapy.
Pembedahan
Berbagai pilihan pembedahan telah tersedia, dan pendekatan
pembedahan yang dipilih harus berhati-hati untuk meminimalisir resiko deficit
neurologic setelah operasi. Tujuan pembedahan : (1) menghasilkan diagnosis
histologic yang akurat, (2) mengurangi tumor pokok, (3) memberikan jalan
untuk CSF mengalir, (4) mencapai potensial penyembuhan.
Terapi Radiasi
Terapi radiasi memainkan peran penting dalam pengobatan brain tumor
pada orang dewasa. Terapi radiasi adalah terapi nonpembedahan yang paling
efektif untuk pasien dengan malignant glioma dan juga sangat penting bagi
pengobatan pasien dengan low-grade glioma.
Kemoterapi
Kemoterapi hanya sedikit bermanfaat dalam treatment pasien dengan
malignant glioma. Kemoterapi tidak memperpanjang rata-rata pertahanan
semua pasien, tetapi sebuah subgroup tertentu nampaknya bertahan lebih lama
dengan penambahan kemoterapi dan radioterapi. Kemoterapi juga tidak
berperan banyak dalam pengobatan pasien dengan lowgrade astrocytoma.
Sebaliknya, kemoterapi disarankan untuk pengobatan pasien dengan
oligodendroglioma.

10
Kemoterapi adalah cara pengobatan tumor dengan memberikan obat
pembasmi sel kanker (disebut sitostatika) yang diminum ataupun yang
diinfuskan ke pembuluh darah. Jadi, obat kemoterapi menyebar ke seluruh
jaringan tubuh, dapat membasmi sel-sel kanker yang sudah menyebar luas di
seluruh tubuh. Karena penyebaran obat kemoterapi luas, maka daya bunuhnya
luas, efek sampingnya biasanya lebih berat dibandingkan dua modalitas
pengobatan terdahulu.
Obat kemoterapi secara umum disebut sitostatika, berefek menghambat
atau membunuh semua sel yang sedang aktif membelah diri. Jadi, sel normal
yang aktif membelah atau berkembang biak juga terkena dampaknya, seperti
sel akar rambut, sel darah, sel selaput lendir mulut,dll.Sel tubuh tersebut adalah
yang paling parah terkena efek samping kemoterapi, sehingga dapat timbul
kebotakan, kurang darah, sariawan, dll.
Agar sel tubuh normal mempunyai kesempatan untuk memulihkan
dirinya, maka pemberian kemoterapi biasanya harus diberi jedah (selang
waktu) 2-3 minggu sebelum dimulai lagi pemberian kemoterapi berikutnya.
Prinsip kerja pengobatan kemoterapi
Prinsip kerja pengobatan dengan kemoterapi adalah dengan meracuni
atau membunuh sel-sel kanker, mengontrol pertumbuhan sel kanker, dan
menghentikan pertumbuhannya agar tidak menyebar, atau untuk mengurangi
gejala-gejala yang disebabkan oleh kanker. Kemoterapi kadang-kadang
merupakan pilihan pertama untuk menangani kanker. Kemoterapi bersifat
sistemik, berbeda dengan radiasi atau pembedahan yang bersifat setempat,
karenanya kemoterapi dapat menjangkau sel-sel kanker yang mungkin suddah
menjalar dan menyebar ke bagian tubuh yang lain.
Penggunaan kemoterapi berbeda-beda untuk setiap pasien, kadang-
kadang sebagai pengobatan utama, pada kasus lain dilakukan sebelum atau

11
setelah operasi atau radiasi. Tingkat keberhasilan kemoterapi juga berbeda-
beda tergantung jenis kankernya.
Pada tumor otak biasa digunakan adalah BCNU (kasmustin),
Temozolomid dan PCV. BCNU dosisnya 200mg/m2 ivd d1; diulang tiap 6-8
minggu atau dosis BCNU 80mg/m2 ivd d1-3 ; diulang tiap 8 minggu.
Temozolomid dosisnya 150-200 mf.m2 diulang tiap 4 minggu. Sedangkan
PCV dosisinya adalah CCNU 110mg/m2 po d1; PCZ 60mg/m2 po d8-21; VCR
1,4 mg/m2 iv d8, 29/ diulang tiap 6-8 minggu.

Obat kemoterapi pada kanker


Dua atau lebih obat sering digunakan sebagai suatu kombinasi. Alasan
dilakukannya terapi kombinasi adalah untuk menggunakan obat yang bekerja
pada bagian yang berbeda dari proses metabolisme sel, sehingga akan
meningkatkan kemungkinan dihancurkannya jumlah sel-sel kanker. Selain itu,
efek samping yang berbahaya dari kemoterapi dapat dikurangi jika obat
dengan efek beracun yang berbeda digabungkan, masing-masing dalam dosis
yang lebih rendah dari pada dosis yang diperlukan jika obat itu digunakan
tersendiri. Obat-obat dengan sifat yang berbeda digabungkan, misalnya obat
yang membunuh sel-sel tumor dikombinasikan dengan obat yang merangsang
system kekebalan terhadap kanker.
Alkylating agents
Alkylating memengaruhi molekul DNA, yaitu mengubah struktur atau
fungsinya sehingga tidak dapat berkembang biak. Contoh lain obat golongan
ini adalah busolvon dan cisplatin. Obat ini biasanya digunakan dengan kasus
leukemia, limfoma non-Hodgkin, myeloma multiple dan melanoma malignan.
Efek sampingnya adalah mual; muntah; rambut rontok; iritasi kandung kemih
(sistitis) disertai terdapatnya darah dalam dalam air kemih; jumlah sel darah

12
putih, sel darah merah, dan trombosit menurun; jumlah sperma berkurang
(pada pria mungkin terjadi kemandulan yang menetap).
Obat antimetabolit
Antimetabolit adalah zat yang bisa menghambat enzim-enzim yang diperlukan
untuk memproduksi basa yang menjadi bahan penyusun DNA. Antimetabolit
dan juga asam folat dapat mencegah terjadinya pembelahan pada sel kanker.
Contoh dari obat ini antara lain adalah: Methotrexate, Floxuridine, Plicamycin,
Mercaptopurine, Cytarabine dan Flourouracil.
Antimetabolit adalah sekumpulan obat yang memengaruhi sintesis
(pembuatan) DNA atau RNA dan mencegah perkembangbiakan sel. Obat
golongan ini menimbulkan efek yang sama dengan alkylating agents. Efek
samping tambahan terjadinya ruam kulit, warna kulit menjadi lebih gelap
(meningkatkan pigmentasi), atau gagal ginjal. Contoh obat ini adalah
methotrexate dan gemcitabine yang digunakan pada kanker leukimia serta
tumor payudara, ovarium dan saluran pencernaan.
Antibiotik antitumor
Obat ini juga memengaruhi DNA dan mencegah tumor berkembang
biak dan dengan cara kimiawi mencegah produksi enzim-enzim serta
mengubah membran sel. Contohnya adalah Pleomycin dan Idarubicin yang
digunakan untuk berbagai macam jenis kanker.
Efek sampingnya sama dengan alkylating agents. Kepada penderita
leukimia limfoblastik akut dapat diberikan asparagin diperlukan oleh leukimia
untuk melangsungkan pertumbuhanny. Efek sampingnya berupa reaksi alergi
yang bisa berakibat fatal, hilangnya nafsu makan, mual, muntah, demam, kadar
gula darah tinggi.
Senyawa-senyawa Alami
Ada beberapa senyawa alami yang dapat mengikat DNA (dengan
sebuah proses yang disebut sebagai “interkalasi”) sehingga menimbulkan

13
kerusakan pada krosom dari sel kanker dan menghambat pembelahan sel
kanker. Contoh dari senyawa semacam ini adalah dactinomycin, mitomycin,
doxorubicin, mithromycin, daunorubicin dan bleomycin .
Analog Platinum
Analog platinum adalah senyawa-senyawa yang mengandung unsur
logam platinum. Senyawa-senyawa ini bekerja dengan cara membentuk rantai
silang antara DNA dengan platinum sehingga sel kanker tidak dapat
melakukan pembelahan dengan benar dan proses perkembangbiakannya
menjadi terhambat. Contohnya adalah carboplatin, cisplatin dan oxaliplatin.
Efek Samping Kemoterapi
Antikanker merupakan obat yang indeks terapinya sempit. Pada umumnya anti
kanker menekan pertumbuhan atau proliferasi sel dan menimbulkan toksisitas,
karena menghambat pembelahan sel normal yang proliferasinya cepat
misalnya sumsum tulang, epitel germinativum, mukosa saluran cerna, folikel
rambut dan jaringan limfosit.
Terapi dengan sitostatika menyebabkan mielosupresi sehingga dapat
menimbulkan risiko infeksi (neutropenia) dan perdarahan (trombositopenia).
Kerusakan pada membran mukosa menyebabkan nyeri pada mulut, diare dan
stimulasi zona pemicu kemotaksis yang menimbulkan mual dan muntah.
Semua kemoterapi bersifat teratogenik. Beberapa obat menyebabkan toksisitas
yang spesifik terhadap organ, seperti ginjal (cisplatin) dan saraf (vinkristin).
Perawatan 13 suportif dengan antagonis 5-HT3, 5 Hidroksitriptamin
(serotonin) dan steroid lebih mengatasi rasa mual.
Mual dan muntah
Penyakit sistemik banyak yang disertai mual dan muntah. Pada
penderita kanker, mual dan muntah merupakan keluhan yang sering dijumpai,
baik itu disebabkan oleh pemberian kemoterapi, radioterapi, maupun akibat
perluasan dari kankernya.

14
Muntah atau vomite atau emesis adalah keadaan akibat kontraksi otot
perut yang kuat sehingga menyebabkan isi perut menjadi terdorong untuk
keluar melalui mulut baik dengan maupun tanpa disertai mual terlebih dahulu
Mual dan muntah sering muncul bersama dalam berbagai kondisi, termasuk
menjadi efek samping yang umum terjadi pada penggunaan obat anti
neoplastik.. Mual dan muntah yang terjadi setelah dilakukan kemoterapi
dikenal sebagai Chemotherapy Induced Nausea and Vomiting (CINV).
Nausea dan vomiting yang tidak terkontrol dapat mempengaruhi terapi
pada pasien secara keseluruhan dan mempengaruhi respon terapi serta
menurunkan tingkat kesembuhan pasien kanker. Selain itu mual muntah yang
tidak terkontrol juga dapat menyebabkan dehidrasi, ketidakseimbangan
elektrolit, penurunan berat badan, dan malnutrsisi. Muntah yang
bekepanjangan dapat menyebabkan esophageal, kerusakan gastric dan
pendarahan.
Demikian pula pada penderita kanker dapat disertai mual dan muntah
yang pada umumnya disebabkan efek samping dari pengobatan yang
diberikan, seperti pemberian sitostatika, analgetika opiate dan radiasi. Mual
dan muntah yang terjadi pada penderita yang mendapt sitostatika umumnya
terjadi 1-2 jam setelah pemberian sitostatika dan akan berlangsung selama 24
jam.
Keadaan ini disebut reaksi akut, namun demikian dapat juga terjadi
reaksi lambat, yaitu mual dan muntah terjadi beberapa hari setelah pemberian
sitostatika dan akan berlangsung beberapa hari. Penderita yang mual tidak
selalu disertai dengan muntah.
Mual adalah suatu gejala penyakit yang ditandai perasaan tidak suka
terhadap makanan, rasa tidak enak pada daerah lambung dan ada keinginan
untuk muntah. Muntah adalah suatu gejala penyakit yang ditandai adanya
pengeluaran isi lambung melalui mulut. Akhir-akhir ini banyak penelitian

15
dilakukan untuk mengetahui mekanisme dan pengelolaan penderita mual
muntah akibat kemoterapi maupun akibat stadium akhir dari kankernya.
Terdapat variasi individu mengenai mual dan muntah dimana factor
psikiis mempunyai peranan yang penting. Mual dan muntah merupakan efek
samping yang menakutkan bagi penderita dan keluarganya sehingga kadang-
kadang penderita menolak pengobatan lanjutan. Dengan adanya masalah
tersebut tindakan pencegahan dan pengobatan mual dan muntah merupakan
hal penting dalam pengolahan penderita kanker.
Mual dan muntah adalah efek samping yang seringkali dialami oleh
banyak orang yang menerima kemoterapi. Beberapa jenis obat juga seringkali
menimbulkan efek samping seperti ini. Ada beberapa obat antimual
(antiemetik) yang sudah tersedia untuk membantu mengurangi gejala ini,
namun demikian efek samping semacam ini adalah masalah yang harus
dicarikan solusinya agar proses kemoterapi dapat dijalani dengan lebih lancar
bagi para pasien. Orang yang mengalami gejala ini tentu saja harus berusaha
untuk tetap makan dan sebaiknya pasien mendapatkan semua dukungan dan
pertolongan yang bisa diberikan sebisa mungkin untuk meningkatkan nafsu
makannya. Pada kemoterapi yang dilakukan dalam siklus 21 hari, muntah dan
mual akan terjadi selama beberapa hari setelah menerima obat, tapi biasanya
gejala itu akan hilang dalam waktu seminggu setelah menerima obat.

Imunoterapi
Imunoterapi merupakan pengobatan baru yang masih perlu diteliti lebih lanjut.
Dasar pemikiran bahwa sistem imun dapat menolak tumor, khususnya
allograft, telah didemonstrasikan lebih dari 50 tahun yang lalu. Hal itu hanya
sebuah contoh bagaimana sistem imun dapat mengendalikan pertumbuhan
tumor. Tumor umumnya menghasilkan level protein yang berbeda
(dibandingkan protein normal) disekitar jaringan, dan beberapa protein

16
mengandung asam amino substitusi atau deletions, atau mengubah
phosphorylation atau glycosylation. Beberapa perubahan protein oleh tumor
sudah mencukupi bagi sistem imun untuk mengenal protein yang dihasilkan
tumor sebagai antigenik, dan memunculkan imun respon untuk melawan
protein-protein tersebut.

Tumor Otak Primer


Pada pembahasan ini akan dibahas kanker otak ganas yaitu tumor sel
glial (glioma), meliputi glioma derajat rendah (astrositoma grade I/II,
oligodendroglioma), glioma derajat tinggi (astrositoma anaplastik (grade III),
glioblastoma (grade IV), anaplastik oligodendroglioma). Selanjutnya kanker
otak lainnya seperti meningioma, tumor hipofisis dan schwannoma akan
dibahas secara terpisah.
Prinsip Penanganan Tumor Primer Secara Umum
Manifestasi Klinis
Gejala yang timbul pada pasien dengan kanker otak tergantung dari lokasi dan
tingkat pertumbuhan tumor. Kombinasi gejala yang sering ditemukan adalah
peningkatan tekanan intrakranial (sakit kepala hebat disertai muntah
proyektil), defisit neurologis yang progresif, kejang, penurunan fungsi
kognitif. Pada glioma derajat rendah gejala yang biasa ditemui adalah kejang,
sementara glioma derajat tinggi lebih sering menimbulkan gejala defisit
neurologis progresif dan tekanan intrakranial meningkat.
Diagnostik
Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Keluhan yang timbul dapat berupa sakit kepala, mual, penurunan nafsu
makan, muntah proyektil, kejang, defisit neurologik (penglihatan dobel,
strabismus, gangguan keseimbangan, kelumpuhan ekstremitas gerak, dsb),
perubahan kepribadian, mood, mental, atau penurunan fungsi kognitif.

17
Pemeriksaan status generalis dan status neurologis.
Pemeriksaan Neurooftamologi
Kanker otak melibatkan struktur yang dapat mendestruksi jaras
pengllihatan dan gerakan bola mata, baik secara langsung maupun tidak
langsung, sehingga beberapa kanker otak dapat memiliki manifestasi
neurooftalmologi yang khas seperti tumor regio sella, tumor regio pineal,
tumor fossa posterior, dan tumor basis kranii. Oleh karena itu perlu dilakukan
pemeriksaan neurooftalmologi terutama untuk menjelaskan kesesuaian
gangguan klinis dengan fungsional kanker otak. Pemeriksaan ini juga berguna
untukmengevaluasi pre- dan post tindakan (operasi, radioterapi dan
kemoterapi) pada tumor-tumor tersebut.
Pemeriksaan Fungsi Luhur
Gangguan kognitif dapat merupakan soft sign, gejala awal pada kanker otak,
khususnya pada tumor glioma derajat rendah, limfoma, atau metastasis. Fungsi
kognitif juga dapat mengalami gangguan baik melalui mekanisme langsung
akibat destruksi jaras kognitif oleh kanker otak, maupun mekanisme tidak
langsung akibat terapi, seperti operasi, kemoterapi, atau radioterapi. Oleh
karena itu, pemeriksaan fungsi luhur berguna untuk menjelaskan kesesuaian
gangguan klinis dengan fungsional kanker otak, serta mengevaluasi pre- dan
post tindakan (operasi, radioterapi dan kemoterapi). Bagi keluarga, penilaian
fungsi luhur akan sangat membantu dalam merawat pasien dan melakukan
pendekatan berdasarkan hendaya yang
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Terutama untuk melihat keadaan umum pasien dan kesiapannya untuk terapi
yang akan dijalani (bedah, radiasi, ataupun kemoterapi), yaitu:
Darah lengkap
Homeostasis

18
LDH
Fungsi hati, ginjal, gula darah
Serologi hepatitis B dan C
Elektrolit lengkap
Pemeriksaan radiologis
CT Scan dengan kontras
MRI dengan kontras, MRS, DWI
PET CT (atas indikasi)
Pemeriksaan radiologi standar adalah CT scan dan MRI dengan kontras. CT
scan berguna untuk melihat adanya tumor pada langkah awal penegakkan
diagnosis dan sangat baik untuk melihat kalsifikasi, lesi erosi/destruksi pada
tulang tengkorak. MRI dapat melihat gambaran jaringan lunak dengan lebih
jelas dan sangat baik untuk tumor infratentorial, namun mempunyai
keterbatasan dalam hal menilai kalsifikasi. Pemeriksaan fungsional MRI
seperti MRS sangat baik untuk menentukan daerah nekrosis dengan tumor
yang masih viabel sehingga baik digunakan sebagai penuntun biopsi serta
untuk menyingkirkan diagnosis banding, demikian juga pemeriksaan DWI.
Pemeriksaan positron emission tomography (PET) dapat berguna pascaterapi
untuk membedakan antara tumor yang rekuren dan jaringan nekrosis akibat
radiasi.
Pemeriksaan cairan serebrospinal
Dapat dilakukan pemeriksaan sitologi dan flowcytometry untuk menegakkan
diagnosis limfoma pada susunan saraf pusat atau kecurigaan metastasis
leptomeningeal atau penyebaran kraniospinal, seperti ependimoma.
Penatalaksanaan
Tatalaksana Penurunan Tekanan intrakranial
Pasien dengan kanker otak sering datang dalam keadaan neuroemergency
akibat peningkatan tekanan intrakranial. Hal ini terutama diakibatkan oleh efek

19
desak ruang dari edema peritumoral atau edema difus, selain oleh ukuran
massa yang besar atau ventrikulomegali karena obstruksi oleh massa tersebut.
Edema serebri dapat disebabkan oleh efek tumor maupun terkait terapi, seperti
pasca operasi atau radioterapi. Gejala yang muncul dapat berupa nyeri kepala,
mual dan muntah, perburukan gejala neurologis, dan penurunan kesadaran.
Pemberian kortikosteroid sangat efektif untuk mengurangi edema serebri dan
memperbaiki gejala yang disebabkan oleh edema serebri, yang efeknya sudah
dapat terlihat dalam 24-36 jam. Agen yang direkomendasikan adalah
deksametason dengan dosis bolus intravena 10 mg dilanjutkan dosis rumatan
16-20mg/hari intravena lalu tappering off 2-16 mg (dalam dosis terbagi)
bergantung pada klinis. Mannitol tidak dianjurkan diberikan karena dapat
memperburuk edema, kecuali bersamaan dengan deksamethason pada situasi
yang berat, seperti pascaoperasi. Efek samping pemberian steroid yakni
gangguan toleransi glukosa, stressulcer, miopati, perubahan mood,
peningkatan nafsu makan, Cushingoid dan sebagainya.
Sebagian besar dari efek samping tersebut bersifat reversible apabila steroid
dihentikan.
Selain efek samping, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian steroid
yakni interaksi obat. Kadar antikonvulsan serum dapat dipengaruhi oleh
deksametason seperti fenitoin dan karbamazepin, sehingga membutuhkan
monitoring. Pemberian deksametason dapat diturunkan secara bertahap,
sebesar 25-50% dari dosis awal tiap 3-5 hari, tergantung dari klinis pasien.
Pada pasien kanker otak metastasis yang sedang menjalani radioterapi,
pemberian deksametason bisa diperpanjang hingga 7 hari.
Pembedahan
Operasi pada kanker otak dapat bertujuan untuk menegakkan diagnosis
yang tepat, menurunkan tekanan intrakranial, mengurangi kecacatan, dan
meningkatkan efektifitas terapi lain. Reseksi tumor pada umumnya

20
direkomendasikan untuk hampir seluruh jenis kanker otak yang operabel.
Kanker otak yang terletak jauh di dalam dapat diterapi dengan tindakan bedah
kecuali apabila tindakan bedah tidak memungkinkan (keadaan umum buruk,
toleransi operasi rendah). Teknik operasi meliputi membuka sebagian tulang
tengkorak dan selaput otak pada lokasi tumor. Tumor diangkat sebanyak
mungkin kemudian sampel jaringan dikirim ke ahli patologi anatomi untuk
diperiksa jenis tumor. Biopsi stereotaktik dapat dikerjakan pada lesi yang letak
dalam. Pada operasi biopsi stereotaktik dilakukan penentuan lokasi target
dengan komputer dan secara tiga dimensi (3D scanning).
Pasien akan dipasang frame stereotaktik di kepala kemudian dilakukan CT
scan. Hasil CT scan diolah dengan software planning untuk ditentukan
koordinat target. Berdasarkan data ini, pada saat operasi akan dibuat sayatan
kecil pada kulit kepala dan dibuat satu lubang (burrhole) pada tulang
tengkorak. Kemudian jarum biopsi akan dimasukkan ke arah tumor sesuai
koordinat. Sampel jaringan kemudian dikirim ke ahli patologi anatomi.
Pada keadaan peningkatan tekanan intrakranial akibatn sumbaran cairan otak,
dapat dilakukan pemasangan pirau ventrikuloperitoneal (VP shunt). Pada
glioma derajat rendah dilakukan reseksi tumor secara maksimal dengan tujuan
utama perbaikan gejala klinis. Pada pasien dengan total reseksi dan subtotal
reseksi tanpa gejala yang mengganggu, maka cukup dilakukan follow up MRI
setiap 3 – 6 bulan selama 5 tahun dan selanjutnya setiap tahun. Bila operasi
tetap menimbulkan gejala yang tidak dapat dikontrol dengan obat simtomatik,
maka radioterapi dan kemoterapi merupakan pilihan selanjutnya.
Pada glioma derajat tinggi maka operasi dilanjutkan dengan radioterapi dan
kemoterapi. Pilihan teknik anestesi untuk operasi intrakranial adalah anestesi
umum
untuk sebagian besar kasus, atau sedasi dalam dikombinasikan dengan blok
kulit kepala untuk kraniotomi awake (sesuai indikasi).

21
Radioterapi
Radioterapi memiliki banyak peranan pada berbagai jenis kanker otak.
Radioterapi diberikan pada pasien dengan keadaan inoperabel, sebagai
adjuvant pasca operasi, atau pada kasus rekuren yang sebelumnya telah
dilakukan tindakan operasi pada dasarnya teknik radioterapi yang dipakai
adalah 3D conformal radiotherapy, namun teknik lain dapat juga digunakan
untuk pasien tertentu seperti stereotactic radiosurgery / radiotherapy, dan
IMRT.
1.Low-Grade Gliomas (Grade I dan II)
Volume tumor ditentukan dengan menggunakan imejing pre dan
post-operasi, menggunakan MRI (T2 dan FLAIR) untuk gross tumor
volume (GTV).
Clinical Target Volume (CTV) = GTV ditambah margin 1-2 cm,
mendapatkan dosis 45-54 Gy dengan 1,8 – 2Gy/fraksi
2.High-Grade Gliomas (Grade III dan IV)
Volume tumor ditentukan menggunakan imejing pre dan postoperasi,
menggunakan MRI (T1 dan FLAIR/T2) untuk gross tumor
volume (GTV)
CTV = GTV ditambah 2-3 cm untuk mencakup infiltrasi tumor yang
sub-diagnostik
Lapangan radiasi dibagi menjadi 2 fase
Dosis yang direkomendasikan adalah 60 Gy dengan 2 Gy/fraksi atau
59.4 Gy dengan 1,8 Gy/fraksi, dosis yang sedikit lebih kecil seperti
55,8 – 59,4 Gy dengan 1,8 Gy/fraksi atau 57 Gy dengan 1,9 Gy/fraksi
dapat dilakukan jika volume tumor terlalu besar (gliomatosis) atau
untuk astrositoma grade III
Pada pasien dengan KPS yang buruk atau pada pasien usia tua,
hipofraksinasi yang diakselerasi dapat dilakukan dengan tujuan

22
menyelesaikan terapi dalam 2-4 minggu. Fraksinasi yang digunakan
antara lain 34 Gy/10 fraksi, 40.5 Gy/15 fraksi, 50 Gy/20 fraksi
Kemoterapi sistemik dan terapi target (targeted therapy)
Kemoterapi pada kasus kanker otak saat ini sudah banyak digunakan karena
diketahui dapat memperpanjang survival rate dari pasien terutama pada kasus
astrositoma derajat ganas. Glioblastoma merupakan tipe yang bersifat
kemoresisten, namun 2 tahun terakhir ini sedang berkembang penelitian
mengenai kegunaan temozolomid dan nimotuzumab pada glioblastoma.
Sebelum menggunakan agen-agen diatas, harus dilakukan pemeriksaan:
1. EGFR (epidermal growth factor receptor).
2. MGMT (methyl guanine methyl transferase).
Kemoterapi bertujuan untuk menghambat pertumbuhan tumor dan
meningkatkan kualitas hidup (quality of life) pasien semaksimal mungkin.
Kemoterapi biasa digunakan sebagai kombinasi dengan operasi dan/atau
radioterapi.
Kemoterapi Intratekal
Tatalaksana kanker otak dengan menggunakan kemoterapi seringkali
terhambat akibat penetrasi kemoterapi sistemik yang rendah untuk menembus
sawar darah otak. Pemberian kemoterapi intratekal merupakan salah satu
upaya untuk memberikan agen antikanker langsung pada susunan saraf pusat.
Kemoterapi intratekal dapat diberikan sebagai salah satu tatalaksana
leptomeningeal metastasis pada keganasan darah, seperti leukemia dan
limfoma. Tindakan ini dilakukan melalui prosedur lumbal pungsi atau
menggunakan Omaya reservoir..
Tatalaksana Nyeri
Pada kanker otak, nyeri yang muncul biasanya adalah nyeri kepala.
Berdasarkan patofisiologinya, tatalaksana nyeri ini berbeda dengan nyeri
kanker pada umumnya. Nyeri kepala akibat kanker otak bisa disebabkan akibat

23
traksi langsung tumor terhadap reseptor nyeri di sekitarnya. Gejala klinis nyeri
biasanya bersifat lokal atau radikular ke sekitarnya, yang disebut nyeri
neuropatik. Pada kasus ini pilihan obat nyeri adalah analgesik yang tidak
menimbulkan efek sedasi atau muntah karena dapat mirip dengan gejala
kanker otak pada umumnya. Oleh karena itu dapat diberikan parasetamol
dengan dosis 20mg/berat badan perkali dengan dosis maksimal hari, baik
secara oral maupun intravena sesuai dengan beratnya nyeri. Jika komponen
nyeri neuropatik yang lebih dominan, maka golongan antikonvulsan menjadi
pilihan utama, seperti gabapentin 100-1200mg/hari, maksimal 3600mg/hari.
Nyeri kepala tersering adalah akibat peningkatan tekanan intrakranial, yang
jika bersifat akut terutama akibat edema peritumoral. Oleh karena itu
tatalaksana utama bukanlah obat golongan analgesik, namun golongan
glukokortikoid seperti deksamethason atau metilprednisolon intravena atau
oral sesuai dengan derajat nyerinya.
Tatalaksana Kejang
Epilepsi merupakan kelainan yang sering ditemukan pada pasien kanker otak.
Tiga puluh persen pasien akan mengalami kejang sebagai manifestasi awal.
Bentuk bangkitan yang paling sering pada pasien ini adalah bangkitan fokal
dengan atau tanpa perubahan menjadi umum sekunder. Oleh karena tingginya
tingkat rekurensi, maka seluruh pasien kanker otak yang mengalami kejang
harus diberikan antikonvulsan. Pemilihan antikonvulsan ditentukan
berdasarkan pertimbangan dari profil efek samping, interaksi obat dan biaya.
Obat antikonvulsan yang sering diberikan seperti fenitoin dan karbamazepin
kurang dianjurkan karena dapat berinteraksi dengan obat-obatan, seperti
deksamethason dan kemoterapi. Alternatif lain mencakup levetiracetam,
sodium valproat, lamotrigin, klobazam, topiramat, atau okskarbazepin.

24
Levetiracetam lebih dianjurkan (Level A) dan memiliki profil efek samping
yang lebih baik dengan dosis antara 20-40 mg/kgBB, serta dapat digunakan
pasca operasi kraniotomi.
Gizi
Skrining gizi dengan malnutrition screening tools (MST), bila skor ≥3 (rawat
inap), atau skor MST ≥2 (rawat jalan) dengan kondisi khusus (sakit kritis,
kemoterapi, radiasi, hemodialisis) ditangani bersama tim spesialis gizi klinik
Analisis asupan:
Asupan memenuhi 75-100% dari kebutuhan lalu dilakukan konseling gizi,
memenuhi 50-75% dari kebutuhan, dilakukan pemberian oral nutrition
support, asupan <50%, dan pemasangan jalur enteral (pipa
nasogastrik/orogastrik/gastrostomi). Bila terdapat kontraindikasi nutrisi
enteral (ileus, perdarahan saluran cerna), diberikan nutrisi parenteral.
Pertimbangkan jalur enteral bila pasien malnutrisi dan jalur oral terdapat
penyulit.
Pemeriksaan fisik:
- Keadaan umum, tanda vital dan status generalis
- Pemeriksaan tanda-tanda kaheksia (muscle wasting, iga gambang)
- Menggunakan pipa nasogastrik/pipa orogastrik/gastrostomi (+/-)
- Pemeriksaan fungsi saluran cerna
- Kapasitas fungsional: Karnofsky performance scale (KPS), kekuatan
genggaman tangan
- Pemeriksaan antropometri: TB, BB, IMT
- Pemeriksaan komposisi tubuh (massa lemak, massa otot, total cairan
tubuh) dengan bioelectric impedance
- Imbang cairan
- Pemeriksaan penunjang untuk mengetahui defisiensi makro- dan
makronutrien (sesuai klinis pasien)

25
Terapi Gizi:
Kebutuhan energi dihitung menggunakan kalorimetri indirek/persamaan
Harris-Benedict/rule of thumb. Nutrisi diberikan bertahap sesuai dengan
toleransi pasien. Kebutuhan protein 1,2–2 g/BB/hari, lemak 25-30%,
karbohidrat: 55- 60% ) Mikronutrien sesuai AKG (berasal dari bahan makanan
sumber,
suplementasi setelah kemoradiasi). Bila pasien menggunakan obat golongan
carbamazepin, fenobarbital, fenitoin perlu tambahan suplemen vitamin D dan
kalsium untuk mencegah gangguan tulang.
Pasien dengan terapi fenitoin perlu ditambahkan suplementasi vitamin B1
dan asam folat 1 mg/hari.
Nutrien spesifik: eicosapetanoic acid hingga 2 g/hari, asam amino rantai
bercabang 12 g/hari.
Monitoring:
- analisis asupan ulang tiap 1-2 hari
- keadaan umum, klinis, dan tanda vital
- analisis asupan. Bila toleransi baik, nutrisi ditingkatkan 20% dari
asupan sebelumnya
- pemeriksaan antropometri, fungsi saluran cerna
- kapasitas fungsional (skor Karnofsky, kekuatan genggaman tangan
dengan hand dynamometer)
- pemeriksaan penunjang sesuai dengan kondisi pasien
Psikiatri
Pasien dengan kanker otak dapat mengalami gangguan psikiatri hingga 78%,
baik bersifat organik akibat tumornya atau fungsional yang berupa gangguan
penyesuaian, depresi, dan ansietas. Hal ini dapat menghambat proses
tatalaksana terhadap pasien. Oleh karena itu, diperlukan pendampingan mulai
dari menyampaikan informasi tentang diagnosis dan keadaan pasien (breaking

26
the bad news) melalui pertemuan keluarga (family meeting) dan pada tahap-
tahap pengobatan selanjutnya. Pasien juga dapat diberikan psikoterapi suportif
dan relaksasi yang akan membantu pasien dan keluarga, terutama pada
perawatan paliatif
Penilaian Fungsional
Menggunakan Karnofsky Performance Score, dinilai saat awal masuk dan saat
keluar dari perawatan.
Perawatan Paliatif
Dilakukan pada pasien-pasien yang dinyatakan perlu mendapatkan terapi
paliatif dan dilakukan terapi secara multidisiplin bersama dokter penanggung
jawab utama, serta dokter gizi, rehabilitasi medik, psikiatri, dan ahli terapi
paliatif .

27
Tumor Otak Sekunder
Epidemiologi
Metastasis otak adalah tumor otak sekunder yang jumlahnya empat kali
melebihi jumlah tumor otak primer.Di Amerika Utara terdapat 98.000-170.000
kasus baru metastasis otak per tahunnya. Angka ini akan terus bertambah
dengan meningkatnya populasi lanjut usia serta meningkatnya tatalaksana
diagnostik yang lebih baik dan kemajuan terapi mutakhir pada keganasan lokal
dan sistemik. Tumor primer dapat berasal dari kanker paru (50%), payudara
(15-25%), melanoma (5-20%), kolorektal dan ginjal.Sebanyak 15% paien
metastasis otak tidak diketahui lokasi tumor primernya.

Lesi metastasis dapat tumbuh di parenkim otak (sekitar 75%) maupun


di leptomeningeal. Sebanyak 80% metastasis soliter berada di hemisfer serebri.
Lokasi otak dengan insidens tertinggi berada di posterior dari fissura Sylvii
dekat pertemuan antara lobus temporal, parietal dan oksipital. Banyak
metastasis tumbuh di daerah perbatasan antara substansiagrisea dan alba.
Sebanyak 16% metastasis soliter berada di serebellum.

Diagnosis
Diagnosis tumor otak sekunder ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Anamnesis dan pemeriksaan fisik


Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, dapat dijumpai ttanda dan gejala
seperti pada tumor otak primer, yang dapat berupa:

28
1. Tanda peningkatan tekanan intrakranial

a. Sakit kepala

b. Mual/muntah

2. Gejala fokal

a. Kelumpuhan/paresis tanpa gangguan sensorik

b. Penekanan saraf kranialis

3. Kejang

4. Perubahan perilaku, letargi, penurunan kesadaran

Pemeriksaan penunjang
CT scan otak
Pada 50% kasus pemeriksaan CT scan otak terdapat gambaran lesi
metastasis soliter (tunggal) sejak pasien pertama kali mendapatkan gangguan klinis
neurologis. Gambaran CT scan umumnya dapat berupa lesi bulat, berbatas tegas
dengan peritumoral edema yang lebih luas (fingersof edema). Bila terdapat lesi
multipel maka jumlah lesi terbanyak yang tampak adalah jumlah yang paling benar
(Chamber’srule).

MRI otak
Bila dilanjutkan dengan MRI otak hanya <30% pasien didapatkan lesi
soliter. Pemeriksaan MRI lebih sensitif daripada CT scan terutama di daerah fossa
posterior.

Work-up diagnostik tumor primer


Sebelum dilakukan pengambilan sampel tumor metastasis di otak, dilakukan
pencarian lokasi tumor primer antara lain:

1. Foto toraks atau CT scan toraks untuk menyingkirkan tumor paru

2. Mammografi pada wanita

29
3. Tumor marker

Tatalaksana
Pembedahan
Konfirmasi diagnosis merupakan langkah penting dalam terapi metastasis
otak, oleh karena itu apabila tumor primer tidak diketahui maka perlu dilakukan
pengambilan sampel tumor di otak.

Pada metastasis soliter dapat dilakukan operasi kraniotomi dan eksisi tumor
apabila:

1. Lokasi dapat dicapai melalui operasi terbuka

2. Terdapat efek massa desak ruang (defisit fokal, peningkatan tekanan


intrakranial)

3. Diagnosis tidak diketahui

Pada metastasis otak multipel operasi kraniotomi dapat dipertimbangkan bila:

1. Satu lesi dapat dicapai dengan operasi terbuka dan lesi tersebut
menyebabkan gejala klinis yang jelas dan atau mengancam jiwa

2. Bila semua lesi dapat dambil semua saat operasi

3. Diagnosis tidak diketahui

Operasi biopsi stereotaktik dapat dipertimbangkan apabila:

1. Lesi letak dalam

2. Lesi multipel berukuran kecil

3. Toleransi pasien kurang baik

4. Penyakit sistemik yang berat

30
5. Diagnosis tidak diketahui

Class I evidence menunjukkan bahwa operasi reseksi tumor metastasis kemudian


dilanjutkan dengan WBRT memberikan hasil yang baik dibandingkan operasi saja.

Radiasi eksterna
Wholebrainradiotherapy (WBRT)
Indikasi
WBRT dapat diberikan sebagai terapi utama, kombinasi dengan SRS, atau
setelah operasi.

Teknik dan target radiasi


WBRT dapat diberikan dengan teknik konvensional 2D lapangan opposing
lateralatau dengan radioeterapikonformal 3D. Lapangan radiasi harus mencakup
keseluruhan isi intrakranial. Pastikan bahwa fossakraii anterior, fossakranii media,
dan basis kranii masuk ke dalam lapangan.

Dosis radiasi
Sampai saat ini masi belum ada kesepakatan mengenai dosis dan fraksinasi
paling optimal untuk WBRT. Namun umumnya digunakan dosis adalah 30 Gy
dalam 10 fraksi diberikan selama 2 minggu.Untuk pasien dengan performa yang
buruk, 20 Gy/5 fraksi merupakan pilihan yang baik untuk dapat dipertimbangkan

Stereotacticradiosurgery (SRS)

SRS sebagai alternatif dari pembedahan melalui pemberian radiasi dengan


konformalitas sangat tinggi dengan rapiddosefall-offsehingga dapat diiberikan
dosis tinggi pada tumor.

Indikasi
Stereotacticradiosurgery (SRS) dapat dilakukan sebagai terapi tunggal atau
sebagai terapi kombinasi dengan wholebrainradiotherapy (WBRT), dengan atau
tanpa operasi.

Teknik radiasi

31
SRS dapat dilakukan dengan linear accelerator(linac-basedSRS), gamma knife
(Cobalt-based SRS), atau proton. Untuk SRS dengan streotacticheadframe(frame-
basedSRS), GTV merupakan lesi yang menyangat pasca kontras yang terlihat di
MRI, tanpa penambahan margin baik untuk CTV maupun PTV. Sementara untuk
SRS tanpa frame (frameless SRS), ditambahkan margin 1-2 mm untuk PTV.

Dosis radiasi
Dosis biasanya dipreskripsikan pada isodosis 50% untuk gamma knife, dan
80% untuk linac-basedSRS. Dosis marginal maksimal adalah 24, 18 atau 15 gy
sesuai dengan volume tumor yang direkomedasikan

Terapi medikamentosa

Terapi medikamentosa yang dapat diberikan pada tumor otak sekunder, antara
lain:

1. Pemberian kortikosteroid untuk gejala klinis akibat edema otak. Dosis awal
deksametason 10-20 mg iv, kemudian 4x5 mg iv selama 2-3 hari sampai
gejala klinis membaik. Tapperingoffdimulai setelah gejala klinis terkontrol.

2. Pemberian H2 antagonis seperti ranitidine 2x150 mg

3. Pemberian anti konvulsan seperti fenitoin.

32
DAFTAR PUSTAKA

 Black PB. Brain tumor, review article. The NEJM. 1991 (324):1471-2
 Curr Top Med Chem. 2005. 5(12) : 1151-1170. Combining Cytotoxic and
Immune- Mediated Gene Therapy to Traet Brain Tumors.
 Hakim A.A. Tindakan Bedah pada Tumor Cerebellopontine Angle,
Majalah Kedokteran Nusantara Vol. 38 No 3; 2005.
 Komite penanggulangna kanker nasional. 2015. Pedoman nasional
pelayanan kedokteran - Tumor otak. Kementerian Kesehatan.
 MacDonal, Tobey. Pediatric Medulloblastoma (serial online) 2012 March
1st (diakses 20 Maret 2014). Diunduh dari: URL :
http://emedicine.medscape.com/article/987886-overview.
 Mardjono, Mahar. Proses neoplasmatik di susunan saraf. Dalam: neurologi
klinis dasar. Jakarta: PT. Dian Rakyat; 2008. hal. 390 – 402.
 Neuro-oncol. 2005. 10. 1215/S1152851704000584. Well-differentiated
Neurocytoma : What Is The Best Avialable Treatment?
 Ovedoff, David. 2002. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Binarupa Aksara.
Jakarta.
 The Oncology Group. 2003. Cancer Management : A Multidiciplinary
Approach. Oncology. News Interantional. New York.
 Tumor Otak dalam Buku Ajar Neurologi Klinis edisi I. Yogyakarta; Gajah
Mada University Press; 1999. hal: 201 – 7.
 Snell, Richard S. Neuroanatomi klinik. Jakarta: EGC; 2007.
 Stephen,Huff. Brain neoplasms.Access on www.emedicine.com. (diakses
28 Agustus 2017)

33

Anda mungkin juga menyukai