Anda di halaman 1dari 39

KELOMPOK A-18

SKENARIO 1 ENDOKRIN
“PENGLIHATAN TERGANGGU”
ANGGOTA KELOMPOK A-18
 Khairul Huda 1102013148
 Intan Meila Trisa Lestari 1102013137
 Anum Sasmita 1102012025
 Bening Irama 1102013057
 Desy Haryani Putri 1102013075
 Fitraninda Ravidian Wijaya 1102013113
 Gesti Pratiwi Herlambang Putri 1102013118
 Ika Rohaeti 1102012117
 Ida Nurainun Adjad Makassar 1102012116
 Lathifah Nabilahsari 1102013154
PENGLIHATAN TERGANGGU
Tn. A, 56 tahun, mengeluh penglihatan terganggu di kedua mata sejak 2
bulan yang lalu. Kadang – kadang terlihat bintik gelap dan lingkaran – lingkaran
cahaya. Pasien sudah mengidap DM tipe 2 sejak 5 tahun. Saat ini telapak kaki
terasa kesemutan dan nyeri bila berjalan.
Tekanan darah 130/90 mmHg, berat badan 80 kg, tinggi badan 165 cm dan
indeks massa tubuh (IMT) 29,4 kg/m2, lingkar perut 108 cm. Kulit teraba kering dan
pada pemeriksaan sensorik dengan monofilament Semmes Weinstein 10 gram
sudah terdapat penurunan rasa nyeri. Pemeriksaan Ankle Brachial Index 0,9. Pada
pemeriksaan funduskopi terdapat mikroaneurisma dan perdarahan dalam
retina.Hasil laboratorium memperlihatkan glukosa darah puasa 256 mg/dl, glukosa
darah 2 jam setelah makan 345 mg/dl dan HbA1c 10,2 g/dl dan protein urin positif
3.
Dokter menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat
komplikasi kronik mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati. Pasien juga
diberikan edukasi tentang perencanaan makan diet 1900 kalori yang halal dan
baik sesuai ajaran Islam, jenis olahraga yang sesuai, dan pemberian insulin untuk
mengontrol glukosa darahnya, serta efek samping yang dapat terjadi akibat
pemberian obat.
SASARAN BELAJAR
L.I 1 Mempelajari Faal dan Biokimia Insulin L.O 3.2 Memahami dan menjelaskan epidemiologi
retinopati diabetikum
L.I 2 Mempelajari Diabetes Melitus
L.O 3.3 Memahami dan menjelaskan etiologi dan factor
L.O 2.1 Memahami dan menjelaskan definisi diabetes melitus resiko retinopati diabetikum
L.O 2.2 Memahami dan menjelaskan epidemiologi diabetes L.O 3.4 Memahami dan menjelaskan klasifikasi retinopati
mellitus diabetikum
L.O 2.3 Memahami dan menjelaskan etiologi dan faktor resiko L.O 3.5 Memahami dan menjelaskan patofisiologi
diabetes mellitus retinopati diabetikum
L.O 2.4 Memahami dan menjelaskan klasifikasi diabetes mellitus L.O 3.6 Memahami dan menjelaskan manifestasi retinopati
diabetikum
L.O 2.5 Memahami dan menjelaskan patofisiologi diabetes
mellitus L.O 3.7 Memahami dan menjelaskan diagnosis retinopati
diabetikum
L.O 2.6 Memahami dan menjelaskan manifestasi klinis diabetes
mellitus L.O 3.8 Memahami dan menjelaskan tatalaksana
retinopati diabetikum
L.O 2.7 Memahami dan menjelaskan diagnosis dan diagnosis
banding diabetes mellitus L.O 3.9 Memahami dan menjelaskan komplikasi retinopati
diabetikum
L.O 2.8 Memahami dan menjelaskan komplikasi diabetes
mellitus L.O 3.10 Memahami dan menjelaskan prognosis dan
pencegahan retinopati diabetikum
L.O 2.9 Memahami dan menjelaskan prognosis diabetes mellitus
L.I 4 Memahami dan Menjelaskan Pola Makan, Perencanaan Diet
L.O 2.10 Memahami dan menjelaskan pencegahan diabetes dan Perhitungan Kebutuhan Gizi pada Penderita Diabetes
mellitus Mellitus
L.I 3 Mempelajari Retinopati Diabetikum L.I 5 Memahami dan Menjelaskan Farmakologi
L.O 3.1 Memahami dan menjelaskan definisi retionopati L.I 6 Memahami dan Menjelaskan Makanan yang Halal dan
diabetikum Toyyiban Menurut Islam
L.I 1 Mempelajari Faal dan Biokimia Insulin
Glucose Ca2+
Insulin
K+ channel Channel
GLUT-2 Release
shut Opens


Glucose K+ 

Glucose-6-phosphate Insulin + C peptide
Cleavage

Depolarization enzymes

ATP of membrane Proinsulin


Glucose signaling
preproinsulin
Preproinsulin
B. cell Insulin Synthesis
Gb.1 Mekanisme sekresi insulin pada sel beta akibat stimulasi

Glukosa ( Kramer,95 )
L.I 2 Mempelajari Diabetes Melitus
L.O 2.1 Memahami dan menjelaskan
definisi diabetes melitus
Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu kelompok penyakit
metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia karena gangguan sekresi insulin,
kerja insulin, atau keduanya. Keadaan hiperglikemia kronis dari diabetes
berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, gangguan fungsi dan
kegagalan berbagai organ, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan
pembuluh darah (ADA, 2012).
L.O 2.2 Memahami dan menjelaskan
epidemiologi diabetes mellitus

 WHO 2002 : pada 2025 penderita DM > 20jt, 2030 > 21jt
 Di Indonesia DM tipe II terbanyak, pengaruh genetik dan gaya hidup tidak
sehat.
 Wanita > pria, pendidikan rendah > tinggi.
 DMG erat hubungannya dengan ras.
L.O 2.3 Memahami dan menjelaskan etiologi
dan faktor resiko diabetes mellitus

 1. Diabetes tipe I:
 Faktor genetik
 Faktor-faktor imunologi
 Faktor lingkungan
 Diabetes Tipe II
 Faktor-faktor resiko :
 Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
 Obesitas
 Riwayat keluarga
L.O 2.4 Memahami dan menjelaskan
klasifikasi diabetes mellitus
L.O 2.5 Memahami dan menjelaskan
patofisiologi diabetes mellitus
L.O 2.6 Memahami dan menjelaskan
manifestasi klinis diabetes mellitus

 Keluhan klasik DM berupa :


 poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya
 Keluhan lain dapat berupa :
 lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria,
serta pruritus vulvae pada wanita.
 Menurut Newsroom (2009) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes
Melitus apabila menderita dua dari tiga gejala yaitu :
 a. Keluhan TRIAS: Banyak minum, Banyak kencing dan Penurunan berat badan.
 b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl.
 c. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl.
L.O 2.7 Memahami dan menjelaskan diagnosis
dan diagnosis banding diabetes mellitus
 Anamnesis
 Pasien biasanya datang dengan mengeluh 3 gejala khas DM yakni poliuri,polidipsi dan polifagi,pasien juga
mengeluh berat badan yang turun tiba-tiba.
 Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan fisik meliputi:
 Tinggi badan, berat badan, tekanan darah, lingkar pinggang
 Tanda neuropati
 Mata ( visus, lensa mata dan retina )
 Gigi dan mulut
 Keadaan kaki ( termasuk rabaan nadi kaki ), kulit dan kuku.
 Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan insulin) dan pemeriksaan neurologis
 Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe-lain
 Evaluasi nadi baik secara palpasi maupun dengan stetoskop
 Ankle Brachial Pressure Index (ABPI)
 Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara :
 Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dL (11,1 mmol/L) Glukosa
plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa
memperhatikan waktu makan terakhir
 Gejala klasik DM + Kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dL (7.0 mmol/L) Puasa
diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
 Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dL (11,1 mmol/L). TTGO yang
dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara
dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.
* Pemeriksaan HbA1c (>6.5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi salah
satu kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah
terstandardisasi dengan baik.
L.O 2.8 Memahami dan menjelaskan komplikasi
diabetes mellitus

 Ketoasidosis Diabetik (DKA).


 Hiperglikemia, Hiperosmolar, Koma Nonketotik (HHNK)
 Hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin)
 Mikrovaskular / Neuropati
L.O 2.9 Memahami dan menjelaskan
prognosis diabetes mellitus
Prognosis Diabetes Melitus usia lanjut tergantung pada beberapa hal
dan tidak selamanya buruk, pasien usia lanjut dengan Diabetes Melitus tri II
(Diabetes Melitus III) yang terawat baik prognosisnya baik pada pasien
Diabetes Melitus usia lanjut yang jatuh dalam keadaan koma hipoklikemik
atau hiperosmolas, prognosisnya kurang baik. Hipoklikemik pada pasien usia
lanjut biasanya berlangsung lama dan serius dengan akibat kerusakan otak
yang permanen. Karena hiporesmolar adalah komplikasi yang sering
ditemukan pada usia lanjut dan angka kematiannya tinggi.
L.O 2.10 Memahami dan menjelaskan
pencegahan diabetes mellitus
 Pencegahan Primer
 Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang yang
termasuk kelompok risiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita, tetapi
berpotensi untuk menderita DM.
 Pencegahan Sekunder
 Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya
penyulit pada pasien yang telah menderita DM.
 Pencegahan Tersier
 Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah
mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut.
L.I 3 Mempelajari Retinopati Diabetikum
L.O 3.1 Memahami dan menjelaskan definisi
retionopati diabetikum

Retinopati diabetik merupakan komplikasi kronis diabetes melitus


berupa mikroangiopati progresif yang ditandai oleh kerusakan mikro vaskular
pada retina dengan gejala penurunan atau perubahan penglihatan secara
perlahan.
L.O 3.2 Memahami dan menjelaskan
epidemiologi retinopati diabetikum

 Retinopati adalah salah satu komplikasi mikrovaskular DM yang merupakan


penyebab utama kebutaan pada orang dewasa.
 Penelitian epidemiologis di Amerika, Australia, Eropa, dan Asia melaporkan
bahwa jumlah penderita retinopati DM akan meningkat dari 100,8 juta
pada tahun 2010 menjadi 154,9 juta pada tahun 2030 dengan 30%
diantaranya terancam mengalami kebutaan.
L.O 3.3 Memahami dan menjelaskan etiologi dan
faktor resiko retinopati diabetikum
 Penyebab pasti retinopati diabetik belum diketahui.
 Faktor-faktor yang mendorong terjadinya retinopati adalah :
 Terjadi karena adanya perubahan dinding arteri
 Adanya komposisi darah abnormal
 Meningkatnya agregasi platelet dari plasma menyebabkan terbentuknya
mikrothrombin
 Gangguan endothelium kapiler menyebabkan terjadinya kebocoran kapiler,
selanjutnyaterjadi insudasi dinding kapiler dan penebalan membran dasar dan diikuti
dengan eksudasidinding haemorhagic dengan udem perikapiler
 Perdarahan kapiler dapat terjadi di retina dalam sybhyaloid dimana letaknya di
depan jaringan retina. Hemoraghi tidak terjadi intravitreal tetapi terdapat dalam
ruangvitreo retinal yang tersisa karena vitreus mengalami retraksi
 Aliran darah yang kurang lancar dalam kapiler-kapiler, sehingga terjadi hipoksiarelatif
di retina yang merangsang pertumbuhan pembuluh-pembuluh darah yang baru.
 Perubahan arteriosklerotik dan insufisiensi koroidal
 Hipertensi yang kadang-kadang mengiringi diabetes
L.O 3.4 Memahami dan menjelaskan
klasifikasi retinopati diabetikum
Klasifikasi Tanda Pemeriksaan Mata
Derajat 1 Tidak terdapat retinopati DM
Derajat 2 Hanya terdapat mikroaneurisma
Derajat 3 Retinopati DM non-proliferatif derajat ringan -sedang yang ditandai oleh mikroaneurisma
dan satu atau lebih tanda:
• Venous loops
• Perdarahan
• Hard exudates
• Soft exudates
• Intraretinal microvascular abnormalities
(IRMA)
• Venous beading

Derajat 4 Retinopati DM non-proliferatif derajat sedang-berat yang ditandai oleh:


• Perdarahan derajat sedang-berat
• Mikroaneurisma
• IRMA
Derajat 5 Retinopati DM proliferatif yang ditandai oleh neovaskularisasi dan perdarahan vitreous

Berdasarkan ETDRS (Early Treatment Diabetic Retinopathy Study)


L.O 3.5 Memahami dan menjelaskan
patofisiologi retinopati diabetikum
 Hiperglikemia kronik mengawali perubahan patologis pada retinopati DM dan terjadi melalui
beberapa jalur. Pertama, hiperglikemia memicu terbentuknya reactive oksigen intermediates
(ROIs) dan advanced glycation endproducts (AGEs). ROIs dan AGEs merusak perisit dan
endotel pembuluh darah serta merangsang pelepasan faktor vasoaktif seperti nitric oxide
(NO), prostasiklin, insulin-like growth factor-1 (IGF-1), dan endotelin yang akan mem- perparah
kerusakan.
 Kedua, hiperglikemia kronik mengaktivasi jalur poliol yang meningkatkan glikosilasi dan
ekspresi aldose reduktase sehingga terjadi akumulasi sorbitol. Glikosilasi dan akumulasi sorbitol
kemudian mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh darah dan disfungsi enzim endotel.
 Ketiga, hiperglikemia mengaktivasi transduksi sinyal intraseluler protein kinase C (PKC).
Vascular endothelial growth factor (VEGF) dan faktor pertumbuhan lain diaktivasi oleh PKC.
VEGF menstimulasi ekspresi intracellular adhe- sion molecule-1 (ICAM-1) yang memicu
terbentuknya ikatan antara leukosit dan endotel pembuluh darah. Ikatan tersebut
menyebabkan kerusakan sawar darah retina, serta trombosis dan oklusi kapiler retina.
Keseluruhan jalur tersebut me- nimbulkan gangguan sirkulasi, hipoksia, dan inflamasi pada
retina. Hipoksia menyebabkan ekspresi faktor angiogenik yang berlebihan sehingga
merangsang pembentukan pembuluh darah baru yang memiliki kelemahan pada membran
basalisnya, defisiensi taut kedap antarsel endo- telnya, dan kekurangan jumlah perisit.
Akibatnya, terjadi kebocoran protein plasma dan perdarahan di dalam retina dan vitreous.
L.O 3.6 Memahami dan menjelaskan
manifestasi retinopati diabetikum
 Gejala subjektif yang dapat ditemui dapat berupa :
 Kesulitan membaca
 Penglihatan kabur
 Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
 Melihat lingkaran-lingkaran cahaya
 Melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip
 Gejala Objektif yang dapat ditemukan pada retina dapat berupa :
 Mikroaneurisma
 Perdarahan
 Dilatasi pembuluh darah
 Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina
 Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia retina
 Neovaskularisasi
 Edema retina
L.O 3.7 Memahami dan menjelaskan
diagnosis retinopati diabetikum
 Deteksi dini retinopati DM di pelayanan kesehatan primer dilakukan melalui
pemeriksaan funduskopi direk dan indirek.
 Selanjutnya, retinopati DM dikelompokkan sesuai dengan standar Early
Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS).
 Apabila pada pemeriksaan ditemukan edema makula, retinopati DM
nonproliferatif derajat berat dan retinopati DM proliferatif maka harus
dilanjutkan dengan pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata.
 Pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata terdiri dari
pemeriksaan visus, tekanan bola mata, slit-lamp biomicroscopy, gonioskop,
funduskopi dan stereoscopic fundus photography dengan pemberian
midriatikum sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan
optical coherence tomography (OCT) dan ocular ultrasonography bila perlu.
L.O 3.8 Memahami dan menjelaskan
tatalaksana retinopati diabetikum
Tata laksana retinopati DM dilakukan berdasarkan tingkat keparahan penyakit.
 Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan hanya perlu dievaluasi setahun sekali.
 Penderita retinopati DM nonproliferatif derajat ringan-sedang tanpa edema makula
yang nyata harus menjalani pemeriksaan rutin setiap 6-12 bulan.
 Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan-sedang dengan edema makula signifikan
merupakan indikasi laser photocoagulation untuk mencegah per- burukan. Setelah
dilakukan laser photocoagulation, penderita perlu dievaluasi setiap 2-4 bulan.
 Penderita retinopati DM nonproliferatif derajat berat dianjurkan untuk menjalani
panretinal laser photocoagulation, terutama apabila kelainan berisiko tinggi untuk
berkembang menjadi retinopati DM proliferatif.
 Penderita harus dievaluasi setiap 3-4 bulan pascatindakan. Panretinal laser
photocoagula- tion harus segera dilakukan pada penderita retinopati DM proliferatif.
Apabila terjadi retinopati DM proliferatif disertai edema makula signifikan, maka
kombinasi focal dan panretinal laser photocoagulation menjadi terapi pilihan.
L.O 3.9 Memahami dan menjelaskan
komplikasi retinopati diabetikum

 Komplikasi yang dapat terjadi pada Retinopati DM adalah katarak.


L.O 3.10 Memahami dan menjelaskan prognosis
dan pencegahan retinopati diabetikum
Pada tahun 2010, The American Diabetes Association7 menetapkan beberapa
rekomendasi pemeriksaan untuk deteksi dini retinopati DM.
 Pertama, orang dewasa dan anak berusia lebih dari 10 tahun yang menderita DM
tipe I harus menjalani pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata dalam
waktu lima tahun setelah diagnosis DM di- tegakkan.
 Kedua, penderita DM tipe II harus menjalani pemeriksaan mata lengkap oleh dokter
spesialis mata segera setelah didiagnosis DM.
 Ketiga, pemeriksaan mata penderita DM tipe I dan II harus dilakukan secara rutin
setiap tahun oleh dokter spesialis mata.
 Keempat, frekuensi pemeriksaan mata dapat dikurangi apabila satu atau lebih hasil
pemeriksaan menunjukkan hasil normal dan dapat ditingkatkan apabila ditemukan
tanda retinopati progresif.
 Kelima, perempuan hamil dengan DM harus menjalani pemeriksaan mata rutin
sejak trimester pertama sampai dengan satu tahun setelah persalinan karena risiko
terjadinya dan/atau perburukan retinopati DM meningkat, dan ia harus menerima
penjelasan menyeluruh tentang risiko tersebut
L.I 4 Memahami dan Menjelaskan Pola
Makan, Perencanaan Diet dan
Perhitungan Kebutuhan Gizi pada
Penderita DM
KARBOHIDRAT
 Rekomendasi karbohidrat :
 Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung KH, lebih ditentukan
oleh jumlahnya dibandungkan dengan jenis KH itu sendiri.
 Dari total kebutuhan kalori perhari, 60-70% diantaranya berasal dari sumber KH.
 Jika ditambah MUFA sebagai sumber energi, maka jumlah KH maksimal 70% dari
total kebutuhan kalori perhari.
 Jumlah serat 25-50 gram per hari.
 Jumlah sukrosa sebagai sumber energi tidak perlu dibatasi, namun jangan
sampai lebih dari total kebutuhan kalori perhari.
 Sebagai pemanis dapat digunakan pmanis non kalori seperti sakarin,
aspartame, acesulfame, dan sukralosa.
 Penggunaan alkohol harus dibatasi tidak boleh lebih dar10 gram/hari.
 Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gram/hari.
 Makanan yang mengandung sukrosa tidak perlu dibatasi.
PROTEIN
 Rekomendasi pemberian protein:
 Kebutuhan protein 15-20% dari total kebutuhan energi perhari.
 Pada keadaan kadar glukosa yang terkontrol, asupan protein tidak akan
mempengaruhi konsentrasi glukosa darah.
 Pada keadaan glukosa tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-1,0 mg/kg
BB/hari.
 Pada gangguan fungsi ginjal, asupan protein diturunkan sampai 0,85
gram/KgBB/hari dan tidak kurang dari 40gram.
 Jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber protein nabati lebih
dianjurkan dibanding protein hewani.
LEMAK
 Rekomendasi Pemberian Lemak:
 Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10%
dari total kebutuhan kalori per hari.
 Jika kadar kolestrol LDL ≥ 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan
sampai maksimal 7% dari total kalori perhari.
 Konsumsi kolestrol maksimal 300mg/hari, jika ada kolestrol LDL ≥ 100 mg/dl, maka
maksimal kolestrol yang dapat dikonsumsi 200 mg per hari.
 Batasi asam lemak bentuk trans.
 Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak tidak
jenuh rantai panjang.
 Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari asupan kalori
perhari.
Perhitungan kebutuhan kalori total dengan metode broca dan harris benedict
a. Harris benedict (KKB) :
Laki-laki : 66 + (13,7xBB) + (5XTB) – (6,8 X U )
Perempuan : 655 + (9,6xBB) + (1,7XTB) – (4,7XU)
b. Metode Broca
Laki-laki : 30 x BB + Aktifitas fisik
Perempuan : 25 x BB + Aktifitas fisik
 BBI = (TB-100)-10%

 BB Normal → BB Idaman ± 10%

Dengan aktivitas :
Sangat ringan : + 20% KKB
Ringan : + 30% KKB
Sedang : + 40% KKB
Berat : + 50% KKB
L.I 5 Memahami dan Menjelaskan
Farmakologi
 Famakoterapi DM umum
 Terapi Insulin
 Obat hipoglikemik oral (OHO)
 Pemicu sekresi insulin
1. Sulfonilurea
2. Glinid
 B. pemicu sensitivitas terhadap insulin
 Tiazolidinedion
 C. Penghambat Glukoneogenesis
 Biguanid
 D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
 E. DPP-IV Inhibitor
L.I 6 Memahami dan Menjelaskan Makanan
yang Halal dan Toyyiban Menurut Islam
 Secara umum al-Qur’an maupun hadis memberikan kriteria bahwa
makanan halal itu adalah thayyib (halalan thayyiban). Maksud halalan
thayyiban, menurut Sayyid Sabiq, terangkum dalam tiga hal:
 Pertama, sesuai selera alamiah manusia.
 Kedua, bermanfaat dan tidak membahayakan tubuh manusia.
 Ketiga, diperoleh dengan cara yang benar dan dipergunakan untuk hal yang
benar.
DAFTAR PUSTAKA
 Sherwood. L.2004. Fisiologi Manusia: Dari sel ke Sistem
 Murray, Robert K.,dkk. 2003. Biokimia Harper. Jakarta: EGC.
 Guyton dan Hall.2007.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.Jakarta: EGC.
 PERKENI.2002. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Type 2 Di Indonesia.
 Sudoyo, aru. dkk. 2009. Ilmu penyakit dalam. Jakarta: interna publishing
 Gan S, Setiabudi R, Suyatna FD, dkk. 1995. Farmakologi dan Terapi, ed 4, Jakarta. Bagian
farmakologi FK UI.
 http://indodiabetes.com/piramida-makanan-diabetes.html
 http://id.shvoong.com/medicine-and-health/nutrition/2075036-diet-tepat-bagi-penderita-
diabetes/#ixzz27Kvc4pO3
 http://www.kellogg.umich.edu/patientcare/conditions/diabetic.retinopathy.html.
 http://www.w-e-h.org/id/diabetic-retinopathy.html diakses pada 7 September 2015
 Thomas RC, et al. 2010. Autoimmunity and the Pathogenesis of type 1 Diabetes. McGill
University Medical School, Montreal, Canada; 47(2): 51–71
 Clare – Salzler, M.J., Crawford, J.M., & Kumar, V., 2007. Pankreas. Dalam: Kumar, V., Cotran R.S.,
Robbins, S.L. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta: EGC, 718 – 724.
 Wong TY , Yau J, Rogers S, Kawasaki R, Lamoureux EL, Kowalski J. Global prevalence of diabetic
retinopathy: Pooled data from population studies from the United States, Australia, Europe and
Asia. Prosiding The Association for Research in Vision and Opthalmology Annual Meeting; 2011.

Anda mungkin juga menyukai