Anda di halaman 1dari 18

Nonna betty

selamat datang di blog saya.... hehehehe... namaku betty.... blog nie di buat untuk sekedar
posting tugas dan hal2 lain yang kiranya menarik buatku... enjoy it...!!

Jumat, 12 November 2010


DISSEMINASI stakeholders

DISSEMINASI merupakan tindakan penyebarluasan informasi surveilans kepada pihak yang


berkepentingan (stakeholders), agar dapat dilakukan action secara cepat dan tepat.

STAKEHOLDERS adalah orang-orang dan atau badan yang berkepentingan atau terlibat
dalam pelaksanaan program pembangunan kesehatan.

Secara kategoris, stakeholders dapat dikelompokkan menjadi:

1.) Stakeholder yang terkena dampak dari kebijakan, terdiri dari:

a. Kelompok Warga Setempat

b. Warga sesuai dengan kelompok kegiatannya, seperti kelompok nelayan, buruh tani,
pemakai air, forum agama dan sebagainya.

2.)Stakeholders yang mengawasi kebijakan, terdiri dari: DPR, DPRD I dan DPRD II, LSM,
Pers/Media Massa, Forum Warga, Partai politik, Asosiasi Profesi dan perguruan Tinggi.

3.) Stakeholders kelompok interest dan Presure Group yang terkait kebijakan, terdiri dari
partai politik, LSM, pengusaha, forum warga, asosiasi profesi, Perguruan Tinggi dan
kelompok mediasi.

Stakeholders dalam sistem kesehatan dibagi menjadi 2 yaitu :

a. Stakeholders aktif, yang bisa menjadi stakeholder kunci. Stakeholders ini pada umumnya
yang mempunyai kewenangan resmi spt Depkes, Dinkes dll

b. Stakeholders pasif, yang bisa disebut stakeholder pendukung. Biasanya kelompok ini
sebagai kelompok target dari implementasi sistem kesehatan. Contoh kelompok ini
masyarakat publik dan swasta. Pada umumnya tidak memiliki kewenangan resmi.
Stakeholder ini bisa saja mendekati stakeholders aktif jika memiliki importance dan influence
(pengaruh) untuk mendapatkan legitimate (pengakuan) dari stakeholders yang ada.

Stakeholders dan peranannya masing-masing dalam masalah malaria dan PD3I (Penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi)

1. MALARIA

a. Stakeholders aktif
1) Dinas Kesehatan

Peranan :

a)pemeliharaan lingkungan agar tidak terjadi sarang nyamuk

b)mendistribusikan kelambu anti nyamuk dengan mekanisme : Mapping (Pemetaan keluarga-


keluarga),Planning (Merencanakan waktu dan tempat pembagian kelambu),Education
(Penjelasan tentang pemakaian kelambu dan manfaatnya),Distribution (Memberikan kelambu
kepada Kepala Keluarga atau wakilnya, sebanyak 2 buah kelambu per KK),Monitoring
(Melakukan pengecekan apakah kelambu tersebut benar dipakai pada waktu tidur),Recording
dan Reporting (Mencatat nama Kepala Keluarga, alamat, jumlah kelambu yang dibagi, dll)
serta melaporkannya secara bulanan kepada Departemen Kesehatan,Mendistribusikan
kelambu berinsektisida secara massal maupun integrasi dengan program/sektor lain di lokasi

c)Advokasi lintas sektor penanggulangan malaria di tingkat PEMDA.

d)Panitia lokakarya penanggulangan malaria.

e)Melakukan survei jentik dan kontainer.

f)Surveilans

2) Dinas Pendidikan

Peranan :

a)pemberian informasi tentang malaria ke sekolah melalui edukasi

b)peningkatan pengetahuan dan keterampilan petugas dalam perawatan dan pengobatan


malaria

c)Pelatihan Dokter Kecil.

d)Menginformasikan masalah kesehatan yang terjadi.

e)Pelatihan malaria bagi para guru Penjaskes / UKS.

f)Penyusunan muatan lokal malaria di Sekolah Dasar

g)Lomba Sekolah Sehat

3)Departemen Kesehatan

Peran Departemen Kesehatan yaitu membuat kebijakkan mengenai pengendalian malaria,


antara lain :

a)Diagnosa Malaria harus terkonfirmasi atau Rapid Diagnostic Test.


b)Pengobatan Menggunakan Combination Therapy/ ACT

c)Pencegahan penularan malaria dengan kelambu ( Long Lasting Insekticidal Net )

d)Kerjasama lintas sektor dalam forum gebrak malaria dan lintas program

e)Memperkuat Desa Siaga dengan pembentukan Pos Malaria Desa (Posmaldes )

4)Puskesmas

Peran memberikan penyuluhan langsung terhadap masyarakat yang bekerja sama dengan
kader masyarakat.

5)Perangkat Desa dan Kader Kesehatan

a)Peran Mengerahkan masyarakat untuk berperan aktif dalam melaksanakan program yang
dibuat oleh Dinas Kesehatan setempat.

b.Stakeholders pasif

1)Masyarakat :

Peranan :

a)membantu dinas kesehatan dalam pemberantasan malaria melalui kegiatan pemeliharaan


lingkungan dan pemberantasan sarang nyamuk.

b)Membantu petugas kesehatan dalam hal pelaporan kasus malaria ke pihak yang berwenang.

c)Mengikuti program pemerintah dalam penyuluhan malaria

2. PD3I ((Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi)

a. Stakeholders aktif

1) Dinas Kesehatan

Peranan pemerintah (dinas kesehatan)

a)sebagai stakeholder aktif mempunyai kewajiban dan bertanggungjawab dalam


menyediakan tenaga imunisasi yang handal dan cukup dalam melakukan imunisasi,

b)penyediaan alat yang cukup dan sesuai dengan standar teknis,

c)penyediaan dana yang mencukupi untuk pengadaan sarana program imunisasi,

d)biaya operasional, dan pemeliharaannya,

e)serta yang lebih penting adalah ketersediaan vaksin


2. Puskesmas

Peran :

a)Pembinaan kader-kader posyandu yang nantinya akan melaksanakan imunisasi.

b)Pendistribusian material untuk program imunisasi ( vaksin, alat suntik, dan lain-lain).

c)Pengawasan dan pelaksanaan kegiatan imunisasi.

d)Konseling atau konsultasi terkait masalah imunisasi dan kondisi siswa peserta imunisasi.

f)Mendorong, mengajak, meyakinkan, dan menyadarkan masyarakat akan pentingnya


mengikuti imunisasi.

3.Dinas Pendidikan

Membuat program pemberian imunisasi pada sekolah dasar.

sedang yang di maksud Stakeholder pasif adalah Masyarakat itu sendiri.


Diposkan oleh nonna betty di 01:43 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke
Google Buzz

Rabu, 03 November 2010


study epidemiologi

A.Studi khohort
1.pengertian
Study kohor adalah desain study observasional yang mempelajari hubangan antara paparan
dan penyakit, dengan memilih dua (atau lebih) kelompok-kelompok studi berdasarkan
perbedaan status paparan, memudian mengikuti sepanjang suatu periode waktuuntuk melihat
berapa banyak subyek masing-masing kelompok mengalami penyakit atau kesudahan tertantu
lainnya.
Dalam rancangan studi kohort yang prospektif ini pada dasarnya mula-mula kita menentukan
sampel atau kumpulan individi dengan ciri-ciri tertentu yang akan diamati yang dibagi dua
kelompok yang sebaiknya keduanya ‘seimbang’, dimana kelompok yang satu mengalami
pemaparan dan kelompok yang kedua yang berperan sebagai ‘kontrol’ tidak mengalami
pemaparan.
Insiden dalam kelopok terpaparKelompok terpapar ------------
Inseden dalam kelopok terpaparKelompok kontrol ------------
Studi kasus ini dimulai dengan menentukan kohort dimana dibedakan antara kelompok
terpapar dan kelompok kontrol. Kedua kelompok kemudian diikuti (secara longitudinal)
selama kurun waktu tertentu ke depan, diobservasi terhadap insiden kasus tersebut. Dalam
jangka waktu yang sudah ditentukan kedua kelompok tersebut diamati (diobservasi) terhadap
munculnya atau ‘insidensi’ kasus yang dipelajari.
Incidence rate dari kelompok kontrol (I’) =b/(b+d)
perbandingan incidence rate kelompok terpapar (I”) terhadap kelompok kontrol (tidak
terpapar) (I’) merupakan relative risk (resiko relative) (RR) yang dipakai sebagai ukuran
kuatnya asosiasinya antara ‘pemaparan’ dan munculnya ‘kasus’
I”= a/(a+b) dan I’= b/(b+d)
relative risk = incid. Rate kel.terpapar / incid. Rate kel. kontrol = I”/I’

2.contoh:
Dimisalkan obesitas dicurigai sebagai penyebab atau faktor resiko terjadinya penyakit
jantung. untuk menguji keberadaannya dipakai dua kelompok sampel yang kurang lebih
seimbang, masing-masing sebesar 1000 orang. Kelompok yang obesitas dan kelompok yang
satu lagi tidak obesitas (kontrol). Dari kelompok yang obesitas terjadi 3 kasus penyakit A
tadi, dan dari kelompok Kontrol terjadi hanya 1 kasus penyakit jantung tadi.
Hubungan pengaruh pemaparan terhadap terjadinya penyakit yang bersangkutan dinyatakan
dalam relative risk (RR), yang dihitung dari perbandingan incidence rate dari kelompok
terpapar (I”) terhadap incidence rate kelompok yang tidak terpapar (kontrol) (I’)
Inciden rate dari kelompok terpapar (I”) adalah:
I”= a/(a+c)= 3/1000= 0,003

Incidence rate kelompok tidak terpapar (I’) adalah:


I’= b/(b+d)= 1/1000= 0,001
Atau RR= I” / I’=0,003/0,001=3,0
dengan nilai RR 3,0 Artinyabahwa peluang kelompok terpapar untuk mendapatkan kasus
adalah 3,0 kalinya kelompok kontrolyang tidak terpapar
disamping RR dikenal jg AR (Attributable Risk/ resiko atribut). Resiko atribut dihitung
sebagai selisih antara Incidence Rate dari kelompok terpapar dikurangi Incidence Rate dari
kelompok tidak terpapar
AR (Resiko Atribut)= I”- I’
Jadi untuk contoh diatas didapat AR sebagai berikut:
AR = 0,003-0001 = 0,002
Dengan nilai AR 0,002 ini berarti bahwa tiap 1000 orang yang terpapar tadi akan muncul
0,003x1000= 3 kasus diantara 0,002x1000=2 kasus dapat dianggap karena sebab pemaparan
sedang 1 kasus kemungkinan dengan sebab atau faktor resiko yang sedang dipelajari tadi.

3.kelebihan
Meskipun study kohort tampak lebih logis dan perhitungan resiko relative dan resiko
atributnya lebih langsung, tapi banyak juga hambatan yang harus dihapapi dalam
pelaksanaannya. Terutama adalah bila kejadian atau insidensi (komultif) kasus penyakit yang
bersangkutan termasuk jarang dan jarak waktu munculnya (inuction period) nya termasuk
lama. Untuk mengatasi hal tersebut mungkin harus dipakai sampel pengamatan yang cukup
besar, yaitu dengan harapan kasus yang didapatkan bias cukup banyak. Disamping itu juga
mengantisipasi adanya drop out jumlah sampel yang diamati karena harus diamati dalam
jangka waktu yang lama. Penggunaan sampel yang banyak akan makan waktu pengamatan
yang lama dan akan membuat penelitian jauh lebih mahal dan kesulitan dalam
mempertahakan sampel agar sekacil mungkin terjadi drop out selama pengamatan.studi kasus
kohor juga tidak cocok untukmenguji hipotisis faktor-faktor etiologi baru (untuk penyakit
yang sama) apabila penelitian kohor sudah terlanjur berjalan.

4.kelemahan
Jadi study kohort hanya cocok bila jumlah komulatif kejadian kasusnya tergolong cukup
besar dan selang waktu terjadinya (induction period) kasusnya tidak terlalu lama. Kelebihan
kohor juga adalah kesusainanya dengan logika studi eksperimental dalam membuat inferensi
kausal, yaitu penelitian dimulai dengan menentukan paparan (antesenden) diikuti dengan
penyakit (konsekuan). Studi kohor juga dapat memastikan hubungan temporal paparan
mendahului penyakit, Karena pada awal penelitian semua subyek dalam populasi studi bebas
dari penyakit yang diteliti. Studi kohor yang didesain dengan baik membarikan bukti-bukti
kausal lebih kuat dari studi observasional lainnya.
Selain itu dalam studi kohor peneliti dapat menghitung insiden kumulatif (CI), laju insedensi
(ID), maupun attributable risk (AR, RD), sesuatu hal yang tidak mungkin dilakukan pada
studi kasus-kontrol. Studi kohor, juga cocok untuk meneliti paparan langka (misalnya ,
faktor-faktor lingkungan). Dalam studi ini juga memungkinkan peneliti mempelajari
sejumlah akibat dari sebuah paparan. Dalam studi ini bias dalam data yang didapat juga dapat
di tekan

B.studi kasus kontrol


1.pengertian
kasus kontrol merupakan studi observasional yang menilai hubungan paparan penyakit denga
cara menentuka sekelompok orang-orang berpenyakit (disebut kasus) dan sekolompok orang-
orang tidak berpenyakit (disebut Kontrol).
Studi kasus kontrol juga tidak menggunakan Resiko Relatif (RR), melainkan odds Rasio
(OR) yang digunakan untuk mendakati RR. Dengan perhitunga odds rasio sebagai berikut
OR= (a/c)/(b/d)= (axd)/(bxc)

2.Kelebihan
Penelitian ini mempunyai sifat yang relative murah dan mudah dilakukan, selain itu desai
studi ini cocok untuk meneliti penyakit dengan periode laten yang panjang sehingga sesuai
untuk meneliti kasus yang langka, penelitian ini memiliki keleluasaan menentukan rasio
ukuran sampel kasus dan kontrol yang optimal, sehingga desain ini dapat meneliti sejumlah
paparan terhadap sebuah penyakit .

3.Kelemahan
Kelemahan studi kasus ini terletak pada penggunaan logika yang berkebalikan dengan
paradigma eksperimen yaitu dengan melihat akibatnya dulu, baru menyelidiki apa
penyebabnya, karena itu desain studi ini rawan bias, baik bias seleksi maupun bias informasi.
Dalam studi kasus control, baik dari kelompok kasus (yang sudah tersedi) maupun kelompok
kontrolnya (yang masih harus dicarikan atau direkayasa) sering dipertanyakan apakah
keduanya benar-benar mewakili ‘populasi’ seagaimana diharapkan.
Secara umum studi kasus kontrol tidak efisien untuk mempelajari paparan yang langka dan
pada umumnya peneliti tidak dapat menghitung laju insidensi (yaitu kecepatan kejadian
penyakit) baik dari populasi yang terpapar maupun yang tidak terpapar. Kadang-kadang studi
kasus kontrol yang menggunakan kasus historis tidak mudah dibedakan data prevalensi
dengan data insidensi. Sebagai studi etiologi, studi kasus kontrol membutuhakan data
insidensi, bukanya data prevalensi . dalam studi kasus kontrol kelmpok kasus dan kelompok
kontrol dipilih dari dua populasi yang terpisah, maka sulit dipastikan apakah kasus dan
kontrol pada populasi studi benar-benar setara dalam hal faktor-faktor luar dan sumber-
sumber distrosi lainya.

C.Studi potong lintang


1.Definisi
Studi potong lintang (cross-sectional study) adalah studi epidemologi yang mempelajari
prevalensi, distribusi, maupun hubungan penyakit dan paparan (faktor penelitian) dengan cara
mengamati status paparan, penyakit atau karakteristik terkait kesehatan lainnya, secara
serentak pada individu-individu dari suatu populasi pada satu saat. Studi potong lintang
bukan merupakan studi longitudinal karena tidak melakukan follow up pengaruh paparan
terhadap penyakit. Studi prevalensi “periode” biasanya dilakukan untuk penyakit-penyakit
kronis yang gejalanya intermiten. Dalam studi potong lintang deskriptif dianjurkan untuk
menggunakan prosedur pencuplikan random (random sampling)
Prevalensi = kasus/populasi total
Dengan perhitungan data prefalensi sebagai berikut
Prevalensi= insidensi x durasi

2.Kelebihan
Studi potong lintang mudah dilakukan dan murah, sebab tidak memerlukan follow up dan
merupakan studi yang efisien untuk mendeskripsikan distribusi penyakit dihubungkan dengan
distribusi sejumlah karakteristik populasi. Studi ini juga bermanfaat untuk memformulasikan
hipotesis hubungan kasual yang akan diuji dalam studi analitik lainnya, seperti studi kohor
dan studi kasus kontrol,dan juga bermanfaat untuk subyek yang kebetulan menjadi kontrol.

3.Kelemahan
Ketidakpastian studi potong lintang tentang mana yang lebih dulu muncul, paparan atau
penyakit, kelemahan yang lain muncul bersumber dari penggunaan data prevalensi,
penggunaan data prevalensi (bukan insidensi) menyesatkan hasil studi potong linang sebab
mencerminkan tidak hanya aspek etiologi penyakit tetapi juga aspek survivalitas penyakit itu.

4.Contoh
penelitian yang dilakukan Thind dan Andersen (2002) menggunakan studi potong lintang dan
model perilaku Andersen (predisposing factors, enabling faktor, need) untuk menentukan
predictor penggunaan pelayanan kesehatana anak di bawah usia lima tahun di republic
Dominika. Data dianalis menggunakan regresi logistic dengan model ln (p)/(1-p)= a + biXi,
dimana p adalah (=odds) untuk menggunakan pelayanan kesehatan, a= konstan, dan bi=
koefisien regresi yang ditaksir menggunakan metode kemungkinan maksimum (maximum
likelihood method), Xi= variable independen/ predictor. Hasil study menemukan setelah
mengontrol sejumlah variable lainnya, probabilitas anak perempuan untuk menggunakan
pelayanan kesehatan 82% lebih tinggi daripada anak laki-laki pengguna pelayanan kesehatan
oleh anak yang tinggal di pedesaan 54% lebih rendah dari pada perkotaan.
Diposkan oleh nonna betty di 22:54 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke
Google Buzz

Jumat, 22 Oktober 2010


konsep kausalitas

Ukuran frekuensi
a. Insiden Rate ( laju insidence)
Adalah ukuran yang menunjukkan kecepatan-kejadian (baru) penyakit pada populasi.
Proporsi antara jumlah orang yang menderita penyakit dan jumlah orang dalam resiko x
lamanya ia dalam resiko.
gambaran tentang frekuensi penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu waktu
ttt di suatu kelompok masyarakat.
Rumus IR :
Jumlah kasus baru penyakit X 100%
Jumlah orang dalam risiko x lamanya masing-masing dalam resiko
Contoh :
Pada suatu daerah dengan jumlah penduduk tgl 1 Juli 2007 sebanyak 100.000 orang semua
rentan terhadap penyakit DHF ditemukan laporan penderita baru sebagai berikut : bulan
januari 50 orang, Maret 100 orang, Juni 150 orang, September 10 orang dan Desember 90
orang
IR = ( 50+ 100+150+10 +90) /100.000 X 100 % = 0,4 %
b. Insiden Risk (Cummulative risk)
Adalah parameter yang menunjukkan taksiran probabilitas (risiko,risk) seseorang untuk
terkena penyakit 9atau untuk hidup) dalam suatu jangka waktu.
Proporsi orang yang terkena penyakit diantarasemua orang yang beresiko terkena penyakit
tersebut, sehingga CI selalu bernilai antara 0 dan 1.
Rumus CI =
Jumlah orang yang terkena penyakit dalam suatu jangka waktu
Jumlah semua orang dalam resiko untuk terkena penyakit dalam jangka waktu itu.
Contoh:
Attack risk keracunan setelah makan olahan ikan pindang.
c. Prevalence Rate ( point prevalence )
Adalah frekuensi penyakit lama dan baru yang berjangkit di masyarakat di suatu
tempat/wilayah, negara, pada waktu tertentu.
Rumus prevalence rate :
Jumlah orang yg menderita suatu penyakit (kasus baru&lama pada suatu periode tertentu) X
1000
Populasi at risk/ penduduk yang mempunyai faktor resiko tertular penyakit sama
Contoh :
Satu sekolah dengan murid 100 orang, kemarin 5 orang menderita penyakit campak, dan hari
ini 5 orang lainnya menderita penyakit campak
Prevalence rate = 10/100 x 1000 ‰= 100 ‰
d. Prevalence Risk ( periode prevalence)
Adalah Pada suatu daerah penduduk pada 1 juli 2005 100.000 orang, dilaporkan keadaan
penyakit A sbb: Januari 50 kasus lama dan 100 kasus baru. Maret 75 kasus lama dan 75 kasus
baru, Juli 25 kasus lama dan 75 kasus baru; Sept 50 kasus lama dan 50 kasus baru dan Des.
200 kasus lama dan 200 kasus baru.
Period Prevalens rate :
(50+100) +(75+75)+(25+75)+(50+50)+(200+200) /100.000 X 100 % = 0,9 %

Daftar pustaka :
1. http://revias-clinics.blogspot.com/2010/05/epidemiologi.html
2. http://keperawatankomunitas.blogspot.com/2009/09/pengantar-epidemiologi.html
3. Dr. Bhisma Murti.1995.PRINSIP DAN METODE RISET EPIDEMIOLOGI. Surakarta:
Gadjah Mada University Press
Diposkan oleh nonna betty di 06:34 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke
Google Buzz

Minggu, 17 Oktober 2010


artikel aids

APA YANG DIMAKSUD DENGAN AIDS?

AIDS merupakan penyakit yang paling ditakuti pada saat ini. HIV, virus yang menyebabkan
penyakit ini, merusak sistem pertahanan tubuh (sistem imun), sehingga orang-orang yang
menderita penyakit ini kemampuan untuk mempertahankan dirinya dari serangan penyakit
menjadi berkurang.

AIDS yaitu sindrom yang menyerang sistem kekebalan tubuh. AIDS disebabkan oleh virus
yang bernama HIV, Human Immunodeficiency Virus. Jika Anda mendapatkan diri Anda
terinfeksi HIV, tubuh akan mencoba melawan infeksi tersebut. Tubuh akan membuat antibodi
berupa molekul khusus untuk melawan HIV
HIV merupakan suatu virus yang material genetiknya adalah RNA (asam ribonukleat) yang
dibungkus oleh suatu matriks yang sebagian besar terdiri atas protein. Untuk tumbuh, materi
genetik ini perlu diubah menjadi DNA (asam deoksiribonukleat), diintegrasikan ke dalam
DNA inang, dan selanjutnya mengalami proses yang akhirnya akan menghasilkan protein.
Protein-protein yang dihasilkan kemudian akan membentuk virus-virus baru.

Tes darah dilakukan untuk melihat apakah ada antibodi di dalam tubuh. Jika terdapat antibodi
tersebut di dalam darah maka telah terinfeksi oleh HIV. Manusia yang memiliki antibodi HIV
disebut dengan HIV Positif. Positif terjangkit HIV atau memiliki penyakit HIV, tidaklah
sama dengan memiliki AIDS. Banyak yang telah terinfeksi HIV positif namun tidak jatuh
sakit untuk beberapa tahun. Namun penyakit HIV menyebabkan sistem kekebalan tubuh
melemah dengan perlahan-lahan. Virus, parasit, jamur dan bakteri yang biasanya tidak
menyebabkan jatuh sakit dapat membuat Anda jatuh sakit jika sistem kekebalan tubuh mulai
rusak atau melemah.

BAGAIMANA AIDS DAPAT MENULAR?

Sebenarnya Anda tidak langsung terkena AIDS. Namun terinfeksi dengan HIV dan kemudian
berkembang menjadi AIDS. Anda terkena HIV dari seseorang yang telah terinfeksi dengan
HIV, meskipun seseorang itu tidak kelihatan sakit dan bahkan belum terbukti HIV Positif
karena memang belum pernah di uji. Darah, cairan vagina, semen (cairan dari alat kelamin
pria) dan air susu ibu dari orang-orang yang terinfeksi dengan HIV dapat menularkan virus
tersebut ke orang lainnya. Sebagian besar tertular virus HIV dengan cara :

a. berhubungan seksual dengan seseorang yang telah terinfeksi

b. menggunakan jarum bersama-sama (jarum suntikan) dengan seseorang yang telah


terinfeksi

c. dilahirkan oleh wanita yang telah terinfeksi atau menyusu air susu ibu dari wanita yang
telah terinfeksi

Mendapatkan transfusi darah dari darah yang terinfeksi HIV dulunya adalah jalan bagi orang
lain terkena AIDS, namun sekarang persediaan darah telah di periksa dengan hati-hati dan
risikonya jauh lebih rendah.

Tidak ada penelitian yang menunjukkan penularan HIV melalui air mata atau air ludah, tetapi
memungkinkan terinfeksi HIV melalui seks secara oral atau melalui ciuman terutama jika
memiliki luka terbuka atau sariawan pada mulut seseorang yang telah terinfeksi.

The Center for Disease Control and Prevention (CDC) memperkirakan sekitar 850.000
hingga 950.000 penduduk US tinggal bersama penduduk lainnya yang terinfeksi HIV,
seperempat dari penduduk tidak waspada terhadap infeksi HIV tersebut. (sekitar 400.000
penduduk hidup dengan AIDS). Setiap tahun, bertambah sekitar 40.000 yang terinfeksi. Dari
jumlah tersebut, sekitar 70 persen adalah pria dan 30 persennya adalah wanita. Separuh dari
jumlah baru yang terinfeksi tiap tahunnya adalah dibawah usia 25 tahun. Pertengahan tahun
1990, AIDS mendominasi penyebab kematian. Meskipun, pola perawatan telah mengurangi
angka kematian dengan signifikan. Untuk informasi lebih lanjut dapat mengunjungi website
pemerintahan

Seorang bayi dapat tertular HIV dari ibu yang terinfeksi. Meskipun ada obat untuk perawatan
pengidap HIV/AIDS, tidak ada vaksin atau obat untuk menyembuhkannya. Selama ini, obat
yang dapat memperpanjang hidup penderita HIV adalah antiretroviral (ARV) alias antivirus.

CIRI-CIRI ORG TERKENA PENYAKIT HIV/AIDS

ciri-ciri penyakit HIV/AIDS adalah seseorang bisa mengalami penurunan imunitas atau daya
tahan tubuh, hal ini bisa kita lihat seorang yang terinfeksi virus tersebut akan mudah sakit
seperti flu yang lama sekali sembuhnya..jika sudah stadium lanjut akan menjadi sangat rentan
sekali dia bisa mengalami komplikasi berbagai penyakit. seperti diare, infeksi saluran
pernafasan, lepuh kulit, berat badan terus menurun sehingga penderita tampak kurus dan
kering,.

Ciri secara kasat mata utk HIV suliut terdeteksi. Untuk Aids biasanya dibarengi dgn infeksi
lain jika kondisinya sdh sangat serius. Yang paling umum adalah radang paru2 dan radang
selaput otak . Sebaiknya ngga perlu menduga duga dari gejala phisik.
Utk memastikannya periksa darah adalah cara terbaik.

APA YANG TERJADI JIKA POSITIF TERINFEKSI HIV

Anda dapat saja tidak tahu telah terinfeksi oleh HIV. Banyak manusia yang terkena demam,
pusing, radang, sakit perut, pegal otot dan sendi, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam
pada kulit sekitar 1 atau 2 minggu. Banyak yang mengira bahwa ini adalah flu. Bahkan
banyak juga yang tidak memperlihatkan gejala.

Virus akan menggandakan dirinya di tubuh sekitar beberapa minggu atau bisa saja sekitar
sebulan sebelum sistem kekebalan tubuh meresponnya. Selama waktu ini, jika di tes untuk
HIV maka hasilnya bisa saja negatif namun tetap bisa menularkan ke orang lain.

Ketika sistem kekebalan tubuh merespon, maka sistem kekebalan tubuh akan membuat
antibodi. Ketika ini terjadi maka jika di tes untuk HIV maka akan positif.

Setelah gejala-gejala yang menyerupai terkena flu, beberapa orang dengan HIV akan hidup
dengan sehat sekitar 10 tahun atau lebih lama. Tetapi pada masa ini,HIV mulai merusak
sistem kekebalan tubuh.

Satu-satunya jalan untuk mengukur kerusakan sistem kekebalan tubuh adalah dengan
menghitung sel CD4+ yang dimiliki. Sel ini, disebut juga sel T-Helper, yang merupakan
bagian sangat penting dari sistem kekebalan tubuh. Orang sehat biasanya memiliki sekitar
500 dan 1500sel CD4+ disetiap milimeter dari jumlah darah.

Tanpa ada perawatan, sel CD4+ yang dimiliki tubuh akan terus berkurang. Maka akan timbul
gejala dari HIV seperti demam, keringat pada malah hari, diare dan gejala lainnya.

Jika telah terinfeksi HIV, masalah ini akan terus berlanjut sekitar beberapa hari dan bisa jadi
berlanjut hingga beberapa minggu.

ADAKAH OBAT UNTUK HIV/AIDS SAAT INI?

Karena ganasnya penyakit ini, maka berbagai usaha dilakukan untuk mengembangkan obat-
obatan yang dapat mengatasinya. Pengobatan yang berkembang saat ini, targetnya adalah
enzim-enzim yang dihasilkan oleh HIV dan diperlukan oleh virus tersebut untuk berkembang.
Enzim-enzim ini dihambat dengan menggunakan inhibitor yang nantinya akan menghambat
kerja enzim-enzim tersebut dan pada akhirnya akan menghambat pertumbuhan virus HIV.

Obat-obatan yang telah ditemukan pada saat ini menghambat pengubahan RNA menjadi
DNA dan menghambat pembentukan protein-protein aktif. Enzim yang membantu
pengubahan RNA menjadi DNA disebut reverse transcriptase, sedangkan yang membantu
pembentukan protein-protein aktif disebut protease.

Untuk dapat membentuk protein yang aktif, informasi genetik yang tersimpan pada RNA
virus harus diubah terlebih dahulu menjadi DNA. Reverse transcriptase membantu proses
pengubahan RNA menjadi DNA. Jika proses pembentukan DNA dihambat, maka proses
pembentukan protein juga menjadi terhambat. Oleh karena itu, pembentukan virus-virus yang
baru menjadi berjalan dengan lambat. Jadi, penggunaan obat-obatan penghambat enzim
reverse transcriptase tidak secara tuntas menghancurkan virus yang terdapat di dalam tubuh.
Penggunaan obat-obatan jenis ini hanya menghambat proses pembentukan virus baru, dan
proses penghambatan ini pun tidak dapat menghentikan proses pembentukan virus baru
secara total.

Obat-obatan lain yang sekarang ini juga banyak berkembang adalah penggunaan penghambat
enzim protease. Dari DNA yang berasal dari RNA virus, akan dibentuk protein-protein yang
nantinya akan berperan dalam proses pembentukan partikel virus yang baru. Pada mulanya,
protein-protein yang dibentuk berada dalam bentuk yang tidak aktif. Untuk mengaktifkannya,
maka protein-protein yang dihasilkan harus dipotong pada tempat-tempat tertentu. Di sinilah
peranan protease. Protease akan memotong protein pada tempat tertentu dari suatu protein
yang terbentuk dari DNA, dan akhirnya akan menghasilkan protein yang nantinya akan dapat
membentuk protein penyusun matriks virus (protein struktural) ataupun protein fungsional
yang berperan sebagai enzim.

Uji klinis menunjukkan bahwa terapi tunggal dengan menggunakan inhibitor protease saja
dapat menurunkan jumlah RNA HIV secara signifikan dan meningkatkan jumlah sel CD4
(indikator bekerjanya sistem imun) selama minggu pertama perlakuan. Namun demikian,
kemampuan senyawa-senyawa ini untuk menekan replikasi virus sering kali terbatas,
sehingga menyebabkan terjadinya suatu seleksi yang menghasilkan HIV yang tahan terhadap
obat. Karena itu, pengobatan dilakukan dengan menggunakan suatu terapi kombinasi
bersama-sama dengan inhibitor reverse transcriptase. Inhibitor protease yang dikombinasikan
dengan inhibitor reverse transkriptase menunjukkan respon antiviral yang lebih signifikan
yang dapat bertahan dalam jangka waktu yang lebih lama (Patrick & Potts, 1998).

Dari uraian di atas, kita dapat mengetahui bahwa sampai saat ini belum ada obat yang benar-
benar dapat menyembuhkan penyakit HIV/AIDS. Obat-obatan yang telah ditemukan hanya
menghambat proses pertumbuhan virus, sehingga jumlah virus dapat ditekan.

PENANGGULANGAN HIV/AIDS

HIV/AIDS telah ada dalam kehidupan masyarakat Indonesia sejak tahun 1987. Karena stigma
yang melekat dengan HIV/AIDS, masalah kesehatan ini selalu diliputi nuansa ketakutan dan
rasa malu. Berakar dari sana, muncul berbagai persoalan lain yang harus dihadapi orang yang
terinfeksi HIV selain urusan kesehatannya itu sendiri. Pandangan negatif dari masyarakat,
penolakan oleh tenaga kesehatan dan penyedia layanan lainnya, peraturan yang diskriminatif,
pemberitaan media massa yang sensasional, dan pembocoran status HIV seseorang adalah
beberapa masalah yang dialami oleh cukup banyak orang yang terinfeksi HIV. Selain itu,
keterbatasan informasi dan kesiapan tenaga kesehatan, serta kurangnya akses pada
pengobatan dilihat sebagai kendala yang sangat membatasi orang HIV-positif untuk
memperpanjang masa tanpa gejala atau masa produktifnya sebagai manusia.

beberapa asas dalam segala upayanya menanggulangi HIV/AIDS di Indonesia:

* Upaya penanggulangan HIV/AIDS nasional harus memperhatikan aspek dukungan dan


perawatan, selain aspek pencegahan.
* Pengembangan program untuk orang HIV-positif diminta untuk mengutamakan:

o Penyebarluasan informasi yang lengkap dan benar untuk masyarakat supaya dapat
menerima keberadaan orang HIV-positif dengan wajar dan tidak menghakimi.

*
o Mendukung pembentukan kelompok dukungan (support group) di tingkat lokal dan
wilayah.
o Penyediaan Informasi lebih lanjut mengenai topik-topik terkait dengan hidup HIV.
o Peningkatan ketersediaan layanan dan tenaga kesehatan yang bersahabat dengan orang
HIV-positif.
o Pemberdayaan dan kesempatan bagi orang HIV-positif untuk bisa bekerja dan
berpenghidupan yang layak. Hak orang HIV-positif untuk memperoleh pekerjaan agar
dilindungi.
o Mendorong adanya keterlibatan orang HIV-positif secara bermakna dalam tiap tahapan
pembuatan (perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi), serta memberikan keterampilan agar
orang HIV-positif bisa memenuhi peran tersebut dengan nyata.
o Tersedianya dukungan sebelum dan sesudah tes agar orang HIV-positif dapat menerima
hasil tes dan menjalani hidup secara positif dan bermartabat.
o Memberikan keterampilan pada orang HIV-positif yang berbicara di depan umum agar
lebih percaya diri.
* Upaya penanggulangan AIDS harus dilakukan dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia. Perlindungan dan Penegakan hak asasi manusia untuk orang HIV-positif perlu
ditingkatkan.
* Pemerolehan obat-obatan antiretroviral dan obat-obatan untuk infeksi oportunistik dengan
standar yang baik dengan harga terjangkau perlu segera ditingkatkan dan lebih merata.
* Hak orang HIV-positif untuk mempunyai keturunan agar dilindungi dan segala upaya
dilaksanakan agar bisa dilakukan dengan cara yang paling aman untuk ibu dan bayi.
Diposkan oleh nonna betty di 00:01 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke
Google Buzz

Jumat, 15 Oktober 2010


konsep kausalitas Kriteria Bradford Hill

1. Kekuatan asosiasi-semakin kuat asosiasi, maka emain sedikit hal tersebut dapat
merefleksikan pengaruh dari faktor-faktor etiologis lainnya. Kriteria ini membutuhkan juga
presisi statistik (pengaruh minimal dari kesempatan) dan kekakuan metodologis dari kajian-
kajian yang ada terhadap bias (seleksi, informasi, dan kekacauan)
2. Konsistensi-replikasi dari temuan oleh investigator yang berbeda, saat yang berbeda, dalam
tempat yang berbeda, dengan memakai metode berbeda dan kemampuan untuk menjelaskan
dengan meyakinkan jika hasilnya berbeda.
3. Spesifisitas dari asosiasi-ada hubungan yang melekat antara spesifisitas dan kekuatan yang
mana semakin akurat dalam mendefinisikan penyakit dan penularannya, semakin juat
hubungan yang diamati tersebut. Tetapi, fakta bahwa satu agen berkontribusi terhadap
penyakit-penyakit beragam bukan merupakan bukti yang melawan peran dari setiap penyakit.
4. Temporalitas-kemampuan untuk mendirikan kausa dugaan bahka pada saat efek sementara
diperkirakan
5. Tahapan biologis-perubahan yang meningkat dalam konjungsi dengan perubahan
kecocokan dalam penularan verifikasi terhadap hubungan dosis-respon konsisten dengan
model konseptual yang dihipotesakan.
6. Masuk akal-kami lebih siap untuk menerima kasus dengan hubungan yang konsisten
dengan pengetahuan dan keyakinan kami secara umum. Telah jelas bahwa kecenderungan ini
memiliki lubang-lugang kosong, tetapi akal sehat selalu saja membimbing kita
7. Koherensi-bagaimana semua observasi dapat cocok dengan model yang dihipotesakan
untuk membentuk gambaran yang koheren?
8. Eksperimen-demonstrasi yang berada dalam kondisi yang terkontrol merubah kausa
bukaan untuk hasil yang merupakan nilai yang besar, beberapa orang mungkin,
mengatakannya sangat diperlukan, untuk menyimpulkan kausalitas
9. Analogi-kami lebih siap lagi untuk menerima argumentasi-argumentasi yang menyerupai
dengan yang kami dapatkan
Kekuatan asosiasi
• ekses-ekses yang telah diketahui sebelumnya dari penyakit dan diasosiasikan dengan
bukaan
• besaran dari rasio kejadian bukaan terhadap kejadian tidak ada bukaan
• seberapa kuatkah “kuat” itu? Perhatikan, contoh:
Resiko relatif “Arti”
1.1-1.3 Lemah
1.4-1.7 Agak kuat
1.8-3.0 Rata-rata
3-8 Kuat
8-16 Sangat kuat
16-40 Dramatis
40+ Tidak dapat ditangani

Asosiasi yang kuat tampak kurang menjadi hasil dari faktor-faktor etiologis lainnya
dibanding dengan asosiasi yang lemah.
Telur, Merokok dan kanker paru-paru; Merokok dan CHD
Konsistensi
Asosiasi telah “diamati berulang kali oleh orang yang berbeda, tempat yang berbeda, keadaan
dan waktu yang berbeda pula”Konsistensi membantu dalam perlindungan dari munculnya
kesalahan atau artefak. Tetapi hasil yang diobservasi dengan konsisten tidak langsung bebas
dari bias, terutama dalam sejumlah kecil kajian, dan hasil dalam populasi yang berbeda akan
sama sekali berbeda jika hubungan kausal dipengaruhi olhe ada atau tidak adanya variabel-
variabel pemodifikasi.
Spesifisitas
Hubungan antara bukaan dan penyakit adalah spesifik dalam beragam cara-penyakit spesifik
terhubung dengan bukaan yang spesifik pula, tipe spesifik dari bukaan lebih efektif, dan
seterusnya. Ada hubungan dekat antara spesifisitas dan kekuatan dimana didefinisikan lebih
akurat untuk penyakit dan bukaan, akan semakin kuat resiko relatif yang diobservasi.
Misalnya., Schildkraut dan Thompson (Am J Epidemiol 1988; 128:456) mempertimbangkan
bahwa pengumpulan familial yang mereka amati untuk kanker rahim tampaknya bukan
karena bias informasi keluarga sebab dari spesifisitas hubungan dalam kontrol-kasus berbeda
dalam sejarah keluarga (a) melibatkan penularan tetapi tidak merupakan batas penyakit dan
(b) lebih besar kemungkinan untuk rahim dibanding untuk kanker.
Tetapi adanya fakta bahwa satu agen berkontribusi terhadap banyak penyakit bukan
merupakan bukti yang menyanggah perannya dalam setiap penyakit. Sebagai contoh, rokok
dapat menyebabkan banyak penyakit.
Temporalitas
Pertama adalah bukaan, kemudian penyakit.
Terkadang sangat sulit untuk mendokumentasikan rangkaian, terutama jika ada tundaan yang
panjang antara bukaan dan penyakit, penyakit subklinis, bukaan (misalnya perlakuan) yang
membawa manifestasi awal dari penyakit.
Tahapan Biologis
Apakah asosiasi masuk akal secara biologis
Misalnya, estrogen dan kanker endometrial, estrogen dan kanker payudara, kontrasepsi oral
dan kanker payudara.
Koherensi
Apakah interpretasi kausal cocok dengan fakta yang diketahui dalam sejarah alam dan biologi
dari penyakit, termasuk juga pengetahuan tentang distribusi dari bukaan dan penyakit (orang,
tempat, waktu) dan hasil dari eksperimen laboratorium. Apakah semua “potongan telah cocok
tempatnya”
Bukti-bukti eksperimental
Beberapa tipe desain kajian dapat memberikan bukti yang lebih meyakinkan dibanding
desain kajian jenis lainnya. Kajian-kajian intervensi dapat menyediakan dukungan yang
terkuat, terutama ketika bukaan dapat dilakukan secara acak. Karena tidak etis dan/atau tidak
praktis untuk menentukan banyak bukaan sebagai kajian epidemiologis. Satu alternatif yang
mungkin adalah dengan menghilangkan bukaan dan melihat apakah penyakit menurun,
kecuali jika proses kausal dianggap tidak dapat lagi dibalikkan.
Misalnya, pellagra, kudis, HDFP, LRC-CPPT, MRFIT.
Analogi
Apakah pernah ada situasi yang serupa di masa lalu? (misalnya rubella, thalidomide selama
kehamilan)
Pengecualian bagi temporalitas, tidak ada kriteria yang absolut, karena asosiasi kausal dapat
sangat lemah, relatif non-spesifik, diobservasi tidak konsisten, dan dalam konflik dengan
pengungkapan penmahaman biologis. Tetapi, setiap kriteria yang memperkuat jaminan kami
dalam mencapai penilaian kausalitas.
Beberapa dari kriteria (misalnya, koherensi, tahapan biologis, spesifisitas, dan mungkin juga
kekuatan) dapat dirumuskan dalam bentuk isu yang lebih umum dari konsistensi data yang
diobservasi dengan model hipotesisasi etiologis (biasanya biologis). Sebagai contoh, tahapan
biologis tidak harus monoton, seperti dalam kasus dosis radiasi tinggi yang mana akan
mengarah kepada pembunuhan sel-sel dan karena itu menurunkan kemungkinan
perkembangan tumor. Serupa dengan itu, spesifisitas dapat dipakai pada situasi-situasi
tertentu tetapi tidak untuk situasi lain, tergantung pada proses patofisiologis
yangdihipotesiskan.
Pencarian Kausa versus Pembuatan-Keputusan
Kesimpulan kausal sangat penting secara fundamental untuk memajukan pengetahuan ilmiah.
Pendirian Popper adalah dalam sifat akhirnya, setiap teori itu tentatif. Setiap teori dapat
secara potensial dapat dijatuhkan oleh data yang tidak cocok yang tidak mungkin dijadikan
pertanyaan. Maka berbagai sudut pandang, pengetahuan ilmiah dan kemajuannya selalu
melalui beragam percoban untuk menyangkal teori-teori yang telah ada.
Dengan memperhatikan isu-isu dalam kesimpulan kausal dalam epidemiologi, walaupun,
akan sangat berguna untuk membuat pembedaan antara kesimpulan yang ditujukan untuk
mendirikan etiologi dan kesimpulan yang ditujukan untuk mendapatkan keputusan tindakan
atau keputusan tidak ada tindakan. Pendirian Popper kurang bisa dialikasikan dalam
kesimpulan kausal untuk mendukung pembuatan-keputusan, karena pentingnya tindakan
sesuai dengan waktu. Walaupun keputusan individual dan kolektif seringkali didasarkan pada
konsiderasi selain dari pengetahuan ilmiah, dan bahkan tanpa data kausal valid sekalipun,
kesimpulan kausal sangat fundamental dalam pembuatan-keputusan. Lebih jauh lagi,
penilaian kausalitas-akhirnya oleh kewenangan pemerintah dan publik yang lebih besar-
merupakan basis kritis untuk resolusi dari isu-isu kontroversial, misalnya, pembatasan
produk-produk seperti tembakau, saccharin, kopi, kontrasepsi oral, senjata genggam; kontrol
polusi dan seterusnya. Mereka yang bertindak dapat memuji kata-kata Hill:
Semua kerja ilmiah itu tidak lengkap-apakah itu eksperimental ataupun observasional. Semua
kerja ilmiah itu berkemungkinan untuk ditumbangkan atau dimodifikasi oleh pengetahuan
yang lebih maju. Yang mana tidak memberikan kita kebebasan untuk mengabaikan
pengetahuan yag telah kita miliki, atau menangguhkan tindakan yang tampaknya dibutuhkan
setiap waktu.
A. B. Hill, The Environment and causation, hal. 300
Konsep-konsep paralel dalam kesimpulan epidemiologis dan proses-proses legal.
Seseorang dapat menarik analogi yang sangat menarik antara proses dalam pembuatan-
keputusan pada epidemiologi dan pada proses legal. Pada kedua proses tersebut, keputusan
tentang fakta harus dicapai berdasarkan bukti-bukti yang tersedia. Jika tidak ada kebenaran
yang terungkap (misalnya bukti-bukti matematis), maka kedua pendekatan di atas
menekankan integritas dari proses pengumpulan dan presentasi informasi, representasi yang
memadai dari setiap pandangan pendapat, bukti, standar khusus bagi beragam konsekuensi
potensial. Kedua area menekankan pada keamanan prosedural (metodologis), karena fakta
dalam situasi tertentu secara umum hanya terjadi ketika ada temuan dalam proses investigasi
yang memadai. Serupa dengan hal tersebut, sangat penting bagi keduanya, epidemiologi dan
hukum agar tidak hanya keadilan (misalnya dengan memakai prosedur/metodologi yang
tepat) yang diperhatikan, tetapi juga bahwa hal tersebut pernah dilakukan oleh lainnya.
Dalam hukum, pola penilaian instruksi memberikan basis bagi penilai untuk mengukur bukti-
bukti. Serupa dengan itu, epidemiologi memiliki kriteria-kriteria untuk kesimpulan kausal.
Hukum-hukum bukti legal memberikan beberapa paralel dengan pendekatan epidemiologi
untuk mengukur bukti-bukti dan menyimpulkan kausal. Dalam kedua sistem, keterandalan
informasi (data) adalah rasional utama. Beberapa contohnya adalah:
• Hukum Hearsay: bukti tidak dapat diterima jika berbasis pada desas-desus dan bukan
berdasarkan observasi langsung
Contoh: jika seorang dokter bersaksi bahwa pasiennya telah berkata dia mengendarai
kendaraan bermotor di sisi jalan yang salah, maka pengakuan tersebut adalah bukti desas-
desus dan karena itu tidak diperbolehkan untuk dipakai. Jika dokter tersebut tidak melihat
langsung pasiennya mengendarai kendaraan bermotor di sisi jalan yang salah.
Ada perkecualian: sumber-sumber pemerintah, catatan-catatan bisnis yang diambil selama
kegiatan tetap dalam bisnis (tanpa mengalami tuntutan hukum), catatan-catatan lainnya yang
secara rutin dibuat adalah bukti-bukti yang diperbolehkan.
• Patung orang mati: pengakuan tentang pembicaraan dengan seseorang yang sekarang
telahmeninggal tidak diperbolehkan (karena dia, orang mati tersebut tidak dapat memberi
respon).

Pada hukum dan etiologi, ada hubungan antara keseriusan tindakan dan derajat bukti yang
dibutuhkan untuk melakukan tindakan. Beberapa contoh disini mempelrihatkan perluanya
penelitian, perebutan dan penilaian:
• Untuk mengeluarkan surat pencarian, pengadilan harus menemukan bahwa ada kecurigaan
yang bersebab bahwa objek yang dicari dapat ditemukan
• Untuk mengeluarkan surat pencarian, pengadilan harus menemukan bahwa ada kausa
kemungkinan bahwa seseorang yangakan dicari telah melakukan kejahatan.
• Untuk petugas kepolisian dalam menangkap seseorang tanpa surat pencarian, maka petugas
tersebut harus memiliki kausa yang masuk akal untuk yakin bahwa sebuah kejahatan akan
terjadi atau baru saja terjadi.
• Untuk mengeluarkan dakwaan, para juri harus menemukan adanya kasus tingkat pertama
yang memperlihatkan seorang individu melakukan kejahatan
• Untuk keputusan yang dijatuhkan kepada terdakwa dalam tuntutan perdata, hakim atau juri
harus mencari “sejumlah besar bukti-bukti”
• Untuk menghukum terdakwa dalam percobaan kriminal, juri harus menemukan bahwa
bukti-bukti didirikan berdasarkan keadaan yang “tidak diragukan lagi” terhadap terdakwa.
• Untuk memutuskan seseorang bersalah yang sepenuhnya berdasarkan pada bukti-bukti tidak
langsung, maka juri harus puas dengan setiap hipotesis masuk akal telah dikeluarkan kecuali
bahwa terdakwa itu bersalah (Jika ada bukti-bukti yang nyata, maka hipotesis tidak terlalu
dibutuhkan)
(di Skotlandia, ada keputusan hukum “tidak terbukti”, yang mana tetap paralel dengan
“penilaian” epidemiologis).
Pada hukum dan epidemiologi, fakta bahwa setiap kasus individu selalu menjadi faktor
penting dalam keputusan, dan keputusan secara umum dipengaruhi oleh konsiderasi dari:
• Sepenting apakah untuk bertindak?
• Sedekat apa bahaya itu?
• Seserius apa bahaya itu nantinya?
Secara umum lebih bagus untuk berbuat salah di sisi yang aman (walaupun dalam hukum hal
tersebut tetap menjadi implisit, dan tidak pernah menjadi sebab yang eksplisit).
Diposkan oleh nonna betty di 07:32 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke
Google Buzz

PENGARUH PENAMBAHAN BERBAGAI DOSIS TAWAS DAN FITOREMEDIASI


ENCENG GONDOK TERHADAP KADAR FOSFAT PADA LIMBAH CAIR
TEROLAH RSUD WATES
Beti Andriyan
JKL Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, Jl. Tatabumi 3, Banyuraden, Gamping, DIY
55293
Abstract
Hospital waste water is used water that is not used anymore, covering all the dirty water
from a variety of hospital activities such as bathrooms, toilets, kitchens, laboratories and
others. Wastewater will be discharged into water bodies must meet the requirements of
Yogyakarta Special Region Governor Decree No. 65 of 1999 on wastewater quality
standards for health services in the area of Yogyakarta Special Region. Results of waste
water treatment in hospitals Wates for phosphate parameters which do not meet the
requirements of 4.706 mg / L, so we need further treatment to reduce phosphate levels,
namely by adding alum and application of phytoremediation water hyacinth on the stage of
waste water treatment. This research was done to demonstrate the optimum alum dose and
the addition of water hyacinth plants that can reduce levels of alum to meet existing quality
standards. The results showed the addition of alum 40 mg / L and 0.50 kg of water hyacinth /
20 L water at the wastewater treatment systems in hospitals Wates been able to reduce the
average phosphate content of 66.18. Variations affixing alum dose of 20 mg / L and 30 mg /
L and the addition of water hyacinth were 0.50 kg / 20 L water is only able to decrease
61.52% and 54.07% respectively. The conclusion of research that has been done is given
alum dose of 40 mg / L and 0.50 kg of water hyacinth / 20 L water can reduce phosphorus to
meet the quality standards with values below 2 mg / L.
Kata Kunci : Fosfat, Tawas, Fitoremediasi Enceng Gondok, Limbah Cair Rumah
Sakit

Diposkan oleh nonna betty di 07:13 0 komentar


Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke
Google Buzz
Beranda
Langgan: Entri (Atom)

favorit
 undip
 http://yudhydharma.blog.undip.ac.id
 http://nap.adu/katalog
 http://ajph.org
 FKM undip

Pengikut
Mengenai Saya
nonna betty
Lihat profil lengkapku

Arsip Blog
betiandriyan. Template Picture Window. Didukung oleh Blogger.
http://betiandriyan.blogspot.com/

Anda mungkin juga menyukai