Anda di halaman 1dari 52

Universitas Kristen Krida Wacana

Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kadar Kolesterol dan Faktor-Faktor Lain yang
Mempengaruhinya pada Pengunjung Puskesmas Jelambar II
Periode Februari -Maret 2015

Oleh :

Jessica Gabrielle

Sandra Dewitha Que

Yuliyati Magi Bora

Rosalina Nike Sairlela

Tugas Akhir Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jakarta, Maret 2015

1
Universitas Kristen Krida Wacana

Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kadar Kolesterol dan Faktor-Faktor Lain yang
Mempengaruhinya pada Pengunjung Puskesmas Jelambar II
Periode Februari - Maret 2015

Oleh :

Jessica Gabrielle (11 2013 049)

Sandra Dewitha Que (11 2013 010)

Yuliyati Magi Bora (11 2013 010)

Rosalina Nike Sairlela (11 2013 024)

Tugas Akhir Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jakarta, Maret 2015

2
Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kadar Kolesterol dan Faktor-Faktor Lain yang
Mempengaruhinya pada Pengunjung Puskesmas Jelambar II
Periode Februari -Maret 2015

Lembar Pengesahan

Disetujui, Maret 2015

Pembimbing:

(dr Ernawati Tamba)

Penguji I Penguji II

(dr Djap Hadi Susanto M.Kes) (dr. Irwandy T)

Kata Pengantar

3
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan berkat-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan penelitian ini tepat pada waktunya. Penelitian ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu tugas Kepaniteraan Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran UKRIDA yang berlokasi di wilayah kerja Puskesmas
Jelambar II. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan indeks massa tubuh dengan
kadar kolesterol dan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya pada pengunjung puskesmas
Jelambar II

Penyusun berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan bagi penyusun sendiri khususnya.

Akhirnya penyusun mengucapkan terima kasih atas segala bimbingan yang telah diberikan
dalam penyelesaian penelitian ini kepada:

Dr. Ernawaty Tamba, M.K.M selaku pembimbing kami


dr. Djap Hadi Susanto, M.Kes
dr. Irwandy Tirtawidjaja
Dr. dr. A. Aris Susanto M.s, Sp.OK.
dr. Melda Suryana, M.Epid
dr. Diana L. Tumilisar
Kepala Puskesmas Jelambar II
Seluruh responden dalam penelitian ini
Pihak lain yang ikut serta memberikan dukungan sehingga penelitian ini dapat
diselenggarakan dengan baik.

Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian ini, oleh karena itu
penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan
kesempurnaan penelitian di masa yang akan datang.

Jakarta, Maret 2015

Penyusun

4
HUBUNGAN INDEKS MASA TUBUH DENGAN KADAR KOLESTEROL TOTAL DAN
FAKTOR-FAKTOR LAINNYA DI PUSKESMAS JELAMBAR II JAKARTA BARAT 2015

*Jesicca Gabrielle,*Sandra Dewitha Que,*Yuliyati Magi Bora,*Roselina Nike Sairlela

Abstrak:

Latar belakang : Saat ini masalah kesehatan telah bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit degeneratif.
Penyebabnya diduga akibat perubahan gaya hidup, pola makan, faktor lingkungan, kurangnya aktivitas fisik dan
faktor stress. Gaya hidup kurang aktivitas, terlalu banyak mengonsumsi makanan mengandung lemak dan
kolesterol serta kurangnya asupan serat dapat memicu penyakit degeneratif. Survei Kesehatan Nasional
tahun 2001 menunjukkan sebab utama kematian penduduk Indonesia adalah penyakit sistem sirkulasi
yaitu penyakit jantung dan pembuluh darah sebesar 26,3%. Penelitian di Amerika pada tahun 1997,
dengan menggunakan Indeks Masa Tubuh (IMT), di Amerika 21-24% menderita overweight dan 15%
menderita obesitas. Penelitian di Rusia 6% overweight dan 10% obesitas, di China overweight 3,6%
dan obesitas 3,4%. Peningkatan kadar kolesterol yang merupakan resiko terhadap penyakit jantung
dan stroke mempunyai perkiraan angka kematian di dunia sekitar 2,6 juta. Angka kematian tertinggi
sekitar 54% terjadi di Eropa, kemudian Amerika 48%. Wilayah Afrika dan Asia Tenggara
menunjukkan 22,6% untuk Afrika dan 29,0% untuk Asia Tenggara. IMT penduduk perkotaan yang
dikategorikan obesitas sebesar 29,2%, sedangkan pada penduduk pedesaan 16,7%. Tujuan : Untuk
mengetahui hubungan antara IMT dengan kadar kolesterol total dan factor-faktor yang
mempengaruhinya pada pengunjung puskesmas Jelambar II Periode 20-28 Februari 2015. Metode :
Metode penelitian berbentuk deskriptif dengan pendekatan cross sectional untuk mengetahui
hubungan antara Indeks Masa Tubuh dengan kadar kolesterol dan faktor-faktor lainnya pada pasien
yang berkunjung ke Puskesmas Jelambar II Jakarta barat. Teknik pengambilan sampel dengan cara
non probability sampling yaitu dengan cara consecutive sampling, dengan jumlah sampel 104 orang
pengunjung puskesmas Jelambar II Jakarta Barat. Sumber data diperoleh dari hasil dari data primer
dengan melakukan pengukuran sendiri menggunakan alat pengukur kadar kolesterol kepada pasien
yang berkunjung ke Puskesmas Jelambar II, Jakarta barat dan pengisian kuesioner yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan metode statistik
uji Chi Square pada SPSS 17 dengan derajat kemaknaan sebesar (α)= 0,05. Hasil : Hasil uji statistik
menggunakan uji chi-square pada tingkat kepercayaan 95%, maka didapatkan hubungan Kadar
Kolesterol total dengan Indeks Masa Tubuh dengan nilai p= 0.002; Hubungan Jenis Kelamin, Usia,
Pengetahuan, Pekerjaan, Aktivitas fisik, Perilaku, Pola makan, Sosial Ekonomi dengan Indeks Masa
Tubuh dengan nilai p=0,473; p=0.025; p=0.168; p=0.001; p=0.001; p=0.002; p=0.944; p=0.011. Ini
berarti bahwa nilai p > α (0,05). Pembahasan : Analisa uji bivariate menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara Indeks Masa Tubuh dengan kadar kolesterol, dengan p-value = 0,002

Kata kunci : Indeks Masa Tubuh, Kadar Kolesterol

* Co-Assisten Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Kristen
Krida Wacana, Jl. Arjuna Utara No. 6 Kebun Jeruk – Jakarta Utara

BODY MASS INDEX RELATIONSHIP WITH TOTAL CHOLESTEROL LEVELS AND FACTORS
IN COMMUNITY HEALTH CENTERS JELAMBAR II WEST JAKARTA 2015

5
*Jesicca Gabrielle,*Sandra Dewitha Que,*Yuliyati Magi Bora,*Roselina Nike Sairlela

Abstract

Background: Currently health problems have shifted from infectious diseases to degenerative
diseases. The cause is suspected due to changes in lifestyle, diet, environmental factors, lack of
physical activity and stress factors. Lifestyle less activity, too many foods containing fat and
cholesterol as well as a lack of fiber intake can lead to degenerative diseases. The National Health
Survey of 2001 shows the main cause of death of the Indonesian population are diseases of the
circulatory system, heart disease and blood vessels 26.3%. Research in America in 1997, using the
body mass index (BMI), 21-24% in the United States suffer from overweight and 15% obese.
Research in Russia 6% overweight and 10% obese, overweight in China 3.6% and 3.4% obese.
Increased cholesterol levels are a risk factor for heart disease and stroke have estimates of mortality
in the world about 2.6 million. The highest mortality rate of about 54% occurred in Europe, then
America 48%. Africa and Southeast Asia region showed 22.6% to 29.0% for Africa and Southeast
Asia. Urban population categorized BMI obesity at 29.2%, whereas in 16.7% of the rural population.
Objective: To determine the relationship between BMI with total cholesterol levels and the factors
that influence the health center visitors Jelambar II period 20 to 28 February 2015. Method: a
descriptive study with cross-sectional approach to determine the relationship between body mass
index and cholesterol levels other factors in patients who visited the health center II Jakarta
Jelambar west. The sampling technique by way of non-probability sampling that is by consecutive
sampling, the number of samples 104 visitors Jelambar II health center in West Jakarta. Source of
data obtained from the results of the primary data by measuring yourself using gauges cholesterol for
patients who visited the health center Jelambar II, West Jakarta and questionnaires that meet the
inclusion and exclusion criteria. The data were then analyzed using Chi Square test statistic method
in SPSS 17 with a significance level of (α) = 0.05. Results: The results of the statistical test using chi-
square test at 95% confidence level, then obtained a total Cholesterol Levels relationship with body
mass index with a value of p = 0.002; Relationships Gender, Age, Knowledge, Work, Physical
Activity, Behavior, Diet, Social Economy with body mass index with p = 0.473; p = 0.025; p = 0168;
p = 0.001; p = 0.001; p = 0.002; p = 0944; p = 0.011. This means that the value of p> α (0.05).
Discussion: Analysis of bivariate test showed that there is a relationship between body mass index
with cholesterol levels, with a p-value = 0.002

Keywords : Body Mass Index , Cholesterol Levels

* Science Program in Public Health Faculty of Medicine, University Christian Activities of Discourse,
Jl . Arjuna Utara No. 6 Kebun Jeruk - West Jakarta

6
Daftar Isi

Pengesahan .......................................................................................................... i
Kata Pengantar..................................................................................................... ii
Abstrak ….................................………………………………………………… iii
Abstract ………………………………………………………………………… iv
Daftar isi ……………………………………………………………….………. v
Bab I Pendahuluan …………………………………………………………….. 1
Latar Belakang .................................................................................................. 1
Rumusan Masalah ............................................................................................. 2
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 2
1.3.1 Tujuan Umum................................................................................ 2
1.3.2 Tujuan Khusus .............................................................................. 3
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................................... 4
1.4.1 Manfaat Bagi Institusi ................................................................... 4
1.4.2 Manfaat Bagi Peneliti ................................................................... 4
1.4.3 Manfaat Bagi Puskesmas .............................................................. 4
1.5 Sasaran penelitian ........................................................................................ 5

Bab II Tinjauan Pustaka .................................................................................... 5


2.1 Dislipidemia................................................................................................ 5
2.1.1Metabolisme Kolesterol...................................................... .... 5
2.1.2 Triad lipid ideal................................................................ .... 6
2.1.3 Fungsi kolesterol .............................................................. .... 7
2.1.4 Metabolisme Lipoprotein.................................................... .... 8
2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar kolesterol darah...... .... 10
2.1.6 Klasifikasi dislipidemia...................................................... .... 19
2.2. Indeks Massa Tubuh...................................................................... .... 21
2.3 Hubungan IMT dan Kolesterol........................................................ .... 24

Bab III Metodologi Penelitian ………………………………………………… 26


3.1 Desain penelitian ……………………………………………………….. 26
3.2 Tempat danWaktu Penelitian........................................................................ 26

7
3.3 Populasi ……………………………………………………….................... 26
3.4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi……………………………………………....... 26
3.4.1 kriteria inklusi …………………………………………................ 26
3.4.2 kriteria ekslusi…………………………………...........………...... 26
3.5 Besar Sampel …………………………………………………..................... 26
3.5.1 Besar Sampel...................................................................... ...... 26
3.5.2 Cara Pengambilan sampel.................................................... ...... 27
3.6 Identifikasi variabel......................................................................... ...... 27
3.7 Pengambilan data ............................................................................ ...... 27
3.8 Sumber data.................................................................................... ...... 28
3.9 Manajemen Data.............................................................................. ...... 28
3.10 Definisi Operasional....................................................................... ...... 29
3.11 Etika Penelitian.............................................................................. ...... 33

Bab IV Hasil Penelitian………………………………………………………... 34

Bab V Pembahasan…………………………………………………………….. 37

Bab VI Kesimpulan dan Saran ………………………………………………… 42

Lampiran 

Kuesioner 

Data SPSS 

8
BAB I
Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Saat ini masalah kesehatan telah bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit
degeneratif. Penyebabnya diduga akibat perubahan gaya hidup, pola makan, faktor
lingkungan, kurangnya aktivitas fisik dan faktor stres. Gaya hidup kurang aktivitas,
terlalu banyak mengonsumsi makanan mengandung lemak dan kolesterol serta kurangnya
asupan serat dapat memicu penyakit degeneratif. Penyakit degeneratif yang cukup banyak
memengaruhi angka kesakitan dan kematian adalah penyakit kardiovaskular.1 Survei
Kesehatan Nasional tahun 2001 menunjukkan sebab utama kematian penduduk Indonesia
adalah penyakit sistem sirkulasi yaitu penyakit jantung dan pembuluh darah sebesar
26,3%. Proporsi terbesar kematian akibat penyakit sirkulasi mulai terjadi pada usia 35
tahun.2 Prevalensi obesitas terus meningkat pada tahun-tahun terakhir. Penelitian di
Amerika pada tahun 1997, dengan menggunakan Indeks Masa Tubuh (IMT), di Amerika
21-24% menderita overweight dan 15% menderita obesitas. Penelitian di Rusia 6%
overweight dan 10% obesitas, di China overweight 3,6% dan obesitas 3,4%. 3 Berdasarkan
data Kementrian Kesehatan RI (2010) mengenai riset kesehatan dasar, status gizi nasional
penduduk dewasa di atas 18 tahun menunjukkan kategori kurus 12,6 %, dan obesitas
21,7%. IMT penduduk perkotaan yang dikategorikan obesitas sebesar 29,2%, sedangkan
pada penduduk pedesaan 16,7%, dengan persentase obesitas tertinggi terdapat di Sulawesi
Utara yaitu 37,1% dan yang terendah di Nusa Tenggara Timur 13,0%. 4 Rata-rata IMT
pada laki-laki dan perempuan masing-masing besarnya 24,8 ± 3,3 dan 26,7 ± 4,8 kg/m2. 5
Shah et al, melakukan penelitian pada kedua kelompok masyarakat (obesitas dan non
obesitas) di perkotaan Pakistan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar kolesterol
total tinggi > 200 mg/dL terdapat pada 37% masyarakat yang obesitas dan 29%
masyarakat yang non obesitas. Hal ini menunjukkan secara signifikan bahwa kadar
kolesterol total tinggi cenderung dialami oleh masyarakat yang obesitas.6
Hiperkolesterolemia adalah suatu kondisi di mana kadar kolesterol darah melebihi 250
mg/dl.7 Prevalensi hiperkolesterolemia di Indonesia rentang umur 25—65 tahun menurut
Survei Konsumsi Rumah Tangga (SKRT) 2004 adalah sebesar 1.5% dan prevalensi batas
tinggi (kadar kolesterol darah 200—249 mg/dl) adalah sebesar 11.2%. Kelompok batas
tinggi dapat menjadi hiperkolesterolemia apabila tidak menjaga pola hidup sehat dan

9
seimbang.8 Peningkatan kadar kolesterol yang merupakan resiko terhadap penyakit
jantung dan stroke mempunyai perkiraan angka kematian di dunia sekitar 2,6 juta. Angka
kematian tertinggi sekitar 54% terjadi di Eropa, kemudian Amerika 48%. Wilayah Afrika
dan Asia Tenggara menunjukkan 22,6% untuk Afrika dan 29,0% untuk Asia Tenggara. 9
Davison (2012) mengungkapkan bahwa kadar kolesterol dipengaruhi oleh asupan lemak,
karbohidrat, dan protein.10 Menurut Mahan dan Escott-Stump (2008) asupan serat, asupan
kolesterol dari pangan dan aktivitas fisik juga dapat memengaruhi kadar kolesterol
darah.11Alasan penelitian ini dilakukan di Puskesmas Jelambar II, Jakarta Barat karena
selain termasuk dalam wilayah kerja, juga karena belum diketahuinya hubungan antara
IMT dengan kadar kolesterol total dan faktor-faktor lainnya.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:

1.2.1. Gaya hidup kurang aktivitas, terlalu banyak mengonsumsi makanan mengandung
lemak dan kolesterol serta kurangnya asupan serat dapat memicu penyakit
degeneratif.

1.2.2. Survei Kesehatan Nasional tahun 2001 menunjukkan sebab utama kematian
penduduk Indonesia adalah penyakit sistem sirkulasi yaitu penyakit jantung dan
pembuluh darah sebesar 26,3%.

1.2.3. Prevalensi obesitas terus meningkat pada tahun-tahun terakhir. Penelitian di


Amerika pada tahun 1997, dengan menggunakan Indeks Masa Tubuh (IMT), di
Amerika 21-24% menderita overweight dan 15% menderita obesitas. Penelitian di
Rusia 6% overweight dan 10% obesitas, di China overweight 3,6% dan obesitas
3,4%.

1.2.4. Peningkatan kadar kolesterol yang merupakan resiko terhadap penyakit jantung
dan stroke mempunyai perkiraan angka kematian di dunia sekitar 2,6 juta. Angka
kematian tertinggi sekitar 54% terjadi di Eropa, kemudian Amerika 48%. Wilayah
Afrika dan Asia Tenggara menunjukkan 22,6% untuk Afrika dan 29,0% untuk Asia
Tenggara.

10
1.2.5. Berdasarkan data Kementrian Kesehatan RI (2010) mengenai riset kesehatan dasar,
status gizi nasional penduduk dewasa di atas 18 tahun menunjukkan kategori kurus
12,6 %, dan obesitas 21,7%

1.2.6. IMT penduduk perkotaan yang dikategorikan obesitas sebesar 29,2%, sedangkan
pada penduduk pedesaan 16,7%, dengan persentase obesitas tertinggi terdapat di
Sulawesi Utara yaitu 37,1% dan yang terendah di Nusa Tenggara Timur 13,0%.

1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara IMT dengan kadar kolesterol total dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya pada pengunjung puskesmas Jelambar II
Periode 20-27 Februari 2015.
1.3.2. Tujuan Khusus
1.3.2.1. Diketahuinya sebaran kadar kolesterol total pada pada pengunjung
puskesmas Jelambar II Periode 20-27 Februari 2015.
1.3.2.2. Diketahuinya sebaran Indeks Massa Tubuh pada pengunjung puskesmas
Jelambar II Periode 20-27 Februari 2015.
1.3.2.3. Diketahuinya sebaran usia, jenis kelamin, pekerjaan, pengetahuan, pola
makan dan aktivitas fisik pada pengunjung puskesmas Jelambar II Periode
20-27 Februari 2015.
1.3.2.4. Diketahuinya hubungan antara kadar kolesterol total, usia, jenis kelamin,
riwayat keluarga, pekerjaan, pengetahuan, sosial ekonomi, pola makan dan
aktifitas fisik dengan IMT pada pengunjung puskesmas Jelambar II Periode
20-27 Februari 2015.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat bagi Peneliti
1.4.1.1. Memperoleh pengalaman belajar dan pengetahuan dalam melakukan
penelitian.
1.4.1.1 Menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh dan
membandingkannya dengan keadaan sebenarnya dalam masyarakat.
1.4.1.2 Meningkatkan kemampuan komunikasi dengan masyarakat

11
1.4.1.3 Mengembangkan kemampuan untuk berpikir kritis
1.4.1.4 Lebih memahami hubungan antara Indeks Masa Tubuh (IMT) dengan
kadar kolesterol selama penelitian

1.4.2 Manfaat bagi perguruan tinggi


1.4.2.1 Mengamalkan Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam melaksanakan fungsi
atau tugas perguruan tinggi sebagai lembaga yang menyelenggarakan
pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.
1.4.2.2 Meningkatkan saling pengertian dan kerjasama antara mahasiswa dan staf
pengajar.

1.4.3 Manfaat bagi Masyarakat


1.4.3.1 meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hubungan kadar kolesterol
total, usia, jenis kelamin, riwayat keluarga, pekerjaan, pengetahuan, sosial
ekonomi, pola makan dan aktifitas fisik terhadap Indeks Massa Tubuh
(IMT).
1.4.3.2 sebagai sumber informasi bagi pengunjung puskesmas Jelambar II untuk
mengetahui tentang Indeks Massa Tubuh (IMT) sebagai indikator status
gizi seseorang dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

12
Bab II
Tinjauan Pustaka

2.1 Dislipidemia
Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai peningkatan atau
penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan
kadar kolesterol total, kolesterol low density lipoprotein (LDL) dan trigliserida serta
penurunan kadar kolestrol high density lipoprotein (HDL).12
Kolesterol adalah bagian dari lemak yang disebut lipid plasma. Bersama-sama
dengan trigliserid, fosfolipid dan asam lemak bebas, kolesterol merupakan unsur utama
dari lipid plasma.13 Menurut penelitian Mamat Supriyono ditemukan prevalens kadar
kolesterol > 200 mg/dl sebesar 56,3%.14

2.1.1Metabolisme Kolesterol
Hampir seluruh kolesterol dan fosfolipid akan diabsorpsi di saluran gastrointestinal
dan masuk ke dalam kilomikron yang dibentuk di dalam mukosa usus. Kilomikron
sebagian besar dibentuk oleh trigliserida dengan sebagian lain dibentuk oleh
fosfolipid(9%), kolesterol(3%), dan apoprotein B(1%) (Guyton dan Hall, 2007). Setelah
kilomikron mengeluarkan trigliseridanya di jaringan adiposa, kilomikron sisanya akan
menyerahkan kolesterol ke hati (Ganong, 2005). Kilomikron dan sisanya merupakan
suatu sistem transpor untuk lipid eksogen dari makanan. Juga ada sistem endogen yang
terdiri dari very low-density lipoprotein (VLDL), high-density lipoprotein (HDL), low-
densitylipoprotein(LDL), dan intermediate-density lipoprotein (IDL), yang mengangkut
trigliserida dan kolesterol ke seluruh tubuh. VLDL terbentuk di hati dan mengangkut
trigliserida yang terbentuk dari asam lemak dan karbohidrat di hati ke jaringan
ekstrahati.Setelah sebagian besar trigliserida dikeluarkan oleh kerja lipoprotein lipase,
VLDL ini menjadi IDL.IDL menyerahkan fosfolipid dan melalui kerja enzim plasma
lesitin-kolesterol asiltransferase, mengambil ester kolesteril yang terbentuk dari kolesterol
di HDL.Sebagian IDL diserap oleh hati.IDL sisanya kemudian melepaskan lebih banyak
trigliserida dan protein, kemungkinan di sinusoid hati, dan menjadi LDL.Selama
perubahan ini sistem endogen kehilangan APO E, tetapi APO B-100 tetap ada.LDL
menyediakan kolesterol bagi jaringan.Di hati dan kebanyakan jaringan ekstrahati, LDL
diambil melalui endositosis dengan perantara reseptor yang mengenali komponen APO-
100 dari LDL tersebut (Ganong, 2005).15
13
Kolesterol terdapat di dalam jaringan dan lipoprotein plasma, yang bisa dalam bentuk
kolesterol bebas atau gabungan dengan asam lemak rantai panjang sebagai ester
kolesteril.Unsur ini disintesis sepenuhnya dari asetil-KoA di banyak jaringan (Botram dan
Mayes, 2006).15
Biosintesis kolesterol diringkaskan dalam gambar dibawah :15

Gambar 1:Biosintesis kolesterol. Enam molekul asam mevalonat memadat membentuk


senyawa skualen yang kemudian dihiroksilasi dan diubah menjadi kolesterol.Panah putus-
putus menunjukkan penghambatan umpan-balik oleh kolesterol pada HMG-koA
reduktase, enzim yang mengatalisis pembentukan asam mevalonat (Ganong, 2005).13

Kolesterol yang berlebihan dalam tubuh akan diekskresikan dari hati melalui
hempedu setelah dikonversi menjadi asam hempedu. Pembentukan asam hempedu
diregulasi oleh rangkaian reaksi 7α-hidroksilase (Botram dan Mayes,2006).13

2.1.2 Triad lipid ideal


2.1.2.1 Kolesterol total dan kolesterol LDL
Kolesterol merupakan salah satu dari komponen lemak itu sendiri. Kehadiran lemak
sendiri dalam tubuh kita sesungguhnya memiliki fungsi sebagai zat gizi yang sangat
diperlukan oleh tubuh disamping zat gizi lainnya seperti karbohidrat, protein, vitamin
dan mineral yang mempunyai fungsi dalam tubuh yaitu untuk melapisi dinding sel
tubuh, membentuk asam empedu, membentuk hormon seksual, berperan dalam
pertumbuhan jaringan saraf dan otak. Kolesterol sebanyak 75% dibentuk di organ hati
sedangkan 25% diperoleh dari asupan makanan. Kenaikan kadar kolesterol di atas nilai
normal diantaranya disebabkan oleh berlebihnya asupan makanan yang berasal dari
lemak hewani, telur dan serta makanan-makanan yang dewasa ini disebut sebagai
junkfood LDL disebut juga β-lipoprotein yang mengandung 21% protein dan 78% lemak.

14
LDL dikatakan kolesterol jahat karena LDL berperan membawa kolesterol ke sel dan
jaringan tubuh, sehingga bila jumlahnya berlebihan, kolesterol dapat menumpuk dan
mengendap pada dinding pembuluh darah dan mengeras menjadi plak. Plak dibentuk
dari unsur lemak, kolesterol, kalsium, produk sisa sel dan materi-materi yang berperan
dalam proses pembekuan darah. Hal inilah yang kemudian dapat berkembang menjadi
menebal dan mengerasnya pembuluh darah yang dikenal dengan nama aterosklerosis.13
2.1.2.2 Trigliserida (TG)
Trigliserida adalah asam lemak dan merupakan jenis lemak yang paling banyak di
dalam darah. Kadar trigliserida yang tinggi dalam darah (hipertrigliseridemia) juga
dikaitkan dengan terjadinya penyakit jantung koroner. Tingginya trigliserida sering
disertai dengan keadaan kadar HDL rendah. Sementara yang lebih mengerikannya lagi,
ditemukan pula pada kadar trigliserida diatas 500 mg/dl dapat menyebabkan peradangan
pada pankreas. Kadar trigliserida dalam darah banyak dipengaruhi oleh kandungan
karbohidrat makanan dan kegemukan.13
2.1.2.3 Kolesterol HDL
HDL disebut juga α-lipoprotein mengandung 30% protein dan 48% lemak. HDL
dikatakan kolesterol baik karena berperan membawa kelebihan kolesterol di jaringan
kembali ke hati untuk diedarkan kembali atau dikeluarkan dari tubuh. HDL ini mencegah
terjadinya penumpukkan kolesterol di jaringan, terutama di pembuluh darah. Kadar HDL
menurun biasanya terlihat pada pria, obesitas, diabetes melitus, hipertrigliseridemia, dan
lipoproteinemia sedangkan peningkatan HDL terjadi pada wanita, penurunan berat badan,
olahraga teratur, dan berhenti merokok.13
Fungsi HDL antara lain:13
1. Meningkatkan sintesis reseptor LDL
2. Diduga sebagai sumber bahan pembentukan prostasiklin yang bersifat anti trombosis
3. Sebagai sumber apoprotein untuk metabolisme VLDL remnant dan kilomikron
remnant

2.1.3 Fungsi kolesterol


Fungsi kolesterol adalah untuk mensintesis (membuat) membran sel, mengubah
fluiditas sel dan mensintesis hormon steroid dan asam empedu. Sedangkan trigliserida
adalah sumber energi utama dalam tubuh manusia.13 Walaupun kolesterol penting dan
diperlukan tubuh kita, kadar kolesterol yang tinggi tentu saja tidak baik. Kadar kolesterol
yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan dinding sel pembuluh darah dan meningkatkan
15
risiko seseorang terkena penyakit antara lain jantung, stroke tekanan darah tinggi dan
obesitas.

2.1.4Metabolisme Lipoprotein
Zat-zat diatas (lipid plasma) tidak bisa larut dalam cairan plasma, yang artinya jika
ada zat lain zat-zat tersebut tidak bisa sampai pada tempat kerjanya sel-sel tubh. Agar
bisa larut, zat-zat ini dimodifikasi menjadi lipoprotein (bergabung dengan protein) yang
bersifat larut dalam air. Lipoprotein mempunyai pekerjaan mengangkut lipid (dari
tempat sintesinya) menuju tempat penggunaannya.13 Metabolisme lipoprotein dapat
melalui 3 jalur antara lain:
2.1.4.1 Jalur metabolisme eksogen
Peningkatan asupan karbohidrat akan meningkatkan kadar kolesterol total, keadaan
ini disebabkan karena hasil pemecahan karbohidrat, yaitu glukosa mengalami glikolisis
menjadi piruvat yang selanjutnya mengalami dekarboksilasi fosforilasi menjadi asetil-
KoA untuk menghasilkan energi. Bila asupan karbohidrat berlebihan, maka pembentukan
asetil-KoA meningkat yang dapat menyebabkan peningkatan pembentukan kolesterol
melalui lintasan yang kompleks. Brown dkk menyatakan bahwa setiap 10% peningkatan
asupan karbohidrat akan menurunkan 2,9 mg/dl kadar kolesterol-HDL, dan peningkatan
kadar kolesterol total berkaitan dengan tingginya asupan protein, lemak jenuh, dan
kolesterol.13
Peningkatan asupan lemak juga akan meningkatkankadar kolesterol total, hal ini
disebabkan karena lemak makanan yang sebagian besar dalam bentuk trigliserida
mengalami hidrolisis menjadi digliserida, monogliserida dan asam lemak bebas. Asam
lemak bebas ini selanjutnya mengalami â-oksidasi menjadi asetil-KoA untuk
menghasilkan energi. Bila asupan lemak berlebihan, maka pembentukan asetil-KoA juga
meningkat, yang selanjutnya melalui lintasan yang kompleks menjadi kolesterol.Hal
tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Waspadji S bahwa lemak makanan
merupakan komponen makanan yang berpengaruh paling besar terhadap pengaturan
metabolisme kolesterol, sehingga asupan lemak yang berlebihan dapat meningkatkan
kadar kolesterol.13
Untuk asupan lemak jenuh, peningkatan 1 gram akan meningkatkan kadar kolesterol
total 0,156 mg/dl. Asupan lemak jenuh paling besar menyebabkan perubahan kadar
trigliserida, yaitu setiap peningkatan 1 gram/hari asupan lemak jenuh akan meningkatkan
kadar trigliserida sebesar 0,128 mg/dl. Namun asupan lemak yang mempunyai
16
kontribusi terbesar terhadap perubahan kadar trigliserida total. Pada
penelitian Waspadji S. tersebut ditemukanMakanan yang mengandung lemak
terdiri atas trigliserida dan kolesterol. Selain dari makanan, dalam usus juga terdapat
kolesterol dari hati yang diekskresi bersama empedu ke usus halus. Baik lemak dari
makanan maupun dari hati disebut lemak eksogen. Di dalam enterosit mukosa usus
halus, trigliserida akan diserap sebagai asam lemak bebas sedangkan kolesterol sebagai
kolesterol. Kemudian di dalam usus halus asam lemak bebas akan diubah menjadi
trigliserida sedangkan kolesterol akan mengalami esterifikasi menjadi kolesterol ester.
Dimana keduanya akan membentuk lipoprotein yang dikenal dengan kilomikron bersama
dengan fosfolipid dan apolipoprotein.13
Selain dari makanan, dalam usus juga terdapat kolesterol dari hati yang diekskresi
bersama empedu ke usus halus. Baik lemak dari makanan maupun dari hati disebut
lemak eksogen. Di dalam enterosit mukosa usus halus, trigliserida akan diserap sebagai
asam lemak bebas sedangkan kolesterol sebagai kolesterol. Kemudian di dalam usus
halus asam lemak bebas akan diubah menjadi trigliserida sedangkan kolesterol akan
mengalami esterifikasi menjadi kolesterol ester. Dimana keduanya akan membentuk
lipoprotein yang dikenal dengan kilomikron bersama dengan fosfolipid dan
apolipoprotein.13
Kilomikron ini akan masuk ke saluran limfe yang akhirnya masuk ke dalam aliran
darah melalui duktus torasikus. Trigliserida dalam kilomikron akan mengalami hidrolisis
oleh enzim lipoprotein lipase menjadi asam lemak bebas yang dapat disimpan sebagai
trigliserida kembali di jaringan lemak (adiposa), tetapi bila berlebih sebagian akan
diambil oleh hati sebagai bahan untuk membentuk trigliserida hati. Kilomikron yang
sudah kehilangan sebagian besar akan menjadi kilomikron remnant mengandung
kolesterol ester yang akan dibawa ke hati.13
2.1.4.2 Jalur metabolisme endogen
Trigliserida dan kolesterol di hati akan disekresi ke dalam sirkulasi sebagai
lipoprotein VLDL. Dalam sirkulasi, VLDL akan mengalami hidrolisis oleh enzim
lipoprotein lipase dan akan berubah menjadi IDL yang juga akan mengalami hidrolisis
menjadi LDL. LDL adalah lipoprotein yang paling banyak mengandung kolesterol.
Sebagian LDL akan dibawa ke hati, kelenjar adrenal, testis, dan ovarium yang
mempunyai reseptor untuk kolesterol LDL. Sebagian lagi akan mengalami oksidasi yang
akan menjadi sel busa. Makin banyak kolesterol LDL dalam plasma oksidasi makin

17
banyak dan ditangkap oleh sel makrofag.13 Beberapa hal yang dapat mempengaruhi
tingkat oksidasi:13
a. Meningkatnya jumlah small dense LDL seperti pada sindroma metabolik dan
diabetes melitus
b. Makin tinggi kadar kolesterol HDL yang bersifat protektif terhadap oksidasi LDL
2.1.4.3Jalur reverse cholesterol transport
HDL dilepaskan sebagai partikel kecil miskin kolesterol mengandung
apolipoprotein A,C dan E disebut HDL nascent. HDL nascent yang berasal dari usus
halus dan hati mengandung apolipoprotein A1. HDL nascent mengambil kolesterol
bebas yang tersimpan di makrofag. Setelah mengambil kolesterol bebas, kolesterol
tersebut akan diesterifikasi menjadi kolesterol ester oleh enzim lecithin cholesterol
acyltransferase. Selanjutnya sebagian kolesterol ester tersebut dibawa oleh HDL akan
mengambil 2 jalur. Jalur pertama akan ke hati sedangkan jalur kedua kolesterol ester
dalam HDL akan dipertukarkan dengan trigliserida dari VLDL dan IDL dengan
bantuan cholesterol ester transfer protein untuk dibawa kembali ke hati.13

2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar kolesterol darah


2.1.5.1 Tidak dapat dimodifikasi:
a. Faktor usia dan faktor jenis kelamin
Semakin tua usia seseorang maka fungsi organ tubuh semakin menurun, begitu
juga dengan penurunan aktivitas reseptor LDL sehingga bercak perlemakan dalam
tubuh semakin meningkat dan menyebabkan kadar kolesterol total lebih tinggi,
sedangkan kadar kolesterol HDL relatif tidak berubah.13
Hiperkolesterolemia adalah suatu kondisi di mana kadar kolesterol darah
melebihi 250 mg/dl (Mahan & Escott-Stump 2008). Prevalensi hiperkolesterolemia
di Indonesia rentang umur 25—65 tahun menurut Survei Konsumsi Rumah Tangga
(SKRT) 2004 adalah sebesar 1.5% dan prevalensi batas tinggi (kadar kolesterol darah
200— 249 mg/dl) adalah sebesar 11.2%. Kelompok batas tinggi dapat menjadi
hiperkolesterolemia apabila tidak menjaga pola hidup sehat dan seimbang.
Klasifikasi usia menurut DEPKES RI membagi usia 25-35 tahun dewasa awal, 36-45
tahun dewasa akhir, 45-55 tahun masa lansia awal, 55-65 tahun masa lansia akhir.13
Distribusi lemak tubuh berbeda berdasarkan jenis kelamin. Risiko terjadinya
dislipidemia pada pria lebih besar daripada wanita. Hal tersebut karena pada wanita
produktif terdapat efek perlindungan terhadap aterosklerosis dari hormon reproduksi
18
yaitu estrogen sedangkan pada pria lebih banyak menderita aterosklerosis karena
hormon testosteron mempercepat timbulnya aterosklerosis. Akan tetapi pada wanita
menopause mempunyai resiko lebih besar daripada wanita pre-menopause.13

b. Riwayat keluarga dengan dislipidemia (genetik)


Faktor genetik merupakan salah 1 pencetus terjadinya dislipidemia primer. Faktor
genetik obesitas dipercaya berperan menyebabkan kelainan satu atau lebih jaras yang
mengatur pusat makan dan pengeluaran energi dan penyimpanan lemak. Kelainan
penyimpanan yang terjadi menyebabkan peningkatan profil lipid di dalam darah,
salah satunya adalah kolesterol. Hiperkolesterolemia familial merupakan kondisi
bawaan yang ditandai dengan lebih tinggi dari tingkat normal kolesterol darah LDL.
Hiperkolesterolemia familial menyebabkan hingga 10 persen dari penyakit onset dini
arteri koroner – penyakit jantung yang terjadi sebelum usia 55 tahun. Penyebabnya
adalahmutasipada gen. Nama lain untuk hiperkolesterolemia familial termasuk
hiperlipidemia familial, xanthomatosis hiperkolesterol dan lipoprotein kepadatan
rendah mutasi reseptor.13

Genetika hiperkolesterolemia familial


Kolesterol dikirim ke sel-sel melalui aliran darah. Biasanya, partikel-partikel kecil
dari kolesterol LDL melekat pada ‘reseptor’ lokasi pada sel sasaran dan kemudian
diserap. Sebuah gen pada kromosom 19, yang disebut gen LDLR, mengontrol
produksi reseptor ini. Hiperkolesterolemia familial disebabkan oleh mutasi gen LDLR
yang mengubah cara reseptor berkembang, baik dalam jumlah atau struktur. Ini berarti
bahwa kolesterol LDL tidak baik diserap ke dalam sel, dan tetap beredar dalam darah.
Kolesterol darah tinggi merupakan faktor risiko penyakit arteri koroner, karena
menempel pada dinding arteri, menghasilkan plak lemak dan mempersempit diameter
arteri (aterosklerosis).13

Pola warisan untuk hiperkolesterolemia familial


Hiperkolesterolemia familial adalah gangguan dominan autosomal. Dalam sebagian
besar kasus, gen yang diwariskan dari satu orang tua; sangat jarang, itu diwariskan
dari keduanya.13
 Salah satu orang tua

19
Jika salah satu orangtua memiliki satu gen yang bermutasi dan satu gen normal
pada pasangan, masing-masing anak orang tua ini memiliki kesempatan 50
persen mewarisi gen bermutasi. Risiko mengembangkan penyakit arteri koroner
dini tergantung pada jenis kelamin anak:
Sekitar 50 persen laki-laki yang mewarisi mutasi genetik dari orang tua ini akan
mengembangkan penyakit arteri koroner sebelum usia 50 tahun.
Semua anak laki-laki yang terkena orang tua ini akan mengembangkan penyakit
jantung pada usia 70 tahun.
Sekitar 85 persen anak-anak laki-laki yang terkena dampak dari orang tua ini
akan memiliki serangan jantung sebelum usia 60 tahun.
Sekitar 12 persen perempuan yang mewarisi mutasi genetik dari orang tua ini
akan mengembangkan penyakit arteri koroner sebelum usia 50 tahun, dan 74
persen pada usia 70 tahun.13
 Dua orang tua
Jika kedua orang tua membawa gen bermutasi, setiap anak memiliki kesempatan
25 persen mewarisi kedua gen yang mengandung mutasi. Dalam hal ini, anak
akan mengembangkan bentuk parah dari penyakit arteri koroner sangat awal
dalam hidup, mungkin saat masih kanak-kanak. Bentuk hiperkolesterolemia
familial resisten terhadap pengobatan. Meskipun intervensi medis, risiko
serangan jantung tetap tinggi. Gejalanya bisa berupa bercak kumpulan kelebihan
kolesterol di kulit, terutama di siku, lutut dan pantat.13
Faktor genetik dapat mempengaruhi berat badan seseorang. Diperkirakan lebih
dari 40 % variasi IMT dijelaskan oleh faktor genetik. IMT sangat berhubungan
erat dengan generasi pertama keluarga. Penelitian menunjukkan bahwa orangtua
obeasitas menghasilkan proporsi tertinggi anak-anak obesitas.13

2.1.5.2 Dapat dimodifikasi:


a. Obesitas
Obesitas merupakan masalah yang sering ditemukan di seluruh dunia. Obesitas
tidak sama dengan overweight. Menurut WHO 2000, obesitas adalah keseimbangan
energi positif yang tidak diinginkan dan bertambahnya berat badan. Sedangkan
overweight adalah kelebihan berat badan dibandingkan berat badan ideal yang dapat
disebabkan oleh penimbunan jaringan lemak atau non lemak.13

20
Obesitas berhubungan erat dengan distribusi lemak tubuh. Tipe obesitas menurut pola
distribusi lemak tubuh dapat dibedakan menjadi :
a) Obesitas tubuh bagian atas
Obesitas pada tipe ini sering didapatkan pada pria dan lebih dikenal “android
obesity” atau apple shape.Obesitas ini didominasi oleh penimbunan lemak di daerah
trunkal terutama trunkal subkutaneus yaitu intraperitoneal (abdominal) dan
retroperitoneal. Resiko kesehatan pada tipe ini lebih tinggi karena sel-sel lemak di
sekitar perut lebih siap melepaskan lemaknya ke dalam pembuluh darah.Lemak yang
menumpuk adalah lemak jenuh.13
b) Obesitas tubuh bagian bawah
Obesitas pada tipe ini sering didapatkan pada wanita yang sering disebut “gynoid
obesity” atau bentuk peer. Obesitas ini merupakan keadaan tingginya penimbunan
lemak pada regio gluteofemoral dan sangat berhubungan erat dengan gangguan
menstruasi pada wanita.Jenis timbunan lemaknya adalah lemak tidak jenuh.13 Obesitas
berkaitan dengan peningkatan konsentrasi lipid dan lipoprotein dalam darah. Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa dibandingkan dengan mereka yang berat badannya
normal, seseorang yang memiliki kadar kolesterol total, LDL dan trigliserida tinggi
cenderung mengalami peningkatan berat badan di atas normal (Grundy, 1998). 12 Shah et
al (2008) melakukan penelitian pada kedua kelompok masyarakat (obesitas dan non
obesitas) di perkotaan Pakistan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar kolesterol
total tinggi > 200 mg/dL terdapat pada 37% masyarakat yang obesitas dan 29%
masyarakat yang non obesitas. Hal ini menunjukkan secara signifikan bahwa kadar
kolesterol total tinggi cenderung dialami oleh masyarakat yang obesitas.6
Pada orang obesitas menunjukkan output VLDL trigliserida yang tinggi dan kadar
trigliserida plasma yang lebih tinggi. Trigliserida yang berlebihan dalam sirkulasi juga
mempengaruhi lipoprotein lain. Bila trigliserida LDL dan HDL mengalami lipolisis
akan mengalami lipolisis, akan menjadi small dense LDL dan HDL, abnormalitas ini
secara tipikal ditandai dengan kadar HDL kolesterol yang rendah.13

b. Asupan makan
Asupan makan adalah banyaknya makanan yang dikonsumsi seseorang. Asupan
tinggi kolesterol dapat menyebabkan peningkatan kadar kolesterol total dan LDL
sehingga mempunyai resiko terjadinya dislipidemia.Menurut penelitian Mamat
Supriyanto ditemukan prevalensdengan diit tidak sehat sebesar 55,0%.13

21
Ada 3 hal yang mempengaruhi asupan makan yaitu kebiasaan makan,
pengetahuan gizi dan ketersediaan makanan dalam keluarga.Kebiasaan makanan
disini biasa didefinisikan untuk menggambarkan kebiasaan dan perilaku yang
berhubungan dengan makan dan makanan seperti tata krama, pola makan yang
dimakan, frekuensi makan, kepercayaan yang dimakan misalnya pantangan, distribusi
makanan diantara anggota keluarga, penerimaan terhadap makanan (suka atau tidak
suka), dan pemilihan bahan makanan yang hendak dimakan.13
Frekuensi makan dan porsi makan yang kurang berhubungan dengan diet. Tujuan
dari diet untuk mencegah penyakit kronis jangka panjang dan ditargetkan pada tingkat
perorangan. Pemilihan bahan makanan mempunyai makna kekuatan kemauan orang
untuk mengendalikan makanan yang dikonsumsinya. Pemilihan tersebut bisa dari
tekanan teman sebaya dan bujukan, rayuan, ancaman yang dilakukan orang tua pada
anak mereka agar mau mengkonsumsi makanan tertentu.13
Pengetahuan gizi untuk menggunakan pangan dengan baik dipengaruhi oleh
pendidikannya. Dengan berbekal pendidikan yang cukup, seseorang akan lebih
banyak memperoleh informasi dalam menentukan pola makan bagi dirinya maupun
keluarganya. Pengetahuan tidak hanya diperoleh melalui pendidikan formal, namun
juga pengalaman diri sendiri, media massa atau dari pengalaman orang lain. Semakin
tinggi tingkat pengetahuan akan mempengaruhi kuantitas dan kualitas zat gizi yang
dikonsumsi.13
Ketersediaan pangan yang semakin baik memungkinkan terpenuhinya seluruh
kebutuhan zat gizi yang dipengaruhi oleh pemberdayaan keluarga dan pemanfaatan
sumber daya masyarakat. Sedangkan kedua hal tersebut sangat dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan dan kemiskinan.13
Beberapa penyebab yang dapat menjadikan seseorang makan melebihi kebutuhan
adalah:
1. Makan berlebih
Kebiasaan buruk yaitu tidak bisa mengendalikan nafsu makan yang dikakukan di
rumah, restoran, saat pesta dan pada pertemuan-pertemuan. Apabila sudah merasa
kenyang, jangan sekali-kali menambah porsi makanan walaupun makanan yang
tersedia sangat lezat. Begitu juga saat terjadi stress (rasa takut, cemas) beberapa
orang yang menghadapinya akan mengalihkan perhatiannya pada makanan.5
2. Kebiasaan mengemil makanan ringan

22
Mengemil adalah kebiasaan makan yang dilakukan di luar waktu makan, dan
makanan yang dikonsumsi berupa makanan kecil yang rasanya gurih, manis dan
biasanya digoreng karena jenis makanan ini termasuk tinggi kalori. Namun jika
rasa lapar sulit untuk ditahan makanlah makanan yang rendah kalori dan tinggi
serat seperti sayuran dan buah-buahan.13
3. Salah memilih dan mengolah makanan
Faktor ini disebabkan karena ketidaktahuan. Makanan cepat saji, makanan goreng-
gorengan, makanan bersantan merupakan makanan lemak yang mengandung ikatan
jenuh sehingga sulit untuk dipecah menjadi bahan bakar. Oleh karena itu,
sebaiknya biasakan memasak dengan cara merebus, mengukus, memanggang dan
mengetim.13
Jadi, prinsip modifikasi jenis makanan yaitu “Skip” (menghindari makanan
berlemak dan manis), “Trim” (membuang lemak pada daging), “Pick” (memilih
blender sayuran dibandingkan jus buah manis), dan “Nick” (mengurangi jumlah
makanan berisiko).13

c. Pengetahuan
Adanya pengetahuan gizi yang baik merupakan faktor yang sangat penting dalam
menentukan sikap dan perilaku seseorang terhadap makanan. Selain itu, pengetahuan
gizi mempunyai peranan penting untuk dapat membuat manusia hidup sejahtera dan
berkualitas. Semakin banyak pengetahuan gizinya semakin diperhitungkan jenis dan
kualitas makanan yang dipilih dikonsumsinya. Faktor – faktor yang mempengaruhi
pengetahuan itu diantaranya adalah umur, pendidikan, pekerjaan dan sumber
informasi.Tidak dapat dipungkiri bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang,
semakin mudah mereka menerima informasi. Pada akhirnya, semakin banyak
pengetahuan yang dimilikinya. Pengetahuan gizi subjek meliputi rekomendasi
makanan menurut ahli gizi, sumber-sumber zat gizi, pemilihan makanan sehari dan
hubungan diet dan penyakit.Hasil penelitian tentang pencegahan peningkatan
kolesterol, mayoritas respondennya mempunyai pengetahuan baik, ini dikarenakan
responden mengetahui cara mencegah kolesterol yaitu merubah gaya hidup dengan
rutin berolahraga dan mengendalikan berat badan. Menurut penelitian Mamat
Supriyanto ditemukan prevalens dengan pengetahuan baik sebesar 85,0%.Menurut
WHO (2006) media yang meliputi radio, televisi, surat kabar, majalah dan jenis
barang cetakan lainnya merupakan sumber utama informasi tentang masalah yang
23
menjadi topik berita dan memberikan pengaruh yang luar biasa dalam membentuk
opini masyarakat. Media massa juga dapat memainkan peranan yang penting dalam
menggugah kesadaran masyarakat tentang masalah gizi terutama dalam kaitannya
dengan peningkatan koleterol yang dapat mempengaruhi status gizi seseorang.13

d. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik disini meliputi aktivitas sehari-hari, kebiasaan, hobi, maupun
latihan jasmani dan olahraga. Aktivitas fisik tersebut diperlukan untuk membakar
energi dari dalam tubuh.13 Aktivitas (kegiatan) fisik biasanya dibagi menjadi tiga
golongan, yaitu
1.Ringan: 75% waktu untuk duduk atau berdiri, 25% waktu untuk berdiri sambil
bergerak.
2. Sedang: 40% waktu untuk duduk atau berdiri, 60% waktu untuk melakukan
3. Berat: pekerjaan khusus. 25% waktu untuk duduk dan berdiri, 75% waktu untuk
melakukan pekerjaan khusus.
Jika asupan energi tidak diimbangi dengan aktivitas fisik yang sesuai maka
secara kontinyu akan meningkat. Aktifitas fisik penting yaitu menjaga kondisi tubuh
tetap sehat, meningkatkan kelenturan otot serta menguatkan dan memperpanjang daya
tahan otot. Padahal cara yang paling mudah pengeluaran energi adalah latihan fisik
atau gerak badan. Beberapa hal yang mempengaruhi berkurangnya aktivitas fisik
antara lain adanya berbagai fasilitas yang memberikan berbagai kemudahan dan
kemajuan teknologi di berbagai bidang kehidupan yang mendorong masyarakat untuk
tidak memerlukan kerja fisik yang berat.13
Olahraga yang teratur dapat menyebabkan kadar kolesterol total, kolesterol LDL
dan trigliserida menurun dalam darah sedangkan kolesterol HDL meningkat secara
bermakna. Dengan berolahraga memecahkan timbunan trigliserida di dalam sel lemak
dan melepaskan asam lemak dan gliserol ke dalam aliran darah.13

d. Pekerjaan
Perkerjaan dalam hal ini berkaitan dengan aktivitas sebagai kegiatan aktif yang
dilakukan manusia.Pekerjaan yang dilakukan sebagai aktivitas fisikyang adekuat dan
teratur dapat meningkatkan massa otot dan mengurangi massa lemak tubuh,
sedangkan aktivitas fisik yang tidak adekuat dapat menyebabkan pengurangan massa
otot dan peningkatan adipositas. Oleh karena itu pada orang obese, peningkatan

24
aktivitas fisik dipercaya dapat meningkatkan pengeluaran energi melebihi asupan
makanan, yang berimbas penurunan berat badan (Guyton, 2007).13
Tabel 1. Jenis pekerjaan
Jenis pekerjaan
menyetir, pekerjaan laboratorium, mengetik, merajut, menyetrika,
Sangat ringan memasak, memainkan alat musik
ketrampilan listrik, pekerjaan kayu, bekerja di restoran, membersihkan
Ringan rumah, bermain golf, berlayar, bermain tenis meja
Mencangkul , membawa beban, bersepeda, bermain ski, bermain tenis,
Sedang menari
menebang pohon , membuat galian secara manual, mendaki gunung,
Berat bermain basket, bermain sepak bola
e. Sosial Ekonomi
Status ekonomi merupakan faktor tidak langsung yang memengaruhistatus gizi
seseorang. Status ekonomi berhubungan dengan pemastian seseorang berkemampuan
membeli dan memilih makanan yang bernilai gizi tinggi. Faktorekonomi juga
merupakan salah satu faktor yang sangat memengaruhi pola makan.13
Menurut penelitian Mamat Supriyono ditemukan prevalens dengan dengan keadaan
social ekonomi cukup jumlahnya 75,0%.14

Tabel 2. Menurut SES (Socio Economi Status) Indonesia Tahun 2014

Tipe Penghasilan Pendapatan /bulan


Penghasilan Tipe Kelas bawah <3.000.000
Penghasilan Tipe Kelas Menengah 3.000.000 – 5.000.000
Penghasilan Tipe Kelas Atas >5.000.000

f. Hipotiroid
Pada pasien hipotiroid, meskipun aktivitas berkurang dari HMG-CoA reduktase,
sering kali ada peningkatan konsentrasi serum kolesterol total, terutama karena
peningkatan kolesterol LDL serum dan lipoprotein densitas sedang (IDL) kolesterol.
Aktivitas penurunan LDL-reseptor yang mengakibatkan penurunan reseptor-mediated
katabolisme LDL dan IDL adalah penyebab utama dari hiperkolesterolemia diamati
pada hipotiroidisme.13

25
Hipertrigliseridemia terkait dengan peningkatan kadar VLDL dan chylomicronemia
yang disebabkan oleh penurunan aktivitas dari LPL.13 Pasien hipotiroid biasanya
menunjukkan peningkatan kadarhigh density lipoprotein (HDL) kolesterol. Penurunan
aktivitas hasil CETP dalam transfer mengurangi ester kolesterol dari HDL VLDL.13

g. Sindroma nefrotik
Sindrom nefrotik biasanya terkait dengan hiperkolesterolemia dan
hipertrigliseridemia. Ditandai terutama oleh total serum tinggi dan low-density
lipoprotein (LDL) kolesterol. Peningkatan produksi lipoprotein hati, yang disebabkan
oleh sebagian oleh penurunan tekanan onkotik plasma adalah kelainan utama.13

h. Gagal ginjal kronik


Kelainan pada metabolisme lemak terjadi pada pasien dengan semua tahap penyakit
ginjal kronis. Pada dislipidemia paling umum gagal ginjal kronis dan dialisis adalah
hipertrigliseridemia, sedangkan konsentrasi total kolesterol bisa normal atau rendah,
mungkin karena sebagian kekurangan gizi.13

i. Penyakit hati obstruktif


Hati memainkan peran penting dalam metabolisme lipid. Ini memberikan
kontribusi baik dalam siklus eksogen dan endogen metabolisme lemak dan
transportasi lipid melalui plasma. Sintesis apolipoprotein banyak terjadi di hati.
Apolipoprotein diperlukan untuk perakitan dan struktur lipoprotein. Lipoprotein
memainkan peran penting dalam penyerapan makanan, asam lemak rantai panjang
kolesterol lemak dan vitamin larut lemak.Pengangkutan trigliserida, vitamin larut
lemak dan kolesterol dari hati ke jaringan perifer dan transportasi kolesterol dari
jaringan perifer ke hati adalah dengan lipoprotein. Apolipoproteins mengaktifkan
enzim penting dalam metabolisme lipoprotein dan untuk memediasi pengikatan
lipoprotein ke reseptor permukaan sel.13
Hati adalah situs utama dari pembentukan dan pembersihan lipoprotein. Ini
menunjukkan hati yang terlibat dalam banyak langkah metabolisme lipid dan
transportasi lipid. Dengan demikian pada penyakit hati metabolisme lipid parah
sangat terganggu. Hal ini dipengaruhi dalam berbagai cara.Dislipidemia terlihat pada
penyakit hati obstruktif berbeda dari sebagian besar penyebab lain dari dislipidemia

26
sekunder karena lipoprotein beredar tidak hanya hadir dalam jumlah abnormal tetapi
juga mereka sering memiliki komposisi yang abnormal.13

j. Alkohol
Alkohol mempunyai beberapa efek pada tingkat lipid, termasuk meningkatkan
trigliserida serum dan kadar kolesterol HDL. Efeknya terhadap kolesterol LDL
tampaknya menjadi minimal. Karena alkohol yang berlebihan menyebabkan efek yang
merugikan banyak, termasuk toksisitas hati, kardiomiopati, kecelakaan kendaraan
bermotor dan konsekuensi psikososial yang luas, tidak dianjurkan untuk pencegahan
penyakit jantung koroner.23 Konsumsi alkohol dalam 12-24 jam dapat terlihat pada
peningkatan Gama Glutamil Transferase (GGT).13

k. Diabetes melitus
Diabetes melitus adalah suatu sindroma penyakit metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemia. Penderita DM-2 biasanya mengalami dislipidemia kecuali bila dibawah
kontrol glukosa yang baik.5 Tingginya kadar glukosa dan resistensi insulin mempunyai
efek multipel pada metabolisme lemak antara lain:13
1. Penurunan aktivitas lipoprotein lipase (LPL) berakibat menurunnya katabolisme
kilomikron dan very low density lipoprotein (VLDL)
2. Peningkatan pengeluaran asam lemak bebas dari jaringan adiposa
3. Peningkatan sintesis asam lemak di hepar
Penderita DM-2 mempunyai beberapa abnormalitas lipid, meliputi peningkatan
trigliserida plasma karena peningkatan VLDL dan lipoprotein remnant,
peningkatan low density lipoprotein (LDL) dan penurunan high density lipoprotein
(HDL) kolesterol. Maka dianjurkan mengurangi konsumsi bahan makanan sumber
lemak dan lebih banyak mengkonsumsi makanan tinggi serat.

l. Hipertensi
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan
diastolik lebih dari 90 mmHg. Tekanan darah sistolik dan diastolik mempunyai
kategori untuk mengklasifikasikan tekanan darah individi.13
Secara ideal pengontrolan profil lipid harus mengusahakan agar tercapai nilai triad
lipid ideal.13

27
2.1.6 Klasifikasi dislipidemia:
2.1.6.1 Klasifikasi fenotip
Tabel 3. Kadar lipid serum normal menurut NCEP (National Cholesterol Education
Program) ATP III (Adult Treatment Panel III) (2000); (dalam mg/dl)
Kolesterol Total
<200 Optimal
200-239 Diinginkan
>240 Tinggi
Kolesterol LDL
<100 Optimal
100-129 Mendekati optimal
130-159 Diinginkan
160-189 Tinggi
>190 SangatTinggi
Kolesterol HDL
<40 Rendah
>60 Tinggi
Trigliserida
<150 Optimal
150-199 Diinginkan
200-499 Tinggi
>500 SangatTinggi

Tabel 4. ATP III (Clinical Identification of the Metabolic)


Risk factor Defining level
Triglycerides ≥150 mg/dl
HDL Cholesterol
Men <40 mg/dl
Women <50 mg/dl

2.1.6.2 Klasifikasi patogenik


a. Dislipidemia primer
Tabel 5. Gangguan primer lipoprotein plasma
Familial Normal
Defisiensi alfa-lipoprotein familial HDL yang rendah atau hampir tidak ada
Hiperlipoproteinemia Hipertriasigliserolemia karena defisiensi atau
Defisiensi lipoprotein lipase familial (tipe1)
produksi LPL yang abnormal
Hiperkolesterolemia familial (tipe 2) Tipe Iia: cacat pada reseptor LD untuk meningkat
hiperkolesterolemia lipase familial (tipe 3) Hiperkolesterolemia karena peningkatan
kilomikron dan sisa VLDL < 1,019
Hipertriasigliserolemia familial (tipe 4) Kelebihan produksi VLDL sering disertai dengan
intoleransi glukosa dan hiperinsulinemia

28
Hiperproteinemia familial (tipe 5) Kenaikan kilomikron dan VLDL
Hiperalfalipoproteinemia familial Peningkatan konsentrasi HDL

Dislipidemia primer berkaitan dengan gen yang mengatur enzim dan apoprotein yang
terlibat dalam metabolisme lipoprotein maupun reseptornya. Biasanya kelainan ini
disebabkan kelainan genetik.13

d. Dislipidemia sekunder
Tabel 6. Klasifikasi dislipidemia sekunder
Hiperkolesterolemia Hipertrigliserida Dislipidemia
Hipotiroid DM, Alkohol Hipotiroid
SindromNefrotik Obesitas SindromNefrotik
Penyakithati GagalGinjalKronik GagalGinjalKronik
Obstruktif

2.2. Indeks Massa Tubuh


Antropometri adalah pengukuran bagian-bagian tubuh. Perubahan dalam dimensi-
dimensi tubuh merefleksikan keadaan kesehatan dan kesejahteraan seseorang atau penduduk
tertentu. Antropometri digunakan untuk menilai dan memprediksi status gizi, performan,
kesehatan dan kelangsungan hidup seseorang dan merefleksikan keadaan sosial ekonomi atau
kesejahteraan penduduk.4 Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada guru-guru di
SMK Negeri 1 Amurang dengan menggunakan rancangan penelitian cross-sectional,
menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kadar
kolesterol total dengan nilai signifikansi p = 0,003 (<0,05) (Kaleb, 2010) –dr. wongkar.
Antropometri merupakan pengukuran status gizi yang sangat luas digunakan. Alasan
penggunaan antropometri yang luas tersebut adalah :12
1. Kehandalannya dalam menilai dan memprediksi status gizi dan masalah kesehatan dan
sosial ekonomi.
2. Mudah digunakan dan relatif tidak mahal.
3. Alat ukur yang non-invasive (tidak membuat trauma bagi orang yang diukur).
Ukuran yang biasa digunakan adalah tinggi badan (atau panjang badan), berat badan,
lengkar lengan atas, dan umur. Tinggi dan berat badan paling sering digunakan dalam
pengukuran karena dapat membantu mengevaluasi pertumbuhan anak-anak dan menentukan
status gizi orang dewasa. Indeks massa tubuh (IMT) merupakan indikator yang paling sering
digunakan untuk mendeteksi masalah gizi pada seseorang.15-17

29
Antropometri dapat digunakan untuk berbagai tujuan, tergantung pada indikator
antropometri yang dipilih. Sebagai contoh, indeks massa tubuh (IMT) merupakan indikator
kekurusan dan kegemukan. Pengukuran IMT merupakan cara yang paling murah dan mudah
dalam mendeteksi masalah kegemukan di suatu wilayah.15-17
IMT dipercayai dapat menjadi indikator atau mengambarkan kadar adipositas dalam
tubuh seseorang. IMT tidak mengukur lemak tubuh secara langsung, tetapi penelitian
menunjukkan bahwa IMT berkorelasi dengan pengukuran secara langsung lemak tubuh
seperti underwater weighing dan dual energy x-ray absorbtiometry (Grummer-StrawnLMet
al., 2002). Para ahli menetapkan angka indeks massa tubuh (BMI/Body Mass Index). BMI
untuk mengukur lemak tubuh berdasarkan pembagian berat badan dalam kg dengan kuadrat
tinggi badan dalam meter (kg/m2). Para ahli sedang memikirkan klasifikasi BMI tersendiri
untuk orang Asia. Misalnya di Singapura, orang dengan BMI 27-28 mempunyai lemak tubuh
yang sama dengan BMI 30 pada orang kulit putih. Di india, peningkatan BMI dari 22
menjadi 24, meningkat kejadian diabetes mellitus 2 kali lipat. Dan bila menjadi 28, kejadian
diabetes meningkat 3 kali lipat. (Faisal Yatim,2005:7).15-17
Indeks Masa Tubuh (IMT) dibagi menjadi tiga kategori menurut batas ambang IMT
untuk Indonesia yaitu kurus (<17,0- 18,5), normal (>18,5-25,0), dan gemuk (>25,0). Akan
tetapi, panduan dari WHO tahun 2000 mengkategorikan Body Mass Index (BMI) untuk
orang Asia dewasa menjadi underweight (BMI <18.5), normal range (BMI 18.5-22.9), dan
overweight (BMI ≥23.0).Overweight dibagi menjadi tiga yaitu at risk (BMI 23.0-24.9), obese
1 (BMI 25-29.9), dan obese 2 (BMI ≥30.0).Menurut penelitian Mamat Supriyanto ditemukan
prevalens IMT dengan Obesitas. Jika IMT > 25 dinyatakan obesitas dan bila < 25 dinyatakan
tidak obesitas. Prevalens obesitas dengan IMT > 25 adalah sebesar 23,7%.15-17
Salah satu cara mengetahui obesitas tidaknya seseorang dapat dihitung dengan rumus
Body Mass Index (BMI) yaitu :15
BB (kg)
TB (m)2

Hasil penghitungan tersebut kemudian dicocokkan dengan kurva BMI. Interpretasinya dapat
dilihat pada tabel dibawah ini :17
Tabel 7. Klasifikasi Berat Badan Berdasarkan BMI pada penduduk asia (International
Obesity Task Force / IOTF, WHO 2000)
Kategori IMT Resiko Penyakit penyerta
Berat badan kurang <18,5 Resiko terhadap penyakit jantung rendah, tetapi
resiko terhadap masalah kesehatan lain meningkat
30
Dalam batas normal 18,5 – 22,9 Rendah tetapi resiko terhadap masalah kesehatan
lain meningkat
Berat badan mulai lebih >/=23 Rata-rata
Beresiko 23 - 24.9 Sedang
Obesitas I 25 – 29,9 Meningkat
Obesitas II >/=30 Berbahaya

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, seseorang dengan berat badan tidak normal, baik itu
berat di bawah normal (kurus) maupun berat di atas normal (gemuk) memiliki beberapa efek
samping tertentu. Seseorang yang kurus akan mudah letih dan memiliki risiko terserang
penyakit / gejala tertentu, seperti penyakit infeksi, depresi, anemia dan diare. Wanita hamil
dengan kategori ini mempunyai risiko tinggi melahirkan bayi dengan BBLR (Berat Badan
Lahir Rendah). Sebaliknya, seseorang yang gemuk akan cenderung mempunyai risiko
penyakit seperti penyakit jantung, diabetes melitus, hipertensi, gangguan ginjal dan kanker
(Benfante, 1990). Pada wanita, gangguan ini dapat mengakibatkan gangguan menstruasi dan
faktor penyakit pada persalinan (Supariasa et al, 2002). Nilai IMT seseorang berhubungan
dengan mortalitas dan morbiditas tertentu (Abernethy et al., 2004). Penyebab utama
peningkatan mortalitas pada orang – orang yang gemuk (overweight) meliputi hipertensi dan
diabetes melitus. Peningkatan berat badan secara signifikan dapat meningkatkan kejadian
angina pectoris dan juga diprediksi timbulnya insidensi penyakit koroner dan gagal jantung
kongestif (congestive heart failure) (Ashton, 2001). Jebb (2001) menyatakan bahwa
mortalitas sangat rendah pada individu dengan IMT di antara 20 dan 25, rendah untuk IMT di
antara 25 dan 30, sedang (moderate) untuk IMT di antara 30 dan 35, tinggi untuk IMT di
antara 35 dan 40, dan sangat tinggi untuk IMT lebih dari 40.14

2.3 Hubungan IMT dengan kolesterol


Terjadinya peningkat serum kolesterol juga menambahkanan berat badan pada waktu yang
bersamaan (Kaplan, 2006). Setiap peningkatan kolesterol total plasma 7,7 mg/dl dan penurunan
tingkat HDL 0,8 mg/dl 1 kg/m2 berhubungan dengan peningkatan IMT.18 Pada penelitian yang
sebelumnya didapatkan hasil yang menyatakan bahwa IMT yang semakin meningkat
berhubungan dengan meningkatnya kadar kolesterol dan tyrigliserid, menurunkan kadar HDL
kolesterol serta meningkatkan kadar LDL kolesterol.19 Sama halnya dengan Wiyono et al.
(2004) menyatakan setiap peningkatan 2.49 mg/dl kolesterol total meningkatkan 1 unit IMT,
sementara menurut Kromhout (1983) diacu dalam Wiyono et al (2004) menyatakan bahwa

31
peningkatkan 2 mg/dl kadar kolesterol total akan menyebabkan perubahan 1 kg berat badan.20
Namun, berbeda dengan penelitian yang lain hasil uji statistik menggunakan uji chi-square
pada tingkat kepercayaan 95%, maka didapatkan nilai p = 0,557. Ini berarti bahwa nilai p > á
(0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara IMT
dengan kadar kolesterol total pada masyarakat di Kelurahan Bahu Kecamatan Malalayang
Manado.21

Aktivitas Fisik

Umur Pekerjaan
Indeks Massa
Tubuh

Riwayat Keluarga obesitas

Kolesterol

Jenis Kelamin
Asupan makan

Penyakit Lain
(Hipotiroid,Hipertensi Pengetahuan Sosial ekonomi
Sindrom Nefrotik, Gagal
Ginjal Kronik, Penyakit Hati
Obstruktif, Alkohol, Diabetes
Melitus)_
)Hipertensi
32
Gambar 2. Kerangka Teori

Usia Kadar kolesterol Indeks Massa Tubuh


Jenis kelamin
Pekerjaan
Pengetahuan
Pola makan
Aktivitas fisik
Riwayat keluarga

Gambar 3. Kerangka Konsep

Bab III
MetodePenelitian

3.1. Desain Penelitian


Desain yang dipakai adalah desain deskriptif dengan pendekatan kroseksional mengenai
hubungan antara indeks massa tubuh dengan kadar kolesterol pada pengunjung di Puskesmas
Kelurahan Jelambar II.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 20 Februari 2015 sampai dengan 27 Februari 2015
di Puskesmas Jelambar II, Jakarta Barat.

3.3. Populasi
Populasi target yaitu pasien yang berumur 25-65 tahun di Puskesmas Jelambar II, Jakarta
Barat. Populasi terjangkau yaitu pasien yang berumur 25-65 tahun yang berkunjung ke
Puskesmas Jelambar II pada tanggal 20 Februari sampai 27 Februari 2015.

3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi


3.4.1. Kriteria Inklusi
Pasien yang berumur 25-65 tahun yang berkunjung ke Puskesmas Jelambar II, Jakarta Barat
pada tanggal 20 Februari 2015 sampai dengan 27 Februari 2015 yang mau diperiksa kadar kolesterol
3.4.2. Kriteria Eksklusi

33
Pasien dengan diabetes melitus, hipertensi, hipotiroid, sindrom nefrotik dan pasien yang tidak
mau diperiksa kadar kolesterol.

3.5. Sampel
Sampel di penelitian ini adalah pasien yang berusia 25-65 tahun yang berkunjung yang
berkunjung ke Puskesmas Jelambar II yang masuk memenuhi syarat pada kriteria inklusi
3.5.1 Besar Sampel
Besar sampel pada penelitian ini diambil dari pasien yang mengunjungi puskesmas yang
memenuhi kristeria inklusi.
Melalui rumus di bawah ini didapatkan besar sampel penelitian sebagai berikut:
n1 = (Z α)2 p.q
L2

Keterangan :
n1 = jumlah sampel minimal
n2 = jumlah sampel ditambah subsitusi 10 %
Zα = tingkat batas kepercayaan dengan α = 5%
Pada kurva normal = 1,96 (uji hipotesis 2 sisi)
P = proporsi yang paling mendekati 0,5 ialah 55.7% (0,557).21
q =1-p
L = derajat kesalahan yang masih dapat diterima yaitu 10%
kesalahan = 0,1

Berdasarkan rumus di atas, didapatkan:


N1 = ( Zα )² . p . q = ( 1, 96 )² . 0,557. 0,443 =
L² ( 0, 1 )²
= 94 sampel
n2 = n1 + (10% . n1)
104

3.5.2 Cara Pengambilan sampel


Pengambilan sampel dengan cara non probability sampling yaitu dengan cara consecutive
sampling. Pada consecutive sampling semua subyek yang datang ke puskesmas dan
memenuhi kriteria inklusi dimasukan kedalam penelitian sampai jumlah subyek terpenuhi.

34
3.6 Identifikasi variabel
Variabel Dependen : Indeks Masa Tubuh
Variabel Independen : kadar kolesterol total, pola makan, aktifitas fisik, pekerjaan, jenis
kelamin dan pengetahuan

3.7 Pengambilan data


3.7.1 Cara pengumpulan data
 Menghubungi dan meminta persetujuan kepala Puskesmas Jelambar II untuk
mengadakan penelitian tersebut
 Mengumpulkan bahan ilmiah dan mementukan desain penelitian yang dipakai
 Menentukan jumblah sampel minimal 50 pasien yang berobat ke Puskesmas Jelambar
II
 Melakukan pengukuran kadar kolesterol sebagai instrumen pengukuran data
 Melakukan pengolahan, analisis dan interpretasi data dengan program SPSS
 Penulisan laporan penelitian
 Pelaporan penelitian

3.8 Sumber data


Sumber data yaitu dari data primer dengan melakukan pengukuran sendiri menggunakan alat
pengukur kadar kolesterol kepada pasien yang berkunjung ke Puskesmas Jelambar II, Jakarta
barat sesuai dengan syarat yang ditentukan.

3.9 Manajemen Data


3.9.1 Pengolahan Data
Terhadat data-data yang telah dikumpulkan akan dilakukan pengolahan berupa proses
editing, verifikasi. Selanjutnya dimasukkan dan diolah dengan menggunakan program
komputer, yaitu program SPSS

3.9.2 Penyajian Data


Data yang didapat, disajikan secara tekstular dan tabular.

3.9.3 Analisis Data

35
Data yang telah diolah dilakukan analasis dengan cara uji statistik menggunakan
korelasi. Kemudian data diinterpretasikan secara deskriptif korelatif antar variabel-
variabel yang telah ditentukan.

3.9.4 Interpretasi Data


Data diinterpretasi secara deskriptif antar variabel-variabel yang telah ditentukan.

3.9.5 Pelaporan Data


Data disusun dalam bentuk pelaporan penelitian yang selanjutnya akan dihadapan
Koding IMT Kategori
Kode 0 <18,5 Berat badan kurang
18,5-22,9 Berat badan normal
Kode 1 ≥ 23,0 Kelebihan berat badan
23,0-24,9 Beresiko menjadi obesitas
Kode 2 25,0-29,9 Obesitas I
≥ 30,0 Obesitas II
staf pengajar Program Pendidikan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA)
3.10 Definisi Operasional
 Indeks Masa Tubuh : nilai yang diambil dari perhitungan berat badan (kg) dan
tinggi badan (m2)
 Alat ukur : Tinggi badan diukur dengan menggunakan microtois dengan
ketelitian 0,1 cm dan berat badan dengan menggunakan timbangan injak
digital merek Bistro dengan ketelitian 0,01 kg
 Skala ukur : Ordinal
 Hasil ukur :
Tabel 7. Hasil ukur Indeks Masa Tubuh

 Kadar kolesterol : Kolesterol merupakan komponen dari lemak itu sendiri. Fungsi
dalam tubuh yaitu untuk melapisi dinding sel tubuh, membentuk asam empedu,
membentuk hormon seksual, berperan dalam pertumbuhan jaringan saraf dan

36
otak. Kolesterol dapat menimbulkan plak pada pembulu darah dan menyebabkan
penyakit degeneratif.
 Alat ukur : menggunakan alat easytouch dengan stik kolesterol
 Skala ukur : Ordinal
 Hasil ukur :
Menurut NCEP (National Cholesterol Education Program)
Koding :
Kode 0 : Sehat/ normal : kadar kolesterol <200mg/dl
Kode 1 : Resiko tinggi : kadar kolesterol 200-239 mg/dl
Kode 2 : Tinggi : kadar kolesterol >240 mg/dl

 Jenis kelamin: Jenis kelamin diambil dari setiap pasien yang mengunjungi
puskesmas
 Alat ukur : kuesioner
 Skala ukur : Nominal
 Hasil ukur :
Koding:
Kode 0: Laki-laki
Kode 1 : Perempuan

 Usia : Usia subjek penelitian yang data diambil dari anamnesis dan rekan medis
 Alat ukur : kuesioner
 Skala ukur : Nominal
 Hasil ukur :
Koding Usia Kategori
Kode 0 25 – 35 tahun masa dewasa awal

Kode 1 36 – 45 tahun masa dewasa akhir


46 – 55 tahun masa lansia awal
Kode 2 55 – 65 tahun masa lansia akhir

 Riwayat keluarga : berkaitan dengan kemungkinan adanya penyakit atau sifat


keturunan yang berhubungan dengan IMT dan kadar kolesterol. Data diambil dari
anamnesis dan rekam medis
 Alat ukur : kuesionar
 Skala ukur : nominal
 Hasil ukur :
Koding:
Kode 0 : Tidak ada
Kode 1 : Ada

37
 Pengetahuan : Skala ukur sebagai tingkat pengetahuan subjek tentang hubungan
anatara IMT dan kadar kolesterol
 Alat ukur : kuesioner
 Skala ukur : Ordinal

 Hasil ukur :
Koding :
Kode 0 : Baik
Kode 1 : Cukup
Kode 2 : Kurang

 Pekerjaan : Pekerjaan dikaitkan dengan ringan hingga beratnya kegiatan yang


dilakukan sehubungan dengan besar energi yang dikeluarkan
 Alat ukur : kuesioner
 Skala ukur : Ordinal
 Hasil ukur :
Tabel Penggolongan Kegiatan
(Sumber : Pedoman Pengawasan Kesehatan Kerja – Depnaker)

KERJJA RINGAN KERJA SEDANG KERJA BERAT


Menulis, mengetik Bertani, berkebun Mencangkul di
sawah/kebun
Menjahit, merajut Menemudikan traktor dan Mengangkat / memikul
alat-alat besar barang-barang berat
Mengendarai modil Mencuci, memeras dan Menggergaji kayu besi
(sopir) menjemur pakaian
Kerja kantoran Menyetrika Memotong kayu di hutan
Menyapu lantai Mendorong kereta ringan Menarik / mengayuh
becak
Kerja laboratorium Kerja tambang dan
sejenisnya
Kerja-kerja lain yang Kerja-kerja lain yang Kerja-kerja lain yang
sedikit sekali menggunakan banyk banyak bergerak dan
menggunakan tenaga gerak tetapi tidak terlalu banyak menggunakan
banyak tenaga tenaga

Koding : 0 (Kerja berat )


1 (Kerja sedang)
2 (Kerja ringan)

 Aktivitas fisik : meliputi aktivitas sehari-hari, kebiasaan, hobi, maupun latihan


jasmani dan olahraga.
 Alat ukur : kuesioner
 Skala ukur : Ordinal
 Hasil ukur :
Koding

38
Kode 0 Berat 25% waktu untuk duduk dan berdiri, 75% waktu
untukmelakukan pekerjaan khusus.
Kode 1 Sedang 40% waktu untuk duduk atau berdiri, 60% waktu
untuk bergerak.
Kode 2 Ringan 75% waktu untuk duduk atau berdiri, 25% waktu
untuk berdiri sambil bergerak.

 Pola makan : jenis makanan yang sering dikonsumsi dan frekuensi makan per hari
 Alat ukur : kuesioner
 Skala ukur : nominal
 Hasil ukur :
Koding :
gizi seimbang menurut Almatsier pada tahun 2004
Karbohidrat : 275 gram/hari
Protein : 159 gram/hari
Lemak : 25 gram/hari
Vitamin : 250 gram/hari
Mineral : 2 liter atau 8 gelas/hari
Kode 0 : Seimbang (Jika sesuai dengan komposisi diatas)
Kode 1 : tidak seimbang (jika lebih atau kurang dari komposisi diatas)

 Status Ekonomi : kedudukan atau posisi seseorang dalam kelompok masyarakat


yang ditentukan oleh jenis pekerjaan, pendidikan serta pendapatan
 Alat Ukur : kuesioner
 Skala Ukur : ordinal
 Hasil Ukur :
Menurut SES (Socio Economi Status) Indonesia Tahun 2014
Koding Tipe Penghasilan Pendapatan /bulan
Kode 0 Kelas bawah <3.000.000
Kode 1 Kelas Menengah 3.000.000 – 5.000.000
Kode 2 Kelas Atas >5.000.000
3.11 Etika Penelitian
Pasien yang bersedia untuk melakukan pengukuran kadar kolesterol pada penelitian
ini dijamin kerahasiaannya hasil pengukuran kolesterol yang sudah dilakukan.

39
BAB IV

HASIL

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Puskesmas Kelurahan Jelambar II mengenai


hubungan antara Kadar kolesterol Total, usia, jenis kelamin, pekerjaan, aktifitas fisik, pola
makan, pengetahuan, riwayat keluarga dengan Indeks Masa Tubuh pada periode Februari-
Maret 2015, didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 4.1. Sebaran kategori Indeks Masa Tubuh pada dewasa usia 25-65 tahun di
PuskesmasKelurahanJelambar II pada peride Februari-Maret 2015

IMT Frekuensi Persentase


Kurang 16 15.4
Normal 53 51.0
Obesitas 35 33.7
Total 104 100.0

Tabel 4.2. Sebaran kadar kolesterol total pada dewasa usia 25-65 tahun di Puskesmas
Kelurahan Jelambar II pada peride Februari-Maret 2015

Kadar Kolesterol Frekuensi Persentase


Normal 43 41.3
Beresiko tinggi 38 36.5
Tinggi 23 22.1
Total 104 100.0

40
Tabel 4.3. Jenis kelamin, Usia, pengetahuan, Pekerjaan, Aktivitas fisik, Pola makan, riwayat
keluarga dan sosial ekonomi.
Variabel Frekuensi Presentase
Jenis kelamin
 Laki-laki 47 45.2
 Perempuan 57 54.8
 Total 104 100.0
Usia
 Masa dewasa awal 28 26.9
 Masa dewasa akhir 35 33.7
 Lansia 41 39.7
 Total 104 100.0
Pengetahuan
 Kurang 18 17.3
 Cukup 70 67.3
 Baik 16 15.4
 Total 104 100.0
Pekerjaan
 Berat 35 33.7
 Sedang 28 26.9
 Ringan 41 39.4
 Total 104 100.0

Aktivitas fisik
 Berat
 Sedang 27 26.0
 Ringan 26 25.0
 Total 51 49.0
104 100.0
Pola makan
 Seimbang 38 36.5
 Tidak seimbang 66 63.5
 Total 104 100.0

Riwayat Keluarga 53 51.0


 Ada 51 49.0
 Tidak ada 104 100.0
 Total

Sosial ekonomi 27 26.0


 Lebih 41 39.4
 Cukup 36 34.6
 Kurang 104 100.0
 Total
*variabel-variabel digabung agar dapat diuji dengan menggunakan uji statistik Chi-square

41
Tabel 4.4 Hubungan Kadar Kolesterol totaldengan Indeks Masa Tubuh di Puskesmas
Jelambar II Jakarta Barat pada periode Februari-Maret 2015
Indeks masa Kolesterol Total Uji Df Hipotesis
tubuh Normal Resiko Lebih
Tinggi
Kurang 8 28 7 X2 0.006 4 Ho : ditolak
Normal 7 17 14
Tinggi 1 8 14

Tabel 4.5 Hubungan Jenis Kelamin, Usia, Pengetahuan, Pekerjaan, Aktivitas fisik, Perilaku,
Pola makan, Sosial Ekonomi dengan Indeks Masa Tubuh di Puskesmas Kelurahan Jelambar
II Periode Februari-Maret 2015
Indeks MasaTubuh
Uji Df Hipotesis
Kurang Normal Lebih
Jenis Kelamin 2 Ho : gagal
 Laki-laki 5 23 19 2
X ditolak
 Perempuan 11 30 16 0.287
Usia 4 Ho : gagal
 Masa dewasa awal 8 15 5 X2 ditolak
 Masa dewasa akhir 4 16 15 0.103
 Masa lansia 4 22 15
Pengetahuan 4 Ho : gagal
 Baik 0 8 8 2
X ditolak
 Cukup 15 35 20 0.121
 Kurang 1 10 7
Pekerjaan 4 Ho :
 Ringan 6 13 22 X2 ditolak
 Sedang 2 17 9 0.002
 Berat 8 23 4
Aktivitas Fisik Ho :
 Ringan 7 19 25 2
X 4 ditolak
 Sedang 1 18 7 0.001
 Berat 8 16 3
Pola makan Ho :
 Seimbang 7 26 5 X2 2 ditolak
 Tidak seimbang 9 27 30 0.003
Riwayat keluarga X2 2 Ho :
 Ada 8 20 20 0,008 ditolak
 Tidak ada 8 33 16
Sosial Ekonomi
 Lebih 6 12 9 X2 4 Ho : gagal
 cukup 8 19 14 0.323 ditolak
 Kurang 2 22 12

42
BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Sebaran Indeks masa tubuh, Kadar kolesterol total, Jenis kelamin, Usia,
Pengetahuan, Pekerjaan, Aktivitas fisik, Pola makan, Riwayat keluarga dan sosial
ekonomi pada dewasa usia 25-65 tahun di Puskesmas Jeleambar II pada Periode
Februari-Maret 2015

5.1.1 Sebaran Indeks massa tubuh pada dewasa usia 25-65 tahun di Puskesmas
Jeleambar II pada Periode Februari-Maret 2015
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada pengunjung Puskesmas Jelambar II
yang menjadi responden pada penelitian ini ditemukan bahwa 16 subyek penelitian (15.4%)
memiliki indeks masa tubuh yang kurang, 53 subjek penelitian (51%) memiliki indeks masa
tubuh yang normal, dan sebanyak 35 subjek pada penelitian ini (33,7%) memiliki indeks
masa tubuh obesitas. Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Mamat Supriono
dengan tingkat Obesitas sebesar 23,7%.14

5.1.2 Sebaran kadar kolesterol total pada usia 25-65 tahun di Puskesmas Jleambar II
pada Periode Februari-Maret 2015
Pada sebaran kadar kolesterol total didapatkan 43 subjek penelitian (41,3%)
mempunyai kadar kolesterol yang normal, 38 subjek penelitian (36,5%) memiliki kadar
kolesterol yang beresiko tinggi, 23 subjek penelitian (22,1%) memiliki kadar kolesterol yang
tinggi. Hal ini sama dengan hasil penelitian Mamat Supriyono didapatkan kadar kolesterol
lebih dari 200mg/dl 56,3%.14

5.1.3 Sebaran usia, Jenis kelamin, Pengetahuan, Pekerjaan, Aktivitas fisik, Pola makan,
Riwayat dan sosial ekonomi pada dewasa usia 25-65 tahun di Puskesmas Jeleambar II
pada Periode Februari-Maret 2015
Berdasarkan usia didapatkan 28 subjek penelitian (26,9%) dari usia 25-35, 35 subjek
penelitian (33,7%) berusia 36-45 dan 41 subjek penelitian 39,7% berusia 46-65.
Berdasarkan hasil jenis kelamin pada penelitian ini didapatkan 47 subjek penelitian
(45,2%) laki-laki dan 57 subjek penelitian (54,8%) adalah perempuan. Hal ini berbeda
dengan penelitian Siti Nurul, dkk dengan hasil yang diperoleh perempuan 36,5%, laki-laki
63,5%.20

43
Berdasarkan pengetahuan pada penelitian ini didapatkan 16 subjek penelitian (15,4%)
berpengetahuan baik, 70 subjek penelitian (67,3%) berpengetahuan cukup dan 18 subjek
penelitian (17,3%) berpengetahuan kurang. Hasil ini berbeda dengan penelitian Mamat
Supriyono, dimana didapatkan 85% respondennya berpengetahuan baik. Hal ini menunjukan
bahwa lebih dari separuh pengunjung Puskesmas Kelurahan Jelambar II yang menjadi sampel
tidak memiliki pengetahuan yang baik.14
Berdasarkan hasil penelitian ini 35 subjek penelitian ini didapatkan tingkat kegiatan
ringan pada pekerjaannya, 28 subjek penelitian mempunyai tingkat aktivitas sedang dan 41
subjek penelitian (39,4%) memiliki tingkat kegiatan berat pada pekerjaannya.
Berdasarkan hasil penelitian 27 subjek penelitian (26%) memiliki tingkat aktivitas
berat, 26 subjek penelitian (25%) memiliki tingkat aktivitas sedang dan 51 subjek penelitian
(49%) memiliki aktivitas ringan.
Berdasarkan hasil penelitian, 38 subjek penelitian (36,5%) memiliki pola makan yang
seimbang dan 66 subjek penelitian (63,5%) memiliki pola makan yang tidak seimbang. Hal
ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Mamat Supriono didapatkan 55,0%
responden memiliki pola makan yang tidak seimbang.14
Berdasarkan hasil penelitian ini 51 subjek penelitian (49%) tidak memiliki riwayat
obesitas dan 53 subjek penelitian memiliki riwayat obesitas. Hal ini berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh Kartika Surya Putra dan Siti Rahayu, dimana didapatkan hasil
80% responden memiliki riwayat obesitas.22
Berdasarkan hasil penelitian 36 subjek penelitian memiliki tingkat sosial ekonomi
yang rendah, 41 subjek penelitian (39,4%) memiliki tingkat sosial ekonomi menengah dan 27
subjek penelitian (26%) memiliki sosial ekonomi yang tinggi. Hal ini berbeda dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Mamat Supriono dengan tingkat sosial ekonomi yang cukup
(menengah) sebanyak 75%.14

5.2 Hubungan sebaran Indeks masa tubuh, Kadar kolesterol total, Jenis kelamin, Usia,
Pengetahuan, Pekerjaan, Aktivitas fisik, Pola makan, Riwayat dan sosial ekonomi pada
dewasa usia 25-65 tahun di Puskesmas Jeleambar II pada Periode Februari-Maret 2015

5.2.1 Hubungan kadar Kolesterol total dan Indeks Masa Tubuh pada dewasa usia 25-65
tahun di Puskesmas Jeleambar II pada Periode Februari-Maret 2015
Hubungan kadar kolesterol total dengan indeks masa tubuh didapatkan hasil p < 0.05,
artinya terdapat hubungan yang bermakna antara kadar kolesterol total dengan indeks masa
44
tubuh. Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan Mega, Bili dan Rivelino (p=0,007). 21
Kolesterol dalam usus halus akan mengalami esterifikasi menjadi kolesterol ester, dimana
akan membentuk kilomikron bersama dengan fosfolipid dan apolipoprotein. Kilomikron ini
akan masuk ke dalam saluran limfe yang akhirnya masuk ke dalam saluran darah, trigliserida
dalam kilomikron akan mengalami hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase menjadi asam
lemak bebas yang dapat disimpan sebagai trigliserida kembali di jaringan lemak. Hal ini
menunjukan meningkatnya kadar kolesterol dalam darah dapat meningkatkan indeks masa
tubuh.

5.2.2 Hubungan Jenis kelamin dan Indeks Masa Tubuh pada dewasa usia 25-65 tahun
di Puskesmas Jeleambar II pada Periode Februari-Maret 2015
Hubungan anatara Jenis kelamin dan indeks masa tubuh didapatkan hasil p >0,05,
artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan indeks masa tubuh.
Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Martiem (p=0,007).23 Hal ini kemungkinan
disebabkan karena perbedaan jumblah sampel yang diiambil serta waktu penelitian yang
mempengaruhi jumblah jenis kelamin dari sampel.

5.2.3 Hubungan Usia dan Indeks Masa Tubuh pada dewasa usia 25-65 tahun di
Puskesmas Jeleambar II pada Periode Februari-Maret 2015
Hubungan antara usia dengan indeks masa tubuh didapatkan hasil p > 0,05, artinya
terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan indeks masa tubuh. Hasil penelitian ini
berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Martiem (p=0,001). 23 Mengingat gaya
hidup masyarakat saat ini, cenderung untuk memicu faktor hiperkolesterolemia dini, tidak
hanya pada usia tua namun pada usia muda pun cukup banyak ditemukan.

5.2.4 Hubungan Pengetahuan dan Indeks Masa Tubuh pada dewasa usia 25-65 tahun di
Puskesmas Jeleambar II pada Periode Februari-Maret 2015
Hubungan pengetahuan dengan indeks masa tubuh diapatkan hasil p>0,05, artinya
tidak ada hubungan yang bermakn antara pengetahuan dan indeks masa tubuh.Hal ini berbeda
dengan penelitian yang dilakukan oleh Merinta, Veni, Junaedi (p=0,005). 24 Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh perbedaan tingkat pengetahuan seseorang yang kemungkinan
diakibatkan karena tidak memiliki kebiasaan dan kesadaran untuk melakukan preventif,
selain itu karakteristik respon pada suatu daerah dengan daerah lain dapat berbeda tentang
pemahamannya terhadap indeks masa tubuh.
45
5.2.5 Hubungan Pekerjaan dan Indeks Masa Tubuh pada dewasa usia 25-65 tahun di
Puskesmas Jeleambar II pada Periode Februari-Maret 2015
Hubungan pekerjaan dan indeks masa tubuh didapatkan hasil p<0,05, artinya terdapat
hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan indeks masa tubuh. Hal ini sama dengan
penelitian Suci Widiastuti (p=0,000).25 Pekerjaan dalam hal ini berkaitan dengan kegiataan
aktif yang dilakukan oleh manusia. Pekerjaan yang dilakukan secara adekuat dan teratur
dapat mempengaruhi masa otot dan masa lemak tubuh tergantung dari tingkat kegiatan yang
dilakukan

5.2.6 Hubungan Aktivitas Fisik dan Indeks Masa Tubuh pada dewasa usia 25-65 tahun
di Puskesmas Jeleambar II pada Periode Februari-Maret 2015
Hubungan Aktivitas fisik dan Indeks Masa Tubuh didapatkan hasil p<0,05, artinya
terdapat hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan indeks masa tubuh. Hal ini
sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Agustini Utari (p=0,009).26 Aktivitas fisik disini
berhubungan dengan aktivitas sehari-hari, kebiasaan, hobi, maupun latihan jasmani dan
olahraga. Aktivitas fisik tersebut diperlukan untuk membakar energi dari dalam tubuh.
Semakin berat aktivitas yang dilakukan maka akan menurunkan masa lemak dan
meningkatkan masa otot dan juga menjaga kondisi tubuh tetap sehat.

5.2.7 Hubungan Pola makan dan Indeks Masa Tubuh pada dewasa usia 25-65 tahun di
Puskesmas Jeleambar II pada Periode Februari-Maret 2015
Hubungan Pola makan dan Indeks Masa Tubuh didapatkan p<0,05, artinya ada
hubungan antara pola makan dengan indeks masa tubuh. Hal ini sama dengan penelitian yang
dilakukan oleh Oktaviani dan Wiwied (p=0,001).27 Beberapa penyebab yang dapat
menyebabkan seseorang makan melebihi kebutuhannya karena kebiasaan buruk yaitu tidak
dapat mengendalikan nafsu makan yang berlebihan, sering mengemil makanan yang tinggi
kalori, salah memilih dan mengolah makanan seperti memakan makanan cepat saji dan
makanan yang digoreng.

46
5.2.7 Hubungan Riwayat keluarga dan Indeks Masa Tubuh pada dewasa usia 25-65
tahun di Puskesmas Jeleambar II pada Periode Februari-Maret 2015
Hubungan Riwayat dan Indeks Masa Tubuh didapatkan p<0.05, artinya tidak ada
hubungan antara riwayat dengan indeks masa tubuh.Hal ini sama dengan penelitian yang
dilakukan oleh Ni putu dan I gusti (p=0,001).28 Faktor genetik obesitas dipercaya berperan
menyebabkan kelaianan satu atau lebih jaras yang mengatur pusat makan, dan pengeluaran
dan penyimpanan.

5.2.8 Hubungan Sosial ekonomi dan Indeks Masa Tubuh pada dewasa usia 25-65 tahun
di Puskesmas Jeleambar II pada Periode Februari-Maret 2015
Hubungan Sosial ekonomidan Indeks Masa Tubuh didapatkan p>0,05, artinya tidak
ada hubungan antara sosial ekonomi dengan indeks masa tubuh. Hal ini sama dengan
penelitian M.Ridwan,Saifuddin dan Sri’ah (p=0,233).29 Seseorang yang memiliki sosial
ekonomi tinggi cenderung memiliki daya beli yang lebih tinggi menyebabkan bertambahnya
masukan energi yang dikonsumsinya tetapi hal itu belum tentu benar karena tingkat ekonomi
manapun dengan pola makan yang tidak seimbang dapat meningkatkan indeks masa tubuh.

47
Bab VI
Kesimpulan dan Saran

6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan antara Indeks Masa Tubuh dengan kadar
kolesterol Total dan faktor-fakor lain yang berhubungan pada dewasa usia 25-65 tahun pada
pengunjung Puskesmas Jelambar II pada periode Februari -Maret 2015, dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
Dari 104 sampel, didapatkan sebarandewasa yang memiliki Indeks Masa Tubuh
15.4% memiliki indeks masa tubuh yang kurang, 51% memiliki indeks masa tubuh yang
normal, dan sebanyak 33,7% memiliki indeks masa tubuh obesitas. Dari sebaran kadar
kolesterol total sebagian besar dewasa memilki kadar kolesterol yang nomral 41,3 %, yang
memiliki kadar kolesterol yang beresiko tinggi 36,5% dan yang memiliki kadar kolesterol
yang tinggi sebanyak 22,1%. Berdasarkan sebaran variable independent lainnya, tampak
bahwa sebaran jenis kelamin sebagian besar subyek memiliki jenis kelamin perempuan yaitu
sebesar 54.8%. Usia sebagian besar subyek penelitian berusia 45-65 tahun (lansia) yaitu
sebesar 39,7%. Pengetahuan sebagian besar subyek penelitian memilki pengetahuan cukup
yaitu sebesar 67.3%. Pekerjaan sebagian besar subyek penelitian memiliki kegiatan kerja
yang ringan yaitu sebesar 39.4%. Aktifitas fisik sebagian besar subyek penelitian memiliki
aktifias fisik yang ringan yaitu sebesar 42.3%. Pola makan sebagian besar subyek penelitian
memiliki pola makan yang tidak seimbang yaitu sebesar 63,5%. Sosial ekonomi sebagian
besar subyek penelitian memiliki tingkat sosial ekonomi yang cukup yaitu sebesar 39,4%.
Riwayat keluarga sebagian besar subyek penelitian memiliki riwayat keluarga obesitas yaitu
sebesar 51%.
Berdasarkan analisa hubungan antara variabel dependen dan variabel independen,
didapatkan hubungan yang bermakna antara Indeks masa tubuh dengan kadar kolesterol
total, pekerjaan, aktifitas fisik, pola makan, dan riwayat keluarga. Tidak terdapat hubungan
yang bermakna antara Indeks masa tubuh dengan usia, jenis kelamin, pengetahuan, dan sosial
ekonomi.

48
6.2. Saran
Dari hasil penelitian dan kesimpulan di atas, peneliti hendak menyarankan bagi
Puskesmas Jelambar II Kecamatan Grogol Petamburan Jakarta Barat yaitu agar mengadakan
kegiatan penyuluhan dan edukasi terhadap masyarakat mengenai pengaruh dari
bertambahnya usia dapat menjadi faktor yang meningkatkan berat badan, memilih pola
makan yang seimbang, riwayat keluarga yang memiliki obesitas harus lebih menjaga gaya
hidupnya, aktifitas fisik yang dilakukan pada waktu luang agar membantu metabolisme
tubuh, jika pekerjaan yang digeluti tidak banyak mengeluarkan energi disarankan untuk
melakukan aktifitas fisik di luar pekerjaan lebih banyak dan kadar kolesterol total yang tinggi
dapat menjadi kegemukan dan penyakit-penyakit yang dapat ditimbulkannya.

49
Daftar Pustaka

1. Kuipers RS, Graaf DJ, Luxwolda MF, Muskiet MHA, Djick-Brouwer DAJ, & Muskiet
FAJ. 2011. Saturated fat, carbohydrates and cardiovascular disease. Neth J Med, 69, 372
—378
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Laporan Studi Mortalitas 2001: Pola
Penyakit Penyebab Kematian Di Indonesia. Jakarta: Badan Penelitan dan Pengembangan
Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2002
3. World Health Organisation. Obesity: Preventing and managing the global epidemic.
Report of WHO Consultation on Obesity, Geneva, 3-5 June 1997.Geneva: World Health
Organisation, 1998
4. Depkes RI. 2010. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Laporan Nasional Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia
5. Mawi M. Indeks Massa Tubuh Sebagai Determinan Penyakit Jantung Koroner Pada
Orang Dewasa Berusia Di Atas 35 Tahun. Jakarta; Fakultas Kedokteran Universitas
Trisakti.p.2011.p.1-6
6. Shah SZA, Devrajani BR, Devrajani T, Bibi I. (2008). Frequency of Dyslipidemia in
Obese versus Nonobese in relation to Body Mass Index (BMI), Waist Hip Ratio (WHR)
and Waist Circumference (WC). Pakistan Journal of Science. 62 (1): 27-31
7. Mahan LK & Escott-Stump S. 2008. Krause’s Food and Nutrition Therapy 12th edition.
Saunders Elsevier, Philadelphia
8. [SKRT] Survei Kesehatan Rumah Tangga. 2004. Status kesehatan masyarakat Indonesia;
2. Balitbangkes, Depkes RI, Jakarta
9. Depkes RI. 2010. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Laporan Nasional Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia
10. Davison KM & Kaplan BJ. 2012. Food intake and blood cholesterol levels of community-
based adult with mood disorders. BMC psychiatry.p.12,10
11. Mahan LK & Escott-Stump S. 2008. Krause’s Food and Nutrition Therapy 12th edition.
Saunders Elsevier, Philadelphia
12. Gardjito FB. Korelasi Kolesterol-HDL Dengan IMT Pada Penderita Penyakit Jantung
Koroner Di Rsud Moewardi Surakarta. Surakarta; Universitas Sebelas Maret.2009.p.1-42.
13. Setiono LY. Dislipidemia Pada Obesitas Dan Tidak Obesitas di RSUP Dr. Kariadi Dan
Laboratorium Klinik Swasta Di Kota Semarang. 2012.p.1-90

50
14. Supriyono M. Faktor-Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Penyakit
Jantung Koroner Pada Kelompok Usia < 45 Tahun. Semarang; Univesitas
Diponegoro.2008.p.1-112
15. Razak. 2011. Obesitas. Diunduh dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789 /
21688/4 /Chapter%20II.pdf, 17 Februari 2015.
16. Idapola SSJ. Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kolesterol. Jakarta; Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.2009.p.6-20.
17. Purnamawati I. Prevalensi Obesitas. Jakarta; Fakultas Kedokteran Univesitas
Indonesia.2009.p.5-19
18. Gandha N. Hubungan Perilaku Dengan Prevalensi Dislipidemia Pada Masyarakat Kota
Ternate Tahun 2008. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI. 2009; 5-13.
19. Lemieux I, Pascot A, Couillard C. Hypertriglyceridemic waist: a marker of atherogenic
metabolic triad (hyperinsulinemia, hyperapolipoprotein B, small dense LDL) in men?
Circulation 2000; 102: 179-84.
20. Hidayati SN, Hadi H, Lestariana W. Hubungan Asupan Zat Gizi Dan Indeks Masa Tubuh
Dengan Hiperlipidemia Pada Murid SLTP Yang Obesitas Di Yogyakarta. Yogyakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada.2006.p.25-37
21. Wongkar MC, Kepel BJ, Hamel RS. Hubungan Status Gizi Dengan Kadar Kolesterol
Total Pada Masyarakat di Kelurahan Bahu Kecamatan Malalayang Manado. Manado;
Universitas Sam Ratulangi. 2013.p.1-7
22. Suryaputra K, Nadhiroh SR. Perbedaan Pola Makan dan Aktivitas Fisik Antara Remaja
Obesitas dengan Non Obesitas.2012.Surabaya; Univesitas Airlangga.p.45-50
23. Mawi M. Indeks Massa Tubuh Sebagai Determinan Penyakit Jantung Koroner Pada
Orang Dewasa Berusia Di Atas 35 Tahun. Jakarta; Fakultas Kedokteran Universitas
Trisakti.p.2011.p.1-6
24. Sada M, Hadju V, Dachlan DM. Hubungan Body Image, Pengetahuan Gizi Seimbang
Dan Aktifitas Fisik Terhadap Status Gizi Mahasiswa Politeknik Kesehatan Jayapura.
Makassar; Univesitas Hasanuddin. 2012.p.3-6
25. Widiastuti S. Faktor Determinan Produktivitas Kerja Pada Pekerja Wanita. Semarang;
Univesitas Diponegoro.2011.p.1-40
26. Utari A. Hubungan Indeks Massa Tubuh Dengan Tingkat Kesegaran Jasmani Pada Anak
Usia 12-14 Tahun.Semarang;Universitas Diponegoro. 2010.p.12-60

51
27. Oktaviani, Dwi W. Hubungan Kebiasaan konsumsi Fast Food, aktivitas Fisik, Pola
Konsumsi, Karakteristik Remaja, dan Orang Tua dengan Indeks Massa Tubuh (IMT).
Semarang; Universitas Diponegoro. 2012.p.2-10
28. Juliantini NPL, Sidiartha IGL. Hubungan Riwayat Obesitas Pada Orangtua Dengan
Kejadian Obesitas Pada Anak Sekolah Dasar. Bali;Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana.2014.p.5-13
29. Galani MR, Sirajuddin S, Alharini S. Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi dan
Asupan Makan Pagi dengan Status Gizi pada Anak Sekolah Dasar Negeri Cambaya
Kecamatan Ujung Tanah Kota Makassar.Makassar;Universitas Hasanuddin.2014.p.1-15

52

Anda mungkin juga menyukai