Anda di halaman 1dari 15

NAMA : ANUGRAH QALBI A

NIM : 04011181520060
KELAS: PSPD BETA 2015

LEARNING ISSUE :
Thalassemia

1. DEFINISI
Thalassemia adalah sekelompok anemia hipokromik herediter dengan berbagai derajat keparahan.
Defek genetik yang mendasari meliputi delesi total atau parsial gen globin dan substitusi, delesi, atau
insersi nukleotida. Akibat dari berbagai perubahan ini adalah penurunan atau tidak adanya mRNA
bagi satu atau lebih rantai globin atau terbentuknya mRNA yang cacat secara fungsional. Hal ini akan
menyebabkan penurunan dan supresi total sintesis rantai polipeptida Hb. Kira-kira 100 mutasi yang
berbeda telah ditemukan mengakibatkan fenotip thalassemia; banyak di antara mutasi ini adalah unik
untuk daerah geografi setempat. Pada umumnya, rantai globin yang disintesis dalam eritrosit
thalassemia secara struktural adalah normal. Pada bentuk thalassemia-α yang berat, terbentuk
hemoglobin hemotetramer abnormal (β4 atau γ4) tetapi komponen polipeptida globin mempunyai
struktur normal. Sebaliknya, sejumlah Hb abnormal juga menyebabkan perubahan hematologi mirip
thalassemia

2. EPIDEMIOLOGI
Di seluruh dunia, 15 juta orang memiliki presentasi klinis dari thalassemia. Fakta ini mendukung
thalassemia sebagai salah satu penyakit turunan yang terbanyak; menyerang hampir semua golongan
etnik dan terdapat pada hampir seluruh negara di dunia.
Beberapa tipe thalassemia lebih umum terdapat pada area tertentu di dunia. Talasemia ao ditemukan
terutama di Asia Tenggara dan kepulauan Mediterania, talasemia a+ tersebar di Afrika, Mediterania,
Timor Tengah, India dan Asia Tenggara. Angka kariernya mencapai 40-80%.
Thalassemia b memiliki distribusi sama dengan thalassemia a Dengan pengecualian di beberapa
negara, frekuensinya rendah di Afrika, tinggi di mediterania dan bervariasi di Timor Tengah, India dan
Asia Tenggara. HbE yang merupakan varian thalassemia sangat banyak dijumpai di India, Birma dan
beberapa negara Asia Tenggara.
Yayasan Thalassemia Indonesia menyebutkan bahwa setidaknya 100.000 anak lahir di dunia dengan
Thalassemia mayor. Di Indonesia sendiri, tidak kurang dari 1.000 anak kecil menderita penyakit ini.
Sedang mereka yang tergolong thalassemia trait jumlahnya mencapai sekitar 200.000 orang. (4)
Di RSCM sampai dengan akhir tahun 2003 terdapat 1060 pasien thalassemia mayor yang berobat
jalan di Pusat Thalassemia Departemen Anak FKUI-RSCM yang terdiri dari 52,5 % pasien
thalassemia β homozigot, 46,2 % pasien thalassemia HbE, serta thalassemia α 1,3%. Sekitar 70-80
pasien baru, datang tiap tahunnya.

 Mortalitas dan Morbiditas


Thalassemia-α mayor adalah penyakit yang mematikan, dan semua janin yang terkena akan
lahir dalam keadaan hydrops fetalis akibat anemia berat. Beberapa laporan pernah mendeskripsikan
adanya neonatus dengan thalassemia-α mayor yang bertahan setelah mendapat transfusi intrauterin.
Penderita seperti ini membutuhkan perawatan medis yang ekstensif setelahnya, termasuk transfusi
darah teratur dan terapi khelasi, sama dengan penderita thalassemia-β mayor. Terdapat juga laporan
kasus yang lebih jarang mengenai neonatus dengan thalassemia-α mayor yang lahir tanpa hydrops
fetalis yang bertahan tanpa transfusi intrauterin. Pada kasus ini, tingginya level Hb Portland, yang
merupakan Hb fungsional embrionik, diperkirakan sebagai penyebab kondisi klinis yang jarang
tersebut.
Pada pasien dengan berbagai tipe thalassemia-β, mortalitas dan morbiditas bervariasi sesuai
tingkat keparahan dan kualitas perawatan. Thalassemia-β mayor yang berat akan berakibat fatal bila
tidak diterapi. Gagal jantung akibat anemia berat atau iron overload adalah penyebab tersering
kematian pada penderita. Penyakit hati, infeksi fulminan, atau komplikasi lainnya yang dicetuskan
oleh penyakit ini atau terapinya termasuk penyebab mortalitas dan morbiditas pada bentuk
thalassemia yang berat.

1
 Ras
Meskipun thalassemia ditemukan pada semua ras dan etnik grup, ada beberapa tipe thalassemia yang
sering ditemukan pada grup tertentu dibanding dengan yang lain. β thalassemia biasa ditemukan di
Eropa Selatan, Timur Tengah, India, dan Africa. α thalassemia biasa ditemukan di Asia Tenggara;
meskipun juga ditemukan di bagian dunia yang lain. Mutasi spesifik pada thalassemia sudah dapat
discrenning dan didiagnostik kelainannya. α thalassemia trait di Afrika biasanya bukan dari cis-delesi
dari kromosom 16, berbeda dengan di Asia Tenggara, dimana terjadi komplit absence dari α gene pada
salah satu chromosome. Pada kedua orang tua yang memiliki cis-delesi, bayinya bisa saja mengalami
hydrops fetalis. Karena alasan ini, hydrops fetalis tidak beresiko tinggi pada orang Afrika tetapi
beresiko tinggi pada Asia Tenggara.
 Sex
Baik pria maupun wanita,keduanya memiliki kemungkinan yang sama
 Usia
Meskipun thalassemia merupakan penyakit turunan (genetik), usia saat timbulnya gejala
bervariasi secara signifikan. Dalam talasemia, kelainan klinis pada pasien dengan kasus-kasus yang
parah dan temuan hematologik pada pembawa (carrier) tampak jelas pada saat lahir. Ditemukannya
hipokromia dan mikrositosis yang tidak jelas penyebabnya pada neonatus, digambarkan di bawah ini,
sangat mendukung diagnosis.
Namun, pada thalassemia-β berat, gejala mungkin tidak jelas sampai paruh kedua tahun
pertama kehidupan; sampai waktu itu, produksi rantai globin γ dan penggabungannya ke Hb Fetal
dapat menutupi gejala untuk sementara.

3. KAITAN ILMU DASAR

Fisiologi Hematopoesis

Maximow (1924) mengemukakan suatu dalil bahwa sel darah berasal dari satu sel induk. Hal
ini kemudian dikembangkan oleh Downey (1938) yang membuat hipotesa dengan konsep hirarki dari
sel pluripoten dan selanjutnya Till dan Mc Culloch (1961) menyimpulkan bahwa satu sel induk
merupakan koloni yang memperlihatkan diferensiasi multilineage atau pluripoten menjadi eritroid,
mieloid serta megakariosit. Dari penelitian-penelitian tersebut ditetapkan bahwa sel stem ada pada
hematopoisis. Sistem hematopoitik mempunyai karakteristik berupa pergantian sel yang konstan
untuk mempertahankan populasi leukosit, trombosit dan eritrosit.
Sistem hematopoetik dibagi menjadi 3, yaitu:

2
1. Sel Stem (progenitor awal) yang menyokong hematopoiesis.
2. Colony forming unit (CFU) sebagai pelopor yang selanjutnya berkembang dan berdiferensiasi
dalam memproduksi sel.
3. Faktor regulator yang mengatur agar Sistem berlangsung beraturan.
Sel Stem merupakan satu sel induk (klonal) yang mempunyai kemampuan berdiferensiasi
menjadi beberapa turunan, membelah diri dan memperbaharui populasi sel stem sendiri di bawah
pengaruh faktor pertumbuhan hematopoitik. Hematopoitik membutuhkan perangsang untuk
pertumbuhan koloni granulosit dan makrofag yang disebut "Colony Stimulating Factor" (CSF)
yang merupakan sebuah glikoprotein.

Dalam proses selanjutnya diketahui regulasi hematopoisis sangat kompleks dan factor pertumbuhan
yang berfungsi tumpang tindih serta banyak tempat untuk memproduksi factor-faktor tersebut,
termasuk organ hematopoitik.
Pembentukan dan asal darah
Perkembangan sistem vaskuler dan hematopoisis dimulai pada awal kehidupan embrio dan
berlangsung secara paralel / bersamaan sampai masa dewasa mempunyai hubungan dengan lokasi
anatomi yang menyokong hematopoisis tersebut.
Secara garis besar perkembangan hematopoisis dibagi dalam 3 periode:
 Hematopoisis Yolk Sac (mesoblastik atau primitif)
Sel darah dibuat dari jaringan mesenkim 2-3 minggu selelah fertilisasi. Mula-mula terbentuk
dalam blood island yang merupakan pelopor dari sistem vaskuler dan hematopoisis. Selanjutnya
eritrosit dan megakariosit dapat diidentifikasi dalam yolk sac pada masa gestasi 16 hari.
Sel induk primitif hematopoisis berasal dari mesoderm mempunyai respons terhadap faktor
pertumbuhan antara lain eritropoetin, IL-3, IL-6 dan faktor sel stem. Sel induk hematopoisis mulai
berkelompok dalam hati janin pada masa gestasi 5-6 minggu dan pada masa gestasi 8 minggu blood
island mengalami regresi.
 Hematopoisis hati (Definitif)
Hematopoisis hati berasal dari sel stem pluripoten yang berpindah dari yolk sac. Perubahan
empat hematopoisis dari yolk sac ke hati dan kemudian sumsum tulang mempunyai hubungan dengan
regulasi perkembangan oleh lingkungan mikro, produksi sitokin dan komponen merangsang adhesi
dari matrik ekstraseluler dan ekspresi pada reseptor.Pada masa gestasi 9 minggu, hematopoisis sudah
terbentuk dalam hati. Hematopoisis dalam hati yang terutama adalah eritropoisis, walaupun masih
ditemukan sirkulasi granulosit dan trombosit. Hematopoisis hati mencapai puncaknya pada masa
gestasi 4-5 bulan kemudian mengalami regresi perlahan-lahan. Pada masa pertengahan kehamilan,
tampak pelopor hematopoetik terdapat di limpa, thymus, kelenjar limfe dan ginjal.
 Hematopoisis medular
Merupakan periode terakhir pembentukan sistem hematopoisis dan dimulai sejak masa gestasi.
Ruang medular terbentuk dalam tulang rawan dan tulang panjang dengan proses reabsorpsi.Pada masa
gestasi 32 minggu sampai lahir, semua rongga sumsum tulang diisi jaringan hematopoitik yang aktif
dan sumsum tulang penuh berisi sel darah. Dalam perkembangan selanjutnya fungsi pembuatan sel
darah diambil alih oleh sumsum tulang, sedangkan hepar tidak berfungsi membuat sel darah lagi. Sel
mesenkim yang mempunyai kemampuan untuk membentuk sel darah menjadi kurang, tetapi tetap ada
dalam sumsum tulang, hati, limpa, kelenjar getah bening dan dinding sus, dikenal sebagai sistem
retikuloendotelial.
Pada bayi dan anak, hematopoisis yang aktif terutama pada sumsum tulang termasuk bagian
distal tulang panjang. Hal ini berbeda dengan dewasa normal di mana hematopoisis terbatas pada
vertebra (tulang belakang), tulang iga, tulang dada (sternum), pelvis, skapula, skull (tulang tengkorak
kepala) dan jarang yang berlokasi pada humerus dan femur.Selama masa intra uterin, hematopoisis
terdapat pada tulang (skeletal) dan ekstraskeletal dan pada waktu lahir hematopoisis terutama pada
skeletal. Secara umum hematopoisis ekstra medular terutama pada organ perut, terjadi akibat penyakit
yang menyebabkan gangguan produksi satu atau lebih tipe sel darah, seperti eritroblastosis fetalis,
anemia pernisiosa, talasemia, sickle cell anemia, sferositosis herediter dan variasi leukemia.

3
Hemoglobin
Merupakan kompleks protein yang terdiri dari heme yang mengandung besi dan globin dengan
interaksi dianatar heme dan globin menyebabkan hemoglobin (Hb) merupakan perangkat yang
ireversibel untuk mengangkut oksigen. Sesuai dengan rangkaian hematopoisis yang dimulai dari yolk
sac, limpa, hati dan sumsum tulang diikuti juga dengan variasi sintesis hemoglobin. Sejak masa
embrio, janin, anak dan dewasa sel darah merah mempunyai 6 hemoglobin antara lain:
Hemoglobin embrional : Gower-1, Gower-2, Portland
Hemoglobin fetal : Hb-F
Hemoglobin dewasa : Hb-A1 dan Hb-A2

4. PATOFISIOLOGI

Excess free globin chains

Chain precipitates

Cell membrane damage

Red blood cells Bone marrow

Haemolysis Ineffective
erythropoiesis
Anaemia

Erythropoiesis increased Iron Blood transfusion


absorption
increased
Bone marrow expansion Iron loading

Skeletal changes Cardiac death


Hypermetabolic state

Hemoglobin (Hb) tersusun atas heme yang merupakan cincin porfirin dalam ikatan dengan Fe
dan globulin yang merupakan protein pendukung. Satu molekul hemoglobin mengandung 4 sub-unit.
Masing-masing sub-unit tersusun atas satu molekul globin dan satu molekul heme.Globulin terdiri
atas 2 pasang rantai polipeptida, yaitu sepasang rantai α dan sepasang rantai non alpha (β,γ,δ).
Kombinasi rantai polipeptida tersebut akan menentukan jenis hemoglobin. Hb A (2α2β) merupakan
lebih dari 96 % Hb total, Hb F (2α2γ) kurang dari 2% dan Hb A2 (2α2δ) kurang dari 3%. Pada janin
trisemester III kehamilan hampir 100% Hb adalah Hb F. Setelah lahir, sintesis globin γ makin
menurun digantikan oleh globin δ.
Rantai polipeptida α tersusun atas 141 asam amino, sedangkan rantai non α tersusun atas 146
asam amino. Sintesis rantai α disandi oleh gen α1 dan gen α2 di kromosom 16, sedangkan gen yang
mensintesis rantai β, rantai γ dan rantai δ terletak di kromosom 11. Pada orang normal sintesis rantai α

4
sama dengan rantai non alpha. Thalassemia akan terjadi bila sintesis salah satu rantai polipeptida
menurun.Struktur kimia hemoglobin memungkinkan molekul hemoglobin memiliki kemampuan
untuk mengikat oksigen secara reversible. Zat besi dalam molekul heme secara langsung berfungsi
sebagai pengikat oksigen. Hemoglobin memiliki struktur kuartener empat rantai polipeptida, masing-
masing dengan satu tempat pegikatan oksigen. Sehingga satu molekul hemoglobin dapat mengikat 4
molekul oksigen. Hemoglobin yang merupakan suatu protein, disintesis berdasarkan informasi
genetik. Masing-masing polipeptida penyusun Hb berbeda dalam urutan asam aminonya. Dengan
demikian ada beberapa lokus gen terpisah dalam kromosom yang mengatur sintesis rantai polipeptida
dari hemoglobin.
Talasemia merupakan salah satu bentuk kelainan genetik hemoglobin yang ditandai dengan
kurangnya atau tidak adanya sintesis satu rantai globin atau lebih, sehingga terjadi ketidak
seimbangan jumlah rantai globin yang terbentuk.Secara genetik, gangguan pembentukan protein
globin dapat disebabkan karena kerusakan gen yang terdapat pada kromosom 11 atau 16 yang
ditempati lokus gen globin. Sebagian besar kelainan hemoglobin dan jenis thalassemia merupakan
hasil kelaianan mutasi pada gamet yang terjadi pada replikasi DNA. Pada replikasi DNA dapat terjadi
pergantian urutan asam basa dalam DNA, dan perubahan kode genetic akan diteruskan pada
penurunan genetic berikutnya. Mutasi ini dapat memperpendek rantai asam amino maupun
memperpanjangnya. Kelainan mutasi dapat pula terjadi pada keselahan berpasangan kromosom pada
proses meiosis yang mengakibatkan perubahan susunan material genetik. Bila terjadi crossing over
pada kesalahan berpasangan itu, sebagai hasil akhir peristiwa tadi akan terjadi apa yang disebut
duplikasi,delesi, translokasi dan inversi. Kerusakan pada salah satu kromosom homolog menimbulkan
terjadinya keadaan heterozigot, sedangkan kerusakan pada kedua kromosom homolog menimbulkan
keadaan homozigot.
Pada thalassemia homozigot sintesis rantai menurun atau tidak ada sintesis sama sekali.
Ketidakseimbangan sintesis rantai alpha atau rantai non alpha, khususnya kekurangan sintesis rantai
β akan menyebabkan kurangnya pembentukan Hb.Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin
alfa dan beta, yang diperlukan dalam pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat
yang diturunkan. Untuk menderita penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen dari kedua orang
tuanya. Jika hanya 1 gen yang diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak
menunjukkan gejala-gejala dari penyakit ini.
Secara biokimia kelainan yang paling mendasar adalah menurunnya biosintesis dari unit b
globin pada Hb A. pada thalasemia β heterozigot, sintesis β globin kurang lebih separuh dari nilai
normalnya. Pada thalasemia β homozigot, sintesis β globin dapat mencapai nol.Karena adanya
defisiensi yang berat pada rantai β, sintesis Hb A total menurun dengan sangat jelas atau bahkan tidak
ada, sehingga pasien dengan thalasemia β homozigot mengalami anemia berat. Sebagai respon
kompensasi, maka sintesis rantai γ menjadi teraktifasi sehingga hemoglobin pasien mengandung
proporsi Hb F yang meningkat. Namun sintesis rantai γ ini tidak efektif dan secara kuantitas tidak
mencukupi.
Pada thalasemia β homozigot, sintesis rantai α tidak mengalami perubahan. Ketidak-
seimbangan sintesis dari rantai polipeptida ini mengakibatkan kelebihan adanya rantai α bebas di
dalam sel darah merah yang berinti dan retikulosit. Rantai α bebas ini mudah teroksidasi. Mereka
dapat beragregasi menjadi suatu inklusi protein (haeinz bodys), menyebabkan kerusakan membran
pada sel darah merah dan destruksi dari sel darah merah imatur dalam sumsum tulang sehingga
jumlah sel darah merah matur yang diproduksi menjadi berkurang. Sel darah merah yang beredar
kecil, terdistorsi, dipenuhi oleh inklusi α globin, dan mengandung komplemen hemoglobin yang
menurun. Hal yang telah disebutkan diatas adalah gambaran dari Anemia Cooley: hipokromik,
mikrosisitk dan poikilositik.
Sel darah merah yang sudah rusak tersebut akan dihancurkan oleh limpa, hepar, dan sumsum
tulang, menggambarkan komponen hemolitik dari penyakit ini. Sel darah merah yang mengandung
jumlah Hb F yang lebih tinggi mempunyai umur yang lebih panjang.Anemia yang berat terjadi akibat
adanya penurunan oksigen carrying capacity dari setiap eritrosit dan tendensi dari sel darah merah
matur (yang jumlahnya sedikit) mengalami hemolisa secara prematur.
Eritropoetin meningkat sebagai respon adanya anemia, sehingga sumsum-sumsum tulang
dipacu untuk memproduksi eritroid prekusor yang lebih banyak. Namun mekanisme kompensasi ini
tidak efektif karena adanya kematian yang prematur dari eritroblas. Hasilnya adalah suatu ekspansi

5
sumsum tulang yang masif yang memproduksi sel darah merah baru.Sumsum tulang mengalami
ekspansi secara masif, menginvasi bagian kortikal dari tulang, menghabiskan sumber kalori yang
sangat besar pada umur-umur yang kritis pada pertumbuhan dan perkembangan, mengalihkan sumber-
sumber biokimia yang vital dari tempat-tempat yang membutuhkannya dan menempatkan suatu stress
yang sangat besar pada jantung. Secara klinis terlihat sebagai kegalan dari pertumbuhan dan
perkembangan, kegagalan jantung high output, kerentanan terhadap infeksi, deformitas dari tulang,
fraktur patologis, dan kematian di usia muda tanpa adanya terapi transfusi.
Dengan pemberian transfusi darah, eritropoesis yang inefektif dapat diperbaiki, dan terjadi
peningkatan jumlah hormon hepcidin; sehingga penyerapan besi akan berkurang dan makrofag akan
mempertahankan kadar besi.Pada pasien dengan iron overload (misalnya hemokromatosis), absorpsi
besi menurun akibat meningkatnya jumlah hepsidin. Namun, hal ini tidak terjadi pada penderita
thalassemia-β berat karena diduga faktor plasma menggantikan mekanisme tersebut dan mencegah
terjadinya produksi hepsidin sehingga absorpsi besi terus berlangsung meskipun penderita dalam
keadaan iron overload.
Efek hepsidin terhadap siklus besi dilakukan melalui kerja hormon lain bernama ferroportin,
yang mentransportasikan besi dari enterosit dan makrofag menuju plasma dan menghantarkan besi
dari plasenta menuju fetus. Ferroportin diregulasi oleh jumlah penyimpanan besi dan jumlah hepsidin.
Hubungan ini juga menjelaskan mengapa penderita dengan thalassemia-β yang memiliki jumlah besi
yang sama memiliki jumlah ferritin yang berbeda sesuai dengan apakah mereka mendapat transfusi
darah teratur atau tidak. Sebagai contoh, penderita thalassemia-β intermedia yang tidak mendapatkan
transfusi darah memiliki jumlah ferritin yang lebih rendah dibandngkan dengan penderita yang
mendapatkan transfusi darah secara teratur, meskipun keduanya memiliki jumlah besi yang sama.
Kebanyakan besi non-heme pada individu yang sehat berikatan kuat dengan protein
pembawanya, transferrin. Pada keadaan iron overload, seperti pada thalassemia berat, transferrin
tersaturasi, dan besi bebas ditemukan di plasma. Besi ini cukup berbahaya karena memiliki material
untuk memproduksi hidroksil radikal dan akhirnya akan terakumulasi pada organ-organ, seperti
jantung, kelenjar endokrin, dan hati, mengakibatkan terjadinya kerusakan pada organ-organ tersebut
(organ damage).

5. KLASIFIKASI
Talasemia adalah grup kelainan sintesis hemoglobin yang heterogen akibat pengurangan produksi satu
atau lebih rantai globin. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan produksi rantai globin.
Sebagaimana telah disebutkan di atas, secara garis besar terdapat dua tipe utama thalassemia yaitu α
thalassemia dan β thalassemia. Selain itu juga terdapat tipe thalassemia lain seperti thalassemia
intermediate.
Talasemia diturunkan berdasarkan hukum Mendel, resesif atau ko-dominan. Heterozigot biasanya
tanpa gejala homozigot atau gabungan heterozigot gejalanya lebih berat dari talasemia a atau b.

Thalassemia-α

Anemia mikrositik yang disebabkan oleh defisiensi sintesis globin-α banyak ditemukan di
Afrika, negara di daerah Mediterania, dan sebagian besar Asia. Delesi gen globin-α menyebabkan
sebagian besar kelainan ini. Terdapat empat gen globin-α pada individu normal, dan empat bentuk
thalassemia-α yang berbeda telah diketahui sesuai dengan delesi satu, dua, tiga, dan semua empat gen
ini.
a. Silent carrier thalassemia-α
- Merupakan tipe thalassemia subklinik yang paling umum, biasanya ditemukan secara kebetulan
diantara populasi, seringnya pada etnik Afro-Amerika. Seperti telah dijelaskan sebelumnya,
terdapat 2 gen α yang terletak pada kromosom 16.
- Pada tipe silent carrier, salah satu gen α pada kromosom 16 menghilang, menyisakan hanya 3
dari 4 gen tersebut. Penderita sehat secara hematologis, hanya ditemukan adanya jumlah
eritrosit (sel darah merah) yang rendah dalam beberapa pemeriksaan.
- Pada tipe ini, diagnosis tidak dapat dipastikan dengan pemeriksaan elektroforesis Hb, sehingga
harus dilakukan tes lain yang lebih canggih. Bisa juga dicari akan adanya kelainan hematologi
pada anggota keluarga (misalnya orangtua) untuk mendukung diagnosis. Pemeriksaan darah

6
lengkap pada salah satu orangtua yang menunjukkan adanya hipokromia dan mikrositosis tanpa
penyebab yang jelas merupakan bukti yang cukup kuat menuju diagnosis thalasemia.

b. Trait thalassemia-α
- Trait ini dikarakterisasi dengan anemia ringan dan jumlah sel darah merah yang rendah. Kondisi
ini disebabkan oleh hilangnya 2 gen α pada satu kromosom 16 atau satu gen α pada masing-
masing kromosom. Kelainan ini sering ditemukan di Asia Tenggara, subbenua India, dan Timur
Tengah.
- Pada bayi baru lahir yang terkena, sejumlah kecil Hb Barts (γ4) dapat ditemukan pada
elektroforesis Hb. Lewat umur satu bulan, Hb Barts tidak terlihat lagi, dan kadar Hb A2 dan
HbF secara khas normal.
-
c. Penyakit Hb H
Kelainan disebabkan oleh hilangnya 3 gen globin α, merepresentasikan thalassemia-α intermedia,
dengan anemia sedang sampai berat, splenomegali, ikterus, dan jumlah sel darah merah yang
abnormal. Pada sediaan apus darah tepi yang diwarnai dengan pewarnaan supravital akan tampak sel-
sel darah merah yang diinklusi oleh rantai tetramer β (Hb H) yang tidak stabil dan terpresipitasi di
dalam eritrosit, sehingga menampilkan gambaran golf ball. Badan inklusi ini dinamakan sebagai
Heinz bodies.

d. Thalassemia-α mayor
- Bentuk thalassemia yang paling berat, disebabkan oleh delesi semua gen globin-α, disertai
dengan tidak ada sintesis rantai α sama sekali.
- Karena Hb F, Hb A, dan Hb A2 semuanya mengandung rantai α, maka tidak satupun dari Hb ini
terbentuk. Hb Barts (γ4) mendominasi pada bayi yang menderita, dan karena γ4 memiliki
afinitas oksigen yang tinggi, maka bayi-bayi itu mengalami hipoksia berat. Eritrositnya juga
mengandung sejumlah kecil Hb embrional normal (Hb Portland = ζ2γ2), yang berfungsi sebagai
pengangkut oksigen.
- Kebanyakan dari bayi-bayi ini lahir mati, dan kebanyakan dari bayi yang lahir hidup meninggal
dalam waktu beberapa jam. Bayi ini sangat hidropik, dengan gagal jantung kongestif dan edema
anasarka berat. Yang dapat hidup dengan manajemen neonatus agresif juga nantinya akan
sangat bergantung dengan transfusi.

Thalassemia-β (8)
Sama dengan thalassemia-α, dikenal beberapa bentuk klinis dari thalassemia-β; antara lain :
a. Trait thalassemia-β+ heterozigot (Thalassemia minor)
- Penderita mengalami anemia ringan, nilai eritrosit abnormal, dan elektroforesis Hb abnormal
dimana didapatkan peningkatan jumlah Hb A2, Hb F, atau keduanya.
- Individu dengan ciri (trait) thalassemia sering didiagnosis salah sebagai anemia defisiensi besi
dan mungkin diberi terapi yang tidak tepat dengan preparat besi selama waktu yang panjang.
Lebih dari 90% individu dengan trait thalassemia-β mempunyai peningkatan Hb-A2 yang
berarti (3,4%-7%). Kira-kira 50% individu ini juga mempunyai sedikit kenaikan HbF, sekitar 2-
6%. Pada sekelompok kecil kasus, yang benar-benar khas, dijumpai Hb A2 normal dengan
kadar HbF berkisar dari 5% sampai 15%, yang mewakili thalassemia tipe δβ.

b. Thalassemia-β° homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor)


- Bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6 bulan kedua kehidupan.
Transfusi darah yang reguler diperlukan pada penderita ini untuk mencegah kelemahan yang
amat sangat dan gagal jantung yang disebabkan oleh anemia. Tanpa transfusi, 80% penderita
meninggal pada 5 tahun pertama kehidupan.
- Pada kasus yang tidak diterapi atau pada penderita yang jarang menerima transfusi pada waktu
anemia berat, terjadi hipertrofi jaringan eritropoetik disumsum tulang maupun di luar sumsum
tulang. Tulang-tulang menjadi tipis dan fraktur patologis mungkin terjadi. Ekspansi masif
sumsum tulang di wajah dan tengkorak menghasilkan bentuk wajah yang khas.

7
- Pucat, hemosiderosis, dan ikterus sama-sama memberi kesan coklat kekuningan. Limpa dan hati
membesar karena hematopoesis ekstrameduler dan hemosiderosis. Pada penderita yang lebih
tua, limpa mungkin sedemikian besarnya sehingga menimbulkan ketidaknyamanan mekanis dan
hipersplenisme sekunder.
- Pertumbuhan terganggu pada anak yang lebih tua; pubertas terlambat atau tidak terjadi karena
kelainan endokrin sekunder. Diabetes mellitus yang disebabkan oleh siderosis pankreas
mungkin terjadi. Komplikasi jantung, termasuk aritmia dan gagal jantung kongestif kronis yang
disebabkan oleh siderosis miokardium sering merupakan kejadian terminal.
- Kelainan morfologi eritrosit pada penderita thalassemia-β° homozigot yang tidak ditransfusi
adalah ekstrem. Disamping hipokromia dan mikrositosis berat, banyak ditemukan poikilosit
yang terfragmentasi, sel bizarre dan sel target. Sejumlah besar eritrosit yang berinti ada di darah
tepi, terutama setelah splenektomi. Inklusi intraeritrositik, yang merupakan presipitasi kelebihan
rantai α, juga terlihat pasca splenektomi. Kadar Hb turun secara cepat menjadi < 5 gr/dL kecuali
mendapat transfusi. Kadar serum besi tinggi dengan saturasi kapasitas pengikat besi (iron
binding capacity).

6. GEJALA KLINIS (STADIUM THALASSEMIA)

Gejala klinis pada thalassemia hampir semua sama, yang membedakan adalah tingkat keparahannya,
dari ringan (asimptomatik) sampai parahnya gejala.. Gejala klinis biasa berupa tanda-tanda anemia
seperti pucat, lemah,letih,lesu, tidak aktif beraktifitas atau jarang bermain dengan teman seusianya,
sesak nafas kurang konsentrasi, sering pula disertai dengan kesulitan makan, gagal tumbuh, infeksi
berulang dan perubahan tulang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan facies Cooley, conjungtiva anemis,
bentuk tulang yang abnormal, pembesarah lien dan atau hepar.
Terdapat suatu sistem pembagian stadium thalassemia berdasarkan jumlah kumulatif transfusi darah
yang diberikan pada penderita untuk menentukan tingkat gejala yang melibatkan kardiovaskuler dan
untuk memutuskan kapan untuk memulai terapi khelasi pada pasien dengan thalassemia-β mayor atau
intermedia. Pada sistem ini, pasien dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
1. Stadium I
Merupakan mereka yang mendapat transfusi kurang dari 100 unit Packed Red Cells (PRC).
Penderita biasanya asimtomatik, pada echokardiogram (ECG) hanya ditemukan sedikit penebalan
pada dinding ventrikel kiri, dan elektrokardiogram (EKG) dalam 24 jam normal.
2. Stadium II
Merupakan mereka yang mendapat transfusi antara 100-400 unit PRC dan memiliki keluhan
lemah-lesu. Pada ECG ditemukan penebalan dan dilatasi pada dinding ventrikel kiri. Dapat ditemukan
pulsasi atrial dan ventrikular abnormal pada EKG dalam 24 jam.
3. Stadium III
Gejala berkisar dari palpitasi hingga gagal jantung kongestif, menurunnya fraksi ejeksi pada
ECG. Pada EKG dalam 24 jam ditemukan pulsasi prematur dari atrial dan ventrikular.

7. DIAGNOSIS BANDING
Thalassemia sering kali didiagnosis salah sebagai anemia defisiensi Fe, hal ini disebabkan oleh karena
kemiripan gejala yang ditimbulkan, dan gambaran eritrosit mikrositik hipokrom. Namun kedua
penyakit ini dapat dibedakan, karena pada anemia defisiensi Fe didapatkan :
- Pucat tanpa organomegali
- SI rendah
- IBC meningkat
- Tidak tedapat besi dalam sumsum tulang
- Bereaksi baik dengan pengobatan dengan preparat besi
Anemia sideroblastik dimana didapatkan pula gambaran apusan darah tepi mikrositik
hipokrom dan gejala-gejala anemia, yang membedakan dengan thalassemia adalah kadar besi dalam
darah tinggi, kadar TIBC (Total Iron Binding Capacity) normal atau meningkat sedangkan pada
thalassemia kadar besi dan TIBC normal.
Dapat juga dibandingkan dengan anemia defisiensi G6PD, dimana enzim ini bekerja untuk
mencegah kerusakan eritrosit akibat oksidasi. Merupakan salah satu anemia hemolitik juga. Dapat

8
dibedakan dengan thalassemia dengan gambaran apusan darah tepi dimana pada defisiensi G6PD
nomositik-normokrom dan pemeriksaan enzim G6PD.
Thalassemia juga didiagnosis banding dengan jenis thalassemia lainnya, yang memberi
gambaran klinis yang sama. Namun pada pemeriksaan elektroforesis hemoglobin dapat diketahui
jenis thalassemia α atau thalassemia β. Pada thalassemia α dengan HbH ditemukan jaundice dan
splenomegali.

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium yang perlu untuk menegakkan diagnosis thalassemia ialah:
1. Darah
Pemeriksaan darah yang dilakukan pada pasien yang dicurigai menderita thalasemia adalah :
- Darah rutin
Kadar hemoglobin menurun. Dapat ditemukan penurunan jumlah eritrosit, peningkatan jumlah
lekosit, ditemukan pula peningkatan dari sel PMN. Bila terjadi hipersplenisme akan terjadi penurunan
dari jumlah trombosit.
- Hitung retikulosit
Hitung retikulosit meningkat antara 2-8 %.
- Gambaran darah tepi
Anemia pada thalassemia mayor mempunyai sifat mikrositik hipokrom. Pada gambaran sediaan darah
tepi akan ditemukan retikulosit, poikilositosis, tear drops sel dan target sel.
- Serum Iron & Total Iron Binding Capacity
Kedua pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan anemia terjadi karena defisiensi
besi. Pada anemia defisiensi besi SI akan menurun, sedangkan TIBC akan meningkat.
- Tes Fungsi Hepar
Kadar unconjugated bilirubin akan meningkat sampai 2-4 mg%. bila angka tersebut sudah terlampaui
maka harus dipikir adanya kemungkinan hepatitis, obstruksi batu empedu dan cholangitis. Serum
SGOT dan SGPT akan meningkat dan menandakan adanya kerusakan hepar. Akibat dari kerusakan ini
akan berakibat juga terjadi kelainan dalam faktor pembekuan darah.

2. Elektroforesis Hb
Diagnosis definitif ditegakkan dengan pemeriksaan eleltroforesis hemoglobin. Pemeriksaan ini tidak
hanya ditujukan pada penderita thalassemia saja, namun juga pada orang tua, dan saudara sekandung
jika ada. Pemeriksaan ini untuk melihat jenis hemoglobin dan kadar HbA2. Petunjuk adanya
thalassemia α adalah ditemukannya Hb Barts dan Hb H. Pada thalassemia β kadar Hb F bervariasi
antara 10-90%, sedangkan dalam keadaan normal kadarnya tidak melebihi 1%.

3. Pemeriksaan sumsum tulang


Pada sumsum tulang akan tampak suatu proses eritropoesis yang sangat aktif sekali. Ratio rata-rata
antara myeloid dan eritroid adalah 0,8. pada keadaan normal biasanya nilai perbandingannya 10 : 3.

4. Pemeriksaan rontgen
Ada hubungan erat antara metabolisme tulang dan eritropoesis. Bila tidak mendapat tranfusi dijumpai
osteopeni, resorbsi tulang meningkat, mineralisasi berkurang, dan dapat diperbaiki dengan pemberian
tranfusi darah secara berkala. Apabila tranfusi tidak optimal terjadi ekspansi rongga sumsum dan
penipisan dari korteknya. Trabekulasi memberi gambaran mozaik pada tulang. Tulang terngkorak
memberikan gambaran yang khas, disebut dengan “hair on end” yaitu menyerupai rambut berdiri
potongan pendek pada anak besar.

5. EKG dan echocardiography untuk mengetahui dan memonitor keadaan jantungnya. Kadang
ditemukan jantung yang kardiomegali akibat anemianya.

6. HLA typing untuk pasien yang akan di transplantasi sumsum tulang.

7. Pemeriksaan mata, pendengaran, fungsi ginjal dan test darah rutin untuk memonitor efek terapi
deferoxamine (DFO) dan shelating agent.

9
9. PENATALAKSANAAN
Penderita trait thalassemia tidak memerlukan terapi ataupun perawatan lanjut setelah diagnosis
awal dibuat. Terapi preparat besi sebaiknya tidak diberikan kecuali memang dipastikan terdapat
defisiensi besi dan harus segera dihentikan apabila nilai Hb yang potensial pada penderita tersebut
telah tercapai. Diperlukan konseling pada semua penderita dengan kelainan genetik, khususnya
mereka yang memiliki anggota keluarga yang berisiko untuk terkena penyakit thalassemia berat.
Penderita thalassemia berat membutuhkan terapi medis, dan regimen transfusi darah
merupakan terapi awal untuk memperpanjang masa hidup. Transfusi darah harus dimulai pada usia
dini ketika anak mulai mengalami gejala dan setelah periode pengamatan awal untuk menilai apakah
anak dapat mempertahankan nilai Hb dalam batas normal tanpa transfusi.
a. Transfusi Darah
- Transfusi darah bertujuan untuk mempertahankan nilai Hb tetap pada level 9-9.5 gr/dL
sepanjang waktu.
- Pada pasien yang membutuhkan transfusi darah reguler, maka dibutuhkan suatu studi lengkap
untuk keperluan pretransfusi. Pemeriksaan tersebut meliputi fenotip sel darah merah, vaksinasi
hepatitis B (bila perlu), dan pemeriksaan hepatitis.
- Darah yang akan ditransfusikan harus rendah leukosit; 10-15 mL/kg PRC dengan kecepatan 5
mL/kg/jam setiap 3-5 minggu biasanya merupakan regimen yang adekuat untuk
mempertahankan nilai Hb yang diinginkan.
- Pertimbangkan pemberikan asetaminofen dan difenhidramin sebelum transfusi untuk mencegah
demam dan reaksi alergi.

Transfusi darah pertama kali:

 Hb >7 g/dl disertai


 Perubahan muka
 Gangguan pertumbuhan
 Fraktur tulang
 Hematopoietik ekstrameduler

 Hb <7 g/dl (pemeriksaan 2 kali berturutan jarak 2 minggu)

Transfusi selanjutnya
Jika Hb <8 g/dl Transfusi Darah* (pertahankan sampai Hb 12 g/dl)

Keadaan khusus
Hb >7 g/dl tanpa disertai gelaja + infeksi

Transfusi darah
Hb < 7 g/dl
Obati infeksi
(max 2 minggu) Hb > 7 g/dl

Komplikasi Transfusi Darah

10
Komplikasi utama dari transfusi adalah yang berkaitan dengan transmisi bahan infeksius
ataupun terjadinya iron overload. Penderita thalassemia mayor biasanya lebih mudah untuk terkena
infeksi dibanding anak normal, bahkan tanpa diberikan transfusi. Beberapa tahun lalu, 25% pasien
yang menerima transfusi terekspose virus hepatitis B. Saat ini, dengan adanya imunisasi, insidens
tersebut sudah jauh berkurang. Virus Hepatitis C (HCV) merupakan penyebab utama hepatitis pada
remaja usia di atas 15 tahun dengan thalassemia. Infeksi oleh organisme opurtunistik dapat
menyebabkan demam dan enteriris pada penderita dengan iron overload, khususnya mereka yang
mendapat terapi khelasi dengan Deferoksamin (DFO). Demam yang tidak jelas penyebabnya,
sebaiknya diterapi dengan Gentamisin dan Trimetoprim-Sulfametoksazol.

b. Terapi Khelasi (Pengikat Besi)


- Apabila diberikan sebagai kombinasi dengan transfusi, terapi khelasi dapat menunda onset dari
kelainan jantung dan, pada beberapa pasien, bahkan dapat mencegah kelainan jantung tersebut.
- Chelating agent yang biasa dipakai adalah DFO yang merupakan kompleks hidroksilamin
dengan afinitas tinggi terhadap besi. Rute pemberiannya sangat penting untuk mencapai tujuan
terapi, yaitu untuk mencapai keseimbangan besi negatif (lebih banyak diekskresi dibanding
yang diserap). Karena DFO tidak diserap di usus, maka rute pemberiannya harus melalui
parenteral (intravena, intramuskular, atau subkutan).
- Dosis total yang diberikan adalah 30-40mg/kg/hari diinfuskan selama 8-12 jam saat pasien tidur
selama 5 hari/minggu.

c. Transplantasi Sel Stem Hematopoetik (TSSH)


TSSH merupakan satu-satunya yang terapi kuratif untuk thalassemia yang saat ini diketahui.
Prognosis yang buruk pasca TSSH berhubungan dengan adanya hepatomegali, fibrosis portal, dan
terapi khelasi yang inefektif sebelum transplantasi dilakukan. Prognosis bagi penderita yang memiliki
ketiga karakteristik ini adalah 59%, sedangkan pada penderita yang tidak memiliki ketiganya adalah
90%. Meskipun transfusi darah tidak diperlukan setelah transplantasi sukses dilakukan, individu
tertentu perlu terus mendapat terapi khelasi untuk menghilangkan zat besi yang berlebihan. Waktu
yang optimal untuk memulai pengobatan tersebut adalah setahun setelah TSSH. Prognosis jangka
panjang pasca transplantasi , termasuk fertilitas, tidak diketahui. Biaya jangka panjang terapi standar
diketahui lebih tinggi daripada biaya transplantasi. Kemungkinan kanker setelah TSSH juga harus
dipertimbangkan.

d. Terapi Bedah
Splenektomi merupakan prosedur pembedahan utama yang digunakan pada pasien dengan
thalassemia. Limpa diketahui mengandung sejumlah besar besi nontoksik (yaitu, fungsi
penyimpanan). Limpa juga meningkatkan perusakan sel darah merah dan distribusi besi. Fakta-fakta
ini harus selalu dipertimbangkan sebelum memutuskan melakukan splenektomi.. Limpa berfungsi
sebagai penyimpanan untuk besi nontoksik, sehingga melindungi seluruh tubuh dari besi tersebut.
Pengangkatan limpa yang terlalu dini dapat membahayakan. Sebaliknya, splenektomi dibenarkan
apabila limpa menjadi hiperaktif, menyebabkan penghancuran sel darah merah yang berlebihan dan
dengan demikian meningkatkan kebutuhan transfusi darah, menghasilkan lebih banyak akumulasi
besi.
Splenektomi dapat bermanfaat pada pasien yang membutuhkan lebih dari 200-250 mL / kg
PRC per tahun untuk mempertahankan tingkat Hb 10 gr / dL karena dapat menurunkan kebutuhan sel
darah merah sampai 30%. Risiko yang terkait dengan splenektomi minimal, dan banyak prosedur
sekarang dilakukan dengan laparoskopi. Biasanya, prosedur ditunda bila memungkinkan sampai anak
berusia 4-5 tahun atau lebih. Pengobatan agresif dengan antibiotik harus selalu diberikan untuk setiap
keluhan demam sambil menunggu hasil kultur. Dosis rendah Aspirin® setiap hari juga bermanfaat
jika platelet meningkat menjadi lebih dari 600.000 / μL pasca splenektomi.

e. Transplantasi sumsum tulang


Transplantasi sumsum tulang untuk talasemia pertama kali dilakukan tahun 1982. Transplantasi
sumsum tulang merupakan satu-satunya terapi definitive untuk talasemia. Jarang dilakukan karena
mahal dan sulit.

11
f. Diet talasemia
Pasien dianjurkan menjalani diet normal, dengan suplemen sebagai berikut :
o Vitamin C à 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi.
o Asam Folat à 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
o Vitamin E à 200-400 IU setiap hari.
Sebaiknya zat besi tidak diberikan, dan makanan yang kaya akan zat besi juga dihindari. Kopi
dan teh diketahui dapat membantu mengurangi penyerapan zat besi di usus.

10. SKRINNING
Ada 2 pendekatan untuk menghinadari thalassemia:
1) Karena karier thalassemia β bisa diketahui dengan mudah, skrinning populasi dan koseling
tentang pasangan bisa dilakukan. Bila heterozigot menikah, 1 dari 4 anak mereka bisa menjadi
homozigot atau gabungan heterozigot.
2) Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir, pasangannya bisa diperiksa dan bila
termasuk karier, pasangan tersebut ditawari diagnosis prenatal dan terminasi kehamilan pada
fetus dengan thalassemia β berat.
Bila populasi tersebut menghendaki pemilihan pasangan, dilakukan skrinning premarital yang bisa
dilakukan di sekolah anak. Penting menyediakan program konseling verbal maupun tertulis mengenai
skrinning.
Alternatif lain bisa juga dilakukan pemeriksaan terhadap setiap wanita hamil berdasar ras, melalui
ukuran eritrosit, kadar Hb A2 (meningkat pada thalassemia-β). Bila kadarnya normal, pasien dikirim
ke pusat yang bisa menganalisis rantai α.

11. KOMPLIKASI
- Splenomegali karena penimbunan besi dan eritrosit abnormal, leukosit dan trombosit.
- Anak dengan β thalassemia mayor dengan transfuse yang tidak adekuat dapat menyebabkan
pertumbuhan kurang dan mudah terinfeksi, hepatosplenomegali, penipisan cortex tulang dan
mudah fraktur.
- Hemosdierosis akibat pemberian transfuse, sehingga kadar serum besi yang berlebihan.
- Kerusakan hepar yang disebabkan oleh besi yang berhubungan dengan komplikasi sekunder
dari transfuse dan infeksi hepatitis C merupakan penyebab tersering hepatitis pada anak
dengan thalassemia.
- Congestive heart failure dan cardiac aritmia pada transfusi tanpa chelating agent.
- Thrombosis dan septikemia pada splenektomi
- Wanita dengan fetus α- thalassemia meningkatkan komplikasi pada kehamilan karena
toksikemia dan peradarahan post partum.
-
12. PROGNOSIS
Prognosis bergantung pada tipe dan tingkat keparahan dari thalassemia. Seperti dijelaskan
sebelumnya, kondisi klinis penderita thalassemia sangat bervariasi dari ringan bahkan asimtomatik
hingga berat dan mengancam jiwa, tergantung pula pada terapi dan komplikasi yang terjadi. Bayi
dengan thalassemia α mayor kebanyakn lahir mati atau lahir hidup dan meninggal dalam beberapa
jam. Anak dengan thalassemia dengan transfusi darah biasanya hanya bertahan sampai usia 20 tahun,
biasanya meninggal karena penimbunan besi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman Richard E., Kliegman Robert, Arvin Ann M., et al. Kelainan Hemoglobin: Sindrom
Thalassemia. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Volume 2. Edisi ke-15. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2001. Hal 1708-1712.
3. Permono, Bambang H., Sutaryo, Ugrasena, IDG. Sel darah merah: Eritropoisis. Buku Ajar
Hematologi- Onkologi Anak. Cetakan ketiga. Ikatan Dokter Indonesia. Jakarta : 2010. Hal 1-6,
16-23.

12
4. Permono, Bambang H., Sutaryo, Ugrasena, IDG. Hemoglobin Abnormal: Talasemia. Buku Ajar
Hematologi- Onkologi Anak.. Cetakan ketiga. Ikatan Dokter Indonesia. Jakarta : 2010. Hal 64-84.
5. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hematologi.
Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Bagian Ilmu

I. Klarifikasi Istilah
No. Istilah Definisi
Keadaan kulit lebih putih dari biasanya yang umumnya
1. Pucat mengenai seluruh badan dan seringkali terlihat pada muka,
konjungtiva, bagian dalam mulut, dan kuku.
Epiktasis merupaka kondisi yang ditandai dengan keluarnya
2. Mimisan
darah dari hidung
Pigmen pembawa oksigen dan protein utama dalam Sel Darah
3. Hemoglobin (Hb)
Merah (RBC)
Transfer darah atau komponen darah pendonor ke aliran darah
recipient dan merupak life saving manuever untuk
4. Transfusi
menggantikan kehilangan atau kekurangan darah yang bisa
diakibat karena anemi atau pendarahan hebat.
Packed Red Cell adalah salah satu jenis transfusi yang dibuat
5. PRC dari whole blood yang disentrifugasi dan untuk menyingkirkan
sel plasma dan hanya menyisakan unit hematokrit sekitar 60%
Bagian yang berhubungan dengan frontalis yang membentuk
6. Frontal Bossing
tonjolan yang bulat
Capillary Refill Time adalah Test yang dilakukan secara cepat
7. CRT pada daerah dasar kuku untuk memonitor dehidrasi dan jumlah
aliran kejaringan (perfusi normal <2 sec)
8. Hematokrit Persentase volume eritrosit dalam seluruh darah
Mean Corpuscullar Volume merupakan salah satu pemeriksaan
darah yang menunjukan volume rata-rata suatu sel darah
9. MCV
merah dibandingkan dengan seluruh darah merah dalam aliran
darah.
Mean Corpuscullar Hemoglobin adalah ukuran dari massa
10. MCH
hemoglobin yang terkandung dalam sel darah merah
Mean Corpuscullar Hemoglobin Concentration adalah
11. MCHC
perhitungan rata-rata konsentrasi hemoglobin dalam eritrosit.
Eritrosit muda yang menunjukkan retikulum basofilik pada
12. Retikulosit
pewarnaan vital.
Kecepatan sel darah merah mengendap di dalam tabung uji
13. Laju Endap Darah
dengan satuan mm/jam
14. Bilirubin Total Total dari bilirubin direct dan bilirubin indirect.
Bilirubin conjugated adalah bilirubin yang telah diambil sel-sel
15. Bilirubin Direct hati dan dikonjugasikan membentuk bilirubin di glukukronik
yang larut air
Bilirubin unconjugated adalah bentuk bilirubin larut lemak
16. Bilirubin Indirect
yang beredar dalam asosiasi longgar dengan protein plasma
Test Laboraotium yang mengukur jumlah besi dalam sirkulasi
17. Besi Serum
yang terikat pada transferin.
Test Laboratorium yang mengukur kapasitas darah untuk
18. TIBC
mengikat besi dengan trasnferin
Protein intraseluler universal yang menyimpan zat besi dan
19. Feritin
melepaskan secara terkendali.
20. Mikrositik Kelainan sel darah dimana nilai MCV < 80 fl

13
21. Hipokrom Kelainan sel darah dimana nilai MCH < 27 pg
Adanya eritrosit yang ukurannya bervariasi dan bentuknya
22. Anisopoikilositosis
abnormal dalam darah.
23. Sel Pensil Variasi eritrosit yang berbentuk seperti pensil
24. Target Cell Variasi eritrosit yang berbentuk seperti sasaran

II. Analisis Masalah


1a. Apa hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan terkait kasus ? gege
 Jenis kelamin
Pada thalassemia baik pria maupun wanita,keduanya memiliki kemungkinan yang sama, jadi
jenis kelamin bukanlah factor resiko pada penyakit thalasemia.
 Usia
Meskipun thalassemia merupakan penyakit turunan (genetik), usia saat timbulnya gejala
bervariasi secara signifikan. Dalam talasemia, kelainan klinis pada pasien dengan kasus-kasus
yang parah dan temuan hematologik pada pembawa (carrier) tampak jelas pada saat lahir.
Ditemukannya hipokromia dan mikrositosis yang tidak jelas penyebabnya pada neonatus.
PAda kasus pasien berusia 7 tahun, 6 bulan dimkasudkan bahwa An. Sri memiliki gejala
thalasemia pada usia tersebut.

3a. Apa makna klinis dari penderita bertambah pucat, perut tampak membesar dan anak
terlihat semakin lemas ? gege
 Penderita bertambah pucat
Hal ini disebabkan oleh penurunan fungsional hemoglobin dalam menyuplai atau membawa
oksigen ke jaringan-jaringan tubuh yang digunakan untuk oksidasi sel. Sehingga oksigenasi
ke jaringan berkurang. Selain sebagai pembawa oksigen, hemoglobin juga sebagai pigmen
merah eritrosit sehingga apabila terjadi penurunan kadar hemoglobin ke jaringan maka
jaringan tersebut menjadi pucat.
 Perut tampak membesar
Splen atau limpa secara normal bertugas menghancurkan eritrosit tua maupun abnormal
sehingga dapat melepaskan hemoglobin yang akan dimetabolisme menjadi biliribun di
hati/hepar, menjadi reservoir cadangan eritrosit, sintesis limfosit dan sel plasma dalam system
imun, dan membentuk eritrosit baru saat masa janin dan bayi baru lahir. Adanya hemolisis
menyebabkan proses perombakan eritrosit secara cepat. Eritrosit abnormal cepat dihancurkan
oleh limpa dan hati dengan bantuan makrofag sehingga semakin banyak eritrosit abnormal
maka kerja limpa akan semakin berat. Hal inilah yang menyebabkan adanya splenomegali.

Selain destruksi eritrosit di limpa juga terdapat di hati. Selain itu sebagai kompensasi atau
umpan balik dari penurunan kadar hemoglobin akibat oksigenasi ke jaringan kurang
merangsang terjadinya eritropoesis 6-8 kali lipat oleh sumsum tulang. Untuk menunjang dan
membantu kerja sumsum tulang dalam eritropoesis sehingga terbentuk eritropoesis
ekstramedular pada limpa dan hati sehingga merupakan salah satu penyebab
hepatosplenomegali.
 Terlihat semakin lemas
Lemas dan mudah capek disebabkan oleh karena suplai oksigen ke jaringan untuk oksidasi sel
sebagai proses penghasil energi berkurang. Pasien mengalami penurunan kadar hemoglobin di
mana nilai rujukan normal untuk anak-anak sebesar 10-16 g/dl (Sutedjo, 2007).

4a. Apa hubungan riwayat penyakit terdahulu dengan keluhan yang dialami sekarang ?
Pada 2 tahun yang lalu, Anak Sri mengalami gejala awal dari thalasemia dan diindikasikan
untuk segera di transfusi PRC leukodepleted, hubungan gejala 2 tahun yang lalu dengan
gejala yang dialami sekarang berkaitan dengan progresivitas penyakit thalasemia yang dalam
hal ini tidak diketahui bahwa data riwayat pengobatakn Anak Sri terkontrol atau tidak.

14
5b. Bagaimana pola penurunan thalassemia ?
Thalasemia diturunkan secara autosomal resesif

Th
25 25
Nor % Orang tua Nor % Orang tua

ala 50%
No 5% Gen tha Gen tha
Gen n N Gen nThala
ssemia mal la ssemia mal la

sse
ormaormal orm ssemia
rm
Mayaolr 25
2

mi
25%
al
%

a
tra
Normal Normal Normal Normal Normal Thalassemia trait Thalassemia

it
25% 25% 25% 25% 25% 50% Mayor 25%
Gen normal Gen thalassemia Gen normal Gen thalassemia

Gen tha Orang tua O Gen tha Orang tua


Or

ssemia rang tu

No 5%
GenTnhalas GenTnhalass
ssemia la la
an

se
orma mia trait
a e
orma mia trait

rm
2
l l
gt

50% 50%

al
ua

Thalassemia trait Thalassemia mayor Normal Thalassemia trait


50% 50% 25% 50%
Gen normal Gen thalassemia Gen normal Gen thalassemia

7c. Apa saja klasifikasi dari anemia berdasarkan GDT ?

15

Anda mungkin juga menyukai