made wardhana
I. PENDAHULUAN
Bioetika berasal dari dua kata yaitu biologi dan ilmu kedokteran yang menyangkut masalah di
bidang kehidupan, tidak hanya memperhatikan masalah-masalah yang terjadi pada masa
sekarang, tetapi juga memperhitungkan kemungkinan timbulnya pada masa yang akan datang.
Di dalam uraian mengenai bio-etika dibedakannya Etika dalam 3 pengertian, yaitu: 1. Etika
sebagai nilai-nilai dan asa-asas moral yang dipakai seseorang atau suatu keloompok sebagai
pegangan bagi tingkah lakunya. 2. Etika sebagai kumpulan asas dan nilai yang berkenaan
dengan moralitas ( apa yang dianggap baik atau buruk) Misalnya: Kode Etik Kedokteran, Kode
Etik Rumah Sakit. 3. Etika sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dari sudut
norma dan nilai-nilai moral. Fransese Abel merumuskan definisi tentang bio-etika yang
diterjemahkan Bertens sebagai berikut: Bio Etika adalah studi interdisipliner tentang problem-
problem yang ditimbulkan oleh perkembanagn di bidang biologi dan ilmu kedokteran baik pada
skala mikro maupun pada skala makro, serta dampaknya terhadap masyarakat luas serta sistim
nilainya kini dan masa mendatang.
Jadi apakah sebenarnya etika itu dan bagaimanakah etika dapat menolong dokter atau
ners berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan sekitar bioetika?
Secara sederhana etika merupakan ilmu/kajian mengenai moralitas - refleksi terhadap moral
secara sistematik dan hati-hati dan analisis terhadap keputusan moral dan perilaku baik pada
masa lampau, sekarang atau masa mendatang. Moralitas merupakan dimensi nilai dari keputusan
dan tindakan yang dilakukan manusia. Bahasa moralitas termasuk kata-kata seperti ’hak’,
’tanggung jawab’, dan ’kebaikan’ dan sifat seperti ’baik’ dan ’buruk’ (atau ’jahat’), ’benar’ dan
’salah’, ’sesuai’ dan ’tidak sesuai’. Menurut dimensi ini, etika terutama adalah bagaimana
mengetahuinya (knowing), sedangkan moralitas adalah bagaimana melakukannya (doing).
Hubungan keduanya adalah bahwa etika mencoba memberikan kriteria rasional bagi orang
untuk menentukan keputusan atau bertindak dengan suatu cara diantara pilihan cara yang lain.
Dari definisi dan penjelasan tersebut maka dapat kita ketahui bahwa etika kedokteran merupakan
salah satu cabang dari etika yang berhubungan dengan masalah-masalah moral yang timbul
dalam praktek kedokteran. Etika kedokteran berfokus terutama dengan masalah yang muncul
dalam praktik pengobatan sedangkan bioetika merupakan subjek yang sangat luas yang
berhubungan dengan masalah-maslah moral yang muncul karena perkembangan dalam ilmu
pengetahuan biologis yang lebih umum. Bioetika juga berbeda dengan etika kedokteran karena
tidak memerlukan penerimaan dari nilai tradisional tertentu dimana hal tersebut merupakan hal
yang mendasar dalam etika kedokteran. Sebagai seseorang yang profesinya bergelut dibidang
medis, tentu dengan memahami etika kedokteran kita akan siap menghadapi berbagai kasus
yang mengandung refleksi etis tersebut dengan jawaban, sikap, dan tindakan yang tepat.
Bioetika Keperawatan/2/6/2018 1
2. Non-maleficence
prinsip untuk tidak melakuan tindakan berbahaya(buruk) yang merugikan terhadap pasien
kewajiban dokter untuk tidak mencelakakan pasien
3. Otonomi
mengakui hak-hak individu untuk menentukan nasib sendiri
prinsip menghargai hak pasien
4. Justice
Prinsip keadilan atau bertindak adil terhadap semua pasien
Dalam pelaksanaannya sehari-hari beberapa kaidah dasar tersebut bisa saling bertentangan satu
dengan yang lainnya. Tentu hal itu sangat wajar karena masing-masing kaidah tersebut
mempunyai kekhasan nilai masing-masing. Namun kita harus dapat memilih yang mana lebih
prioritas. Contoh kecil saja yaitu ketika seorang dokter/ners lebih mendahulukan pasien baru,
yang datang dalam keadaan gawat darurat daripada pasien-pasien yang telah antri lama. Hal itu
menunjukkan adanya pertentangan antara kaidah justice dan non-maleficence. Namun tindakan
dokter tersebut dapat dibenarkan karena dalam kasus ini yang menjadi prioritas adalah kaidah
non-malefincence. Dari uraian yang sangat singkat ini maka diharapkan kita akan lebih berusaha
untuk memahami etika kedokteran, karena pada seorang dokter tidak hanya dibutuhkan
ketereampilan teknis dan teori semata tetapi juga kemampuannya dalam menghadapi kasus-
kasus yang berhubungan dengan etik.
Bioetika Keperawatan/2/6/2018 2
Hippokrates ini) dan profesi medis tidak pernah dilepaskan sepanjang masa. Walaupun pasti ada
juga banyak ups and downs, Sumpah Hipokrates tahan terus dalam sejarah kedokteran dan
memberi kontribusi besar guna menegakkan profesi medis sebagai profesi yang terhormat dalam
masyarakat.
Contoh yang mencolok mata adalah penelitian biomedis yang mengikutsertakan subyek
manusia. Seusai Perang Dunia II, baru diketahui eksperimen-eksperimen kejam yang dilakukan
dokter-dokter Nazi selama rezim Hitler di Jerman dengan korban-korban mereka yang
kebanyakan keturunan Yahudi. Pengalaman mengejutkan ini memicu perhatian besar untuk
etika penelitian biomedis yang sejak saat itu menjadi bagian penting dari etika biomedis. Perlu
diperhatikan lagi bahwa di antara peneliti-peneliti biomedis itu terdapat semakin banyak ahli
dari luar profesi kedokteran, seperti ahli-ahli biologi, yang juga tidak terdidik dalam tradisi etika
kedokteran dan tidak pernah mengucapkan Sumpah.
Contoh lain adalah problem-problem baru yang muncul berhubungan dengan pengembangan
intensive care unit (ICU) yang memakai alat-alat canggih seperti respirator, mulai dasawarsa
1950-an dan 1960-an. Dengan teknologi baru ini dimungkinkan bahwa fungsi pernapasan dan
peredaran darah diambil alih oleh mesin. Bila mesin dihentikan, pasien langsung meninggal
karena ia tidak lagi bisa bernapas secara spontan. Namun, jika pasien hanya bernapas dengan
bantuan mesin, apakah dapat dikatakan bahwa ia masih “hidup” dalam arti yang sebenarnya?
Perbatasan antara hidup dan mati menjadi kacau! Permasalahan ini agak cepat mengakibatkan
munculnya pengertian baru tentang kematian, yaitu mati otak: manusia adalah mati jika seluruh
otaknya mati atau tidak memiliki aktivitas lagi. Kalau pasien dengan kondisi itu sudah sungguh
mati otak, kita boleh mengambil organ-organnya untuk ditransplantasi pada pasien lain yang
membutuhkan. Demikian memang prosedurnya dalam transplantasi jantung, umpamanya.
Selain mengubah definisi kematian itu sendiri, pemakaian alat bantu hidup dalam ICU
menimbulkan banyak masalah etis baru lagi. Misalnya, kalau kita menghentikan alat bantu
hidup seperti respirator, apakah kita tidak membunuh pasien? Atau, sebaliknya, kita menyiksa
pasien terminal dengan memakai terus alat-alat bantu hidup itu, sedang pasien sudah tidak dapat
disembuhkan dengannya? Pertanyaan-pertanyaan ini memang menyangkut hubungan dokter-
pasien, tetapi dalam perspektif baru yang tidak dibayangkan sebelumnya.
Bioetika adalah refleksi etis atas pertanyaan-pertanyaan baru yang ditimbulkan oleh life
sciences dan teknologi biomedis sejak kira-kira pertengahan abad ke-20. Perkembangan yang
begitu cepat dan kadang-kadang sungguh revolusioner mengundang kalangan ilmiah untuk juga
memikirkan implikasi-implikasi etisnya. Karena itu, bioetika dapat dipandang sebagai perluasan
etika kedokteran/kesehatan yang tradisional.
Bioetika Keperawatan/2/6/2018 3
menghentikan bantuan makanan dan minuman untuk pasien yang berada di dalam keadaan
vegetatif (koma).
Euthanasia tidak sukarela: ini terjadi ketika pasien yang sedang sekarat dapat ditanyakan
persetujuan, namun hal ini tidak dilakukan. Kasus serupa dapat terjadi ketika permintaan
untuk melanjutkan perawatan ditolak.
Bantuan bunuh diri: ini sering diklasifikasikan sebagai salah satu bentuk euthanasia. Hal ini
terjadi ketika seorang individu diberikan informasi dan wacana untuk membunuh dirinya
sendiri. Pihak ketiga dapat dilibatkan, namun tidak harus hadir dalam aksi bunuh diri
tersebut. Jika dokter terlibat dalam euthanasia tipe ini, biasanya disebut sebagai ‘bunuh diri
atas pertolongan dokter’. Di Amerika Serikat, kasus ini pernah dilakukan oleh dr. Jack
Kevorkian.
Bioetika Keperawatan/2/6/2018 4
Karena itu Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) masih mengadakan perundingan
tentang lafal sumpah dokter Indonesia melalui hasil referendum dari anggota IDI untuk memilih
apakah kata “mulai dari saat pembuahan” hendak dihilangkan atau diubah. (MKEK, 2002).
Sikap etis profesional berarti bekerja sesuai standar, melaksanakan advokasi, menjamin
keselamatan pasien, menghormati terhadap hak-hak pasien. Kriteria perilaku profesional antara
lain mencakup bertindak sesuai keahlian dan didukung oleh keterampilan, bermoral tinggi,
memegang teguh etika profesi, serta menyadari ketentuan hukum yang membatasi gerak.
(Wahyuningsih, et. al., 2005).
Seluruh peraturan tentang kegiatan yang terkait dengan perihal kesehatan termasuk
dalam hukum kesehatan. Dalam KUHP, pasal 346 hingga pasal 350 mengatur batasan-batasan
aborsi. Namun dalam KUHP, kesengajaan aborsi sangat tidak dibenarkan. (KUHP, 2008)
Dalam UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan pasal 15, dinyatakan bahwa dalam
upaya menyelamatkan Ibu dan atau janinnya dapat dilakukan tindakan tertentu. Namun,
tindakan tertentu ini belum dijelaskan lebih detil, seperti apa dan kriteria tertentu dalam
pelaksanaan tindakan medis yang dimaksud. (UU Kesehatan, 1992)
Secara umum, agama apapun melarang aborsi. Depresi pada ibu hamil sedikit banyak
mempengaruhi perkembangan janin, bahkan masih berpengaruh dalam tahap perkembangan
awal bayi setelah kelahiran. Peningkatan hormon stres pada ibu juga mengakibatkan hal yang
sama pada janin. Hal ini tidak membahayakan nyawa ibu, hanya dapat mengakibatkan bayi lahir
prematur dan berat badan dibawah normal. Selain itu, respon bayi terhadap lingkungannya
kurang peka bila dibandingkan dengan bayi dari ibu yang tidak mengalami depresi. (Field, et.al.,
2004)
Menurut etika kedokteran, setiap dokter harus menghormati setiap makhluk insani.
Namun karena masih terdapat pertentangan maksud pasal dan sumpah dokter yang berkaitan
dengan waktu dimulainya suatu awal kehidupan, maka dalam etika kedokteran, pelaksanaan
aborsi dalam kasus ini diserahkan kembali kepada hati nurani masing-masing dokter.
Dalam etika profesionalisme, apabila seorang dokter tidak memberanikan dirinya untuk
melaksanakan tindakan aborsi, maka dokter tersebut dapat merekomendasikan pelaksanaan
aborsi tersebut kepada dokter lain yang jelas kompeten di bidangnya, dengan tetap memantau
dan bertanggung jawab atas keselamatan dan perkembangan pasien selanjutnya.
Republik Indonesia yang berdasarkan hukum telah membuat hukum yang mengatur
aborsi, dalam KUHP dan UU Kesehatan. KUHP menyatakan segala macam bentuk aborsi
dilarang, bahkan dengan tujuan menyelamatkan nyawa Ibu. Sementara UU Kesehatan
menyatakan pembolehan aborsi apabila nyawa Ibu dapat terancam apabila kehamilan diteruskan
lebih lanjut.
Bioetika Keperawatan/2/6/2018 5
memperpanjang harapan hidup manusia. Akan tetapi, teknologi ini menimbulkan permasalahan
besar manakala manusia menjadi objek teknologi itu. Dengan teknik kloning manusia merasa
mampu menciptakan kehidupan baru dalam laboratorium kehidupannya.
Dengan demikian kita dapat memahami permasalahan kloning manusia dan menempatkan diri
kita pada posisi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan etis sehingga kita dapat
mengambil sikap yang sepantasnya sebagai manusia yang bermartabat dan berbudaya.
Prespektif Ilmiah
Pada tahun 1932, Aldous Huxley menulis sebuah buku fiksi ilmiah dengan judul Brave New
World yang menggambarkan semua proses reproduksi manusia dijalankan dalam sebuah
laboratorium besar di mana masing-masing bayi diklon dari seorang induk. Dari satu induk
master ini, lalu dibuat berbagai macam tipe kasta manusia pekerja, yang bekerja sesuai bidang-
bidang pekerjaannya. Caranya adalah dengan menetop pertumbuhan normal embrio itu yang dia
sebut sebagai proses Bokanovsky, lalu embrio itu pertama-tama dipecah dengan sinar X menjadi
delapan dan kemudian masing-masing dipecah menjadi dua belas, sampai mencapai 96 sel yang
berasal dari satu embrio (Kusmaryanto, 2001: xiii). Lalu masing-masing sel dimasukkan ke
dalam bnotol yang berfungsi sebagi rahim dan dihubungkan dengan tabung oksigen, yang
menjadi penentu nasib dan intelligent embrio tersebut.Akhirnya, muncul beberapa macam kasta,
mulai dari Epsilon (kasta terendah) dan tidak punya otak serta mengerjakan pekerjaan kasar. Di
atasnya ada kasta Delta, sampai kasta yang lebih baik dan tinggi lagi setelahnya yakni Gamma,
Betta, dan Alpha (Ibid, hlm xiv).
Pada waktu buku Huxley tersebut ditulis, masalah ini memang masih merupakan fiksi ilmiah
daripada kenyataan yang sudah terjadi. Huxley, mungkin, memprediksi bahaya dari boteknologi
bagi masyarakat luas, terutama masalah yang saat ini dikenal dan disebut dengan kloning.
Bioetika Keperawatan/2/6/2018 6
ini biaya pengadaan embrio dapat diminimalisasi hingga 90%. Tujuan yang kedua adalah untuk
memperoleh dua atau lebih embrio yang kembar identik agar salah satunya dapat dipakai untuk
penyelidikan kemungkinan penyimpangan genetis dan memperbaikinya pada embrio yang
lainnya. Bila kita memperhatikan secara lebih seksama, proses embryo splitting ini sebenarnya
juga terjadi secara natural dalam kasus bayi kembar identik melalui pembuahan n dan proses
reproduksi normal.
Ada cara lain untuk memperoleh replika genetika yang sama atau persis, yakni dengan
”Recombinant DNA Technology” atau juga disebut dengan ”gene cloning”. Cara ini dibuat
pertama-tama dengan menggabungkan gen yang akan diklon dengan sebuah vektor. Organisme
yang biasanya digunakan untuk mengklon DNA manusia ialah bakteri Escherrichia Coli (E.
Coli), yakni bakteri yang ada di dalam sistem pencernaan manusia. Teknik recombinant DNA
ini telah lama digunakan guna menghasilkan banyak sekali bahan farmasi kedokteran.
Manfaat Kloning
Ada beberapa manfaat kloning bagi dunia bioteknologi, yakni:
1. Memproduksi organ tubuh untuk keperluan transplantasi
Permasalahan suplai organ yang kurang untuk transplantasi menjadi sangat mendesak untuk
diselesaikan pada masa sekarang ini. Kekurangan organ transplantasi menjadi perhatian
serius para ahli. Misalnya, jenis penyakit leukimia tertentu yang hanya dapat disembuhkan
secara total dengan cangkok sumsum tulang belakang. Kloning, karenanya menjadi sumber
alternatif yang cukup memungkinkan untuk produksi sekaligus suplai organ tubuh.
2. Menghindarkan atau menolak penyakit
Terdapat banyak sekali penyakit keturunan yang diturunkan dari orang tua ke anak yang
diakibatkan oleh tidak normalnya gen yang dimiliki oleh orang tuanya. Baik yang
terkandung di dalam nukleus (inti sel) maupun diluarnya, misalnya mitokondria – struktur-
struktur kecil yang berfungsi sangat krusial di luar nukleus. Problem penyakit keturunan
akibat gen yag tidak normal ini dapat dipecahkan dengan praktek kloning. Melalui cara
membuang mitokondria dari sel telur yang mengandung abnormalitas gen tersebut dan
memasukkannya nukleusnya ke dalam sel telur yang sehat, mitokondrianya dikembangkan
didalamnya sebelum akhirnya diimplantasikan ke dalam rahim.
3. Menciptakan manusia unggul
Tujuan ini lebih didasarkan pada keinginan atau impian untuk memperoleh ras/manusia
unggul. Contoh keinginan untuk mengklon Einstein. Meskipun demikian, hingga saat ini
banyak para ahli sangat meragukan efektivitas dari dari metode ini, seandainya Einstein
dapat diklon, apakah klonnya dapat memiliki kejeniusan layaknya Einstein? Sebab, hingga
saat ini otak tidak dapat diklon.
4. Seleksi jenis kelamin
5. Memecahkan masalah reproduksI (tidak dapat memiliki keturunan)
6. Menyediakan bahan riset
7. Immortalitas (ingin tetap abadi)
8. Bisnis para ahli bioteknologi
Bioetika Keperawatan/2/6/2018 7
perlindungan hukum dan moral ketika telah menjadi individu manusia yang sempurna.
Berdasarkan pada pengertian individu dari bahasa latin: in + dividere (membagi), yang berarti
tidak dapat dibagi lagi ke dalam bagian-bagian lebih kecil. Kemanusiaan manusia bukanlah
sesuatu yang ditambahkan dari luar, melainkan sebagai sesuatu yang intrinsik, yang ada bersama
adanya manusia. Ia ada dan hilang bersama dengan ada dan hilangnya (matinya) manusia.
Singkat kata: Anak domba adalah anak domba dan anak manusia adalah anak manusia. Tanpa
merujuk terlebih dahulu kepada ajaran suatu agama tertentu pun, kita telah mengetahui bahwa
sel telur yang sudah dibuahi adalah manusia utuh, yang telah ada informasi dan aspek-aspek
genetisnya dan tinggal memerlukan waktu untuk proses perkembangan lebih lanjut.
d. Risiko Kesehatan
Karena teknik (teknologinya) yang belum aman, maka akan sangat berimplikasi terhadap
kesehatan olah orang yang lahir melalui praktek kloning ini. Kesalahan fatal yang dapat
diakibatkan oleh kloning dapat mengakibatkan cacat atau penyakit keturunan seumur hidup.
Tidak sebanding dengan upaya untuk menghindari penyakit dengan melakukan proses kloning
tersebut.
Bioetika Keperawatan/2/6/2018 8
akan ikut mati secara bertahap," tuturnya. Nah, sebelum semua organ itu mati, proses
transplantasi bisa dilakukan.
Pada saat itulah, dokter berkesempatan untuk mengambil organ tubuh yang akan didonorkan.
Sebab, organ masih bisa disambungkan ke bagian tubuh penerima donor. Waktunya tidak lama,
sekitar 30 menit. Tapi, kalau menggunakan mesin respirator, bisa bertahan sampai beberapa hari.
Sementara, menurut hukum positif di Indonesia, kematian seseorang dilihat dari detak
jantungnya. Ketika jantung berhenti berdenyut, seseorang dinyatakan telah mati. Hal tersebut
mengacu pada penerapan hukuman mati dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Definisi mati, menurut KUHP, sangat tidak sejalan dengan kebutuhan transplantasi. Menurut
Prof Dr dr Diany Yogiantoro SpM(K), ahli transplantasi kornea, ketika jantung berhenti
berdenyut, seluruh organ tubuh telah mati. Karena itulah, organ tubuhnya tidak bisa
ditransplantasikan ke orang lain. "Kala itu, tubuh telah menjadi bangkai. Kecuali kornea mata,"
jelasnya.
Perbedaan itulah, menurut ahli liver RSU dr Soetomo dr Poernomo Boedi SpPD, yang
membahayakan dokter. Dokter bisa dituntut secara hukum karena dianggap melukai atau bahkan
membunuh seseorang. Yaitu, ketika dokter mengambil organ tubuh dari tubuh seseorang yang
telah dinyatakan mati secara medis, tapi secara hukum, dia belum dianggap mati karena
jantungnya masih berfungsi.
Karena itu, transplantasi yang diambilkan dari orang yang dinyatakan mati secara medis (batang
otak tak berfungsi) potensial dipersoalkan. Dokter bisa disalahkan dan dijerat hukuman. "Ini
akan menjadi mainan bagi pengacara-pengacara," katanya.
Akhirnya, para dokter tidak bisa leluasa dan takut melakukan transplantasi organ tubuh.
Sebab, bisa jadi keluarga si mayat tidak terima jika organ pada jasad saudaranya diambil. Ini
bisa terjadi kendati sebelumnya pemilik telah merelakan organ tubuhnya didonorkan. "Kasus ini
banyak terjadi di Indonesia," kata Boedi.
Karena itulah, lanjut Boedi, dokter membutuhkan regulasi yang mendukung dan memayungi
terobosan-terobosan ilmu kedokteran, seperti transplantasi. Menurut dia, peraturan-peraturan
yang tidak sesuai dengan perkembangan zaman seharusnya bisa diubah sehingga tidak
membatasi gerak ilmu pengetahuan.
Sementara itu, konsep mati menurut Islam mirip dan bahkan sama dengan konsep mati secara
medis.
Bioetika Keperawatan/2/6/2018 9
Secara garis besar, ada dua cara memperoleh organ: melalui donor hidup dan donor mati.
Menyangkut donor hidup, bolehkah organ ditukar dengan sejumlah uang? Atau haruskah
sumbangan organ didasarkan pada motif yang sepenuhnya altruistik? Etiskah jual-beli organ?
Tidakkkah ini akan menjadikan kedokteran menjadi semacam pasar bebas untuk organ?
Bolehkah orang—dengan kemauannya sendiri—menjual organnya, dan orang lain membelinya?
Saat ini, organ trafficking sudah menjadi masalah global. Meski secara resmi pemerintah-
pemerintah di dunia melarang ini dengan hukuman yang cukup keras, nyatanya perdagangan
organ terus berlangsung.
Di sini ada masalah etis lain, biasanya penyuplai organ datang dari negara-negara dengan amat
banyak orang miskin (seperti India , Bangladesh , China , dan sebagainya), sedangkan penerima
organ adalah negara-negara maju (AS, sebagian negara Eropa, Singapura, dan sebagainya).
Tidakkah ini menunjukkan bahwa seakan-akan orang kaya memiliki hak lebih atas hidup dan
kesehatan (dan kehidupan) dibanding orang miskin? Bagaimana tanggapan etis kita
terhadapnya?
Bagaimana dengan narapidana? Bolehkah ia—sebagai orang yang pernah melakukan
kejahatan terhadap masyarakat—menerima kebaikan hati anggota masyarakat lain? Di negara
seperti AS, ada isu yang pernah menjadi kontroversi: bolehkah imigran ilegal menerima
cangkok organ? Atau, bolehkah orang yang tak berhati-hati menjaga kesehatannya menerima
organ baru (pecandu alkohol menerima hati baru; atau perokok berat menerima paru-paru)?
Pertanyaan-pertanyaan ini terkesan mendiskriminasi kelompok masyarakat tertentu yang pernah
melakukan kesalahan sosial ataupun personal. Bolehkah diskriminasi semacam ini
diberlakukan? Secara lebih umum, adakah situasi yang memungkinkan diperbolehkannya
(secara etis) diskriminasi?
Persoalan-persoalan di atas muncul karena desakan kekurangan organ yang luar biasa,
dibandingkan dengan yang membutuhkannya, sehingga siapa yang berhak mendapatkan organ,
atau mendapatkan prioritas untuk itu, menjadi persoalan yang amat mendesak. Masalah-masalah
seperti ini biasanya dibahas dalam konteks keadilan distributif (secara sempit). Yaitu, dalam
suatu masyarakat, apakah semua anggota masyarakat punya hak yang sama ( equal access ) atas
organ? Ada beberapa kriteria lain yang biasa dipakai—misalnya berdasarkan asas kebutuhan
(siapa yang paling membutuhkan), kontribusi pada masyarakat, atau pasar-bebas (siapa yang
dapat membayar, dia akan mendapatkan)—namun tak ada yang bersifat mutlak keberlakuannya.
5. Bioetika Kontrasepsi
Sebagai dokter yang profesional, dalam bekerja dokter harus berpedoman pada etika dan hukum
profesi. Etika dan hukum menjaga tindakan dokter agar tetap berada di jalur yang benar.
Menurut kaidah dasar bioetik, dalam membuat keputusan dokter selalu membuat pertimbangan
dari beberapa alternatif, untuk ditentukan satu pilihan yang akan diberikan pada pasiennya.
Perrtimbangan ini berdasar pada beneficence (tanpa pamrih), autonomy (pasien mempunyai
otoritas sendiri), non-maleficence (menolong pasien emergensi), dan justice (adil,
memperlakukan sesuatu secara universal).
Kontrasepsi adalah pencegahan konsepsi atau kehamilan. (Dorland, 2002). Sejak KB
(Keluarga Berencana) menjadi program nasional RI pada tahun 1970, berbagai cara kontrasepsi
telah ditawarkan dalam pelayanan KB, mulai dari cara tradisional, barier, hormonal, (pil,
suntikan, susuk KB), Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR), dan kontrasepsi mantap (kontap)
berupa vasektomi dan tubektomi. (Hanafiah, et. al., 1999).
Dalam keputusan Menkes RI No.369/MENKES/SK/III/2007 tentang standar profesi
bidan, jenis dan indikasi, cara pemberian, cara pencabutan dan efek samping berbagai
kontrasepsi yang digunakan antara lain pil, suntik, AKDR, alat kontrasepsi bawah kulit
(AKBK), kondom, tablet vagina dan tisu vagina. (Supari, 2007).
Kontrasepsi mantap (kontap) dilakukan dengan cara mengikat atau memotong saluran
telur (pada wanita, disebut tubektomi) atau saluran sperma (pada pria, disebut vasektomi).
Bioetika Keperawatan/2/6/2018 10
(Anonim, 2008). Vasektomi adalah pengangkatan duktus (vas) deferens atau sebagian darinya
secara bedah. (Dorland, 2002). Vasektomi berguna untuk menghalangi transport spermatozoa di
pipa-pipa sel mani pria. (Anonim, 2008). Tubektomi adalah pengangkatan bedah tuba uterina.
(Dorland, 2002). Kontra indikasi bagi vasektomi adalah radang di sekitar skrotum, hernia,
diabetes melitus, kelainan mekanisme pembekuan darah, dan kejiwaan tidak stabil. Kontra
indikasi bagi tubektomi adalah penderita dengan penyakit jantung, paru-paru, hernia, pernah
dioperasi di daerah perut, berat badan lebih dari 70 kg, dan pasangan yang masih ragu
menggunakan metode ini. (Anonim, 2008).
Alat kontrasepsi hormonal mengandung hormon-hormon reproduksi wanita. Alat
kontrasepsi hormonal mencegah proses pematangan sel telur sehingga tidak bisa dibuahi.
Metode kontrasepsi ini terdiri dari jenis pil, suntikan, dan susuk. (Anonim, 2008). Kontra
indikasi pil adalah penderita sakit kuning, kelainan jantung, varises, hipertensi, diabetes,
migrainm, dan pendarahan tanpa sebab yang jelas. Kontra indikasi suntik adalah ibu hamil,
penderita tumor/kanker, penyakit jantung, hati, hipertensi, diabetes, dan penyakit paru-paru.
Kontra indikasi susuk adalah penderita tumor, gangguan jantung, hati, hipertensi, diabetes, usia
>35 tahun, dan pendarahan tanpa sebab yang jelas. Wanita yang belum mempunyai anak tidak
dianjurkan menggunakan susuk KB. (Anonim, 2008).
Menurut etika kedokteran, pelaksanaan kontrasepsi dapat dilaksanakan, walaupun
penggunaan AKDR dan kontap menimbulkan berbagai pertentangan. Belakangan, AKDR
terutama yang mengandung copper berfungsi sebagai kontrasepsi, bukan hanya mencegah
nidasi. Dari segi hukum, kontap dapat dianggap melanggar KUHP pasal 354 yang melarang
usaha pencegahan kehamilan dan melanggar pula pasal 351 karena merupakan mutilasi alat
tubuh. Namun, karena KB telah menjadi program pemerintah, maka terhadap hal ini dapat
dibuat pengecualian. (Hanafiah et. al., 1999).
Pemilihan metode kontrasepsi yang tepat sebaiknya didasarkan pada tujuan berkontrasepsi,
kontra indikasi, dan hak autonomi pasien berdasarkan Kaidah Dasar Bioetik. Pasien dapat
memilih sendiri metode kontrasepsi yang diinginkan, sedangkan dokter hanya dapat
menyarankan.
Sejalan dengan perkembangan ilmu kedokteran, metode KB steril ini ternyata tidak sepenuhnya
permanen, karena saluran yang diikat masih mempunyai kemungkinan rekanalisasi seperti
semula, baik buatan maupun spontan.
Menurut etika, hukum, dan agama, kontrasepsi steril / kontrasepsi mantap (kontap)
diperbolehkan, dan tidak mempunyai ganjalan baik dari segi etika, hukum, dan agama.
Penggunaan metode kontrasepsi dilakukan berdasarkan tujuan penggunaan KB, kontra
indikasi metode kontrasepsi, dan hak autonomi pasien berdasarkan Kaidah Dasar bioetik (KDB).
Calon akesptor KB dalam kasus ini berniat untuk tidak mempunyai anak lagi, bukan mengatur
waktu dan jarak kelahiran, sehingga dokter menyarankan agar calon akseptor menggunakan
metode kontap (steril). Disamping itu, calon akseptor KB dalam kasus ini mungkin saja
mempunyai kontra indikasi terhadap metode kontrasepsi hormonal, sehingga dokter
menyarankan agar calon akseptor menggunakan metode KB steril (kontap).
Daftar Pustaka
1. Anonymous. 2009. Medical Ethics. Diakses dari Wikipedia tanggal 18 Juni 2009
2. Husairi, A. 2008. Materi Kuliah Kaidah Dasar Bioetik dan Pemecahan Masalah/Dilema Etik Menggunakan
Prima Facie. Banjarmasin : Bagian EHK FK Unlam
3. William, JR. 2006. Medical Ethics Manual(Panduan Etika Medis Disertai dengan Studi Kasus Etika Pelayanan
Medis Sehari-hari). Yogyakarta : Pusat Studi Kedokteran Islam Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
Bioetika Keperawatan/2/6/2018 11