Anda di halaman 1dari 4

BAB I

LATAR BELAKANG

Fenomena meningkatnya jumlah penduduk lansia ini disebabkan karena menurunnya


angka fertilitas penduduk, perbaikan status kesehatan akibat kemajuan teknologi dan
penelitian-penelitian kedokteran, transisi epidemiologi dari penyakit infeksi menuju
penyakit degeneratif, perbaikan status gizi yang ditandai oleh peningkatan kasus obesitas
lansia daripada underweight, peningkatan umur harapan hidup dari 45 tahun di awal tahun
1950 menjadi 65 tahun pada saat ini, pergeseran gaya hidup menjadi sedentary urban
lifestyle dari urban rural lifestyle (Fatmah, 2010). Seiring meningkatnya derajat kesehatan
dan kesejahteraan penduduk maka akan berpengaruh pada peningkatan UHH di Indonesia.
Sasaran rencana strategi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2010-2014
adalah meningkatkan umur harapan hidup dari 70,7 menjadi 72 tahun. Menurut hasil
Susenas tahun 2000 jumlah lansia 14,4 juta jiwa atau 7,18% dari total penduduk, sedangkan
pada tahun 2010 jumlah lansia sudah mencapai 19 juta jiwa atau sekitar 8,5% jumlah
penduduk. Hal ini menunjukkan peningkatan jumlah lansia dan diproyeksikan akan terus
meningkat, sehingga diperkirakan pada tahun 2020 akan menjadi 28,8 juta jiwa (Elvia,
2013).

Berdasarkan laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa 2011, pada tahun 2000-2005 UHH


adalah 66,4 tahun (dengan persentase populasi lansia tahun 2000 adalah 7,74%), angka ini
akan meningkat pada tahun 2045-2050 yang diperkirakan UHH menjadi 77,6 tahun
(dengan persentase populasi lansia tahun 2045 adalah 28,68%). Begitu pula dengan laporan
Badan Pusat Statistik (BPS) terjadi peningkatan UHH. Pada tahun 2000 UHH di Indonesia
adalah 64,5 tahun (dengan persentase populasi lansia adalah 7,18%). Angka ini meningkat
menjadi 69,43 tahun pada tahun 2010 (dengan persentase populasi lansia adalah 7,56%)
dan pada tahun 2011 menjadi 69,65 tahun (dengan persentase populasi lansia adalah
7,58%) (Depkes RI, 2013).

Jumlah absolut penduduk lanjut usia penduduk Indonesia, baik pria maupun wanita
telah meningkat dari 4.900.000 jiwa pada tahun 1950 menjadi 16.300.000 jiwa pada tahun
2000, dan diperkirakan akan meningkat menjadi 73.600.000 jiwa pada tahun 2050.
Proyeksi penduduk oleh Badan Pusat Statistik menggambarkan bahwa antara tahun 2005-
2010 jumlah lansia akan sama dengan jumlah anak balita, yaitu sekitar 19 juta jiwa atau
8,5% dari seluruh jumlah penduduk. Wanita mendominasi kelompok penduduk lanjut usia
tersebut dibandingkan pria. Di beberapa negara bahkan mayoritas lansia terdiri dari kaum
wanita. Saat ini, hampir 60% penduduk lansia Indonesia adalah wanita, dan proporsi ini
diduga meningkat menjadi 64% pada tahun 2030 (Fatmah, 2010). Meningkatnya populasi
lansia ini membuat pemerintah perlu merumuskan kebijakan dan program yang ditujukan
kepada kelompok penduduk lansia sehingga dapat berperan dalam pembangunan dan tidak
menjadi beban bagi masyarakat. Menurut WHO lansia dikelompokkan menjadi empat
kelompok antara lain : lansia usia pertengahan (middle age) yaitu usia 45-59 tahun, lansia
(elderly) yaitu usia 60-74 tahun, lansia tua (old) usia yaitu 75-90 tahun, dan lansi usia
sangat tua (very old) yaitu usia di atas 90 tahun. Dalam penelitian ini batasan lansia yang
digunakan adalah menurut Departemen Kesehatan RI (2006) dalam Fatmah (2010),
memberikan batasan lansia antara lain : 1) virilitas (prasenium), yaitu masa persiapan usia
lanjut yang menampakkan kematangan jiwa (usia 55-59 tahun), 2) usia lanjut dini
(senescen), yaitu kelompok yang mulai memasuki masa usia lanjut dini (usia 60-64 tahun),
3) lansia beresiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif, yaitu usia di atas
65 tahun.

Menurut Tamher (2009), menjadi tua merupakan suatu fenomena alamiah sebagai
akibat proses menua. Fenomena ini bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu keadaan
yang wajar yang bersifat universal. Proses menua bersifat regresif dan mencakup proses
organobiologis, psikologik serta sosiobudaya. Menjadi tua ditentukan secara genetik dan
dipengaruhi oleh gaya hidup seseorang. Sedangkan menurut Maryam dkk (2008) menjadi
tua ditandai dengan adanya kemunduran biologis yang terlihat sebagai gejala-gejala
kemunduran fisik, antara lain: kulit mulai mengendur, timbul keriput, rambut beruban, gigi
mulai ompong, pendengaran dan penglihatan berkurang, mudah lelah, gerakan menjadi
lamban dan kurang lincah, serta terjadi penimbunan lemak terutama di perut dan pinggul.
Kemunduran lain yang terjadi adalah kemampuankemampuan kognitif seperti suka lupa,
kemunduran orientasi terhadap waktu, ruang, tempat, serta tidak mudah menerima hal atau
ide baru. Kelompok lanjut usia dipandang sebagai kelompok masyarakat yang beresiko
mengalami gangguan kesehatan seperti meningkatnya disabilitas fungsional fisik serta
sering punya masalah dalam hal makan. (Adriani & Wirjatmadi, 2012).

Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok pasien bersama-
sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang
therapist atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih (Pedoman Rehabilitasi Pasien
Mental Rumah Sakit Jiwa di Indonesia dalam Yosep, 2010). Terapi kelompok adalah terapi
psikologi yang dilakukan secara kelompok untuk memberikan stimulasi bagi pasien dengan
gangguan interpersonal (Yosep, 2010).
Tujuan

1.

Manfaat
Daftar Pustaka

Depkes RI, 2013. Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Penerbit Kementrian
Kesehatan RI. Jakarta. Hal : 1

Fatmah. 2010. Gizi Usia Lanjut. Erlangga : Jakarta.

Elvia, Nova, 2013. Gambaran Pola Konsumsi Pangan dan Pola Penyakit Pada Usia
Lanjut Di Wilayah Kerja Puskesmas Tapaktuan Kecamatan Tapaktuan Kabupaten
Aceh Selatan Tahun 2012. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara

Depkes RI. 2006. Pedoman Pembinaan Kesehatan Jiwa Usia Lanjut bagi Petugas
Kesehatan. Jakarta: Depkes.

Tamher, S. & Noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Maryam, R. Siti, dkk. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:
Salemba Medika.

Adriani dan Wirjatmadi. 2012. Peranan Gizi dalam Siklus Kehidupan. Kencana.
Jakarta.

Yosep, 2010. Keperawatan Jiwa (edisi revisi), cetakan ketiga. Jakarta. Refika

Aditama

Anda mungkin juga menyukai