Anda di halaman 1dari 37

KONSEP DASAR PENYAKIT STROKE LANSIA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan
keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan
kemampuan untuk hidup serta peningktanan kepekaan secara individual (Hawari, 2001). Stroke
adalah suatu penyakit gangguan fungsi anatomi otak yang terjadi secara tiba-tiba dan cepat,
disebabkan karena gangguan perdarahan otak. lansia adalah periode dimana organisme telah
mencapai kemasakan dalam ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan
dengan waktu.
Ada beberapa pendapat mengenai “usia kemunduran” yaitu ada yang menetapkan 60 tahun,
65 tahun dan 70 tahun. Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang
menunjukkan proses menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut
usia. Lansia banyak menghadapi berbagai masalah kesehatan yang perlu penanganan segera dan
terintegrasi. Masalah kesehatan mental pada lansia dapat berasal dari 4 aspek yaitu fisik,
psikologik, sosial dan ekonomi. Masalah tersebut dapat berupa emosi labil, mudah tersinggung,
gampang merasa dilecehkan, kecewa, tidak bahagia, perasaan kehilangan, dan tidak berguna.
Lansia dengan masalah tersebut menjadi rentan mengalami gangguan psikiatrik seperti
depresi, ansietas (kecemasan), psikosis (kegilaan) atau kecanduan obat. Pada umumnya masalah
kesehatan mental lansia adalah masalah penyesuaian. Penyesuaian tersebut karena adanya
perubahan dari keadaan sebelumnya (fisik masih kuat, bekerja dan berpenghasilan) menjadi
kemunduran. Lansia juga identik dengan menurunnya daya tahan tubuh dan mengalami berbagai
macam penyakit. Stroke dapat terjadi karena seseorang individu yang sehat memiliki faktor
risiko stroke. Faktor risiko stroke ada yang dapat dikendalikan dan ada pula yang tidak dapat
dikendalikan. Pada makalah ini akan dibahas tentang bagaimana asuhan keperawatan pada
pasien stroke pada lansia.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, adapun rumusan masalahnya yaitu:
1. Apakah yang dimaksud dengan stroke?
2. Bagaimana epidemologi stroke?
3. Apakah etiologi dari stroke?
4. Bagaimana patofisiologi dari stroke?
5. Apa sajakah klasifikasi dari stroke?
6. Bagaimana manifestasi klinis dari stroke?
7. Bagaimanakah pemeriksaan fisik pada stroke?
8. Apa saja pemeriksaan diagnostik stroke?
9. Bagaimana prognosis dari stroke?
10. Bagaimana penatalaksanaan stroke?
11. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan pada klien dengan stroke?

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Menjelaskan tentang stroke dan asuhan keperawatan pada klien dengan kasus stroke.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan stroke.
b. Untuk mengetahui bagaimana epidemologi stroke.
c. Untuk mengetahui apakah etiologi dari stroke.
d. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari stroke.
e. Untuk mengetahui apa saja klasifikasi dari stroke.
f. Untuk mengetahui bagaimana manifestasi klinis dari stroke.
g. Untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan fisik pada stroke.
h. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan diagnostik stroke.
i. Untuk mengetahui bagaimana prognosis dari stroke.
j. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan stroke.
k. Untuk mengetahui bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan pada klien dengan stroke.

D. Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini semoga makalah ini bisa membantu mahasiswa
untuk lebih mengetahui tentang penyakit stroke pada lansia stroke dan menambah wawasan
pengetahuan mahasiswa tentang bagaimana pemberian asuhan keperawatan pada pasien stroke
pada lansia

BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi
a. Lansia (Lanjut Usia) adalah kelompok penduduk berumur tua. Golongan penduduk yang
mendapat perhatian atau penglompokan trsendiri ini adalah polulasi berumur 60 tahun.atau lebih.
Lanjut usia adalah tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia
b. CVA (Cerebro Vascular Accident) merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang
disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak yang dan bisa terjadi pada siapa
saja dan kapan saja dengan gejala-gejala berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabakan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir, daya
ingat dan bentuk-bentuk kecacatan lain hingga menyebabkan kematian (Muttaqin, 2008:234).
c. Stroke merupakan sindrom klinis dengan gejala gangguan fungsi otak secara fokal dan atau
global yang berlangsung 24 jam atau lebih yang dapat mengakibatkan kematian atau kecacatan
yang menetap lebih dari 24 jam tanpa penyebab lain kecuali gangguan pembuluh darah otak
(WHO, 1983)
d. Stroke atau penyakit serebrovaskular mengacu pada setiap gangguan neurologik mendadak yang
terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui system suplai arteri otak. ( Sylvia
A. Price, 2006 )
e. Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan defisiy neurologis mendadak
sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf otak (Sudoyo Aru,dkk 2009)

2. Epidemologi
Stroke adalah penyebab utama kecacatan pada orang dewasa. Empat juta orang Amerika
mengalami defisit neurologik akibat stroke, dua per tiga dari defisit ini bersifat sedang sampai
parah (National Stroke Association,2001). Kemungkinan meninggal akibat stroke inisial adalah
30% sampai 35%, dan kemungkinan kecacatan mayor pada yang selamat adalah 35% sampai
40% (Wolf et al., 2000). Sekitar sepertiga dari semua pasien yang selamat dari stroke akan
mengalami stroke berikutnya dalam 5 tahun, 5% sampai 14% dari mereka akan mengalami
stroke ulangan dalam tahun pertama.
Proporsi penduduk lanjut usia di dunia diperkirakan mencapai 22 persen dari penduduk
dunia atau sekira 2 miliar pada tahun 2020. Sebanyak 80% lansia tersebut hidup di negara-negara
berkembang. Sementara, di Indonesia jumlah lansia sebanyak 24 juta (9,77 persen) pada 2010
dan diproyeksikan menjadi 28,8 juta jiwa (11,34 persen) dari total penduduk Indonesia pada
2020.
Sampai tahun 2001, laporan tentang insiden stroke hanya mencakup stroke simtomatik,
walaupun stroke “silent” diperkirakan 5 sampai 20 kali lebih sering terjadi, menurut para peneliti
di University of California di Los Angeles (Leary Saver, 2001). Berprevalensi stroke silent,
maka para peneliti tersebut memperkirakan bahwa insiden per tahun stroke silent adalah lebih
dari 11 juta orang.
Stroke menduduki posisi ketiga di Indonesia setelah jantung dan kanker. Sebanyak 28.5
persen penderita stroke meninggal dunia. Sisanya menderita kelumpuhan sebagian maupun total
hanya lima belas persen saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke atau kecacatan.
Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki) menyebutkan bahwa 63,52 per 100.000 penduduk
indonesia berumur di atas 65 tahun ditaksir menderita stroke.
Stroke menempati urutan pertama dari 10 penyakit tertinggi di Indonesia. Data ini
diperoleh dari laporan Institute of Health Metrics and Evaluation 2013. Indonesia memiliki
tingkat DALY's lost (Disability-Adjusted Life Year) yang terus merangkak naik sejak 1990
sebesar 4,3%, tahun 2000 sebesar 6,3%, dan 8% pada 2010. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan
dasar (Riskesdas) dilaporkan bahwa di Indonesia terjadi peningkatan prevalensi kejadian stroke
dari tahun 2007 sebesar 8,3 mil menjadi 12,1 per mil di tahun 2013 dengan nilai tertinggi di
Aceh dan Sulawesi Selatan. Hal itu menjadi sangat berbahaya jika masyarakat tidak memiliki
pengetahuan mengenai bahaya penyakit stroke.
Sementara itu, Umur Harapan Hidup (UHH) manusia Indonesia semakin meningkat
dimana pada RPJMN Kemkes tahun 2014 diharapkan terjadi peningkatan UHH dari 70,6 tahun
pada 2010 menjadi 72 tahun pada 2014 yang akan menyebabkan terjadinya perubahan struktur
usia penduduk. Menurut proyeksi Bappenas jumlah penduduk lansia 60 tahun atau lebih akan
meningkat dari 18.1 juta pada 2010 menjadi dua kali lipat (36 juta) pada 2025. Hasil Riset
Kesehatan Dasar tahun 2007 menunjukkan pola penyakit pada lansia yang terbanyak adalah
gangguan sendi kemudian diikuti oleh hipertensi, katarak, stroke, gangguan mental emosional,
penyakit jantung dan diabetes mellitus. Riskesdas 2007 juga menunjukkan penyebab kematian
pada umur 65 tahun ke atas pada laki-laki adalah stroke (20,6 persen). Sementara pada
perempuan penyebab kematian terbanyak adalah stroke (24,4 persen)
3. Etiologi
Menurut Smeltzer (2001) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari
empat kejadian yaitu:
a. Trombosis serebral
Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama
trombosis serebral, yang merupakan penyebab paling umum dari stroke. Tanda-tanda trombosis
serebral bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien dapat
mengalami pusing, perubahan kognitif, atau kejang, dan beberapa mengalami awitan yang tidak
dapat dibedakan dari haemorrhagi intracerebral atau embolisme serebral. Secara umum,
trombosis serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia,
atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralisis berat pada beberapa jam
atau hari.
b. Embolisme serebral
Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang - cabangnya, yang merusak
sirkulasi serebral. Awitan hemiparesis atau hemiplegia tiba-tiba dengan afasia atau tanpa afasia
atau kehilangan kesadaran pada pasien dengan penyakit jantung atau pulmonal adalah
karakteristik dari embolisme serebral.
c. Iskemia serebral
Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi ateroma pada
arteri yang menyuplai darah ke otak.
d. Haemorrhagi serebral
1) Haemorrhagi ekstradural (haemorrhagi epidural) adalah kedaruratan
bedah neuro yang memerlukan perawatan segera. Keadaan ini biasanya
mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah arteri
meninges lain, dan pasien harus diatasi dalam beberapa jam cedera
untuk mempertahankan hidup.
2) Haemorrhagi subdural pada dasarnya sama dengan haemorrhagi epidural,
kecuali bahwa hematoma subdural biasanya jembatan vena robek.
Karenanya periode pembentukan hematoma lebih lama dan
menyebabkan tekanan pada otak. Beberapa pasien mungkin
mengalami haemorrhagi subdural kronik tanpa menunjukkan tanda atau
gejala.
3) Haemorrhagi subarakhnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau
hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisme
pada area sirkulus Willisi dan malformasi arteri vena kongenital pada
otak.
4) Haemorrhagi intracerebral adalah perdarahan di substansi dalam otak paling umum pada pasien
dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral, karena perubahan degeneratif karena penyakit ini
biasanya menyebabkan rupture pembuluh darah. Biasanya awitan tiba-tiba, dengan sakit kepala
berat. Bila haemorrhagi membesar, makin jelas deficit neurologik yang terjadi dalam bentuk
penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital.

4. Faktor Predisposisi
a. Faktor yang tidak dapat dirubah (Non Reversible)
 Jenis kelamin : pria lebih sering ditemukan menderita stroke
dibandingkan wanita
 Usia : makin tinggi usia makin tinggi juga resiko terkena stroke
 Keturunan : adanya riwayat keluarga yang terkena stroke.
b. Faktor yang dapat dirubah (Reversible)
1) Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang potensial. Hipertensi dapat mengakibatkan
pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila pembuluh darah otak pecah
maka timbullah perdarahan otak dan apabila pembuluh darah otak menyempit maka aliran darah
ke otak akan terganggu dan sel – sel otak akan mengalami kematian.
2) Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak yang berukuran besar.
Menebalnya dinding pembuluh darah otak akan menyempitkan diameter pembuluh darah tadi
dan penyempitan tersebut kemudian akan mengganggu kelancaran aliran ke otak, yang pada
akhirnya akan menyebabkan infark sel – sel otak.
3) Penyakit Jantung
Berbagai penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan stroke. Faktor risiko ini akan
menimbulkan hambatan/sumbatan aliran darah ke otak karena jantung melepas gumpalan darah
atau sel – sel/jaringan yang telah mati ke dalam aliran darah.
4) Gangguan Aliran Darah Otak Sepintas
Pada umumnya bentuk – bentuk gejalanya adalah sebagai berikut:
Hemiparesis, disartri, kelumpuhan otot – otot mulut atau pipi, kebutaan mendadak, hemiparestesi
dan afasia.
5) Kolesterol tinggi (Hiperkolesterolemi)
Meningginya angka kolesterol dalam darah, terutama low density lipoprotein (LDL), merupakan
faktor risiko penting untuk terjadinya arteriosklerosis (menebalnya dinding pembuluh darah yang
kemudian diikuti penurunan elastisitas pembuluh darah). Peningkatan kad ar LDL dan penurunan
kadar HDL (High Density Lipoprotein) merupakan faktor risiko untuk terjadinya penyakit
jantung koroner.
6) Infeksi
Penyakit infeksi yang mampu berperan sebagai faktor risiko stroke adalah
tuberkulosis, malaria, lues, leptospirosis, dan infeksi cacing.
7) Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung.
8) Merokok
Merokok merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya infark jantung.
9) Kelainan pembuluh darah otak
Pembuluh darah otak yang tidak normal suatu saat akan pecah dan
menimbulkan perdarahan.
10) Peningkatan hematokrit (resiko infark serebral)
11) Kontrasepasi oral (khususnya dengan disertai hipertensi, merokok, dan kadar estrogen tinggi)
12) Penyalahgunaan obat (kokain)
13) Konsumsi alkohol

5. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark
tergantung pada factor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya
sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah
ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan local (thrombus, emboli,
perdarahan, dan spasme vascular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru
dan jantung. Aterosklerosis sering sebagai factor penyebab infark pada otak. Thrombus dapat
berasal dari plak aterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran
darah mengalami perlambatan atau terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran
darah. Thrombus dapat mengakibatkan iskemi jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah
yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area. Area edema ini menyebabkan
disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam
beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien
mulai menunjukkan perbaikan. Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi
perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan
nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septic infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah
maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang
tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisme pembuluh darah. Hal ini menyebabkan perdarahan
serebral, jika aneurisme pecah atau rupture.
Perdarahan otak disebabkan oleh rupture arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah.
Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering menyebabkan kematian
dibandingkan keseluruhan penyakit serebrovaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi
destruksi massa otak, peningkatan tekanan intracranial, dan yang lebih berat dapat menyebabkan
herniasi otak pada falks serebri atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan ke
batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di
nucleus kaudatus, thalamus dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral. Perubahan yang
disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversible untuk waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel
jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang
bervariasi salah satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relative banyak akan
mengakibatkan peningkatan tekanan intracranial dan penurunan tekanan perfusi otak serta
gangguan drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat
menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan saraf di area yang terkena darah dan sekitarnya
tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Jika volume darah lebih dari 60 cc maka
risiko kematian sebesar 93% pada perdarahan dalam dan 71% pada perdarahan lobar. Sedangkan
jika terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-36 cc diperkirakan kemungkinan
kematian sebesar 75%, namun volume darah 5 c dan terdapat di pons sudah berakibat fatal.
(Muttaqin, Arif, 2008)

PATHWAY

Stroke Hemoragi
Stroke non Hemoragi

Peningkatan tekanan sistemik Vasovasme arteri serebral thrombus/emboli di serebral


Aneurisma/APM suplai darah ke jaringan
Serebral tidak adekuat
Perdarahan Arknoid/Ventrikel Iskemik/Infark
Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Otak

Hematoma serebral
Defisit Neurologi
Peningkatan TIK

Penurunan kesadaran Hemister kanan Hemisfer kiri

Penekanan pada saluran nafas


Ketidakefektifan pola nafas
Hemiparase/plegi kiri Hemipharese/plegi
kanan

Kerusakan Integritas Kulit


Gangguan mobilitas fisik

Area gocca

Defisiensi Pengetahuan
Kerusakan fungsi N VII
dan N XII
Kerusakan Komunikasi Verbal

6. Klasifikasi
Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu :

a. Stroke Haemorhagi,
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh
pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan
aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya
menurun.
b. Stroke Non Haemorhagic
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama
beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia
yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder . Kesadaran
umummnya baik.

Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya:


a. TIA (Trans Iskemik Attack)
TIA adalah gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa
jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari
24 jam.
b. Stroke involusi
Stroke involusi adalah stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis
terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
c. Stroke komplit
Stroke komplit adalah jenis stroke dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau
permanen. Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.

7. Manifestasi Klinis
Stroke menyebabakan berbagai deficit neurologic, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh
darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah
kolateral (skunder atau aksesori). Fungsi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.
a. Kehilangan motorik.
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan control volunter
terhadap gerakan motorik. Karena neuron atas melintas, gangguan kontrol motor volunter pada
salah satu sisi tubuh dapat menunjukan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang
berlawanan dari otak. Disfungsi motor paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu
sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis, atau kelemahan salah satu sisi
tubuh, adalah tanda yang lain.
Di awal tahapan stroke, gambaran klinis yang muncul biasanya adalah paralisis dan hilang
atau menurunnya refleks tendon dalam. Apabila refleks tendon dalam ini muncul kembali
(biasanya dalam 48 jam), peningkatan tonus disertai dengan spastisitas (peningkatan tonus otot
abnormal) pada ekstremitas yang terken dapat dilihat.
b. Kehilangan Komunikasi.
Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi. Stroke adalah
penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal
berikut :
1) Disatria (kesulitan berbicara), ditunjukan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan
oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.
2) Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara), yang terutama ekspresif atau
reseptif.
3) Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti
terlihat ketika mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
c. Gangguan persepsi.
Persepsi adalah ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Stroke dapat
mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan dalam hubungan visual-spasial dan
kehilangan sensori. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer diantara mata
dan korteks visual. Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang pandang) dapat terjadi
karena stroke dan mungkin sementara atau permanen.
Sisi visual yang terkena berkaitan dengan sisi tubuh yang paralisis.kepala pasien cenderung
berpaling dari sisi tubuh yang sakit dan cenderung mengabaikan bahwa tempat dan ruang pada
sisi tersebut; ini disebut amorfosintesis. Pada keadaan ini, pasien tidak mampu melihat
makanan pada setengah nampan, dan hanya setengah ruangan yang terlihat. Penting untuk
perawat secara konstan mengingatkan pasien tentang sisi lain tubuhnya, mempertahankan
kesejajaran ekstremitas dan, bila mungkin, menempatkan ekstremitas dimana pasien mampu
melihatnya.
d. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area
spasial)
Sering terlihat pada pasien dengan hemiplegia kiri. Pasien mungkin tidak dapat memakai
tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokan pakaian ke bagian tubuh. Untuk
membantu pasien ini, perawat dapat mengambil langkah untuk mengatur lingkungan dan
menyingkirkan perabot karena pasien dengan masalah persepsi mudah terdistraksi. Akan
bermanfaat menganjurkan pasien memperlambat dan memberikan pengingat lembut tentang
dimana objek ditempatkan.
e. Kehilangan sensori
Stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan
propriopsesi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan
dalam menginterpretasikan stimuli visual, taktil, dan auditorius.
f. Kerusakan Fungsi Kognitif dan efek Psikologik.
Bila kerusakan telah terjadi pada lobus frontal, mempelajari kapasitas, memori, atau fungsi
intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukan dalam
lapang pandang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi yang
menyebabkan pasien ini menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka.
Depresi umum terjadi dan mungkin diperberat oleh respons alamiah pasien terhadap penyakit
katastrofik ini. Masalah psikologik lain juga umum terjadi dan dimanifestasikan oleh labilitas
emosional, bermusuhan, frustasi, dendam, dan kurang kerja sama.
g. Disfungsi kandung kemih
Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia urinarius sementara karena konfusi,
ketidakmampuan mengkomuniksikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mrnggunakan
urinal / bedpan karena kerusakan control motorik dan postural. Kadang-kadang setelah stroke
kandung kemih menjadi atonik, dengan kerusakan sensasi dalam respon terhadap pengisian
kandung kemih. Kadang-kadang control sfingter urinarius eksternal hilang atau berkurang.
Selam periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Ketika tonus otot
meningkat dan refleks tendon kembali, tonus kandung kemih meningkat dan kapasitas kandung
kemih dapat terjadi. Karena indera kesadaran pasien kabur, inkontinensia urinarius menetap atau
retensi urinarius mungkin stmtomatik karena kerusakan otak bilateral. Inkontinensia ani dan
urine yang berlanjut menunjukan kerusakan neurologic yang luas.

h. Pemeriksaan Diagnostik/Pemeriksaan Laboratorium


a. CT Scan, memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya infark.
b. Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan
atau obstruksi arteri.
c. Fungsi lumbal : Menunjukan adanya tekanan normal, tekanan meningkat dan cairan yang
mengandung darah menunjukan adanya perdarahan.
d. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
e. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena.
f. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal.

i. Penatalaksanaan Medis
a. Neuroproteksi
Pada stroke iskemik akut, dalam batas-batas waktu tertentu sebagian besar cedera jaringan
neuro dapat dipulihkan. Mempertahankan fungsi jaringan adalah tujuan dari apa yang disebut
sebagai strategi neuroprotektif. Hipoternia adalah terapi neuroprotektif yang sudah lama
digunakan pada kasus trauma otak dan terus diteliti pada stroke. Cara kerja metode ini adalah
menurunkan aktivitas metaboisme dan tentu saja kebutuhan oksignen sel-sel neuron. Dengan
demikian neuron terlindung dari kerusakan lebih lanjut akibat hipoksia berkepanjangan
eksitotoksisitas yang dapat terjadi akibat jenjang glutamate yang biasanya timbul setelah cedera
sel neuron. The Cleveland Clinic telah meneliti pemakaian selimut dingin dan mandi air es
dalam 8 jam awitan gejala dan mempertahankan hipotermia ke suhu 89,6 oF selama 12 sampai
72 jam sementara pasien mendapat bantuan untuk mempertahankan kehidupan. Selama
rehabilitasi, pasien ayng diberi terapi hipotermik cenderung mengalami lebih sedikit kecacatan
(skala Rankin) dan daerah infark yang lebih kecil dari pada kelompok control (Abou-Chebl et
al.,2001).
Pendekatan lain untuk mempertahankan jaringan adalah pamakaian obat neuroprotektif.
Banyak riset stroke yang meneliti obat yang dapat menurunkan metabolism neuron, mencegah
pelepasan zat-zat toksik dari neuron yang rusak, atau memperkecil respons hipereksitatorik yang
merusak dari neuron-neuron di penumbra iskemik yang mengelilingi daerah infark pada stroke.
Meningkatkan pengetahuan tentang patofisiologi cedera sel otak iskemik telah mendorong para
peneliti untuk berfokus pada pengembangan antagonis kalsium, antagonis glutamate,
antioksidan, dan berbagai jenis obat neuroprotektif lainnya.
Tantangan dalam mengusahakan neuroproteksi pascacedera adalah menemukan obat yang
selektif untuk neuron iskemik, yaitu memiliki indeks terapeutik (dosis letal ÷ dosis terapeutik)
yang baik (Salazar, Fulmor, Srinivas, 2000). Berbagai agen telah diuji, termasuk nitroksida
(Leker, et al, 2000).suatu obat neuroprotektif yang menjanjikan, cerebrolisin (CERE) memiliki
efek pada metabolism kalsium neuron dan juga memperlihatkan efek neurotrofik (Ladurner,
2001). Saat ini terdapat beragam obat dan senyawa obat mencegah dan mengobati secara akut
stoke yang berada dalam berbagai tahap pengembangan. Karena sifat cedera sel otak iskemik
yang multidimensi dan sekuensial, maka kecil kemungkinannya ada satu obat yang akan dapat
melindungi secara total otak selama stroke; kemungkinan besar, diperlukan kombinasi beberapa
obat agar potensi pemulihan dapat diupayakan secara penuh.

b. Antikoagulasi
The European Stroke Initiative (2000) merekomendasikan bahwa antikoagulan oral (INR 2,0
sampai 3,0) diindikasikan pada stroke yang disebabkan oleh fibrilasi atrium. Diperlukan
antikoagulasi dengan derajat yang lebih tinggi (INR 3,0 sampai 4,0) untuk pasien stroke yang
memiliki katup prostetik mekanis. Bagi pasien yang bukan merupakan kandidat untuk terapi
warfarin (Coumadin), maka dapat digunakan aspirin tersendiri atau dalam kombinasi dengan
dipiridamol sebagai terapi antitrombotik awal untuk profilaksis stroke.

c. Trombolisis Intravena
Satu-satunya yang telah disetujui oleh the US Food and Drugs Administration (FDA) untuk
terapi stroke iskemik akut adalah activator plasminogen jaringan (TPA) bentuk rekombinan.
Selelah disetujui pada bulan Juni 1996, TPA dapat digunakan untuk menghindari cedera otak,
dan angka kematian nasional yang telah disesuaikan dengan usia untuk stroke berkurang 1,1 %
sejak tahun 1995 (Peters at al., 1998). Keberhasilan ini mendorong diintensifkannya upaya-upaya
untuk menyuluh masyarakat dan petugas kesehatan bahwa stroke adalah suatu kedaruratan dan
bahwa gejala stroke akut harus diterapi sama segeranya seperti luka tembak di kepala.
Dengan demikian terapi dengan TPA intravena tetap menjadi stndar keperawatan untuk
stroke akut dalam tiga jam pertama setelah awitan gejala (National Institute of Health [NIH],
1995). Namun hanya 1 % sampai 2 % pasien yang saat ini mendapat terapi, biasanya karena
mereka datang terlambat ke unit gawat darurat di luar batas waktu tiga jam. Risiko terbesar
menggunakan terapi trombolitik adalah perdarahana intraserebrum. Dengan demikian terapi
harus diguakan hanya bagi pasien yang telah disaring secara cermat dan yang tidak memenuhi
satupun dari criteria eksklusif berikut :
a. Gambaran perdarahan intrakranium berupa massa yang membesar pada CT
b. Angiogram yang negative untuk adanya bekuan
c. Peningkatan waktu protrombin/INR, yang mengisyaratkan kecenderungan perdarahan
d. Adanya pembuluh dan luka yang belum sembuh dari trauma atau pembedahan yang baru saja
terjadi
e. Tekanan darah diastolic yang sangat tinggi; hilangnya autoregulasi adalah suatu resiko besar
Selain itu, pasien dengan riwayat baru-baru ini pernah menggunakan kokain atau amfetamin
sering disingkirkan karena risiko perdarahan dari pembuluh otak dibawah tekanan tinggi.
d. Trombolisis Intraarteri
Pemakaian trombolisis intraarteri untuk pasien dengan stroke iskemik akut sedang dalam
penilaian, walaupun saat ini belum disetujui oleh FDA (Furlan et al., 1999). Pasien ayng berisiko
besar mengalami perdarahan akibat terapi ini adalah mereka yang skor National Institute of
Health Stroke Scale) (NIHSS)-nya tinggi, memerlukan waktu lebih lama untuk rekanalisasi
pembuluh, kadar glukosa darah yang lebih tinggi, dan hitung trombosit yang rendah (Kidwell et
al., 2001).
e. Terapi Perfusi
Serupa dengan upaya untuk memulihkan sirkulasi otak pada kasus vasospasme saat
pemulihan dari perdarahan subaraknoid, pernah diusahakan induksi hipertensi sebagai usaha
untuk meningkatkan tekanan darah arteri rata-rata sehingga perfusi otak dapat meningkat (Hillis
et al., 2001).
f. Pengendalian Edema dan Terapi Medis Umum
Edema otak terjadi pada sebagian besar kasus infark serebrum iskemik, terutama pada
keterlibatan pembuluh-pembuluh besar di daerah arteria serebri media. Terapi konservatif
dengan membuat pasien sedikit dehidrasi, dengan natrium serum normal atau sedikit meningkat.
j. Komplikasi
Komplikasi stroke meliputi :
a. Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat ke otak. Fungsi
otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan Pemberian oksigen
suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada tingkat dapat diterima akan
membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.
b. Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integritas pembuluh
darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intravena) harus menjamin penurunan viskositas darah
dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi atau hipotensi ekstrem perlu dihindari untuk
mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera.
c. Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium atau dapat berasal
dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya
menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya menurunkan aliran darah serebral. Disritmia
dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan penghentian thrombus local. Selain itu,
disritmia dapat menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki.

k. Perawatan Pasca Stroke


1) Rehabilitasi Stroke
Rehabilitasi stroke termasuk seluruh tujuan dari rehabilitasi lansia. Pencegahan komplikasi
dan keterbatasan sekunder adalah hasil utama yang diharapkan. Peningkatan kualitas dan arti
dalam hidup dengan keterbatasan dan deficit klien lansia juga merupakan hal yang penting bagi
keberhasilan program rehabilitasi stroke. Selain memposisikan klien dan latihan rentang gerak ,
suatu program rehabilitasi stroke memfokuskan pada AKS. Aktivitas kehidupan sehari-hari
termasuk makan, berdandan, hygiene, mandi, dan yang sejenisnya. Dengan melibatkan ahli
terapi fisik dan okupasi dapat meningkatkan kemampuan perawat untuk merencanakan
perawatan.
Evaluasi tingkat sensorik motorik , pengukuran rentang gerak sendi , dan kekuatan otot
adalah tujuan spesifik bagi ahli terapi dan perawat. Pemeriksaan genggaman , kekuatan trisep,
dan keseimbangan memberikan data yang berharga untuk perencanaan strategi kompensasi untuk
menyelesaikan tugas tugas perawatan diri. Propriosepsi, sensasi,dan tonus otot dievaluasi. Suatu
pengkajian yang seksama juga termasuk tingkat deficit neurologis yang mungkin telah di alami
oleh klien akibat stroke. Data tersebut termasuk kemampuan klien untuk mandi, berpakaian,
makan, ke toilet, dan berpindah. Selain itu, status fungsi usus dan kandung kemih klien adalah
informasi yang sangat penting untuk perencanaan perawatan. Fungsi penglihatan dan
pendengaran dikaji dan setiap penyimpangan dimasukkan dalam pendekatan tim.
Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kemandirian klien dengan terus memberikan
peluang untuk melakukan tugas yang mampu ia lakukan. Perawat adalah kunci pemberi
perawatan dalam proses rehabilitasi, mengkoordinasikan asuhan perawatan dan terapi
rehabilitative. Dengan memperhatikan tujuan ini, perawat dapat memaksimalkan potensi klien
tersebut.
2) Kognisi dan komunikasi
Konfusi, disorientasi, dan masalah komunikasi adalah akibat yang sering dari stroke.
Masalah komunikasi dapat diakibatkan oleh afasia dan disartria, perawat perlu menyertakan
teknik komunikasi yang memfasilitasi kemampuan klien untuk memahami kata-kata. Teknik
komunikasi tersebut meliputi berbicara secara perlan-lahan, memberikan petunjuk
sederhana(satu pada satu waktu), membatasi distraksi, dan mendengar secara aktif.Selain itu,
menghubungkan kata-kata dengan objek,menggunakan pengulangan dan kata-kata yang banyak,
dan mendorong keluarga untuk membawa objek kecil yang dikenal oleh klien dan untuk
menyebutkan nama objek-objek tersebut dapat meningkatkan pola komunikasi.Dapat juga
digunakan papan abjad,mesin tik,dan program computer untuk membantu pemahaman klien
tentang lingkungannya. Mengevaluasi penglihatan dan pendengaran dapat juga membantu
mengatasi masalah yang,sekali dapat diperbaiki, secara drastic akan meningkatkan komunikasi.
3) Dukungan psikologis
Klien lanjut usia mengalami berbagai kehilangan berdasar dengan terjadinya stroke,
mencakup perubahan citra tubuh, fungsi tubuh, dan perubahan peran. Dukungan psikologis
diarahkan agar dalam menghadapi kehilangan ini dapat mendorong keberhasilan adaptasi dan
penyesuaian. Tujuan yang realistis dapat ditetapkan hanya setelah perawat mengkaji gaya hidup
klien sebelumnya, tipe kepribadian, perilaku koping, dan aktivitas pekerjaan. Dengan
menyediakan situasi untuk penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan, perawat member
klien suatu kesempatan untuk memperoleh kendali atas lingkungannya. Keadaan seperti itu dapat
sederhana seperti membiarkan klien untuk memilih di antara dua aktivitas, untuk memutuskan
waktu terapi, untuk memilih pakaian, dan untuk membuat pilihan makanan. Memfokuskan pada
kekuatan dan kemampuan klien daripada terhadap deficit dapat mendorong harapan klien
tersebut.
Depresi sering terjadi dengan terjadinya kehilangan fungsi tubuh dan perubahan peran dan
citra tubuh. Konsultasikan kepada seorang perawat kesehatan mental untuk membantu mengatasi
masalah ini. Klienn lansia mungkin mengalami suatu perasaan isolasi dan pengasingan. Keluarga
mungkin memerlukan dukungan emosional dan psikologis ketika berusaha untuk memahami apa
arti kehilangan bagi klien. Jika kebutuhan untuk mendapatkan dukungan keluarga ini tidak
diperhatikan, klien mungkin mempertimbangkan untuk bunuh diri.Ajarkan anggota keluarga
tentang depresi dan peringatkan mereka terhadap tanda dan gejala yang penting dalam
memberikan dukungan psikososial.
Kelabilan emosional dan ledakan-ledakan mungkin terjadi setelah stroke. anggota keluarga
yang telah diajarkan tentang strategi komunikasi dan bagaimana cara bermain peran dalam
situasi yang potensial akan menjadi lebih percaya diri.dalam merawat klien. merujuk keluarga
dan klien pada pelayanan pendukung seperti pelayanan kesehatan di rumah, Kelompok
pendukung, dan respite care dapat mengurangi beban ketergantungan yang mungkin mengikuti
stroke melibatkan manajemen factor-faktor yang pada akhirnya dapat membuat perbedaan dalam
memelihara kemandirian maksimum dan menurunkan komplikasi sekunder yang dapat
berkembang dari penyakit kronis yang melumpuhkan. (Mickey Stanley, Buku Ajar Keperawatan
gerontik edisi 2. 2006)
Gangguan emosional, terutama ansietas, frustasi dan depresi merupakan masalah umum yang
dijumpai pada penderita pasca stroke. Korban stroke dapat memperlihatkan masalah-masalah
emosional dan perilakunya mungkin berbeda dari keadaan sebelum mengalami stroke. Emosinya
dapat labil, misalnya pasien mungkin akan menangis namun pada saat berikutnya tertawa, tanpa
sebab yang jelas. Untuk itu, peran perawat adalah untuk memberikan pemahaman kepada
keluarga tentang perubahan tersebut.
Hal-hal yang bisa dilakukan perawat antara lain memodifikasi perilaku pasien seperti seperti
mengendalikan simulasi di lingkungan, memberikan waktu istirahat sepanjang siang hari untuk
mencegah pasien dari kelelahan yang berlebihan, memberikan umpan balik positif untuk perilaku
yang dapat diterima atau perilaku yang positif, serta memberikan pengulangan ketika pasien
sedang berusaha untuk belajar kembali satu ketrampilan.
E. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN STROKE PADA LANSIA
1. Pengkajian Keperawatan
a. Aktivitas / istirahat
Gejala:
 Kesulitan untuk melakukan aktivitas/kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis (hemiplagea)
Tanda :
 Gangguan tonus otot (flaksid,spastis),paralitik (hemiplagia) dan terjadi kelemahan umum,
gangguan pengelihatan, gangguan tingkat kesadaran.
b. Sirkulasi
Gejala:
 Adanya penyakit jantung (MI,reumatik/penyakit jantung vaskuler,GJK,endokarditis
bakterial),polisitemia,riwayat hipotensi postural
Tanda :
 Hipertensi arterial (dapat ditemukan/terjadi pada CSV) sehubungan dengan adanya
embolisme/malformasi vaskuler.
 Nadi : frekuensi dapat bervariasi (karena ketidakstabilan fungsi jantung/ kondisi jantung, obat-
obatan, efek stroke pada pusat vasomotor)
 Disritmia , perubahan EKG
c. Integritas ego
Gejala:
 Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa
Tanda:
 emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira. Kesulitan untuk
mengekspresikan diri.
d. Eliminasi
Gejala :
 Perubahan pola berkemih, seperti inkontinensia urine,anuria
 Distensi abdomen (distensi kandung kemihberlebihan), bising usus negative (ileus paralitik)
e. Makanan / cairan
Gejala:
 Nafsu makan hilang,
 Mual muntah selama fase akut (peningkatan TIK),
 Disfagia, adanya riwayat diabetes, peningkatan lemak dalam darah.
Tanda:
 Kesulitan menelan (gangguan pada refleks palatum dan faringeal). Obesitas factor risiko

f. Neurosensori
Gejala:
 Sinkope/pusing (sebelum serangan CVS/selama TIA)
 Sakit kepala ; akan sangat berat dengan adanya perdarahan intraserebral atau subarakhnoid
 Kelemahan/kesmutan/kebas (biasanya terjadi selama serangan TIA, yang ditemukan dalam
berbagai derajat pada stroke jenis yang lain); sisi yang terkenaterlihat seperti “mati/lumpuh”
 Penglihatan menurun, seperti buta total, kehilangan daya lihat sebagian (kebutaan
monokuler),penglihatan ganda (diplopia) atau gangguan yang lain
 Sentuhan : hilangnya rangsangan sensorik kontralateral (pada sisi tubuh yang berlawanan)pada
ekstremitas dan kadang-kadang pada ipsilateral (yang satu sisi)pada wajah.
Tanda:
 Status mental tingkat kesadaran: biasanya terjadi koma pada tahap awal hemoragis;
ketidaksadaran biasanya akan tetap sadar jika penyebabnya adalah trombosis yang bersifat alami;
gangguan tingkah laku (seperti letargi, apatis, menyerang); gangguan fungsi kognitif (seperti
penuruna memori, pemecahan masalah). Ekstremitas: kelemahan/paralysis (kontralateral pada
semus jenis stroke), genggaman tidak sama, refleks tendon melemah secara kolateral
 Pada wajah terjadi paralysis atau parese (ipsilateral)
 Afasia : gangguan atau kehilangan fungsi bahasa mungkin afasia motorik (kesulitan untuk
mengungkapkan kata),reseptif (afisia sensorik) yaitu kesulitan untuk memahami kata-kata secara
bermakna atau afasia global yaitu gabungan dari kedua hal di atas
 Kehilangan kemampuan untuk mengenali masuknya rangsangan
visual,pendengaran,taktil(agnosia), seperti gangguan kesadaran terhadap citra tubuh,
kewaspadaan, kelalaian terhadap bagian tubuh yang terkena, gangguan persepsi
 Ukuran/ reaksi pupil tidak sama, dilatasi atau miosis pupil ipsilateral (perdarahan/herniasi)
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala:
 Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda ( karena arteri karotis terkena)
Tanda:
 Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot/fasia
h. Pernapasan
Tanda:
 Ketidakmampuan menelan/batuk/hambatan jalan nafas
i. Keamanan
Tanda:
 Perubahan persepsi terhadap orientasi tempat tubuh (stroke kanan). Kesulitan untuk melihat
objek dari sisi kiri ( pada stroke kanan). Hilang kewaspadaan pada bagian tubuh yang sakit.
 Tidak mampu mengenali objek, kata, dan wajah yang pernah dikenalnya dengan baik.
 Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, tidak sabar/kurang
kesadaran diri ( stroke kanan)
j. Interaksi sosial
Tanda:
 Masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi

Hasil Pengkajian Khusus

1. Masalah kesehatan kronis

Keluhan kesehatan / gejala yang di


Tidak
rasakan kelayan dalam waktu 3 bulan Selalu Sering( Jarang
No pernah
terakhir berkaitan dengan fungsi – (3) 2) (1)
(0)
fungsi
Fungsi penglihatan
A. √
1. Penglihatan kabur
2. Mata berair √
3. Nyeri pada mata √
Fungsi pendengaran

B. 1. Penedengaran berkurang
2. Telinga berdenging √
Fungsi paru (Pernafasan)

1. Batuk lama disertai keringat malam
C.
2. Sesak nafas √
3. Berdahak / sputum √
Fungsi Jantung
1. Jantung berdebar-debar √
D.
2. Cepat lelah √
3. Nyeri dada √
Fungsi pencernaan

1. Mual / muntah
2. Nyeri ulu hati √
E.
3. Makan dan minum banyak √
4. Perubahan kebiasaan BAB (mencret atau

sembelit)
Fungsi pergerakan

1. Nyeri kaki saat berjalan
F.
2. Nyeri pinggang atau tulang belakang √
3. Nyeri persendian atau bengkak √
Fungsi persarafan
1. Lumpuh atau kelemahan pada kaki dan √
tangan
H.
2. Kehilangan rasa √
3. Gemetar / tremor √
4. Nyeri / pegal pada daerah tengkuk √
Fungsi saluran perkemihan

1. BAK banyak
I.2. sering BAK pada malam hari √
3. tidak mampu mengontrol pengeluaran air

kemih
Jumlah 6 4 15 0
Total 25

Analisis hasil :
Score : ≤ 25 : tidak ada masalah kesehatan kronis
Score : 26-50 : masalah kesehatan kronis sedang
Score : ≥ 51 : masalah kesehatan kronis berat
Kesimpulan : dari data di atas dapat disimpulkan bahwa kelayan tidak mengalami gangguan
kesehatan kronis.

2. Fungsi kognitif
No Item pertanyaan Benar Salah
Hari apa sekarang ?
1. Jawab √
: Selasa
Tanggal berapa sekarang?
2. Jawab √
: 17 April
Apa nama tempat ini?
3. Jawab √
: Toilet
Dimana Alamat Bapak / ibu?
4. Jawab √
: Bali
Berapa umur Bapak / ibu sekarang?
5. Jawab √
: lahir 1965
Kapan Bapak / Ibu lahir?
6. Jawab √
: Lupa
Siapa Presiden Indonesia sekarang?
7. Jawab √
: Lupa
Siapa Presiden Indonesia sebelumnya?
8. Jawab √
: Lupa
Siapa nama ibu anda?
9. Jawab √
: Susi
Coba hitung dari angka 20 dengan pengurangan
3?
10. √
Jawab
: 17, 14, 11, 8, 5, 2
Jumlah salah 4

Analisis hasil :
Salah 0 – 3 Fungsi intelektual utuh
Salah 4 – 5 kerusakan intelektual ringan
Salah 6 – 8 kerusakan intelektual sedang
Salah 9 – 10 kerusakan intelektual berat

Kesimpulan : dari data di atas didapatkan hasil kesalahan 4 point, dapat disimpulkan bahwa
kelayan mengalami kerusakan intelektual ringan.

3. Status fungsional

Mandiri Tergantung
No Aktivitas
(1) (0 )
1. Di kamar mandi (menggosok, membersihkan, dan

mengeringkan badan)
2. Menyiapkan pakaian, membuka pakaian,mengenakannya

3. Memakan makanan yang telah di siapkan √
4. Memelihara kebersihan diri untuk penampilan diri
(menyisir rambut, mencuci rambut, menggosok gigi, √
mencukur kumis)
5. BAB di WC (membersihkan dan mengeringkan daerah

kemaluan)
6. Dapat mengontrol pengeluaran feses (tinja) √
7. Buang BAK di kamar mandi (membersihkan dan

mengeringkan daerah kemaluan)
8. Dapat mengontrol pengeluaran kemih √
9. Berjalan di lingkungan tempat tinggal atau keluar ruangan
tanpa alat bantu, seperti tongkat √

10. Menjalankan ibadah sesuai agama dan kepercayaan yang



dianut
11. Melakukan pekerjaan rumah, seperti: merapihkan tempat
tidur, mencuci pakaian, memasak, dan membersihkan √
ruangan.
12. Berbelanja untuk kebutuhan sendiri atau kebutuhan

keluarga.
13. Mengelola keuangan (menyimpan dan menggunakan

uang sendiri)
14. Menggunakan sarana sarana transportasi umum untuk

bepergian.
15. Menyiapkan obat dan minum obat sesuai dengan aturan
(takaran obat dan waktu minum obat tepat) √
16. Merencanakan dan mengambil keputusan untuk
kepentingan keluarga dalam hal penggunaan uang,
aktifitas social yang dilakukan dan kebutuhan akan √
layanan kesehatan.

17. Melakukan aktifitas diwaktu luang (kegiatan keagamaan,


social, rekreasi, olahraga, dan menyalurkan hoby) √

JUMLAH POIN MANDIRI 8

Analisis hasil :
Point : 13-17 : mandiri
Point : 0-12 : ketergantungan

Kesimpulan : dari data di atas dapat disimpulkan bahwa aktivitas kelayan dalam kehidupan
sehari- hari dilakukan dengan bantuan dibuktikan dengan point mandiri sejumlah 8 point dan
point.

4. Status psikologis

No. Apakah bapak atau ibu dalam 1 minggu terakhir Ya Tidak


1. Merasa puas dengan kehidupan yang di jalani √
2. Banyak meninggalkan kesenangan dari minat dan kesenangan

dan aktifitas anda
3. Merasa bahwa kehidupan anda hampa √
4. Sering merasa bosan √
5 Penuh pengharapan akan masa depan √
6 Mempunyai semangat yang baik setiap waktu √
7 Diganggu oleh pikiran-pikiran yang tidak dapat diungkapkan √
8 Merasa bahagia disebagian besar waktu √
9 Merasa takut sesuatu akan terjadi pada anda √
10 Sering kali merasa tidak berdaya √
11 Sering merasa gelisah dan gugup √
12 Memilih tinggal dirumah dari pada pergi melakukan sesuatu

yang bermanfaat
13 Sering kali merasa khawatir akan masa depan √
14 Merasa mempunyai lebih banyak masalah dengan daya ingat

dibanding orang lain
15 Berfikir bahwa hidup ini sangat menyenangkan sekarang √
16 Sering kali merasa merana √
17 Merasa kurang bahagia √
18 Sangat khawatir terhadap masa lalu √
19 Merasa bahwa hidup ini sangat menggairahkan √
20 Merasa berat untuk memulai sesuatu hal yang baru √
21 Merasa dalam keadaan penuh semangat √
22 Berfikir bahwa keadaan anda tidak ada harapan √
23 Berfikir bahwa banyak orang yang lebih baik daripada anda √
24 Sering kali menjadi kesal dengan hal yang sepele √
25 Sering kali merasa ingin menangis √
26 Merasa sulit untuk berkonsentrasi √
27 Menikmati tidur √
28 Memilih menghindar dari perkumpulan sosial √
29 Mudah mengambil keputusan √
30 Mempunyai pikiran yang jernih √
JUMLAH ITEM YANG TERGANGGU 16

Analisa hasil :
Terganggu :
Nilai 1
Normal : nilai 0
Nilai 6-15 : depresi ringan sampai sedang
Nilai 16-30 : depresi berat
Nilai 0-5 : normal

PEMERIKSAAN FISIK

1. Sistem Respirasi (Breathing) : batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, penggunaan
otot bantu nafas, serta perubahan kecepatan dan kedalaman pernafasan. Adanya ronchi akibat
peningkatan produksi sekret dan penurunan kemampuan untuk batuk akibat penurunan kesadaran
klien. Pada klien yang sadar baik sering kali tidak didapati kelainan pada pemeriksaan sistem
respirasi.
2. Sistem Cardiovaskuler (Blood) : dapat terjadi hipotensi atau hipertensi, denyut jantung irreguler,
adanya murmur
3. Sistem neurologi
a. Tingkat kesadaran: bisa sadar baik sampai terjadi koma. Penilaian GCS untuk menilai tingkat
kesadaran klien
b. Refleks Patologis. Refleks babinski positif menunjukan adanya perdarahan di otak/ perdarahan
intraserebri dan untuk membedakan jenis stroke yang ada apakah bleeding atau infark
c. Pemeriksaan saraf kranial
1) Saraf I: biasanya pada klien dengan stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman
2) Saraf II: disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak sensorik primer diantara sudut mata
dan korteks visual. Gangguan hubungan visula-spasial sering terlihat pada klien dengan
hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
3) Saraf III, IV dan VI apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis seisi otot-otot okularis
didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral disisi yang sakit
4) Saraf VII persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot wajah tertarik ke
bagian sisi yang sehat
5) Saraf XII lidah asimetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi. Indera pengecapan
normal.
d. Sistem perkemihan (Bladder) : terjadi inkontinensia urine
e. Sistem reproduksi: hemiparese dapat menyebabkan gangguan pemenuhan kebutuhan seksual
f. Sistem endokrin: adanya pembesaran kelejar kelenjar tiroid
g. Sistem Gastrointestinal (Bowel) : adanya keluhan sulit menelan, nafsu makan menurun, mual
dan muntah pada fase akut. Mungkin mengalami inkontinensia alvi atau terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus. Adanya gangguan pada saraf V yaitu pada beberapa keadaan stroke
menyebabkan paralisis saraf trigeminus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah pada sisi ipsilateral dan kelumpuhan seisi otot-otot
pterigoideus dan pada saraf IX dan X yaitu kemampuan menelan kurang baik, kesukaran
membuka mulut.
h. Sistem muskuloskeletal dan integument : kehilangan kontrol volenter gerakan motorik. Terdapat
hemiplegia atau hemiparesis atau hemiparese ekstremitas. Kaji adanya dekubitus akibat
immobilisasi fisik.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penekanan pada saluran nafas
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan suplai darah ke jaringan serebral tidak
adekuat.
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/ hemiplagia, kerusakan
neuromuskular pada ekstremitas.
4. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area bicara di
hemisfer otak
5. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan hemiparesis,/hemiplegia, penurunan
mobilitas
6. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi yang diterima pasien tentang
penyakit dialami

3. Perencanaan Keperawatan
Hari No Rencana Perawatan TTD
/Tgl Dx Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil

1 Setelah diberikan  Kaji frekuensi,  Kecepatan biasanya meningkat.


asuhan kedalaman kedalaman pernafasan bervariasi
keperawatan pernafasan dan tergantung pada jumlah cairan
selama…x24 jam, ekspansi dada. Catat pleura yang menekan paru.
diharapkan pola upaya pernafasan Ekspansi dada terbatas oleh
nafas pasien termasuk karena nyeri dada pleuritik.
kembali efekti penggunaan otot
dengan kriteria bantu pernafasan
hasil:  Auskultasi bunyi  Bunyi nafas menurun/tak ada
 TTV dalam nafas dan catat bila jalan nafas obstruksi
rentang normal adanya bunyi nafas sekunder terhadap perdarahan,
(Suhu: 36,5- krekels, mengi dan bekuan. Ronchi dan mengi
37,5ºC, Nadi (60- menyertai obstruksi jalan nafas
80x/mnt, RR 12-  Beri posisi  Memaksimalkan ekspansi paru.
20x/menit, TD semifowler  Edukasi yang baik akan
100/80-  Ajarkan dan membuat pasien lebih mengerti
120/80 mmHg). jelaskan tujuan tentang tindakan yang diberikan
 Menunjukkan penggunaan oksigen perawat
jalan nafas yang  Kolaborasi dengan  Memaksimalkan pertukaran
paten (klien tidak dokter tentang oksigen secara terus menerus
merasa tercekik, pemberian oksigen dengan tekanan yang sesuai
irama nafas sesuai indikasi
normal, bunyi
napas normal, Rh -
/- dan pergerakan
pernapasan normal)
2 Setelah diberikan  Kaji tanda-tanda  Mengetahui keadaan umum
asuhan vital pasien pasien & intervensi selanjutnya
keperawatan  Untuk monitor tanda-tanda
selama ….x24 jam  Baringkan pasien status neurologis dengan GCS.
diharapkan perfusi (bed rest) total
jaringan tercapai dengan posisi tidur
secara optimal telentang tanpa  Rangsangan aktivitas dapat
dengan kriteria bantal. meningktkan tekanan
hasil :  Ciptakan lingkungan intracranial.
 TTV dalam batas yang tenang dan
normal (TD: 100- batasi pengunjung  Aktivitas ini dapat
120/80 mmHg, RR: Bantu pasien untuk meningkatkan tekanan
12-20x/menit, N: membatasi muntah, intracranial dan intraabdoment
60-100x/menit, S= batuk,anjurkan klien dan dapat melindungi diri diri
o
36,5-37,5 C) menarik nafas dari valsava.
 Mendemonstrasika apabila bergerak
n kemampuan atau berbalik dari
kognitif yang tempat tidur.
ditandai dengan  Ajarkan pasien dan  Batuk dan mengejan dapat
berkomunikasi keluarga pasien meningkatkan tekanan
dengan jelas dan untuk mengindari intrkranial dan poteensial terjadi
sesuai dengan pasien batuk dan perdarahan ulang.
kemampuan,
menunjukkan mengejan
perhatian, berlebihan.
konsentrasi dan  Kolaborasi dengan
orientasi. dokter untuk  Tujuan yang di berikan dengan
 GCS 4, 5, 6 pemberian terapi tujuan: menurunkan
 Pupil isokor sesuai premeabilitas
 Refleks cahaya (+) intruksi,seperti kapiler,menurunkan edema
:steroid, aminofel, serebri,menurunkan metabolic
antibiotika. sel dan kejang.

3 Setelah diberikan  Kaji tanda-tanda  Mengetahui keadaan umum


asuhan vital pasien pasien & intervensi selanjutnya
keperawatan  Untuk mengetahui sejauh mana
selama ….x24 jam  Observasi kemampuan gerak pasien
klien mampu kemampuan setelah di lakukan latihan dan
meningkatkan mobilitas pasien untuk menentukan intervensi
aktivitas fisik yang selanjutnya
sakit atau lemah  Menurunkan resiko terjadinnya
dengan kriteria iskemia jaringan akibat sirkulasi
hasil:  Ubah posisi pasien darah yang jelek pada daerah
 Ekstremitas tidak tiap 2 jam yang tertekan
tampak lemah  Gerakan aktif memberikan dan
 Klien meningkat memperbaiki massa, tonus dan
dalam aktivitas kekuatan otot serta memperbaiki
fisik seperti  Ajarkan pasien fungsi jantung dan pernapasan
ekstremitas yang untuk melakukan  Mencegah otot volunter
lemah dapat latihan gerak aktif kehilangan tonus dan
diangkat dan pada ekstrimitas kekuatannya bila tidak dilatih
digerakkan secara yang sakit untuk digerakkan
mandiri,  Anjarkan pasien
ekstremitas yang
lemah dapat melakukan gerak  Imobilitas fisik akan
menahan posisi pasif pada menyebabkan otot-otot menjadi
tubuh saat miring ekstrimitas yang kaku sehingga penting diberikan
kanan atau kiri tidak sakit latihan gerak.
 Mengerti tujuan  Jelaskan pada  Peningkatan kemampuan daam
dari peningkatan pasien dan keluarga mobilisasi ekstremitas dapat
mobilitas akibat dari terjadinya ditingkatkan dengan latihan
imobilitas fisik fisik dari tim fisioterapi
 Kolaborasi dengan
ahli fisioterapi untuk
latihan fisik klien
4 Setelah dilakukan  Dengarkan dan  Mencegah rasa putus asa dan
tindakan antisipasi setiap ketergantungan pada orang lain
keperawatan kebutuhan klien saat
selama ….x24 jam berkomunikasi
diharapkan proses  Berikan metode  Memenuhi kebutuhan
komunikasi klien alternatif komunikasi komunikasi sesuai dengan
dapat berfungsi misalnya bahasa kemampuan klien
secara optimal isyarat
dengan kriteria  Bicaralah dengan
hasil: klien secara pelan  Mengurangi kecemasan dan
 Terciptanya suatu dan gunakan kebinggunan pada saat
komunikasi dimana pertanyaan yang berkomunikasi.
kebutuhan klien jawabannya “ya”
dapat terpenuhi atau “tidak”
 Klien mampu  Ajarkan kepada
merespon setiap keluarga untuk tetap
berkomunikasi berkomunikasi  Mengurangi rasa isolasi sosial
secara verbal dengan klien dan meningkatkan komunikasi
maupun isyarat.  Konsultasikan yang efektif
dengan dokter untuk
kebutuhan terapi
wicara  Melatih klien berbicara secara
mandiri dengan baik dan bena

5 Setelah dilakukan  Monitor aktivitas  Mobilisasi dapat membantu


tindakan dan mobilisasi klien mencegah luka yang berlanjut
keperawatan pada area yang tidak terluka.
selama ….x24 jam Observasi terhadap Mempertahankan keutuhan
diharapkan pasien eritema, kepucatan kulit
mampu dan palpasi area
mempertahankan sekitar terhadap
keutuhan kulit, kehangatan dan
dengan kriteria pelunakan jaringan
hasil : tiap mengubah posisi
 Integritas kulit  Mobilisasi pasien
yang baik bisa (ubah posisi) setiap 2
dipertahankan jam sekali  Menghindari tekanan yang
(sensasi, elastisitas, Memandikan pasien berlebihan pada daerah yang
temperatur, hidrasi, dengan sabun dan air menonjol
pigmentasi) hangat dan oleskan
 Tidak ada luka/lesi body lotion .baby oil Meningkatkan rasa nyaman dan
pada kulit pada daerah yang menghindari kerusakan-
 Pasien dan tertekan kerusakan kapiler
keluarga  Ajarkan pasien dan
menunjukkan keluarga untuk
pemahaman dalam melakukan latihan
proses perbaikan mobilisasi
kulit dan  Kolaborasi dengan
pencegahan cidera dokter untuk  Menghindari tekanan dan
berulang pemberian obat meningkatkan aliran darah.
 Mampu sesuai indikasi
melindungi kulit
dan
mempertahankan  Pemberian obat sesuai indikasi
kelembapan kulit akan membantu dalam proses
kesembuhan pasien

6 Setelah diberikan  Kaji tingkat  Mengetahui sejauh mana


asuhan pengetahuan pasien pengetahuan yang dimiki pasien
keperawatan dan keluarga dan keluarga dan kebenaran
selama …x 24jam informasi yang didapat.
diharapkan pasien  Sediakan bagi  Penyediaan informasi yang
mengerti tentang keluarga informasi baik memudahkan keluarga
penyakit yang tentang kemajuan untuk mendapat informasi
diderita dengan pasien dengan cara tentang kondisi pasien
dengan kriteria yang tepat
hasil :  Berikan gambaran
 Pasien dan dan penjelasan  Penjelasan yang tepat tentang
keluarga proses penyakit kondisi yang sedang dialami
menyatakan dengan tepat dapat membantu menambah
pemahaman wawasan pasien dan keluarga
tentang penyakit,  Kolaborasi dengan  Menambah pemahaman
kondisi, prognosis dokter dalam keluarga tentang medikasi yang
dan program penjelasan diberikan
pengobatan. pengobatan yang
 Pasien dan akan dilakukan
keluarga mampu kepada pasien
melaksanakan
prosedur yang
dijelaskan secara
benar
 Pasien dan
keluarga mampu
menjelaskan
kembali apa yang
dijelaskan
perawat/tim
kesehatan lainnya

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah melaksanakan intervensi keperawatan. Implementasi
merupakan komponen dari proses keperawatan yaitu kategori dari perilaku keperawatan dimana
tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan kriteria hasil yang diperlukan dari asuhan
keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Implementasi mencakup melakukan membantu dan
mengarahkan kerja aktivitas kehidupan sehari-hari. Implementasi keperawatan sesuai dengan
intervensi yang telah dibuat.

5. Evaluasi Keperawatan
a. Diagnosa 1 : Pola nafas kembali efektif
b. Diagnosa 2 : Proses perfusi jaringan tercapai secara optimal
c. Diagnosa 3 :Hambatan mobilitas fisik tidak terjadi, klien mampu meningkatkan aktivitas
fisik yang sakit atau lemah
d. Diagnosa 4 : Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal
e. Diagnosa 5 : Gangguan integritas kulit berkurang, diharapkan pasien mampu
mempertahankan keutuhan kulit,
f. Diagnosa 6 : Defisiensi pengetahuan tidak terjadi, pasien mengerti tentang penyakit yang
diderit
DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda Nuratif, Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jilid 2. Yogyakarta.
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Volume 3 Jakarta: EGC.

Efendi dan Makfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: teori dan Praktik dalam
Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika

Doenges, Marilynn E, dkk. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai