V. PATHWAY
Ketidakseimbangan suplai
dan kebutuhan O2
Ketidakseimbanga
n nutrisi kurang Kurang Ansietas
dari kebutuhan Intoleransi pengetahuan
tubuh aktifitas
VI. KLASIFIKASI
Tipe asma berdasarkan penyebabnya terbagi menjadi alergi, idiopatik, dan nonalergik
atau campuran(mixed).
1. Asma Alergik/Ekstrinsik, merupakan suatu bentuk asma dengan allergen seperti
bulu binatang, debu, ketombe, tepung sari, makanan, dan lain – lain. Alergen
terbanyak adalah airborne dan musiman (seasonal). Klien dengan asma alergik
biasanya mempunyai riwayat penyakit alergi pada keluarga dan riwayat pengobatan
eksim atau rhinitis alergik. Paparan terhadap alergik akan mencetuskan serangan
asma. Bentuk asma ini biasanya dimulai sejak kanak – kanak.
2. Idiopatik atau Nonalergik Asma/Intrinsik, tidak berhubungan secara langsung
dengan allergen spesifik. Faktor – factor seperti common cold, infeksi saluran napas
atas, aktivitas, emosi/stress, dan polusi lingkungan akan mencetuskan serangan.
Beberapa agen farmakologi, seperti antagonis B–adrenergik dan bahan
sulfat(penyedap makanan) juga dapat menjadi factor penyebab. Serangan dari asma
idiopatik atau nonalergik menjadi lebih berat dan sering kai dengan berjalannya
waktu dapat berkembang menjadi bronchitis dan emfisema. Pada beberapa kasus
dapat berkembang menjadi asma campuran. Bentuk asma ini biasanya dimulai ketika
dewasa(> 35 tahun)
3. Asma Campuran(Mixed Asma), merupkan bentuk asma yang paling sering.
Dikarakteristikkan dengan bentuk kedua sejenis asma alergi dan idiopatik atau
nonalergi.
Pemeriksaan radiologi
Hasil pemeriksaan radiologi pada klien dengan asma biasanya normal, tetapi prosedur ini
harus tetap dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya proses patologi di paru
atau komplikasi asma seperti pneumothoraks, pneumomediastinum, atelektasis dan lain-
lain.
Pengobatan farmakologi
a. Agonis beta: metaproterenol (alupent, metrapel). Bentuknya aerosol, bekerja sangat
cepat, diberikan sebanyak 3-4 kali semprot, dan jarak antara semprotan pertama dan
kedua adalah 10 menit.
b. Metilxantin, dosis dewasa diberikan 125-200 mg 4 x sehari. Golongan metilxantin
adalah aminofilin dan teofilin. Obat ini diberikan bila golongan beta agonis tidak
memberikan hasil yang memuaskan.
c. Kortikosteroid, jika agonis beta dan metilxantin tidak memberikan respon yang baik,
harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol dengan dosis 4 x
semprot tiap hari. Pemberian steroid dalam jangka yang lama harus diawasi dengan
ketat.
d. Kromolin dan iprutropioum bromide ( atroven ).Dosis iprutropioum bromide
diberikan 1-2 kapsul 4xsehari ( Kee dan Hayes, 1994 ).
Pengkajian mengenai nama, umur, dan jenis kelamin perlu dilakukan pada pasien dengan
asma. Serangan asma pada usia dini memberikan implikasi bahwa sangat mungkin
terdapat status atopik. Serangan pada usia dewasa memungkinkan adanya faktor non-
aktif. Tempat tinggal menggambarkan kondisi lingkungan tempat klien berada.
Berdasarkan alamat tersebut, dapat diketahui pula faktor yang memungkinkan menjadi
pencetus serangan asma. Status perkawinan dan gangguan emosional yang timbul dalam
keluarga atau lingkungan merupakan faktor pencetus serangan asma. Pekerjaan serta suku
bangsa juga perlu dikaji untuk mengetahui adanya pemaparan bahan allergen. Hal ini
yang perlu dikaji dari identitas klien ini adalah tanggal masuk rumah sakit (MRS), nomor
rekam medis, asuransi kesehatan, dan diagnosis medis. Keluhan utama meliputi sesak
napas, pernapasan terasa berta pada dada dan adanya keluhan sulit untuk bernapas.
Pengkajian kegawatdaruratan
a. Airway
Pada pasien dengan status asmatikus umumnya ditemukan adanya penumpukan
sputum pada jalan nafas. Hal ini menyebabkan penyumbatan jalan napas sehingga
status asmatikus ini memperlihatkan kondisi pasien yang sesak karena kebutuhan
akan oksigen semakin sedikit yang dapat diperoleh.
b. Breathing
Adanya sumbatan pada jalan napas pasien menyebabkan bertambahnya usaha napas
pasien untuk memperoleh oksigen yang diperlukan oleh tubuh. Namun pada status
asmatikus pasien mengalami nafas lemah hingga adanya henti napas. Sehingga ini
memungkinkan bahwa usaha ventilasi pasien tidak efektif. Disamping itu adanya
bising mengi dan sesak napas berat sehingga pasien tidak mampu menyelesaikan
satu kalimat dengan sekali napas, atau kesulitan dalam bergerak. Pada pengkajian ini
dapat diperoleh frekuensi napas lebih dari 25 x / menit. Pantau adanya mengi.
c. Circulation
Pada kasus status asmatikus ini adanya usaha yang kuat untuk memperoleh oksgien
maka jantung berkontraksi kuat untuk memenuhi kebutuhan tersebut hal ini ditandai
dengan adanya peningkatan denyut nadi lebih dari 110 x/menit. Terjadi pula
penurunan tekanan darah sistolik pada waktu inspirasi. Pulsus paradoksus, lebih dari
10 mmHg. Arus puncak ekspirasi ( APE ) kurang dari 50 % nilai dugaan atau nilai
tertinggi yang pernah dicapai atau kurang dari 120 lt/menit. Adanya kekurangan
oksigen ini dapat menyebabkan sianosis yang dikaji pada tahap circulation ini.
d. Dissability
Pada tahap pengkajian ini diperoleh hasil bahwa pasien dengan status asmatikus
mengalami penurunan kesadaran. Disamping itu pasien yang masih dapat berespon
hanya dapat mengeluarkan kalimat yang terbata – bata dan tidak mampu
menyelesaikan satu kalimat akibat usaha napas yang dilakukannya sehingga dapat
menimbulkan kelelahan . Namun pada penurunan kesadaran semua motorik sensorik
pasien unrespon.
e. Expossure
Setelah tindakan pemantauan airway, breathing, circulation, disability, dan exposure
dilakukan, maka tindakan selanjutnya yakni transportasi ke rumah sakit untuk
mendapatkan pertolongan yang lebih intesif
f. Five intervensi
Pemeriksan penunjang meliputi : EKG, saturasi oksigen, urine, hasil laboratorium,
terapi medis serta tindakan lainnya yang dapat memberikan hasil penunjang dalam
pemberian asuhan keperawatan.
g. Give comfort
Meliputi tindakan pemberian rasa nyaman. Lakukan pengkajian terhadap nyeri yang
dirasakan pasien atau masalah lain yang menyebabkan perasaan tidak nyaman pada
pasien. Kaji perasaan nyeri yang dirasakan oleh pasien meliputi kualitas, daerah,
skala dan intensitas nyeri. Bila pasien merasa mual kaji perasaan mual pasien,
disertai muntah atau tidak, intensitas dan faktor pemicu rasa mual pasien. Bila pasien
tidak nyaman karena cemas, minta pasien untuk tenang, perhatikan adanya risiko
cedera pada pasien dengan kecemasan, kaji penyebab kecemasan pasien, berikan
informasi yang sesuai dengan keadaan pasien.
h. Histori
Kaji proses perjalanan penyakit pasien saat ini, tanda dan gejala yang muncul dan
dirasakan oleh klien, riwayat alergi, pengobatan sebelumnya, riwayat penyakit yang
pernah diderita sebelumnya, serta makanan yang terakhir dikonsumsi.
Lakukan pemeriksaan Head to Toe (dari kepala hingga ujung kuku), meliputi
inspeksi, palapasi, perkusi dan auskultasi.
i. Inspeksi Back/Posterior Surface
Meliputi pengkajian adanya jejas / trauma yang dapat menyebabkan timbulnya
sesak, adanya deformitas jaringan/tulang, tenderness, krepitasi, dan laserasi.
Klien dengan serangan asma mencari pertolongan terutama dengan keluhan sesak
napas yang hebat dan mendadak, kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain seperti
wheezing, penggunaan otot bantu pernapasan, kelelahan, gangguan kesadaran, sianosis,
dan perubahan tekanan darah.
Serangan asma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi 3 stadium. Stadium
pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan kering. Batuk ini terjadi karena iritasi
mukosa yang kental dang mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan
pembengkakan bronchus. Stadium kedua ditandai dengan batuk diserta mucus yang
jernih dan berbusa. Klien merasa sesak napas, berusaha untuk bernapas dalam, ekspirasi
memanjang diikuti bunyi mengi (wheezing). Klien lebih suka duduk dengan tangan
diletakkan pada pinggir tempat tidur, tampak pucat, gelisah, dan warna kulit mudah
membiru. Stadium ketiga ditandai dengan hamper tidak terdengarnya suara napas karena
aliran udara kecil, tidak ada batuk, pernapasan menjadi dangkal dan tidak teratur, irama
pernapasan meningkat karena asfiksial.
Perawat perlu mengkaji obat-obatan yang biasa diminum klien dan memeriksa
kembali setiap jenis obat apakah masih relevan untuk digunakan kembali.
Pengkajian psiko-sosio-kultural
Kecemasan dan koping yang tidak efektif sering didapatkan pada klien dengan asma.
Status ekonomi berdampak pada asuransi kesehatan dan perubahan mekanisme peran
dalam keluarga. Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu pencetus bagi
serangan asma baik gangguan itu berasal dari rumah tangga, lingkungan sekitar sampai
lingkungan kerja. Seorang dengan beban hidup yang berat lebih berpotensial mengalami
serangan asma. Berada dalam keadaan yatim piatu, mengalami ketidakharmonisan
hubungan dengan orang lain, sampai mengalami ketakutan tadak dapat menjalankan
peran seperti semula.
Pola resepsi dan tata laksana hidup sehat
Gejala asma dapat membatasi manusia untuk berprilaku hidup normal sehinggan
klien dengan asma harus mengubah gaya hidupnya sesuai kondisi yang tidak akan
menimbulkan serangan asma.
Pola hubungan dan peran
Gejala asma sangat membatasi klien untuk menjalani kehidupannya secara normal.
Klien perlu menyesuaikan kondisinya dengan hubungan dan peran klien, baik di
lingkungan rumah tangga, masyarakat, ataupun lingkungan kerja serta perubahan peran
yang terjadi setelah klien mengalami serangan asma.
Pola persepsi dan konsep diri
Perlu dikaji tentang persepsi klien terhadap penyakitnya. Persepsi yang salah dapat
menghambat respons kooperatif pada diri klien. Cara memandang diri yang salah juga
akan menjadi stressor dalam kehidupan klien. Semakin banyak stressor yang ada pada
kehidupan klien dengan asma dapat meningkatkan kemungkinan serangan asma berulang.
Pola penanggulangan stres
Stress dan ketegangan emosuonal merupakan faktor intrinsic pencetus serangan
asma. Oleh karena itu, perlu dikaji penyebab terjadinya stres. Frekuensi dan pengaruh
stress terhadap kehidupan klien serta cara penanggulangan terhadap stressor.
Pola sensorik dan kognitif
Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan mempengaruhi konsep diri klien dan
akhirnya mempengaruhi jumlah stressor yang dialami klien sehingga kemungkinan
terjadi serangan asma berulang pun akan semakin tinggi.
Pola tata nilai dan kepercayaan
Kedekatan klien pada sesuatu yang diyakininya di dunia dipercaya dapat
meningkatkan kekuatan jiwa klien. Keyakinan klien terhadap tuhan dan mendekatkan diri
kepada-Nya merupakan metode penanggulangan stress yang konstruktif.
III.DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan bronkhokontriksi, edema
mukosa dan dinding bronchus, serta sekresi mucus yang kental ditandai dengan batuk
tak efektif dan tidak mampu untuk mengelurkan sekresi jalan napas.
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru ditandai
dengan perubahan frekuensi atau pola napas.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,
intake nutrisi tidak adekuat ditandai dengan kelemahan, kehilangan masa otot, tonus
otot buruk, dan berat badan 10%-20% di bawah ideal.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen, kelemahan fisik umum ditandai dengan takikardi sebagai respon
terhadap aktivitas.
5. Ansietas berhubungan dengan factor psikologis ( efek hipoksemia ) ditandai dengan
menyatakan masalah sehubungan dengan perubahan kejadian hidup.
6. Kurang pengetahuan berhubugan dengan ketidaktahuan akan prognosis ditandai
dengan adanya permintaan informasi.
Kolaborasi :
6.Pemberian obat
6.
bronkodilator golongan B2
4. Membantu
4.Dorong periode istirahat menurunkan kelemahan
semalam jam sebelum dan selama waktu makan dan
sesudah makan. Berikan memberikan kesempatan
makan porsi kecil tapi sering. untuk meningkatkan
masukan kaloro total.
5. Hindari makanan
yang sangat panas atau
5. Hindari makanan yang sangat dingin.
sangat panas atau sangat
dingin. 6. Bergunakan untuk
menentukan kebutuhan
6. Timbang berat badan sesuai kalori, menyusun tujuan
indikasi berat badan, dan
evaluasi keadekuatan
rencana nutrisi. Catatan :
penurunan berat badan
dapat berlanjut,
meskipun masukan
adekuat sesuai
teratasinya edema.
V. EVALUASI
Dx 1 :
Dx 2 :
Dx 3 :
Dx 5 :
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito-Moyet, Linda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Muttagin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006. Prima Medika
Smeltzer, Suzanne C., dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Brunner and Suddarth. Edisi 8. Vol. 1, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Somantri, Irma. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika