Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN ASMA

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


I. DEFINISI / PENGERTIAN
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respons trakhea dan bronchus
terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan napas yang
luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan
(The American Thoracis Society).
Asma didefinisikan sebagai suatu penyakit dari system pernafasan yang meliputi
peradangan jalan nafas dan gejala-gejala bronkospasme yang bersifat reversible
(Crackett, Antony).
Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena
hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan;
penyempitan ini bersifat sementara. Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif
intermiten, reversible dimana trakea dan bronki berespons dalam secara hiperaktif
terhadap stimuli tertentu (Brunner & Suddart, 2002).

II. ETIOLOGI / PENYEBAB


Faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan asma atau sering disebut sebagai faktor
pencetus adalah:
1. Allergen
Allergen adalah zat-zat tertentu yang bila diisap atau dimakan dapat menimbulkan
serangan asma misalnya debu rumah, tengau debu rumah (Dermatophagoides
pteronissynus), spora jamur, bulu kucing, bulu binatang, beberapa makanan laut dan
sebagainya.
2. Infeksi saluran pernapasan
Infeksi saluran pernapasan terutama disebabkan oleh virus. Virus influenza
merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asma.
Diperkirakan, dua pertiga penderita asma dewasa serangan asmanya ditimbulkan oleh
infeksi saluran pernapasan (Sundaru,1991)
3. Tekanan jiwa
Tekanan jiwa bukan penyebab asma tetapi pencetus asma, karena banyak orang yang
mendapat tekanan jiwa tetapi tidak menjadi penderita asma. Faktor ini berperan
mencetuskan serangan asma terutama pada orang yang agak labil kepribadiannya. Hal
ini lebih menonjol pada wanita dan anak-anak (Yunus, 1994).
4. Olahraga atau kegiatan jasmani yang berat
Sebagai penderita asma akan mendapatkan serangan asma bila melakukan olahraga
atau aktivitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda adalah dua jenis
kegiatan paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena kegiatan
jasmani (exercise induced asma-EIA) terjadi setelah olahraga atau aktivitas fisik yang
cukup berat dan jarang serangan timbul beberapa jam setelah olahraga.
5. Obat-obatan
Beberapa klien dengan asma sensitive atau alergi terhadap obat tertentu seperti
penisilin, salisilat, beta blocker, kodein, dan sebagainya.
6. Polusi udara
Klien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik atau kendaraan, asap
rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksidasi fotokemikal, serta bau
yang tajam.
7. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja diperkirakan merupakan faktor pencetus yang menyumbang 2-15%
klien dengan asma (Sundaru,1991).

III. MANIFESTASI KLINIS


Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis,
tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk
dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan
keras. Gejala klasik dari asma adalah sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan pada
sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu
dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul
makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada,
tachicardi dan pernafasan cepat dangkal.
IV. PATOFISIOLOGI
Individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk. Faktor penyebab seperti
virus, bakteri, jamur, parasit, allergen, iritan, cuaca, kegiatan jasmani dan psikis akan
menimbulkan hiperreaktivitas broncus dalam saluran pernafasan sehingga merangsang
sel plasma menghasilkan imunoglubulin E (IgE). Pemajanan ulang terhadap antigen
ditambah dengan pencetus lainnya dari internal klien akan mengakibatkan timbulnya
reaksi antigen dan antibody. Reaksi antigen – antibody ini akan mngeluarkan substansi
pereda alegi yang sebetulnya merupakan mekanisme tubuh dalam menghadapi serangan.
Zat yang dikeluarkan dapat berupa histamine, bradikinin, dan anafilaksin dari substansi
yang bereaksi lambat. Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot
polos dan kelenjar jalan napas, bronkospasme, pembengkakan membrane mukosa dan
pembentukan mucus yang sangat banyak.
Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronchial diatur oleh impuls
saraf vegal melalui sistem saraf parasimpatis. Pada asma idiopatik atau non alergi ketika
ujung saraf pada jalan napas dirangsang oleh factor seperti infeksi, latihan, dingin,
merokok, emosi dan polutan, jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan
asetilkolin ini secara langsung menyebabkan bronkokontriksi juga merangsang
pembentukan mediator kimiawi yang disebutkan diatas. Individu dengan asma dapat
mempunyai toleransi rendah terhadap respon parasimpatis.
Setelah individu terpajan allergen penyebab, atau faktor pencetus segera akan timbul
dispnea. Kesulitan utama terletak pada saat ekspirasi. Percabangan trakeobronkial
melebar da memanjang selama inspirasi. Tetapi sulit untuk memaksakan udara keluar
dari bronkiolus yang sempit, mengalami odem dan terisi mucus. Udara terperangkap
pada bagian distal tempat penyumbatan, sehingga terjadi hiperiflasi progresif paru. Akan
timbul ekspirasi memanjang yang merupakan cirri khas asma. Serangan asma seperti ini
dapat berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam, diikuti batuk produktif dengan
sputum berwarna keputih – putihan.

V. PATHWAY

Faktor pencetus serangan asma

Alergen, infeksi saluran napas, tekanan jiwa,


olahraga/kegiatan jasmani yang berat, obat-obatan,
polusi udara, dan lingkungan kerja
Reaksi antigen dan antibodi
Dikeluarkan substansi vasoaktif
( histamine, bradikinin, dan anafilaktosin)

Hipereaktifitas Edema mukosa dan Hipersekresi mukus


bronkhus dinding bronkhus

Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan, Ketidakefektifan


penggunaan otot bantu pernapasan bersihan jalan
napas

Keluhan sistemis, mual, intake Keluhan psikososial,


Ketidakefektifa
nutrisi tidak adekuat, malaise, kecemasan, ketidaktahuan
n pola napas
kelemahan, dan keletihan fisik akan prognosis

Ketidakseimbangan suplai
dan kebutuhan O2
Ketidakseimbanga
n nutrisi kurang Kurang Ansietas
dari kebutuhan Intoleransi pengetahuan
tubuh aktifitas

VI. KLASIFIKASI
Tipe asma berdasarkan penyebabnya terbagi menjadi alergi, idiopatik, dan nonalergik
atau campuran(mixed).
1. Asma Alergik/Ekstrinsik, merupakan suatu bentuk asma dengan allergen seperti
bulu binatang, debu, ketombe, tepung sari, makanan, dan lain – lain. Alergen
terbanyak adalah airborne dan musiman (seasonal). Klien dengan asma alergik
biasanya mempunyai riwayat penyakit alergi pada keluarga dan riwayat pengobatan
eksim atau rhinitis alergik. Paparan terhadap alergik akan mencetuskan serangan
asma. Bentuk asma ini biasanya dimulai sejak kanak – kanak.
2. Idiopatik atau Nonalergik Asma/Intrinsik, tidak berhubungan secara langsung
dengan allergen spesifik. Faktor – factor seperti common cold, infeksi saluran napas
atas, aktivitas, emosi/stress, dan polusi lingkungan akan mencetuskan serangan.
Beberapa agen farmakologi, seperti antagonis B–adrenergik dan bahan
sulfat(penyedap makanan) juga dapat menjadi factor penyebab. Serangan dari asma
idiopatik atau nonalergik menjadi lebih berat dan sering kai dengan berjalannya
waktu dapat berkembang menjadi bronchitis dan emfisema. Pada beberapa kasus
dapat berkembang menjadi asma campuran. Bentuk asma ini biasanya dimulai ketika
dewasa(> 35 tahun)
3. Asma Campuran(Mixed Asma), merupkan bentuk asma yang paling sering.
Dikarakteristikkan dengan bentuk kedua sejenis asma alergi dan idiopatik atau
nonalergi.

VII. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK / PENUNJANG


 Pengukuran fungsi paru (spirometri)
Pengukuran ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol
golongan adrenergic. Peningkatan FEV atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan
diagnosis asma.
 Tes provokasi bronchus
Tes ini dilakukan pada spirometri internal. Penurunan FEV sebesar 20% atau lebih
setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90% dari maksimum dianggap bermakna
bila menimbulkan penurunan PEFR 10% atau lebih.
 Pemeriksaan kulit
Untuk menunjukkan adanya antibodi IgE hipersensitif yang spesifik dalam tubuh.
 Pemeriksaan laboratorium
1. Analisa Gas Darah (AGD/astrup)
Hanya dilakukan pada serangan asma berat karena terdapat hipoksemia, hiperkapnea,
asidosis respiratorik.
2. Sputum
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang berat, karena
hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari edema mukosa,
sehingga terlepaslah sekelompok sel-sel epitel dari perlekatannya. Pewarnaan gram
penting untuk melihat adanya bakteri, cara tersebut kemudian diikuti kultur dan uji
resistensi terhadap beberapa antibiotic.
3. Sel eosinofil
Sel eosinofil pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai 1000-1500/mm 3
baik asma intrinsic ataupun ekstrinsik, sedangkan hitung sel eosinofil normal antara
100-200/mm3. Perbaikan fungsi paru disertai penurunan hitung jenis sel eosinofil
menunjukkan pengobatan telah tepat.
4. Pemeriksaan darah rutin dan kimia
Jumlah sel leukosit yang lebih dari 15.000/mm3 terjadi karena adnya infeksi. SGOT
dan SGPT meningkat disebabkan kerusakan hati akibat hipoksia atau hiperkapnea.

 Pemeriksaan radiologi
Hasil pemeriksaan radiologi pada klien dengan asma biasanya normal, tetapi prosedur ini
harus tetap dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya proses patologi di paru
atau komplikasi asma seperti pneumothoraks, pneumomediastinum, atelektasis dan lain-
lain.

VIII. PENATALAKSANAAN MEDIS


 Pengobatan nonfarmakologi
a. Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan untuk peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asma
sehingga klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, menggunakan obat
secara benar, dan berkonsultasi pada tim kesehatan.
b. Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asma yang ada pada
lingkungannya, diajarkan cara menghindari dan mengurangi fakror pencetus,
termasuk intake cairan yang cukup bagi klien.
c. Fisiotherapi
Dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mucus. Ini dapat dilakukan
dengan postural drainase, perkusi, dan fibrasi dada.

 Pengobatan farmakologi
a. Agonis beta: metaproterenol (alupent, metrapel). Bentuknya aerosol, bekerja sangat
cepat, diberikan sebanyak 3-4 kali semprot, dan jarak antara semprotan pertama dan
kedua adalah 10 menit.
b. Metilxantin, dosis dewasa diberikan 125-200 mg 4 x sehari. Golongan metilxantin
adalah aminofilin dan teofilin. Obat ini diberikan bila golongan beta agonis tidak
memberikan hasil yang memuaskan.
c. Kortikosteroid, jika agonis beta dan metilxantin tidak memberikan respon yang baik,
harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol dengan dosis 4 x
semprot tiap hari. Pemberian steroid dalam jangka yang lama harus diawasi dengan
ketat.
d. Kromolin dan iprutropioum bromide ( atroven ).Dosis iprutropioum bromide
diberikan 1-2 kapsul 4xsehari ( Kee dan Hayes, 1994 ).

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


I. PENGKAJIAN
 Anamnesis

Pengkajian mengenai nama, umur, dan jenis kelamin perlu dilakukan pada pasien dengan
asma. Serangan asma pada usia dini memberikan implikasi bahwa sangat mungkin
terdapat status atopik. Serangan pada usia dewasa memungkinkan adanya faktor non-
aktif. Tempat tinggal menggambarkan kondisi lingkungan tempat klien berada.
Berdasarkan alamat tersebut, dapat diketahui pula faktor yang memungkinkan menjadi
pencetus serangan asma. Status perkawinan dan gangguan emosional yang timbul dalam
keluarga atau lingkungan merupakan faktor pencetus serangan asma. Pekerjaan serta suku
bangsa juga perlu dikaji untuk mengetahui adanya pemaparan bahan allergen. Hal ini
yang perlu dikaji dari identitas klien ini adalah tanggal masuk rumah sakit (MRS), nomor
rekam medis, asuransi kesehatan, dan diagnosis medis. Keluhan utama meliputi sesak
napas, pernapasan terasa berta pada dada dan adanya keluhan sulit untuk bernapas.

 Pengkajian kegawatdaruratan
a. Airway
Pada pasien dengan status asmatikus umumnya ditemukan adanya penumpukan
sputum pada jalan nafas. Hal ini menyebabkan penyumbatan jalan napas sehingga
status asmatikus ini memperlihatkan kondisi pasien yang sesak karena kebutuhan
akan oksigen semakin sedikit yang dapat diperoleh.
b. Breathing
Adanya sumbatan pada jalan napas pasien menyebabkan bertambahnya usaha napas
pasien untuk memperoleh oksigen yang diperlukan oleh tubuh. Namun pada status
asmatikus pasien mengalami nafas lemah hingga adanya henti napas. Sehingga ini
memungkinkan bahwa usaha ventilasi pasien tidak efektif. Disamping itu adanya
bising mengi dan sesak napas berat sehingga pasien tidak mampu menyelesaikan
satu kalimat dengan sekali napas, atau kesulitan dalam bergerak. Pada pengkajian ini
dapat diperoleh frekuensi napas lebih dari 25 x / menit. Pantau adanya mengi.

c. Circulation
Pada kasus status asmatikus ini adanya usaha yang kuat untuk memperoleh oksgien
maka jantung berkontraksi kuat untuk memenuhi kebutuhan tersebut hal ini ditandai
dengan adanya peningkatan denyut nadi lebih dari 110 x/menit. Terjadi pula
penurunan tekanan darah sistolik pada waktu inspirasi. Pulsus paradoksus, lebih dari
10 mmHg. Arus puncak ekspirasi ( APE ) kurang dari 50 % nilai dugaan atau nilai
tertinggi yang pernah dicapai atau kurang dari 120 lt/menit. Adanya kekurangan
oksigen ini dapat menyebabkan sianosis yang dikaji pada tahap circulation ini.
d. Dissability
Pada tahap pengkajian ini diperoleh hasil bahwa pasien dengan status asmatikus
mengalami penurunan kesadaran. Disamping itu pasien yang masih dapat berespon
hanya dapat mengeluarkan kalimat yang terbata – bata dan tidak mampu
menyelesaikan satu kalimat akibat usaha napas yang dilakukannya sehingga dapat
menimbulkan kelelahan . Namun pada penurunan kesadaran semua motorik sensorik
pasien unrespon.
e. Expossure
Setelah tindakan pemantauan airway, breathing, circulation, disability, dan exposure
dilakukan, maka tindakan selanjutnya yakni transportasi ke rumah sakit untuk
mendapatkan pertolongan yang lebih intesif
f. Five intervensi
Pemeriksan penunjang meliputi : EKG, saturasi oksigen, urine, hasil laboratorium,
terapi medis serta tindakan lainnya yang dapat memberikan hasil penunjang dalam
pemberian asuhan keperawatan.
g. Give comfort
Meliputi tindakan pemberian rasa nyaman. Lakukan pengkajian terhadap nyeri yang
dirasakan pasien atau masalah lain yang menyebabkan perasaan tidak nyaman pada
pasien. Kaji perasaan nyeri yang dirasakan oleh pasien meliputi kualitas, daerah,
skala dan intensitas nyeri. Bila pasien merasa mual kaji perasaan mual pasien,
disertai muntah atau tidak, intensitas dan faktor pemicu rasa mual pasien. Bila pasien
tidak nyaman karena cemas, minta pasien untuk tenang, perhatikan adanya risiko
cedera pada pasien dengan kecemasan, kaji penyebab kecemasan pasien, berikan
informasi yang sesuai dengan keadaan pasien.
h. Histori
Kaji proses perjalanan penyakit pasien saat ini, tanda dan gejala yang muncul dan
dirasakan oleh klien, riwayat alergi, pengobatan sebelumnya, riwayat penyakit yang
pernah diderita sebelumnya, serta makanan yang terakhir dikonsumsi.
Lakukan pemeriksaan Head to Toe (dari kepala hingga ujung kuku), meliputi
inspeksi, palapasi, perkusi dan auskultasi.
i. Inspeksi Back/Posterior Surface
Meliputi pengkajian adanya jejas / trauma yang dapat menyebabkan timbulnya
sesak, adanya deformitas jaringan/tulang, tenderness, krepitasi, dan laserasi.

 Riwayat penyakit saat ini

Klien dengan serangan asma mencari pertolongan terutama dengan keluhan sesak
napas yang hebat dan mendadak, kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain seperti
wheezing, penggunaan otot bantu pernapasan, kelelahan, gangguan kesadaran, sianosis,
dan perubahan tekanan darah.
Serangan asma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi 3 stadium. Stadium
pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan kering. Batuk ini terjadi karena iritasi
mukosa yang kental dang mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan
pembengkakan bronchus. Stadium kedua ditandai dengan batuk diserta mucus yang
jernih dan berbusa. Klien merasa sesak napas, berusaha untuk bernapas dalam, ekspirasi
memanjang diikuti bunyi mengi (wheezing). Klien lebih suka duduk dengan tangan
diletakkan pada pinggir tempat tidur, tampak pucat, gelisah, dan warna kulit mudah
membiru. Stadium ketiga ditandai dengan hamper tidak terdengarnya suara napas karena
aliran udara kecil, tidak ada batuk, pernapasan menjadi dangkal dan tidak teratur, irama
pernapasan meningkat karena asfiksial.
Perawat perlu mengkaji obat-obatan yang biasa diminum klien dan memeriksa
kembali setiap jenis obat apakah masih relevan untuk digunakan kembali.

 Riwayat penyakit dahulu


Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti adanya infeksi saluran
pernapasan atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, dan polip hidung. Riwayat
serangan asma, frekuensi, waktu, dan alergen-alergen yang dicurigai sebagai pencetus
serangan, serta riwayat pengobatan yang dilakukan untuk meringankan gejala asma.

 Riwayat penyakit keluarga


Pada klien dengan serangan asma perlu dikaji tentang riwayat penyakit asma atau
penyakit alergi yang lain pada anggota keluarganya karena hipersensitivitas pada
penyakit asma ini lebih ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan (Hood
Alsagaf,1993).

 Pengkajian psiko-sosio-kultural
Kecemasan dan koping yang tidak efektif sering didapatkan pada klien dengan asma.
Status ekonomi berdampak pada asuransi kesehatan dan perubahan mekanisme peran
dalam keluarga. Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu pencetus bagi
serangan asma baik gangguan itu berasal dari rumah tangga, lingkungan sekitar sampai
lingkungan kerja. Seorang dengan beban hidup yang berat lebih berpotensial mengalami
serangan asma. Berada dalam keadaan yatim piatu, mengalami ketidakharmonisan
hubungan dengan orang lain, sampai mengalami ketakutan tadak dapat menjalankan
peran seperti semula.
 Pola resepsi dan tata laksana hidup sehat
Gejala asma dapat membatasi manusia untuk berprilaku hidup normal sehinggan
klien dengan asma harus mengubah gaya hidupnya sesuai kondisi yang tidak akan
menimbulkan serangan asma.
 Pola hubungan dan peran
Gejala asma sangat membatasi klien untuk menjalani kehidupannya secara normal.
Klien perlu menyesuaikan kondisinya dengan hubungan dan peran klien, baik di
lingkungan rumah tangga, masyarakat, ataupun lingkungan kerja serta perubahan peran
yang terjadi setelah klien mengalami serangan asma.
 Pola persepsi dan konsep diri
Perlu dikaji tentang persepsi klien terhadap penyakitnya. Persepsi yang salah dapat
menghambat respons kooperatif pada diri klien. Cara memandang diri yang salah juga
akan menjadi stressor dalam kehidupan klien. Semakin banyak stressor yang ada pada
kehidupan klien dengan asma dapat meningkatkan kemungkinan serangan asma berulang.
 Pola penanggulangan stres
Stress dan ketegangan emosuonal merupakan faktor intrinsic pencetus serangan
asma. Oleh karena itu, perlu dikaji penyebab terjadinya stres. Frekuensi dan pengaruh
stress terhadap kehidupan klien serta cara penanggulangan terhadap stressor.
 Pola sensorik dan kognitif
Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan mempengaruhi konsep diri klien dan
akhirnya mempengaruhi jumlah stressor yang dialami klien sehingga kemungkinan
terjadi serangan asma berulang pun akan semakin tinggi.
 Pola tata nilai dan kepercayaan
Kedekatan klien pada sesuatu yang diyakininya di dunia dipercaya dapat
meningkatkan kekuatan jiwa klien. Keyakinan klien terhadap tuhan dan mendekatkan diri
kepada-Nya merupakan metode penanggulangan stress yang konstruktif.

II. PEMERIKSAAN FISIK


 Keadaan umum
Perawat juga perlu mengkaji tentang kesadaran klien, kecemasan, kegelisahan,
kelemahan suara bicara, denyut nadi, frekuensi pernapasan yang meningkat,
penggunaan otot-otot bantu pernapasan, sianosis, batuk dengan lendir lengket, dan
posisi istirahat klien.
 B1 (Breathing)
- Inspeksi
Pada klien asma terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan,
serta penggunaan otot bantu pernapasan. Inspeksi dada terutama untuk melihat postur
bentik dan kesimetrisan, adanya peningkatan diameter antero posterior, retraksi otot-
otot interkostalis, sifat dan irama pernapasan, dan frekuensi pernapasan.
- Palpasi
Pada palpasi biasanya kesimetrisan, ekspansi, dan taktil premitus normal.
- Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma
menjadi datar dan rendah.
- Auskultasi
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan ekspirasi lebih dari 4
detik atau lebih dari 3 kali inspirasi, dengan bunyi napas tambahan utama wheezing
pada akhir ekspirasi
 B2 (Blood)
Perawat perlu memonitor dampak asma pada status kardiovaskular meliputi
keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah, dan CRT.
 B3 (Brain)
Pada saat inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji. Disamping itu, diperlukan
pemeriksaan GCS, untuk menentukan tingkat kesadaran klien apakah compos metis,
somnolen, atau koma.
 B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine perlu dilakukan karena berkaitan dengan intake
cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor ada tidaknya oliguria, karena hal
tersebut merupakan tanda awal dari syok.
 B5 (Bowel)
Perlu juga dikaji tentang bentuk, turgor, nyeri, dan tanda-tanda infeksi, mengingat
hal-hal tersebut juga dapat merangsang serangan asma. Pengkajian tentang status
nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi, dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi
kebutuhannya. Pada klien dengan sesak napas, sangat potensial terjadi kekurangan
pemenuhan kebutuhan nutrisi, hal ini karena terjadi dipnea saat makan, laju
metabolism, serta kecemasan yang dialami klien.
 B6 (Bone)
Dikaji adanya edema ekstremitas, tremor, dan tanda-tanda infeksi pada
ekstremitas karena dapat merangsang serangan asma. Pada integument perlu dakaji
adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembapan,
mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, eksim, dan adanya bekas atau tanda
urtikaria atau dermatitis. Pada rambut, dikaji warna rambut, kelembapan, dan kusam.
Perlu dikaji pula tentang bagaimana tidur dan istirahat klien yang meliputi berapa
lama klien tidur dan istirahat, serta berapa besar akibat kelelahan yang dialami klien.
Adanya wheezing, sesak, dan ortopnea dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat
klien.
Perlu dikaji pula tentang aktivitas keseharian klien seperti olahraga, bekerja dan
aktivitas lainnya. Aktivitas fisik juga dapat menjadi faktor pencetus asma yang
disebut dengan exercise induced asma

III.DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan bronkhokontriksi, edema
mukosa dan dinding bronchus, serta sekresi mucus yang kental ditandai dengan batuk
tak efektif dan tidak mampu untuk mengelurkan sekresi jalan napas.
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru ditandai
dengan perubahan frekuensi atau pola napas.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,
intake nutrisi tidak adekuat ditandai dengan kelemahan, kehilangan masa otot, tonus
otot buruk, dan berat badan 10%-20% di bawah ideal.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen, kelemahan fisik umum ditandai dengan takikardi sebagai respon
terhadap aktivitas.
5. Ansietas berhubungan dengan factor psikologis ( efek hipoksemia ) ditandai dengan
menyatakan masalah sehubungan dengan perubahan kejadian hidup.
6. Kurang pengetahuan berhubugan dengan ketidaktahuan akan prognosis ditandai
dengan adanya permintaan informasi.

IV. INTERVENSI KEPERAWATAN

No No. Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional


Dx hasil
1. 1 Setelah dilakukan 1. Kaji warna, kekentalan, 1. Karakteristik sputum
tindakan keperawatan dan jumlah sputum dapat menunjukkan
selama 3 x 24 jam berat ringannya
diharapkan bersihan jalan obstruksi
napas kembali efektif.
2. Atur posisi semifowler 2.Meningkatkan
Kriteria hasil :
exspansi dada
- Klien mampu
melakukan batuk efektif
3. Ajarkan cara batuk efektif 3. Batuk yang terkontrol
- Pernapasan klien
dan efektif dapat
normal (16-20 x/menit)
memudahkan
- Tanpa ada penggunaan
otot bantu napas. pengeluaran secret yang
melekat dijalan napas

4. Pertahankan intake cairan 4. Hidrasi yang adekuat


sedikitnya 2500ml / hari membantu
kecuali tidak di indikasikan mengencerkan secret
dan mengefektifkan
pembersihan jalan napas

5. Lakukan fisioterapi dada 5. Fisioterapi dada


dengan teknik postural merupakan strategi
drainase, perkusi dan fibrasi untuk mengeluarkan
dada secret

Kolaborasi :
6.Pemberian obat
6.
bronkodilator golongan B2

-Nebulizer (via inhalasi)


-Pemberian
dengan golongan terbutalini
bronkodilator via
0,25mg, fenoterol HBr 0,1 %
inhalasi akan langsung
solusion, orchiprenalini sulpur
menuju area bronchus
0,75mg
yang mengalami spasme
sehingga lebih cepat
berdilatasi.
-Intravena dengan golongan
-Pemberian secara
theophyline ethilenediamine
intravena merupakan
(aminofilin) bolus IV 5-6
usaha pemeliharaan agar
mg/kg BB.
dilatasi jalan napas dapat
optimal.
7. Agen mukolitik dan
7. Agen mukolitik
ekspektoran menurunkan kekentalan
dan perlengketan secret
paru untuk memudahkan
pembersihan. Agen
ekspektoran akan
memudahkan secret
lepas dari perlengketan
jalan napas
8. Kortikosteroid 8. Kortikosteroid
berguna pada
keterlibatan luas dengan
hipoksemia dan
menurunkan reaksi
inflamasi akibat edema
mukosa dan dinding
bronchus
2. 2 Setelah dilakukan 1.Identifikasi factor penyebab 1.Dengan
tindakan keperawatan mengidentifikasikan
selama 3 x 24 jam penyebab,kita dapat
diharapkan klien mampu menentukan jenis
mempertahankan fungsi tindakan yang tepat
parunya.
2. Kaji kualitas, frekuensi dan 2. Dengan mengkaji
Kriteria hasil :
- Irama napas regular kedalaman pernapasan serta kualitas, frekuensi, dan
- Frekuensi napas 16-
melaporkan setiap perubahan kedalaman pernapasan
20x/menit
yang terjadi kita dapat mengetahui
sejauh mana perubahan
kondisi klien

3.Baringkan klien dalam 3. Penurunan diafragma


posisi yang nyaman, dalam dapat memperluas
posisi duduk, dengan kepala daerah dada sehingga
tempat tidur ditnggikan 60- ekspansi paru bisa
90o (semi fowler) maksimal.

4.Observasi tanda-tanda vital 4. Peningkatan frekuensi


napas dan takikardi
merupakan indikasi
adanya penurunan fungsi
paru

5.Lakukan auskultasi suara 5. Auskultasi dapat


napas tiap 2-4 jam menentukan kelainan
suara napas pada bagian
paru

6.Bantu dan ajarkan klien 6. Batuk efektif dapat


untuk batuk dan napas dalam membantu
yang efektif mengeluarkan secret,

7.Kolaborasi dengan tim 7. Pemberian O2 dapat


medis lain untuk pemberian menurunkan beban
O2 dan obat-obatan. pernapasan dan
mencegah terjadinya
sianosis akibat
hipoksemia

3. 3 Setelah dilakukan 1.Kaji kebiasaan diet, 1.Pesien distres


tindakan keperawatan masukan makanan saat ini. pernafasan, sering
selama 3 x 24 jam Catat derajat ksulitan makan. anoreksia karena dispnea
diharapkan kebutuhan Evaluasi berat badan dan dan produksi sputum
nutrisi klien terpenuhi. ukuran tubuh.
Kriteria hasil : 2.Penurunan/hipoaktif
-menunjukan
2.Auskultasi bunyi usus bising usus menunjukan
peningkatan berat badan
penurunan motilitas
menuju tujuan yang tepat
gaster
yang berhubungan
dengan pembatasan
pemasukan cairan,
pilihan makanan buruk,
dan hipoksemia

3.Rasa tak enak, bau dan


3.Berikan perawatan oral penampilan adalah
sering, buang secret, berikan pencegahan utama
wadah khusus untuk sekali terhadap napsu makan
pakai dan tisu. dan dapat membuat mual
dan muntah dengan
peningkatan kesulitan
napas.

4. Membantu
4.Dorong periode istirahat menurunkan kelemahan
semalam jam sebelum dan selama waktu makan dan
sesudah makan. Berikan memberikan kesempatan
makan porsi kecil tapi sering. untuk meningkatkan
masukan kaloro total.
5. Hindari makanan
yang sangat panas atau
5. Hindari makanan yang sangat dingin.
sangat panas atau sangat
dingin. 6. Bergunakan untuk
menentukan kebutuhan
6. Timbang berat badan sesuai kalori, menyusun tujuan
indikasi berat badan, dan
evaluasi keadekuatan
rencana nutrisi. Catatan :
penurunan berat badan
dapat berlanjut,
meskipun masukan
adekuat sesuai
teratasinya edema.

7. Metode makan dan


Kolaborasi: kebutuhan kalori di
7. Konsul ahli gizi/nutrisi dasarkan pada
pendukung tim untuk situasi/kebutuhan
memberikan makanan yang individu untuk
mudah cerna, secara nutrisi memberikan nutrisi
seimbang, mis: nutrisi maksimal dengan upaya
tambahan oral/selang, nutrisi minimal
parenteral ( rujuk ke DK: pasien/penggunaan
Dukung Nutrisi Total, energy
hal.1039).
8.Mengevaluasi/
mengatasi kekurangan
8. Kaji pemeriksaan dan mengawasi
laboratorium, mis : albumin, keefektifan terapi nutrisi.
serum transferin, profil asam
amino, besi pemeriksaan
keseimbangan nitrogen,
glukosa, pemeriksaan fungsi
hati, elektrolit. Berikan
vitamin/elektrolit sesuai
indikasi.

4. 4 Setelah dilakukan 1. Evaluasi respons pasien 1. Menetapkan


tindakan keperawatan terhadap aktivitas. Catat kemampuan / kebutuhan
selama 3 x 24 jam laporan dipsnea, peningkatan pasien dan memudahkan
diharapkan intoleransi kelemahan/kelelahan atau pilihan intervensi.
aktivitas teratasi perubahn tanda vital selama
dan setelah aktivitas.
Kriteria hasil :
-melaporkan/
menunjukan peningkatan 2.Berikan lingkungan tenang 2. Menurunkan stres dan
toleransi terhadap dan batasi pengunjung selama rangsangan berlebihan,
aktivitas yang dapat fase akut sesuai indikasi. meningkatkan istirahat
diukur dengan tak
adanya dipsnea, 3. Jelaskan pentingnya 3. Tirah baring di
kelemahan berlebihan, istirahat dalam rencana pertahankan selama fase
dan takikardi. pengobatan dan perlunya akut untuk menurunkan
keseimbangan aktivitas dan kebutuhan metabolic,
istirahat. menghemat energy
untuk penyembuhan.
Pembatasan aktivitas
dan perbaikan kegagalan
pernapasan.

4. Bantu pasien memilih 4. Pasien mungkin


posisi nyaman untuk istirahat nyaman dengan kepala
atau tidur. tinggi, tisur di kursi, atau
menunduk kedepan meja
atau bantal.

5. Bantu aktivitas perawatan 5. Meminimalkan


diri yang di perlukan. Berikan kelelahan dan membantu
kemajuan peningkatan keseimbangan suplai dan
aktivitas selama fase kebutuhan oksigen.
penyembuhan.

5. 5 Setelah dilakukan 1. Observasi peningkatan 1. Memburuknya


tindakan keperawatan kegagalan pernapasan, agitasi, hipoksemia dapat
selama 3 x 24 jam gelisah, emosi labil. menyebabkan atau
diharapkan pasien meningkatkan ansietas.
menyatakan kesadaran
terhadap ansietas. 2. Pertahankan lingkungan 2. Meurunkan ansietas
tenang dengan sedikit dengan menigkatkan
Kriteria hasil :
rangsang. Jadwalkan relaksasi dan penghemat
-pasien tampak rileks
perawatan dan prosedur untuk energy.
-melaporkan ansietas
memberikan periode istirahat
menurun sampai tigkat
tak terganggu.
dapat ditangani

3. Identifikasi persepsi pasien 3. Membantu


terhadap ancaman yang ada pengenalan
oleh situasi. ansietas/takut dan
mengidentifikasi
tindakan yang dapat
membantu untuk
individu.

4. Dorong pasien untuk 4.Langkah awal dalam


mengakui dan menyatakan mengatasi perasaan
perasaan. adalah terhadap
identifikasi dan ekspresi.
Mendorong penerimaan
situasi dan kemampuan
diri untuk mengatasi.

5. Bantu orang terdekat untuk 5. Meningkatkan


berespons positif pada penurunan ansietas
pasien/situasi. melihat orang lain tetap
tenang. Karena ansintas
dapat menular, bila
orang terdekat/staf
memperlihatkan ansietas
mereka, kemampuan
koping pasien dapat
dengan mudah di
pengaruhi.
Kolaborasi:
6.Berikan sedatif sesuai 6. Mungkin diperlukn
indikasi dan awasi efek untuk membantu
merugikan.. menangani ansietas dan
meningkatkan istirahat.
Namun efek samping
seperti depresi
pernapasan dapat
membatasi atau
kontraindikasi untuk
menggunakannya.

6. 6 Setelah dilakukan 1. Kaji kemampuan pasien 1. Belajar tergantung


tindakan keperawatan untuk belajar, contoh tingkat pada emosi dan kesiapan
selama 2 x 24 jam klien takut, masalah, kelemahan, fisik dan ditingkatkan
menyatakan pemahaman tingkat partisifasi, lingungan pada tahapan individu
proses terbaik dimana pasien dapat
penyakit/prognosis dan belajar, seberapa banyak isi,
kebutuhan pengobatan. media terbaik, siapa yang
terlibat.
Kriteria hasil :
-klien tidak bertanya-
tanya tetang penyakitnya 2. Identifikasi gejala yang 2. Dapat menunjukan
harus dilaporkan keperawat, kemajuan atau
contoh hemoptisis, nyeri pengaktifan ulang
dada, demam, kesulitan penyakit atau efek obat
bernapas. yang memerlukan
evaluasi lanjut.
3. Berikan instruksi dan 3. Informasi tertulis
informasi tertulis khusus pada menurunkan hambatan
pasien untuk rujukan contoh pasien untuk mengingat
jadwal obat. sejumlah besar
informasi. Pengulangan
menguatkan belajar.

4. Jelaskan dosis obat, 4.Meningkatkan


Frekuensi pemberian, Kerja kerjasama dalam
yang di harapkan, Dan alasan program pengobatan dan
pengobatan lama. Kaji mencegah penghentian
potensial interaksi dengan obat sesuai perbaikan
obat/substansi lain. kondisi pasien.

5. Dorog pasien/orang 5. Memberikan


terdekat untuk menyatakan kesempatan untuk
takut/masalah. Jawab memperbaiki kesalahan
pertanyaan secara nyata. Catat konsepsi/peningkatan
lamanya penggunaan ansietas. Ketidak
penyangkalan adekuatan
keuangan/penyangkalan
lama dapat
mempengaruhi koping
dengan/manajemen
tugas untuk
meningkatkan/memperta
hankan kesehatan.

V. EVALUASI

Dx 1 :

- Bersihan jalan napas klien kembali efektif


- Klien mampu melakukan batuk efektif
- Tidak ada bunyi napas tambahan

Dx 2 :

- Irama napas regular


- Frekuensi napas 16-20x/menit
- Tidak ada otot bantu pernapasan

Dx 3 :

- Tidak mengeluhkan mual dan muntah


- Menunjukan berat badan ideal
- IMT dalam batas normal
Dx 4 :

- Melaporkan/ menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat


diukur dengan tak adanya dipsnea, kelemahan berlebihan, dan takikardi.

Dx 5 :

- Pasien tampak rileks


- Melaporkan kecemasan menurun sampai tigkat dapat ditangani
Dx 6 :

- Klien paham tetang penyakitnya

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito-Moyet, Linda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC

Doenges,Marilyn.dkk.2000.Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran


EGC

Muttagin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika

Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006. Prima Medika

Smeltzer, Suzanne C., dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Brunner and Suddarth. Edisi 8. Vol. 1, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Somantri, Irma. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai