Anda di halaman 1dari 24

NUTRISI UNTUK REMAJA DAN DEWASA

Dosen Pengampu: Dr. Tri Suwarto

Di Susun Oleh:

1. Putri Aisyah
2. Putri Ulil Khikmah
3. Retno Endah Pramesty
4. Rika Devinda R
5. Rina Agustina
6. Saptaria Anjani
7. Siti Kaswati
8. Siti Naslukah
9. Siti Nuryati
10. Sri Mujiati
11. Suhendra
12. Susi Krisnawati
13. Syafrial Banaradim
14. Tlaga Mustika
15. Wuri Nur R
16. Yuni Susanti
17. Yunita Suci A

D3 KEPERAWATAN 1B

STIKES MUHAMMADIYAH KUDUS 2015/2016


Nutrisi untuk remaja dan dewasa
Pengertian
Masa remaja merupakan saat terjadinya perubahan-perubahan cepat dalam proses pertumbuhan
fisik, kognitif dan psikososial. Pada masa ini terjadi kematangan seksual dan tercapainya bentuk
dewasa karena pematangan fungsi endokrin. Pada saat proses pematangan fisik, juga terjadi
perubahan komposisi tubuh.

Periode Adolesensia ditandai dengan pertumbuhan yang cepat (Growth Spurt) baik tinggi
badannnya maupun berat badannya. Pada periode growth spurt, kebutuhan zat gizi tinggi karena
berhubungan dengan besarnya tubuh.

Nutrisi adalah proses dimana tubuh manusia menggunakan makanan untuk membentuk energi,
mempertahankan kesehatan, pertumbuhan dan untuk berlangsungnya fungsi normal setiap organ
dan jaringan tubuh (Rock CL, 2004). Nutrisi adalah suatu proses organism menggunakan
makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses degesti, absorbsi, transportasi,
penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk
mempertahankan kehidupan (Supariasa, 2001). Nutrisi merupakan salah satu kebutuhan vital
bagi semua makhluk hidup. Pengertian nutrisi menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:

 Nutrisi adalah proses pengambilan zat-zat makanan penting (Nuwer, 2008).


 Nutrisi adalah substansi organik yang dibutuhkan organisme untuk fungsi normal dari
sistem tubuh, pertumbuhan dan pemeliharaan kesehatan (Wikipedia, 2008).
 Nutrisi berbeda dengan makanan, makanan adalah segala sesuatu yang kita makan
sedangkan nutrisi adalah apa yang terkandung dalam makanan tersebut (Uri, 2008).
 Nutrisi adalah proses pengambilan zat-zat makanan penting (Nancy Nuwer
Konstantinides).
 Jumlah dari seluruh interaksi antara organisme dan makanan yang dikonsumsinya
(Cristian dan Gregar 1985).

Jenis-Jenis Nutrien
Jenis-jenis Nutrien diantaranya adalah:
a. Karbohidrat
Karbohidrat adalah komposisi yang terdiri dari elemen karbon, hidrogen dan oksigen.
Karbohidrat dibagi atas :
 Karbohidrat sederhana (gula) ; bisa berupa monosakarida (molekul tunggal yang terdiri dari
glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Juga bisa berupa disakarida (molekul ganda), contoh sukrosa
(glukosa + fruktosa), maltosa (glukosa + glukosa), laktosa (glukosa + galaktosa).
 Karbohidrat kompleks (amilum) adalah polisakarida karena disusun banyak
molekul glukosa.
 Serat adalah jenis karbohidrat yang diperoleh dari tumbuh-tumbuhan, tidak dapat dicerna oleh
tubuh dengan sedikit atau tidak menghasilkan kalori tetapi dapat meningkatkan volume feces.
b. Lemak
Lemak merupakan sumber energi yang dipadatkan. Lemak dan minyak terdiri atas gabungan
gliserol dengan asam-asam lemak
Fungsi lemak :
 sebagai sumber energi ; merupakan sumber energi yang dipadatkan dengan mem berikan
9 kal/gr.
 Ikut serta membangun jaringan tubuh.
 Perlindungan.
 Penyekatan/isolasi, lemak akan mencegah kehilangan panas dari tubuh.
 Perasaan kenyang, lemak dapat menunda waktu pengosongan lambung dan mencegah timbul
rasa lapar kembali segera setelah makan.
 Vitamin larut dalam lemak.
c. Protein
Protein merupakan konstituen penting pada semua sel, jenis nutrien ini berupa struktur nutrien
kompleks yang terdiri dari asam-asam amino. Protein akan dihidrolisis oleh enzim-enzim
proteolitik. Untuk melepaskan asam-asam amino yang kemudian akan diserap oleh usus.
Fungsi protein adalah:
 Protein menggantikan protein yang hilang selama proses metabolisme yang normal dan proses
pengausan yang normal.
 Protein menghasilkan jaringan baru.
 Protein diperlukan dalam pembuatan protein-protein yang baru dengan fungsi khusus dalam
tubuh yaitu enzim, hormon dan haemoglobin.
 Protein sebagai sumber energi.
d. Vitamin
Vitamin adalah bahan organic yang tidak dapat dibentuk oleh tubuh dan
berfungsi sebagai katalisator proses metabolisme tubuh.
Ada 2 jenis vitamin yaitu:
 Vitamin larut lemak yaitu vitamin A, D, E, K.
 Vitamin larut air yaitu vitamin B dan C (tidak disimpan dalam tubuh jadi harus ada didalam diet
setiap harinya).

Kebutuhan vitamin usia Remaja


a. Vitamin A 3500-4000 mg/org/hr
b. Vitamin B1 10-1,2 mg/hr
c. Vitamim B6 2,0-2,2 mg/org/hr
d. Vitamin B12 3,0mg/org/hr
e. Vitamin C 60mg
f. Vitamin D 200-400IU
g. Vitamin E 8-10 mg/org.hr

e. Mineral dan Air


Mineral merupakan unsure esensial bagi fungsi normal sebagian enzim, dan sangat penting
dalam pengendalian system cairan tubuh. Mineral merupakan konstituen esensial pada jaringan
lunak, cairan dan rangka. Rangka mengandung sebagian besar mineral. Tubuh tidak dapat
mensintesis sehingga harus disediakan lewat makanan.
Tiga fungsi mineral yaitu:
 Konstituen tulang dan gigi ; contoh : calsium, magnesium, fosfor.
 Pembentukan garam-garam yang larut dan mengendalikan komposisi cairan tubuh ; contoh Na,
Cl (ekstraseluler), K, Mg, P (intraseluler).
 Bahan dasar enzim dan protein.

Kebutuhan Gizi Seimbang


Pada anak remaja kudapan berkontribusi 30 % atau lebih dari total asupan kalori remaja setiap
hari. Tetapi kudapan ini sering mengandung tinggi lemak, gula dan natrium dan dapat
meningkatkan resiko kegemukan dan karies gigi. Oleh karena itu, remaja harus didorong untuk
lebih memilih kudapan yang sehat. Bagi remaja, makanan merupakan suatu kebutuhan pokok
untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuhnya. Kekurangan konsumsi makanan, baik secara
kualitatif maupun kuantitatif, akan menyebabkan metabolisme tubuh terganggu.
Kecukupan gizi merupakan kesesuaian baik dalam hal kualitas maupun kuantitas zat-zat gizi
sesuai dengan kebutuhan faali tubuh.

Energi

Kebutuhan energi diperlukan untuk kegiatan sehari-hari maupun untuk proses metabolisme
tubuh. Cara sederhana untuk mengetahui kecukupan energi dapat dilihat dari berat badan
seseorang. Pada remaja perempuan 10-12 tahun kebutuham energinya 50-60 kal/kg BB/ hari dan
usia 13-18 tahun sebesar 40-50 kal/ kg BB/ hari.

Protein

Kebutuhan protein meningkat karena proses tumbuh kembang berlangsung cepat. Apabila
asupan energi terbatas/ kurang, protein akan dipergunakan sebagai energi.

Kebutuhan protein usia 10-12 tahun adalah 50 g/ hari, 13-15 tahun sebesar 57 g/ hari dan usia
16-18 tahun adalah 55 g/ hari. Sumber protein terdapat dalam daging, jeroan, ikan, keju, kerang
dan udang (hewani). Sedangkan protein nabati pada kacang-kacangan, tempe dan tahu.

Lemak

Lemak dapat diperoleh dari daging berlemak, jerohan dan sebagainya. Kelebihan lemak akan
disimpan oleh tubuh sebagai lemak tubuh yang sewaktu- waktu diperlukan. Departemen
Kesehatan RI menganjurkan konsumsi lemak dibatasi tidak melebihi 25 % dari total energi per
hari, atau paling banyak 3 sendok makan minyak goreng untuk memasak makanan sehari.
Asupan lemak yang terlalu rendah juga mengakibatkan energi yang dikonsumsi tidak
mencukupi, karena 1 gram lemak menghasilkan 9 kalori. Pembatasan lemak hewani dapat
mengakibatkan asupan Fe dan Zn juga rendah.

Vitamin dan Mineral

Kebutuhan vitamin dan mineral pada saat ini juga meningkat. Golongan vitamin B yaitu
vitamin B1 (tiamin), vitamin B2 (riboflavin) maupun niasin diperlukan dalam metabolisme
energi. Zat gizi yang berperan dalam metabolisme asam nukleat yaitu asam folat dan vitamin
B12. Vitamin D diperlukan dalam pertumbuhan kerangka tubuh/ tulang. Selain itu, agar sel dan
jaringan baru terpelihara dengan baik, maka kebutuhan vitamin A, C dan E juga diperlukan.

Fe / Zat Besi

Kekurangan Fe/ zat besi dalam makanan sehari-hari dapat menimbulkan kekurangan darah yang
dikenal dengan anemia gizi besi (AGB). Makanan sumber zat besi adalah sayuran berwarna
hijau, kacang-kacangan, hati, telur dan daging. Fe lebih baik dikonsumsi bersama dengan
vitamin C, karena akan lebih mudah terabsorsi.
Faktor pendukung
Faktor – faktor yang Meningkatkan Kebutuhan Nutrisi

 Periode pertumbuhan yang cepat (infant, toddler, remaja dan hamil)


 Selama perbaikan jaringan karena proses luka/pembedahan
 Meningkatnya suhu tubuh (tiap kenaikan suhu 10 F, kalori naik 7 %)
 Meningkatnya aktivitas otot
 Jenis kelamin (BMR laki – laki lebih tinggi dari wanita)
 Berat badan (secara kuantitatif, peningkatan berat badan akan meningkatkan
metabolisme)
 Terjadi infeksi (untuk pembentukan zat fagositer bakteri patogen)
 Stress (meningkatkan produksi hormon thyroid sehingga meningkatkan epinephrin yang
mensupport metabolisme)
 Meningkatnya kehilangan nutrisi karena kehilangan cairan (hemorhagi, diare, drainage,
dialisa ginjal, laktasi, menstruasi, luka bakar, dll)
 Penyakit kronis yang mempengaruhi fisiologi nutrisi (diabet, hyperthyroid, kanker,
psikosis, penyakit ginjal/hati, masalah pernafasan)

Faktor – faktor yang berperan dalam pengaturan makanan :

 Lapar Tdk menyenangkan


 Haus
 Kekenyangan  telah cukup banyak makan

Pengaturan makan dipengaruhi oleh beberapa hal :

 Aktivitas
 Usia, jenis kelamin, dll
 Pengaturan konsumsi makanan  hypothalamus
 Pengaturan konsumsi makanan ; kurus dan gemuk
 Aspek budaya kegiatan makanan
 Sikap menyukai/tidak, kebiasaan makan  hasil dari proses belajar

Faktor – faktor budaya yang berkaitan dengan kegiatan makan :

 Praktek keagamaan
 Vegetarian
 Budaya/kultur
 Kebangsaan
 Psikososial
 Sifat

Factor penghambat :
Faktor – faktor yang Mempengaruhi Penurunan Kebutuhan Nutrisi

 Penurunan laju pertumbuhan


 Penurunan angka metabolisme dasar
 Hypotermia (penurunan metabolisme sel)
 Hypothyroid (penurunan BMR)
 Jenis kelamin (Wanita < pria)
 Gaya hidup yang cenderung pasif
 Immobilisasi/bedrest
 Kehilangan berat badan (karena penurunan aktivitas otot untuk bergerak)
 Pengaturan konsumsi makanan dan minuman
 Mekanisme yang menyebabkan orang makan dan minum, jenis dan jumlah makanan dan
minuman yang dibutuhkan secara pasti belum jelas

faktor–faktor yang mempengaruhi kebutuhan zat gizi usia remaja seperti :


1. Aktivitas fisik
2. Lingkungan
3. Pengobatan
4. Depresi dan kondisi mental
5. Penyakit
6. Stres
Kecukupan gizi remaja akan terpenuhi dengan pola makan yang beragam dan gizi seimbang.
Modifikasi menu dilakukan terhadap jenis olahan pangan dengan memperhatikan jumlah dan
sesuai kebutuhan gizi pada usia tersebut dimana sangat membutuhkan makanan yang sangat
bergizi.
Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Nutrisi
a. Pengetahuan
 Rendahnya pengetahuan tentang manfaat makanan bergiri dapat memengaruhi pola
konsumsi makan, hal tersebut dapat disebabkan oleh kurangnya informasi sehingga dapat
terjadi kesalahan pemenuhan kebutuhan gizi.
b. Prasangka
 Prasangka buruk terhadap beberapa jenis bahan makanan yang bernilai gizi tinggi, dapat
memengaruhi status gizi seseorang. Misalnya, di beberapa daerah, tempe yang
merupakan sumber protein yang baik dan murah, tidak digunakan dalam makanan sehari-
hari, karena masyarakat menganggap bahwa mengonsumsi tempe dapat merendahkan
derajat mereka.
c. Kebiasaan
 Adanya kebiasaan yang buruk atau pantangan terhadap makanan tertentu dapat juga
memengaruhi status gizi. Misalnya, di beberapa daerah, terdapat larangan makan pisang,
pepaya, bagi para gadis remaja. Padahal, makanan itu merupakan sumber vitamin yang
baik. Ada pula larangan makan ikan bagi anak-anak, karena ikan dianggap
mengakibatkan cacingan. Padahal, ikan mcrupakan sumber protein yang sangat baik bagi
anak-anak.
d. Kesukaan
 Kesukaan yang berlebihan terhadap suatu jenis makanan dapat mengakibatkan kurangnya
variasi makanan, sehingga tubuh tidak memperoleh rat-zat gizi yang dibutuhkan secara
cukup. Kesukaan dapat mengakibatkan banyak terjadi kasus malnutrisi pada rcmaja
karcna asupan gizinya tidak sesuai dengan yang dibutuhkan tubuh.
e. Ekonomi
 Status ekonomi dapat mempengaruhi perubahan status gizi, penyediaan makanan bergizi,
membutuhkan dana yang tidak sedikit karena perubahan status gizi dipengaruhi oleh
status ekonomi. Dengan kata lain, orang dengan status ekonomi kurang biasanya
kesulitan dalam mcnyediakan makanan bergizi. Sebaliknya orang dengan status ekonomi
cukup lebih mudah untuk menyediakaan makanan yang bergizi.
f. Faktor fisologis
 Kondisi fisiologis yang emmpngaruhi status nutrisi termasuk tingkat aktifitas, keadaan
penyakit,, kemampuan daya beli dan menyiapkan makanan, dan prosedur atau
pengobatan yang dilakukan. Bergantung pada tingat aktifitas, maka nutirisi dan kilokalori
diperlukan untuk meningkatkan, sehingga tingkat aktifitas akan meningkat, atau
menurun. Merokok dapat diklasifikasikan sebagai faktor fisiologis. Secara fisiologis,
merokok akan memerlukan lebih banyak nutrisi, terutama vitamin C, dimana kebutuhan
akan vitamin C akan berlipat ganda (Schectman et al.,1991). Status penyakit dan
prosedur atau pengobatan yang dilakukan mempunyai dampak pada asupan makanan,
pencernaan, absorpsi, metabolisme, dan eksresi.
Beberapa kondisi fisiologis dapat menyebabkan menurunnya zat makanan tertentu, dan
satu saat akan meningkat. Penyakit ginjal dapat menurunkan kebutuhan protein oleh
karena protein dieksresi oleh ginjal. Dengan demikian berbagai kondisi fisiologis akan
meningkatkan kebutuhan nutrisi. Penyakit-penyakit fisik biasanya meningkatkan
kebutuhan zat makanan dan satu waktu makannya sedikit. Biasanya terjadi pada
penyakit-penyakit salurang cerna.
Gangguan fisik dapat terjadi disepanjang saluran pencernaan yang menyebabkan
menurunnya asupan nutrisi. Gangguan absorpsi, gangguan transfortasi, atau penggunaan
yang tidak sepantasnya. Luka pada mulut dan menyebabkan menurunnya asupan nutrisi
akibat nyeri sat makan. Diare dapat menurunkan absorpsi nutrisi karena didorong lebih
cepat. Terhadap penyakit pada kandung empedu, dimana kandung empedu tidak
berfungsi secara wajar, empedu yang diperlukan untuk mencerna lemak menjadi
berkurang atau tidak efektif. Sehingga saat klien makan makanan yang mengandung
lemak, nyeri dapat terjadi.. Tambahan pula vitamin yang larut dalam lemak memerlukan
lemak dan empedu untuk ditransfortasi melalui usus halus kedalam sistem lemfa; dapat
terjadi defisiensi vitamin yang larut dalam lemak. Beberapa orang tidak memiliki enzim
untuk memecah laktose dalam susu, kondisi ini disebut intoleransi katose. Laktose
difermentasi dalam usus, menyebabkan gembung dan diare.
g.Alkohol
 Mengkonsumsi alkohol yang berlebihan dapat mempengaruhi setiap zat makanan dalam
tubuh, sebab alkohol akan mempercepat metabolisme dalam tubuh, meningkatnya
penggunaan zat makanan. Banyak pasien dengan ketergantungan alkohol dan tidak lagi
memperhatian makan.
Alkohol dapat menyebabkan tidak terjadinya pencernaan karena cepatnya absorpsi dalam
lambung, oleh karena itu semua alkohol yang diminum dimetabolisma dalam hati. Oleh
karena itu , metabolisma, trasfortasi, dan penggunaan pada setiap zat makanan dapat
dipengaruhi lebih luas. Asam urat dan lemak akan meningkat dalam darah, lemak akan
terakumulasi dalam hati, akan menyebabkan rendahnya gula darah, kehilangan nafsu
makan, dan membutuhkan vitamin. Terutama kebutuhan vitamin B kompleks, dan
mineral akan meningkat. Semua faktor ini berkumpul yang dapat meningkatkan
terjadinya malnutrisi. Oleh karena itu diperlukan keseimbangan diet yang baik, tingginya
kebutuhan vitamin B kompleks dan kompleks karbohidrat.
Dua sindroma yang terjadi pada alkoholisme yang kronik ialah sindroma Wernicke-
Korsakoff (gejala yang ditandai dengan kebingungan, hallusinasi, kehilangan memori)
dan tidak mampu melihat pada waktu malam, hal ini disebabkan oleh kekurangan zat
makanan yang vital, thiamin dan vitamin A. Hepatitis dan sirosis juga terjadi sebagai
akibat kebutuhan nutrisi yang tidak terpenuhi.

h. Immobilitas
 Klien yang kurang mobilitas menyebabkan nafsu makan kurang, dimana dapat
meningkatkan asupan yang tidak adekuat dan malnutrisi. Kurangnya nafsu makan
difikirkan sebagai akibat menurunnya basal metabolisma dan berkurangnya aktifitas fisik.
 Penurunan aktifitas atau denurunnya berat badan dapat menyebabkan kehilangan kalsium
dari tulang. Kalsium disimpan pada tulang, penurunan berat badan menyebabkan kalsium
akan meningkat dalam darah, dan merupakan predisposisi terjadinya batu ginjal. Untuk
itu intervensi yang terbaik adalah ambulasi dini.
 Jika immobilisasi klien tidak bergerak selama ditempat tidur, perlukaan akibat tekanan
atau dekubitus akan terjadi. Malnutrisi dan rendahnya kadar protein darah yang memiliki
hubugan dengan meningkatnya risiko perlukaan akibat tekanan. Kesimbangan diet yang
baik, tinggi kalori, dan tingginya kualitas protein, dapat disarankan untuk mencegah
terjadinya dekubitus. Bila jumlah kalori dan protein tidak adekuat, diusahan untuk
menemukan faktor-faktor yang dapat meningkatkan asupan makanan dan dengan bantuan
untuk makan. Jika asupan oral berkurang, maka perlu dipertimbangkan pemberian
makanan melalui enteral. Vitamin C, zinc, dan zat besi perlu direkomendasikan –vitamin
C dan zinc diperlukan untuk penyembuhan luka dan zat besi untuk sintesa hemoglobin,
dan oksigen yang adekuat hal mendasar untuk penyembuhan luka.
 Human immunodeficiency Virus dan Acquared immunodeficiency Syndrome
HIV akan merusak sistem immun tubuh. Saat virus berada dalam darah, kien akan
diagnosa menderita HIV. HIV positif tidak berarti klien menderita AIDS. AIDS
didiagnosa ketika infeksi terjadi yang secara normal tubuh dapat melindungi dirinya
sendiri.
Pemberian nutrisi harus dimulai sesegera mungkin setelah klien telah didiagnosa positif
HIV. Peningkatan kesehatan yang adekuat, dan keseimbangan diet disarankan untuk
klien. Kebiasan makanan yang menyehatkan dapat mempertahankan kekuatan tubuh dan
tingkat fungsional.
Kehilangan berat badan dan malnutrisi sering terjadi sebagai akibat adanya anoreksia,
diare, malabsorpsi, meningkatnya metabolisma, dan demensia. Demensia, dimanan
beberapa klien tidak mengingat lagi untuk makan, tidak ingat lagi untuk mempersiapkan
makanan, tidak ingat lagi bagaiamana makan sendiri, atau tidak jelas bahwa makanan
harus dimakan. Klien dengan AIDS akan mengalami depresi dan apatis, sehingga akan
sangat mempengaruhi asupan makanan.
Pada keadaan klien AIDS atau HIV positif, nutrisi sangat diperlukan. Pemberian diet
tinggi kalori dan tinggi kualitas protein dan menghindari diet yang kurang dapat
mendukung perlu direkomendasikan. Enteral dan parenteral feeding atau keduanya dapt
ditetapkan saat klien menderita AIDS.
i.Kanker
Nutrisi untuk kanker sama dengan HIV dan AIDS. Sebab pertumbuhan sel kanker yang
cepat memerlukan nutrisi yang meningkat pula. Oleh karena itu perlu direkomendasikan
semua zat makanan yang diperlukan. Bahkan pengobatan kanker (radiasi, pembedahan,
kemoterapi) menyebabkan penambahan kebutuhan nutrisi. Diet tinggi kalori dan tinggi
protein harus direkomendasikan. Tantangan pada klien yang menderita kanker adalah
kadang-kadang tidak merasa butuh untuk makan, dengan demikian diperlukan diet secara
individual. Biasanya nafsu makan pada klien kanker kuat pada pagi hari, oleh karena itu
makan pagi perlu mendapat perhatian, dengan sedikit porsi dan snack tambahan selama
istirahat pada setiap hari.
j.Luka bakar
 Kebutuhan nutrisi dapat menyebabkan lamanya luka sembuh dan lamanya klien tinggal
dirumah sakit. Luka bakar yang berat membutuhkan energi yang banyak. Biasanya
direkomendasikan diet tinggi kalori (3000), tinggi protein (125 g). Cairan diperlukan
sejumlah 2,5 sampai 4 L/day. Jika luka bakar seluas 20 % dari total permukaan tubuh,
harus dengan pemasangan NGT. Dapat juga dengan parenteral.
k.Pembedahan
Jelas akan terjadi gangguan pada klien yang mengalami pembedahan. Makan makanan
cairan pada makan malam hingga larut malam dbiasanya dilakukan pada klien sebelum
pembedahan. Pada tengah malam biasanya klien tidak diberi makan lagi (puasa:
NPO=nothing by mouth). Pada umumnya dari klien yang puasa dalam waktu yang
singkat tidak akan mengganggu mentalnya.
Setelah pembedahan, beberapa dari klien enggan makan dan minum sebab dapat terjadi
mual dan muntah atau terjadi nyeri. Setelah klien pulang, biasanya pola makan kembali
seperti biasanya.
Setelah pembedahan besar terutama pembedahan saluran pencernaan, biasanya diajurkan
untuk I.V.Feeding guna mengistirahatkan usus dan penyembuhannya. Saat kembali
peristaltik, bubur saring biasanya diberikan, selanjutnya bertahap sampai keadaan normal
kembali. Pada umumnya diet tinggi kalori, tinggi protein biasanya dianjurkan.. Vitamin
C, zat besi, dan zinc diperlukan untuk penyembuhan luka.
l.Faktor Psikologis
 Setiap orang pada suatu saat menggunakan makanan sebagai bentuk rewatd atau
punishment. Kadang orang tua memberikan hadiah makanan pada anaknya karena
berprestasi, oleh karena keinginan makan yang kuat dipengaruhi oleh faktor emosional.
Beberapa klien merasa dihukum bila diberikan makanan pantang yang tidak sesuai
dengan seleranya. Atau merasa terisolasi atau depresi karena dia tidak dapat makan lagi
bersama dengan keluarganya. Beberapa merasa malu, marah, atau bergantung bila
diberikan makanan yang tidak sesuai seleranya. Dilain pihak disaat makan diperlukan
dukungan perasaan dan penerimaan. Makanan yang familiar akan dirasakan nyaman
selama sakit dan mungkin hanya makanan yang diinginkan klien untuk dimakan atau
ditoleransi. Ingat bahwa respon emosional saat merencanakan nutrisi dan lebih hati-hati.
Saat kien depresi, sendiri, apatis, sedih, atau perasaan tak berdaya, biasanya asupan
makan nenurun. Sedikit dari klien makannya banyak bila sebagai bentuk penyesuaian
perasaan klien. Stres dan cemas akan meningakatkan asupan makanan atau mengurangi
asupan makanan.
m.Faktor Sosiologis
 Saat makan bukan hanya berfungsi untuk pemenuhan kebutuhan makan semata tetapi
juga untuk kebutuhan sosial untuk berinteraksi dan bercakap-cakap dengan yang
lain.Makan adalah pengalaman sosial.Seseorang tinggal sendirian biasanya tidak dapat
makan sebanyak dengan orang yang makan dengan keluarganya.
 Jika makanan yang diberikan oleh keluarga kepada anaknya, akan lebih mudah diterima
oleh anak dibanding bila perawat yang melakukan untuk itu.
 n. Faktor perkembangan
 Nutrisi diperlukan sepanjang rentang kehidupan. Perawat mungkin kurang memberi
perhatian bagiamana tahap perkembangan seseorang yang berhubungan dengan asupan
nutrisi.

Pengaruh Status Gizi Pada Sistem Reproduksi


Kebutuhan energi dan nutrisi dipengaruhi oleh usia reproduksi, tingkat aktivitas dan status
nutrisi. Nutrisi yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan. Kekurangan nutrisi
pada seorang yang mengalami anemia dan kurang berat badan lebih banyak akan melahirkan
bayi BBLR (berat badan lahir rendah) dibandingkan dengan wanita dengan usia reproduksi yang
aman untuk hamil.

Peran perawat

Tindakan pada gangguan kekurangan nutrisi secara umum dapat dilakukan dengan cara:
 Mengurangi kondisi atau gejala penyakit yang menyebabkan penurunan nafsu makan
 Memberikan makanan yang disukai sedikit demi sedikit tetapi sering memperhatikan jumlah
kalori dan tanpa kontraindikasi
 Menata ruangan senyaman mungkin
 Menurunkan stress psikologis
 Menjaga kebersihan mulut
 Menyajikan makanan mudah dicerna
 Hindari makanan yang mengandung gas

Tindakan pada gangguan obstruksi mekanis secara umum dapat dilakukan dengan cara:
 melakukan kebersihan mulut segera dengan kumur-kumur menggunakan minuman bikarbonat
rendah kalori atau 1/2 atau 1/4 larutan hiderogen peroksida dan air sebagai pembersih mulut
 mengajarkan teknik mempertahankan nafsu makan dengan mengubah variasi dan kepadatan
seperti jus atau sop kental
 menggunakan suplemen tinggi kalori atau protein

Tindakan pada gangguan kesulitan makan secara umum dapat dilakukan dengan cara :
 mengatur posisi seperti duduk tegak 60-90 derajat pada kursi atau ditepi tempat tidur
 mempertahankan posisi selama 10-15 menit
 mengatur kepala ke depan pada garis tengah tubuh 45 derajat untuk mempertahankan kepatenan
esophagus
 Mulai dari jumlah yang kecil
 Membersihkan mulut, hindari makanan yang pedas atau asam, makanan berserat (sayuran
mentah), dan rendam makanan kering agar lunak

Tindakan pada gangguan kelebihan nutrisi secara umum dapat dilakukan dengan cara:
 Hindari makanan yang mengandunf lemak
 Berikan motivasi untuk menurunkaanberat badan
 Lakukan program olah raga

Contoh peran perawat dalam memenuhi kebutuhan nutrisi


Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah keadaan individu yang mengalami kekurangan
asupan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
1. Tujuan
Mengatasi masalah kekurangan asupan nutrisi.
2. Ciri-ciri
 Berat badan stabil atau meningkat
 Porsi makan habis
 Nafsu makan meningkat
 Hasil laboratorium indicator statys nutrisi dalam rentang normal (Hb, Albumin, Glukosa)
3. Diagnosa Keperawatan :
 Perubahan nutrisi kurang dari kebuuhan tubuh b.d kelemahan otot menelan dan
penurunan kesadaran.
 Risiko tinggi pemenuhan nutrisi kurang dari kebuuhan tubuh b.d. peningkatan metabolisme dan
anoreksia
 Perubahan nutrisi kurang dari kebuuhan tubuh b.d gangguan absorpsi nutrient dan
hipermetabolik
 Perubahan nutrisi kurang dari kebuuhan tubuh b.d anoreksia, gangguan digesti dan absorpsi
nutrient
4. Tindakan Keperawatan
 Kaji factor yang menyebabkan anorexia, mual/ muntah
 Kaji dan dokumentasikan derajat kesulitan menelan
 Timbang BB tiap hari
 Lakukan oral hygiene
 Berikan makanan selagi hangat
 Berikan makan porsi kecil tapi sering
 Hindari prosedur invasive sebelum makan
 Bantu makan sesuai kebutuhan kalori harian
 Monitor hasil laboratorium khususnya albumin, Hb, glukosa
 Jelaskan pada klien dan keluarga jenis nutrisi yang sesuai dan pentingnya nutrisi bagi tubuh
klien.
 Kolaborasi:
a. Pasang NGT sesuai program medis
b. Berikan makanan per sonde sesuai program
c. Berikan terapi medikamentosa sesuai program
d. Berikan nutrisi parenteral atau albumin per Iv sesuai
Perawat berada pada posisi unik untuk mengakji status nutrisi. Pengakjian nutrisi dapat
dilakukan pada setiap klien, tidak hanya tanda vital yang dilakukan pada setiap klien. Jika
mengikuti kondisi klien yang didentifikasi melalui pengkajian :
 Bila kehilangan berat badan yang tidak diharapkan lebh besar diatas 10 % dalam waktu 6 bulan
yang lalu.
 Kehilangan berat badan kurang dari 80 % atau diatas 120 % dari berat badan ideal
 Kurang dari 3,5 g/dl albumin serum
 Lebih besar 5 % kehilangan berat badan dalam satu bulan terakhir.

5. Pengkajian fisik :
 Pengakajian mulut
 Pengkajian abdomen
 Pengukuran antropometri : tinggi badan dan berat badan, pengukuran skinfold, pengukuran
lingkar
6. Pengkajian Diagnostik
 MRI
 Abdominal ultrasound
 Gastroscopy
 Gallbladder test

7. Pemeriksaan laboratirum :
 Sel darah merah
 Hemoglobin
 Albumin
 BUN
 Creatinin
 Keseimbangan nitrogen
Review jurnal anorexia
Anorexia nervosa : Divergent validity of a prototype narrative among anorexia relative.

Pada objek dari studi ex post facto adalah untuk menguji validitas yang berbeda (tingkat
diskriminasi) dari narasi prototipe anoreksia menurut confidents anorectic dekat (kerabat), serta
menjelajahi karakteristik yang berbeda dari para peserta yang mungkin berhubungan dengan
anoreksia nervosa berpartisipasi dalam penelitian dan diminta untuk menunjukkan derajat
mereka indentification, menurut relatif mereka, dengan lima prototip narasi yang berbeda
(depresi, argoraphobia, anoreksia, pecandu alkohol, kecanduan obat dan prototipe). Hasil tidak
confrim validitas berbeda dari prototipe anoreksia. Sekali lagi, tidak ada perbedaan signifikan
yang ditemukan antara indentification dengan prototipe anoreksia dan depresi, alkoholisme
argoraphobia dan prototipe. Satu-satunya perbedaan signifikan yang ditemukan adalah untuk
perbandingan antara prototipe kecanduan obat amd anorixic. Namun, ibu dan durasi penyakit
anorectic yang ditemukan terkait dengan tingkat indentification narasi prototipe. Hasil dibahas
dalam hal sistemik versus pendekatan prototipe untuk gangguan makan.

Adolescent-onset anorexia nervosa: 18-year outcome

Anoreksia nervosa adalah salah satu gangguan kejiwaan yang paling parah ditemukan pada masa
remaja. Dalam kebanyakan kasus remaja secara bertahap akan pulih dari penyakit, tetapi
anoreksia nervosa juga dikenal dengan komplikasi berat, dengan kronisitas dan kematian
menjadi dua yang paling ditakuti konsekuensi. Dalam tinjauan Steinhausen dari semua tindak
lanjut studi selama paruh kedua abad ke-20, kronisitas terjadi di satu dari lima dari seluruh kasus
anoreksia nervosa. Hanya ada tiga studi yang diterbitkan pada anoreksia nervosa bahwa laporan
hasil jangka panjang. Ketiga didasarkan pada kasus yang parah anoreksia nervosa, dengan
sampel hanya rujukan tersier dan / atau di-pasien. Tingkat kematian tinggi dalam studi ini (17%,
18% dan 16% masing-masing) berkorespondensi dalam studi oleh Zipfel dkk dengan rasio
mortalitas standar 9,8. Terjadinya kronis anorexia nervosa dalam tiga studi berkisar 8-25%. Para
peneliti telah menunjukkan bahwa pemulihan setelah 10-12 tahun jarang terjadi. Namun,
meningkatnya jumlah tindak lanjut penelitian telah difokuskan pada sampel yang lebih homogen
nervosa anoreksia, hanya individu yaitu dengan onset remaja anoreksia nervosa yang tampaknya
memiliki masa depan cerah. Studi jangka panjang (10 tahun atau lebih) dari remaja-awal
anoreksia nervosa cenderung untuk melaporkan hasil yang lebih menguntungkan dibandingkan
dengan yang lain tindak lanjut studi.

THE FUNCTIONAL ARCHITECTURE OF DEHYDRATION-ANOREXIA


Anoreksia yang menyertai minum salin hipertonik (DE-anoreksia) adalah mekanisme adaptif
perilaku kritis yang membantu melindungi integritas dari kompartemen cairan selama periode
diperpanjang dehidrasi seluler. Makan dengan cepat kembali setelah minum air yang tersedia
lagi. Kesederhanaan relatif dan reproduktifitas dari perilaku ini membuat DE-anoreksia model
yang sangat berguna untuk menyelidiki bagaimana jaringan saraf yang mengendalikan perilaku
berbagai ingestive pertama menekan dan kemudian mengembalikan makan. Kami menunjukkan
bahwa DE-anoreksia berkembang terutama karena mekanisme yang mengakhiri makanan yang
sedang berlangsung diregulasi sedemikian rupa untuk secara signifikan mengurangi ukuran
makanan. Pada saat yang sama Namun, sinyal yang dihasilkan oleh keseimbangan energi negatif
berikutnya tepat mengaktifkan mekanisme saraf yang dapat meningkatkan asupan makanan. Tapi
sebagai output dari kedua proses bersaing terintegrasi, hasil akhirnya adalah meningkatnya
pengurangan asupan makanan malam, meskipun fakta bahwa makanan spontan dimulai dengan
frekuensi yang sama seperti pada hewan kontrol. Selanjutnya, suntikan NPY hipotalamus juga
merangsang makan dalam DE-anoreksia hewan dengan latency yang sama sebagai kontrol, tapi
sekali lagi makanan yang prematur dihentikan. Membandingkan pola ekspresi Fos di otak setelah
pemberian 2-deoxyglucose untuk mengontrol dan DE-anoreksia hewan berimplikasi neuron di
bagian menurun dari inti paraventrikular parvicellular hipotalamus dan daerah hipotalamus
lateral sebagai komponen kunci dari jaringan yang mengontrol DE-anoreksia. Akhirnya, DE-
anoreksia menghasilkan beberapa proses inhibitor untuk menekan makan. Ini adalah diferensial
terlepas setelah air minum kembali.
Child Adolesc Psychiatry Ment Health

Responden umumnya didukung peran untuk langkah-langkah wajib berdasarkan undang-undang


kesehatan mental dalam pengobatan pasien dengan anoreksia nervosa. Dibandingkan dengan
‘ringan’ anoreksia nervosa, responden umumnya kurang cenderung merasa bahwa pasien dengan
‘berat’ anorexia nervosa sengaja terlibat dalam perilaku penurunan berat badan, mampu
mengontrol perilaku mereka, ingin lebih baik, atau mampu alasannya benar. Namun, spesialis
gangguan makan kurang mungkin dibandingkan psikiater lain untuk berpikir bahwa pasien
dengan ‘ringan’ anoreksia nervosa yang memilih untuk terlibat dalam perilaku mereka atau
mampu mengendalikan perilaku mereka. Anak dan psikiater remaja lebih cenderung memiliki
pandangan positif dari penggunaan izin orang tua dan perawatan wajib bagi seorang remaja
dengan anoreksia nervosa. Tiga faktor muncul dari analisis faktor tanggapan bernama:
‘Dukungan untuk kekuasaan UU Kesehatan Mental untuk melindungi dari bahaya’; ‘Keunggulan
kepentingan terbaik’, dan ‘Otonomi dilihat sebagai diawetkan dalam anoreksia nervosa’. Nilai
yang berbeda pada skala ini faktor yang diberikan dalam hal jenis spesialis dan gender.

Adolescent Activity-Based Anorexia Increases Anxiety-Like Behavior in Adulthood

Berdasarkan aktivitas anoreksia adalah paradigma yang menginduksi aktivitas fisik meningkat,
asupan makanan berkurang, dan aktivitas meningkat dari sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal
pada tikus dewasa. Untuk menyelidiki apakah pengalaman dengan anoreksia berdasarkan
aktivitas menghasilkan dampak abadi pada otak dan perilaku, tikus betina remaja mengalami
anoreksia berdasarkan aktivitas selama masa remaja dan diuji di masa dewasa untuk kegelisahan-
seperti perilaku pada labirin ditambah tinggi dan di lapangan terbuka. Analisis labirin ditambah
tinggi dan perilaku di masa dewasa lapangan terbuka mengungkapkan bahwa tikus yang
mengalami anoreksia berdasarkan aktivitas selama masa remaja, tapi tidak tikus yang hanya
makanan dibatasi, ditampilkan meningkat kecemasan-seperti perilaku di masa dewasa.
Corticosterone plasma dan ekspresi tingkat kortikotropin-releasing hormon mRNA dalam inti
paraventrikular hipotalamus dan di inti pusat amigdala secara signifikan meningkat pada tikus
dewasa yang telah mengalami anoreksia berbasis aktivitas pada masa remaja dalam menanggapi
paparan lapangan terbuka, dibandingkan dengan kontrol tikus. Data ini menunjukkan efek abadi
remaja berdasarkan aktivitas anoreksia pada kecemasan-seperti perilaku dan faktor-faktor
penting dalam respons neuroendokrin stres di masa dewasa. Selanjutnya, kami menunjukkan
bahwa aktivitas berbasis anoreksia selama masa remaja berfungsi sebagai model dimana
kecemasan berkepanjangan diinduksi, memungkinkan untuk evaluasi hubungan perilaku dan
saraf mediasi kecemasan-seperti perilaku di masa dewasa.

Acute management of nutritional demands after spinal cord injury

Sebuah tinjauan sistematis literatur dilakukan untuk menjawab pertanyaan klinis yang relevan
tentang manajemen nutrisi dalam pengaturan cedera tulang belakang akut (SCI). Tantangan
metabolik tertentu yang hadir berikut cedera saraf tulang belakang. Tahap akut ditandai dengan
penurunan aktivitas metabolik, serta keseimbangan nitrogen negatif yang tidak dapat dikoreksi,
bahkan dengan dukungan nutrisi yang agresif. Kebutuhan metabolik perlu dipantau secara
akurat untuk menghindari overfeeding. Makanan enteral adalah rute yang optimal berikut SCI.
Ketika makan oral tidak mungkin, nasogastrik, diikuti oleh nasojejunal, kemudian oleh
endoskopi perkutan gastrostomy, jika perlu, disarankan.

Fluoxetine After Weight Restoration in Anorexia Nervosa.

Konteks obat antidepresan sering diresepkan untuk pasien dengan anoreksia nervosa. Tujuan
penelitian menentukan apakah fluoxetine dapat mempromosikan pemulihan dan memperpanjang
waktu-ke-kambuh antara pasien dengan berat badan anoreksia restorasi berikut nervosa. Hasil
Utama Hasil Tindakan Langkah-langkah utama adalah waktu-ke-kambuh dan proporsi pasien
berhasil menyelesaikan 1 tahun pengobatan. Kesimpulan Penelitian ini gagal untuk menunjukkan
manfaat dari fluoxetine dalam pengobatan pasien dengan berat badan anoreksia restorasi berikut
nervosa. Usaha masa depan harus fokus pada pengembangan model baru untuk memahami
kegigihan penyakit ini dan mengeksplorasi pendekatan baru pengobatan psikologis dan
farmakologis

VIOLENCE AGAINST CANADIAN WOMEN


Definisi kekerasan dan kesehatan yang digunakan dalam bab ini adalah mereka dari Amerika.
Bangsa dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). PBB Definisi
kekerasan berbasis gender meliputi segala  bertindak “yang menghasilkan, atau mungkin
mengakibatkan, bahaya fisik, seksual atau psikologis atau penderitaan terhadap perempuan,
termasuk ancaman seperti tindakan, pemaksaan atau perampasan sewenang-wenang, apakah itu
terjadi di publik atau life. pribadi “WHO memberikan definisi kesehatan sebagai berikut: ”
Kesehatan adalah keadaan komplit dalam hal fisik, mental dan kesejahteraan sosial dan bukan
hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan

A genome-wide association study on common SNPs and rare CNVs in anorexia nervosa
Anoreksia nervosa (AN) adalah penyakit mental dengan angka kematian yang tinggi yang
paling sering menimpa perempuan remaja individu. Gejala klinis termasuk penolakan pangan
kronis, penurunan berat badan dan distorsi citra tubuh. Kami melaksanakan genome studi
asosiasi pada 1033 kasus dan 3733 AN subyek kontrol anak, semuanya keturunan Eropa dan
genotyped pada platform Illumina HumanHap610 (Illumina, San Diego, CA, USA).

Transcription analysis on response of swine lung to H1N1 swine influenza virus

Influenza babi adalah penyakit pernapasan pada babi ditandai dengan demam, anoreksia,
takipnea, dispnea dan batuk. Selain itu, infeksi virus umumnya terkait dengan banyak
perubahan dalam ekspresi gen dari jaringan tertentu atau organ yang menentukan nasib hasil
akhir dari inang terinfeksi. Sebagai teknologi kepadatan tinggi, profil ekspresi gen microarray
telah semakin digunakan untuk mengevaluasi status ekspresi gen dari babi setelah terinfeksi oleh
patogen yang berbeda. Dalam analisis pola regulasi gen, perhatian telah diberikan kepada gen
yang berhubungan dengan faktor kunci dalam program klinis dan patologi penyakit, khususnya
ketika tuan rumah telah terinfeksi zoonosis, seperti SwIV.

Ringkasan Jurnal
A. Junal Penelitian (1)
Penelitian ini dilakukan untuk meneliti tentang gangguan makan atau bulimia tingkat
adiponektin meningkat mencerminkan penurunan lemak tubuh. Sebaliknya, beredar tingkat
resistin tidak tampaknya terkait erat dengan status gizi. Gangguan makan, tingkat sirkulasi
adiponektin, resistin, dan parameter hormonal dan metabolik lainnya diukur pada 16 wanita
dengan subtipe terbatas. 15 perempuan dengan bulimia nervosa. Sebagai kesimpulan,
menunjukkan bahwa tingkat sirkulasi leptin dan adiponektin pada pasien dengan gangguan
makan yang berbeda terutama ditentukan oleh status gizi mereka. Sebaliknya, tingkat resistin
tidak berhubungan dengan baik antropometri atau insulin variabel sensitivitas. Disarankan agar
tingkat adiponektin meningkat dapat memberikan kontribusi untuk metabolism makanan
perubahan dan / atau penurunan asupan sedangkan resistin tidak tampak terlibat dalam proses ini.
(Jitka Housova, 2005)

Jitka Housova, K. A. (2005). Serum Adiponectin and Resistin Concentrations in Patients with
Restrictive and Binge/Purge Form of Anorexia Nervosa and Bulimia Nervosa. The Journal of
Clinical Endocrinology & Metabolism, 90(3), 1366-1370.
B. Jurnal Penilitian (2)
Sistem opioid endogen otak telah terlibat dalam perilaku makan. Aktivasi berulang abnormal
dari sistem ini dapat merupakan substrat saraf untuk perilaku makan kompulsif diamati pada
bulimia nervosa. Penelitian ini menguji mengikat potensi otak-opioid reseptor (-OR) di bulimia
nervosa. Delapan wanita dengan bulimia nervosa dan 8 perempuan control menjalani MRI otak.
Voxelbased metode yang digunakan untuk menilai perbedaan kelompok-OR mengikat antara
kontrol dan subjek bulimia dan untuk mengkorelasikan -OR mengikat dengan frekuensi baru-
baru ini dilaporkan sendiri yang abnormal perilaku makan pada subyek bulimia. Hasil:-OR
Mengikat dalam insular korteks kiri kurang dalam mata pelajaran bulimia daripada kelompok
kontrol dan berkorelasi negatif dengan perilaku puasa baru-baru ini. kesimpulan: Perubahan-OR
Mengikat dalam insula mungkin penting dalam patogenesis atau pemeliharaan mengabadikan
diri perilaku siklus pelajaran bulimia karena insula adalah gustatory utama korteks dan telah
berulang kali terlibat dalam pengolahan dari nilai hadiah makanan. (Bencherif, 2005)
Bencherif, B. (2005). Regional -Opioid Receptor Binding in Insular Cortex Is Decreased in
Bulimia Nervosa and Correlates Inversely with Fasting Behavior. THE JOURNAL OF
NUCLEAR MEDICINE, Vol. 46(No. 8), 1349-1351.

C. Jurnal Penelitian (3)

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efektivitas dipandu diri untuk perubahan
bulimia nervosa. Metode: Enam puluh dua pasien dengan DSM-III-R yang didefinisikan bulimia
nervosa adalah acak ditugaskan untuk 1) penggunaan manual perawatan diri ditambah delapan
sesi dua minggu kognitif terapi perilaku (dipandu diri perubahan) atau 2) 16 sesi terapi perilaku
kognitif mingguan.
Hasil: Pada akhir pengobatan dan pada tindak lanjut rata-rata 43 minggu setelah berakhirnya
terapi, perbaikan substansial telah dicapai pada kedua kelompok pada hasil utama. Tindakan:
makan gejala gangguan sesuai dengan peringkat ahli ‘(Pemeriksaan pada makan berlebihan,
muntah, pembatasan diet bentuk, dan berat badan dan kekhawatiran), laporan diri (Bulimic
investigasi Uji Edinburgh), dan skala keparahan 5-point. (Thiels, 1998)
Thiels, C. (1998). Guided Self-Change for Bulimia Nervosa Incorporating Use of a Self-Care
Manual. 7(155), 947–953.

D. Jurnal Penelitian (4)


Sampai saat ini tidak ada pengadilan telah difokuskan pada pengobatan remaja dengan bulimia
nervosa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan efikasi dan biaya-efektivitas
terapi keluarga dan terapi perilaku kognitif (CBT) dipandu perawatan diri pada remaja dengan
bulimia nervosa atau gangguan makan tidak disebutkan secara spesifik. Metode: Delapan puluh
lima remaja dengan bulimia nervosa atau gangguan makan tidak disebutkan secara spesifik
direkrut dari layanan gangguan makan di Amerika Kerajaan. Peserta secara acak ditugaskan
untuk terapi keluarga untuk bulimia nervosa atau individu CBT dipandu selfcare didukung oleh
profesional kesehatan. Langkah-langkah hasil primer adalah berpantang dari pesta-makan dan
muntah, sebagaimana dinilai oleh wawancara di akhir pengobatan (6 bulan) dan lagi di 12 bulan.
Ukuran hasil sekunder termasuk lainnya bulimia gejala dan biaya perawatan. Hasil: Dari 85
peserta studi, 41 ditugaskan untuk keluarga terapi dan 44 untuk CBT dipandu perawatan diri.
Pada 6 bulan, makan sebanyak-banyaknya telah mengalami penurunan secara signifikan lebih
besar dalam dipandu perawatan diri kelompok dibandingkan kelompok terapi keluarga, namun,
perbedaan ini menghilang pada 12 bulan. Ada tidak ada perbedaan antara kelompok-kelompok
lain dalam perilaku atau sikap gejala gangguan makan. Biaya langsung pengobatan lebih rendah
untuk dipandu perawatan diri daripada terapi keluarga. Kedua perlakuan tidak berbeda dalam
kategori biaya lainnya. kesimpulan: Dibandingkan dengan terapi keluarga, CBT dipandu
perawatan diri memiliki keuntungan sedikit menawarkan pengurangan lebih cepat dari bingeing,
biaya lebih rendah, dan penerimaan yang lebih besar untuk remaja dengan gangguan makan
bulimia atau tidak dinyatakan ditentukan. (Ulrike Schmidt, 2009)
Ulrike Schmidt, S. L. (2009). A Randomized Controlled Trial of Family Therapy and Cognitive
Behavior Therapy Guided Self-Care for Adolescents With Bulimia Nervosa and Related
Disorders. THE JOURNAL OF L I F E LONG L EARNING IN P SYCHIATRY, Vol. VII(No.
4), 591–598.

E. Jurnal Penelitian (5)

Sebuah besar dan baik ditandai sampel individu dengan anoreksia nervosa dan bulimia nervosa
dari Harga Yayasan kolaboratif genetika Penelitian ini digunakan untuk menentukan frekuensi
gangguan kecemasan dan memahami bagaimana gangguan kecemasan terkait dengan keadaan
penyakit gangguan makan dan usia di permulaan. Meluasnya kecemasan Gangguan pada
umumnya dan pada khususnya OCD jauh lebih tinggi pada orang dengan anoreksia nervosa dan
bulimia nervosa daripada di nonclinical kelompok perempuan dalam masyarakat. Gangguan
kecemasan umum memiliki mereka onset masa kanak-kanak sebelum onset dari gangguan
makan, mendukung kemungkinan mereka adalah faktor kerentanan untuk mengembangkan
anoreksia nervosa atau bulimia nervosa. (Walter H. Kaye, 2004)
Walter H. Kaye, C. M. B. (2004). Comorbidity of Anxiety Disorders With Anorexia and Bulimia
Nervosa. 12(161), 2215–2221.

F. Jurnal Penelitian (6)

Alasan untuk tingkat tinggi OCD pada individu dengan gangguan makan tidak diketahui.
beberapa peneliti telah mendalilkan bahwa keasyikan dengan berat badan dan bentuk adalah
jenis obsesi dan tak terkendali pesta makan dan membersihkan episode mungkin dorongan (16,
17). Ada kemungkinan bahwa sifat-sifat obsesif bisa berkontribusi pada patogenesis gangguan
makan. Atau, Gejala tersebut bisa menjadi sekunder untuk malnutrisi atau terkait dengan faktor-
faktor lain, seperti depresi atau kecemasan. Menentukan apakah gejala tersebut konsekuensi atau
penyebab potensial dari perilaku makan patologis atau kekurangan gizi adalah masalah
metodologis utama di bidang ini. Hal ini tidak praktis untuk mempelajari gangguan makan
prospektif karena usia muda saat onset dan kesulitan dalam identifikasi premorbid orang yang
akan mengembangkan gangguan makan. Salah satu cara menggoda terpisah sebab dan akibat
adalah untuk membandingkan subyek yang sakit dengan bulimia dan mereka yang memiliki
pemulihan jangka panjang dari bulimia. Tidak adanya asumsi pembaur gizi pengaruh pada
wanita yang telah sembuh dari bulimia menimbulkan kemungkinan bahwa psychobiological
persisten kelainan mungkin sifat-terkait dan berpotensi. (Ranson, 1999)
Ranson, K. M. v. (1999). Obsessive-Compulsive Disorder Symptoms Before and After Recovery
From Bulimia Nervosa. 11(156), 1703–1708.

G. Jurnal Penelitian (7)

Meluasnya bulimia nervosa menyajikan untuk pengobatan telah meningkat pesat. Namun,
layanan untuk, dan pelatihan, diagnosis dan pengelolaan bulimia tidak memadai (Royal College
dari Psychiatris1t9s9, 2). Psychologicatlreatmentfsor bulimia yang menghasilkan gejala yang
baik perbaikan telah dikembangkan selama yang terakhir dekade (untuk review lihat Tiller eta,
1993!) tetapi membutuhkan khusus terapis dan padat karya (16-25 sesi). Intervensi kurang
intensif tenaga kerja, seperti sebagai terapi farmakologi dengan fluoxetine menekan namun tidak
menghilangkan gejala perilaku (hanya 20% dari pasien bebas dari gejala pada maksimum dosis
60 mg). Dalam rangka meningkatkan ketersediaan strategi diperlukan untuk mengobati bulimia
kami mengembangkan perawatan diri panduan berisi perilaku kognitif pendidikan dan strategi
pengobatan (Schmidt & Harta, 1993). Hal ini dievaluasi dalam sebuah studi terbuka (Schmidt Ct
a!, 1993) dan dalam uji coba kontrol kemudian secara acak (Harta et a, 1994!). Penelitian saat ini
adalah perpanjangan persidangan. Tujuan kami adalah untuk mengkaji bagaimana sebuah
program dua tahap berurutan (manual diikuti oleh, bila perlu, sampai dengan eightsessionsof
CBT) dibandingkan dengan 16 sessionsboth pada akhir pengobatan dan pada tindak lanjut 18
bulan kemudian. Kami hipotesis adalah bahwa pengobatan berurutan Program akan sama
efektifnya dengan standar CBT namun dengan berkurangnya jumlah terapis yang dipimpin sesi.
(JANET TREASURE & TURNBULL, (1996))

ANET TREASURE, U. S., NICHOLAS TROOP, JANE TILLER, GILL TODD, &
TURNBULL, a. S. ((1996)). Sequential Treatment for Bulimia Nervosa Incorporating A Self-
Care Manual. The British Journal of Psychiatry(168), 94 – 98.

H. Jurnal Penelitian (8)

Bulimia nervosa biasanya memiliki permulaan pada remaja perempuan yang berat badan normal.
Hal ini ditandai oleh makan membatasi bergantian dengan pesta makan dan membersihkan dan
distorsi citra tubuh. suasana gangguan dan ekstrem kontrol impuls seperti impulsif dan perilaku
obsesif umum (1). fisiologis dan studi farmakologi mendukung kemungkinan bahwa diubah
pusat sistem saraf serotonin (5-HT) neurotransmitter Kegiatan bisa berkontribusi terhadap
kerentanan untuk mengembangkan perubahan perilaku di appetitive dan bulimia nervosa (1).
Diubah 5-HT aktivitas di bulimia nervosa bisa menjadi konsekuensi dari perilaku diet patologis.
Namun, orang-orang yang telah sembuh dari bulimia nervosa juga memiliki 5-HT perubahan
serta gejala perilaku konsisten dengan disregulasi dari 5-HT jalur neuronal (2, 3), meningkatkan
kemungkinan bahwa perubahan tersebut sifat-terkait dan berkontribusi pada patogenesis ini
gangguan. Untuk lebih memahami 5-HT aktivitas pada wanita yang memiliki pulih dari bulimia
nervosa, kami menggunakan radioligand yang [18F] altanserin, antagonis 5-HT2A reseptor
spesifik, dan positron emission tomography (PET) pencitraan. The 5 – HT2A sistem reseptor
telah terlibat dalam modulasi dari makan, suasana hati, dan kecemasan serta antidepresan
kemanjuran. (Klump, 2001)

Klump, K. L. (2001). Altered Serotonin 2A Receptor Activity in Women Who Have Recovered
From Bulimia Nervosa. 7(158), 1152 – 1155.

I. Jurnal Penelitian (9)

Gangguan makan bulimia nervosa telah dikaitkan dengan kenyang terganggu, penurunan tingkat
metabolisme istirahat, dan abnormal neuroendokrin regulasi. Studi praklinis menunjukkan bahwa
seperti perubahan dapat dikaitkan dengan fungsi leptin terganggu. Dengan demikian, Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menilai apakah fungsi leptin berkurang di bulimia nervosa. Serum
leptin tingkat diukur pada wanita dengan bulimia nervosa (n = 18) dan pada wanita yang telah
dipertahankan stabil pemulihan dari bulimia nervosa (n =15) dibandingkan dengan nilai-nilai
dalam kontrol perempuan yang sehat (n =20). Subjek yang diteliti selama folikular fase siklus
menstruasi mereka setelah puasa semalam dan tidur istirahat. Baseline serum sampel dianalisis
untuk konsentrasi leptin oleh RIA. Kelompok mata pelajaran yang cocok untuk usia dan berat
badan. Analisis kovarians, disesuaikan dengan persen lemak tubuh, menunjukkan abnormal
rendah leptin serum pada bulimia nervosa kelompok (P= 0,02), dengan kecenderungan korelasi
terbalik antara frekuensi episode pesta dan konsentrasi leptin serum (P<0,1). Selain itu,
kelompok pasien disetorkan menunjukkan abnormal rendah leptin nilai (P = 0,01). Hasil ini
konsisten dengan hipotesis yang mengalami penurunan fungsi leptin mungkin berhubungan
dengan perubahan dalam pola makan, tingkat metabolisme, dan regulasi neuroendokrin di
bulimia nervosa. (DAVID C. JIMERSON & METZGER, 2000)

DAVID C. JIMERSON, C. M., BARBARA E. WOLFE, AND, & METZGER, E. D. (2000).


Decreased Serum Leptin in Bulimia Nervosa. Vol. 85(No. 12), 4511 – 4514.

J. Jurnal Penelitian (10)

Peptides dari sumbu usus-otak memiliki peran penting dalam regulasi homeostasis energi.
Obestatin, seorang saudara dari giberilin berasal dari preproghrelin, diperkirakan untuk
menentang giberilin efek pada asupan makanan. Karena perubahan dalam tingkat ghrelin telah
dikaitkan dengan anoreksia nervosa (AN) dan bulimia nervosa (BN), penyelidikan produksi
obestatin lebih mungkin memberikan kontribusi untuk memahami peran peptida perifer pada
pasien dengan gangguan makan. Dibandingkan dengan wanita sehat, pasien dengan BN
menunjukkan tidak ada perbedaan yang ignifikan dalam plasma obestatin dan konsentrasi ghrelin
dan rasio ghrelin / obestatin, sedangkan nderweightANpatients ditampilkan tingkat sirkulasi
meningkat secara signifikan dari obestatin baik (P 0,009) dan ghrelin (P 0,002) dan rasio ghrelin
/ obestatin meningkat (P 0,04). Selain itu, dalam AN wanita, korelasi positif muncul antara rasio
ghrelin / obestatin dan tubuh saat berat badan dan indeks massa tubuh. (Monteleone, 2008)

Monteleone, P. (2008). Plasma Obestatin, Ghrelin, and Ghrelin/Obestatin Ratio Are Increased in
Underweight Patients with Anorexia Nervosa But Not in Symptomatic Patients with Bulimia
Nervosa. (11)(93), 4418-4421.

https://stefanihadi.wordpress.com/2012/10/11/resume-jurnal/

Anda mungkin juga menyukai