Anda di halaman 1dari 14

Makalah Filsafat Ilmu

“FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN


DAN UKURAN KEBENARAN”

Makalah ini di ajukan sebagai pemenuhan tugas


mata kuliah Filsafat Ilmu

Dosen : Widodo,S.Pd,M.Pd

Penulis
Nama : SITI RUKMANA YUS
NIM : 8176171030
DAFTAR ISI
Hal.
COVER
DAFTAR ISI …………………………………………………………………ii
KATA PENGATAR …………………………………………………………iii
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah …………………………………………….......1
2. Rumusan masalah …………………………………………………….....2
3. Tujuan penulisan ……………………………………………………......2
II. PEMBAHASAN …………………………………………………………3
III. PENUTUP
1. Kesimpulan ………………………………………………………….......10
2. Saran ………….……………………………………………………........10
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………..........11
KATA PENGANTAR

Sebagai pengajar atau pendidik, guru merupakan salah satu faktor penentu
keberhasilan setiap upaya pendidikan. Demikianpun dalam upaya membelajarkan siswa,
guru dituntut memiliki multi peran sehingga mampu menciptakan kondisi belajar yang
efektif. Agar dapat mengajar efektif, guru harus meningkatkan kesempatan belajar bagi
siswa (kuantitas) dan meningkatkan mutu (kualitas) mengajarnya. Untuk memenuhi
harapan tersebut, terutama yang berkenaan dengan upaya meningkatkan kualitas guru
profesional, maka dalam kesempatan ini penulis diberikan tugas oleh dosen pembimbing
bapak Widodo,S.Pd,M.Pd untuk membuat makalah yang berjudul “Filsafat Ilmu
Pengetahuan dan Ukuran kebenaran” pada mata kuliah Filsafat Ilmu guna dapat dijadikan
salah satu pedoman untuk mengantarkan para pembaca, dan khusunya sebagai tugas Ujian
Tengah Semester. Namun demikian, penulis menyadari bahwa makalah ini tidak menutup
kemungkinan masih ada kekurangan mengingat keterbatasan waktu dan kemampuan
penulis. Untuk itu tegur sapa, kritik dan saran dinantikan para pembaca. Akhirnya, penulis
persembahkan makalah ini pada pembaca dan semoga bermanfaat. Tak lupa terima kasih
atas segala perhatian pembaca serta atas bimbingan dosen mata kuliah pengantar Filsafat
Ilmu sehingga makalah ini dapat diselesaikan.

Medan, november 2017

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Disini, filsafat ilmu sangat berkaitan erat dengan epistemology dan ontology. Filsafat
ilmu berusaha untuk dapat menjelaskan masalah-maslah seperti : apa dan bagaimana suatu
konsep dan pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana konsep tersebut
dilahirkan, bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan serta memanfaatkan alam
melalui teknologi; cara menentukan validitas dari sebuah informasi; formulasi dan
penggunaan metode ilmiah; macam-macam penalaran yang dapat digunakan untuk
mendapatkan kesimpulan; serta implikasi metode dan model ilmiah terhadap masyarakat
dan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri.
Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling berkaitan baik secara subtansial maupun
historis. Kelahiran suatu ilmu tidak dapat dipisahkan dari peranan filsafat, sebaiknya
perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat.
Ilmu atau Sains merupakan komponen terbesar yang diajarkan dalam semua tingkat
pendidikan. Walaupun telah bertahun-tahun mempelajari ilmu, pengetahuan ilmiah tidak
digunakan sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari.
Ilmu dianggap sebagai hafalan saja, bukan sebagai pengetahuan yang
mendeskripsikan, menjelaskan, mmprediksikan gejala alam untuk kesejahteraan
kenyamaan hidup. Kini ilmu telah tercerabut dari nilai luhur ilmu, yaitu untuk
menyejahterakan umat manusia. Bahkan tidak mustahil terjadi, ilmu dan teknologi menjadi
bencana bagi kehidupan manusia, seoerti pemanasan global.
Ilmu dan teknologi telah kehilangan rohnya yang fundamental, karena ilmu telah
mengurangi bahkan menghilangkan peran manusia, dan bahkan tanpa disadari manusia
telah menjadi budak ilmu dan teknologi.
Oleh karena itu filsafat ilmu mencoba mengembalikan roh dan nilai luhur dari ilmu, agar
ilmu tidak menjadi bumerang bagi kehidupan manusia. Filsafat ilmu akan mempertegas
bahwa ilmu dan teknologi adalah instrumen dalam mencapai kesejahteraan bukan tujuan.
Filsafat ilmu diberikan sebagai pengetahuan bagi orang yang ingin mendalami hakikat
ilmu dan kaitannya dengan pengetahuan lainnya. Dalam masyarakat religius ilmu
dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari nilai ketuhanan karena sumber ilmu
yang hakiki adalah Tuhan. Manusa diberi daya fikir oleh Tuhan, dan dengan daya fikir
inilh manusia menemukan teori-teori ilmiah dan teknologi. Pengaruh agama yang kaku dan
dokmatiskadang kala menghambat perkembangan ilmu.
Oleh karenanya, diperlukan kecerdasan dan kejeliandalam memahami kebenaran
ilmiah dengan sistem nilai dalam agama, agar keduanya tidak saing bertentangan.
Dalam filsafat ilmu, ilmu akan dijelaskan secara filosofis dan akademis sehingga ilmu
da teknologi tidak tercerabut dari niai agama, kemanusiaan dan lingkungan. Dengan
demikian filsafat ilmu akan memberikan nilai dan orientasi yng jelas bagi stiap ilmu.

B. Rumusan Masalah
Seperti yang telah diuraikan pada latar belakang, maka penyusun mengambil rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian filsafat, menurut bahasa-bahasa lainnya
2. Arti dari pengertian Filsafat Ilmu.
3. Pengetahuan dan ukuran kebenaran.
4. Sejarah perkembangan ilmu.
5. Dasar-dasar ilmu.

C. Tujuan
1. Dapat memahami filsafat ilmu dan pengetahuan.
2. Dapat mengembangkan arti kehidupan melalui imu.
3. Akan sadar bahwa Ilmu itu tidak luput dari nilai-nilai ketuhanan.
4. Mempertahankan kehidupan dan kemanusiaan itu sendiri.
5. Mencapai tujuan hidup dari pengetahun dan ilmu.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Makna Filsafat dari Segi Bahasa


Filsafat berasal dari bahasa Yunani, Phioshopia atau Philoshophos. Phios atau Philein
berarti teman atau cinta, dan Shopia atau Shophos berarti kebijaksanaan, pengetahuan dan
hikmah. Filsafat berarti juga mater scientiarum yang artiya induk dari segala ilmu
pengetahuan. Kata filsafat dalam bahasa Indonesia memiliki padanan kata Falsafah (Arab),
Philosophie (Prancis, Belanda dan Jerman), serta Philosophy (Inggris).
Dengan demikian filsafat berarti mencintai hal-hal yang bersifat bijaksana (kata sifat),
bisa berarti teman kebijaksanaan (kata bend) atau induk dari segala ilmu pengetahuan.
Pengertian filsafat secara terminologi sangat beragam. Para filsuf merumuskan
pengertian filsafat sesuai dengan kecenderungan pemikiran kefilsafatan yang dimilikinya.
Seorang Plato mengatakan bahwa : Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai
pengetahuan kebenaran yang asli. Sedangkan muridnya Aristoteles berpendapat kalau
filsafat adalah ilmu (pengetahuan ) yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya
ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Lain halnya
dengan Al Farabi yang berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) tentang
alam maujud bagaimana hakikat yang sebenarnya. Tapi dari
Berikut ini disajikan beberapa pengertian Filsafat menurut beberapa para ahli:
1. Plato ( 428 -348 SM ) : Filsafat tidak lain dari pengetahuan tentang segala yang ada.
2. Aristoteles ( (384 – 322 SM) : Bahwa kewajiban filsafat adalah menyelidiki sebab dan
asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu umum sekali. Tugas
penyelidikan tentang sebab telah dibagi sekarang oleh filsafat dengan ilmu.
3. Cicero ( (106 – 43 SM ) : filsafat adalah sebagai “ibu dari semua seni “( the mother of
all the arts“ ia juga mendefinisikan filsafat sebagai ars vitae (seni kehidupan )
4. Johann Gotlich Fickte (1762-1814 ) : filsafat sebagai Wissenschaftslehre (ilmu dari
ilmu-ilmu , yakni ilmu umum, yang jadi dasar segala ilmu. Ilmu membicarakan
sesuatu bidang atau jenis kenyataan. Filsafat memperkatakan seluruh bidang dan
seluruh jenis ilmu mencari kebenaran dari seluruh kenyataan.
5. Paul Nartorp (1854 – 1924 ) : filsafat sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar hendak
menentukan kesatuan pengetahuan manusia dengan menunjukan dasar akhir yang
sama, yang memikul sekaliannya .
6. Imanuel Kant ( 1724 – 1804 ) : Filsafat adalah ilmu pengetahuan yange menjadi pokok
dan pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan.
1. Apakah yang dapat kita kerjakan ?(jawabannya metafisika )
2. Apakah yang seharusnya kita kerjakan (jawabannya Etika )
3. Sampai dimanakah harapan kita ?(jawabannya Agama )
4. Apakah yang dinamakan manusia ? (jawabannya Antropologi )
7. Notonegoro: Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan objeknya dari sudut intinya
yang mutlak, yang tetap tidak berubah , yang disebut hakekat.
8. Driyakarya : filsafat sebagai perenungan yang sedalam-dalamnya tentang sebab-
sebabnya ada dan berbuat, perenungan tentang kenyataan yang sedalam-dalamnya
sampai “mengapa yang penghabisan “.
9. Sidi Gazalba: Berfilsafat ialah mencari kebenaran dari kebenaran untuk kebenaran ,
tentang segala sesuatu yang di masalahkan, dengan berfikir radikal, sistematik dan
universal.
10. Harold H. Titus (1979 ): (1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepecayaan
terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Filsafat
adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang
dijunjung tinggi; (2) Filsafat adalah suatu usaha untuk memperoleh suatu pandangan
keseluruhan; (3) Filsafat adalah analisis logis dari bahasa dan penjelasan tentang arti
kata dan pengertian ( konsep ); Filsafat adalah kumpulan masalah yang mendapat
perhatian manusia dan yang dicirikan jawabannya oleh para ahli filsafat.
11. Hasbullah Bakry: Ilmu Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan
mendalam mengenai Ke-Tuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat
menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana sikap manusia itu sebenarnya setelah
mencapai pengetahuan itu.
12. Prof. Mr.Mumahamd Yamin: Filsafat ialah pemusatan pikiran , sehingga manusia
menemui kepribadiannya seraya didalam kepribadiannya itu dialamiya kesungguhan.
13. Prof.Dr.Ismaun, M.Pd. : Filsafat ialah usaha pemikiran dan renungan manusia dengan
akal dan qalbunya secara sungguh-sungguh , yakni secara kritis sistematis,
fundamentalis, universal, integral dan radikal untuk mencapai dan menemukan
kebenaran yang hakiki (pengetahuan, dan kearifan atau kebenaran yang sejati.
14. Bertrand Russel: Filsafat adalah sesuatu yang berada di tengah-tengah antara teologi
dan sains. Sebagaimana teologi , filsafat berisikan pemikiran-pemikiran mengenai
masalah-masalah yang pengetahuan definitif tentangnya, sampai sebegitu jauh, tidak
bisa dipastikan;namun, seperti sains, filsafat lebih menarik perhatian akal manusia
daripada otoritas tradisi maupun otoritas wahyu.
2.2 Pengertian Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu merupakan bagian dari Epistomologi (filsafat pengetauan) yang secara
spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah).
Ilmu berasal dar bahasa Arab : ‘alima, ya’lamu,‘ilman yang berarti mengetahui,
memahami dan mengerti benar-benar. Dalam bahasa Inggris disebut science, dari bahasa
latin yang berasal dari kata scientia (pengetahuan) atau scire (mengetahui). Sedangkan
dalam bahas Yunani adalah episteme (pengetahuan).
Dalam kamus bahasa Indonesia, ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang
tersusun secara bersistem menurut metode-mrtode tertentu yang dapat digunakan untuk
menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang itu (kamus Bahasa Indonesia 1998).

2.3 Pengetahuan dan Ukuran Kebenaran


2.3.1 Pengetahuan
Dalam Encyclopedia of Philosophy, pegetahuan didefinisikan sebagai kepercayaan
yang benar. Menurut Ssidi Gazalba, pengetahuan adalah apa yang dketahui atau hasil
pkerjaan mengetahui. Mengetahui itu hasil kenal, sadar, insaf, mengerti benar dan pandai.
Pengetahuan itu harus benar, kalau tidk benar maka bukan pengetahuan tetapi
kekeliruan atau kontradiksi. Pengetahuan merupakan hasil suatu proses atau pengalaman
yang sadar. Pengetahuan (knowledge) merupakan terminologi generik yang mencakup
seluruh hal yang iketahui mnusia. Dengan demikian pengetahuan adalah kemampuan
manusia seperti perasaan, pikiran, pengalaman, pengamatan dan intuisi yang mampu
menangkap alam dan kehidupannya serta mengabstraksikannya untuk mencapai suatu
tujuan.
Tujuan manusia mempunyai pengetahuan adalah :
1. Memenuhi kebutuhan untuk kelangsungan hidup.
2. Mengembangkan arti kehidupan.
3. Mempertahankan kehidupan dan kemanusiaan itu sendiri.
4. Mencapai tujuan hidup.
Binatangpun mempunyai pengetahuan, tetapi hanya sekedar atau terbatas untuk
melangsungkan hidup (tujuan survival).
a. Jenis Pengetahuan
Pengetahuan biasa (common sense) yang digunakan terutama untuk kehiupan sehari-
hari, tanpa mengetahui seluk beluk yang sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya.
Pengetahuan ilmiah atau ilmu adalah pengetahuan yang diperoleh dengan cara khusus,
bukan hanya digunakan saja tetapi ingin mngtahui lebih dalam dan luas untuk mengetahui
kebenarannya, tetapi masih berkisar pada pengalaman.
Pengetahuan filsafat adalah pengetahuan yang tidak mengenal batas, sehingga yang
dicari adalah sebab-sebab yang paling dalam dan hakiki sampai diluar dan diatas
pengalaman biasa. Pengetahuan agama, suatu pengetahuan yang hanya diperoleh dari
Tuhan lewat para Nabi dan Rosulnya. Pengetahuan ini bersifat mutlak dan wajib diyakini
oleh para pemeluk agama.
b. Gejala Mengetahui
Pada suatu saat, manusia ingin mengetahui sesuatu tentang dirinya, orang lain, yang
baik dan yang buruk, yang indah dan jelek, dan macam-macam lagi.
Jika ingin mengetahui sesuatu, tentu ada suatu dorongan dari dalam diri manusia yang
mengajukan pertanyaan yang perlu jawaban memuaskan keingintahuannya. Dorongan itu
disebut rasa ingin mengetahui.
Sesuatu yang diketahui manusia disebut pengetahuan. Pengetahuan yang memuaskan
manusia adalh pengetahuan yang benar. Pengetahuan yang tidak benar adalah kekeliruan.
Keliru sering kali lebih jelek dari pada tidak tahu. Pengetahuan yang keliru dijadikan
tindakan atau perbuatan akan menghasilkan kekeliruan, kesalahan dan malapetaka.
Sasaran atau objek yang ingin diketahui adalah suatu yang ada, yang nugnkin ada,
yang pernah ada dan suatu yang mengadakan. Dengan demikian manusia dirangsang
keingintahuannya oleh alam sekitarnya melalui indranya dan pengalamannya.
Hasil gejala mengetahui adalah manusia mengetahui secara sadar bahwa dia telah
mengetahui.
c. Kelompok Manusia

Manusia tahu, bahwa ia tahu. Manusia tahu bahwa ia tidak tahu. Manusia tidak tahu
bahwa ia tidak tahu. Manusia tidak tahu bahwa ia tidak tahu. Dengan demikian
pengetahuan yang diperoleh manusia sebenarnya baru ada, kalu manusia itu sudah
mengambil kesimpulan dari berbagai pengalamnnya bahwa objek yang ingin diketahuinya
itu sudah benar-benar diketahui.
d. Pengetahuan Ilmiah.
Pengetahuan ilmiah atau ilmu (science) pada dasarnya merupakan usaha untuk
mengorganisasikan dan mensistematiskan common sense, suatu pengetahuan sehari-hari
yang dilanjutkan dengan suatu pemikiran cermat dan seksama dengan menggunakan
berbagai metode.
Ilmu merupakan suatu metode berfikir secara objektif yang bertujuan untuk
menggambarkan dan member makna terhadap gejala dan fakta melalui observasi,
eksperimen dan klasifikasi. Ilmu harus bersifat objektif, karena dimulai dari fakta,
menyampingkan sifat kedirian, mengutamakan pemikiran logic dan netral.
e. Hakekat Pengetahuan
Ada dua teori yang digunakan untuk mengetahui hakekat pengetahuan :
1. Realisme,
Teori ini mempunyai pandangan realistis terhadap alam. Pengatuah adalah gambaran yang
sebenarnya dari apa yang ada dalam alam nyata.
2. Idealisme,
Teori ini menerangkan bahwa pengetahuan adalah proses-proses mental atau psikologis
yang bersifat subjektif.
Pengetahuan merupakan gambaran subjektif tentang sesuatu yang ada dalam alam menurut
pendapat atau penglihatan orang yang mengalami dan mengetahuinya. Premis pokok
adalah jiwa yang mempunyai kedudukan utama dalam alam semesta.
f. Sumber Pengetahuan
Ada beberapa pendapat tentang sumber pengetahuan, antara lain :
1. Empirisme
Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalaman, dalam hal
ini harus ada 3 hal yaitu yang mengetahua (subjek), yang diketahui (objek), dan cara
mengetahui (pengalaman). Tokoh yang terkenal : John Locke (1632-1704), George
Barkeley (1685-1753), dan David Hume.
2. Rasionalisme
Aliran ini menyatakan bahwa akal (reason) merupakan dasar kepastian dan kebenaran
pengetahuan, walaupun belum didukung fakta empiris. Tokohnya adalah Rene Descartes
(1596-1650), Baruch Spinoza (1632-1677), dan Gottried Leibniz (1646-1716).
3. Intuisi
Dengan intuisi, manusia memperoleh pengetahuan secara tiba-tiba tanpa melalui
proses penalaran tertentu. Henry Bergson menganggap intuisi merupakan hasil dari evolusi
pemikiran yang tertinggi, tetapi bersifat personal.
4. Wahyu
Wahyu adalah pengetahuan yang bersumber dari Tuhan melalui hambaNya yang
terpilih untuk menyampaikannya ( nabi dan rosul). Melalui wahyu atau agama, manusia
diajarkan tentang sejumlah pengetahuan baik yang terjangkau ataupun tidak terjangkau
oleh manusia.

2.3.2 Ukuran Kebenaran


Berfikir merupakan suatu aktifitas manusia untuk menemukan kebenaran. Apa yang
disebut benar oleh seseorang belum tentu benar bagi orang lain. Oleh karena itu diperlukan
suatu ukuran atau criteria kebenaran.
Ada tiga jenis kebenaran yaituyaitu : Kebenaran epistemology (berkaitan dengan
pengetahuan), kebenaran ontologis (berkaitan dengan sesuatu yang ada atau diadakan), dan
kebenaran semantic (berkaitan dengan bahasa dan tutur kata).
Ada empat teori kebenaran yaitu teori korespondensi, teori koherensi, teori
pragmatism dan teori agama. Ketiga teori pertama mempunyai perbedaan paradigm. Teori
koherensi mendasarkan diri pada kebenaran rasio, teori korespondensi pada kebenaran
factual, dan teori fragmatisme fungsional pada fungsi dan kegunaan kebenaran itu sendiri.
Tetapi ketiganya memiliki persamaan, yaitu :
1. Seluruh teori melibatkan logika, baik logika formal maupun material(deduktif dan
induktif).
2. Melibatkan bahasa untuk menguji kebenaran itu,
3. Menggunakan pengalamn untuk mengetahui kebenaran itu.
a. Teori Korespondensi (correspondence Theorhy of Truth)
Menerangkan bahwa kebenaran atau suatu keadaan itu terbukti benar bila ada
kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang
dituju atau dimaksud oleh pernyataan atau pendapat tersebut.
Kebenaran adalah kesesuaian kenyataan dengan fakta, yang berselaras dengan realitas,
yang serasi dengan situasi actual. Dengan demikian ada lima unsure yang perlu, yaitu
pernyataan (statement), situasi (situation), kenyataan (realitas), dan putusan (judgement).
Kebenaran adalah fidelityto objective reality atau kesesuaian pikiran dengan kenyataan.
Teori ini dianut oleh aliran realis, pelopornya Plato, Aristoteles dan Moore.
Dikembangkan lebih lanjt oleh Ibnu Sina, Thomas AquinasDiabadskolastik, serta oleh
Bertrand Russel pada abad modern.
Cara berfikir ilmiah yaitu logika induktif menggunakan teori korespondensi ini.
b. Teori Koherensi (The Choherence Theory of Truthi)
Teori ini mengganggap suatu pernyataan benar bila didalamnya tidak ada
pertentangan, bersifat koherensi dan konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang telah
dianggap benar. Dengan demikian suatu pernyataan dianggap benar, jika pernyataan itu
dilaksanakan atas pertimbangan yang konsisten dan pertimbangan lain yang telah diterima
kebenarannya.
Rumusan kebenarannya adalah : Jika A = B dan B = C, maka A = C.
Logika matematika yang deduktif memakai teori kebenaran koherensi ini. Logika ini
menjelaskan bahwa kesimpulan akan benar, jika premis-premis yang digunakan juga
benar. Teori ini digunakan oleh aliran metafisikus, rasionalis dan idealis. Teori ini sudah
ada sejak pra Socrates, kemudian dikembangkan oleh Benedictus Spinoza dan George
Hegel. Suatu teori di anggap benar apabila telah di buktikan (justifikasi) benar dan tahan
uji (testable). Kalau teori ini bertentangan dengan data terbaru yang benar atau dengan
teori lama yang benar, maka teori itu akan gugur atau batal dengan sendirinya.
c. Teori Pragmatisme (the pragmatic theory of truth)
Teori ini menganggap suatu pernyataan, teori atau dalil itu memiliki kebenaran bila
memiliki kegunaan dan manfaat bagi kehidupan manusia. Kaum pragmatis menggunakan
criteria kebenarannya dengan keguanaan (utility), dapar dikerjakan (workability), dan
akibat yang memuaskan.oleh karena itu tidak ada kebenaran yang mutlak atau tetap,
kebenarannya tergantung pada kerja, manfaat dan akibatnya.
Akibat atau hasil yang memuaskan bagi kaum pragmatis adalah :
1. Sesuai dengan keinginan dan tujuan.
2. Sesuai dan teruji dengan suatu eksperimen.
3. Ikut membantu dan mendorong perjuangan untuk tetap eksis (ada).
Teori ini merupakan sumbangan paling nyata dari para filsuf Amerika. Tokohnya adalah
Charles S. Pierce (1839-1914) dan diikuti oleh William James dan John Dewey (1859-
1952).
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dari semua pengertian filsafat secara terminologis di atas, dapat ditegaskan bahwa
filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan memikirkan segala sesuatunya
secara mendalam dan sungguh-sungguh, serta radikal sehingga mencapai hakikat segala
situasi tersebut. Filsafat mengantarkan manusia untuk lebih jernih, mendasar dan bijaksana
dalam berfikir, bersikap, berkata, berbuat dan mengambil kesimpulan.
Ada pula kesimpulan yang lainnya yaitu :
1. Manusia dalam memperoleh pengetahuan dalam perkembangannya melalui sumber-
sumber pengetahuan, yaitu rasio, pengalaman, intuisi, dan wahyu.
2. Terdapat paham-paham yang berkaitan dengan bagaimana manusia memperoleh
pengetahuan atau kebenaran, seperti Rasionalisme, Empirisme dua paham yang saling
bertentangan / bertolak belakang. Rasionalisme mengandalkan rasio dalam
memperoleh pengetahuan yang benar, sedangkan empirisme menggunakan
pengalaman.
3. Dalam perkembangan selanjutnya muncul paham positivisme, yaitu paham yang
mengajarkan bahwa kebenaran adalah yang logis, ada bukti empirisnya dan yang
terukur. Secara lebih operasional ajaran positivisme tentang yang terukur oleh metode
ilmiah dengan langkah logico-hypothetico-verificatif.
4. Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan yang karenanya tidak bisa
diandalkan guna dijadikan dasar bagi penyusunan pengetahuan yang teratur.
Pengetahuan intuitif dapat dipergunakan sebagai hipotesis bagi analisis selanjutnya
dalam menentukan benar tidaknya pernyataan yang dikemukakannya.
5. Wahyu sebagai sumber pengetahuan datang dari Allah SWT. melalui Jibril kepada
para utusan / nabi. Kandungan pengetahuan yang terdapat didalamnya bersifat
absolute. Wahyu sebagai pengetahuan yang datang bukan saja mengenai hal yang
terjangkau pengalaman, namun juga mencakup masalah yang bersifat transcendental.

Saran
Agar manusia tetap memiliki filsafat ilmu yang tidak hanya memiliki tujuan tapi juga
prinsip yang etimonogi seperti yang diterangkan pada BAB II.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, Semarang: Toha Putra 1989

Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu mengurai Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi

Pengetahuan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010

Harun Nasution, Akal Dan Wahyu Dalam Islam, Jakarta: UI Press 1986

Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan, 2009

Jujun S. Suriasumantri, Ilmu Dalam Persfektif, Sebuah Kumpulan Karangan tentang

Hakekat Ilmu, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1987

Anda mungkin juga menyukai