KONSEP DASAR
1. Pengertian
Triase berasal dari bahasa Perancis trier dan bahasa inggris triage dan diturunkan
dalam bahasa Indonesia triase yang berarti sortir. Yaitu proses khusus memilah
pasien berdasar beratnya cidera/penyakit untuk menentukan jenis perawatan gawat
darurat. Kini istilah tersebut lazim digunakan untuk menggambarkan suatu konsep
pengkajian yang cepat dan berfokus dengan suatu cara yang memungkinkan
pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien
terhadap 100 juta orang yang memerlukan perawatan di UGD setiap tahunnya
(Pusponegoro, 2010).
Triage adalah suatu sistem seleksi dan pemilihan pasien untuk menentukan tingkat
kegawatan dan prioritas penanganan pasien (DepKes RI, 2005). Triage adalah suatu
konsep pengkajian yang cepat dan terfokus dengan suatu cara yang memungkinkan
pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien
dengan tujuan untuk memilih atau menggolongkan semua pasien yang memerlukan
pertolongan dan menetapkan prioritas penanganannya (Kathleen dkk, 2008).
Dari beberpa penegertian diatas dapat disimpulkan bahwa triage merupkan suatu
system pembagian/klasifikasi prioritas klien berdasarkan berat ringannya kondisi
klien/kegawatdaruratannya yang memerlukan tindakan segera.
b. Tipe Triage
Ada beberapa Tipe triage antara lain:
1. Daily triage
Daily triage adalah triage yang selalu dilakukan sebagai dasar pada system
kegawat daruratan. Triage yang terdapat pada setiap rumah bsakit berbeda-
beda, tapi secara umum ditujukan untuk mengenal, mengelompokan pasien
menurut yang memiliki tingkat keakutan dengan tujuan untuk memberikan
evaluasi dini dan perawatan yang tepat. Perawatan yang paling intensif
dberikan pada pasien dengan sakit yang serius meskipun bila pasien itu
berprognosis buruk
2. Mass Casualty incident
Merupakan triage yang terdapat ketika sestem kegawatdaruratan di suatu
tempat bencana menangani banyak pasien tapi belum mencapai tingat ke
kelebihan kapasitas. Perawatan yang lebih intensif diberikan pada korban
bencana yang kritis. Kasus minimal bisa di tunda terlebih dahulu.
3. Disaster Triage
Ada ketika system emergensi local tidak dapat memberikan perawatan
intensif sesegera mungkin ketika korban bencana sangat membutuhkan.
Filosofi perawatan berubah dari memberikan perawatan intensif pada
korban yang sakit menjadi memberikan perawatan terbaik untuk jumlah
yang terbesar. Fokusnya pada identifikasi korban yang terluka yang
memiliki kesempatan untuk bertahan hidup lebih besar dengan intervensi
medis yang cepat. Pada disaster triage dilakukan identifikasi korban yang
mengalami luka ringan dan ditunda terlebih dahulun tanpa muncul resko
dan yang mengalami luka berat dan tidak dapat bertahan. Prioritasnya
ditekankan pada transportasi korban dan perawatan berdasarkan level luka.
4. Military Triage
Sama dengan tiage lainnya tapi berorientasi pada tujuan misi disbanding
dengan aturan medis biasanya. Prinsip triage ini tetap mengutamakan
pendekatan yang paling baik karena jika gagal untuk mencapai tujuan misi
akan mengakibatkan efek buruk pada kesehatan dan kesejahteraan populasi
yang lebih besar
3. Klasifikasi Triage
Berdasarkan Oman (2008), pengambilan keputusan triage didasarkan pada keluhan
utama, riwayat medis, dan data objektif yang mencakup keadaan umum pasien serta
hasil pengkajian fisik yang terfokus. Menurut Comprehensive Speciality Standart,
ENA tahun 1999, penentuan triase didasarkan pada kebutuhan fisik, tumbuh
kembang dan psikososial selain pada factor-faktor yang mempengaruhi akses
pelayanan kesehatan serta alur pasien lewat system pelayanan kedaruratan. Hal-hal
yang harus dipertimbangkan mencakup setiap gejala ringan yang cenderung
berulang atau meningkat keparahannya.
Beberapa hal yang mendasari klasifikasi pasien dalam system triage adalah kondisi
klien yang meliputi :
a. Gawat, adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa dan kecacatan yang
memerlukan penanganan dengan cepat dan tepat
b. Darurat, adalah suatu keadaan yang tidak mengancam nyawa tapi memerlukan
penanganan cepat dan tepat seperti kegawatan.
c. Gawat darurat, adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa disebabkan oleh
gangguan ABC (Airway / jalan nafas, Breathing / Pernafasan, Circulation /
Sirkulasi), jika tidak ditolong segera maka dapat meninggal atau cacat
(Wijaya, 2010).
Tabel 1.
Klasifikasi Triage
KLASIFIKASI KETERANGAN
Gawat darurat (P1) Keadaan yang mengancam nyawa / adanya
gangguan ABC dan perlu tindakan segera,
misalnya cardiac arrest, penurunan kesadaran,
trauma mayor dengan perdarahan hebat
Gawat tidak darurat (P2) Keadaan mengancam nyawa tetapi tidak
memerlukan tindakan darurat. Setelah
dilakukan resusitasi maka ditindaklanjuti oleh
dokter spesialis. Misalnya : pasien kanker tahap
lanjut, fraktur, sickle cell dan lainnya
Darurat tidak gawat (P3) Keadaan yang tidak mengancam nyawa tetapi
memerlukan tindakan darurat. Pasien sadar,
tidak ada gangguan ABC dan dapat langsung
diberikan terapi definitive. Untuk tindak lanjut
dapat ke poliklinik, misalnya laserasi, fraktur
minor / tertutup, otitis media dan lainnya
Tidak gawat tidak darurat (P4) Keadaan tidak mengancam nyawa dan tidak
memerlukan tindakan gawat. Gejala dan tanda
klinis ringan / asimptomatis. Misalnya penyakit
kulit, batuk, flu, dan sebagainya.
(ENA, 2001;Iyer, 2004).
Tabel 2.
Klasifikasi berdasarkan Tingkat Prioritas (Labeling)
KLASIFIKASI KETERANGAN
Prioritas I (MERAH) Mengancam jiwa atau fungsi vital, perlu
resusitasi dan tindakan bedah segera,
mempunyai kesempatan hidup yang besar.
Penanganan dan pemindahan bersifat segera
yaitu gangguan pada jalan nafas, pernafasan
dan sirkulasi. Contohnya sumbatan jalan
nafas, tension pneumothorak, syok
hemoragik, luka terpotong pada tangan dan
kaki, combutio (luka bakar tingkat II dan III
> 25 %
Prioritas II (KUNING) Potensial mengancam nyawa atau fungsi vital
bila tidak segera ditangani dalam jangka
waktu singkat. Penanganan dan pemindahan
bersifat jangan terlambat. Contoh : patah
tulang besar, combutio (luka bakar) tingkat II
dan III < 25 %, trauma thorak / abdomen,
laserasi luas, trauma bola mata.
Prioritas III (HIJAU) Perlu penanganan seperti pelayanan biasa,
tidak perlu segera. Penanganan dan
pemindahan bersifat terakhir. Contoh luka
superficial, luka-luka ringan.
Prioritas 0 (HITAM) Kemungkinan untuk hidup sangat kecil, luka
sangat parah. Hanya perlu terapi suportif.
Contoh henti jantung kritis, trauma kepala
kritis.
Katagori Definisi Waktu yang % tentang Keluhan yang khas Diagnose Sementara
Triage tingkat ditargetkan di kasus untuk
ketajaman dalam dimana dilihat di
pasien harus dalam target
dilihat (menit) waktu
1 Resusitasi 90% 5 menit Henti jantung Trauma shock
Henti trauma Pneumotorak – traumatic
dan pasien
Trauma mayor Luka bakar pada wajah dengan
dengan Shock
jalan nafas yang terganggu
Ancaman
sakit kritis Luka dikepala dengan penurunan
kematian karena
kesadaran
Asma Luka tebuka pada dada
Respiratory Hipoglikemi
Overdosis trycylic
disstres
Kebocoran pembuluh darah
Pasien tidak sadar
Amputasi mayor auota pada abdomen
Luka dikepala Akut myokard infark dengan
dengan atau tanpa komplikasi
Status asma
menyebabkan
Status epilepsy
periubahan Multivel trauma mayor
Gagal jantung grate 4
mental
Unstable angina pectoris
Nyeri dada seperti
Stroke akut dengan perubahan
AMI perdrhan
mental
pada gastro
dengan shock
atau tanpa shock
Iskemia
Untuk pasien yang dikategorikan sebagai pasien yang mendesak atau gawat
darurat, pengkajian dilakukan setiap 15 menit/lebih bila perlu. Setiap pengkajian
ulang harus didokumentasikan dalam rekam medis. Informasi baru dapat
mengubah kategorisasi keakutan dan lokasi pasien di area pengobatan. Misalnya
kebutuhan untuk memindahkan pasien yang awalnya berada di area pengobatan
minor ke tempat tidur bermonitor ketika pasien tampak mual atau mengalami
sesak nafas, sinkope, atau diaphoresis (Iyer, 2004). Bila kondisi pasien ketika
datang sudah tampak tanda-tanda objektif bahwa ia mengalami gangguan pada
airway, breathing, dan circulation, maka pasien ditangani terlebih dahulu.
Pengkajian awal hanya didasarkan atas data objektif dan data subjektif sekunder
dari pihak keluarga. Setelah keadaan pasien membaik, data pengkajian
kemudian dilengkapi dengan data subjektif yang berasal langsung dari pasien
(data primer).
Pada umumnya, triage dimulai dengan pengkajian pada pasien dan dilanjutkan
dengan pegkajian berdasarkan prioritas kegawatdaruratan pasien.
Jika pasien datang dengan ambulan, banyak informasi yang dapat dari
prehospital (sebelum masuh rumah sakit) tetapi jawaban penting dari
pasien bisa ditanyakan ulang untuk menvalidasi data yang didapat
sebelumnya. (ENA, 2005)
Proses triage dimulai ketika pasien masuk ke pintu UGD. Perawat triage
harus mulai memperkenalkan diri, kemudian menanyakan riwayat singkat
dan melakukan pengkajian. Misalnya melihat sekilas kearah pasien yang
berada di brankar sebelum mengarahkan ke ruang perawatan yang tepat.
Pengumpulan data subjektif dan objektif harus dilakukan dengan sangat
cepat dan tidak lebih dari 5 menit karena pengkajian ini tidak termasuk
pengkajian perawat utama.
Perawat triage bertanggung jawab untuk menempatan pasien di area
pengobatan yang tepat, misalnya bagian trauma dengan peralatan khusus,
bagian jantung dengan monitor jantung dan tekanan darah atau area
pengobatan cepat untuk keluhan minor, seperti sakit tenggorokan tanpa
demam, sakit gigi, atau terkilir. Tanpa memikirkan di mana pasien pertama
kali ditempatkan setelah triage, setiap pasien tersebut harus dikaji ulang
oleh perawat utama sedikitnya selama 60 menit. Untuk pasien yang
dikategorikan sebagai pasien yang “mendesak” atau “gawat darurat”,
pengkajian ulang dilakukan setiap 15 menit atau lebih bila perlu. Setiap
pengkajian ulang harus didokumentasikan dalam rekam medis. Informasi
baru tentang kondisi pasien di area pengobatan. Misalnya, kebutuhan
untuk memindahkan pasien yang awalnya berada di area pengobatan
minor ke tempat tidur bermonitor etika pasien tampak mual atau
mengalami sesak napas, sinkop, dan diaphoresis. (Iyer, P, 2004).
Gambar 1.1
Skema Triage
5. Dokumentasi Triage
Dokumentasi secara akurat dalam rekam medis adalah salah satu cara terbaik bagi
perawat klinis untuk membela diri dari tuntutan hukum karena kelalain dalam
pemberian perawatan. Dokumentasi yang berasal dari kebijakan yang
mencerminkan standar nasional berperan sebagai alat manajemen risiko bagi
perawat UGD. Hal tersebut memungkinkan peninjau yang objektif menyimpulkan
bahwa perawat sudah melakukan pemantauan dengan tepat dan mengomunikasikan
perkembangan pasien kepada tim kesehatan.
Dalam Dokumentasi triage terdiri dari lima yaitu pengkajian, diagnosa, intervensi,
implementasi dan evaluasi.
a. Pengkajian
Pengkajian dilakukan untuk mengetahui keadaan dan menentukan prioritas
perawatan berdasarkan kebutuhan fisik dan psikologis, serta factor-faktor lain
yang mempengaruhi pasien sepanjang sisterm tersebut. Area pengkajian
pertama harus selalu pengkajian system kardiovasculer dan respirasi, termasuk
tanda vital. Pengkajian tersebut adalah pengkajian utama yang dimandatkan
pada semua perawat gawat darurat untuk dilakukan pada semua pasien, tanpa
memperdulikan keluhannya. Pemeriksaan umum dapat dilakukan secara
bersamaan dengan pemeriksaan utama, meluas ke area seperti tingkat
kesadaran, kualitas bicara, organisasi pikiran, tampilan umum (msl. pakaian,
hygiene, warna kulit, ekspresi wajah, postur, aktivitas motorik pada saat pasien
duduk atau dilepas pakaiannya, bau kulit atau bau nafasnya), Dan tingkat
distress. Satu aspek yang sangat penting dari pengkajian adalah pembentukan
hubungan terapiutik
b. Diagnosa
Setelah melakukan pengkajian perawat harus menentukan diagnose untuk
merencanakan tindakan keperawatan. Menurut nanda diagnose keputusan klinik
tentang respon individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan
actual atau potensial, sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk
mencapai tujuan asuhan keperawatan yang sesuai.
c. Intervensi
Standar praktik ENA yang berkaitan dengan perencanaan menyatakan “perawat
gawat darurat harus merumuskan rencana asuhan keperawatan yang
komprehensif untuk pasien UGD dan kolaborasi dan perumusan keseluruhan
rencana perawatan pasien” (ENA,1995). Dalam intervensi di triage elemen
penting dari perencanaan adalah kesiapan. Perawatan harus memastikan alat-
alat medis dan suplai barang-barang tersebut tersedia dan berfungsi dengan baik
sehingga tidak akan terjadi keterlambatan dalam pemberian perawatan pada
pasien
d. Implementasi
Standar praktik ENA yang berkaitan dengan implementasi menyatakan,
“perawat gawat darurat harus mengimplementasikan rencana perawatan
berdasarkan data pengkajian, diagnosis keperawatan, dan diagnosis medis”.
(ENA, 1995). Dalam implementasi di triage , perawat harus memiliki
kompetensi dalam memberikan perawatan di UGD yang mencakup tindakan
penyelamatan nyawa dan alat gerak. Perawat yang memiliki kompetensi harus
mampu mengantisipasi kebutuhan keahlian khusus sesuai yang diindikasikan
oleh situasi klinis, dan perawat harus berusaha dan mendokumentasikan semua
upaya tersebut.
e. Evaluasi
Pernyataan standar ENA yang berkaitan dengan evaluasi dan memodifikasi
rencana perawatan berdasarkan respon pasien yang dapat diobservasi dan
pencapaian tujuan pasien”(ENA, 1995). Perawat harus mengevaluasi secara
kontinu perawatan pasien berdasarkan hasil yang dapat diobservasi untuk
menentukan perkembangan pasien kearah hasil dan tujuan, dan harus
mendokumentasikan respon pasien terhadapa intervensi pengobatan dan
perkembangannya. Standar Joint Commission (1996) menyatakan bahwa rekam
medis pasien menerima perawatan yang sifatny gawat darurat, mendesak,
dansegera harus mencantumkan “kesimpulan pada saat terminasi pengobatan,
termasuk disposisi akhir, kondisi pada saat pemulangan, dan instruksi perawatan
tindak lanjut” (Iyer, 2004).
DAFTAR PUSTAKA
EGC