Anda di halaman 1dari 15

PEMBUATAN SABUN CAIR

1. Sabun Cair
Sabun adalah bahan pembersih untuk membersihkan material yang kotor
dengan menggunakan air. Sabun dijumpai dalam kehidupan sehari-hari dalam
wujud sabun padat dan sabun cair. Sabun yang dibuat adalah sediaan surfactant
based type skin cleanser berwujud cairan kental transparan. Sediaan tersebut
merupakan suatu campuran yang mengandung surfaktan dan bahan tambahan
lainnya yang digunakan bersama dengan air untuk mencuci dan membersihkan
kotoran yang biasanya berupa lemak. Mekanisme pembersihan sabun cair yakni
dengan menurunkan tegangan permukaan antara kotoran dengan permukaan kulit.
Bagian hidrofilik surfaktan dalam sabun akan mengikat air, sedangkan
bagian hidrofobiknya akan mengikat minyak atau lemak. Surfaktan akan
menyusun diri membentuk misel dengan kotoran yang terjebak di dalamnya,
sehingga ketika pembilasan misel tersebut terbawa air dan kotoran juga akan ikut
terbawa. Sabun adalah surfaktan yang terdiri dari gabungan antara air sebagai
pencuci dan pembersih yang terdapat pada sabun batang dan dalam bentuk sabun
cair. Secara kimia, sabun adalah garam dari asam lemak. Secara tradisional, sabun
merupakan hasil reaksi dari lemak. Secara tradisional, sabun merupakan hasil
reaksi dari lemak dan sodium hidroksida, potasium hidroksida dan sodium
karbonat. Reaksi kimia pada pembuatan sabun dikenal dengan reaksi penyabunan
atau saponifikasi (Gandasasmita, 2009). Berikut reaksi saponifikasi :

CH2 O C(CH2)14CH3

O CH2 OH

CH2 O C(CH2)14CH3 + 3 NaOH CH2 OH + 3CH3(CH2)14CO2Na

O CH2 OH

CH2 O C(CH2)14CH3

Lemak Natrium Hidroksida Gliserol Sabun


Sabun cair didefinisikan sebagai sediaan pembersih kulit berbentuk cair
yang dibuat dari bahan dasar sabun atau detergen dengan penambahan bahan lain
yang diijinkan dan digunakan tanpa menimbulkan iritasi pada kulit (SNI, 1996).
Sabun cair yang memiliki kriteria yang sesuai dengan standard aman bagi
kesehatan kulit. Syarat mutu sabun cair dapat dilihat sebagai berikut.

Tabel 1. Syarat Mutu Sabun Cair


Kriteria Uji Satuan Persyaratan
Keadaan - -
Bentuk - Cairan homogen
Bau - Khas
Warna - Khas
pH, 25oC - 6-8
Kadar alkali bebas % Tidak dipersyaratkan
Bobot jenis relatif, 25oC g/ml 1,01-1,10
Cemaran mikroba - -
Angka lempeng total Koloni/ml ≤ 1 x 105
(Sumber: SNI, 1996)
2. Bahan Baku Pembuatan Sabun
Bahan baku utama dalam pembuatan sabun adalah minyak atau lemak dan
senyawa alkali (basa). Beberapa jenis minyak atau lemak yang biasa dipakai dalam
proses pembuatan sabun di antaranya. Pertama, Tallow adalah lemak hewani yang
paling umum digunakan dalam pembuatan sabun. Tallow merupakan produk yang
didapat dari industri pengolahan daging yang diambil dari lemak sapi dan domba.
Kualitas dari tallow ditentukan dari warna, titer (temperatur solidifikasi dari asam
lemak), kandungan FFA, bilangan saponifikasi, sertan bilangan iodin.
Tallow dengan kualitas baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun
mandi dan tallow dengan kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci.
Oleat dan stearat adalah asam lemak yang paling banyak terdapat dalam tallow.
Jumlah FFA dari tallow berkisar antara 0,75-7,0 %. Titer pada tallow umumnya di
atas 40°C. Tallow dengan titer di bawah 40°C dikenal dengan nama grease.
Kedua, lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak
tak jenuh seperti oleat (60-65%) dan asam lemak jenuh seperti stearat (35-40%).
Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus mengalami proses
dihidrogenasi parsial terlebih dahulu untuk mengurangi kadar ketidakjenuhan.
Sabun yang dihasilkan dari lard berwarna putih dan mudah berbusa.
Ketiga, minyak kelapa sawit umumnya digunakan sebagai pengganti tallow.
Minyak kelapa sawit dapat diperoleh dari pemasakan buah kelapa sawit. Minyak
kelapa sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna
karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun
harus dipucatkan terlebih dahulu warna dari minyak kelapa sawit tersebut.
Keempat, minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan
dalam industri pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan
diperoleh melalui ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa
memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat,
sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik.
Selain asam laurat minyak kelapa juga memiliki kandungan asam lemak kaproat.
Kelima, palm kernel oil (minyak inti kelapa sawit) diperoleh dari biji
kelapa sawit. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak yang mirip
dengan minyak kelapa sehingga dapat digunakan sebagai pengganti minyak
kelapa. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi
dan asam lemak rantai pendek lebih rendah daripada minyak kelapa. Ketujuh,
palm oil stearine (minyak sawit stearin) adalah minyak yang dihasilkan dari
ekstraksi asam-asam lemak yang berasal dari minyak sawit dengan pelarut aseton
dan heksana. Kandungan senyawa asam lemak terbesar dalam minyak ini adalah
stearin. Kedelapan, marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut.
Marine oil memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi,
sehingga harus dilakukan hidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan
sebagai bahan baku. Kesembilan, castor oil (minyak jarak) minyak ini berasal dari
biji pohon jarak dan digunakan untuk membuat sabun transparan. Kesepuluh, olive
oil (minyak zaitun) Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak
zaitun dengan kualitas tinggi akan memiliki warna kekuningan. Sabun yang
berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang keras tetapi lembut bagi kulit.
3. Formulasi Sabun Cair
Secara garis besar, bahan-bahan pembuat sabun terdiri dari bahan dasar dan
bahan tambahan. Bahan dasar merupakan pelarut atau tempat dasar bahan lain
sehingga umumnya menempati volume yang lebih besar dari bahan lainnya. Bahan
tambahan merupakan bahan yang berfungsi untuk memberikan efek-efek tertentu
yang diinginkan oleh konsumen (Gandasasmita, 2009). Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam memformulasikan sabun cair antara lain karakteristik
pembusaan yang baik, tidak mengiritasi mata, membran mukosa dan kulit,
mempunyai daya bersih optimal dan tidak memberikan efek yang dapat merusak
kulit serta memiliki bau yang segar dan menarik (Gandasasmita, 2009).
Dalam memformulasikan sabun cair terdapat dua jenis bahan,yaitu bahan
dasar dan bahan tambahan. Bahan dasar sabun adalah bahan yang memiliki sifat
utama sabun yaitu membersihkan dan menurunkan tegangan permukaan air.
Sedangkan bahan tambahan berfungsi untuk memberikan efek-efek tertentu yang
diinginkan konsumen seperti melembutkan kulit, aseptik, harum dan sebagainya
(Suryani, 2002). Suatu sabun cair dapat diformulasikan dengan bahan-bahan yang
meliputi surfaktan primer, surfaktan sekunder, bahan aditif, dan lain-lain.
3.1. Surfaktan primer
Surfaktan primer yang memiliki sifat untuk detergensi atau membersihkan
dan pembusaan. Secara umum, surfaktan anionik digunakan karena memiliki sifat
pembusaan yang baik. Surfaktan anionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya
terikat pada suatu anion. Contohnya adalah garam alkana sulfonat, garam
olefin sulfonat, garam sulfonat asam lemak rantai panjang. Selain itu dapat pula
digunakan surfaktan kationik, namun surfaktan jenis ini memiliki sifat mengiritasi
khususnya pada mata sehingga perlu adanya kombinasi dengan surfaktan
noninonik atau amfoter. Contoh dari surfaktan kationik yaitu garam alkil trimetil
ammonium dan garam alkil dimetil benzil ammonium. Senyawa cocoamidopropyl
betaine merupakan bahan yang digolongkan dalam jenis surfaktan amfoter.
Surfaktan amfoter yaitu surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai muatan positif
dan negatif. Contohnya surfaktan yang mengandung asam amino dan betain.
Surfaktan amfoter digunakan dengan dikombinasikan bersama anionik dan
anionik surfaktan untuk mendapatkan kelembutan sabun. Surfaktan ini pula biasa
digunakan sebagai surfaktan sekunder yakni karena memiliki kemampuan untuk
mereduksi iritasi kulit oleh alkil sulfat dan alkil etoksi sulfat atau surfaktan anionik
lain. Semakin bermuatan bagian polar suatu surfaktan maka sabun tersebut akan
bersifat harsh dan dapat mendenaturasi protein pada barrier kulit terluar yaitu
lapisan stratum corneum yang mengakibatkan iritasi pada permukaan kulit.
Kombinasi Cocoamidopropyl betaine dan surfaktan anionik misalnya SLS
dapat menambah mildness suatu produk pembersih sehingga iritasi dapat
diminimalkan dan aman bagi kulit manusia nanti. Cocoamidopropyl betaine
memiliki sifat pembusa, pembasah dan pengemulsi yang baik terutama dengan
keberadaan surfaktan anionik. Cocamidopropyl betaine berfungsi sebagai
surfactant singkatan dari surface acting agent. Zat ini memiliki kegunaan sebagai
pembersih atau pembuang kotoran yang menempel pada kulit manusia.
Formula yang mengandung betaine tersebut juga dapat memberikan efek
pembersihan yang lebih baik dibandingkan tanpa penggunaan betaine.
Cocoamidopropyl betaine dapat berfungsi sebagai foaming booster. Micelle dalam
hal ini adalah fase gas yang terdispersi dalam fase cair atau yang biasa disebut
dengan busa. Surfaktan adalah molekul yang terdiri dari bagian non polar yang
hidrofobik dan bagian polar yang hidrofilik, yang dapat bersifat ionic, non ionic
atau ion zwitter. Surfaktan dapat menurunkan energi bebas yang berkaitan dengan
tegangan antar muka yang terjadi. Adsorpsi surfaktan pada permukaan tergantung
pada struktur surfaktan dan sifat dua fase yang saling bertemu permukaannya.
3.2. Surfaktan
Surfaktan merupakan suatu molekul yang terdiri dari bagian non polar
yang bersifat hidrofobik dan bagian polar yang hidrofilik yang dapat bersifat
nonionik, ionik, ion zwitter. Surfaktan dapat menurunkan energi bebas yang
berkaitan dengan tegangan antar muka. Adsorpsi dari surfaktan pada permukaan
akan tergantung pada struktur surfaktan dan sifat dua fase yang saling bertemu.
Antar muka yang dimaksud adalah suatu batas di antara dua fase surfaktan.
Sedangkan energi bebas antarmuka atau tegangan antarmuka merupakan
energi minimal yang dibutuhkan untuk membuat sistem tetap dalam dua fase yang
tidak bercampur, sehingga terbentuk batas antarmuka di antara dua fase tersebut.
Surfaktan sekunder yang bekerja memperbaiki fungsi dari surfaktan primer yakni
dalam detergensi dan pembusaan. Beberapa jenis dari surfaktan non ionik dapat
digunakan karena busa yang dihasilkan pada produk akhirnya akan lebih banyak
dari jenis surfaktan lainnya dan juga stabil. Contohnya ester gliserin asam lemak.
3.3. Bahan aditif
Bahan aditif yakni bahan tambahan yang dapat menunjang formula dan
memberikan karakteristik tertentu pada sediaan. Bahan aditif tersebut pada
umumnya adalah berfungsi untuk mengatur viskositas. Sabun cair pada umumnya
diaplikasikan dengan bantuan pompa pada wadah atau dituang langsung.
Kekentalan sabun cair perlu diperhatikan karena kaitannya dengan preparasi,
pengemasan, penyimpanan, aplikasi dan aktivitas penghantaran.
Humektan, bahan ini dapat menambah fungsi sabun yaitu memberikan
kesan lembut pada kulit. Hal ini dikarenakan konsumen pada saat ini tidak hanya
menginginkan sabun yang cukup memiliki fungsi sebagai pembersih saja. Bahan
tambahan yang digunakan yaitu gliserin dan asam lemak bebas. Agen pengkelat
merupakan bahan yang dapat mengkelat ion kalsium dan magnesium pada
pencucian dengan air sadah.
Selain itu ada bahan tambahan seperti builders (bahan penguat), builders
digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara mengikat mineral mineral
yang terlarut pada air, sehingga bahan bahan lain yang berfungsi untuk mengikat
lemak dan membasahi permukaan dapat berkonsentrasi pada fungsi utamanya.
Builder juga membantu menciptakan kondisi keasaman yang sangat tepat agar
pada proses pembersihan dapat berlangsung dengan lebih baik sehingga dapat
membantu mendispersikan dan mensuspensikan kotoran yang telah lepas.
Perlakuan yang sering digunakan sebagai builder adalah senyawa senyawa
kompleks fosfat, natrium sitrat, natrium karbonat, natrium silikat atau zeolit.
Fillers inert (bahan pengisi), bahan ini berfungsi sebagai bahan pengisi dari
seluruh campuran bahan. Pemberian bahan fillers inert memiliki kegunaan untuk
memperbanyak atau memperbesar volume pada sabun cair itu sendiri. Keberadaan
bahan ini dalam campuran bahan baku sabun semata mata ditinjau dari aspek
ekonomis. Pada umumnya, sebagai bahan pengisi sabun menggunakan sodium
sulfat. Bahan lain yang sering digunakan sebagai bahan pengisi, yaitu tetra sodium
pyrophosphate dan sodium sitrat. Bahan pengisi ini mempunyai banyak warna
salah satunya adalah warna putih dan warna ini memiliki sifat mudah larut.
3.4. Pengharum
Parfum termasuk bahan pendukung. Keberadaaan parfum memegang
peranan besar dalam hal keterkaitan konsumen akan produk sabun. Artinya,
walaupun secara kualitas sabun yang ditawarkan bagus, tetapi bila salah memberi
parfum akan berakibat fatal dalam penjualannya. Parfum untuk sabun berbentuk
cairan berwarna kekuning kuningan dengan berat jenis parfum yang dipakai 0,9.
Pada dasarnya, jenis parfum untuk sabun dapat dibagi ke dalam dua jenis,
yaitu parfum umum dan parfum ekslusif. Parfum umum mempunyai aroma yang
sudah dikenal umum di masyarakat seperti aroma mawar dan aroma kenanga. Pada
umumnya, produsen sabun menggunakan jenis parfum yang ekslusif. Artinya,
aroma dari parfum tersebut sangat khas dan tidak ada produsen lain yang
menggunakannya. Kekhasan parfum ekslusif ini diimbangi dengan harganya yang
lebih mahal dari jenis parfum umum. Beberapa nama parfum yang digunakan
dalam pembuatan sabun diantaranya bouquct deep water, alpine, dan spring
flower. Penambahan pengharum pada sabun biasanya dengan kadar 1-2%.
3.5. Bahan pelembab
Bahan pelembab ditambahkan pada produk pembersih kulit untuk
menghasilkan efek melembabkan kulit. Contoh-contoh bahan pelembab yang
sering digunakan dalam produk kosmetika adalah gliserin, methyl glucose ester,
turunan lanolin, dan mineral oil. Bahan pelembab mempunyai peranan penting
dalam menjaga dan mengembalikan fungsi kulit sebagai barrier atau penghalang.
Seringkali produk-produk pembersih kulit atau noda yang fungsinya dapat
mengurangi kandungan lemak pada stratum corneum. Hasilnya fungsi kulit itu
sebagai penghalang bakteri dan zat-zat yang merugikan tubuh akan terganggu.
Selain itu juga ada beberapa produk pembersih kulit juga dapat menyebabkan kulit
yang menggunkannya akan menjadi kering. Untuk menghindari terjadinya hal ini,
diperlukan pelembab untuk meminimalisasi kehilangan lemak dari kulit.
3.6. Stabilizer
Bahan-bahan yang menstabilkan campuran atau stabilizer sehingga
kosmetika tersebut dapat lebih lama lestari baik dalam warna, bau dan bentuk
fisik. Bahan-bahan tersebut meliputi emulgator dan pengawet. Emulgator yaitu
bahan yang memungkinkan tercampurnya semua bahan secara merata atau
homogen. Pada campuran dua cairan emulgator memiliki sifat menurunkan
tegangan permukaan kedua cairan tersebut. Selain itu terdapat pengawet, yaitu
bahan yang dapat mengawetkan kosmetika dalam jangka waktu selam mungkin
agar dapat digunakan lebih lama. Pengawet dapat bersifat antikuman untuk
menangkal terjadinya tengik oleh aktivitas mikroba sehingga kosmetika menjadi
stabil. Pengawet merupakan bahan aditif untuk mempertahankan sabun cair agar
tahan terhadap jamur atau mikroorganisme yang akan merusak kualitasnya.
Zat pengawet berfungsi untuk mencegah timbulnya kontaminasi mikroba
pada fasa air. Pengawet yang digunakan dengan kadar 0,1-0,5%. Contoh dari zat
pengawet dalam proses pembuatan sabun yaitu natrium benzoat dan benzalkodium
klorida. Selain itu terdapat antioksidan yang digunakan dalam proses pembuatan
sabun cair. Antioksidan memiliki fungsi untuk mencegah bau tengik dalam produk
yaitu sabun cair. Antioksidan yang digunakan dalam proses pembuatan sabun cair
yaitu dengan kadar 1-2%. Contoh penggunaan antioksidan dalam pembuatan
sabun yaitu Butil Hidroksi Anisol (BHA) dan Butil Hidroksi Toluene (BHT).
3.7. Bahan pengental
Bahan pengental digunakan dalam formulasi sabun cair untuk menentukan
tingkat kekentalan produk yang diinginkan. Bahan pengental yang umum dipakai
dalam formulasi sabun cair antara lain seperti karboksi metil selulosa dan Natrium
Karboksi Metil Selulosa (Na-CMC), Hydroxypropylcellulose, dan juga NaCl.
Hydroxypropylcellulose adalah eter selulosa non-ionik dan larut air yang diperoleh
dari reaksi antara selulosa dan propilen oksida. NaCl sebenarnya bukan bahan
pengental, namun dapat meningkatkan kekentalan pada sabun cair (Engko, 2001).
Selain itu, bahan pengental yang dapat digunakan dalam proses pembuatan sabun
cair adalah karagenan. Karagenan merupakan koloid hidrofilik alami yang sering
digunakan untuk berbagai macam kebutuhan dalam kehidupan seehari-hari.
Karagenan dapat membentuk gel dalam air namun dalam kondisi
konsentrasi yang rendah, gel karagenan tidak terbentuk tetapi viskositas
campurannya akan meningkat. Selain itu fungsinya adalah sebagai pengental,
karagenan juga dipercaya dapat menghaluskan dan melembutkan kulit, sehingga
sangat baik digunakan dalam produk-produk perawatan kulit dan kecantikan.
3.8. Antioksidan
Karena sabun tersusun dari asam lemak, minyak, lilin, dimana senyawa-
senyawa tersebut mengandung ikatan tidak jenuh, dan sebagaimana diketahui
bahwa ikatan jenuh akan mudah teroksidasi. Reaksi tersebut ditandai dengan
adanya bau tengik atau sabun yang kita gunakan menjadi iritan terhadap kulit.
Untuk menjaga kualitas sabun dari reaksi oksidasi, diperlukan bahan antioksidan.
Bahan yang biasa digunakan adalah Tokoferol, BHT (Dibutil Hydroxyltoluen),
BHA (Butyl Hydroxyanysol), ester asam gallat, NDGA (Nonhydroxyquaiaretic
acid). Dapat digunakan tunggal atau bersama-sama, baik juga bila ditambahkan
bahan-bahan promoter yang sifatnya antioksidan (sequestering agent).
3.9. Sequestering agent
Apabila logam tercampur ke dalam bahan sabun atau kosmetik, baik secara
langsung atau tidak langsung akan merendahkan kualitasnya. Ion logam dapat
merubah bau, warna atau dapat menambah oksidasi bahan mentah yang berasal
dari minyak.. Senyawa yang dapat membuat pasif ion logam tersebut adalah
sesquestering agent. Bahan yang biasa digunakan adalah senyawa asam phosporat,
senyawa asam sitrat, asam askorbat, asam suksinat, asam glukonat.

4. Sifat Fisik Sabun Cair


Sabun mandi cair adalah sediaan berbentuk cair yang digunakan untuk
membersihkan kulit, dibuat dari bahan dasar sabun dengan penambahan surfaktan,
penstabil busa, pengawet, pewarna dan pewangi yang diijinkan dan digunakan
untuk mandi tanpa menimbulkan iritasi pada kulit (SNI,1996). Sabun yang
berkualitas baik harus memiliki daya detergensi yang cukup tinggi, dapat
diaplikasikan pada berbagai jenis bahan dan tetap efektif walaupun digunakan
pada suhu dan tingkat kesadahan air yang berbeda-beda (Shrivastava, 1982).
Sabun memiliki beberapa sifat fisik yang meliputi pH, ketahanan busa.
4.1. pH
Keunggulan dari sabun cair sendiri yakni lebih praktis, mudah larut di air
sehingga hemat air, mudah berbusa dengan menggunakan spons kain, lebih
higienis, mengandung lebih banyak pelembab untuk kulit, memiliki kadar pH
yang lebih rendah dibanding sabun padat, dan lebih mudah untuk digunakanpH
kulit manusia adalah sekitar 4,5-7. pH yang disesuaikan dengan pH kulit dimana
tempat sabun cair diaplikasikan. Sabun yang terlalu asam akan merusak kulit
sedangkan apabila terlalu basa dapat menyebabkan kulit terlalu kering.
4.2. Ketahanan busa
Selain itu ketahanan busa, busa adalah dispersi koloid gas di dalam cairan.
Adanya perbedaan densitas antara gelembung gas dan medium menyebabkan
sistem akan dengan cepar memisah menjadi dua lapisan dan gelembung gas akan
naik ke atas. Adanya surfaktan akan mengurangi tegangan permukaan gas dengan
cairan sehingga dispersi gas dalam cairan akan terjadi dengan mudah. Mekanisme
pembentukan busa dimulai ketika gas masuk ke dalam surfaktan, kemudian
surfaktan akan terabsorpsi pada antarmuka gas atau cairan dan terbentuk
gelembung gas yang terselubungi oleh lapisan film atau disebut dengan busa. Busa
yang terbentuk akan cenderung naik karena berat jenis gas lebih kecil daripada air.
Surfaktan juga terdapat pada permukaan cairan sebagai lapisan yang
membatasi air dengan udara, sehingga busa yang terbentuk tetap tertahan pada
batas permukaan cairan. Terjadinya penipisan (thinning) lapisan film dan
koalesensi merupakan penyebab utamanya pecahnya busa tersebut (foam
collapse). Thinning terjadi akibat busa cenderung naik ke atas namun sekaligus
ditarik ke bawah karena adanya aliran cairan (drainage) oleh karena gaya gravitasi
sehingga menyebabkan menipisnya film busa dan akhirnya busa mudah pecah
(rupture). Selain itu, tidak dapat dihindari ukuran busa yang bervariasi sehingga
menyebabkan adanya gradien tekanan gas. Akibatnya dapat terjadi difusi gas,
yakni busa-busa kecil akan bergabung menjadi busa yang lebih besar (koalesensi).
Ukuran busa yang semakin besar berarti tegangan permukaan sehingga
semakin mudah pecah. Terdapat beberapa parameter kemampuan busa untuk
mempertahankan diri dalam keadaan konstan selama waktu tertentu atau dengan
kata lain stabilitas busa, yakni meliputi ukuran gelembung, kandungan cairan, total
volume busa. Waktu bertahan busa (foam lifetime) merupakan ukuran sederhana
untuk menunjukkan stabilitas busa terhadap produk sabun cair yang dihasilkan.
4.3. Viskositas
Viskositas adalah tahanan dari suatu cairan untuk mengalir. Viskositas
merupakan salah satu parameter yang menunjukkan sifat fisik sabun cair dan dapat
mempengaruhi kemudahan sabun untuk mengalir. Viskositas berkaitan dengan
pengisian ke dalam wadah kemasan dan pengaplikasian sabun nantinya. Tahanan
untuk mengalir akan semakin meningkat jika viskositas suatu cairan semakin
tinggi sehingga sabun akan sulit untuk dituangkan. Sedangkan apabila viskositas
yang dimiliki terlalu rendah maka sabun akan semakin mudah untuk mengalir.
Viskositas(ɳ) digambarkan dengan persamaan berikut:

σ
ɳ= (4.1)
ɣ

Keterangan:
ɳ = Viskositas
σ = Shear stress
ɣ = Shear rate
Persamaan tersebut menunjukkan peningkatan gaya geser (shear stress)
menaikkan kecepatan geser (shear rate). Akan tetapi, hal ini hanya berlaku pada
cairan tipe Newtonian seperti air, alkohol, gliserin, dan larutan sejati. Cairan tipe
lain seperti emulsi, suspensi, dispersi, atau larutan polimer lainnya umunya
digolongkan sebagai tipe non-Newtonian. Viskositas pada tipe ini tidak berbanding
lurus dengan kecepatan geser. Dispersi hidrokoloid dalam air merupakan salah
satu tipe non-newtonian pseudoplastis. Dalam suatu larutan, molekul-molekul
dengan bobot molekul besar dan memiliki struktur panjang akan saling terpilin
atau mengikat satu sama lain dan terjebak bersama dengan solven yang digunakan.
Adanya gaya geser akan menyebabkan molekul terbebas menyusun
molekulnya sendiri secara searah untuk kemudian mengalir. Sehingga molekul
akan mempunyai tahanan untuk mengalir lebih sedikit dan air yang terperangkap
juga akan terlepas dan mengakibatkan viskositas semula turun.Terdapat fenomena
tiksotropi yang ditunjukkan oleh sistem tersebut, yakni penampakan sistem seperti
sabun yang kaku seperti gel pada saat didiamkan, namun saat ada gaya yang
diberikan, struktur sistem ini akan pecah sehingga sistem mengalami penurunan
viskositas. Saat gaya geser dihilangkan, system kembali menyusun diri seperti
semula dengan membutuhkan waktu dalam satuan menit untuk membentuk semula
bahkan hari tergantung sistemnya untuk melakukan gel-sol-gel recovery.

5. Sifat Kimia Sabun Cair


Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga akan
dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa. Jika
larutan sabun dalam air diaduk, maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak
akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih setelah
garam-garam Mg atau Ca dalam air mengendap. Sabun mempunyai sifat
membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia koloid, sabun (garam natrium
dari asam lemak) digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar maupun
non polar, karena sabun mempunyai gugus polar dan non polar. Molekul sabun
mempunyai rantai hydrogen CH3(CH2)16 yang bertindak sebagai ekor yang bersifat
hidrofobik (tidak suka air) dan larut dalam zat organik sedangkan COONa+
sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam air.
Berikut merupakan proses penghilangan kotoran Sabun didalam air
menghasilkan busa yang akan menurunkan tegangan permukaan sehingga aii kain
sehingga kain menjadi bersih. meresap lebih cepat kepermukaan. Molekul sabun
akan mengelilingi kotoran dengan ekornya dan mengikat molekul kotoran. Proses
ini disebut emulsifikasi karena antara molekul kotoran dan molekul sabun
membentuk suatu emulsi. Sedangkan bagian kepala molekul sabun didalam air
pada saat pembilasan akan menarik molekul-molekul kotoran keluar dari kain
sehingga kain menjadi bersih dan kotoranpun hilang karena sabun.
6. Proses Pembuatan Sabun Cair
Proses untuk pembuatan sabun dinamakan proses saponifikasi, yang
dimana senyawa trigliserida dicampur dengan suatu alkali, kedua reaktan ini tidak
mudah bercampur. Reaksi saponifikasi dapat mengkatalisis dengan sendirinya
pada kondisi tertentu dimana pembentukan produk sabun mempengaruhi proses
emulsi kedua reaktan tadi, menyebabkan suatu percepatan pada kecepatan reaksi.
Proses pembuatan sabun secara umum dilakukan dengan cara dingin
dimana lemak atau minyak langsung direaksikan dengan suatu basa. Tetapi banyak
juga dilakukan pembuatan sabun dengan cara panas sehingga dihasilkan sabun
jenis khusus seperti sabun transparan yang pada proses pembuatannya perlu
ditambahkan alkohol atau isopropil alkohol. Sabun cair adalah jenis sabun yang
berbentuk liquid atau cairan sehingga mudah dituangkan dan menghasilkan busa
yang lebih banyak dan tampak lebih menarik. Berbeda dengan pembuatan sabun
padat atau opaque soap, sabun cair dibuat dengan semi boiled process yang
menggunakan bantuan panas dari luar proses pembuatannya (Mabrouk, 2005).
Bahan baku pendukung digunakan untuk membantu proses penyempurnaan
sabun hasil saponifikasi dimana pengendapan sabun dan pengambilan gliserin
sampai sabun menjadi produk yang siap dipasarkan. Bahan-bahan tersebut adalah
natrium klorida atau garam dan bahan aditif. Natrium klorida merupakan
komponen kunci dalam proses pembuatan sabun. Kandungan natrium klorida pada
produk akhir sangat kecil karena kandungan natrium klorida yang terlalu tinggi di
dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun. Natrium klorida yang digunakan
umumnya berbentuk air garam atau brine atau padatan seperti kristal.
Natrium klorida digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserin.
Gliserin tidak mengalami pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang
tinggi, sedangkan sabun akan mengendap. Natrium klorida harus bebas dari besi,
kalsium, dan magnesium agar diperoleh sabun yang berkualitas. Bahan aditif
merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun dengan bertujuan
untuk meningkatkan kualitas produk sabun sehingga menarik konsumen.
Pembuatan sabun cair diawali dengan memanaskan minyak kelapa dan minyak
jarak pada suhu 90oC, kemudian setelah bercampur ditambahkan KOH, diaduk
hingga mencapai tahap trace. Tahap trace merupakan tahap dimana sabun mulai
menyusut dan membentuk padatan. Selanjutnya pasta sabun dilanjutkan hingga
mencapai tahap vaseline yaitu sabun telah padat dan melunak. Dan siap diencerkan
dengan air panas dengan suhu 100oC, dan diaduk hingga menjadi sabun cair.

7. Analisa Sabun Cair


Uji penampilan dilakukan dengan melihat secara langsung warna, bentuk,
dan bau sabun cair yang terbentuk. Standar sabun cair yang ideal yaitu memiliki
bentuk cair, serta bau dan warna yang khas. Uji organoleptik dilakukan dengan
cara menilai mutu produk sabun cair berdasarkan kepekaan indera manusia. Untuk
parameter organoleptik, meliputi bentuk, warna dan aroma dilakukan secara
visual. bahan penyusunnya terdiri dari minyak kelapa yaitu asam laurat dan
minyak jarak yang memiliki viskositas yang sangat besar. Asam laurat merupakan
asam lemak jenuh yang memiliki sifat pembusaan yang baik dan sering digunakan
dalam formulasi sabun. Penggunaan asam laurat sebagai bahan baku akan
menghasilkan sabun dengan kelarutan yang tinggi dan karakteristik busa.
Busa merupakan suatu struktur yang relatif stabil dan terdiri atas
kantong-kantong udara yang terbungkus dalam lapisan tipis. Stabilitas busa
merupakan hal yang penting dalam produk pembersih tubuh. Busa yang banyak
dan stabil biasanya lebih disukai daripada busa yang sedikit dan tidak stabil. Busa
dapat stabil dengan penambahan zat pembusa dalam pembuatan sabun. Zat
pembusa yang digunakan dalam penelitian ini adalah DEA yang berfungsi
untuk menstabilkan busa dan membuat produk sabun menjadi lembut.
Karakteristik busa yang dihasilkan oleh sabun dipengaruhi oleh jenis
asam lemak yang digunakan. Asam laurat dan miristat dapat menghasilkan
busa yang lembut pada sabun, sementara asam palmitat dan stearat memiliki
sifat menstabilkan busa. Asam oleat dan risinoleat dapat menghasilkan busa
yang stabil dan lembut. Berbeda halnya dengan penggunaan bahan penyusun yang
berupa minyak jarak. Hal tersebut dikarenakan minyak jarak mempunyai rasa
asam dan dapat dibedakan dengan trigliserida lainnya karena bobot jenis,
kekentalan, bilangan asetil dan kelarutan yang nilainya relatif tinggi (Karo, 2011).
Derajat keasaman (pH) merupakan parameter kimiawi untuk mengetahui
sabun yang dihasilkan bersifat asam atau basa. Nilai pH sabun mandi sebaiknya
disesuaikan dengan pH kulit yaitu sebesar 4,5-7. Sabun merupakan garam alkali
yang bersifat basa. Nilai pH sabun yang terlalu terlalu rendah dan juga nilai pH
yang terlalu tinggi dapat meningkatkan daya absorbansi kulit yang menyebabkan
iritasi kulit. Mencuci dengan sabun akan meningkatkan pH kulit untuk sementara
karena pH kulit akan pH kulit akan menjadi normal kembali setelah 5-10 menit
pemakaian sabun. Derajat keasaman atau pH merupakan salah satu syarat mutu
sabun cair. Hal tersebut karena sabun cair kontak langsung dengan kulit dan dapat
menimbulkan masalah apabila pH-nya tidak sesuai dengan pH kulit.
Secara umum, produk sabun cair memiliki pH yang cenderung basa. Hal
ini dikarenakan oleh bahan dasar penyusun sabun cair tersebut yaitu KOH yang
digunakan untuk menghasilkan reaksi saponifikasi dengan lemak atau minyak,
atau detergen sintetis yang memiliki nilai pH di atas pH netral. Untuk pH sabun
cair yang diperbolehkan antara 8-11 (Irmayanti, 2014). Salah satu parameter
sebagai mutu produk emulsi adalah kestabilan emulsinya. Stabilitas emulsi
merupakan daya tahan bagi sistem emulsi yang terdapat di dalam suatu produk
untuk mempertahankan kestabilannya pada berbagai kondisi yang ada.
Agar terbentuk emulsi yang stabil, diperlukan suatu zat pengemulsi yang
disebut emulsifier atau emulsifying agent, yang berfungsi menurunkan tegangan
permukaan antara kedua fase cairan. Daya kerja emulsifier disebabkan oleh bentuk
molekulnya yang dapat terikat, baik pada minyak ataupun air. Stabilitas emulsi
berpengaruh terhadap daya detergensi atau sifat membersihkan sabun
transparan. Emulsi yang baik adalah emulsi yang tingkat konsistensinya tinggi, di
dalamnya tidak membentuk lapisan-lapisan dan tidak terjadi perubahan warna.

Anda mungkin juga menyukai