Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nanoteknologi
Nanopartikel adalah partikel dalam ukuran nanometer yaitu sekitar 1-100
nm. Nanopartikel merupakan ilmu dan rekayasa dalam menciptakan material,
struktur fungsional, maupun piranti alam skala nanometer. Ditinjau dari jumlah
dimensi yang terletak dalam rentang nanometer, material nano diklasifikasikan
menjadi beberapa kategori Gambar 2.1 yaitu: material nano berdimensi nol
(nanoparticle) seperti oksida logam, semikonduktor dan fullerenes; material nano
berdimensi satu (nanowire, nanotubes, nanorods); material nano berdimensi dua
(thin films); dan material nano berdimensi tiga seperti Nanokomposit,
nanograined, mikroporous, mesoporous, interkalasi, organik-anorganik hybrids.
(Pokropivny,V. et al, 2007).

Gambar 2.1 Skematik Klasifikasi nano material : (a) struktur tiga dimensi (3-D); (b)
struktur dua dimensi (2-D); (c) struktur satu dimensi; dan (d) struktur zerodimensi (0-D)
(Pokropivny,V. et al, 2007).

2.2 Pengolahan Limbah Air Sungai Gajah Wong Yogyakarta Berbasis


Masyarakat Menggunakan Aplikasi Teknologi Nano Carbon Dari Bathok
Kelapa Terintegrasi Lahan Basah Buatan
DIY Dalam Angka 2014 merilis bahwa kelapa merupakan komoditas
terbesar nomor 3 yang dihasilkan oleh Daerah IstimewaYogyakarta. Pada tahun
2013, kelapa berproduksi sebesar 55.752,70 ton atau turun 1,50 persen,. Dari
jumlah tersebut menghasilkan limbah 10 % nya dari jumlah total sehingga
menghasilkan limbah bathok kelapa sebesar 5575,27 ton untuk tahun 2013.
Besarnya sampah bathok kelapa ini menjadi garapan tersendiri bagi pemerintah
DIY, sehingga perlu untuk diperdayakan.
Bathok kelapa akan di sintesis sehingga menjadi ukuran nano yang mampu
menyerap limbah bahkan kuman, Limbah bathok kelapa diketahui memiliki
potensi yang sangat besar untuk penjernihan air, terutama apabila telah dilakukan
aktifasi terhadap batok kelapa tersebut sehingga berbentuk nano karbon. Dalam
aplikasinya, pengabdian ini akan menambahkan teknologi lahan basah buatan
(bioremidiasi) dengan memanfaatkan tanaman penyerap limbah. Tanaman
penyerap limbah yang dimaksud berupa tanaman lokal yang ditemukan di sekitar
Gajah Wong, berupa semanggi (Marsilea crenata), kangkung (Ipomoea sp),
genjer (Limnocharis flava), dan kayu apu.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada air Sungai ini positif
terindikasi mengandung E.Coli berdasarkan metode Biakan teridentifikasi, BOD
3,416 mg/L dengan baku mutu 3 mg/L sehingga di luar Baku Mutu, DO 2,88
mg/L dengan baku mutu 5 mg/L sehingga di luar baku mutu. MPM Coliform
>1898x103 metode IKM/5.4.1.M/BLK.Y dan Kandungan Fosfat 5,413 mg/L
dengan baku mutu 0,2 mg/L di luar baku mutu serta berbagai uji lainnya
meyatakan sungai Gajah Wong di daerah papringan yang padat penduduk ini di
luar baku mutu standar sungai yang di syaratkan oleh Standar Baku Mutu
Peraturan Gubernur DIY No 20. Th 2008.
Nano Karbon akan diitegrasikan dengan lahan basah buatan membentuk
sebuah unit pengolahan air sederhana yang dipasang pada bantaran Sungai Gajah
Wong. Panel-panel beton dan ramp-ramp kawat akan digunakan untuk menahan
sistem lahan basah agar tetap berada pada tempatnya. Air limbah dari perumahan
warga akan dialirkan ke dalam sistem menggunakan pipa. Dalam pengabdian ini
mengambil area sepanjang 1km dengan rentang 100 m terpasang prototype nano
karbon terintegrasi lahan basah buatan. Sehingga terdapat 3 panel. Skema
sederhana dari unit pengolahan air tersebut adalah sebagai berikut:
Gambar 2.2 Unit pengolah air sederhana yang dipasang di bantaran Sungai Gajah Wong
2.3 Uji Karakteristik Permukaan, Struktur, Dan Absorbansi Butiran Sub
Mikron Nanomaterial Dengan Variasi Massa Karbon Tempurung Kelapa
Sebagai Alat Filtrasi Sederhana
Saat ini, nanoteknologi berkembang pesat dan merambah ke berbagai
bidang. Istilah nanoteknologi pertama kali dipopulerkan oleh peneliti jepang
Norio Tanaguchi pada tahun 1974. Salah satu hal yang menarik dalam dunia
nanoteknologi adalah penciptaan material baru yang berskala nanometer. Material
baru ini memiliki kualitas lebih baik dari material yang sudah ada atau sudah
ditemukan sebelumnya. Untuk itu, penelitian ini mengembangkan nanomaterial
yang digunakan sebagai sistem pemurnian untuk mendapatkan air bersih.
Karbon merupakan material dasar penyusun arang yang biasanya
digunakan dalam proses penyaringan untuk mendapatkan air bersih. Oleh karena
itu, digunakan karbon yang berukuran submikron sebagai material untuk
mendapatkan air bersih. Dengan nanoteknologi, bahan alam dapat dimanfaatkan
untuk hal yang berguna bagi kehidupan. Dalam penelitian ini, karbon disintesis
menjadi serbuk SMC yang digunakan sebagai sistem penyaringan mendapatkan
air bersih. Bahan karbon yang digunakan adalah tempurung kelapa. Serbuk SMC
didapatkan menggunakan metode liquid sonication exfoliation (LSE) kemudian
diaplikasikan pada bagian filter alat.

Gambar 2.3 Alat Penyaring Sederhana.


Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa dari
hasil uji UV-Vis menunjukkan bahwa dari variasi massa mempengaruhi
absorbansi pada panjang gelombang yang sama. Struktur kristal pada bahan
tempurung kelapa bersifat amorf dan tingkat kristanilitasnya berkurang.
Sedangkan morfologi serbuk karbon sub mikron (SMC) terlihat seperti bulk atau
bongkahan yang kurang teratur dan tidak homogen. Dari hasil uji Atomic
Absorption Spectroscopy (AAS) diperoleh semakin besar massa serbuk SMC
yang diberikan maka kadar logam Fe yang terkandung pada air limbah semakin
berkurang dan semakin baik hasil filtrasinya. Pada variasi massa serbuk SMC 3 gr
didapatkan kadar Fe sebesar 0.0164 ppm.

2.4 Pemanfaatan Nanoteknologi dalam Sistem Penghantaran Obat Baru


Untuk Produk Bahan Alam
Nanopartikel Solid Lipid Nanoparticle (SLN). Telah banyak dilakukan
penelitian mengenai sistem penghantaran obat menggunakan suatu sediaan
partikulat untuk molekul besar dan kecil. Salah satu sistem penghantaran
partikulat yang banyak digunakan yaitu nanopartikel (NP). NP merupakan suatu
partikel yang berukuran dari 10 hingga 1000 nm. NP dapat disintesis dari lemak,
protein, karbohidrat atau polimer sintetik lainnya. Dalam pembuatannya obat
dapat dilarutkan, dijerap, dienkaspulasi atau ditempelkan pada suatu matriks NP.
Berdasarkan metode pembuatannya hasil yang diperoleh akan berbeda,
dapat berupa NP, nanosfer atau nanokapsul. Sistem NP banyak diteliti dan
dieksplorasi untuk berbagai macam aplikasi biomedis. Penggunaannya ditujukan
untuk memperbaiki indeks terapetik dari obat yang dienkapsulasi baik untuk
melindungi dari degradasi enzimatik, memperbaiki profil farmakokinetika,
menurunkan toksisitas atau mendapatkan pelepasan zat aktif terkendali.
NP dapat memperbaiki bioavailabilitas oral dari obat-obat yang
kelarutannya rendah dan uptake jaringan setelah pemberian parenteral. NP juga
meningkatkan penghantaran suatu obat melewati membran. Karena ukurannya
yang kecil, NP memiliki potensi untuk meninggalkan sistem vaskuler dan
memasuki daerah yang mengalami peradangan. Keterbatasan NP dalam melewati
barrier biologis yang berbeda bergantung pada jenis jaringan, sisi target dan
sirkulasi darah. NP dapat memasuki sel melalui mekanisme fagositosis dan
endositosis. Apabila bahan yang digunakan bersifat hidrofobik maka NP akan
mudah memasuki sel dan mengalami sistem fagositosis. Sedangkan bila bahan
yang digunakan seperti Polietilen glikol (PEG) yang bersifat hidrofilik maka akan
dapat meningkatkan hidrofilisitas sehingga memperpanjang waktu di sirkulasi dan
dapat terkumpul pada tempat yang mengalami inflamasi.
Nanonisasi dari produk herbal memiliki beberapa keuntungan seperti
meningkatkan kelarutan zat aktif, menurunkan dosis terapi, memperbaiki absorpsi
dan bioavailabilitas di dalam tubuh. Solid lipid nanoparticles (SLN) adalah suatu
sistem pembawa dari jenis partikulat yang terdiri dari suatu lemak padat yang
didispersikan di dalam medium air dengan adanya surfaktan sebagai emulgator
dengan ukuran partikel rata-rata adalah 50-1000 nm. SLN dikembangkan sejak
tahun 1990 sebagai pembawa alternatif selain emulsi, liposom atau nanopartikel
polimer lain.
Komposisi SLN umumnya terdiri dari lemak, air dan bisa ditambah
surfaktan dengan konsentrasi sebagai emulgator dan penstabil. Lemak yang
digunakan dapat berupa trigliserida, gliserida parsial, asam-asam lemak padat,
steroid dan wax. Semua jenis emulgator telah banyak digunakan untuk
menstabilisasi dari dispersi lemak. Telah dilaporkan bahwa kombinasi emulgator
digunakan untuk mencegah aglomerasi secara efisien.
SLN dapat digunakan sebagai sistem penghantaran topikal, transdermal,
oral maupun parenteral. Tujuan utama dari rancangan SLN sebagai sistem
penghantaran obat partikulat adalah untuk memperkecil ukuran partikel,
memperbaiki absorpsi dan mengendalikan pelepasan obat sehingga dapat
mencapai sisi aksi spesifik pada laju pelepasan dan regimen dosis yang optimal.
Kelebihan dari SLN sebagai sistem penghantaran obat adalah sebagai berikut
ukuran partikel dan muatan permukaan SLN dapat dengan mudah dimanipulasi
untuk mencapai penghantaran tertarget baik sistem aktif maupun pasif. SLN dapat
dibuat menjadi sediaan lepas terkendali dan lepas lambat serta dapat mencapai
loka aksi spesifik, dapat memperbaiki bioavailabilitas dan distribusi obat dalam
tubuh sehingga mengingkatkan efikasi dan mengurangi efek samping obat.
Pelepasan obat dapat ditentukan dengan mudah berdasarkan konstituen
matriks yang dipilih, menggunakan eksipien yang bersifat biokompatibel dan
biodegradable, sebagai pembawa untuk bahan obat yang bersifat hidrofobik dan
hidrofilik, memungkinkan pembuatan dalam skala besar. Selain keuntungan di
atas, nanopartikel juga memiliki kekurangan.
Kekurangan tersebut misalnya karena ukuran partikel yang kecil dan luas
permukaan yang lebar dapat membuat partikel beragregasi. Selain itu karena
ukurannya yang sangat kecil suatu nanopartikel hanya mampu menjerap obat
dalam jumlah terbatas dan memudahkan terjadinya burst release.
Aplikasi SLN dalam produk herbal tidak hanya digunakan sebagai
instrumen untuk mengetahui adanya peningkatan bioavailabilitas dari bioaktif
tetapi juga dapat digunakan untuk mengetahui biodistribusi pada jaringan tertentu
sehingga diketahui profil toksikokinetiknya. Uji toksikokinetik dan biodistribusi
SLN ini telah dilakukan oleh Xue et al. Untuk senyawa triptolid yang berasal dari
Tripterygium wilfordii Hook F. Triptolid tersebut memiliki aktivitas sebagai agen
antiinflamasi dan penyakit autoimun seperti sindroma lupus eritomatosus namun
senyawa ini memiliki toksisitas yang sangat tinggi. Pada penelitian sebelumnya
Xue et al. telah berhasil membuktikan bahwa ekstrak Tripterygium wilfordii yang
diformulasikan menjadi SLN dapat menurunkan toksisitas triptolid terhadap
sistem reproduksi pria.
Pada penelitian kali ini triptolid murni dibuat menjadi suatu SLN
kemudian dilakukan uji toksikokinetik dan biodistribusi di dalam jaringan tikus.
Selain itu dilakukan pula uji bioavailabilitas triptolid di dalam plasma. Hasil
menunjukkan bahwa triptolid yang dibuat menjadi SLN dapat meningkatkan
bioavailabilitas di dalam tubuh, menurunkan biodistribusi pada beberapa jaringan
dan menurunkan toksisitas toksisitas terhadap sistem reproduksi bila
dibandingkan dengan triptolid biasa.
Misel merupakan suatu molekul surfaktan atau polimer yang membentuk
suatu partikel sferis di dalam larutan. Polimer misel berukuran dari 10-100 nm.
Suatu misel dapat meningkatkan bioavailabilitas zat aktif karena misel dapat
meningkatknan kelarutan dan melindungi obat dari pengaruh lingkungan selama
obat dihantarkan. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pelepasan
obat dari misel, seperti stabilitas misel, laju difusi obat terhadap polimer, koefisien
partisi dan laju degradasi kopolimer. Selain itu, konsentrasi obat di dalam misel,
berat molekul, sifat fisikokimia dan lokasi obat pada misel juga mempengaruhi
pelepasannya. Umumnya obat dapat dilepaskan dari misel karena adanya stimulus
berupa pH, temperatur atau gelombang ultrasonik.
Senyawa bahan alam merupakan bioaktif yang mulai dikembangkan untuk
berbagai tujuan, baik dalam bentuk sediaan farmasi maupun nutrasetika. Namun
aplikasinya membutuhkan formulasi khusus karena senyawa-senyawa bahan alam
umumnya memiliki permasalahan terkait kelarutan, permeabilitas, stabilitas dan
bioavailabilitas yang rendah. Aplikasi Novel Drug Delivery System (NDDS) dapat
dimanfaatkan sebagai sistem penghantaran produk herbal. Bentuk sediaan yang
termasuk ke dalam NDDS yaitu liposom, etosom, fitosom, transfersom,
nanopertikel, nanoemulsi, misel dan masih banyak lagi. Aplikasi tersebut telah
diteliti dan memberikan peningkatan signifikan baik untuk meningkatkan
kelarutan, aktivitas farmakologis atau bioavailabilitas di dalam tubuh.

2.5 Potensi Nanokolagen Limbah Sisik Ikan Sebagai Cosmeceutical


Penggabungan nanoteknologi dalam cosmeceutical bertujuan untuk
memperbaiki aktivitas sediaan kosmetik tersebut, diantaranya produk parfum
memiliki bau harum yang bertahan lama, tabir surya yang mampu melindungi
hingga 24 jam, krim anti penuaan dengan efek kulit muda dan bercahaya, serta
pelembab yang menjaga agar kulit tidak kering dan sehat.
Beberapa inovasi dalam nanoteknologi diantaranya pembuatan
nanoemulsi (karakteristik transparan dan tekstur yang lembut), nanokapsul (pada
produk perawatan kesehatan), nanopigmen (aktivitas perlindungan sinar
ultraviolet yang lebih kuat), formulasi liposom (kandungan bahan obat dalam
vesikel yang untuk melindungi bahan dari oksigen atau cahaya), niosom,
nanopartikel lipid padat, dendrimer (Kaur dan Agrawal, 2007) serta sistem
nanopartikulat dengan nanotubes, nanocrystal, fullerenes, nanotopes, dan
nanospheres (Sharma dan Sharma, 2012). Skema pembuatan nanokolagen
(Gambar 2) telah dilakukan oleh Papi et al. (2011) yang ditujukan untuk
meningkatkan stabilitas sediaan cosmeceutical sehingga menghasilkan efek
maksimal.
Teknologi nano menghasilkan nanopartikel dengan dua karakter yakni
nanopartikel soluble dan atau biodegradable (seperti liposom dan nanoemulsi)
dan nanopartikel insoluble dan atau nonbiodegradable (seperti TiO2, fullerenes,
and quantum dots). Nanopartikel kolagen yang selanjutnya disingkat nanokolagen
dapat berpenetrasi melalui folikel rambut dan pori-pori kulit. Semakin kecil
ukuran partikelnya akan semakin mudah menembus lapisan epidermis kulit secara
transfolikuler.
Ukuran nano ini dapat berperan sebagai tabir surya dengan karakteristik
UV-reflecting dan UV-absorbing. Peredaman sinar UV adalah total penjumlahan
dari penghamburan dan absorpsi serta tergantung pada beberapa faktor, yakni
dispersi partikel inorganik, ukuran partikel, dan indek refraktif. Semakin kecil
ukuran partikel, perlindungannya menuju ke arah sinar UV dengan panjang
gelombang rendah. Berdasarkan uji TEM (Transmission Electron Microscopy),
nanopartikel dapat merefleksikan dan mengabsorbsi sinar UV lebih efisien pada
bentuk agregat yang berukuran 100 nm. Dengan demikian, absorpsi perkutan
dapat tercapai sehingga dapat berperan sebagai barrier yang mencegah kerusakan
kulit akibat sinar UV.

Gambar 2.4.Skema pembuatan nanopartikel kolagen. Keterangan: 1) Disolusi lipid


dalam kloroform; 2) Pembentukan multilayer; 3) Proses hidrasi multilayer; 4)
Pembentukan vesikel multilayer; 5) Pembentukan inti kolagen dengan suhu 37○C; 6)
Nanopartikel kolagen terdapat pada larutan
Nanokolagen sebagai cosmeceutical memiliki kualitas dan aktivitas yang
sama dengan bahan sintetik lainnya. Hal ini dapat mendorong pemanfaatan bahan
alam, khususnya limbah sisik ikan sehingga dapat menerapkan efektivitas bahan,
mengurangi pencemaran lingkungan, dan meningkatkan nilai jual sisik ikan dari
sekedar limbah menjadi bahan yang potensial.

2.6 SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL EMAS


DENGAN VARIASI MATRIKS SETIL STEARIL ALKOHOL SEBAGAI
MATERIAL ANTIAGING DALAM KOSMETIK
Aplikasi nanoteknologi sangat luas sekali termasuk aplikasi dalam bidang
kesehatan dan farmasi yang mencakup penghantaran obat, implant medis, serta
dalam bidang kosmetik. Produk nanopartikel untuk kosmetik dan anti penuaan
memiliki daya absorpsi yang cepat, penetrasi dan distribusi lebih baik, dan
memiliki tampilan sediaan yang lebih baik.
Emas dalam ukuran nano dapat digunakan dalam perawatan kulit, karena
dapat bertindak sebagai antioksidan yaitu membantu menghentikan proses
perusakan sel kulit dengan cara memberikan elektron kepada radikal bebas. Pada
proses sintesis nanopartikel dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu temperatur,
kecepatan pengadukan, zat penstabil (capping agent), pH larutan dan konsentrasi.
Faktor-faktor tersebut menentukan ukuran dari cluster emas (nanogold) yang
dihasilkan.
Dalam sintesis nanopartikel emas ini digunakan zat penstabil setil stearil
alkohol karena mempunyai gugus fungsi alkohol (-OH), dimana atom oksigen
pada setil stearil alkohol akan menempel pada permukaan emas dan akan
membentuk lapisan tipis. Selain itu, setil stearil alkohol mempunyai dua ligan non
polar yang melindungi cluster emas sehingga cluster emas diharapkan akan lebih
terstabilkan dibandingkan menggunakan matriks alkanthiol atau gliserol
monostearat. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti berkeinginan untuk
menguji kemampuan nanopartikel emas sebagai peredam radikal bebas dengan
variasi matriks setil stearil alkohol menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan
mengetahui ukuran material dalam skala nanomater menggunakan instrument
Zetasizer Nano ZS.
Aktivitas peredaman nanopartikel emas dengan matriks setil stearil
alkohol lebih besar dibandingkan aktivitas peredaman nanopartikel emas tanpa
matriks setil stearil alkohol. Berdasarkan hasil pengukuran ukuran cluster emas
menggunakan Zetasizer Nano ZS menunjukkan bahwa ukuran cluster emas
terbaik pada massa massa 20-40 mg, yakni antara 18,59-18,15 nm.

2.7 Potensi Nanopartikel Sebagai PengobatanTuberkulosis Paru


Nanopartikel adalah partikel koloid yang berukuran kurang dari satu
micron dan diketahui memiliki bioavailabilitas tinggi dapat mempertahankan
konsentrasi terapeutik untuk waktu yang lebih lama dan mencapai komponen
intraselular. Nanopartikel dapat berupa nanosfer, yaitu obat yang tertanam dalam
suatu matriks polimer, atau nanokapsul, yaitu obat yang dimasukkan ke dalam inti
hidrofilik atau hidrofobik yang dikelilingi kapsul. Nanopartikel dapat diberikan
secara subkutan, oral, intravena, dan terutama inhalasi.12 Terapi inhalasi
nanopartikel untuk TB paru dapat menggunakan dry powder inhaler (DPI),
nebulizer, atau insuflator.
Hal ini memanfaatkan mekanisme deposisi partikel dengan berbagai
ukuran pada saluran pernapasan yang mencakupimpaksi, sedimentasi, dan difusi
gerak Brown. Untuk sistem nanopartikulat, sedimentasi merupakan mekanisme
deposisi yang paling umum. Nanopartikel akan membentuk agregasi dan menetap
di regio bronkiolar untuk waktu yang lebih lama. Setelah sampai di paru-paru,
nanopartikel bekerja pada makrofag alveolus.Nanopartikel bekerja secara
intraselular sehingga dapat memusnahkan M. tuberculosisdengan lebih
efektif.Berbagai nanocarriertelah dikembangkan, seperti liposom, polimer, solid
lipid nanoparticles (SLNs), dendrimer,dan nanopartikel magnetik. Penelitian
menunjukkan 46 dosis OAT oral dapat dikurangi menjaditiga dosis bila
menggunakan nanopartikel PLG-lektin. Nanopartikel inhalasi telah diujiterhadap
hewan coba dan memiliki efek yang lebih dibandingkan dengan pemberian oral
dikarenakan nanopartikel inhalasi memiliki konsentrasi plasma puncakyang lebih
tinggi, waktu paruh yang lebih lama, dan bioavailabilitas yang lebih tinggi
daripadaoral. Kemudian, aktivitas antibakteria nanopartikel inhalasi sama
denganoral dan tidak ada efek hepatotoksisitas yang terdeteksi setelah
pemberianinhalasi.
Disamping itu, belum adanya penelitian lebih lanjut mengenai
nanopartikel inhalasi untuk mengeradikasi komplikasi dari penyakit tuberculosis
yang menginfeksi organ lain ataupun paru-paru yang sudah mengalami fokus
ghon. Selain kemajuan yang diperoleh dengan menggunakan nanopartikel
inhalasi, peneliti juga sedang mempertimbangkan nanopartikel nebulisasi yang
terdiri dari penyemprotan formulasi cair tetapi memiliki beberapa kerugian untuk
implementasi praktis dalam kasus TB seperti waktu penghantaran obat yang lama,
efisiensi penghantaran yang rendah, stabilitas formulasi lepas lambat dalam
larutan dan akses ke air bersih.
Di sisi lain, nanopartikel sukar kering di paru-paru karena mayoritas dosis
dihembuskan. Oleh karena itu menyimpan dan memberikan nanopartikel untuk
paru-paru dengan bentuk partikulat dan menggabungkan nanopartikel ke struktur
skala mikron. Jenis sistem adalah pertama dengan partikel non degradable seperti
rifampisin disiapkan untukdimuat didalam nanopartikel PLGA dan
diaglomerasikan kemanitol (MAN) mikrosfer oleh empat cairan mulut pipa
semprot kering dalam satu langkah.
Gambaran pengujian in vivo menunjukkan bahwa PLGA nanopartikel sulit
untuk dibersihkan di paru-paru, sehingga mempengaruhi hasil waktu retensi.
Demikian pula, rifampisin yang diformulasikan dalam bubuk kering berpori
nanopartikel-agregasi partikel (PNAP). Sehingga masih perlu penelitian lebih
lanjut akan nanopartikel dengan menggunakan OAT sebagai pengobatan
tuberkulosis seperti pada tabel 1 sudah diteliti beberapa penggunaan nanopartikel
dengan obat anti tuberkulosis. Perkembangan teknologi memungkinkan
penggunaan nanopartikel secara inhalasi.
Nanopartikel inhalasi dan nebulisasi akan membentuk agregasi dan
menetap di regio bronkiolar dan bekerja pada makrofag alveolus.Nanopartikel
bekerja secara intraselular sehingga dapat memusnahkan M. Tuberculosis dengan
lebih efektif. Berbagai nanocarrier telah dikembangkan, seperti liposom, polimer,
solid lipid nanoparticles (SLNs), dendrimer,dan nanopartikel magnetik.
Disamping itu, masih terdapat kendala dalam nanopartikel nebulisasi karena sukar
untuk dibersihkan di paru-paru, sehingga mempengaruhi hasil waktu retensi
karena stabilitas formulasi lepas lambat dalam larutan. Oleh karena itu diperlukan
penelitian lebih lanjut mengenai nanopartikel sebagai pengobatan tuberculosis.
Nanopartikel inhalasi telah diuji terhadap hewan coba dan memiliki efek
yang lebih dibandingkan dengan pemberian oral karena tidak melewati
metabolisme dihati, memiliki bioavabilitas yang tinggi diplasma dan dijaringan,
memiliki efek terapetik walaupun dengan dosis yang rendah sehingga mengurangi
terjadi toksisitas sistemik, sistem pengangkutan dan stabilitas obat yang baik dan
dapat bekerja dihidrofobik dan hidrofilik. Nanopartikel inhalasi dan nebulasi
bekerja dengan cara membentuk agregasi yang menetap di regio bronkiolar dan
bekerja pada makrofag alveolus. Nanopartikel bekerja secara intraselular sehingga
dapat memusnahkan M. Tuberculosis dengan lebih efektif.

2.8 Pengaruh Pemberian Nano Kalsium dari Eksoskeleton Kepiting


Bakau (Scylla sp.) Selama Masa Kebuntingan dan Laktasi terhadap
Kekerasan Gigi Tikus (F1)
Nano kalsium merupakan modifikasi kalsium yang memiliki peran penting
dalam proses pembentukan tulang dan gigi. Pembentukan gigi yang kuat
dipengaruhi oleh asupan kalsium yang cukup baik semasa neonatal dan
pascanatal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian
kalsium secara oral yang telah dilakukan modifikasi fisik dalam bentuk nano
partikel yang diberikan selama masa kebuntingan dan laktasi dalam
mempengaruhi kekerasan gigi pada anak tikus (F1). Pengujian partikel nano
menggunakan uji Scanning Electron Microscope (SEM), sedangkan untuk
mengetahui pengaruh pemberian nano kalsium terhadap gigi dilakukan percobaan
dengan membagi menjadi 3 kelompok perlakuan yaitu tikus kontrol, tikus
perlakuan nano kalsium selama kebuntingan, tikus perlakuan nano kalsium saat
masa laktasi, kemudian uji kekerasan gigi tikus (F1) dengan menggunakan alat uji
kekerasan mikro vickers.
Berdasarkan hasil analisis SEM dengan perbesaran 1.000x menunjukkan
bahwa ukuran partikel serbuk nanokalsium memiliki kisaran nilai ˂1000 nm.Uji
kekerasan pada tiap kelompok percobaan dapat dilihat angka kekerasan yang
dihasilkan dalam satuan Hardness Value (HV). Berdasarkan uji statistik
menunjukan adanya perbedaan yang bermakna (P<0,05) pada masing masing
kelompok perlakuan, hal ini membuktikan bahwa pemberian nano kalsium pada
tiap kelompok perlakuan memiliki hasil yang berbeda-beda. Pada penelitian ini
kelompok kontrol memiliki nilai kekerasan gigi yang paling rendah, sedangkan
tikus perlakuan nano kalsium selama laktasi memiliki nilai kekerasan gigi yang
paling tinggi.
Bahan baku cangkang rajungan dicuci bersih dengan air mengalir untuk
menghilangkan bagian sisa daging rajungan dikeringkan dengan panas matahari
selama 2 hari. Cangkang kering dipotong-potong atau dihancurkan. Dilakukan
demineralisasi cangkang rajungan dengan merendam cangkang yang telah
dipotong-potong dengan larutan HCl 3,0 N dengan perbandingan cangkang
dengan larutan HCl adalah 1: 15 (w/v). Demineralisasi dilakukan dalam
pemanasan 90˂C selama 1 jam. Pisahkan serpihan dengan cairan dengan
menggunakan saringan kasa. Setelah cairan terpisah teteskan dengan berlahan
NaOH 1% hingga timbul endapan berwarna putih, dilakukan netralisasi dan spray
dry, setelah itu lakukan uji SEM.

2.9 Formulasi Krim Anti Jerawat Dari Nanopartikel Kitosan Cangkang


Udang Windu (Penaeusmonodon)
Kitosan sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan antimikroba,
karena mengandung enzim lisozim dan gugus aminopolisakarida yang dapat
menghambat pertumbuhan mikroba. Enzim lisozim merupakan enzim yang
sanggup mencerna dinding sel bakteri sehingga bakteri akan kehilangan
kemampuannya menimbulkan penyakit dalam tubuh (hilangnya dinding sel ini
menyebabkan sel bekteri akan mati). Kemampuan dalam menekan pertumbuhan
bakteri disebabkan bahwa kitosan memiliki polikation bermuatan positif yang
mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Mekanisme yang mungkin terjadi
yaitu molekul kitosan memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan senyawa
pada permukaan sel bakteri kemudian teradsorbsi membentuk semacam layer
(lapisan) yang menghambat saluran transportasi sel sehingga sel mengalami
kekurangan substansi untuk berkembang biak dan mengakibatkan matinya sel
bakteri.
Pada penelitian sebelumnya 2012 telah dilakukan isolasi kitosan dari
cangkang udang windu dan diuji daya hambatnya terhadap bakteri penyebab
jerawat, yaitu Propionibacterium acne. Hasil uji antimikroba menunjukkan bahwa
kitosan dari cangkang udang windu memiliki daya hambat minimum pada
konsentrasi 0,125 %. Pada penelitian selanjutnya 2013 telah dilakukan modifikasi
fisik kitosan berupa kitosan nanopartikel lalu diuji daya hambatnya terhadap
Propionibacterium acne. Hasil uji daya hambat menunjukkan diameter
penghambatan sebesar 15 mm pada konsetrasi 1%. Hal ini merupakan dasar
pengembangan kitosan nanopartikel menjadi bentuk sediaan krim anti jerawat.
Berdasarkan uraian tersebut, permasalahan yang timbul apakah
nanopartikel kitosan dari cangkang udang windu dapat diformulasi menjadi
sediaan krim yang stabil secara fisik. Adapun tujuan penelitian ini adalah
memformulasi sediaan krim anti jerawat dari nanopartikel kitosan cangkang
udang windu dan menguji daya hambatnya terhadap Propionibacterium acne.
Nano partikel dari bahan polimer yang biodegradable dan kompatibel
merupakan salah satu perkembangan baik untuk pembawa obat karena nano
partikel diduga terserap secara utuh di dalam sistem pencernaan setelah masuk ke
dalam tubuh (Dwi wahyono,2010). Tujuan utama dalam melakukan rancangan
nano partikel sebagai sistem pengantar obat adalah untuk mengatur ukuran
partikel, sifat-sifat permukaan, dan pelepasan zat aktif pada tempat yang spesifik
di dalam tubuh sebagi sasaran pengobatan.
Aplikasi nanoteknologi membuat revolusi baru dalam dunia industri dan
diyakini pemenang persaingan global di masa yang akan datang adalah negara-
negara yang dapat menguasai nanoteknologi. Ruang lingkup nanoteknologi
meliputi usaha dan konsep untuk menghasilkan material atau bahan berskala
nanometer, mengeksplorasi dan merekayasa karakteristik material atau bahan
tersebut, serta mendesain ulang material atau bahan tersebut ke dalam bentuk,
ukuran dan fungsi yang diinginkan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa ketiga
formula krim yang dihasilkan stabil secara fisik dan formula krim dengan
emulgator span tween (FII) menunjukkan penghambatan paling besar terhadap
Propionibacterium acnes dengan diameter zona hambat 13,46 mm.

2.10 Nanopartikel Perak sebagai Penatalaksanaan Penyakit Infeksi


Saluran Kemih
Infeksi saluran kemih merupakan penyakit yang perlu mendapatkan
perhatian karena ISK menyebabkan angka kejadian yang besar didalam
masyarakat, cenderung berulang (rekuren) dan dapat menimbulkan komplikasi
yang berat. Infeksi saluran kemih merupakan infeksi tersering kedua setelah
infeksi saluran nafas atas. Kemampuan antibakteri nanopartikel perak dipengaruhi
oleh karakteristik fisik nanomaterial seperti ukuran, bentuk, dan sifat permukaan.
Nanopartikel memiliki banyak kegunaan antara lain sebagai detektor,
katalis, zat pelapis permukaan, dan antibakteri. Nanopartikel perak bersifat
antibakteri akan sangat membantu dalam mengatasi berbagai masalah yang
ditimbulkan oleh bakteri yaitu infeksi saluran kemih. Di antara nanopartikel
logam, nanopartikel perak banyak mendapat perhatian karena sifat fisik dan
kimianya. Perak telah digunakan untuk pengobatan penyakit medis selama lebih
dari 100 tahun karena memiliki sifat alami sebagai anti bakteri dan anti jamur
serta sifatnya yang tidak toksik terhadap kulit manusia.Dengan nanoteknologi,
dimungkinkan untuk pembuatan partikel perak pada skala nano sehingga secara
kimia lebih reaktif dibandingkan partikel perak yang lebih besar.
Nanopartikel perak dapat diaplikasikan sebagai lapisan antibakteri
penyebab luka infeksi. Mikroba penyebab infeksi yang paling sering dijumpai
adalah Staphylococcus aureus, Eschericia coli, dan Bacillus subtilis. Ketiga
bakteri tersebut merupakan bakteri penghasil toksin yang berbahaya bagi manusia
dan kebal terhadap antibiotik. Pengendalian kehidupan bakteri dalam penyebab
infeksi luka dilakukan dengan menambahkan sifat antibakteri nanopartikel perak
pada kain pembalut luka. Ketika kain pembalut luka diujikan terhadap bakteri,
presentase reduksi bakteri tertinggi terdapat pada kain pembalut luka yang telah
direndam dalam koloid nanopartikel perak selama 36 jam. Presentase reduksi
bakteri Eschericia coli, Bacillus subtilis, dan Staphylococcus aureus dalam durasi
perendaman 36 jam secara berturut-turut mencapai 100%, 100%, dan 99,33%.
Pada perendaman 36 jam persebaran nanopartikel perak diduga lebih merata dan
lebih kuat menempel pada serat kain.
Infeksi saluran kemih merupakan suatu reaksi inflamasi sel-sel urotelium
yang melapisi saluran kemih, sebagai bentuk pertahanan yang disebabkan
masuknya bakteri ke dalam saluran kemih dan berkembang biak di dalam media
urin. Infeksi pada saluran kemih dapat menjalar sampai ke organ-organ genitalia
bahkan sampai ke ginjal.10 Infeksi saluran kemih merupakan infeksi nosokomial
dengan penyebab tersering adalah Escherichia coli (E. coli). Escherichia coli
merupakan bakteri patogen utama penyebab infeksi pada pasien rawat jalan
maupun rawat inap, sekitar 85% penyebab infeksi saluran kemih dengan gejala
klinis antara lain polakisuria, disuria, kadang-kadang merasa panas ketika
berkemih, dan nyeri suprapubik. Namun, gejala klinis ini tidak selalu ditemukan
pada penderita ISK (asimptomatis)
Proses pengujian dengan menggunakan cakram kertas yang telah direndam
dalam koloid nanopartikel perak kemudian ditempelkan pada media pertumbuhan
bakteri dan diinkubasi selama 24 jam. Hasil uji kualitatif aktivitas antibakteri
nanopartikel perak terbukti efisien menghambat pertumbuhan bakteri dengan 3 ml
nanopartikel perak yang digunakan dalam campuran dapat mereduksi 98,82%
bakteri Eschericia coli.19 Kemampuan antibakteri nanopartikel perak antara lain
merusak dinding sel bakteri, mengganggu metabolisme sel, dan menghambat
sintesis sel bakteri.
Nanopartikel perak mempunyai aktivitas antibakteri karena luas
permukaan yang besar yang memungkinkan untuk kontak yang sangat baik
dengan mikroorganisme. Nanopartikel perak mendekat pada membran sel bakteri
dan melakukan penetrasi kedalam bakteri. Selanjutnya nanopartikel perak
melakukan difusi dan menyerang rantai pernapasan bakteri, hingga pada akhirnya
sel tersebut menjadi mati.20 Selain itu, mekanisme antibakteri nanopartikel perak
secara molekular yaitu adanya interaksi antara ion perak dengan kelompok tiol
sulfidril pada protein. Ion perak akan menggantikan kation hidrogen (H+) dari
kelompok tiol sulfidril menghasilkan gugus S-Ag yang lebih stabil pada
permukaan sel bakteri.
Hal ini dapat menonaktifkan protein, menurunkan permeabilitas membran,
dan pada akhirnya menyebabkan kematian selular. 21 Nanopartikel perak bersifat
antibakteri akan sangat membantu dalam mengatasi berbagai masalah yang
ditimbulkan oleh bakteri yaitu infeksi saluran kemih. Saat ini, efektivitas dari
nanopartikel perak terhadap kesehatan manusia sedang dikembangkan termasuk
pemberian dosis yang meminimalkan efek samping.

2.11 Kekasaran Permukaan Resin Komposit Nanofiller Setelah


Perendaman Alam Air Sungai Dan Air Pdam

Salah satu jenis komposit yang sering digunakan untuk restorasi gigi
adalah resin komposit nanofiller. Resin komposit nanofiller adalah bahan restorasi
yang memiliki partikel filler berukuran sangat kecil,sehingga dapat memperbaiki
sifat fisik dari komposit seperti menurunkan kekasaran permukaannya.
Masyarakat Barito Kuala khususnya Desa Anjir Pasar selain menggunakan air
PDAM, mereka juga masih menggunakan air sungai untuk kehidupan sehari-hari.
Air Sungai Desa Anjir Pasar memiliki karakteristik asam dengan rentang pH 3-5.
Air dengan Ph asam dapat membuat terjadinya kekasaran permukaan resin
komposit nanofiller yang memungkinkan terjadinya karies sekunder.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan kekasaran permukaan
bahan resin komposit nanofiller setelah dilakukan perendaman dalam air sungai,
air PDAM, dan akuades steril. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental
murni dengan rancangan penelitian post test only with control group design,
dengan sampel resin komposit nanofiller dibuat berbentuk cakram dengan
diameter 10 mm dan ketebalan 2 mm yang terdiri dari 3 kelompok perlakuan.
Masing-masing kelompok direndam dalam akuadessteril (kontrol), air PDAM,
dan air sungai pH asam selama 8 hari (sama dengan 3 tahun pemaparan),
kemudian dihitung kekasaran permukaannya menggunakan alat surfaceroughness
measurement.
Data diuji menggunakan analisis parametrik One Way ANOVA 95% (α =
0,05) dan didapatkan p=0,000 (p<0,05). Dari hasil tersebut menyatakan bahwa
terdapat perbedaan kekasaran permukaan yang bermakna pada resin komposit
nanofiller antara perendaman dalam setiap sampel air selama 8 hari. Resin
komposit nanofiller yang direndam dalam air sungai memiliki nilai rerata
kekasaran permukaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perendaman dalam
akuades steril dan air PDAM.
Beberapa tahun terakhir, penggunaan bahan restorasi logam beralih
menggunakan bahan restorasi non-logam. Resin komposit dan glass ionomer
cement merupakan bahan restorasi non-logam yang banyak digunakan saat ini
karena didasarkan pada sifat biokompatibilitas dan mempunyai nilai estetik yang
baik. Saat ini telah dikembangkan suatu bahan restorasi resin komposit yang
memiliki sifat fisik yang baik terutama dalam hasil pemolesan maupun kekuatan,
yaitu resin komposit nanofiller.
Resin komposit nanofiller merupakan bahan restorasi universal yang
diaktivasi oleh visible-light yang dirancang untuk keperluan restorasi gigi anterior
maupun gigi posterior. Resin komposit jenis ini dikembangkan dengan konsep
teknologi nano yang biasanya digunakan untuk membentuk suatu produk yang
dimensi komponen kritisnya adalah sekitar 0,1 hingga 100 nanometer. Teknologi
nanosecara teori digunakan untuk membuat suatu produk baru yang lebih ringan
dan lebih kuat. Resin komposit yang terpapar oleh larutan asam akan
menyebabkan terjadinya kekasaran pada permukaannya. Hal ini terjadi karena
degradasi pada komponen filler yang disebabkan oleh partikel asam yang akan
berakibat pada penurunan sifat fisis dan kekuatan dari resin komposit nanofiller.
Semua itu akan menjadi penyebab kekasaran permukaan pada resin komposit
nanofiller.
Komponen filler pada resin komposit nanofiller berisi kombinasi yang
unik antara nanopartikel individual dan nanocluster. Nanopartikel adalah partikel
yang terpisah dan tidak berkelompok yang berukuran 20 nanometer. Nanocluster
terdiri dari partikel-partikel dengan ukuran nano yang dengan mudah berikatan
membentuk kelompok partikel. Kelompok partikel ini bertindak sebagai unit
tunggal yang memungkinkan filler loading dan kekuatan yang tinggi pada
komposit ini.
Kombinasi nanopartikel dan nanocluster akan mengurangi jumlah ruang
interstitial antar partikel filler, sehingga dapat meningkatkan sifat fisis dan hasil
poles yang lebih baik bila dibandingkan dengan resin komposit yang lain.Aplikasi
bahan ini mudah karena sifatnya yang tidak lengket, dan memberikan keleluasaan
bagi operator untuk membentuk kontur yang baik.
Hal ini yang menyebabkan resin komposit nanofiller menjadi pilihan dan
sering digunakan dalam praktek dokter gigi. Walaupun memiliki banyak
kelebihan, polimer pada resin komposit mengandung ikatan yang tidak stabil,
sehingga dapat dengan mudah terdegradasi oleh asam atau pH rendah.14Asam
menyebabkan terjadinya degradasi polimer dan komponen filler yang dapat
mempengaruhi kekerasan dan kekasaran permukaan resin komposit.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Material berukuran nanometer memiliki sejumlah sifat kimia dan fisika
yang lebih unggul dari material berukuran besar (bulk). Disamping itu material
berukuran nanometer memiliki sifat yang kaya karena menghasilkan sifat yang
tidak dimiliki oleh material ukuran besar. Sejumlah sifat tersebut dapat diubah-
ubah dengan melalui pengontrolan ukuran material, pengaturan komposisi
kimiawi, modifikasi permukaan dan pengontrolan interaksi antar partikel. Dalam
makalah ini dibahas mengenai perkembangan nanoteknologi dalam bidang
kesehatan dan air bersih. Sehingga dengan berkembangnya nanoteknologi
diseluruh bidang diharapkan dapat membawa dampak yang menguntungkan bagi
makhluk hidup.

3.2. Saran
Dalam beberapa penelitian nanoteknologi dalam bidang air bersih dan
kesehatan yang dibahas di dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan
kelebihan masing-masing pada setiap bidangnya. Pada penelitian tersebut untuk
mendapatkan hasil yang optimal diharapkan dilakukan penelitian yang lebih lanjut
sehingga hasil dari penelitian tersebut dapat diterapkan dan diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA

Andriyani, Baeity N., dkk. 2017. Uji Karakteristik Permukaan, Struktur,


Dan Absorbansi Butiran Sub Mikron Nanomaterial Dengan Variasi Massa
Karbon Tempurung Kelapa Sebagai Alat Filtrasi Sederhana. Vol 6 (3): 203-211.
Basri, Hasriandy Candra M. 2017. Kekasaran Permukaan Resin Komposit
Nanofiller Setelah Perendaman Alam Air Sungai Dan Air Pdam. Vol 2(1): 101-
107.
Hutauruk, Joy Hotmaulina C., dkk. 2016. Potensi Nanopartikel Sebagai
PengobatanTuberkulosis Paru. Vol 5 (5):113-118.
Kirana, Dita R., dkk. 2013. Sintesis Dan Karakterisasi Nanopartikel
Emas Dengan Variasi Matriks Setil Stearil Alkohol Sebagai Material Antiaging
Dalam Kosmetik. Vol 2 (3):182-187.
Komariah, A., dkk. 2015. Pengaruh Pemberian Nano Kalsium dari
Eksoskeleton Kepiting Bakau (Scylls sp.) Selama Masa Kebuntingan dan Laktasi
terhadap kekerasan gigi tikus (F1). Vol 1 (1): 948-953.
Melati, Asih., dkk. Pengolahan Limbah Air Sungai Gajah Wong
Yogyakarta Berbasis Masyarakat Menggunakan Aplikasi Teknologi Nano Carbon
Dari Bathok Kelapa Terintegrasi Lahan Basah Buatan. Vol 1 (2): 47-54.
Pokropivny,V., Lohmus,R., Hussainova, I., Pokropivny, A., Vlassov, S.
2007. Introduction in Nanomaterials and Nanotechnology. Tartu University Press,
Ukraina, 225.
Ramadon, D., dkk. 2016. Pemanfaatan Nanoteknologi dalam Sistem
Penghantaran Obat Baru untuk Produk Bahan Alam. Vol 14 (2): 118-127.
Riski, R., dkk. 2015. Formulasi Krim Anti Jerawat Dari Nanopartikel
Kitosan Cangkang Udang Windu (Penaeusmonodon). Vol 3 (4): 153-161.
Setyowati, H., dkk. 2015. Potensi Nanokolagen Limbah Sisik Ikan Sebagai
Cosmeceutica. Vol 12 (1): 30-40.
Sirajudin, A., dkk. 2016. Nanopartikel Perak sebagai Penatalaksanaan
Penyakit Infeksi Saluran Kemih. Vol 5 (4): 1-5.

Anda mungkin juga menyukai