PENDAHULUAN
Pada zaman modern sekarang ini hampir semua orang dalam hidupnya
pernah mengalami stres. Stres dalam bentuk apa pun adalah bagian dari
kehidupan sehari-hari. Apabila individu tersebut kurang mampu mengadaptasikan
dirinya dengan tuntutan-tuntutan atau masalah-masalah yang muncul, maka
individu tersebut akan cenderung mengalami stres. Secara umum, stres terjadi jika
individu dihadapkan dengan peristiwa yang mereka rasakan sebagai ancaman
kesehatan fisik atau psikologis. Keadaan atau peristiwa yang menyebabkan stres
disebut stresor (Manktelow, 2007) dan reaksi individu terhadap peristiwa yang
menyebabkan stres disebut respon stres.
1
Manajemes Stress merupakan suatu program untuk melakukan
pengontrolan atau pengaturan stres dimana bertujuan untuk mengenal penyebab
stress dan mengetahui teknik-teknik mengelola stres, sehingga orang lebih baik
dalam menangani stres dalam kehidupan (Schafer, 2000: 18).
2
BAB II
PEMBAHASAN
Secara umum stres yang kita hadapi dalam kehidupan ada segi
positif (stres baik) dan segi negatifnya (stres buruk).Seringkali stres
dianggap sesuatu yang buruk dan tak seorangpun mengharap
kedatangannya, namun sebenarnya stress bisa memberi manfaat dan
dapat diajak bersahabat dengan kita. Stres yang baik dapat membuat anda
3
bekerja lebih giat dan melakukan sesuatu dengan baik. Bahkan kita semua
membutuhkan sedikit stress untuk mengefektifkan fungsi tubuh dan
mengoptimalkan potensi diri. Tentu saja jika dibarengi dengan optimisme,
dan kesungguhan upaya mengatasi penyebab stres.
Sedangkan stres buruk yang terlalu banyak dialami seseorang
hingga membawa efek negatif. Berkurangnya kemampuan memimpin diri
dan mengontrol emosi. Seseorang yang mengalami stress buruk akan
mengalami masalah psikologis seperti perasaan tertekan dan ansietas
(kecemasan) yang dapat berdampak pada kondisi kesehatan fisiknya.
Antara lain stres pada penderita jantung maupun darah tinggi yang bisa
berakibat fatal bagi si penderita bahkan membawa risiko kematian.
4
3. Cerdas Mengatur Ambang Keinginan dan Rencana
Tak pernah ada larangan untuk bermimpi dan menginginkan sesuatu.
Cita-cita dan harapan bahkan dapat menjadi daya hidup yang
menganggumkan. Namun perlu diketahui seringkali stress muncul
akibat ketidakmampuan menerima kenyataan yang berbeda dengan
keinginan atau harapan.
Keinginan kuat masa depan seperti menikah, membeli rumah,
merenovasi rumah, memiliki anak, atau berharap pindah dari
pekerjaan yang sudah dilakukan bertahun-tahun, bisa menjadi faktor
penyebab stres jika tak diatur dengan baik. Misalnya : menginginkan
semua dalam satu waktu atau seketika tanpa berpijak pada realita
yang ada. Oleh karena itu, penting bagi anda untuk merencanakan dan
membatasi segala rencana yang dibuat dengan mempertimbangkan
kemampuan dan sumber daya atau peluang yang dimiliki hingga lebih
siap dalam menghadapi kenyataan nantinya. Menentukan prioritas
apa yang terpenting dalam hidup anda, membuat rencana realistis
serta berlatih untuk berlapang dada menerima kenyataan yang akan
datang nantinya meski tak sesuai dengan keinginan anda adalah cara
cerdas berteman dan mengatur stres.
4. Menjadi pribadi Asertif (Don’t say Yes, if you want to say No..!)
Sungkan dan perasaan hati yang tidak enak untuk menolak atau
mengatakan tidak kerap terjadi pada seseorang Belajar menjadi orang
yang asertif, yang mampu mengatakan No dan bukan Yes, ketika ia
memang ingin mengatakan No, memang sulit. Kita seringkali merasa
tidak dapat menolak permintaan dan akhirnya terpaksa menerima dan
kemudian merasa terperangkap dengan permintaan tersebut. Hal
tersebut membuat kita merasa marah dan tidak berdaya, lalu berujung
pada timbulnya stress. Karena itu, belajar untuk menolak permintaan
(jika kita memang tidak sanggup memenuhinya), menjadi sangat
penting jika anda peduli pada kesehatan lahir batin anda.
5. Manajemen Waktu
Waktu yang selalu terasa sempit, juga bisa menyebabkan stress. Oleh
karena itu manajemen waktu menjadi penting. Beberapa hal yang bisa
anda lakukan untuk mengelola waktu dengan baik:
a. Tentukan hasil akhir dan jadikan skala prioritas anda
5
b. Buat daftar pekerjaan dan prioritaskan tugas dan pekerjaan
yang utama terlebih dahulu
c. Buat perencanaan sebelum anda melakukan pekerjaan
tersebut. Satu pekerjaan yang dikerjakan selama satu jam
yang telah direncanakan akan lebih efektif daripada anda
mengerjakan pekerjaan selama 3-4 jam yang tidak anda
rencanakan terlebih dahulu.
d. Kerjakan tugas anda sesuai dengan waktu dimana anda
merasa produktif. Misal, seseorang akan lebih baik melakukan
pekerjaan pada pagi hari dibandingkan sore hari. Batasi pula
gangguan seperti adanya tamu serta bunyi telepon selama
waktu-waktu produktif anda.
e. Belajarlah untuk mendelegasikan beberapa tugas anda
f. Buat jadwal waktu untuk beristirahat dan bersantai.
Ada enam perilaku yang dapat dikategorikan sebagai
”perampas waktu” karena perilaku tersebut menurut
Widyastuti, P (2003) tidak dapat meningkatkan keefektifan
penggunaan waktu, melainkan hanya akan membuang waktu
anda yang berharga yaitu :
Kepribadian tipe A
Memperlihatkan perilaku yang tergesa-gesa dalam
memnuhi batas waktu yang ditetapkan, tidak
mempunyai perencanaan, ketrampilan organisasi
yang buruk, dan berupaya mencapai segala sesuatu
sekaligus, hanya melakukan sedikit di dalam proses.
Workaholic (gila kerja)
Suatu perilaku seseorang yang menghabiskan
waktu secara berlebihan di tempat kerja, tetapi
belum tentu produktif, biasanya sebagai kompensasi
harga diri yang rendah. Pada kebanyakan kasus,
workaholic juga membawa pekerjaan mereka ke
rumah.
Time juggler (penyulap waktu)
Cenderung berlebihan dalam berjanji untuk suatu
pertemuan, berjanji akan datang ke beberapa
6
tempat dalam satu waktu (misal : rapat staf dan rapat
di sekolah anak). Pada akhirnya, orang seperti itu
hanya akan muncul sebentar kedua pertemuan
tersebut atau bahkan tidak datang sama sekali.Pada
kasus yang lain, tidak terlihat adanya kuantitas dan
kualitas waktu.
Procrastinator (orang yang suka menunda-nunda)
Penundaan merupakan suatu taktik pengalih untuk
menghindari tanggung jawab. Ada empat faktor
yang berkaitan dengan penundaan : kemalasan,
apati, takut gagal, dan kebutuhan untuk segera
merasa puas. Walau punya banyak waktu yang
cukup untuk melakukan pekerjaan, orang dengan
sikap ini pada akhirnya akan melakukan pekerjaan
dengan tergesa-gesa. Pada kebanyakan kasus,
pekerjaan kantor lebih diprioritaskan daripada
pekerjaan di rumah sehingga keluarga menjadi
korban.
Perfeksionis
Seorang yang menunjukkan perilaku obsesif,
bahkan kompulsif (pemaksa) dengan berupaya
menyeleasaikan semua tugas dan tanggung jawab
secara sempurna. Dia cenderung terjebak dalam hal
yang kecil, akibat berusaha menyelesaikan
pekerjaan tepat pada waktunya.
Terjebak perilaku gaya hidup
Orang yang terjebak dalam perilaku gaya hidup
adalah orang yang sulit, jika mungkin, waktu akan
mengatakan ”tidak”. Perilaku ini menyebabkan
mereka tidak mempunyai waktu untuk diri mereka
sendiri. Perasaan dimanfaatkan sering menyertai
perilaku ini.
6. Positive Thinking
Yakinkan diri untuk tetap berpikir positif. Selalu mengambil hikmah dari
setiap kejadian merupakan salah satu caranya. Karena apa yang
7
seseorang pikirkan akan berhubungan langsung pada perasaan atau
suasana hatinya dan pada gilirannya juga mempengaruhi kinerja dan
produktifitasnya.
7. Mencari Dukungan Sekitar
Berbicara tentang suatu persoalan, mengekspresikan perasaan pada
saat merasa kecewa. ataupun sekedar membicarakan topik yang
hangat, dapat membantu menenangkan hati. Oleh karenanya, anda
dapat menurunkan tingkat stress anda dengan berbicara pada
seorang pendengar yang baik yang akan membantu anda untuk
berpikir realistis ataupun mengambil sisi positif dari suatu peristiwa.
Mulailah mencari seseorang yang dapat menjadi pendengar yang
baik. Anggota keluarga, teman dekat, atau siapapun yang membuat
anda nyaman untuk berbagi dan bisa dipercaya.
8
Dalam pengalaman praktek gejala-gejala orang yang
mengalami stres, kecemasan, dan depresi itu seringkali berbaur,
tumpang tindih (overlapping), karena sesungguhnya jarang
dijumpai seseorang itu menderita stres murni tanpa disertai
kecemasan dan atau depresi, demikian pula dengan gejala-gejala
fisik (somatik) sebagai penyerta (co-morbidity).Oleh karena itu
dokter (psikiater) sering memberikan resep obat yang merupakan
kombinasi obat anti cemas dan depresi.
Obat anti cemas dan depresi yang ideal hendaknya memenuhi
kriteria antara lain :
1. memiliki efek terapeutik yang tinggi dalam waktu relatif
singkat
2. jangka waktu pemakaian relatif pendek
3. efek samping yang minimal
4. memiliki dosis yang rendah
5. tidak menyebabkan kantuk
6. memperbaiki pola tidur
7. tidak menyebabkan habituasi (kebiasaan), adiksi
(ketagihan), dan dependensi (ketergantungan)
8. memiliki efek perbaikan pada gangguan fisik (somatik)
sebagai gejala ikutan atau gejala ‘terselubung’ (co-
morbidity)
9. tidak menyebabkan lemas
10. jika memungkinkan pemakaiannya dosis tunggal (single
dose).
2.4.2. Terapi Somatik
Dalam pengalaman praktek sehari-hari sering dijumpai
gejala atau keluhan fisik (somatik) sebagai gejala ikutan atau
akibat dari stres, kecemasan, dan depresi yang
berkepanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-keluhan somatik
itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ tubuh
yang bersangkutan.
Contohnya : pada orang yang menderita stres, cemas, dan
atau depresi seringkali disertai dengan keluhan-keluhan pada
sistem pencernaan, kardiovaskuler, pernafasan, urogenital, otot,
9
dan tulang. Sebaliknya orang yang menderita sakit secara fisik
yaitu terdapat kelainan jaringan pada organ tubuh, dapat pula
mempengaruhi ketahanan dan kekebalan mental emosionalnya
berupa keluhan-keluhan kecemasan dan atau depresi sebagai
gejala ikutan. Atau dengan kata lain penyakit fisik (somatik) dapat
mempengaruhi kondisi psikis (kejiwaan) seseorang, begitu pula
sebaliknya.
2.4.3. Psikoterapi
Pada pasien yang mengalami stres, kecemasan dan atau depresi
selain diberikan terapi psikofarmaka (anti cemas danb anti depresi)
dan terapi somatik, juga diberikan terapi kejiwaan (psikologik) yang
dinamakan psikoterapi.Psikoterapi ini banyak macam ragamnya
tergantung dari kebutuhan baik individual maupun keluarga,
misalnya :
1. Psikoterapi suportif
Terapi ini memberikan motivasi, semangat, dan dorongan agar
pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi
keyakinan serta percaya diri (self confindence) bahwa dia
mampu mengatasi stresor psikososial yang sedang
dihadapinya.
2. Psikoterapi re-edukatif
Terapi ini memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai
bahwa ketidakmampuan mengatasi stres, kecemasan, dan
depresinya itu dikarenakan faktor psiko-edukatif masa lalu
dikala yang bersangkutan dalam periode anak dan
remaja. Dari terapi ini diharapkan yang bersangkutan mampu
mengatasi stresor psikososial yang sedang dihadapinya.
3. Psikoterapi re-konstruktif
Terapi dimaksudkan untuk memperbaiki kembali kepribadian
yang telah mengalami goncangan akibat stresor psikososial
yang tidak mampu diatasi oleh pasien yang bersangkutan.
4. Psikoterapi kognitif
Terapi digunakan untuk memulihkan fungsi kognitif pasien,
yaitu kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi,
dan daya ingat. Selain itu yang bersangkutan mampu
10
membedakan nilai – nilai moral etika mana yang baik dan
buruk, mana yang boleh dan tidak, mana yang haram dan
halal.
5. Psikoterapi psiko-dinamik
Terapi ini dimanfaatkan untuk menganalisa proses dan
menguraikan proses dinamika kejiwaan yang dapat
menjelaskan mengapa seseorang itu tidak mampu
menghadapi stresor psikososial sehingga dia jatuh sakit (stres,
cemas, dan atau depresi). Dengan mengetahui dinamika
psikologis itu diharapkan yang bersangkutan mencari jalan
keluarnya.
6. Psikoterapi perilaku
Dengan terapi ini diharapkan agar dapat memulihkan
gangguan perilaku yang maladaptif (ketidakmampuan
beradaptasi) akibat stresor psikososial yang
dideritanya.Dengan terapi ini diharapkan pasien yang
bersangkutan dapat beradaptasi dengan kondisi yang baru
sehingga bisa berfungsi kembali secara wajar dalam
kehidupannya sehari-hari baik di rumah, di sekolah atau
kampus, di tempat kerja, dan lingkungan sosialnya.
7. Psikoterapi keluarga
Seseorang dapat jatuh dalam keadaan stres, kecemasan dan
atau depresi yang disebabkan oleh stresor psikososial faktor
keluarga. Dengan terapi digunakan untuk memperbaiki
hubungan kekeluargaan, agar faktor tidak lagi menjadi faktor
penyebab dan faktor keluarga dapat dijadikan sebagai faktor
pendukung bagi pemulihan pasien yang bersangkutan. Pada
terapi ini tidak hanya ditujukan pada pasien yang bersangkutan
saja, tetapi juga terhadap anggota keluarga lainnya.
2.4.4 Terapi Psikoreligius
Dari berbagai penelitian yang dilakukan ternyata tingkat
keimanan seseorang erat hubungannya dengan kekebalan dan
daya tahan tubuh dalam menghadapi berbagai problem kehidupan
yang merupakan stresor psikososial.Organisasi Kesehatan
seDunia (WHO, 1984) dalam (Hawari. D, 2001) telah menetapkan
11
unsur spiritual (agama) sebagai salah satu dari 4 unsur
kesehatan. Keempat unsur kesehatan tersebut adalah sehat fisik,
sehat psikis, sehat sosial, dan sehat spiritual. Pendekatan baru ini
telah diadopsi oleh psikiater Amerika Serikat (the American
Psychiatric Asssociation/APA, 1992) yang dikenal dengan
pendekatan ”bio-psycho-socio-spiritual”.
Penelitian Ironson (2000) dalam Hawari. D (2001)
melakukan penelitian pada para penderita HIV/AIDS.Kelompok
pertama terdiri dari 71 orang dan dibandingkan dengan kelompok
kedua terdiri dari 121 orang. Pada kelompok kedua mempunyai
jumlah T-sel yang sama (yaitu jumlah sel darah putih yang
berperan bagi kekebalan tubuh).Kelompok pertama dalam riwayat
kehidupannya banyak menjalankan kegiatan keagamaan,
sementara kelompok kedua tidak. Hasilnya usia kelompok
pertama lebih panjang daripada kelompok kedua. Disimpulkan
bahwa agama mempunyai peran yang penting dalam
memperpanjang umur seseorang yang menderita infeksi HIV.
Terapi psikoreligius dibutuhkan karena mengandung unsur
kerohanian yang membangkitkan rasa percaya diri dan optimisme
terhadap penyembuhan suatu penyakit disamping obat-obatan
dan tindakan medis yang diberikan.
2.4.5 Terapi Psikososial
Digunakan untuk memulihkan kembali kemampuan adaptasi agar
yang bersangkutan dapat kembali berfungsi secara wajar dalam
kehidupan sehari-hari baik di rumah, di sekolah atau kampus, di
tempat kerja, maupun di lingkungan pergaulan sosialnya.
2.4.6 Konseling
Semua proses terapi tersebut di atas dilakukan melalui
konseling. Konseling dilakukan oleh orang yang ahli dalam
bidangnya memberikan konsultasi yaitu dokter atau
psikiater.Istilah konselor dilakukan untuk orang yang memberikan
konseling, sedangkan klien dianggap sebagai pihak yang diberi
konseling.
Konseling ditujukan tidak hanya kepada individu tetapi bisa
keluarga, teman dekat, suami/istri. Selama berlangsungnya
12
konseling suasana formal dan profesionalisme dari pihak konselor
harus mematuhi aturan terkait moral etika.
2.4.7 Teknik Simulasi
13
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Stres yang baik dapat membuat anda bekerja lebih giat dan melakukan
sesuatu dengan baik. Bahkan kita semua membutuhkan sedikit stress untuk
mengefektifkan fungsi tubuh dan mengoptimalkan potensi diri. Tentu saja jika
dibarengi dengan optimisme, dan kesungguhan upaya mengatasi penyebab stres.
3.2 SARAN
14
DAFTAR PUSTAKA
15