Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

FISIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI RETINA

Disusun oleh :
Debora P Pernananda Saragih (1261050257)
Jung Yang Jin (1261050274)
Rashellya Rasyinda Rahma (1261050293)
Gupita Widyadhari (1361050014)
Claudea Grace (1361050051)
Try Veronica (1361050057)

Pembimbing :
dr. Reinne Natali Christie, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


PERIODE 22JANUARI2018 – 24 FEBRUARI 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN
INDONESIA
DAFTAR ISI

Daftar Isi .................................................................................................................... 2


BAB I
Pendahhuluan ............................................................................................................. 3
BAB II
2.1. Anatomi Retina ................................................................................................... 4
2.2. Fisiologi Retina ................................................................................................... 8
2.3. Pemeriksaan Retina ............................................................................................. 10
2.4. Patofisiologi ........................................................................................................ 11
2.5. Tatalaksana ......................................................................................................... 12
2.5.1. Penanganan Retina non Bedah......................................................................... 12
2.5.2. Penanganan Retina Bedah................................................................................ 14

Daftar Pustaka ............................................................................................................ 17

2
BAB I
PENDAHULUAN

Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semi transparan
yang melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola mata.1. Retina pertama
kali diperkenalkan oleh Herophilus of Chalcedon (300 tahun SM), nama retina
diberikan oleh Rufos of Ephesus (110 M). Dinamakan demikian oleh karena
penampakannya yang berbentuk jala yang menangkap vitreus.Meskipun pada
awalnya Galen’s menggambarkan adanya kemiripan retina dengan otak, dimana
perhatian lebih menekankan pada vaskularisasi dan hubungannya dengan nervus
optik, namun Kepler (1608) pada akhirnya memperkenalkan retina sebagai jaringan
fotoreseptor primer pada mata. Pada akhir tahun 1600, Antoni van leeuwanhoek
menggambarkan sel globular dan pembuluh darah pada retina bovine.
Retina manusia merupakan suatu struktur yang sangat terorganisasi dengan
kemampuan untuk memulai pengolahan informasi penglihatan sebelum informasi
tersebut di transmisikan melalui nervus optic ke korteks visual.Struktur yang berlapis-
lapis tersebut memungkinkan lokalisasi fungsi atau ganguan gangguan fungsional
pada suatu lapisan atau sekelompok sel. Namun, persepsi warna, kontras, kedalaman,
dan bentuk berlangsung didalam korteks1.Karena retina merupakan bagian lintasan
visual yang permukaannya luas, maka proses patologis retina sangat banyak, baik
yang mengenai retina sentral maupun retina perifer. Adanya vasa-vasa darah baik
arteri maupun vena, menyebabkan retina rentan terhadap patologi vaskuler, terutama
akibat dari hipertensi dan diabetes melitus. Fungsi retina sangat erat
kaitannyaterhadap sistem penglihatan Oleh karena itu penulis akan membahas tentang
anatomi, fisiologi dan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan retina pada referat
ini.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Retina


Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan
yang melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola mata. Retina
membentang ke anterior hampir sejauh korpus ciliare dan berakhir pada ora serrata
dengan tepi yang tidak rata. Pada orang dewasa ora serrata berada sekitar 6,5 mm di
belakang garis Schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm pada sisi nasal. Permukaan
luar retina sensoris bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina sehingga juga
berhubungan dengan membran Bruch, koroid, dan sklera.1
Di sebagian besar tempat, retina dan epitel pigmen retina mudah terpisah
hingga terbentuk suatu ruang subretina, seperti yang terjadi pada ablasi retina. Namun
pada diskus optikus dan ora serrata, retina dan epitel pigmen retina saling melekat
kuat sehingga perluasan cairan subretina pada ablasi retina dapat dibatasi. Hal ini
berlawanan dengan ruang subkoroid yang dapat terbentuk antara koroid dan sklera,
yang meluas ke taji sklera. Dengan demikian, ablasi koroid akan meluas melampaui
ora serrata, di bawah pars plana dan pars plicata. Lapisan-lapisan epitel pada
permukaan dalam corpus ciliare dan permukaan posterior iris merupakan perluasan
retina dan epitel retina ke anterior. Permukaan dalam retina berhadapan dengan
vitreus.1
Retina terdiri atas 2 lapisan utama, yaitu lapisan Retina Pigment Epithelium
(RPE) di bagian luar, dan lapisan neurosensori dibagian dalam.
a. Retinal Pigment Epithelium (RPE)
RPE adalah selapis sel- sel hexagonal yang tersebar dari diskus saraf optik
sampai ke ora serrata dimana lapisan ini berbatasan dengan epitel non pigmen dari
badan siliar. Strukturnya disesuaikan dengan fungsinya, yaitu dalam metabolisme
vitamin A, menyeimbangkan sawar darah retina bagian luar, fagositosis segmen luar
fotoreseptor, pertukaran panas, membentuk lamina basalis, produksi matriks
polisakarida yang mengelilingi segmen luar dan berperan dalam transport aktif
materi- materi yang masuk dan keluar dari RPE.2
Seperti sel epitel dan endotel lainnya, sel- sel RPE juga terpolarisasi.
Permukaan basalnya berlekuk-lekuk dan menyediakan permukaan yang luas sebagai

4
tempat melekatnya lamina basalis yang membentuk lapisan dalam dari membran
Bruch. Apeksnya mempunyai tinjolan vili- vili yang berbatasan dengan segmen luar
lapisan fotoreseptor, ditautkan oleh matriks mukopolisakarida (matriks inferoreseptor)
yang mengandung kondroitin -6- sulfat, asam sialat dan asam hyaluronat. Terpisahnya
lapisan RPE dan lapisan neurosensori retina disebut ablasi retina. 2
b. Neurosensori Retina
 Membrana limitans eksterna
Lapisan ini merupakan membran tipis, kumpulan intermediate junction
zonula adherens antara segmen dalam rod dan cone dengan apex sel- sel Muller ,
serta sel Muller satu dengan lainnya. Pertautan ini merupakan batas ruang subretinal
dam menjadi barrier dari difusi molekul besar kedalan maupun keluar ruangan
subretinal.2
 Lapisan nuklear luar
Merupakan lapisan yang ditempati oleh nukleus dan badan sel rod dan cones.
Di daerah parafovea lapisan ini mengandung 8-10 lapisan nucleus terutama dimiliki
oleh cone. 2
 Lapisan pleksiform luar
Lapisan ini terdiri dari sinaps rod dan cone dengan dendrite sel horizontal dan
sel bipolar. Sinaps dari Rod berbentuk oval dan disebut spherules, sedangkan terminal
cones lebih lebar disebut pedicles. Keduanya berinvaginasi ke dalam terminal
fotoreseptor dan keduanya dipisahkan oleh jembatan presinaps dan sinaptic ribbon.
Lapisan pleksiform luar paling tebal didaerah makula, berisi akson dari rod dan cones
tersusun radial dari fovea, yang merupakan lapisan serat Henle. 2
 Lapisan nuklear dalam
Lapisan nuklear dalam terdiri atas 4 jenis sel, yaitu : sel bipolar, sel horizontal,
sel amakrin. Sel horizontal berada pada bagian distal dari lapisan nuklear dalam,
sementara sel amakrin terletak di bagian paling proksimal. Nukleus sel bipolar
terletak pada bagian intermediate luar dan intermediate dalam dari lapisan ini.2
 Lapisan pleksiform dalam
Sinaps pada lapisan pleksiform dalam jauh lebih kompleks dibanding dengan
lapisan pleksiform luar. Ketebalannya bervariasi antara 18 dan 36 µm dan tidak
terdapat pada daerah foveola. Terminal sel bipolar dan dendrit dari sel amakrin dan

5
sel ganglion saling berhubungan pada level yang berbeda di lapisan pleksiform
dalam.2
 Lapisan sel ganglion
Lapisan ini berisi badan sel dari sel-sel ganglion, jumlah sel ganglion
ditemukan sekitar 0,7- 1,5 juta pada retina orang muda, di lapisan ini juga terdapat sel
amakrin, didaerah perifer retina hanya terdapat 1 baris sel-sel ganglion tetapi didalam
macula terdapat 10 baris sel-sel ganglion, dengan konsentrasi tertinggi didaerah
parafovea. Masing-masing sel ganglion menerima sinaps melalui dendritnya didaerah
pleksiform dalam dan mengirimkan akson ke lapisan serat saraf.2
 Lapisan serabut saraf
Lapisan ini terdiri dari akson sel- sel ganglion, yang berasal dari seluruh
bagian retina kemudian menuju ke diskus optik untuk membentuk nervus optic.
Kumpulan akson ini akan dikelilingi oleh Muller dan astroglial. Lapisan ini paling
tebal di daerah diskus optik, yaitu sekitar 20-30 µm dan paling tipis di perifer. 2
 Membrana limitans interna
Lapisan ini bukan merupakan membran sepenuhnya. Lapisan ini dibentuk oleh
end footplate sel Muller dan perlekatan dengan lamina basalis. Tebalnya sekitar 1-2
µm. Membran ini bersatu dengan fibril kolagen vitreus.2

Gambar 1. Lapisan Retina.1

6
Lapisan dalam membran Bruch sebenarnya merupakan membran basalis epitel
pigmen retina.1
Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,56 mm pada kutub
posterior. Di tengah-tengah retina posterior terdapat makula berdiameter 5,5-6 mm,
yang secara klinis dinyatakan sebagai daerah yang dibatasi oleh cabang-cabang
pembuluh darah retina temporal. Daerah ini ditetapkan oleh ahli anatomi sebagai area
sentralis, yang secara histologis merupakan bagian retina yang ketebalan lapisan sel
ganglionnya lebih dari satu lapis. Makula lutea secara anatomis didefinisikan sebagai
daerah berdiameter 3 mm yang mengandung pigmen luteal kuning – xantofil. Fovea
yang berdiameter 1,5 mm ini merupakan zona avaskular retina pada angiografi
fluoresens. Secara histologis, fovea ditandai sebagai daerah yang mengalami
penipisan lapisan inti luar tanpa disertai lapisan parenkim lain. hal ini terjadi karena
akson-akson sel fotoreseptor berjalan miring (lapisan serabut Henle) dan lapisan-
lapisan retina yang lebih dekat dengan permukaan-dalam retina lepas secara
sentrifugal. Di tengah makula, 4 mm lateral dari diskus optikus, terdapat foveola yang
berdiameter 0,25 mm, yang secara klinis tampak jelas dengan oftalmoskop sebagai
cekungan yang menimbulkan pantulan khusus. Foveola merupakan bagian retina yang
paling tipis (0,25 mm) dan hanya mengandung fotoreseptor kerucut dengan sangat
rapat (199.000/mm2) untyuk memaksimalkan deteksi cahaya. Gambaran histologsi
fovea dan foveola ini memungkinkan diskriminasi visual yang tajam; foveola
memberikan ketajaman visual yang optimal. Ruang ekstraselular retina yang
normalnya kosong cenderung paling besar di makula. Penyakit yang menyebabkan
penumpukan bahan ekstrasel secara khusus dapat mengakibatkan penebalan daerah
ini (edema makula).1,2
Retina menerima darah dari dua sumber: koriokapilaris yang berada tepat di
luar membran bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan
pleksiform luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina;
serta cabang-cabang dari arteria centralis retinae, yang mendarahi dua pertiga dalam
retina. fovea seluruhnya didarahi oleh koriokapilaris dan rentan terhadap kerusakan
yang tak dapat diperbaiki bila retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina
mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang, yang membentuk sawar-darah-
retina.1

7
Gambar 2. Perdarahan mata.1

2.2. Fisiologi Retina


Retina adalah jaringan mata yang paling kompleks. Mata berfungsi sebagai
suatu alat optik, suatu reseptor yang kompleks, dan suatu transuder yang efektif. Sel-
sel batang dan kerucut di lapisan foto reseptor mengubah ransangan cahaya menjadi
suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh jaras-jaras penglihatan ke korteks
penglihatan oksipital.1
Cytoarchitecture dan neurocitcuity reina menyediakan dasar anatomi yang
memulai proses visual dalam kondisi pencahayaan rendah dan tinggi. Dalam Proses
ini, retina dan otak membangun representasi visual yang sangat canggih. Retina
sendiri bersi dua system deteksi cahaya yang funsgional dan structural yang berbeda:
yang pertama, dan paling dikenal adalah gambaran yang membentuk dan
menyediakan informasi rinci tentang lingkungan dengan ruang dan waktu resolusi
tinggi sehingan kita mempunyai kemampuan untuk bisa melihat bentuk, kedalaman,
warna hingga gerakan.2
Fotoreseptor tersusun sedemikian rupa sehingga kerapatan sel kerucut
meningkat di pusat makula (fovea), semakin berkurang ke perifer, dan kerapatan sel
batang lebih tinggi di perifer. Fovea berperan pada resolusi spasial dan penglihatan

8
warna yang baik, keduanya memerlukan pencahayaan ruang yang terang dan paling
baik di foveola. Sementara retina sisanya terutama digunakan untuk penglihatan
gerak, kontras, dan penglihatan malam (skotopik). Fotoreseptor kerucut dan batang
terletak di lapisan terluar retina sensorik yang avaskular dan merupakan tempat
berlangsungnya reaksi kimia yang mengawali proses penglihatan. Setiap sel
fotoreseptor kerucut mengandung rhodopsin, suatu pigmen penglihatan yang
fotosensitif dan terbenam di dalam diskus bermembran ganda pada fotoreseptor
segmen luar. Pigmen ini tersusun atas dua komponen, sebuah protein opsin dan
sebuah kromofor. Opsin dalam rhodopsin adalah scotopsin, yang terbentuk dari tujuh
heliks transmembran. Puncak absorbsi cahaya oleh rodopsin terjadi pada panjang
gelombang sekitar 500 nm, yang merupakan daerah biru hijau pada spektrum cahaya.1
Penglihatan skotopik seluruhnya diperantai oleh fotoroseptor batang. Dengan
bentuk penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat beragam corak abu-abu, tetapi warna-
warananya tidak dapat dibedakan. Sewaktu retina telah beradaptasi penuh terhadap
cahaya, sensitivitas spektrum retina bergeser dari puncak dominasi rhodopsin 500 nm
ke skitar 560 nm, dan muncul sensasi warna. Suatu objek akan berwarna apabila
objek tersenbut secara selektif memantulkan atau meyalurkan sinar dengan panjang
gelombang tertentu sdalam kisaran spektrum cahaya tampak (400-700 nm).
Penglihatan siang hari (fotopik) terutama diperantarai oleh fotoresptor kerucut,
senjakal (mesopik) oleh kombinasi sel kerucut dan batang, dan malam (skotopik) oleh
fotoreseptor batang.1
Fotoreseptor diperlihara oleh epitel pigmen retrina, yang berperan penting
dalam proses penglihatan. Epitel pigmen retina merupakan salah satu jaringan di
tubuh yang paling aktif dalam metabolisme. Epitel pigmen retina tidak berperan
secara langsung dalam penglihatan, namun hilangnya epitel ini dapat menyebabkan
atrofi sekunder pada fotoreseptor disekitarnya dan koriokapilaris. Epitel ini
berlangsung jawab untuk fagositosis segmen luar fotoreseptor, transportasi vitamin,
mengurangi hamburan sinar, serta membentuk sawar selektif antara koroid dan retina.
Membran basalis sel-sel eptel pigmen retina membentuk lapisan dalam membran
Bruch, yang juga tersusun atas matriks ekstraselular khusus dan membran basalis
koriokapilaris sebagai lapisan luarnya.1,2

9
2.3. Pemeriksaan Retina
Pemeriksaan yang biasa dilakukan untuk melihat fungsi retina dapat dilakukan
secara subjektif dan objektif. Pemeriksaan subjektif seperti pemeriksaan lapang
pandang, tajam penglihatan dan penglihatan warna sedangkan pemeriksaan objektif
seperti elektroretinografi (ERG), elektrookulografi (EOG) dan visual evoked respons
(VER).1
a. Pemeriksaan tajam penglihatan
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menilai tajam penglihatan seseorang
akibat gangguan refraksi ataupun kelinan organic dari media penglihatan.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan seperti uji lubang kecil, uji pengkabutan (fogging
test), uji celah stenopik, uji silinder silang, uji duokrom dan uji crowding phenomena.
b. Uji ishihara atau buta warna
Kartu ishihara atau Psedukoisokromatik merupakan kartu dengan titik-titik
berwarna yang kecerahan dan bayangannya membentuk angka atau huruf. Kartu ini
digunakan untuk menguji daya pisah antara warna mata penderita yang diuji dengan
kemungkinan adanya buta warna pada penderita, dengan adanya uji ini dapat
diketahui adanya defek penglihatan warna. Pemeriksaan ini dilakukan pada penyakit
mata seperti buta merah dan hijau (atrofi saraf optic), optic neuropati toksik, buta biru
kuning pada pasien retinopati hipertensif, retinopati diabetes.
c. Uji ultrasonografi
Uji ultrasonografi dilakukan untuk melihat struktur abnormal pada mata
dengan kepadatan kekeruhan, untuk melihat susunan jaringan intraocular.USG adalah
pemeriksaan khusus pada penyakit mata seperti ablasi retina, tumor intraocular
ataupun terjadinya peradangan.
d. Elektroretinografi (ERG)
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai luas kerusakan yang terjadi pada
retina, melalui rekaman gelombang listrik retina yang terjadi pada perubahan sinar
elektroretinografi.
e. Visual evoked response(EVR)
Pemeriksaan yang dilakukan dengan memberi rangsangan ada mata yang nanti
akan menimbulkan rangsangan pada jalur penglihatan hingga ke korteks oksipitalis.
Bila terjadi perbedaan rangsangan yang sampai pada korteks maka terdapat gangguan
rangsangan atau penglihatan pada seseorang.

10
f. Pemeriksaan fundus okuli
Pada pemeriksaan fundus okuli alat yang dapat digunakan adalah oftalmoskop
dan memiliki kegunaan :
 Melihat adanya kekeruhan pada kornea, lenda dan badan kaca.
 Melihat fundus okuli teruata retina dan papil saraf optic.
g. Uji proyeksi sinar
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat keadaan retina perifer secara kasar.
h. Adaptasi gelap
Pemeriksaan yang dilakukan untuk menilai fungsi sel batang retina pada
pasien dengan keluhan buta senja.
i. Amsler grid
Pemeriksaan yang menggunakan kartu untuk mengetahui fungsi penglihatan
dari macula lutea, yang didasarkan pada gangguan kuantitatif sel kerucut macula yang
dapat mengakibatkan metamorfopsia.

2.4. Patofisiologi
Tabel 1. Kelainan pada lapisan retina
Lapisan Kelainan
Inti dalam, pleksiformis luar Edema macula (cystoid macular edema) 8
Degenerative retinoschisis9
Perdarahan Vitreous9
Pembulu darah retina Retinopati diabetikum 10
Retinopati hipertensi
Membran limitan externa Stargardt disease6,7
Epitel pigmen dan lapisan retina sensoris Ablasi Retina 11
Macula lutea Central Serous Retinopathy (CSR)
Makula , sel batang, lapisan-lapisan saraf Retina Pigmentosa
Sel ganglion Glaukoma
Sub retina Retinoblastoma
Makula Degenerasi makula
Makulopati
Drusen
Macular hole 12
Membran limitan interna Vitreoretinal degenration5

11
2.5. Tatalaksana
2.5.1. Penanganan Retina Non Bedah
a. Fotokoagulasi Laser
Prinsip penggunaan sinar laser dalam penangan kelainan retina adalah
diserapnya energy cahaya yang berasal dari sinar laser dengan panjang gelombang
tertentu oleh pigmen-pigmen yang terdapat pada retina yang kemudian diubah
menjadi panas. Penyerapan panas paling banyak terjadi pada lapisan epitel pigmen
retina yang mengandung banyak pigmen melanin. Kenaikan suhu sebesar 10-20OC,
sudah dapat menimbulkan koagulasi protein jaringan retina. Pigmen-pigmen pada
retina yang dapat menyerap energy cahaya yang berasal dari sinar laser adalah
melanin, hemoglobin, serta xantofil yang terdapat pada makula. Masing-masing
pigmen tersebut mempunyai sensitifitas yang berbeda-beda untuk laser dengan
panjang gelombang yang berbeda. Aplikasi sinar laser dapat melalui slit lamp,
endovitreal probe, atau oftamoskop indirek. 4
b. Photodistruption Nd. YAG Laser
Kombinasi panas yang tinggi dan gelembung kejut yang dihasilkan oleh laser
dapat digunakan untuk mengiris struktur halus di dalam mata. Kegunaan alat ini pada
segmen posterior mata adalah untuk mengiris atau memotong membrane intraocular,
tarikan vitreus, dan untuk mengatasi perdarahan premakula. Terapi laser ini tidak
efektif bila terdapat perdarahan viterus atau kekeruhan vitreus. Lensa kontak yang
khusus dan pupil yang berdilatasi maksimal diperlukan untuk tindakan ini. 4
c. Injeksi Intravitreal
Injeksi intravitreal mempunyai keunggulan dibandingkan beberapa cara
aplikasi obat yang lain, yaitu kemampuannya untuk mencapai efek terapeutik yang
diinginkan dengan efek toksik sistemik yang sangat minimal. Disamping manfaatnya
yang telah banyak dilaporkan, injeksi intravitreal juga menimbulkan risiko terjadinya
beberapa efek samping dan komplikasi, di antaranya yang paling berat adalah
terjadinya infeksi atau endoftalmitis. 4
Viterus merupakan suatu jelly hidrofilik yang terjadi dari 99% air dan 1%
kolagen dan asam hialuronat. Walaupun telah banyak penelitian baik pada binatang
maupun pada manusia, tetapi farmakokinetika obat yang disuntikkan secara
intravitreal masih belum banyak diketahui. Obat yang disuntikkan ke dalam rongga
viterus akan bergerak atau berpindah tempat ke plasma melalui segmen depan mata
(melewati kamaera okuli posterior) atau rute anterior, serta ertina dengan ,menembus

12
sawar darah-retina (rute posterior). Vitrektomi yaitu operasi mengganti gel pada
vitreus dengan menyuntikkan gas, udara, atau cairan ke dalamnya. Tindakan ini
dilakukan untuk mengobati pemisahan retina, lubang makula, trauma, atau infeksi
pada mata. 4
Obat-obat yang diberikan secara intravitreal antara lain : kortikosteroid,
antibiotika, dan anti virus, serta obat-obatan anti VEGF. Tricinolone acetonide
merupakan kortikosteroid yang sering digunakan secara intravitreal dan telah
digunakan pada penanganan :
 Edema makula dan eksudat keras yang dapat pada retinopati diabetika
 Edema makula pada oklusi vena retina baik sentral maupun cabang
 Edema makula pada uveitis
 Edema makula kristoid pasca bedah katarak
 Neovaskularisasi koroid pada degenerasi makula terkait umur
 Penyakit Eale
 Sebagai terapi tambahan pada endoftalmitis pasca bedah
Mekanisme kerja triamcinolone acetonide diduga antara lain adalah sebagai
anti-imflamasi, penghambat VEGF, pemacu proses difusi, serta memperbaiki fungsi
sawah darah-retina melalui penurunan permeabilitas kapiler. Injeksi antibiotika
intravitreal merupakan pilihan penangan terhadap endoftalmitis pasca bedah dengan
ketajaman penglihatan yang masih 1/300 atau lebih baik, serta untuk pencegahan
endoftalmitis pada trauma tembus mata, terutama yang disertai dengan retensi benda
asing intraocular. 4
d. Terapi Fotodinamik (photodynamic therapy, PDT)
Terapi fotodinamik merupakan suatu terapi yang relatif selektif untuk
menangani neovaskularisasi koroid atau beberapa kelainan neoplastic. Terapi ini
melibatkan bahan tertentu yang diaktivasi oleh cahaya yang menimbulkan molekul
oksigen yang terikat oleh jaringan sehingga menyebabkan kerusakan oksidatif pada
jaringan target tersebut. Bahan tersebut disebut photosensitizer. Reaksi antara sinar
dengan bahan photosensitizer akan menghasilkan molekul oksigen singlet dan
hydroxyl yang menyebabkan kerusakan oksidatif pada jaringan target. 4

13
2.5.2. Penanganan Retina Bedah
a. Scleral Buckling
Prosedur scleral buckling telah terbukti efektif untuk menangani kasus ablasi
retina rhegmatogen. Indentasi sklera yang diakibatkan oleh buckle yang dipasang
akan mendekatkan retina sensorik dari lapisan epitel pigmen retina dan
mengendorkan tarikan vitreus pada robekan. Apabila robekan retina telah menutup,
maka cairan subretina akan diabsorbsi, tetapi kadang kala diperlukan drainage apabila
retina amat menonjol (cairan subretina cukup banyak). Penutupan robekan retina
dilakukan dengan melekatkan kembali retina sensoris pada epitel pigmen retina
dengan menimbulkan trauma termal baik panas maupun dingin dengan menggunakan
kriopeksi, diatermi, atau fotokoagulasi. 4

Gambar 3. Scleral Buckling.6

Gambar 4. Prosedur Scleral Buckling.6

14
b. Pneumatic Retinopexy
Pneumatic retinopexy adalah prosedur yang digunakan untuk ablasi retina
yang disebabkan robekan kecil dan terletak dibagian 2/3 superior fundus. Gelembung
gas disuntikkan ke dalam vitreus untuk menekan robekan retina sehingga retina
melekat kembali. Robekan reinta diterapi dengan sejumlah krioterapi yang
berdampingan atau laser fotokoagulasi setelah retina menempel kembali. 4
Injeksi gas dilakukan melalui pars plana (4mm dari limbus) setelah
sebelumnya diberikan dengan anestesi lokal dan larutan povidon iodine. Gas yang
digunakan adalah gas perfluorocarbon atau sulfurhexafluoride. Setelah operasi, posisi
kepala pasien sedemikian rupa sehingga robekan terletak di bagian paling atas
minimal 16 jam dalam sehari selama 5 hari. Gas yang disuntikkan akan mendorong
cairan subretina keluar dari robekan, dan menutup robekan sehingga cairan yang
tersisa dapat terserap kembali. 4

Gambar 5. Pneumatic Retinopexy.6

c. Vitrektomi
Operasi vitrektomi dilakukan untuk membuang vitreus yang keruh,
menghilangkan traksi pada retina, mengupas jaringan ikat dari permukaan retina, dan
pengambilan benda asing intraokuler. Vitrektomi dilakukan dengan menggunakan alat
pemotong vitreus, lampu fibre optic dan cairan infus yang dimasukkan melalui
sklerotomi. Penggunaan tamponade pasca operasi (gas SF6, C3F8, dan minyak
silikon), penggunaan endolaser dan indirek laser, cairan perfluorocarbon, skleral

15
buckle dan alat untuk membantu visualisasi lapangan operasi dapat membantu
keberhasilan operasi ini. 4
d. Pneumatic Displacement
Pneumatic displacement adalah tindakan penyuntikan gas murni intravitreal
melalui pars plana dan dilanjutkan dengan posisi face down. Tindakan ini dilakukan
untuk memindahkan perdarahan di bawah makula yang disebabkan oleh makulopati
serosanguinous untuk menghindarkan penurunan visus permanen akibat kerusakan
makula. Keberhasilan teknik ini tergantung pada ukuran perdarahan submakula (lebih
dari 2 diameter diskus optikus) dan lamanya perdarahan (kurang dari 18 hari).
Perdarahan yang tebal dan luas mempermudah terjadinya migrasi darah ke dalam
vitreus. Bila terjadi perdarahan vitreus yang cukup tebal dapat dilakukan operasi
vitrektomi. 4

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Riordan-Eva P. Voughan & Asbury Oftalmologi Umum. In Riordan-Eva P,


Whitcher PJ. Voughan & Asbury Oftalmologi Umum. 17th ed. Jakarta: EGC;
2015. 1-27.
2. Hildebrand GD, Fielder RA. Anatomy and Physiology of the Retina. Pediatric
Retina. 2011; 8(462): 39-65.
3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata 5th ed. Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia : 2010 : 35-38.
4. Agni AN, Widayanti TW, Hernowo AT, Prayogo ME. Retina & Vitreus. In
Suhardjo, Hartono, editors. Ilmu Kesehatan Mata. 2nd ed. Yogyakarta: Bagian
Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada; 2012.
106-10.
5. Simon. P, The role of the basement membrane as a modulator of interstinal
epithelial mesenchymal interactions, Pr. MBTS, 2010, 96;175-206
6. Jerry. S, Vitreous and Vitreoretinal Interference, Elsevier, 2013, 1, 482-516
7. Caitlin.E, Neuroinflammation in glaucoma and optic nerve damage, Pr.
MBTS, 2015, 134, 343-63
8. Lazaros. K, Cystoid macular edema and vitreomacular traction, Elsevier,
2013, 3, 1979-90
9. Abdallah. Management of degenerative retinoschisis associated retinal
detachment, Ophthalmology retina, 2017, 4,1, 266-71
10. Netwich M M, Ulbig M W. Diabetic retinopathy - ocular complications of
diabetes mellitus. WJD. 2015: 6 (3): 489-99
11. Jalali S. Retinal Detachment. Community Eye Health. 2003; 16(46): p. 25-6.
12. Holz. F. G, Disappearance of soft drusen following macular hole surgery,
Retina, 2001, 21, 2, 184-186

17

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab I - 3
    Bab I - 3
    Dokumen6 halaman
    Bab I - 3
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat
  • Bab I - 3
    Bab I - 3
    Dokumen6 halaman
    Bab I - 3
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat
  • BPH FIX Mantap
    BPH FIX Mantap
    Dokumen21 halaman
    BPH FIX Mantap
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat
  • Tingkat Pengetahuan Pegawai Puskesmas Balaraja tentang HIV/AIDS
    Tingkat Pengetahuan Pegawai Puskesmas Balaraja tentang HIV/AIDS
    Dokumen30 halaman
    Tingkat Pengetahuan Pegawai Puskesmas Balaraja tentang HIV/AIDS
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat
  • Tingkat Penghunian Kamar Hotel 2018 PDF
    Tingkat Penghunian Kamar Hotel 2018 PDF
    Dokumen101 halaman
    Tingkat Penghunian Kamar Hotel 2018 PDF
    ashov
    Belum ada peringkat
  • BSK Fixxxxx
    BSK Fixxxxx
    Dokumen61 halaman
    BSK Fixxxxx
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat
  • ANALISI VC
    ANALISI VC
    Dokumen15 halaman
    ANALISI VC
    Kirana Rachmas
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen7 halaman
    Bab 1
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen12 halaman
    Bab 1
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat
  • ANALISI VC
    ANALISI VC
    Dokumen15 halaman
    ANALISI VC
    Kirana Rachmas
    Belum ada peringkat
  • Tingkat Pengetahuan Pegawai Puskesmas Balaraja tentang HIV/AIDS
    Tingkat Pengetahuan Pegawai Puskesmas Balaraja tentang HIV/AIDS
    Dokumen30 halaman
    Tingkat Pengetahuan Pegawai Puskesmas Balaraja tentang HIV/AIDS
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat
  • ASMA FIX Mantap
    ASMA FIX Mantap
    Dokumen38 halaman
    ASMA FIX Mantap
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat
  • BSK Fixxxxx
    BSK Fixxxxx
    Dokumen61 halaman
    BSK Fixxxxx
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat
  • UROLITHIASIS
    UROLITHIASIS
    Dokumen29 halaman
    UROLITHIASIS
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat
  • Daftar Hadir
    Daftar Hadir
    Dokumen2 halaman
    Daftar Hadir
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat
  • Absen 3 Man 2
    Absen 3 Man 2
    Dokumen2 halaman
    Absen 3 Man 2
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat
  • Absen 2 Man 2
    Absen 2 Man 2
    Dokumen2 halaman
    Absen 2 Man 2
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat
  • UROLITHIASIS
    UROLITHIASIS
    Dokumen29 halaman
    UROLITHIASIS
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat
  • Absen 1 Man 2
    Absen 1 Man 2
    Dokumen2 halaman
    Absen 1 Man 2
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat
  • Absen 1 Man 2
    Absen 1 Man 2
    Dokumen2 halaman
    Absen 1 Man 2
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat
  • PP Presentasi DBD
    PP Presentasi DBD
    Dokumen9 halaman
    PP Presentasi DBD
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat
  • PENYULUHAN - DBD Fix
    PENYULUHAN - DBD Fix
    Dokumen10 halaman
    PENYULUHAN - DBD Fix
    Frenytha Anggreini
    100% (7)
  • DBD
    DBD
    Dokumen15 halaman
    DBD
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat
  • Absen Penyuluhan
    Absen Penyuluhan
    Dokumen1 halaman
    Absen Penyuluhan
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat
  • PP Presentasi DBD
    PP Presentasi DBD
    Dokumen9 halaman
    PP Presentasi DBD
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat
  • Meningitis Tugas1
    Meningitis Tugas1
    Dokumen4 halaman
    Meningitis Tugas1
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat
  • K Espro
    K Espro
    Dokumen28 halaman
    K Espro
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat
  • DBD
    DBD
    Dokumen15 halaman
    DBD
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat
  • Meningitis
    Meningitis
    Dokumen6 halaman
    Meningitis
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat
  • Meningitis
    Meningitis
    Dokumen6 halaman
    Meningitis
    Rashellya Rasyida
    Belum ada peringkat