Anda di halaman 1dari 17

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelestarian lingkungan hidup mempunyai arti bahwa lingkungan hidup harus


dipertahankan sebagaimana keadaannya. Sedangkan lingkungan hidup itu justru
dimanfaatkan dalam kerangka pembangunan. Hal ini berarti bahwa lingkungan
hidup mengalami proses perubahan. Dalam proses perubahan ini perlu dijaga agar
lingkungan hidup itu tetap mampu menunjang kehidupan yang normal. Jika kondisi
alam dan lingkungan sekarang dibandingkan dengan kondisi beberapa puluh tahun
yang lalu, maka segera terasa perbedaan yang sangat jauh. Pembangunan telah
membawa kemajuan yang besar bagi kesejahteraan rakyat, di balik itu telah terjadi
pula perubahan lingkungan. Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia
saat ini sedang melaksanakan pembangunan di segala bidang. Pembangunan di sini
merupakan upaya bangsa Indonesia untuk meningkatkan taraf hidupnya dengan
memanfaatkan segala sumber daya yang dimilikinya di mana peningkatan manfaat
itu dapat dicapai dengan menggunakan lebih banyak sumberdaya. Hakikat
pembangunan Indonesia adalah pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan
seluruh masyarakat Indonesia. Hal ini berarti bahwa pembangunan mencakup: (1)
kemajuan lahiriah seperti sandang, pangan, perumahan dan lain-lain.; (2) kemajuan
batiniah seperti pendidikan, rasa aman, rasa keadilan, rasa sehat dan lain-lain; serta
(3) kemajuan yang meliputi seluruh rakyat sebagaimana tercermin dalam perbaikan
hidup berkeadilan social (Soemartono, 1996).
Pembangunan yang membawa perubahan pesat ini, tentu saja menimbulkan
perubahan pada lingkungan. Perubahan pada lingkungan telah melahirkan dampak
negatif. Sebagai contoh, pembangunan di sektor perumahan. Dengan menjamurnya
perumahan-perumahan yang berdiri di atas lahan-lahan pertanian yang masih
produktif membuahkan sempitnya areal-areal pertanian, sehingga petani tergerak
untuk membuka atau menggarap lahan marginal seperti tanah di tepi sungai, di bukit
dan di gunung, serta pembukaan lahan baru di kawasan hutan lindung yang dapat

Effendi/doc/2017
2

berakibat terjadinya erosi tanah sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan


(Arindra, 2017).
Pembangunan fisik yang tidak didukung oleh usaha kelestarian lingkungan
akan mempercepat proses kerusakan alam. Kerusakan alam tersebut, sebagian besar
diakibatkan oleh kegiatan dan perilaku manusia itu sendiri yang tidak berwawasan
lingkungan. Untuk itu perlu diupayakan suatu bentuk pembangunan berkelanjutan
dan berwawasan lingkungan (Sunu, 2001).
Pembangunan berwawasan lingkungan merupakan upaya sadar dan
berencana menggunakan dan mengelola sumber daya secara bijaksana dalam
pembangunan yang berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup. Sedangkan
pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) didefinisikan sebagai
pembangunan yang memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengurangi kemampuan
generasi-generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri (Sudjana,
Riyanto. 1999).
Lahirnya konsep pembangunan yang berwawasan lingkungan didorong oleh
lahirnya kesadaran terhadap masalah-masalah lingkungan dan lahirnya hukum
lingkungan sebagai konsep yang mandiri, terdorong oleh kehendak untuk menjaga,
membina dan meningkatkan kemampuan lingkungan dan sumber daya alam agar
dapat mendukung terlanjutkannya pembangunan. Pembangunan berwawasan
lingkungan sudah sepatutnya dipikirkan lebih lanjut oleh bangsa ini. Salah satu kunci
pembangunan berwawasan lingkungan adalah yang sering kita dengar meski belum
jauh kita pahami, yaitu AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). AMDAL
mengajak manusia untuk memperhitungkan resiko dari aktifitasnya terhadap
lingkungan. Penyusunan AMDAL didasarkan pada pemahaman bagaimana alam ini
tersusun, berhubungan dan berfungsi. Hal yang perlu diperhatikan juga adalah interaksi
antara kekuatan- kekuatan sosial, teknologi dan ekonomis dengan lingkungan dan
sumber daya alam. Pemahaman ini memungkinkan adanya prediksi tentang
konsekuensi tentang pembangunan.
Dilaksanakannya AMDAL, maka pengambilan keputusan terhadap rencana
suatu kegiatan telah didasarkan kepada pertimbangan aspek ekologis. Dari uraian di
atas, maka permasalahan yang kita hadapi adalah bagaimana malaksanakan

Effendi/doc/2017
3

pembangunan yang tidak merusak lingkungan dan sumber-sumber daya alam,


sehingga pembangunan dapat meningkatkan kemampuan lingkungan dalam
mendukung terlanjutkannya pembangunan. Dukungan kemampuan lingkungan yang
terjaga dan terbina keserasian dan keseimbangannya, pelaksanaan pembangunan,
dan hasil-hasil pembangunan dapat dilaksanakan dan dinikmati secara
berkesinambungan dari generasi ke generasi.

B. Tujuan

Diharapkan mahasiswa lebih memahami tentang pengetian, kegunaan dan


bagian – bagian AMDAL serta mengetahui bagaimana proses dari AMDAL tersebut
dan dampak yang diakibatkan oleh buruknya pengaturan lingkungan bagi manusia.

C. Sistematika Penyusunan

Penulisan makalah ini terdiri dari lima bab, yaitu; BAB I Pendahuluan, BAB II
Permaasalahan, BAB III Pembahasan, BAB IV Penutup.

Effendi/doc/2017
4

BAB II
PERMASALAHAN

A. Konsep AMDAL

1. Pengertian

Konsep AMDAL pertama kali tercetus di Amerika Serikat pada tahun


1969 dengan istilah Environmental Impact Assesment (EIA), akibat dari
bermunculannya gerakan-gerakan dari aktivis lingkungan yang anti
pembangunan dan anti teknologi tinggi (Arindra, 2017).
AMDAL adalah hasil studi mengenai dampak suatu kegiatan yang
sedang direncanakan terhadap lingkungan hidup, yang diperlukan bagi
proses pengambilan keputusan. AMDAL mempunyai maksud sebagai alat
untuk merencanakan tindakan preventif terhadap kerusakan lingkungan yang
mungkin akan ditimbulkan oleh suatu aktivitas pembangunan yang sedang
direncanakan.
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah
keseluruhan proses yang meliputi penyusunan berturut-turut sebagaimana
diatur dalam PP nomor 27 tahun 1999 yang terdiri dari:
a. Kerangka Acuan (KA) adalah ruang lingkup kajian analisis mengenai
dampak lingkungan hidup yang merupakan hasil pelingkupan.
b. Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL) adalah telaahan secara
cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana
usaha atau kegiatan.
c. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) adalah upaya
penanganan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang
ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan atau kegiatan.
d. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) adalah upaya
pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan
penting akibat dari rencana usaha atau kegiatan.

Effendi/doc/2017
5

Di Indonesia, AMDAL tertera dalam Undang-Undang Nomor 23


Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan pelaksanaannya
diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2012. Dengan demikian
AMDAL merupakan sarana teknis yang dipergunakan untuk memperkirakan
dampak negatif dan positif yang akan ditimbulkan oleh suatu kegiatan yang
direncanakan terhadap lingkungan hidup.

2. Tujuan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Lingkungan hidup seharusnya dikelola dengan baik agar dapat


memberikan kehidupan dan kesejahteraan bagi manusia. Adapun tujuan
pengelolaan lingkungan hidup adalah sebagai berikut: (Suni, 2001)
a) Tercapainya keselarasan hubungan antara manusia dan lingkungan
hidup sebagai tujuan membangun manusia seutuhnya.
b) Terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana.
c) Terwujudnya manusia sebagai pembina lingkungan hidup.
d) Terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan untuk generasi
sekarang dan mendatang.
e) Terlindunginya Negara terhadap dampak kegiatan luar wilayah
negara yang menyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan.

Unsur penting bagi tercapainya pembangunan yang berwawasan


lingkungan adalah terwujudnya manusia sebagai pembina lingkungan hidup
di mana pun berada. Manusia dengan lingkungannya senantiasa terjadi
interaksi yang aktif dan kontinu. Dia mempengaruhi sekaligus dipengaruhi
oleh lingkungan hidupnya, sehingga bisa dikatakan membentuk dan
terbentuk oleh lingkungan hidupnya. Ketergantungan manusia terhadap alam
tidak hanya dikaitkan dengan kebutuhan pangan dan mineral saja, tapi saling
tergantung dan berinteraksi dalam bidang materi dan non-materi. Namun
demikian, manusia dimanapun juga selalu memperoleh predikat yang

Effendi/doc/2017
6

demikian pahit yaitu selalu dianggap sebagai agen perusak (Agent of


Destruction) (Sudjana, Riyanto. 1999).

Setiap orang mempunyai hak atas lingkungan hidup yang baik dan
sehat. Sebaliknya setiap orang juga mempunyai kewajiban untuk memelihara
lingkungan hidup, termasuk mencegah dan menanggulangi perusakan
lingkungan hidup. Hak dan kewajiban ini dapat terlaksana dengan baik kalau
subjek pendukung hak dan kewajiban berperan serta dalam rangka
pengelolaan lingkungan hidup. Hal tersebut berarti pula bahwa hak dan
kewajiban itu dapat terlaksana dengan baik kalau subjek pendukung hak dan
kewajiban itu mempunyai hak akses terhadap data dan informasi mengenai
keadaan dan kondisi lingkungan hidup (Suparni, 1994).

3. Kegunaan

Kegunaan AMDAL adalah sebagai berikut :

a. Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah


b. Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan
lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan
c. Memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana
usaha dan/atau kegiatan
d. Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan
pemantauan lingkungan hidup
e. Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan
dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan
f. memberikan alternatif solusi minimalisasi dampak negative
g. digunakan untuk mengambil keputusan tentang
penyelenggaraan/pemberi ijin usaha dan/atau kegiatan

Effendi/doc/2017
7

4. Fungsi

Fungsi AMDAL adalah sebagai berikut;

a. Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan


lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan
b. Memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana
dan/atau kegiatan
c. Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan
pemantauan lingkungan hidup
d. Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan
dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan
e. Awal dari rekomendasi tentang izin usaha
f. Sebagai Scientific Document dan Legal Document
g. Izin Kelayakan Lingkungan

5. Prosedur

a. Proses penapisan (screening) wajib AMDAL

Proses penapisan atau kerap juga disebut proses seleksi kegiatan


wajib AMDAL, yaitu menentukan apakah suatu rencana kegiatan
wajib menyusun AMDAL atau tidak

b. Proses pengumuman dan konsultasi masyarakat

pemrakarsa wajib mengumumkan rencana kegiatannya selama waktu


yang ditentukan dalam peraturan tersebut, menanggapi masukan yang
diberikan, dan kemudian melakukan konsultasi kepada masyarakat
terlebih dulu sebelum menyusun KA-ANDAL.

Effendi/doc/2017
8

c. Penyusunan dan penilaian KA-ANDAL (scoping)

Penyusunan KA-ANDAL adalah proses untuk menentukan lingkup


permasalahan yang akan dikaji dalam studi ANDAL (proses
pelingkupan).
Proses penilaian KA-ANDAL. Setelah selesai disusun, pemrakarsa
mengajukan dokumen KA-ANDAL kepada Komisi Penilai AMDAL
untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal untuk
penilaian KA-ANDAL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan
oleh penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali
dokumennya.

d. Penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL

Proses penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL. Penyusunan ANDAL,


RKL, dan RPL dilakukan dengan mengacu pada KA-ANDAL yang
telah disepakati (hasil penilaian Komisi AMDAL).
Proses penilaian ANDAL, RKL, dan RPL. Setelah selesai disusun,
pemrakarsa mengajukan dokumen ANDAL,RKL dan RPL kepada
Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama
waktu maksimal untuk penilaian ANDAL, RKL dan RPL adalah 75
hari di luar waktu yang dibutuhkan oleh penyusun untuk
memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.

6. Pihak-pihak Penyusun AMDAL

Dokumen AMDAL harus disusun oleh pemrakarsa suatu rencana


usaha dan/atau kegiatan. Dalam penyusunan studi AMDAL, pemrakarsa
dapat meminta jasa konsultan untuk menyusunkan dokumen AMDAL.
Penyusun dokumen AMDAL harus telah memiliki sertifikat Penyusun
AMDAL dan ahli di bidangnya. Ketentuan standar minimal cakupan materi
penyusunan AMDAL diatur dalam Keputusan Kepala

Effendi/doc/2017
9

Pihak – Pihak yang terlibat dalam proses AMDAL adalah Komisi


Penilai AMDAL, pemrakarsa, dan masyarakat yang berkepentingan. Komisi
Penilai AMDAL adalah komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL. Di
tingkat pusat berkedudukan di Kementerian Lingkungan Hidup, di tingkat
Propinsi berkedudukan di Bapedalda/lnstansi pengelola lingkungan hidup
Propinsi, dan di tingkat Kabupaten/Kota berkedudukan di Bapedalda/lnstansi
pengelola lingkungan hidup Kabupaten/Kota.
Unsur pemerintah lainnya yang berkepentingan dan warga
masyarakat yang terkena dampak diusahakan terwakili di dalam Komisi
Penilai ini. Tata kerja dan komposisi keanggotaan Komisi Penilai AMDAL
ini diatur dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, sementara
anggota-anggota Komisi Penilai AMDAL di propinsi dan kabupaten/kota
ditetapkan oleh Gubernur dan Bupati/Walikota.
Pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggungjawab
atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan.
Masyarakat yang berkepentingan adalah masyarakat yang terpengaruh atas
segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL berdasarkan alasan-alasan
antara lain sebagai berikut: kedekatan jarak tinggal dengan rencana usaha
dan/atau kegiatan, faktor pengaruh ekonomi, faktor pengaruh sosial budaya,
perhatian pada lingkungan hidup, dan/atau faktor pengaruh nilai-nilai atau
norma yang dipercaya. Masyarakat berkepentingan dalam proses AMDAL
dapat dibedakan menjadi masyarakat terkena dampak, dan masyarakat
pemerhati.

7. Prinsip-Prinsip dalam Penerapan AMDAL

Peraturan penerapan AMDAL tercermin beberapa prinsip yang


dianut, yaitu sebagai berikut:
1) Suatu rencana kegiatan yang diperkirakan menimbulkan dampak penting
terhadap lingkungan hidup dapat dilaksanakan setelah dipertimbangkan
dampaknya terhadap lingkungan hidup.

Effendi/doc/2017
10

Dalam prinsip ini terkandung pengertian bahwa dampak lingkungan yang


harus dipertimbangkan mencakup semua aspek lingkungan, baik biofisik,
sosial ekonomi maupun sosial budaya yang relevan dengan rencana
kegiatan yang akan dilaksanakan.
2) AMDAL merupakan instrumen pengambilan keputusan dan merupakan
bagian dari proses perencanaan.
Sebagai instrumen pengambilan keputusan, AMDAL dapat memperluas
wawasan pengambilan keputusan sehingga dapat diambil keputusan yang
paling optimal dari berbagai alternatif yang tersedia. Keputusan itu
diambil berdasarkan pertimbangan kelayakan dari segi teknologi,
ekonomi dan lingkungan.

3) Kriteria dan prosedur untuk menentukan apakah suatu rencana kegiatan

menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup harus secara

jelas dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan.

4) Prosedur AMDAL harus mencakup tata cara penilaian yang tidak

memihak.

5) AMDAL bersifat terbuka, kecuali yang menyangkut rahasia negara.

6) Keputusan tentang AMDAL harus dilakukan secara tertulis dengan

mengemukakan pertimbangan pengambilan keputusan.

7) Pelaksanaan rencana kegiatan yang AMDAL-nya telah disetujui harus

dipantau.

8) Penerapan AMDAL dilaksanakan dalam rangka kebijaksanaan nasional

pengelolaan lingkungan hidup yang dirumuskan secara jelas.

9) Untuk menerapkan AMDAL diperlukan aparat yang memadai.

Effendi/doc/2017
11

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan diperuntukkan bagi


perencanaan program dan proyek. Karena itu AMDAL itu sering pula disebut
preaudit. Baik menurut undang-undang maupun berdasarkan pertimbangan
teknis. AMDAL bukanlah alat untuk mengaji lingkungan setelah program
atau proyek selesai dan operasional. Sebab setelah program atau proyek
selesai lingkungan telah berubah, sehingga garis dasar seluruhnya atau
sebagian telah terhapus dan tidak ada lagi acuan untuk mengukur dampak.

8. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan


Lingkungan Hidup (UPL)

UKL dan UPL adalah upaya yang dilakukan dalam pengelolaan dan
pemantauan lingkungan hidup oleh penanggung jawab dan atau kegiatan
yang tidak wajib melakukan AMDAL (Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 86 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan
Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan
Hidup).
Kegiatan yang tidak wajib menyusun AMDAL tetap harus
melaksanakan upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan
lingkungan. Kewajiban UKL-UPL diberlakukan bagi kegiatan yang tidak
diwajibkan menyusun AMDAL dan dampak kegiatan mudah dikelola dengan
teknologi yang tersedia.
UKL-UPL merupakan perangkat pengelolaan lingkungan hidup
untuk pengambilan keputusan dan dasar untuk menerbitkan ijin melakukan
usaha dan atau kegiatan.

9. Dampak dari lingkungan yang buruk

Salah satu dampak yang paling dirasakan oleh manusia apabila dalam
pelaksanaan AMDAL yang tidak memadai ( buruk ) adalah banjir. Banjir
adalah dimana suatu daerah dalam keadaan tergenang oleh air dalam jumlah

Effendi/doc/2017
12

yang begitu besar. Sedangkan banjir bandang adalah banjir yang datang
secara tiba-tiba yang disebabkan oleh karena tersumbatnya sungai maupun
karena pengundulan hutan disepanjang sungai sehingga merusak rumah-
rumah penduduk maupun menimbulkan korban jiwa.
Bencana banjir hampir setiap musim penghujan melanda Indonesia.
Berdasarkan nilai kerugian dan frekuensi kejadian bencana banjir terlihat
adanya peningkatan yang cukup berarti. Kejadian bencana banjir tersebut
sangat dipengaruhi oleh faktor alam berupa curah hujan yang diatas normal
dan adanya pasang naik air laut. Disamping itu faktor ulah manusia juga
berperan penting seperti penggunaan lahan yang tidak tepat (pemukiman di
daerah bantaran sungai, di daerah resapan, penggundulan hutan, dan
sebagainya), pembuangan sampah ke dalam sungai, pembangunan
pemukiman di daerah dataran banjir dan sebagainya.

B. Kaitan AMDAL dengan Dokumen atau Kajian Lingkungan Lainnya


1. Kaitan AMDAL dengan UKL/UPL
Rencana kegiatan yang sudah ditetapkan wajib menyusun AMDAL
tidak lagi diwajibkan menyusun UKL-UPL (lihat penapisan Keputusan
Menteri LH 17/2001). UKL-UPL dikenakan bagi kegiatan yang telah
diketahui teknologi dalam pengelolaan limbahnya.

2. AMDAL dan Audit Lingkungan Hidup Wajib.


Bagi kegiatan yang telah berjalan dan belum memiliki dokumen
pengelolaan lingkungan hidup (RKL-RPL) sehingga dalam operasionalnya
menyalahi peraturan perundangan di bidang lingkungan hidup, maka
kegiatan tersebut tidak bisa dikenakan kewajiban AMDAL, untuk kasus
seperti ini kegiatan tersebut dikenakan Audit Lingkungan Hidup Wajib sesuai
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 30 tahun 2001 tentang
Pedoman Pelaksanaan Audit Lingkungan yang Diwajibkan. Audit
Lingkungan Wajib merupakan dokumen lingkungan yang sifatnya spesifik,
dimana kewajiban yang satu secara otomatis menghapuskan kewajiban

Effendi/doc/2017
13

lainnya kecuali terdapat kondisi-kondisi khusus yang aturan dan


kebijakannya ditetapkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup. Kegiatan
dan/atau usaha yang sudah berjalan yang kemudian diwajibkan menyusun
Audit Lingkungan tidak membutuhkan AMDAL baru.
3. AMDAL dan Audit Lingkungan Hidup Sukarela
Kegiatan yang telah memiliki AMDAL dan dalam operasionalnya
menghendaki untuk meningkatkan ketaatan dalam pengelolaan lingkungan
hidup dapat melakukan audit lingkungan secara sukarela yang merupakan
alat pengelolaan dan pemantauan yang bersifat internal. Pelaksanaan Audit
Lingkungan tersebut dapat mengacu pada Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 42 tahun 1994 tentang Panduan umum
pelaksanaan Audit Lingkungan.
Penerapan perangkat pengelolaan lingkungan sukarela bagi kegiatan-
kegiatan yang wajib AMDAL tidak secara otomatis membebaskan
pemrakarsa dari kewajiban penyusunan dokumen AMDAL. Walau demikian
dokumen-dokumen sukarela ini sangat didorong untuk disusun oleh
pemrakarsa karena sifatnya akan sangat membantu efektifitas pelaksanaan
pengelolaan lingkungan sekaligus dapat “memperbaiki” ketidaksempurnaan
yang ada dalam dokumen AMDAL. Dokumen lingkungan yang bersifat
sukarela ini sangat bermacam-macam dan sangat berguna bagi pemrakarsa,
termasuk dalam melancarkan hubungan perdagangan dengan luar negeri.
Dokumen-dokumen tersebut antara lain adalah Audit Lingkungan Sukarela,
dokumen-dokumen yang diatur dalam ISO 14000, dokumen-dokumen yang
dipromosikan penyusunannya oleh asosiasi-asosiasi industri/bisnis, dan
lainnya.

Effendi/doc/2017
14

BAB III
PEMBAHASAN

Pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia belum memiliki arah yang jelas,


hal ini dapat dilihat dari kurangnya komitmen pemimpin dan masyarakat bangsa ini
untuk menjaga kelestarian dan keberlangsungan lingkungan hidup. Sejak
pencanangan program pembangunan nasional, berbagai masalah lingkungan hidup
mulai terjadi. Masalah lingkungan hidup tersebut antara lain, adanya berbagai
kerusakan lingkungan, pencemaran di darat, laut dan udara, serta berkurangnya
berbagai sumber daya alam. Hal tersebut dapat terjadi disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara pemanfaatan dan ketersediaan sumber daya alam yang
ada serta kurang kesadaran akan pentingnya keberlangsungan lingkungan hidup
untuk generasi sekarang maupun masa depan.
Lingkungan hidup Indonesia sebagai suatu sistem yang terdiri dari
lingkungan sosial (sociosystem), lingkungan buatan (technosystem) dan lingkungan
alam (ecosystem) dimana ketiga subsistem ini saling berinteraksi (saling
mempengaruhi). Ketahanan masing-masing subsistem ini dapat meningkatkan
kondisi seimbang dan ketahanan lingkungan hidup, dimana kondisi ini akan
memberikan jaminan keberlangsungan lingkungan hidup demi peningkatan kualitas
hidup setiap makhluk hidup di dalamnya. Ketika salah satu subsistem di atas
menjadi superior dan berkeinginan untuk mengalahkan atau menguasai yang lain
maka di sanalah akan terjadi ketidakseimbangan. Contohnya adalah ketika manusia
dengan teknologi ciptaannya ingin memanfaatkan alam demi kelangsungan hidup
dan menyebabkan kerusakan pada lingkungan alam.
Eksploitasi alam tentu saja tidak dapat dicegah, karena sudah merupakan
fitrah manusia memanfaatkan alam untuk kesejahteraannya. Tetapi tingkat
kerusakan akibat pemanfaatan alam ataupun pengkondisian kembali (recovery) alam
yang sudah dimanfaatkan merupakan hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah
terjadinya ketidakseimbangan. Adapun cara yang dapat dilakukan adalah dengan
melakukan telaah secara mendalam mengenai kegiatan/usaha yang akan dilakukan
di lingkungan hidup sehingga dapat diketahui dampak yang timbul dan cara untuk

Effendi/doc/2017
15

mengelola dan memantau dampak yang akan terjadi tersebut. Metode ini dikenal
juga dengan analisa mengenai dampak lingkungan (AMDAL) atau environmental
impact assessment.
Environmental impact assessment atau analisa mengenai dampak lingkungan
diperkenalkan pertama kali pada tahun 1969 oleh National Environmental Policy
Act di Amerika Serikat. Menurut UU No. 23 tahun1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan PP No. 27 tahun1999 tentang Analisis mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu
usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan
bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau
kegiatan.
AMDAL merupakan kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan
hidup, dibuat pada tahap perencanaan, dan digunakan untuk pengambilan keputusan.
yang dikaji dalam proses AMDAL: aspek fisik-kimia, ekologi, sosial-ekonomi,
sosial-budaya, dan kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi kelayakan suatu
rencana usaha dan/atau kegiatan. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup di
satu sisi merupakan bagian studi kelayakan untuk melaksanakan suatu rencana usaha
dan/atau kegiatan, di sisi lain merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk
mendapatkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan. Berdasarkan analisis ini dapat
diketahui secara lebih jelas dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup,
baik dampak negatif maupun dampak positif yang akan timbul dari usaha dan/atau
kegiatan sehingga dapat dipersiapkan langkah untuk menanggulangi dampak negatif
dan mengembangkan dampak positif

Effendi/doc/2017
16

BAB IV
PENUTUP

Pemerintah berkewajiban memberikan keputusan apakah suatu rencana


kegiatan layak atau tidak layak lingkungan. Keputusan kelayakan lingkungan ini
dimaksudkan untuk melindungi kepentingan rakyat dan kesesuaian dengan
kebijakan pembangunan berkelanjutan. Untuk mengambil keputusan, pemerintah
memerlukan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan, baik yang berasal dari
pemilik kegiatan/pemrakarsa maupun dari pihak-pihak lain yang berkepentingan.
Informasi tersebut disusun secara sistematis dalam dokumen AMDAL. Dokumen ini
dinilai oleh Komisi Penilai AMDAL untuk menentukan apakah informasi yang
terdapat didalamnya telah dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dan untuk
menilai apakah rencana kegiatan tersebut dapat dinyatakan layak atau tidak layak
berdasarkan suatu kriteria kelayakan lingkungan yang telah ditetapkan oleh
Peraturan Pemerintah.
Orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas suatu rencana usaha
dan atau kegiatan yang akan dilaksanakan. Pemrakarsa inilah yang berkewajiban
melaksanakan kajian AMDAL. Meskipun pemrakarsa dapat menunjuk pihak lain
(seperti konsultan lingkungan hidup) untuk membantu melaksanakan kajian
AMDAL, namun tanggung jawab terhadap hasil kajian dan pelaksanaan ketentuan-
ketentuan AMDAL tetap di tangan pemrakarsa kegiatan.

Effendi/doc/2017
17

DAFTAR PUSTAKA

Arindra CK. 2017. Melindungi Lingkungan Selamatkan Pembangunan. Dikutip dari


situs www. Pikiran-rakyat.com/cetak/06-4/05/index.htm, diakses tanggal 16
Januari 2017.

Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 tentang "Izin Lingkungan Hidup" yang
merupakan pengganti PP 27 Tahun 1999

Pramudya Sunu, 2001

Soemartono, R.M Gatot P. (1996) , Hukum Lingkungan Indonesia, Sinar Grafika,


Jakarta.

Sudjana Eggi dan Riyanto, Penegakan Hukum Lingkungan dalam Perspektif Etika
Bisnis Di Indonesia, Gramedia pustaka utama, 1999, hal xi

Suparni, Niniek. 1994. Pelestarian, Pengelolaan dan Penegakan Hukum


Lingkungan, Sinar Grafika, Jakarta.

http://www.menlh.go.id/index.php?idx=AMDALnet# diakses tanggal 16 Januari


2017.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup,


dan pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun
2012

Effendi/doc/2017

Anda mungkin juga menyukai