Pengertian Reklamasi
Menurut pengertiannya secara bahasa, reklamasi berasal dari kosa kata dalam Bahasa Inggris, to
reclaim yang artinya memperbaiki sesuatu yang rusak. Secara spesifik dalam Kamus Bahasa
Inggris-Indonesia terbitan PT. Gramedia disebutkan arti reclaim sebagai menjadikan tanah (from
the sea). Masih dalam kamus yang sama, arti kata reclamation diterjemahkan sebagai pekerjaan
memperoleh tanah. Para ahli belum banyak yang mendefinisikan atau memberikan pengertian
mengenai reklamasi pantai. Kegiatan reklamasi pantai merupakan upaya teknologi yang
dilakukan manusia untuk merubah suatu lingkungan alam menjadi lingkungan buatan, suatu
tipologi ekosistem estuaria, mangrove dan terumbu karang menjadi suatu bentang alam
daratan.(Maskur, 2008).
Reklamasi dimaksudkan upaya merubah permukaan tanah yang rendah (biasanya terpengaruh
terhadap genangan air) menjadi lebih tinggi (biasanya tidak terpengaruh genangan air). (Wisnu
Suharto dalam Maskur, 2008).
Tujuan Reklamasi
Sesuai dengan definisinya, tujuan utama reklamasi adalah menjadikan kawasan berair yang rusak
atau tak berguna menjadi lebih baik dan bermanfaat. Kawasan baru tersebut, biasanya
dimanfaatkan untuk kawasan pemukiman, perindustrian, bisnis dan pertokoan, pertanian, serta
objek wisata. Dalam perencanaan kota, reklamasi pantai merupakan salah satu langkah
pemekaran kota. Reklamasi diamalkan oleh negara atau kotakota besar yang laju pertumbuhan
dan kebutuhan lahannya meningkat demikian pesat tetapi mengalami kendala dengan semakin
menyempitnya lahan daratan (keterbatasan lahan). Dengan kondisi tersebut, pemekaran kota ke
arah daratan sudah tidak memungkinkan lagi, sehingga diperlukan daratan baru.
(http//www.lautkita.org)
Cara reklamasi memberikan keuntungan dan dapat membantu negara/kota dalam rangka
penyediaan lahan untuk berbagai keperluan (pemekaran kota), penataan daerah pantai,
pengembangan wisata bahari, dll.
Reklamasi kawasan perairan merupakan upaya pembentukan suatu kawasan daratan baru baik di
wilayah pesisir pantai ataupun di tengah lautan. Tujuan utama reklamasi ini adalah untuk
menjadikan kawasan berair yang rusak atau belum termanfaatkan menjadi suatu kawasan baru
yang lebih baik dan bermanfaat untuk berbagai keperluan ekonomi maupun untuk tujuan
strategis lain. Kawasan daratan baru tersebut dapat dimanfaatkan untuk kawasan permukiman,
perindustrian, bisnis dan pertokoan, pelabuhan udara, perkotaan, pertanian, jalur transportasi
alternatif, reservoir air tawar di pinggir pantai, kawasan pengelolaan limbah dan lingkungan
terpadu, dan sebagai tanggul perlindungan daratan lama dari ancaman abrasi serta untuk menjadi
suatu kawasan wisata terpadu.
Biasanya kegiatan reklamasi ini dilakukan oleh suatu otoritas (negara, kota besar, pengelola
kawasan) yang memiliki laju pertumbuhan tinggi dan kebutuhan lahannya meningkat pesat,
tetapi mengalami kendala keterbatasan atau ketersediaan ruang dan lahan untuk mendukung laju
pertumbuhan yang ada, sehingga diperlukan untuk mengembangkan suatu wilayah daratan baru.
Dalam konteks pengembangan wilayah, reklamasi kawasan pantai ini diharapkan akan dapat
meningkatkan daya tampung dan daya dukungan lingkungan (environmental carrying capacity)
secara keseluruhan bagi kawasan tersebut. Reklamasi dilakukan dalam rangka meningkatkan
manfaat sumberdaya lahan yang ditinjau dari sudut lingkungan dan social ekonomi dengan cara
pengurugan, pengeringan lahan atau drainase (UU 27, 2007). Hal ini umumnya terjadi karena
semakin tingginya tingkat populasi manusia, khususnya di kawasan pesisir, sehingga perlu dicari
solusinya.
Kebijakan dan Peraturan mengenai Reklamasi Pantai di
Indonesia:
Silahkan buka atu klik di: Permen PU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Pedoman
Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai.
Ensiklopedi Nasional Indonesia, 1990, Tujuan reklamasi yaitu untuk memperbaiki daerah atau
areal yang tidak terpakai atau tidak berguna menjadi daerah yang dapat dimanfaatkan untuk
berbagai keperluan manusia antara lain untuk lahan pertanian, perumahan, tempat rekreasi dan
industri.
Sedangkan menurut max wagiu 2011 tujuan dari program reklamasi yaitu:
Manfaat Reklamasi
Reklamasi pantai sebagai alternatif pemenuhan kebutuhan lahan perkotaan menjadi kemutlakan
karena semakin sempitnya wilayah daratan. Kebutuhan dan manfaat reklamasi dapat dilihat dari
aspek tata guna lahan, aspek pengelolaan pantai dan ekonomi. Tata ruang suatu wilayah tertentu
kadang membutuhkan untuk direklamasi agar dapat berdaya dan hasil guna. Untuk pantai yang
diorientasikan bagi pelabuhan, industri, wisata atau pemukiman yang perairan pantainya dangkal
wajib untuk direklamasi agar bisa dimanfaatkan.
Terlebih kalau di area pelabuhan, reklamasi menjadi kebutuhan mutlak untuk pengembangan
fasilitas pelabuhan, tempat bersandar kapal, pelabuhan peti-peti kontainer, pergudangan dan
sebagainya. Dalam perkembangannya pelabuhan ekspor – impor saat ini menjadi area yang
sangat luas dan berkembangnya industri karena pabrik, moda angkutan, pergudangan yang
memiliki pangsa ekspor – impor lebih memilih tempat yang berada di lokasi pelabuhan karena
sangat ekonomis dan mampu memotong biaya transportasi.
Aspek perekonomian adalah kebutuhan lahan akan pemukiman, semakin mahalnya daratan dan
menipisnya daya dukung lingkungan di darat menjadikan reklamasi sebagai pilihan bagi negara
maju atau kota metropolitan dalam memperluas lahannya guna memenuhi kebutuhan akan
pemukiman. Fungsi lain adalah mengurangi kepadatan yang menumpuk dikota dan meciptakan
wilayah yang bebas dari penggusuran karena berada di wilayah yang sudah disediakan oleh
pemerintah dan pengembang, tidak berada di bantaran sungai maupun sempadan pantai. Aspek
konservasi wilayah pantai, pada kasus tertentu di kawasan pantai karena perubahan pola arus air
laut mengalami abrasi, akresi sehingga memerlukan pembuatan Groin (pemecah ombak) atau
dinding laut sebagai mana yang dilakukan di daerah Ngebruk Mankang Kulon. Reklamasi
dilakukan diwilayah pantai ini guna untuk mengembalikan konfigurasi pantai yang terkena
abrasi kebentuk semula.
Reklamasi merupakan megaproject dari sebuah pengembangan
perkotaan. Besarnya sumber daya dan dana yag dikeluarkan
harus sebanding dengan nilai fungsi yang ada setelah reklamasi
digunakan.
Perencanaan dan studi harus mendalam perihal Pekerjaan Reklamasi seperti: (Indonesia Water
Institute. 2012)
Dampak Reklamasi
Dalam melakukan reklamasi terhadap kawasan pantai, harus memperhatikan berbagai
aspek/dampak-dampak yang akan ditimbulkan oleh kegiatan tersebut. Dampak-dampak tersebut
antara lain dampak lingkungan, sosial budaya maupun ekonomi. Dampak lingkungan misalnya
mengenai perubahan arus laut, kehilangan ekosistem penting, kenaikan muka air sungai yang
menjadi terhambat untuk masuk ke laut yang memungkinkan terjadinya banjir yang semakin
parah, kondisi lingkungan di wilayah tempat bahan timbunan, sedimentasi, perubahan
hidrodinamika yang semuanya harus tertuang dalam analisis mengenai dampak lingkungan.
Dampak sosial budaya diantaranya adalah kemungkinan terjadinya pelanggaran HAM (dalam
pembebasan tanah), perubahan kebudayaan, konflik masyarakat, dan isolasi masyarakat.
Sementara dampak ekonomi diantaranya berapa kerugian masyarakat, nelayan, petambak yang
kehilangan mata pencahariannya akibat reklamasi pantai.
Kegiatan Reklamasi pantai memungkinkan timbulnya dampak yang diakibatkan. Adapun untuk
menilai dampak tersebut bisa dibedakan dari tahapan yang dilaksanakan dalam proses reklamasi,
yaitu : (Maskur, 2008)
1. Tahap Pra Konstruksi, antara lain meliputi kegiatan survey teknis dan
lingkungan, pemetaan dan pembuatan pra rencana, perijinan, pembuatan rencana detail
atau teknis.
2. Tahap Konstruksi, kegiatan mobilisasi tenaga kerja, pengambilan material urug,
transportasi material urug, proses pengurugan.
3. Tahap Pasca Konstruksi, yaitu kegiatan demobilisasi peralatan dan tenaga
kerja, pematangan lahan, pemeliharaan lahan.
Melihat kelebihan dan kekurangan reklamasi tersebut nampaknya tetap lebih banyak dilakukan
karena dampak negatif lingkungan justru ditanggung daerah lain yang terkadang tidak tahu apa-
apa tentang adanya reklamasi pantai yang letaknya jauh dari tempat tinggal. solusi terbaik bisa
dilakukan dengan mencari teknologi terbaru mengenai pemanfaatan wilayah laut untuk aktifitas
hidup manusia contohnya dengan membuat gedung atau rumah terapung di atas permukaan laut,
namun hal ini tentu perlu penelitian yang dalam sehingga apa yang diharapkan bisa tercapai, bagi
yang hendak memberikan uraian atau solusi mengenai kegiatan reklamasi pantai bisa berbagi
disini.
Dampak lingkungan lainnya dari proyek reklamasi pantai adalah meningkatkan potensi banjir.
Hal itu dikarenakan proyek tersebut dapat mengubah bentang alam (geomorfologi) dan aliran air
(hidrologi) di kawasan reklamasi tersebut. Perubahan itu antara lain berupa tingkat kelandaian,
komposisi sedimen sungai, pola pasang surut, pola arus laut sepanjang pantai dan merusak
kawasan tata air. Potensi banjir akibat proyek reklamasi itu akan semakin meningkat bila
dikaitkan dengan adanya kenaikan muka air laut yang disebabkan oleh pemanasan global.
Perairan dalam yurisdiksi nasional Indonesia. Bangsa Indonesia telah berhasil memperjuangkan
konsepsi negara kepulauan dengan dimuatnya ketentuan mengenai asas dan rezim hukum negara
kepulauan dalam Bab IV Konvensi Perserikatan Bangsa- Bangsa tentang Hukum Laut yang telah
diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 17 tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations
Convention on the Law of the Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut).
Ketentuan yang mengatur wilayah perairan Indonesia, kedaulatan, yurisdiksi, hak dan kewajiban serta
kegiatan di wilayah perairan Indonesia dalam rangka pembangunan nasional diatur dengan Undang-
undang No. 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.
Dengan telah diakui konsepsi Negara Kepulauan sebagaimana dimaksud di atas maka Indonesia
telah menetapkan peraturan perundang-undangan mengenai wilayah laut antara lain : Undang-undang
No.6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, UU No. 5 Tahun 1983 tentang ZEEI. Dengan telah
diratifikasinya Konvensi PBB Hukum Laut 1982 oleh Indonesia, maka Indonesia wajib
mengimplemantasikan ketentuan-ketentuan konvensi yang belum ada pengaturannya atau
diperbaharui dalam perundang-undangan Nasional, antara lain : Undang-undang tentang Zona
Tambahan, Undang-undang tentang Landas Kontinen berdasarkan Konvensi PBB Hukum Laut 1982.
Landasan hukum mengenai permasalahan di atas dapat di lihat dalam UU No. 23 Tahun !999
tentang Pengelolaan Lingkungan hidup (UUPLH) dan PP No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai
Damapak Lingkungan (AMDAL), selain itu reklamasi daerah pantai Jakarta dan penciptaan pulau juga
harus mempertimbangkan ketentuan peraturan perundang-undangan antara lain, seperti UU 11/1967
tentang Pertambangan, UU 1/1973 tentang Landas Kontiben, UU 5/1983 tentang ZEE Indonesia, UU
5/1990 tentang Konservasi Sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, UU 9/1990 tentang
Kepariwisataan, UU 21/1992 tentang Pelayaran, UU 24/1992 tentang Penataan Ruang, UU 6/1992
tentang Perairan Indonesia, UU 2/2002 tentang Polri, UU 3/2002 tentang Pertahanan Negara dan
khususnya Perda Pemkot DKI Jakarta.
Dalam pasal 13 UU PLH berbunyi : “ketentuan tentang perlindungan sumber daya buatan
ditetapkan dengan Undang-undang”. Yang dimaksud dengan sumber daya buatan, yaitu waduk,
perumahan, pemukiman dan sebagainya termasuk pembuatan pulau baru.yang dipentingkan di sini
adalah konservasi fungsinya bagi kesinambungan pembangunan untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.
Terlestarikannya fungsi lingkungan hidup yang merupakan tujuan pengelolaan lingkungan hidup
menjadi tumpuan terlanjutkannya pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, sejak awal
perencanaan usaha dan/atau kegiatan sudah harus diperkirakan perubahan rona lingkungan hidup
akibat pembentukan suatu kondisi lingkungan hidup yang baru, baik yang menguntungkan maupun yang
merugikan, yang timbul sebagai akibat diselenggarakannya usaha dan/atau kegiatan pembangunan.
Pasal 15 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup menetapkan
bahwa setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar
dan penting terhadap lingkungan wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup.
ANALISA PERMASALAHAN
Bagi Negara Indonesia yang merupakan negara kepulauan, laut merupakan aset yang sangat
berharga dan harus dikelola dengan dijaga, dimanfaatkan dan dilestarikan secara sungguh-sungguh.
Dalam laut, di dasar laut serta tanah dibawahnya terkandung potensi sumberdaya baik hayati maupun
non hayati yang dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan manusia. Pada saat Republik Indonesia
diproklamasikan, lebar laut teritorial sesuai ketentuan waktu itu adalah hanya 3 mil laut dihitung dari
garis air terendah. Ini menyebabkan bahwa diantara pulau-pulau Jawa dan Kalimantan serta antara Nusa
Tenggara dan Sulawesi terdapat perairan bebas. Keadaan ini tentu kurang menguntungkan dari segi
pertahanan serta menyulitkan upaya mewujudkan Kesatuan Wilayah. Dengan Deklarasi Djuanda tahun
1957, Indonesia memperjuangkan kesatuan wilayah yaitu Kepulauan Nusantara yang merupakan
kesatuan dari wilayah darat, laut antara darat termasuk dasar laut dibawahnya, udara diatasnya dan
seluruh kekayaan merupakan suatu kesatuan kewilayahan yang harus diperuntukkan sebesar-besarnya
bagi untuk kemakmuran rakyat sesuai dengan amanat pasal 33 ayat (b) Undang-Undang Dasar 1945.
Deklarasi Djuanda lahir berdasarkan pertimbangan :geografis, pertahanan keamanan dan politis. Dengan
deklarasi ini, Indonesia menyatakan bahwa teritorial negara Indonesia adalah wilayah yang dikelilingi
oleh garis yang menghubungkan titik-titik ujung terluar pada pulau-pulau negara Indonesia selebar 12
mil laut.
Deklarasi tersebut kemudian memiliki kedudukan yang lebih kuat setelah diundangkan melalui
Undang-undang No 4 /Prp tahun 1960. Konsep negara kepulauan agar memperoleh pengakuan
internasional harus diperjuangkan pada Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut.
Perjuangan panjang selama hampir seperempat abad akhirnya mencapai puncaknya dengan
ditandatanganinya Konvensi PBB tentang Hukum Laut ditahun 1982 oleh Indonesia dengan 158 negara
anggota PBB lainnya, dan persetujuan DPR RI pada tanggal 21 Desember 1985 serta pengesahan
Presiden RI melalui Undang-undang No 17 tahun 1985. Luas wilayah laut Indonesia sejak adanya
pengakuan internasional dan diundangkannya Undang-undang mo 17 tahun 1985 menjadi semakin luas;
semula hanya sekitar 3 juta km2 menjadi hampir 6 juta km2, terutama setelah dikeluarkannya Undang-
undang No 5 tahun 1983 tentang Zon Ekonomi Eksklusif.
Nilai ekonomik Laut. Laut memiliki nilai ekonomik yang “tangible “ maupun yang “intangible”.
1) Berbagai sektor kelautan yang memiliki nilai ekonomik yang tangible antara lain:
a) Perikanan. Potensi sumberdaya perikanan laut Indonesia lebih dari 6 juta ton per tahun yang tersebar
pada sembilan wilayah perikanan ikan. Potensi tersebut baru dimanfaatkan sekitar 80% nya.
e) Wisata bahari.
2) Nilai ekonomil lainnya adalah penyerapan tenaga kerja. Dengan laju pertambahan penduduk seperti
yang sekatang, laju pertambahan angkatan kerja lebih cepat dibandimhkan dengan laju pertambahan
lapangan kerja. Hal ini antara lain disebabkan karena makin sulit mengharapkan mengembangkan
pertanian untuk menyerap tambahan angkatan kerja.
a) Pengendalian cuaca.
b) Habitat laut
c) Hubungan internasional.
Seperti yang telah dituangkan dalam berita di atas, bahwa perhatian terhadap tata ruang
sangatlah penting, selain itu juga analisis dampak lingkungan (AMDAL) yang mungkin terjadi apabila
reklamasi dan pembutan pulau tersebut dilaksanakan. Dengan dimasukkannya analisis mengenai
dampak lingkungan hidup ke dalam proses perencanaan suatu usaha dan/atau kegiatan, maka
pengambil keputusan akan memperoleh pandangan yang lebih luas dan mendalam mengenai berbagai
aspek usaha dan/atau kegiatan tersebut, sehingga dapat diambil keputusan optimal dari berbagai
alternatif yang tersedia. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup merupakan salah satu alat bagi
pengambil keputusan untuk mempertimbangkan akibat yang mungkin ditimbulkan oleh suatu rencana
usaha dan/atau kegiatan terhadap lingkungan hidup guna mempersiapkan langkah untuk
menanggulangi dampak negatif dan mengembangkan dampak positif.
PENUTUP
Setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar
dan penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup.
Sebagai bagian dari studi kelayakan untuk melaksanakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan,
analisis mengenai dampak lingkungan hidup merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan
izin melakukan usaha dan/atau kegiatan. Hal itu merupakan konsekuensi dari kewajiban setiap orang
untuk memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran
dan perusakan lingkungan hidup. Konsekuensinya adalah bahwa syarat dan kewajiban sebagaimana
ditentukan dalam rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup
harus dicantumkan sebagai ketentuan dalam izin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang
bersangkutan.
Konsultan Hukum, Pembina Silaturahmi Mahasiswa Jepara di Jakarta, Wakil Sekretaris Asosiasi
Pengacara Syariah Indonesia Wilayah DKI Jakarta. Hukum bersifat dinamis dan progresif sesuai dengan
keadaan yang dibutuhkan.