Anda di halaman 1dari 56

BAB I

PENDAHULUAN

Setiap muslim meyakini bahwa Islam adalah suatu agama yang membawa
petunjuk demi kebahagiaan pribadi dan masyarakat serta kesejahteraan mereka
didunia dan diakhirat. Para ulama Islam sepakat bahwa ajaran agama Islam
bertujuan untuk memelihara lima hal pokok, yaitu: agama, jiwa, akal, kehormatan
(keturunan), dan kesehatan. Mengenai isyarat tentang kesehatan yang ada didalam
Al-Quran diantaranya adalah anjuran untuk menjaga kebersihan, dan
permasalahan gizi yang merupakan pertahanan terhadap kesehatan seseorang.
Termasuk juga tentang kesehatan reproduksi.
Kesehatan reproduksi terkait dengan siklus hidup, dimana setiap
tahapannya mengandung risiko yang terkait dengan kesakitan dan kematian.
Kondisi yang baik mulai dari bayi dalam kandungan akan berdampak positif
untuk meneruskan generasi berikutnya. Sehatnya seorang bayi sangat tergantung
dari status kesehatan dan gizi dari kedua orang tuanya serta akses mereka pada
pelayanan kesehatan. Kesehatan reproduksi ibu dan bayi baru lahir meliputi
perkembangan berbagai organ reproduksi mulai dari sejak dalam kandungan,
bayi, remaja, wanita usia subur, klimatrium, menopause, hingga meninggal.
Kesehatan reproduksi merupakan komponen penting kesehatan bagi laki-laki
maupun perempuan tetapi lebih dititikberatkan pada perempuan. Keadaan
penyakit pada perempuan lebih banyak dihubungkan dengan fungsi dan
kemampuan bereproduksi serta tekanan sosial pada perempuan karena masalah
gender.
Kesehatan reproduksi yang ada dalam Al-Quran yaitu mengenai
seksualitas, homoseksual, kontrasepsi, kehamilan, menyusui dan juga mengenai
aborsi. Dimana tindakan seks bebas, hamil diluar nikah yang akhirnya melakukan
tindakan aborsi sudah banyak terjadi pada masyarakat. Maka dari itu orangtua
berkewajiban memelihara anak-anaknya dengan cara mendidik, membersihkan
pekerti, dan mengajarinya, serta menghindarkannya dari lingkungan yang
berisiko. Kehidupan bermasyarakat dapat mencapai taraf kesejahteraan bagi
seluruh anggotanya apabila setiap unsur masyarakat turut membentuk dan
memelihara kesejahteraan hidup dalam bermasyarakat.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. KESEHATAN REPRODUKSI
A. DEFINISI
Istilah reproduksi berasal dari kata ”re” yang berarti kembali dan
kata ”produksi” yang berarti menghasilkan atau membuat, jadi istilah
“reproduksi” mempunyai arti suatu proses kehidupan manusia dalam
menghasilkan keturunan demi kelestarian hidupnya. Sedangkan
kesehatan reproduksi merupakan keadaan sehat secara fisik, mental dan
sosial secara utuh tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan
yang berkaitan dengan sistem, fungsi dan proses reproduksi pada laki-
laki dan perempuan.
Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah suatu keadaan fisik,
mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau
kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem
reproduksi, fungsi serta prosesnya. Hal ini terkait pada suatu keadaan
dimana manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya serta mampu
menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara sehat dan aman.
(RISKESDAS, 2010). Menurut Depkes RI (2000) kesehatan reproduksi
adalah suatu keadaan sehat secara menyeluruh mencakup fisik, mental,
dan kehidupan social yang berkaitan dengan alat, fungsi, serta proses
reproduksi dan pemikiran kesehatan reproduksi bukan hanya kondisi
yang bebas dari penyakit, melainkan juga bagaimana seorang dapat
memiliki seksual yang aman dan memuaskan sebelum dan sesudah
menikah.
Kesehatan reproduksi mencakup tiga komponen yaitu, kemampuan
(ability), keberhasilan (success), dan keamanan (safety). Kemampuan
berarti dapat berproduksi. Keberhasilan berarti dapat menghasilkan
anak sehat yang tumbuh dan berkembang. Keamanan berarti semua
proses reproduksi termasuk hubungan seks, kehamilan, persalinan,
kontrasepsi dan abortus seyogyanya bukan merupakan aktivitas yang
berbahaya.
Menurut Kusmiran (2011) Kesehatan bagi perempuan lebih dari
kesehatan reproduksi. Perempuan memiliki kebutuhan kesehatan
khusus yang berhubungan dengan fungsi seksual dan reproduksi.
Perempuan mempunyai sistem reproduksi yang sensitive terhadap
kerusakan yang dapat terjadi disfungsi atau penyakit. Kebutuhan
kesehatan bagi perempuan dapat dikelompokkan dalam empat kategori,
yaitu:
1. Perempuan memiliki kebutuhan kesehatan khusus yang berhubungan
dengan fungsi seksual dan reproduksi.
2. Perempuan memiliki system reproduksi yang mudah cedera untuk
menjadi tidak berfungsi atau sakit.
3. Perempuan dapat terkena penyakit pada organ reproduksi yang sama
dengan laki-laki, tetapi pola penyakit akan berbeda dari laki-laki
karena struktur genetik perempuan, lingkungan hormonal, serta
perilaku gaya hidup yang berhubungan dengan gender.
4. Karena perempuan sebagai subjek dari disfungsi sosial yang dapat
berpengaruh pada fisik, mental, atau kesehatan social.

B. TUJUAN
a. Tujuan Utama
Meningkatkan kesadaran kemandirian wanita dalam mengatur
fungsi dan proses reproduksinya, termasuk kehidupan
seksualitasnya, sehingga hak-hak reproduksinya dapat terpenuhi,
yang pada akhirnya menuju peningkatan kualitas hidupnya.
b. Tujuan Khusus
1) Meningkatnya kemandirian wanita dalam memutuskan peran
dan fungsi reproduksinya
2) Meningkatnya hak dan tanggung jawab social wanita dalam
menentukan kapan hamil, jumlah, dan jarak kehamilan
3) Meningkatnya peran dan tanggung jawab social pria terhadap
akibat dari prilaku seksual dan fertilitasnya kepada kesehatan
dan kesejahteraan pasangan dan anak-anaknya
4) Dukungan yang menunjang wanita untuk membuat keputusan
yang berkaitan dengan proses reproduksi, berupa pengadaan
informasi dan pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhan untuk
mencapai kesehatan reproduksi secara optimal

Tujuan kesehatan reproduksi menurut Soetjiningsih (2004) yaitu :

1) Menurunkan resiko kahamilan dan pengguguran yang tidak


dikehendaki
2) Menurunkan penularan infeksi menular seksual/HIV-AIDS
3) Memberikan informasi kontrasepsi
4) Konseling untuk mengambil keputusan
Bila pelayanan reproduksi esensial tersebut dapat dilaksanakan
dengan baik, maka lang-langkah tersebut sangat baik untuk
mengatasi masalah remaja.

C. PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI


Sesuai dengan rekomendasi strategi regional WHO untuk Negara-
negara anggota di Asia Tenggara, dua paket pelayanan kesehatan
reproduksi telah dirumuskan oleh masinhg-masing sector dan
interprogram dalam beberapa pertemuan koordinasi pralokakarya
nasional di Jakarta.
Dengan kedua paket intervensi di atas, komponen intervensi pada
kesehatan reproduksi di Indonesia menjadi lengkap, seperti:
1) Paket Kesehatan Reproduksi Esensial
a. Kesejahteraan ibu dan bayi
b. Keluarga berencana
c. Pencegahan dan penanganan ISR/PMS/HIV
d. Kesehatan reproduksi remaja
2) Paket Kesehatan Reproduksi Komprehensif
Paket kesehatan reproduksi esensial + pencegahan dan
pananganan masalah usia lanjut.
Strategi kesehatan reproduksi menurut komponen
pelayanan kesehatan reproduksi komprehensif dapat diuraikan
sebagai berikut:
a. Komponen kesejahteraan ibu dan anak
Peristiwa kehamilan, persalinan dan masa nifas merupakan
kurun kehidupan wanita yang paling tinggi resikonya karena
dapat membawa kematian, dan makna kematian seorang ibu
bukan hanya satu anggota keluarga tetapi hilangnya kehidupan
sebuah keluarga. Peran ibu sebagai wakil pimpinan rumah
tangga sulit digantikan. Untuk mengurangi terjadinya kematian
ibu karena kehamilan dan persalinan, harus dilakukan
pemantauan sejak dini agar dapat mengambil tindakan yang
cepat dan tepat sebelum berlanjut pada keadaan kebidanan
darurat.
Upaya intervensi dapat berupa pelayanan ante natal,
pelayanan persalinan/ partus dan pelayanan postnatal atau masa
nifas. Informasi yang akurat perlu diberikan atas ketidaktahuan
bahwa hubungan seks yang dilakukan, akan mengakibatkan
kehamilan, dan bahwa tanpa menggunankan kontrasepsi
kehamilan yang tidak diinginkan bisa terjadi. Dengan demikian
tidak perlu dilakukan pengguguran yang dapat mengancam jiwa.
b. Komponen keluarga berencana
Promosi KB ditujukan pada upaya peningkatan
kesejahteraan ibu sekaligus kesejahteraan keluarga. Calon
suami-istri agar merencanakan hidup berkeluarga atas dasar
cinta kasih, serta pertimbangan rasional tentang masa depan
yang baik bagi kehidupan suami istri dan anak-anak ereka serta
masyarakat. Keluarga berencana bukan hanya sebagai upaya/
strategi kependudukan dalam menekan pertumbuhan penduduk
agar sesuai dengan daya dukung lingkungan tetapi juga
merupakan strategi bidang kesehatan dalam upaya peningkatan
kesehatan ibu melalui pengaturan jarak dan jumlah kelahiran.
Pelayanan yang berkualitas juga perlu ditingkatkan dengan lebih
memperhatikan pandangan klien atau pengguna pelayanan.
c. Komponen pencegahan dana penanganan infeksi saluran
reproduksi
Termasuk pelayanan menular seksual dan HIV/AIDS
pencegahan dan penanganan infeksi ditujukan pada penyakit dan
gangguan yang berdampak pada saluran reproduksi. Baik yang
disebabkan penyakit infeksi yang non PMS. Seperti
tuberculosis, malaria, filariasis, dsb; maupun penyakit infeksi
yang tergolong PMS (penyakit menular seksual), seperti
gonorrhea, sifilis, herpes genital, chlamydia,dsb; ataupun
kondisi infeksi yang berakibat infeksi rongga panggul (pelvic
inflammatory disease/PID), kemadulan, hal mana akan
menurunkan kualitas hidupnya. Salah satu yang juga sangat
mendesak saat ini adalah upaya pencegahan PMS yang fatal
yaitu ineksi virus HIV (Human Immunodeficiency Virus).
d. Komponen kesehatan reproduksi remaja
Upaya promosi dan pencegahan masalah kesehatan
reproduksi juga perlu diarahkan pada masa remaja, dimana
terjadi peralihan dari masa anak menjadi dewasa, dan
perubahan-perubahan dari bentuk dan fungsi tubuh terjadi dalam
waktu relative cepat.
Hal ini ditandai dengan berkembangnya tanda seks
sekunder dan berkembangnya jasmani secara pesat,
menyebabkan remaja secara fisik mampu melakukan fungsi
proses reproduksi tetapi belum dapat mempertanggung
jawabkan akibat dari proses reproduksi tersebut. Informasi dan
penyukuhan, konseling dan pelayanan klinis perlu ditingkatkan
untuk mengatasi masalah kesehatan reproduksi remaja ini.
e. Komponen usia lanjut
Melengkapi siklus kehidupan keluarga, komponen ini akan
mempromosikan peningkatan kualitas penduduk usia lanjut pada
saat menjelang dan setelah akhir kurun usia reproduksi
(menopause/ adropause). Upaya pencegahan dapat dilakukan
melalui skrining keganasan organ reproduksi misalnya kanker
Rahim pada wanita, kanker prostat pada pria serta pencegahan
defisiensi hormonal dan akibatnya separti kerapuhan tulang dan
lai-lain.
Hasil akhir yang diharapkan dari pelaksaan kesehatan
reproduksi yang dimodifikasi dari rekomendasi WHO tersebut
adalah :
a. Peningkatan akses informasi secara menteluruh mengenai
seksualitas dan reproduksi, masalah kesehatan reproduksi,
manfaat dan resiko obat, alat, perawatan, tindakan intervensi,
dan bagaimana kemampuan memilih dengan tepat sangat
diperlukan.
b. Paket pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas yang
menjawab kebutuhan wanita maupun pria.
c. Kontrasepsi (termasuk sterilisasi) yang aman dan efektif.
d. Kehamilan dan persalinan yang direncanakan dan aman.
e. Pencegahan dan penanganan tindakan prngguguran kandungan
tidak aman.
f. Pencegahan dan penanganan sebab-sebab kemandulan
(ISR/PMS)
g. Informasi secara menyeluruh termasuk dampak terhadap otot
dan tulang, libido, dan perlunya skrining keganasan (kanker)
organ reproduksi.
Keputusan ICPD Kairo tahun 1994 memutuskan 10 program
kesehatan reproduksi, berupa kesehatan primer yang harus
diperhatikan oleh semua negara termasuk Indonesia, sebagai berikut :
1. Pelayanan sebelum, semasa kehamilan dan pasca Kehamilan
2. Pelayanan kemandulan
3. Pelayanan KB yang optimal
4. Pelayanan dan penyuluhan HIV/AIDS
5. Pelayanan aborsi
6. Pelayanan dan pemberian komunikasi, informasi dan edukasi
(KIE) yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi
7. Pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi remaja
8. Tanggung jawab keluarga
9. Peniadaan sunat dan mutilasi anak perempuan
10.Pelayanan kesehatan lansia

D. RUANG LINGKUP MASALAH KESEHATAN REPRODUKSI


Isu-isu berkaitan dengan kesehatan reproduksi kadang merupakan
isu yang pelik dan sensitive, seperti hak-hak reproduksi, kesehatan
seksual, PMS termasuk HIV/AIDS, kebutuhan khusus remaja, dan
perluasan jangkauan pelayanan lapisan masyarakat kurang mampu atau
meraka tang tersisih. Masalah kesehatan reproduksi mencakup area
yang jauh lebih luas, dimana masalah tersebut dapat kita kelompokkan
sebagai berikut :
1) Masalah reproduksi
a. Kesehatan, morbiditas (gangguan kesehatan) dan kematian
perempuan yang berkaitan dengan kehamilan. Termasuk
didalamnya juga masalah gizi dan anemia di kalangan
perempuan, penyebab serta komplikasi dari kehamilan, masalah
kemandulandan ketidak suburan.
b. Peranan atau kendali social budaya terhadap masalah reproduksi.
Maksudnya bagaimana pandangan masyarakat terhadap
kesuburan dan kemandulan, nilai anak dan keluarga, sikap
masyarakat terhadap perempuan hamil.
c. Intervensi pemerintah dan Negara terhadap masalah reproduksi.
Misalnya program KB, undang-undang yang berkaitan dengan
masalah genetic, dan lain sebagianya.
d. Tersedianya pelayanan kesehatan reproduksi dan keluarga
berencana, serta terjangkaunya secara ekonomi oleh kelompok
perempuan dan anak-anak.
e. Kesehatan bayi dan anak-anak terutama bayi di bawah umur lima
tahun.
f. Dampak pembangunan ekonomi, industrialisasi dan perubahan
lingkungan terhadap kesehatan reproduksi.
2) Masalah gender dan seksualitas.
a. Pengaturan Negara terhadap masalah seksualitas. Maksudnya
adalah peraturan dan kebijakan Negara mengenai pornografi,
pelacuran dan pendidikan seksualitas.
b. Pengendalian sosio budaya terhadap masalah seksualitas,
bagaimana norma-norma social yang berlaku tentang perilaku
seks, homoseks, poligami, dan perceraian.
c. Seksualitas dikalangan remaja.
d. Status dan peran perempuan.
e. Perlindungan terhadap perempuan pekerja
3) Masalah kekerasan dan perkosaan terhadap perempuan
a. Kecenderungan penggunaan kekerasan secara senganja kepada
perempuan, perkosaan, serta dampaknya terhadap korban.
b. Norma social mengenai kekerasan dalam rumah tangga, serta
mengenai berbagai tindakan kekerasan terhadap perempuan.
c. Sikap masyarakat mengenai kekerasan perkosaan terhadap
pelacur.
d. Berbagai langkah untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.
4) Masalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual
a. Masalah penyakit menular seksual yang lama, seperti sifilis, dan
gonorrhea.
b. Masalah penyakit menular seksual yang relative baru seperti
chlamydia, dan herpes.
c. Masalah HIV/AIDS
d. Dampak social dan ekonomi dari penyakit menular seksual
e. Kebijakan dan program pemerintah dalam mengatasi masalah
tersebut
f. Sikap masyarakat terhadap penyakit menular seksual
5) Masalah pelacuran
a. Demografi pekerja seksual komersial atau pelacuran
b. Faktor-faktor yang mendorong pelacuran dan sikap masyarakat
terhadapnya
c. Dampaknya terhadap kesehatan reproduksi, baik bagi pelacur itu
sendiri maupun bagi konsumennya dan keluarganya
6) Masalah sekitar teknologi
a. Teknologi reproduksi dengan bantuan (inseminasi bantuan dan
bayi tabung)
b. Pemilihan bayi berdasarkan jenis kelamin (gender fetal screening)
c. Pelapisan genetic (genetic screening)
d. Keterjangkauan dan kesamaan kesempatan
e. Etika dan hukum yang berkaitan dengan masalah teknologi
reproduksi ini
E. HAK-HAK REPRODUKSI PEREMPUAN
Hak-hak reproduksi mencakup hak-hak asasi manusia tertentu
yang sudah diakui dalam hukum-hukum nasional, dokumen-dokumen
hak asasi manusia internasional dan dokumen-dokumen konsensus
Perserikatan Bangsa-Bangsa lain yang relevan. Hak-hak ini didasarkan
pada pengakuan akan hak-hak asasi semua pasangan dan pribadi untuk
menentukan secara bebas dan bertanggung jawab mengenai jumlah
anak, penjarakan anak, dan menentukan waktu kelahiran anak-anak
mereka mempunyai informasi dan cara memperolehnya, serta hak untuk
mencapai standar tertinggi kesehatan seksual dan reproduksi. Hal ini
juga mencakup hak semua orang untuk membuat keputusan mengenai
reproduksi yang bebas dari diskriminasi, paksaan, dan kekerasan seperti
dinyatakan dalam dokumen-dokumen hak asasi manusia. Untuk
melaksanakan hak tersebut, mereka harus mempertimbangkan
kebutuhan kehidupan anak-anak mereka yang sekarang dan pada masa
mendatang, serta tanggung jawab mereka terhadap masyarakat
(Dwiyanto A., Darwin M., 1996:22).
Hak-hak reproduksi yang dituliskan oleh Widyastuti dkk (2009:3)
menurut kesepakatan dalam Konferensi International Kependudukan
dam Pembangunan bertujuan untuk mewujudkan kesehatan bagi
individu secara utuh, baik kesehatan jasmani maupun rohani, meliputi:
1. Hak mendapatkan informasi dan pendidikan kesehatan dan
reproduksi.
2. Hak mendapatkan pelayanan dan perlindungan kesehatan
reproduksi.
3. Hak kebebasan berfikir tentang pelayanan kesehatan reproduksi.
4. Hak untuk dilindungi dari kematian karena kehamilan.
5. Hak untuk menentukan jumlah dan jarak kelahiran anak.
6. Hak atas kebebasan dan keamanan berkaitan dengan kehidupan
reproduksinya.
7. Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk termasuk
perlindungan dari perkosaan, kekerasan, penyiksaan, dan pelecehan
seksual.
8. Hak mendapatkan manfaat kemajuan ilmu pengetahuan yang
berkaitan dengan kesehatan reproduksi.
9. Hak atas pelayanan dan kehidupan reproduksinya.
10. Hak untuk membangun dan merencanakan keluarga.
11. Hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi dalam kehidupan
berkeluarga dan kehidupan reproduksi.
12. Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik
yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi.
Hak-hak reproduksi perempuan dalam Islam, antara lain:
khitan perempuan, hak menentukan pernikahan, hak menentukan
kehamilan, hak mendapatkan informasi mengenai kesehatan
reproduksi dan hak menentukan kelahiran.
1. Khitan perempuan
Khitan perempuan adalah masalah dini dari persoalan
reproduksi perempuan. Mengenai khitan Al Qur-an sendiri tidak
menyebutkannya secara eksplisit baik untuk khitan laki-laki
maupun perempuan. Kitab suci ini hanya menyebut “hendaklah
kamu mengikuti tradisi nabi Ibrahim”. Para ahli tafsir kemudian
menyebut khitan sebagai salah satu tradisi Ibrahim. Pandangan
mainstream kaum muslimin menunjukkan bahwa khitan
perempuan adalah perlu. Mazhab Hanafi, Maliki dan Hanbali
menyatakan khitan perempuan adalah kemuliaan atau
penghormatan. Sementara mazhab Syafi’I yang menjadi basis
keagamaan mayoritas masyarakat Indonesia, menyatakan khitan
prempuan adalah wajib seperti laki-laki. Khitan adalah
kewajiban, ibadah dan syiar agama (Wahbah Al Zuhaili, al Fiqh
al Islami wa Adillatuhu,III/642). Pendirian tersebut didasarkan
atas hadits nabi: “potonglah ujungnya dan jangan berlebihan
karena itu akan membuat wajah dia (perempuan) berseri-seri
dan menyenangkan laki-laki” (Abu Daud, al Sunan, IV/ 368).
Secara kwalitatif hadits yang menjadi dasar perlunya
khitan perempuan menurut sejumlah ulama, seperti Abu Daud,
Ibnu Munzir, al Syaukani dan Sayid Sabiq adalah lemah.
Dengan kritik sangat tajam Sayid Sabiq mengatakan: “Semua
hadits yang berkaitan dengan khitan perempuan adalah dhaif
(lemah), tidak ada satupun yang sahih (valid). Secara logika
pemotongan bagian tubuh perempuan yang paling sensitive ini
(klitoris) sulit dimengerti, apa guna (maslahat) nya. Ini tentu
berbeda dengan khitan lakilaki. Pemotongan klitoris boleh jadi
justeru menghilangkan kenikmatan seksual perempuan. Dengan
begitu pernyataan itu juga dapat mengarah pada upaya
penghapusannya terutama ketika praktek khitan perempuan
tersebut menurut pertimbangan kesehatan (medis) tidak
memberikan manfaat apalagi menyakiti atau merusak anggota
tubuh
2. Hak menentukan pernikahan
Tradisi mengawinkan anak gadis belum dewasa seringkali
juga mengambil dasar keagamaan. Pertama hadits nabi yang
menyatakan bahwa salah satu kewajiban orang tua terhadap
anaknya adalah segera mengawinkannya jika dia sudah baligh.
Jika tidak segera dikawinkan dikhawatirkan akan menimbulkan
“fitnah”. Baligh dalam batasan fiqh ditentukan berdasarkan
haidnya atau usia maksimal 15 tahun. Meskipun UU Perkawinan
Indonesia telah menetapkan batas usia minimal perkawinan
perempuan (16 tahun), namun perkawinan di bawah usia dewasa
tersebut masih menjadi fenomena yang hidup di tengah-tengah
masyarakat.
Perkawinanan di bawah usia bukanlah sesuatu yang baik
(mustahab). Imam Syafi’i pernah menyatakan : “Sebaiknya ayah
tidak mengawinkan anak gadisnya sampai dia baligh, agar dia
bisa menyampaikan izinnya (kerelaannya) karena perkawinan
akan membawa berbagai kewajiban dan tanggungjawab” (Najib
Muthi’i, Takmilah al Majmu’, XV/58). Dalam analisis kesehatan
reproduksi, perkawinan dini dapat menimbulkan kondisi yang
rawan. Hal ini bukan hanya terkait dengan kondisi alat-alat
reproduksinya yang belum kuat, tetapi juga berhubungan dengan
tingkat kematangan mental dan emosinya. Padahal perkawinan
dimaksudkan untuk membangun kehidupan rumahtangga yang
didasarkan hubungan saling mencintai, saling memberi dan
saling menguatkan demi kemaslahatan bersama. Untuk ini
dibutuhkan kesiapan mental dan intelektual yang matang untuk
dapat menentukan kehidupannya
Kedua, ketentuan hukum agama (fiqh) yang menyatakan
bahwa ayah berhak mengawinkan anak gadisnya meskipun
tanpa izin eksplisit yang bersangkutan. Ayah adalah pemilik hak
ijbar yang diterjemahkan sebagai hak memaksa anak gadis
untuk dikawinkan dengan laki-laki yang boleh jadi tidak
dikehendakinya.
3. Hak menentukan kehamilan
Paradigma ini lebih lanjut dapat menjadi dasar bagi hak
perempuan menolak untuk hamil karena pertimbangan
kesehatan reproduksinya. Adalah sangat simpatik bahwa Al-
Qur’an menekankan perlunya masyarakat memperhatikan
dengan sungguh-sungguh soal kehamilan perempuan.
Kehamilan, kata Al-Qur’an, merupakan proses reproduksi yang
sangat berat :”wahnan ‘ala wahnin” (kelemahan yang
berganda) (Q.S. Luqman, 14 dan Q.S. Al Ahqaf, 15). Al-Qur’an
melalui kedua ayat di atas berwasiat agar manusia berbuat baik
kepada orang tua mereka. Kondisi sangat lemah dan sangat berat
tersebut mencapai puncaknya pada saat melahirkan. Terdapat
banyak fakta sosial dan data penelitian tentang kematian ibu
yang diakibatkan oleh komplikasi-komplikasi kehamilan dan
proses melahirkan.
Oleh karena itu adalah sangat masuk akal bahkan
seharusnya jika kehendak untuk hamil atau tidak, mempunyai
anak atau tidak, perlu mempertimbangkan suara perempuan
lebih dari suara laki-laki. Perempuan adalah pemilik utama
rahim, tempat cikalbakal manusia dikandung. Dalam masa Islam
klasik persoalan kehendak untuk tidak hamil dibahas dalam bab
Azl atau coitus interuptus. Meskipun ada pandangan yang
mengharamkan azl, karena dianggap sebagai “pembunuhan
tersamar”, tetapi mayoritas ulama berdasarkan teks hadits yang
lain membolehkannya. Al Ghazali bahkan bukan hanya
membolehkan azl atas dasar pertimbangan kesehatan reproduksi
melainkan juga atas dasar keinginan perempuan sendiri untuk
menjadi tetap cantik, awet muda, khawatir risiko keguguran dan
khawatir repot banyak anak (Al Ghazali, Ihya Ulum Al Din,
II/52).
Pada saat ini proses menunda kehamilan atau mengaturnya
dapat dilakukan melalui teknis, metode dan alat kontrasepsi
yang beragam dan lebih canggih. Mayoritas pandangan ulama
dewasa ini telah memberikan lampu hijau bagi masyarakat
muslim untuk menggunakan metode-metode dan alat-alat
kontrasepsi apapun sepanjang tidak dimaksudkan untuk
membatasi berlangsungnya proses reproduksi manusia.
4. Hak mendapatkan informasi mengenai kesehatan reproduksi
Akan tetapi memberikan hak kepada perempuan untuk
menentukan atau memutuskan kehamilannya tidaklah cukup
dapat menjamin terwujudnya kondisi reproduksi perempuan
yang sehat. Indikasinya adalah seringnya muncul keluhan
perempuan yang ber KB. Hal ini bisa terjadi ketika mereka tidak
diberikan hak untuk mendapatkan informasi mengenai system
dan alat-alat kontrasepsi yang membuatnya tetap sehat. Di
sinilah, maka perempuan juga berhak mendapatkan pengetahuan
yang baik mengenainya. Pihak-pihak lain yang memahami alat-
alat kontrasepsi, terutama pemerintah, berkewajiban
menyampaikan secara jujur mengenainya, bukan atas dasar
kepentingan demografis tetapi benar-benar karena alasan
kesehatan reproduksi perempuan. Ini berarti juga bahwa dokter
atau petugas kesehatan yang menangani pemasangan alat
kontrasepsi berkewajiban memberikan jenis alat kontrasepsi
yang sesuai atau cocok untuk kepentingan tersebut.
Al-Qur’an mengemukakan asal kejadian manusia dan
perkembangbiakannya ia kemudian menekankan kepada
manusia agar benar-benar saling memberikan informasi tentang
perlunya menjaga rahim. Al-Qur’an menyatakan: “Dan
bertaqwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling
meminta (saling memberi informasi, pen.) dan saling menjaga
Rahim-rahim”. (Q.S. al Nisa, 1). Para ahli tafsir memang
memberikan tafsiran ayat ini tentang perlunya menjaga
hubungan silaturrahim melalui pemenuhan hak dan kewajiban
kemanusiaan. Akan tetapi adalah mungkin bahwa ia juga
dimaksudkan agar manusia juga saling menjaga rahim, tempat di
mana cikalbakal manusia dikandung dan kemudian dilahirkan.
5. Hak menentukan kelahiran
Penggunaan alat-alat kontrasepsi untuk menunda kehamilan
tidak dengan sertamerta menjamin kehamilan itu sendiri.
Kegagalan penggunaan alat kontrasepsi, misalnya, mungkin saja
terjadi dan dalam banyak fakta kemungkinan ini seringkali
terjadi. Kehamilan yang tidak dikehendaki dengan begitu sangat
bisa terjadi. Kehamilan yang tidak dikehendaki mungkin juga
bukan hanya karena faktor kegagalan kontrasepsi melainkan
juga karena faktor lain yang bisa mengganggu kesehatan
reproduksi perempuan. Dalam keadaan demikian dapatkan
perempuan menggugurkan kandungannya (aborsi).
Persoalan aborsi sesungguhnya sekali lagi bukan terletak
pada soal hukum boleh atau tidak boleh dan bukan pula karena
suatu alasan tertentu, melainkan berkaitan dengan hal lain yang
lebih prinsipil, yaitu soal kematian perempuan (ibu). Pemikiran
ini harus menjadi dasar bagi pertimbangan keputusan hukum
untuk dilakukannya tindakan aborsi atau tidak. Pada sisi lain,
meskipun undang-undang telah melarang tindakan aborsi akan
tetapi ia bisa saja dilakukan orang dengan segenap cara dan
berbagai jalan. Dan ini seringkali membahayakan bagi
keselamatan hidupnya. Saya kira kita perlu memikirkan jalan
keluar yang baik untuk menyelesaikan persoalan ini tanpa
menimbulkan kemungkinan kematian perempuan lebih banyak,
(Husein Muhammad).

F. KESEHATAN REPRODUKSI DALAM ISLAM


Islam mengajarkan prinsip-prinsip kesehatan, kebersihan dan
kesucian lahir dan batin. Antara kesehatan jasmani dengan kesehatan
rohani merupakan kesatuan sistem yang terpadu, sebab kesehatan
jasmani dan rohani menjadi syarat bagi tercapainya suatu kehidupan
yang sejahtera di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Islam sebagai
pedoman hidup tentunya memiliki kaitan erat dengan kesehatan
reproduksi mengingat Islam memiliki aturan-aturan dalam kehidupan
manusia yang bertujuan untuk mencapai kondisi yang sesuai dengan
persyaratan kesehatan reproduksi. Sejak berabad-abad yang lalu,
sebenarnya aturan-aturan dalam Islam di Al Qur’an telah mengajarkan
berbagai hal mengenai kesehatan reproduksi antara lain mengenai
seksualitas, kontrasepsi, kehamilan, menyusui dan juga mengenai
aborsi. Jika aturan-aturan tersebut dipatuhi oleh umat muslim, maka
kesejahteraan umat manusia dapat tercapai dengan baik.
Islam memberi banyak ruang dan dukungan atas akses kesehatan
reproduksi terutama pada kaum perempuan. Sebagai agama yang
melindungi kaumnya, posisi perempuan, terutama para ibu, dalam Islam
sangat dimuliakan. Oleh karena itu, posisi perempuan harus dijaga
lewat norma-norma sosial. Pemahaman yang benar mengenai kesehatan
reproduksi merupakan salah satu bentuk dukungan Islam agar kaum
perempuan dapat menjadi ibu yang sehat dan bertanggung jawab. Umat
Islam, baik laki-laki maupun wanita, sebaiknya mau belajar lebih
banyak mengenai kesehatan reproduksi agar norma-norma sosial dalam
Islam bisa ditegakkan dan dijalankan secara harmonis dengan ajaran-
ajaran Islam lainnya.
Pentingnya kesehatan reproduksi adalah amanah kehidupan. Allah
SWT menciptakan manusia melalui kehamilan, yang dalam proses
menjadi manusia utuh harus dijaga sedemikian rupa.
Artinya…“Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu
segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal
daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami
bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang
(berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling
Baik” (QS. Al Mu’minun: 14)
Perhatian Islam terhadap masalah kesehatan reproduksi wanita
sedemikian besar, ini tercermin dalam hal:
1. Pelarangan berduaan antara laki-laki dan perempuan yang bukan
mahrom.
“ Janganlah sekali-kali seorang laki laki berdua-duaan dengan
seorang wanita ditempat yang sepi kecuali jika ada mahrom’.
(HR. Imam Bukhori)
Pelarangan ini merupakan tindakan preventif agar tidak
terjadi perzinahan (hubungan seksual di luar pernikahan) yang
merupakan perbuatan terlarang. Dampak yang ditimbulkan dari
perzinahan adalah dapat menyebabkan kehamilan yang tidak
dikehendaki, lebih lanjut dilakukan aborsi. Dengan demikian agar
wanita menjaga kesehatan reproduksinya sehingga dapat
menjalankan fungsi reproduksinya secara sehat dan bertanggung
jawab.
2. Islam menganjurkan pernikahan sebagai bentuk perlindungan
agar reproduksi menjadi sehat dan bertanggung jawab, tidak
berhubungan ketika istri sedang haid (QS. Al-Baqarah: 222), dan
memberikan hak pada wanita untuk mendapatkan perlakuan yang
baik dari semua pihak, seperti hak untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan pada saat hamil dan menyusui. Dalam hal ini suami
berkewajiban menjaga istrinya yang sedang hamil atau menyusui
agar selalu dalam keadaan sehat, baik secara fisik maupun mental.
Alloh swt dalam al-Qur’an menegaskan kondisi wanita yang
hamil dalam keadaan lemah yang bertambah lemah (QS.
Lukman: 13 dan al-Ahqof: 15). Karena perhatian yang sangat
besar terhadap kondisi tersebut, maka wanita hamil dan menyusui
diperbolehkan untuk tidak berpuasa di bulan Ramadhan.
3. Islam memberi petunjuk pada wanita agar reproduksi dilakukan
dengan mengatur jarak kelahiran. Hal ini bentuk antisipasi
kemungkinan yang tidak diinginkan, seperti meninggal ketika
melahirkan . Juga untuk memenuhi kebutuhan bayi akan air susu
ibu. “Para ibu hendaklah menyusukan anaknya selama dua tahun
penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan”. (QS.
Al-Baqarah: 233). “Mengandungnya sampai menyapihnya
selama tiga puluh bulan” (QS. Al-Ahqof: 15). Artinya jarak
kelahiran bisa terjadi kurang lebih tiga tahun.
Kesehatan seksual dan reproduksi Islam memberikan
pemuliaan yang tinggi. Islam menegaskan untuk menjaga
kehormatan keturunan dengan perkawinan dan hubungan seksual
yang sehat. Islam melarang orang menciderai martabat
kemanusiaannya, berupa merusak kesehatan seksual. Satu di
antara maqasidus syariah adalah hifzul nasb (menjaga kesucian
keturunan), ini tentu dengan memuliakan hubungan lawan jenis
sesuai syariat.
Begitu juga halnya dengan kesehatan reproduksi sejak
kehamilan, perawatan bayi, menyusui dengan pemberian ASI,
larangan aborsi dengan alasan yang tidak syar’i, dan hal-hal lain
yang terkait dengannya adalah bahagian penting yang
diperhatikan Islam. Islam mencegah mendekati perbuatan zina,
meninggalkan cara berhubungan yang tidak sehat, dan melarang
melakukan hubungan sesama jenis adalah wujud untuk menjaga
kesehatan reproduksi. Kebebasan hubungan seksual, gonta ganti
pasangan, pelacuran dan segala bentuk penyimpangan seksual
adalah perbuatan yang dikatakan keji dan kotor dalam Islam.

G. MANAJEMEN PERAWATAN KESEHATAN REPRODUKSI


1) MENSTRUASI
Penting memberikan bimbingan dalam menjaga higiens
pada saat menstruasi pada remaja perempuan. Pendidikan seputar
menstruasi disarankan diterapkan pada anak remaja perempuan
yang belum mengalami menstruasi sebagai salah satu cara
menumbuhkan kesiapan mereka dalam menghadapi saat menarche
nanti. Apa saja yang harus dilakukan pada saat tersebut, mengatasi
keluarnya darah menstruasi yang dapat terjadi secara tiba-tiba,
bagaimana memakai pembalut, serta bagaimana cara perawatan
diri saat menstruasi. Mandi dan keramas merupakan bagian rutin
selama masa menstruasi. Membersihkan organ reproduksi secara
ekstra terutama bagian vagina saat menstruasi. Jika tidak akan
menimbulkan mikroorganisme. Idealnya pada pembalut selama
menstruasi harus diganti secara teratur 2-3 kali sehari atau setiap 4
jam sehari. Setelah mandi atau buang air kecil, vagina harus
dikeringkan dengan tisu atau handuk bersih agar tidak lembab.
Dengan memberikan informasi-informasi tentang cara hidup sehat,
maka akan meningkatkan pengetahuan dan menimbulkan
kesadaran mereka akan pentingnya menjaga kebersihan untuk
dirinya sendiri.

2) PENYAKIT MENULAR SEKSUAL


Menjelaskan pilihan perilaku seksual yang aman
a) Cara ABCD
1. A = Abstinence
Tidak melakukan hubungan seksual untuk sementara waktu
2. B = Be faithful
Setia pada pasangan
3. C = Condom
Gunakan kondom bila tidak mau melaksanakan A dan B,
termasuk menggunakan kondom sebelum IMS yang
dideritanya sembuh
4. D = no Drugs
Tidak menggunakan obat psikotropik atau zat adiktif
lainnya
b) Ada juga cara lain yaitu dengan mengganti hubungan seksual
penetratif berisiko tinggi (hubungan seksual anal maupun
vaginal yang tidak terlindung) dengan hubungan seksual non-
penetratif berisiko rendah).
Perilaku berisiko tinggi adalah perilaku yang menyebabkan
seseorang terpapar dengan darah, semen, cairan vagina yang
tercemar kuman penyebab IMS atau HIV. Yakinkan pasien
bahwa mereka telah terinfeksi melalui hubungan seksual tak
terlindung dengan pasangan yang terinfeksi, dan bahwa tidak
ada penyebab lainnya.
Upaya pencegahan dan perawatan IMS yang efektif dapat
dicapai dengan melaksanakan “paket kesehatan masyarakat”.
Komponen pokok paket ini berupa:
1. Promosi perilaku seksual yang aman.
2. Memprogamkan peningkatan penggunaan kondom, yang
meliputi berbagai aktifitas mulai dari promosi penggunaan
kondom sampai melakukan perencanaan dan manajemen
pendistribusian kondom.
3. Peningkatan perilaku upaya mencari pengobatan.
4. Pengintegasian upaya pencegahan dan perawatan IMS ke
dalam upaya pelayanan kesehatan dasar, upaya kesehatan
reproduksi, klinik pribadi/ swasta serta upaya kesehatan
terkait lainnya.
5. Pelayanan khusus terhadap kelompok populasi berisiko
tinggi, seperti misalnya para wanita dan pria penjaja seks,
remaja, pengemudi truk jarak jauh, anggota militer
termasuk anggota kepolisian, serta para narapidana.
6. Penatalaksanaan kasus IMS secara paripurna.
7. Deteksi dini terhadap infeksi yang bersifat simtomatik
maupun yang asimtomatik.

3) KEHAMILAN
Pelayanan kesehatan ibu hamil diberikan kepada ibu hamil
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan
kesehatan. Proses ini dilakukan selama rentang usia kehamilan ibu
yang dikelompokkan sesuai usia kehamilan menjadi trimester
pertama, trimester kedua, dan trimester ketiga. Pelayanan
kesehatan ibu hamil yang diberikan harus memenuhi elemen
pelayanan sebagai berikut :
1. Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan
2. Pengukuran tekanan darah
3. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA)
4. Pengukuran tinggi puncak rahim (fundus uteri)
5. Penentuan status imunisasi tetanus dan pemberian imunisasi
tetanus toksoid sesuai status imunisasi
6. Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet selama
kehamilan
7. Penentuan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)
8. Pelaksanaan temu wicara (pemberian komunikasi interpersonal
dan konseling, termasuk keluarga berencana)
9. Pelayanan tes laboratorium sederhana, minimal tes hemoglobin
darah (Hb), pemeriksaan protein urin dan pemeriksaan golongan
darah (bila belum pernah dilakukan sebelumnya); dan
10. Tatalaksana kasus.
Selain elemen tindakan yang harus dipenuhi, pelayanan
kesehatan ibu hamil juga harus memenuhi frekuensi minimal di
tiap trimester, yaitu satu kali pada trimester pertama (usia
kehamilan 0-12 minggu), satu kali pada trimester kedua (usia
kehamilan 12-24 minggu), dan dua kali pada trimester ketiga (usia
kehamilan 24 minggu sampai persalinan). Standar waktu pelayanan
tersebut dianjurkan untuk menjamin perlindungan terhadap ibu
hamil dan atau janin berupa deteksi dini faktor risiko, pencegahan,
dan penanganan dini komplikasi kehamilan.

4) ABORSI
Dalam proses pemberian layanan asuhan pasca-aborsi,
harus diingat bahwa pasien ini membutuhkan konseling, perhatian,
pemahaman serta empati selama pemberian asuhan. Dalam
memberikan asuhan pasca-aborsi, hal yang pertama kali harus
dilakukan adalah mengatasi situasi segera, yaitu mengatasi
perdarahan dan syok. Setelah kondisi wanita ini stabil, hal
selanjutnya yang sama pentingnya adalah memberikan asuhan
tindak lanjut yang penting, meliputi peredaan nyeri, dukungan
psikologis, konseling pascaaborsi dan pemeriksaan lebih lanjut
yang mungkin diperlukan.

5) NIFAS
Masa nifas (puepertium) dimulai setelah plasenta lahir dan
berakhir ketika alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum
hamil, berlangsung kira-kira 6 minggu.
1. Anjurkan ibu untuk melakukan kontrol/ kunjungan masa nifas
setidaknya 4 kali yaitu :
- 6-8 jam setelah persalinan (sebelum pulang)
- 6 hari setelah persalinan
- 2 minggu setelah persalinan
- 6 minggu setelah persalinan
2. Periksa tekanan darah, perdarahan pervaginam, kondisi
perineum, tanda infeksi, kontraksi uterus, tinggi fundus, dan
temperature secara rutin
3. Nilai fungsi berkemih, fungsi cerna, penyembuhan luka, sakit
kepala, rasa lelah, dan nyeri punggung
4. Tanyakan ibu mengenai suasana emosinya, bgaiman dukungan
yang didapatkannya dari keluarga, pasangan, dan masyarakat
untuk perawatan bayinya
5. Minta ibu segera menghubungi tenaga kesehatan bila
menemukan salah satu tanda berikut : perdarahan berlebihan,
secret vagina berbau, demam, nyeri perut berat, kelelahan atau
sesak, bengkak di tangan, wajah, tungkai atau sakit kepala atau
pandangan kabur, nyeri payudara, pembengkakan payudara,
luka, atau perdarahan putting
6. Berikan informasi tentang perlunya melakukan hal-hal berikut :
a) Kebersihan diri
 Membersihkan daerah vulva dari depan ke belakang
setelah buang air kecil atau besar dengan sabun dan air
 Mengganti pembalut 2 kali sehari
 Mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan
sesudah membersihkan daerah kelamin
 Menghindari menyentuh daerah luka episiotomy atau
laserasi
b) Istirahat
 Beristirahat yang cukup
 Kembali melakukan rutinitas rumah tangga secara
bertahap
c) Latihan
 Menjelaskan pentingnya otot perut dan panggul
 Mengajarkan latihan untuk otot perut dan panggul
- Menarik otot perut bagian bawah selagi menarik nafas
dalam posisi tidur terlentang dengan lengan di samping,
tahan nafas sampai hitungan 5, angkat dagu ke dada,
ulangi sebanyak 10 kali
- Berdiri dengan kedua tungkai dirapatkan. Tahan dan
kencangkan otot pantat, pinggul sampai hitungan 5,
ulangi sebanyak 5 kali
d) Gizi
 Mengkonsumsi tambahan 500 kalori/hari
 Diet seimbang (cukup protein, mineral, vitamin)
 Minum minimal 3 liter/hari
 Suplemen besi diminum setidaknya selama 3 bulan
pascapersalinan, terutama di daerah dengan prevalensi
anemia tinggi
 Suplemen vitamin A : 1 kapsul 200.000 IU diminum
segera setelah persalinan dan 1 kapsul 200.000 IU
diminum 24 jam kemudian
e) Menyusui dan merawat payudara
f) Senggama
Senggama aman dilakukan setelah darah tidak keluar dan ibu
tidak merasa nyeri ketika memasukan jari ke dalam vagina.

6) MENYUSUI
ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan
miniman tambahan lain pada bayi berumur 0-6 bulan.
1. Berikan informasi ASI eksklusif diberikan hingga umur 6 bulan
dan jika memungkinkan diteruskan degan pemberian ASI
tambahan hingga berumur 2 tahun
2. Kekerapan dan lama menyusui dengan ASI tidak dibatasi (AI on
demand, yaitu sesering yang bayi mau, siang dan malam)
3. Tidak mempromosikan atau memberikan susu ormula ibu tanpa
alasan atau instruksi medis.
4. Hindari penggunaan dot bayi
5. Berikankan ASI yang dipompa menggunakan cangkir atau
selang nasogastric bila bayi tidak mampu menyusui atau jika ibu
tidak bisa bersama bayi sepanjang waktu
6. Sebelum menyusui, cuci putting ibu dan buat ibu berada dalam
posisi yang santai. Punggung ibu sebaiknya diberi sandaran dan
sikunya didukung selama menyusui
7. Untuk meningkatkan produksi ASI, anjurkan ibu untuk
melakukan hal-hal berikut ini.
a) Menyusui dengan cara-cara yang benar
b) Menyusui bayi setiap 2 jam
c) Bayi menyusui dengan posisi dengan posisi menempel yang
baik, terdapat suara menelan aktif
d) Menyusui bayi di tempat yang tenang dan nyaman
e) Minum setiap kali menyusui
f) Tidur bersebelahan dengan bayi
8. Untuk perawatan payudara, anjurkan ibu untuk melakukan hal-
hal beikut ini.
a) Menjaga payudara (terutama putting susu) tetap kering dan
bersih
b) Memakai bra yang menyokong payudara
c) Mengoleskan kolostrum atau ASI pada putting susu yang
lecet
d) Apabila lecet sangat berat, ASI dikeluarkan dan ditampung
dengan menggunakan sendok
e) Menghilangkan nyeri dengan minum parasetamol 1x500 mg,
dapat diulang tiap 6 jam
9. Jika payudara bengkak akibat pembedungan ASI
a) Kompres payudara dengan menggunakan kain basah/ hangat
selama 5 menit
b) Urut payudara dari arah pangkal munuju putting
c) Keluarkan ASI dari bagian depan payudara sehingga putting
menjadi lunak
d) Susukan bayi setiap 2-3 jam
e) Letakkan kain dingin pada payudara setelah menyusui
II. PEREMPUAN DALAM BERBAGAI MASA KEHIDUPAN,
PERMASALAHAN, DAN CARA MENGATASINYA

A. MASA FETAL
1. Perkembangan Masa Fetal
Ovarium berisi tiga bagian : korteks (luar), medulla (sentral),
dan pintu ovarium (hilus). Pada umur kehamilan 6-8 minggu, tanda
awal terjadinya diferensiasi ovarium adalah adanya multiplikasi sel
germinal melalui proses mitosis, yang mencapai jumlah 6-7 juta
oogonia pada umur kehamilan 16-20 minggu yang kemudian pada
umur kehamilan 18 minggu mulai terjadi pembentukan folikel.
Proses perkembangan folikel primordial ini akan berlanjut sampai
semua oosit berada pada stadium diplotene, sehingga dapat
ditemukan segera setelah lahir. Sejak umr kehamilan tersebut, isi sel
germinal akan mengalami penurunan selama 50 tahun, sampai
simpanan oosit habis.
Pada pembentukan folikel selama kehidupan fetus, terjadi proses
pematangan dan atresia. Meskipun proses ini akan terjadi selama
kehidupan reproduksi, maturasi penuh seperti yang tampak pada
proses ovulasi tidak akan terjadi, sehingga produksi estrogen tidak
terjadi sampai akhir kehamilan.
Sebelum usia 8 minggu embrio berada dalam keadaan
ambiseksual, dan setelah usia 8 minggu terjadilah identitas kelamin
yang merupakan hasil pembentukan dan pertumbuhan dari factor-
faktor genetic, hormonal, morfologi seks, yang akhirnya dipengaruhi
oleh lingkungan individu. Secara khusus identitas kelamin
merupakan akibat dari factor-faktor : genetic, pertumbuhan gonad,
genetalia eksterna, karakteristik seks sekunder yang muncul pada
pubertas, dan peran lingkungan di dalam masyarakat.
2. Kelainan Kongenital Pada Organ Genetalia Eksterna
a) Kelainan Pada Genetalia Eksterna
1) Hipertrofi Labialis
Pembesaran pada salah satu atau kedua labia dapat
mengakibatkan terjadinya iritasi, infeksi kronik, dan nyeri
yang dapat mempengaruhi aktivitas seksual atau segala
kegiatan yang akan menimbulkan penekanan pada daerah
vulva. Selain itu, kelainan bentuk pada vulva tersebut juga
dapat menimbulkan stress psikososial. Meski demikian, tidak
semua penderita hipertrofi labialis akan mengalami masalah
tersebut. Penderita hipertrofi labialis yang memiliki masalah
dapat diberi penjelasan bahwa kelainan bahwa kelainan
bawaan tersebut bukan merupakan suatu kelainan yang
memilik dampak yang serius. Untuk menghindari terjadinya
masalah-masalah klinis tadi penderita dianjurkan untuk tidak
menggunakan pakaian yang terlampau ketat dan selalu
menjaga kebersihan daerah vulva. Namun, apabila gejala-
gejala tersebut selalu timbul dan menimbulkan keluhan yang
berulang, maka dapat dianjurkan untuk dilakukan labioplasti.
Pascatindakan pembedahan labioplasti penderita juga perlu
diingatkan untuk menghindari gesekan antara daerah vulva
dengan paha pada saat berjalan dan selalu menjaga daerah
vulva tersebut dalam keadaan kering dan bersih untuk
menjamin proses penyembuhan berjalan dengan baik.
2) Himen Imperforatus
Himen imperforatus adalah selaput dara yang tidak
memiliki lubang (hiatus heminalis) sama sekali. Umumnya
kelainan ini tidak akan disadari sebelum perempuan tersebut
mengalami menarke. Kajadian himen imperforatus
diperkirakan berkisar antara 1 : 1.000 sampai 1 : 10.000.
Akibat tidak adanya hiatus heminalis, darah menstruasi yang
dihasilkan tiap bulannya tidak dapat mengalir dan terkumpul di
vagina. Semakin banyak haid yang terkumpul di vagina akan
menyebabkan himen menonjol keluar dan tampak kebiruan.
Pengumpulan darah haid di vagina disebut sebagai
hematokolpos. Apabila keadaan ini dibiarkan terus-menerus,
maka jumlah darah haid yang tertampung akan semakin
banyak, dan darah haid akan mengisi kavum uteri
(hematometra), bahkan dapat mengisi tuba falopii
(hematosalping). Diagnosis ini tidak sukar dan penanganan
cukup dilakukan himenektoni dengan perlindungan antibiotic.
Pascatindakan pasien diletakkan dalam posisi Fowler sehingga
akan membiarkan darah haid yang terkumpul di organ
genetalia akan mengalir keluar.
b) Anomali Pada Uterus
1) Sindrom Mayer-von Rokitansky- Kuster- Hauser (MRKH)
Kagagalan dalam pembentukan akan mengakibatkan organ
genetalia tersebut tidak akan terbentuk sama sekali. Apabila
melibatkan kedua duktus Muller, maka tidak akan terdapat
uterus, kedua tuba fallopii, dan sepertiga bagian atas vagina.
Tidak terbentuknya vagina yang disertai dengan kelaianan
pada duktus Muller yang bervariasi, dan diikuti kelainan pada
system ginjal, rangka, dan pendengaran disebut sebagai
Sindrom Mayer-von Rokitansky- Kuster- Hauser (MRKH).
Kejadian tersebut diperkirakan dapat ditemukan pada 1 dari
5.000 persalinan bayi perempuan. Namun, apabila kegagalan
pembentukan hanya melibatkan satu sisi duktus Muller, maka
akan terbentk uterus yang memiliki satu tanduk dan satu tuba
Fallopii (uterus unicornis). Meski kejadiannya jarang, dapat
terjadi serviks tidak terbentuk tetapi uterus dan vaginya
normal. Hal tersebut dapat menimbulkan masalah karena darah
haid yang terbentuk dalam kavum uteri tidak dapat keluar
sahingga dapat mengakibatkan terjadinya hematometra,
bahkan hematosalping.
2) Kegagalan dalam Proses Fusi Duktus Muller Kanan dan Kiri
Kegagalan dalam proses fusi duktus Muller kanan dan kiri
dapat menyebabkan didapatkannya (1) uterus terdiri atas 2
bagian yang simetris, di mana dapat ditemukan uterus dengan
septum pada bagian tengah yang dapat bersifat komplit atau
parsial, atau terdapat dua hemiuterus yang masing-masing
memiliki cavum uteri sendiri-sendiri atau satu cavum uteri
terbagi dalam dua bagian, yaitu : uterus didelfis, uterus
bikornus, uterus arkuatus (2) uterus terdiri atas 2 bagian yang
tidak simetris. Tidak jarang salah satu duktus Muller tidak
berkembang akan tetapi mengalami kelambatan dalam
pertumbuhannya. Dalam hal ini hemiuterus akan tumbuh
normal sementara sisi yang tidak berkembang akan menjadi
rudimenter. Tanduk yang bersifat rudimenter tersebut perlu
dibedakan apakah memiliki lapisan endometrium atau tidak
dan apakah memiliki hubungan (komunikasi) dengan duktus
Muller sisi lainnya atau tidak. Hal ini terkait dengan fungsi
tanduk rudimenter tersebut dalam hal menghasilkan darah
haid. Apabila tanduk rudimenter tersebut memiliki komunikasi
dengan hemiuterus yang normal, maka darah haid yang
dihasilkan dapat dialirkan keluar. Namun, apabila tanduk
rudimenter tersebut memiliki lapisan endometrium dan tidak
memiliki komunikasi dengan hemiuterus yang normal, maka
darah haid yang dihasilkan oleh tanduk rudimenter tersebut
tidak akan dapat dialirkan keluar dan terkumpul di dalam
tanduk tersebut membentuk suatu tumor.
Septum yang berjalan melintang (transverse) pada daerah
vagina diperkirakan disebabkan oleh adanya kegagalan pada
proses fusi dan/ atau kanalisasi antara duktus Muller dengan
sinus urogenitalis. Septum vagina tersebut dapat berlokasi pada
vagina bagian atas (46%), tengah (40%), ataupun bawah
(14%). Pada inspeksi genetalia eksterna tampak normal.
Namun, apabila dilakukan pemeriksaan yang seksama maka
akan didapatkan vagina yang buntu atau pendek. Ketebalan
septum vagina umumnya kurang dari 1 cm. Umumnya masih
memiliki lubang pada bagian tengahnya sehingga masih
mampu mengalirkan darah haid dari uterus. Akan tetapi, jika
septum tersebut tidak memiliki lubang, maka dapat terjadi
hematokolpos.
Tidak semua perempuan yang memiliki anomali pada
genetalia akan menemui masalah. Sebagian dapat hamil
normal, bahkan melahirkan biasa. Apabila kehamilan terjadi
pada hemiuterus yang normal kadangkala dapat terjadi abortus,
persalinan preterm, kelainan letak janin, distosia, dan
perdarahan pascapersalinan.
Tindakan pembedahan pada kasus kelainan organ genetalia
hanya dilakukan apabila ada indikasi berupa kejadian abortus
berulang, infertilitas, gangguan proses persalinan, atau adanya
gejala-gejala yang menunjukkan pengumpulan darah haid pada
vagina, kavum uteri, tuba falopii, atau tanduk rudimenter yang
tidak memiliki komunikasi dengan hemiuterus.
c) Kelainan Pertumbuhan Seks
Kelainan pertumbuhan seks atau Disorders of Sex
Development (DSD) adalah suatu kondisi yang melibatkan
elemen-elemen berikut ini : (1) Ambiguous genetalia, (2) adanya
ketidaksesuaian antara genetalia interna dengan genetalia eksterna
yang bersifat kongenital, (3) perkembangan anatomi organ
genetalia yang tidak normal, (4) anomaly kromosom seks, dan (5)
kelainan pada perkembangan gonad.
1) Pseudohermafrodit
Apabila bentuk alat kelamin individu tersebut tidak
menimbulkan kebingungan tetapi terdapat ketidaksesuaian
antara kromosom seks atau gonad dengan fenotipnya
digunakan istilah Pseudohermafrodit. Istilah
Pseudohermafrodit laki-laki atau Pseudohermafrodit
perempuan merujuk kepada jenis gonad yang didasari atas
pemeriksaan kromosom seks. Pseudohermafrodit laki-laki
berarti kromosom seksnya adalah XY, gonadnya adalah testis,
tetapi fenotipnya cenderung mengarah ke feminism (dengan
variasi). Sebaliknya, istilah Pseudohermafrodit perempuan
digunakan apabila kromosom seksnya menunjukkan XX,
gonadnya ovarium, tetapi fenotipnya cenderung kea rah
maskulin (dengan variasi). Berdasarkan konsensus terbaru,
maka untuk menghindari istilah hermafrodit yang sangat
membingungkan pasien, digunakan istilah DSD.
2) Interseks atau Ambiguous Genetalia
Istilah interseks sering digunakan apabila bentuk alat
kelamin tidak memungkinkan untuk menentukan identitas
kelamin individu tersebut atau seringkali disebut sebagai
genetalia ambigu. Penggunaan istilah-istilah tersebut di atas
seringkali tidak sepenuhnya dapat diterima oleh pihak keluarga
karena dianggap dapat menimbulkan beban mental kepada si
penderita. Oleh karena itu, penanganan kasus DSD perlu
dilakukan secara hati-hati dengan selalu mengutamakan
kepentingan pasien, dengan mengikutsertakan para ahli dari
bidang disiplin ilmu lainnya. Penanganannya tidak hanya
ditujukan pada aspek yang terkait dengan kelainan fisik saja,
tetapi perlu pula perhatikan aspek psikis individu.
3) Disorders of Sex Development (DSD)
DSD dapat disebabkan oleh adanya kelainan pada
kromosom, perkembangan gonad dan perkembangan genetalia.
Kehadiran kromosom seks yang normal sangat penting untuk
menentukan diferensiasi gonad untuk menjadi ovarium atau
testis. Selanjutnya, produk dari gonad akan mempengaruhi
perkembangan genetalia interna yang berasal dari ductus
Muller dan duktus Wolff. Kehadiran androgen yang dapat
bekerja pada sel target akan mempengaruhi virilisasi genetalia
eksterna. Sementara itu, ketidakhadiran androgen atau
androgen yang tidak mampu bekerja pada pada sel target akan
memicu feminisasigenetalia eksterna. Pada kategori DSD
kromosom seks umumnya hanya akan mempengaruhi fungsi
gonad dan tidak akan memicu kondisi genetalia ambigu. Hal
tersebut akan mengakibatkan gonad tidak dapat berdiferensiasa
secara sempurna sehingga tidak akan berfungsi sebagaimana
mestinya. Kondisi tersebut dapat ditemukan pada kasus
Sindrom Klinefelter, Sindrom Turner, dan kimera.
4) Sindrom Klinefelter dan Sindrom Turner
Pada Sindrom Klinefelter kromosom 46,XY akan
mendapatkan tambahan satu kromosom X lagi sehingga dapat
mempengaruhi fungsi testis. Sementara itu, pada kasus
Sindrom Turner yang klasik kromosom 46,XX akan
kehilangan satu kromosom X sehingga menjadi 45,XO.
Akibatnya folikel-folikel pada gonad akan cepat mengalami
atresia hingga akhirnya gonad tersebut tidak dapat berfungsi.
Selain kelainan akibat kehilangan atau mendapatkan tambahan
kromosom seks, terdapat kelainan yang diakibatkan oleh
karena dalam satu individu terdapat 2 galur sel yang berbeda
(mosaic), contohnya variasi dari Sindrom Turner, yaitu
45,XO/46,XY atau kimera di mana didapatkan 46,XX/46,XY.
Terdapatnya 2 kromosom seks yang berbeda dalam satu
individu dapat memicu gangguan fungsi gonad.
5) Feminisasi Genetalia Eksterna
Kondisi genetalia ambigu dapat ditemukan pada kasus
46,XY DSD atau 46,XX DSD. Prinsip dari kelainan 46,XY
DSD atau 46,XX DSD adalah terdapatnya paparan androgen
yang kurang pada individu dengan 46,XY atau terdapat
paparan androgen yang berlebih pada individu dengan 46,XX.
Akibat paparan androgen yang kurang pada 46,XY dapat
mengakibatkan terjadinya penurunan efek maskulinisasi atau
virilisasi dari androgen yang dapat mengakibatkan genetalia
ambigu (parsial) atau feminisasi genetalia eksterna (komplit).
Pada 46,XX yang mendapat paparan androgen berlebih akan
memicu efek virilisasi pada alat kelaminnya, sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya genetalia ambigu. Pada 46,XY yang
mengalami gangguan virilisasi umumnya dapat diakibatkan
oleh karena tidak dihasilkannya hormone androgen atau tidak
bekerjanya hormone androgen tersebut pada target rgan yang
dapat disebabkan oleh adanya kelainan pada enzim atau
reseptornya. Sementara itu, paparan hormone androgen yang
berlebih pada 46,XX dapat berasal dari kelenjar adrenal bayi
tersebut, ketidakmampuan plasenta untuk mengoversi
androgen, asupan hormone androgen dari maternal atau adanya
tumor maternal yang menghasilkan hormone androgen.

B. MASA BAYI
Masa bayi baru lahir (neonatal) adalah saat kelahiran sampai umur
1 bulan, sedangkan masa bayi adalah saat bayi umur 1 bulan sampai 12
bulan.
1. Perkembangan Masa Bayi
Perkembangan Ovarium
Saat lahir ovarium janin, didapatkan kurang lebih sebanyak
1,000,000 sel germinal yang akan menjadi folikel, dan sampai umur
satu tahun, ovarium berisi folikel kistik dalam berbagai ukuran yang
dirangsang oleh peningkatan gonadotropin secara mendadak,
bersamaan dengan lepasnya steroid fetoplasental yang merupakan
umpan balik negative pada hypothalamus-pituitari neonatal. Kista
ovarium terkadang dapat dideteksi pada fetus dengan pemeriksaan
ultrasonografi. Ovarium neonatus mempunyai diameter 1 cm dan
berat 250-350 mg dengan semua oosit berbentuk folikel primordial.
Pada saat lahir, kosentrasi gonadotropin dan steroid seks tetap tinggi,
tetapi kadar turun selama beberapa minggu pertama kehidupan dan
tetap rendah selama tahun-tahun prapubertas. Hipothalamik pituitary
ditekan oleh adanya steroid gonad yang kadarnya sangat rendah pada
masa kanak-kanak.

Perkembangan Uterus
Perkembangan uterus dipengaruhi oleh hormone maternal dan
plasental. Pada saat lahir besarnya corpus uteri lebih kecil atau sama
dengan berat besar serviks. Pada masa dewasa besar corpus uteri dua
atau tiga kali dari besar serviks.
Pada saat lahir dengan menggunakan USG, serviks lebih besar
dari corpus uteri dengan rasio fundus/serviks = ½, panjang uterus
kurang lebih 3,5 cm, dan tebal kurang lebih 1,4 cm.
2. Gangguan Pada Masa Bayi
1) Aglutinasi Labia Minora
Iritasi vulva bisa terjadi pada tahun-tahun pertama
kehidupan bahkan pada masa kanak-kanak. Penggunaan diapers
dan sejumlah sabun dapat menyebabkan kemerahan, rasa gatal,
hingga inflamasi pada daerah yang peka ini. Labia minora dapat
menyatu saat penyembuhan. Bisa tanpa adanya keluhan, kecuali
jika perlekatan terjadi jauh ke depan bisa terjadi kesulitan waktu
kencing.
Terapinya sangat sederhana : dengan menggunakan sonde,
2 bibir yang melekat dapat dipisahkan dengan mudah dan bekas
tempat perlekatan diberi salep yang mengandung estrogen. Tidak
disarankan untuk pemisahan secara kasar karena dapat memicu
iritasi lanjut dan berulangnya pembentukan adesi.
2) Keputihan
Pada bayi perempuan yang terpapar estrogen in utero
mengeluarkan cairan berwarna putih kental dari vagina. Pada
anak yang lebih tua, jika cairan berwarna nanah, berbau, kadang-
kadang bercampur darah, biasanya disebabkan oleh adanya
corpus alienum dalam vagina.

C. MASA KANAK-KANAK
Masa kanak-kanak adalah saat umur 1 tahun sampai 6 tahun,
walaupun ada yang menyebut hingga 12 tahun.
1. Perkembangan Masa Kanak-Kanak
Perkembangan ovarium
Sebenarnya pada masa kanak-kanak ovarium tidak diam. Folikel
terus tumbuh dan mencapai stadium antrum. Dengan USG ukuran
folikel sebesar 2-15 mm. proses atresia membantu meningkatkan sisa
folikel membentuk stroma, sehingga besar ovarium mencapai 10 kali
lipat. Fungsi ovarium tidak dibutuhkan sampai masa pubertas.
Hingga enam tahun volume ovarium masih tetap sebesar 1-2
cm3. Peningkatan volume dimulai setelah umur 6 tahun. Pada masa
prapubertas dan pubertas (7-10 tahun) volume 1,2 cm-2,3 cm3, pada
masa pramenarke (11-12 tahun) volume 2-4 cm3, pada pasca
menarke volume rata-rata 8 cm3 (2,5-20 cm3). Uterus neonatus
berkembang dengan mengalami perubahan histologi endometrium,
vaskularisasi uterus, serta pembesaran seluruh organ genetalia.
Sekresi Hormon
Hypothalamus, glandula pituitary anterior, dan gonad dari fetus,
neonatus, bayi, kanak-kanak/ prapubertal semuanya mampu
menyekresi hormone dengan konsentrasi sama dengan dewasa.
Bahkan selama kehidupan fetus, erutama pertengahan kehamilan,
konsentrasi serum FSH dan LH mencapa batas lebih tinggi atau
sama dengan konsentrasi dewasa. Akan tetapi, kemudian menurun
setelah pertengahan kehamilan, melahirkan, masa kank-kanak, dan
meningkat lagi pada masa dewasa.

D. MASA PUBERTAS
Pubertas adalah suatu proses pendewasaan tubuh yang mempunyai
tujuan akhir mampu bereproduksi seksual, dimana tubuh sedang
mengalami perubahan besar-besaran dari struktur tubuh anak-anak
menjadi struktur tubuh orang dewasa. Pubertas bisa diartikan juga masa
ketika seseorang anak mengalami perubahan fisik, psikis dan
pematangan fungsi seksual. Biasanya masa puber pada laki-laki antara
umur 11-12 tahun lebih lambat dari perempuan yang sudah mulai saat
umur 8-10 tahun. Tapi ini tidak mutlak, karena kondisi tubuh masing-
masing orang berbeda.
1. Perkembangan Pada Masa Pubertas
Pertumbuhan ovarium dan uterus
Pada awal pubertas, sel germinal berkurang menjadi 300.000
sampai 500.000 unit dan selama 35-40 tahun dalam masa kehidupan
reproduksi, 400-500 mengalami proses ovulasi, folikel primer akan
menipis, sehingga pada saat menopause tinggal beberapa ratus sel
germinal. Pada rentang 10-15 tahun sebelum menopause, terjadi
peningkatan hilangnya folikel, berhubungan dengan peningkatan
FSH dan penurunan inhibin B dan insulin like growth factor 1
(IGF1). Peningkatan hilangnya folikel kemungkinan disebabkan
peningkatan stimulasi FSH.
Uterus masa kanak-kanak telah berkembang sempurna
bersamaan dengan perkembangan organ genetalia lainnya sehingga
bisa berfungsi di dalam masa haid serta masa persiapan implantasi.
Uterus prapubertas panjangnya 2,5-4,0 cm dengan tebal 1 cm. Uterus
masa pubertas rasio fundus/serviks = 2/1 sampai 3/1 dengan panjang
5-8 cm, lebar 3-4 cm dan tebal 1,5 cm. ovarium masa pubertas
volume 1,8-5,7 cm3.
Pertumbuhana Fisik
Di dalam masa pubertas akan terjadi pertumbuhan karakteristik
seks sekunder dan dicapainya kemampuan reproduksi seks.
Perubahan fisik yang menyertai perkembangan pubertas adalah
sebagai akibat langsung atau tidak langsung dari maturasi
hipotalamus, stimulasi organ seks, dan sekresi steroid seks.
Kecepatan tumbuh pada masa pubertas dipengaruhi oleh banyak
factor. Perempuan mencapai kecepatan tertinggi pada awal pubertas
sebelum menarke dan mempunyai potensi tumbuh terbatas setelah
menarke. Banyak hormone yang berpengaruh terhadap pertumbuhan.
Growth hormone, insulin like growth factor 1 (IGF1), dan steroid
gonad, mempunyai peran besar. Androgen adrenal tampak kurang
penting. Perubahan di dalam bentuk badan perempuan, dengan
akumulasi lemak pada paha, panggul, dan bokong, terjadi selama
pertumbuhan pubertas. Dalam hal ini estrogen meningkatkan total
lemak badan yang didistribusi pada paha, bokong dan perut.
Pertumbuhan fisik yang meningkat disertai pertumbuhan
payudara (thelarche) dan perubahan rambut ketiak dan pubis
(adrenarche atau pubarche) sebagai akibat dari meningkatnya
prooduksi androgen adrenal dan terjadi rata-rata pada umur 7-8
tahun. Pubertas adalah masa perkembangan fisiologik (biologic dan
fisik) setelah terjadinya reproduksi seks pertama kali, yang
merupakan stadium dari adolesen, dimulai pada umur 9-10 untuk
perempuan Amerika Serikat.
Saat mulainya pubertas tergantung dari genetic, tetapi banyak
factor yang berpengaruh terhadap saat mulai dan kecepatan
pertumbuhan, misalnya nutrisi, kesehatan secara umum, lokasi
geografik, paparan sinar, dan keadaan psikologis. Anak yang tinggal
di kota, dekat dengan equator, dan tinggal di dataran rendah, mula
pubertas lebih awal daripada yang tinggal di pedesaan, jauh dari
equator dan yang tinggal di dataran tinggi.
Perubahan fisik yang berhubungan dengan masa pubertas terjadi
secara berurutan, bila terjadi penyimpangan dari urutan atau saat
kejadian dapat dianggap sebagai abnormalitas. Pada perempuan
perkembangan pubertas terjadi pada umur labih dari 4,5 tahun (rata-
rata pada umur 7-8 tahun).
Walaupun umumnya tanda pubertas pertama kali adalah
pertumbuhan yang cepat, tetapi kadang-kadang pertumbuhan
peyudara dikenal pertama kali, diikuti oleh tampilnya rambut pubis,
kecepatan mencapai puncak pertumbuhan, dan menarke. Stadium ini
pertama kali ditulis oleh Marshall dan Tanner untuk perkembanagn
payudara dan rambut ketiak-pubis. Perkembanagn rambut ketiak-
pubis dan payudara oleh Tanner dibagi menjadi 5 stadium.
 Stadium 1 : merupakan stadium prapubertas dan belum teraba
jaringan peyudara, dengan areola diameter kurang dari 2 cm. Putting
susu masuk ke dalam, datar, atau terangkat.
 Stadium 2 : payudara bersemi, dapat dilihat dan terba gundukan
jaringan payudara. Areola mulai melebar, kulit areola tipis, dan
putting susu berkembang menjadi beberapa derajat.
 Stadium 3 : pertumbuhan berlanjut dan payudara keseluruhan
terangkat. Dalam posisi duduk dan dilihat dari samping putting susu
umumnya pada atau di atas bidang tengah dari jaringan payudara.
 Stadium 4 : sebagian besar perempuan, ditentukan adanya proyeksi
areola dan berada di atas gundukan sekunder dari bentuk payudara
umumnya.
 Stadium 5 : merupakan pertumbuhan payudara yang telah lengkap,
di mana payudara sudah matang dalam bentuk dan porposinya.
Sebagian besar perempuan putting susunya lebih berwarna (hitam),
dan glandula Montgomery tampak di sekitar keliling areola. Putting
susu umumnya di bawah bidang tengah jaringan payudara pada
posisi duduk dan dilihat dari samping. Pertumbuhan payudara secara
lengkap umumnya terjadi lebih dari 3-3,5 tahun, tetapi dapat juga
terjadi pada 2 tahun atau tidak berkembang melebihi stadium 4
sampai kehamilan pertama. Besar payudara tidak merupakan
kematangan payudara.

Pertumbuhan Rambut Ketiak-Pubis

Tabel 1. Tahap perkembangan pubertas anak pada perempuan


menurut Tanner
 Tanner stadium 1 : tidak ada seksualitas yang menstimulasi
keberadaan rambut pubis, tetapi beberapa rambut nonseksual bisa
didapatkan pada daerah genital.
 Tanner stadium 2 : penampilan pertama berupa rambut pubis yang
kasar, panjang, dan berkerut sepanjang labia mayora.
 Tanner stadium 3 : rambut kasar, keriting, dan meluas kea rah mons
pubis.
 Tanner stadium 4 : susunan rambut dewasa yang tebal, tetapi rambut
belum didistribusi seluas pada dewasadan dengan ciri tidak meluas
kea rah bagian dalam paha. Kecuali pada etnik tertentu, termasuk
Asia dan Indian Amerika, rambut pubis meluas ke paha dalam.
 Tanner stadium 5 : rambut kasar dan keriting terbesar berbentuk
segitiga terbalik dengan puncaknya pada mons pubis.

Perubahan Hormon

Perubahan hormone yang berhubungan dengan pertumbuhan


pubertas dimulai sebelum adanya beberapa perubahan fisik yang
nyata. Awal pubertas didapatkan kenaikan sensitivitas LH pada
GnRH. Dalam keadaan tidur meningkatkan baik LH maupun FSH.
Malam hari meningkatkan sirkulasi gonadotropin yang diikuti
dengan peningkatan sekresi estradiol pada hari berikutnya.
Keterlambatan sekresi estradiol ini berhubungan dengan proses
aromatisasi estrogen dari androgen. Kadar basal FSH dan
LHmeningkatkan sepanjang pubertas. Walaupun gonadotropin selalu
disekresi secara episodic atau pulsatile, bahkan sampai sebelum
pubertas, didapatkan peningkatan kadar basal dan sekresi pulsatile
dari gonadotropin.

Meningkatnya sekresi androgen adrenal penting untuk stimulasi


adrenarke, munculnya rambut ketiak dan pubis. Peningkatan yang
cepat dari sirkulasi sebagian besar kadar androgen adrenal,
dehidroandropiandrosteron (DHEA) dan sulfatnya (DHEAS),
dimulai sejak awal umur 2 tahun, yang kemudian meningkat pada
umur 7-8 tahun berlanjut 2 tahun sebelum peningkatan gonadotropin
dan sekresi steroid seks gonad (aksis hipothalamik-pituitari-gonad
masih tetap berfungsi pada kadar rendah masa pra pubertas)

Estradiol terutama disekresi oleh ovarium, dan naik secara


mantap selama pubertas. Walaupun tercatat bahwa kenaikan
estradiol pertama kali muncul pada waktu siang, kadar basal
akhirnya meningkat pada waktu siang dan malam. Estron yang
disekresi sebagian oleh ovarium dan meningkat sebagian dari
konversi ekstraglandula dari estradiol dan adrostenedion, juga
meningkat pada awal pubertas kemudian mendatar pada pertengahan
pubertas. Dengan demikian, rasio estron-estradiol yang turun
sepanjang pubertas, menunjukkan bahwa estradiol produksi ovarium
meningkat tetapi konversi perifer dari androgen menjadi estron
berkurang.
2. Gangguan Pada Masa Pubertas
1) Pubertas Dini (Pubertas Prekoks)
Pada pubertas dini hormone gonadotropin diproduksi
sebelum anak usia 8 tahun. Hormone ini merangsang ovarium,
sehingga ciri-ciri kelamin sekunder, menarke, dan kemampuan
reproduksi timbul sebelum waktunya. Pubertas dikatakan terjadi
premature kalau ciri-ciri sekunder timbul sebelum usia 8 tahun,
atau kalau sudah ada haid sebelum usia 10 tahun. Pertumbuhan
badan juga lebih cepat, akan tetapi karena penutupan garis
epifisis pada tulang-tulang juga lebih cepat terjadi dari biasa,
maka tinggi badan biasanya kurang dari normal. Pertumbuhan
mental biasanya terjadi sesuai usia. Dalam 74% kasus pubertas
dini tidak ditemukan kelainan organic idiopatik atau
konstitusional. Hipofisis memproduksi hormone gonadotropin
sebelum waktunya. Penyebabnya belum diketahui. Dapat
dibekan 2 macam pubertas prekoks yaitu sentral (GnRH
dependent) dan perifer (GnRH independent).
Pada tiap sentral, terlihat pematangan GnRH pulse
generator di hypothalamus, 74% idiopatik, 25% lesi susunan
saraf pusat, 1% penyebab lain. Respon FSH dan LH terhadap
perangsangan GnRH : positif. Kadar estrogen darah : normal.
Pemeriksaan ultrasonografi panggul, kedua ovrium, uterus, dan
kelenjar adrenal normal.
Pada tipe perifer, produksi steroid seks tidak tergantung
gonadotropin, seperti pada tumor ovarium sel granulosa dan
teka, Sindrom McCuney Albright, tumor adrenal feminizing,
hipotiroid primer, terpapar estrogen eksogen, respons terhadap
perangsangan GnRH agak tertekan.
Terapi pubertas dini yang disebabkan kelainan organic
tergantung etiologinya.
2) Pubertas Tarda
Pubertas terlambat adalah gagalnya pematangan seksual
pada usia di atas 13 tahun, biasanya sampai 2,5 SD dari usia
rata-rata dalam populasi. Termasuk belum menarke usia 16
tahun. Insiden 3% dari kanak-kanak.
Penyebab antara lain factor herediter, penyakit kronis,
kurang gizi, anoreksia/bulimia, pernah operasi/ kemoterapi, atau
kelaianan kongenital.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan; pengukuran tinggi
badan/ berat badan, derajat kematangan seksual (stadium
Tanner), pemeriksaan fungsi tiroid, pemeriksaan neurologic,
pendengaran, penciuman, lapang pandang, nervus optikus.
Penampilan fisik yang terganggu seperti pada Sindrom
Turner, Klinefelter, Kallman.
Pubertas terlambat yang disebabkan oleh penyakit kronis
jika berlangsung dalam pengaruh yang cukup lama, apalagi
dimulai pada saat prapubertas, akan mempengaruhi laju
pertumbuhan. Bila berkelanjutan saat pubertas, perkembangan
akan terhenti mundur.
Biasanya tidak ada kelainan yang mencolok, pubertas
terlambat saja, dan kemudian perkembangan berlangsung secara
biasa. Pubertas tarda dapat sembuh spontan.
Menarke tarda adalah menarke yang datang di atas usia 14
tahun. Bila sampai 18 tahunhaid belum datang, didiagnosis
sebagai amenorea primer. Penanganan sesuai dengan
penyebabnya.
3) Perdarahan dalam Masa Pubertas
Siklus pascamenarke biasanya diawali dengan keadaan
anovulator. Selanjutnya akan terjadi lonjokan LH yang
berespons terhadap estradiol dengan akibat terjadinya ovulasi
pada masa pubertas lanjut.
Lamanya siklus, lamanya perdarahan pada haid sangat
variable selama beberapa bulan sesudah menarke. Ada kalanya
haid datang denan siklus yang pendek atau perdarahan haid yang
banyak, sehingga menggelisahkan orang tuanya. Dalam keadaan
tersebut perlu dilakukan pemeriksaan umum dan ginekologi.
Pemeriksaan genetalia sebainya tidak dilakukan
pervaginam, melainkan perektum karena pasien pada umumnya
virgin. Perlu juga untuk melakukan pemeriksaan darah untuk
menentukn beratnya anemia dan adanya kemungkinan gangguan
pembekuan darah. Selanjutnya factor-faktor psikologis,
gangguan gizi, dan diabetes perlu dipertimbangkan.
Pada usia 12-20 tahun sering terjadi perdarahan juvenile
yang kadang kala dapat membawa maut, dengan tendensi residif
besar.
Terapi pilihan bagi perdarhan juvenile ialah terapi
konservatif medikamentosa misalnya pemberian progeteron
seperti norethisterone 3x5mg sehari atau norethinodrel 2x10 mg
sehari. Obat terus diberikan untuk 3 minggu, biarpun perdarahan
sudah berhenti. Setelah pemberian obat dihentikan terjadin
withdrawal bleeding. Sebainya pengobatan diberikan selama 3
hari berturut-turut dan selanjutnya dilihat apakah haid menjadi
normal.

E. MASA REMAJA (ADOLESEN)


Adolesen
Adolesen adalah masa peralihan dari pubertas ke dewasa, yaitu
pada umur 11-19/20 tahun. Pada masa ini mulai terbentuk perasaan
identitas individu, pencapaian emansipasi dalam keluarga, dan
usahanya untuk mendapatkan kepercayaan dari ayah dan ibu. Pada
masa peralihan tersebut, individu matang secara fisiologik dan kadang-
kadang psikologik.
Dalam tumbuh kembangnya menuju dewasa, berdasarkan
kematangan psikososial dan seksual, semua remaja akan melewati
tahapan berikut.
 Masa remaja awal : umur 11-13 tahun
 Masa remaja pertengahan : umur 14-16 tahun
 Masa remaja lanjut : umur 17-20 tahun

Menarke

Menarke terjadi pada rata-rata umur 13 tahun, sedangkan


perimenarke 11-15 tahun, umur saat menarke maju rata-rata 3-4 bulan
tiap 10 tahun. Gadis yang buta mengalami menarke lebih awal daripada
gadis yang bisa melihat. Ini menunjukkan pengruh dari sinar. Umur saat
menarke terutama dipengaruhi oleh factor genetic juga factor eksternal
seperti cuaca, penyakit kronis, sinar matahari; sedangkan factor diat
yang tidak sehat, stress, atau factor psikologis turut berperan. Secara
khusus umur menarke didapatkan lebih awal pada anak obesitas.
Namun, hal ini masih kontroversi, sedangkan tertundanya menarke
sering disebabkan oleh malnutrisi berat.

Di dalam tiap siklus haid, 3-30 folikel diambil untuk proses


peningkatan pertumbuhan. Biasanya tiap siklus, hanya satu folikel yang
terpilih untuk ovulasi. Folikel dominan melepaskan oosit pada ovulasi
dan terjadi atresia dari folikel lainnya.

Salah satu masalah yang sering timbul pada remaja terkait


dengan masa awal kematangan organ reproduksi pada remaja adalah
perilaku seks beresiko hingga masalah kehamilan yang terjadi pada
remaja usia sekolah di luar pernikahan. Mengapa remaja melakukan
hubungan seks. Penyebabnya antara lain tekanan pasangan, merasa
sudah siap melakukan hubungan seks, keinginan dicintai, keingintahuan
tentang seks, keinginan menjadi popular, tidak ingin diejek “masih
perawan”, pengaruh media massa (tayangan TV dan internet) yang
memperlihatkan bahwa normal bagi remaja untuk melakukan hubungan
seks, serta paksaan dari orang lain untuk melakukan hubungan seks.
Perilaku seks berisiko mengrah pada terjadinya kehamilan tak
diinginkan (Pertiwi, 2010).

Kehamilan tidak diinginkan (KTD) terjadi karena beberapa


faktor seperti factor sosiodemografik (kemiskinan, seksualitas aktif dan
kegagalan dalam peng gunaan kontrasepsi, media massa), karakteristik
keluarga yang kurang harmonis (hubungan antar keluarga), status
perkembangan (kurang pemikiran tentang masa depan, ingin mencoba-
coba, kebutuhan akan perhatian), penggunaan dan penyalahgunaan
obat-obatan. Selain itu kurangnya pengetahuan yang lengkap dan benar
tentang proses terjadinya kehamilan dan metode pencegahannya,
kegagalan alat kontrasepsi, serta dapat juga terjadi akibat terjadi tindak
perkosaan. KTD berdampak bukan hanya secara fi sik, psikis namun
juga sosial (Pertiwi, 2010).

Bahaya gangguan kesehatan reproduksi pada masa remaja akibat


perilaku seksual yang terlalu aktif bagi remaja perempuan akan terjadi
kehamilan yang tidak diinginkan atau terkena penyakit menular seksual,
kemandulan atau mengalami perkosaan. Bagi remaja laki-laki, resiko
yang terbesar adalah terkena penyakit menular seksual (PMS) yaitu
gonorhea, yang jika sampai menjalar ke testis akan menyebabkan
kemandulan pada laki-laki, HIV atau AIDS.

Pada masa remaja perempuan, masalah anemia akan menjadi


penyebab gangguan terhadap kesehatan reproduksinya. Gangguan
reproduksi pada usia remaja makin besar jika ia menikah dan hamil
pada usia remaja. Usia remaja adalah usia pertumbuhan cepat dengan
keperluan energi yang sangat besar. Jika ia hamil, akan terjadi
perebutan antara tubuhnya dengan kebutuhan janin yang dikandungnya.
Akibatnya, salah seorang kalah atau kedua-duanya kalah. Jika janinnya
yang kalah, maka ia lahir premature: lahir dengan berat badan kurang,
atau lahir dengan pertumbuhan otak yang kurang memadai. Jika ibunya
kalah, ia akan mengalami kekurangan gizi dan mudah mengalami
pendarahan sewaktu melahirkan. Pemahaman tentang alat-alat
reproduksi bagi laki-laki maupun perempuan sangatlah penting. Bagi
perempuan, pemahaman yang benar tentang organ dan fungsi
reproduksinya dapat membantu mengenali siklus reproduksinya seperti
haid dan sebagainya. Dengan mengenali organ dan fungsi reproduksi,
perempuan dapat mengenali, bahkan menghindari penyakit-penyakit
reproduksi atau penyakit yang ditularkan melalui hubungan kelamin
seperti PMS (penyakit menular seksual), bahkan HIV atau AIDS.

Apapun penyebab perilaku seks yang dilakukan remaja sebelum


waktunya (belum cukup umur/ pernikahan dini, belum menikah) akan
sangat mempengaruhi kualitas kesehatan reproduksinya. Bagi remaja
perempuan di bawah usia 20 tahun yang melakukan hubungan seksual
lebih riskan disbanding perempuan di atas usia 20-an. Hal ini
dikarenakan organ reproduksi belum berfungsi secara optimal sehingga
memudahkan berkembangnya human papiloma virus yang beresiko
terjadinya penyakit kanker rahim, penyakit menular seksual, infeksi
saluran reproduksi dan HIV atau AIDS.

Banyak remaja yang kemudian memilih melakukan aborsi


ketika terjadi kehamilan yang tidak diinginkan (unwanted pregnancy)
akibat hubungan seks pranikah (terpaksa atau diinginkan). Sebanyak
15- 20% kasus aborsi di Indonesia 2,3 juta/tahun dilakukan oleh oleh
remaja. Survei fact sheet secara nasional memperlihatkan sebesar 58
persen dari 2.558 kasus aborsi dilakukan oleh remaja usia 14-19 tahun.
Banyak remaja yang melakukan aborsi secara sembunyi-sembunyi yang
tentu saja tidak aman, misalnya dengan datang ke dukun bayi dengan
cara diurut atau diinjak-injak, atau dengan cara memakan nanas muda,
minum ramuan “peluntur” kandungan atau dengan memasukkan
pelepah daun papaya bergetah. Hal ini maksudkan agar janinnya hancur
kemudian mudah dikeluarkan. Padahal, perilaku seperti ini berakibat
pada kesehatan reproduksinya, misalnya terjadinya pendarahan, kanker
atau tumor rahim, atau rusaknya alat reproduksi sehingga tidak mampu
hamil lagi karena struktur alat-alat reproduksinya sudah rusak.

F. MASA REPRODUKSI
1. Perkembangan Masa Reproduksi
Masa reproduksi adalah masa pada perempuan umur 15-46
tahun. Selama masa reproduksi akan terjadi maturasi folikel yang khas,
termasuk ovulasi dan pembentukan korpus luteum. Proses ini terjadi
akibat interaksi hypothalamus-hipofisis- gonad di mana melibatkan
folikel dan korpus luteum, hormone steroid, gonadotropin hipofisis dan
factor autokrin ataupun parakrin bersatu untuk menimbulkan ovulasi.
Proses fertilisasi dan kesiapan ovarium untuk menyediakan hormone,
memerlukan pengaturan endokrin,autokrin, parakrin/intrakrin, neuron,
dan system imun.
Ovarium dengan panjang 2,5-5 cm, lebar 1,5-3 cm, dan tebal
0,7-1,5 cm, normalnya bisa asimetri. Dapat ditemukan lebih dari 6
folikel tiap ovarium setelah umur8,5 tahun dan pada masa remaja bisa
didapatkan folikel sebesar 1,3 cm. Uterus telah siap memasuki masa
haid, masa implantasi, masa kehamilan, dan pasca persalinan.
Pertumbuhan tulang setelah remaja hanya ada sedikit
penambahan massa tulang total yang berhenti sekitar usia 30 tahun.
Setelah usia 30 tahun, pada sebagian besar orang terjadi penurunan
yang lambat dari densitas massa tulang sekitar 0,7% pertahun.

2. Gangguan Perkembangan
1) Infertilitas
Pengertian klinis mengenai infertilitas yang digunakan WHO
adalah sebuah permasalahan sistem reproduksi yang digambarkan
dengan kegagalan untuk memperoleh kehamilan setelah 12 bulan
atau lebih melakukan hubungan seksual minimal 2-3 kali seminggu
secara teratur tanpa menggunakan alat kontrasepsi.

G. MASA KLIMEKTERIUM DAN MENOPAUSE


1. Perkembangan Masa Klimakterium dan Menopause
Klimakterium
Klimakterium adalah suatu istilah yang lebih tua, lebih umum, tapi
kurang akurat, ynag menunjukkan suatu masa di mana seseorang
perempuan lewat dari masa reproduksi ke transisi menopause hingga
tahun-tahun pascamenopause, terjadi pada umur rata-rata 45-65 tahun.
Menopause
Segera sesudah menopause tidak ada folikel ovarium yang tersisa.
Terjadi peningkatan FSH 10-20 kali lipat dan peningkatan LH sekitar 3
kali lipat dan kadar maksimal dicapai 1-3 tahun pascamenopause,
selanjutnya terjadi penurunan yang bertahap, walaupun sedikit pada
kedua gonadotropin tersebut. Peningkatan kadar FSH dan LH pada saat
kehidupan merupakan bukti pasti terjadinya kegagalan ovarium. Segera
sesudah menopause ovarium menyekresi terutama androstenedion dan
testosterone. Kadar androstenedion yang disirkulasi adalah satu-
setengah kali sebelum menopause. Androstenedion pasca menopause
sebagian besar berasal dari kelenjar adrenal, sebagian kecil dari
ovarium. Produksi testosterone turun sekitar 25% pascamenopause.
Namun, kadar estrogen tetap bermakna terutama karena konversi
ekstraglandular dari androstenedion dan testosterone menjadi estrogen.
2. Gangguan dalam Masa Klimakterium dan Menopause
Klimakterium dan menopause merupakan hal-hal yang khas
bagimanusia. Pada mamalia yang rendah, fertilitas berlangsung terus
sampai usia tua. Jadi tidak ada klimakterium dan menopause. Pada
manusia pun klmakterium dan menopause baru menjadi soal jika
usianya cukup panjang.
Secara endokrinologis, klimakterik ditandai oleh turunnya
kadar estrogen dan meningkatnya pengekuaran gonadotropin.
Menurunnya kadar estrogen mengakibatkan gangguan keseimbangan
hormonal yang dapat berupa gangguan siklus haid, gangguan
neurovegetatif, gangguan psikis, gangguan somatic, dan metabolic.
Beratnya gangguan tersebut pada setiap perempuan berbeda-beda
bergantung pada hal-hal berikut.
- Penurunan aktivitas ovarium yang mengurangi jumlah
hormone steroid seks ovarium. Keadaan ini menimbulkan gejala-gejala
klimakterik dini (gejolak panas, keringat banyak, dan vaginitis
atrofikans) dan gejala-gejala lanjut akibat perubahan metabolic yang
berpengaruh pada organ sasaran (osteoporosis)
- Sosio budaya menentukan dan memberikan penampilan
yang berbeda dari keluhan klimakterik.
- Psikologik yang mendasari kepribadian perempuan
klimakterik itu, juga akan memberikan penampilan yang berbeda dalam
keluhan klimakterik.
1) Perdarahan dalam Klimakterium/Perimenopause
Siklus yang teratur terjadi akibat keseimbangan hprmon
yang tepat disertai ovulasi yang regular. Pada perimenopause,
terjadi perubahan level hormone, yang mempengaruhi ovulasi.
Jika ovulasi tidak terjadi, ovarium akan terus memproduksi
estrogen, dengan akibat penebalan endometrium. Hal ini akan
menyebabkan perdarahan ireguler ataupun spotting. Estrogen
tanpa pengaruh progesterone ini akan memberi gambaran
hyperplasia glandularis sistika.
Diagnosis perdarahan karena gangguan fungsi ovarium
dalam klimakterium tidak boleh dibuat sebelum sebab-sebab
organic lain (mioma, polip, karsinoma) disingkirkan.
Seringkali pemeriksaan penunjamg, seperti USG dan dilatasi
kuretase, diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan
patologis.

2) Gangguan Neurovegetatif dan Gangguan Psikis


Gangguan psikis pada masa sebelum menopause menonjol
pada tahun pertama dan berakhir selama 5 tahun. Gejala
berupa nervous, kecemasan, irritable, depresi, dan insomnia.
Penyebab gangguan ini belum diketahui secara pasti,
diperkirakan oleh karena rendahnya kadar estrogen. Telah
diketahui, bahwa steroid seks sangat berperan terhadap fungsi
susunan saraf pusat, terutama terhadap perilaku, suasana hati,
serta fungsi kognitif dan sensorik seseorang. Dengan demikian,
tidak heran jika terjadi penurunan sekresi steroid seks, timbul
perubahan psikis yang berat dan perubahan fungsi kognitif.
Penurunan libido sangat dipengaruhi oleh banyak factor seperti
perasaan, lingkungan, dan factor hormonal. Factor kejiwaan
dan sosiokultyral juga berperan dalam hal menimbulkan
gangguan kejiwaan ini yaitu merasa kehilangan rasa feminine,
suami yang mulai lebih mencitai kerja, anak-anak yang mulai
meninggalkan rumah dan merasa hidup sudah akan berakhir.
3) Menopause Dini
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan menopause dini/
premature yaitu herediter, gangguan gizi yang cukup berat,
penyakit menahun, dan penyakit/ keadaan yang merusak kedua
ovarium termasuk pengankatan saat opersi. Tidak diperlukan
terapi kecuali konseling.
4) Menopause Terlambat
Bila masih dapat haid di atas usia 52 tahun, maka
penelusuran lanjut diperlukan. Kemumgkinan penyebab bisa
berupa kostitusional, fibromioma uteri, dan tumor yang
menghasilkan estrogen. Pada perempuan dengan karsinoma
endometrium, sering dijumpai adanya menopause yang
terlambat.
DAFTAR PUSTAKA

Angga L., 2011. Hak Reproduksi Perempuan Dalam Perspektif Syariat


Islam. Muwazah. Vol. 3. No. 2
Batubara J. 2010. Adolescent Development (Perkembangan Remaja).
Sari Pediatri. Vol. 12. No. 1
Baziad A., dan Prabowo R., 2011. Ilmu Kandungan. Edisi 3. Jakarta : PT
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
BKKBN, 2012. Buku Suplemen Bimbingan Teknis Kesehatan Reproduksi
Pubertas. UNESCO : Jakarta
Cunningham F., Leveno K., Bloom S., Hauth J., Rouse D., dan Spong C.;
alih bahasa, Brahm U., 2013. Obstetri Williams. Volume 1 Edisi
23. Jakarta : EGC
Hacker N., Moore J.; alih bahasa, Nugroho E., 2001. Esensial Obstetri
dan Ginekologi. Edisi 2 Jakarta : Hipokrates
Indriyani D., 2011. Konseling infertilitas. The Indonesian Journal Of
Health Science. Vol. 1, No. 2
Ja’far S., 2013. Evolusi Embrionik Manusia Dalam Al-qur’an . Jurnal
Keilmuan Tafsir Hadis. Vol. 3. No. 1
Oktarina A., Abadi A., Bachsin R., 2014. Faktor-faktor yang
Mempengaruhi infertilitas pada wanita di Klimik Fertilitas
Endokrinologi Reproduksi. MKS. Th.46. No.4
Kemenkes RI, 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu Di Fasilitas
Kesehatan Dasar Dan Rujukan.
Kementerian Kesehatan RI, 2011. Pedoman Nasional Penanganan
Infeksi Menular Seksual 2011.
Miswanto, 2014. Pentingnya Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan
Seksualitas pada Remaja. Jurnal Studi Pemuda. Vol. 3, No. 2
Mochtar R., 2011. Sinopsis Obstetri : Obstetri fisiologi, Obstetri
Patologi. Edisi 3. Jakarta : EGC
Purwanti A., 2013. Pengaturan Kesehatan Reproduksi Perempuan Dan
Implementasinya Di Indonesia. Palastren. Vol. 6, No. 1
Widhiatmoko B., Suyanto E., 2013. Legalitas Perubahan Jenis Kelamin
Pada Penderita Ambiguous Genetalia Di Indonesia. Jurnal
Kedokteran Forensik Indonesia. Vol. 15 No. 1

Anda mungkin juga menyukai