PENDAHULUAN
Setiap muslim meyakini bahwa Islam adalah suatu agama yang membawa
petunjuk demi kebahagiaan pribadi dan masyarakat serta kesejahteraan mereka
didunia dan diakhirat. Para ulama Islam sepakat bahwa ajaran agama Islam
bertujuan untuk memelihara lima hal pokok, yaitu: agama, jiwa, akal, kehormatan
(keturunan), dan kesehatan. Mengenai isyarat tentang kesehatan yang ada didalam
Al-Quran diantaranya adalah anjuran untuk menjaga kebersihan, dan
permasalahan gizi yang merupakan pertahanan terhadap kesehatan seseorang.
Termasuk juga tentang kesehatan reproduksi.
Kesehatan reproduksi terkait dengan siklus hidup, dimana setiap
tahapannya mengandung risiko yang terkait dengan kesakitan dan kematian.
Kondisi yang baik mulai dari bayi dalam kandungan akan berdampak positif
untuk meneruskan generasi berikutnya. Sehatnya seorang bayi sangat tergantung
dari status kesehatan dan gizi dari kedua orang tuanya serta akses mereka pada
pelayanan kesehatan. Kesehatan reproduksi ibu dan bayi baru lahir meliputi
perkembangan berbagai organ reproduksi mulai dari sejak dalam kandungan,
bayi, remaja, wanita usia subur, klimatrium, menopause, hingga meninggal.
Kesehatan reproduksi merupakan komponen penting kesehatan bagi laki-laki
maupun perempuan tetapi lebih dititikberatkan pada perempuan. Keadaan
penyakit pada perempuan lebih banyak dihubungkan dengan fungsi dan
kemampuan bereproduksi serta tekanan sosial pada perempuan karena masalah
gender.
Kesehatan reproduksi yang ada dalam Al-Quran yaitu mengenai
seksualitas, homoseksual, kontrasepsi, kehamilan, menyusui dan juga mengenai
aborsi. Dimana tindakan seks bebas, hamil diluar nikah yang akhirnya melakukan
tindakan aborsi sudah banyak terjadi pada masyarakat. Maka dari itu orangtua
berkewajiban memelihara anak-anaknya dengan cara mendidik, membersihkan
pekerti, dan mengajarinya, serta menghindarkannya dari lingkungan yang
berisiko. Kehidupan bermasyarakat dapat mencapai taraf kesejahteraan bagi
seluruh anggotanya apabila setiap unsur masyarakat turut membentuk dan
memelihara kesejahteraan hidup dalam bermasyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. KESEHATAN REPRODUKSI
A. DEFINISI
Istilah reproduksi berasal dari kata ”re” yang berarti kembali dan
kata ”produksi” yang berarti menghasilkan atau membuat, jadi istilah
“reproduksi” mempunyai arti suatu proses kehidupan manusia dalam
menghasilkan keturunan demi kelestarian hidupnya. Sedangkan
kesehatan reproduksi merupakan keadaan sehat secara fisik, mental dan
sosial secara utuh tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan
yang berkaitan dengan sistem, fungsi dan proses reproduksi pada laki-
laki dan perempuan.
Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah suatu keadaan fisik,
mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau
kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem
reproduksi, fungsi serta prosesnya. Hal ini terkait pada suatu keadaan
dimana manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya serta mampu
menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara sehat dan aman.
(RISKESDAS, 2010). Menurut Depkes RI (2000) kesehatan reproduksi
adalah suatu keadaan sehat secara menyeluruh mencakup fisik, mental,
dan kehidupan social yang berkaitan dengan alat, fungsi, serta proses
reproduksi dan pemikiran kesehatan reproduksi bukan hanya kondisi
yang bebas dari penyakit, melainkan juga bagaimana seorang dapat
memiliki seksual yang aman dan memuaskan sebelum dan sesudah
menikah.
Kesehatan reproduksi mencakup tiga komponen yaitu, kemampuan
(ability), keberhasilan (success), dan keamanan (safety). Kemampuan
berarti dapat berproduksi. Keberhasilan berarti dapat menghasilkan
anak sehat yang tumbuh dan berkembang. Keamanan berarti semua
proses reproduksi termasuk hubungan seks, kehamilan, persalinan,
kontrasepsi dan abortus seyogyanya bukan merupakan aktivitas yang
berbahaya.
Menurut Kusmiran (2011) Kesehatan bagi perempuan lebih dari
kesehatan reproduksi. Perempuan memiliki kebutuhan kesehatan
khusus yang berhubungan dengan fungsi seksual dan reproduksi.
Perempuan mempunyai sistem reproduksi yang sensitive terhadap
kerusakan yang dapat terjadi disfungsi atau penyakit. Kebutuhan
kesehatan bagi perempuan dapat dikelompokkan dalam empat kategori,
yaitu:
1. Perempuan memiliki kebutuhan kesehatan khusus yang berhubungan
dengan fungsi seksual dan reproduksi.
2. Perempuan memiliki system reproduksi yang mudah cedera untuk
menjadi tidak berfungsi atau sakit.
3. Perempuan dapat terkena penyakit pada organ reproduksi yang sama
dengan laki-laki, tetapi pola penyakit akan berbeda dari laki-laki
karena struktur genetik perempuan, lingkungan hormonal, serta
perilaku gaya hidup yang berhubungan dengan gender.
4. Karena perempuan sebagai subjek dari disfungsi sosial yang dapat
berpengaruh pada fisik, mental, atau kesehatan social.
B. TUJUAN
a. Tujuan Utama
Meningkatkan kesadaran kemandirian wanita dalam mengatur
fungsi dan proses reproduksinya, termasuk kehidupan
seksualitasnya, sehingga hak-hak reproduksinya dapat terpenuhi,
yang pada akhirnya menuju peningkatan kualitas hidupnya.
b. Tujuan Khusus
1) Meningkatnya kemandirian wanita dalam memutuskan peran
dan fungsi reproduksinya
2) Meningkatnya hak dan tanggung jawab social wanita dalam
menentukan kapan hamil, jumlah, dan jarak kehamilan
3) Meningkatnya peran dan tanggung jawab social pria terhadap
akibat dari prilaku seksual dan fertilitasnya kepada kesehatan
dan kesejahteraan pasangan dan anak-anaknya
4) Dukungan yang menunjang wanita untuk membuat keputusan
yang berkaitan dengan proses reproduksi, berupa pengadaan
informasi dan pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhan untuk
mencapai kesehatan reproduksi secara optimal
3) KEHAMILAN
Pelayanan kesehatan ibu hamil diberikan kepada ibu hamil
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan
kesehatan. Proses ini dilakukan selama rentang usia kehamilan ibu
yang dikelompokkan sesuai usia kehamilan menjadi trimester
pertama, trimester kedua, dan trimester ketiga. Pelayanan
kesehatan ibu hamil yang diberikan harus memenuhi elemen
pelayanan sebagai berikut :
1. Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan
2. Pengukuran tekanan darah
3. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA)
4. Pengukuran tinggi puncak rahim (fundus uteri)
5. Penentuan status imunisasi tetanus dan pemberian imunisasi
tetanus toksoid sesuai status imunisasi
6. Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet selama
kehamilan
7. Penentuan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)
8. Pelaksanaan temu wicara (pemberian komunikasi interpersonal
dan konseling, termasuk keluarga berencana)
9. Pelayanan tes laboratorium sederhana, minimal tes hemoglobin
darah (Hb), pemeriksaan protein urin dan pemeriksaan golongan
darah (bila belum pernah dilakukan sebelumnya); dan
10. Tatalaksana kasus.
Selain elemen tindakan yang harus dipenuhi, pelayanan
kesehatan ibu hamil juga harus memenuhi frekuensi minimal di
tiap trimester, yaitu satu kali pada trimester pertama (usia
kehamilan 0-12 minggu), satu kali pada trimester kedua (usia
kehamilan 12-24 minggu), dan dua kali pada trimester ketiga (usia
kehamilan 24 minggu sampai persalinan). Standar waktu pelayanan
tersebut dianjurkan untuk menjamin perlindungan terhadap ibu
hamil dan atau janin berupa deteksi dini faktor risiko, pencegahan,
dan penanganan dini komplikasi kehamilan.
4) ABORSI
Dalam proses pemberian layanan asuhan pasca-aborsi,
harus diingat bahwa pasien ini membutuhkan konseling, perhatian,
pemahaman serta empati selama pemberian asuhan. Dalam
memberikan asuhan pasca-aborsi, hal yang pertama kali harus
dilakukan adalah mengatasi situasi segera, yaitu mengatasi
perdarahan dan syok. Setelah kondisi wanita ini stabil, hal
selanjutnya yang sama pentingnya adalah memberikan asuhan
tindak lanjut yang penting, meliputi peredaan nyeri, dukungan
psikologis, konseling pascaaborsi dan pemeriksaan lebih lanjut
yang mungkin diperlukan.
5) NIFAS
Masa nifas (puepertium) dimulai setelah plasenta lahir dan
berakhir ketika alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum
hamil, berlangsung kira-kira 6 minggu.
1. Anjurkan ibu untuk melakukan kontrol/ kunjungan masa nifas
setidaknya 4 kali yaitu :
- 6-8 jam setelah persalinan (sebelum pulang)
- 6 hari setelah persalinan
- 2 minggu setelah persalinan
- 6 minggu setelah persalinan
2. Periksa tekanan darah, perdarahan pervaginam, kondisi
perineum, tanda infeksi, kontraksi uterus, tinggi fundus, dan
temperature secara rutin
3. Nilai fungsi berkemih, fungsi cerna, penyembuhan luka, sakit
kepala, rasa lelah, dan nyeri punggung
4. Tanyakan ibu mengenai suasana emosinya, bgaiman dukungan
yang didapatkannya dari keluarga, pasangan, dan masyarakat
untuk perawatan bayinya
5. Minta ibu segera menghubungi tenaga kesehatan bila
menemukan salah satu tanda berikut : perdarahan berlebihan,
secret vagina berbau, demam, nyeri perut berat, kelelahan atau
sesak, bengkak di tangan, wajah, tungkai atau sakit kepala atau
pandangan kabur, nyeri payudara, pembengkakan payudara,
luka, atau perdarahan putting
6. Berikan informasi tentang perlunya melakukan hal-hal berikut :
a) Kebersihan diri
Membersihkan daerah vulva dari depan ke belakang
setelah buang air kecil atau besar dengan sabun dan air
Mengganti pembalut 2 kali sehari
Mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan
sesudah membersihkan daerah kelamin
Menghindari menyentuh daerah luka episiotomy atau
laserasi
b) Istirahat
Beristirahat yang cukup
Kembali melakukan rutinitas rumah tangga secara
bertahap
c) Latihan
Menjelaskan pentingnya otot perut dan panggul
Mengajarkan latihan untuk otot perut dan panggul
- Menarik otot perut bagian bawah selagi menarik nafas
dalam posisi tidur terlentang dengan lengan di samping,
tahan nafas sampai hitungan 5, angkat dagu ke dada,
ulangi sebanyak 10 kali
- Berdiri dengan kedua tungkai dirapatkan. Tahan dan
kencangkan otot pantat, pinggul sampai hitungan 5,
ulangi sebanyak 5 kali
d) Gizi
Mengkonsumsi tambahan 500 kalori/hari
Diet seimbang (cukup protein, mineral, vitamin)
Minum minimal 3 liter/hari
Suplemen besi diminum setidaknya selama 3 bulan
pascapersalinan, terutama di daerah dengan prevalensi
anemia tinggi
Suplemen vitamin A : 1 kapsul 200.000 IU diminum
segera setelah persalinan dan 1 kapsul 200.000 IU
diminum 24 jam kemudian
e) Menyusui dan merawat payudara
f) Senggama
Senggama aman dilakukan setelah darah tidak keluar dan ibu
tidak merasa nyeri ketika memasukan jari ke dalam vagina.
6) MENYUSUI
ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan
miniman tambahan lain pada bayi berumur 0-6 bulan.
1. Berikan informasi ASI eksklusif diberikan hingga umur 6 bulan
dan jika memungkinkan diteruskan degan pemberian ASI
tambahan hingga berumur 2 tahun
2. Kekerapan dan lama menyusui dengan ASI tidak dibatasi (AI on
demand, yaitu sesering yang bayi mau, siang dan malam)
3. Tidak mempromosikan atau memberikan susu ormula ibu tanpa
alasan atau instruksi medis.
4. Hindari penggunaan dot bayi
5. Berikankan ASI yang dipompa menggunakan cangkir atau
selang nasogastric bila bayi tidak mampu menyusui atau jika ibu
tidak bisa bersama bayi sepanjang waktu
6. Sebelum menyusui, cuci putting ibu dan buat ibu berada dalam
posisi yang santai. Punggung ibu sebaiknya diberi sandaran dan
sikunya didukung selama menyusui
7. Untuk meningkatkan produksi ASI, anjurkan ibu untuk
melakukan hal-hal berikut ini.
a) Menyusui dengan cara-cara yang benar
b) Menyusui bayi setiap 2 jam
c) Bayi menyusui dengan posisi dengan posisi menempel yang
baik, terdapat suara menelan aktif
d) Menyusui bayi di tempat yang tenang dan nyaman
e) Minum setiap kali menyusui
f) Tidur bersebelahan dengan bayi
8. Untuk perawatan payudara, anjurkan ibu untuk melakukan hal-
hal beikut ini.
a) Menjaga payudara (terutama putting susu) tetap kering dan
bersih
b) Memakai bra yang menyokong payudara
c) Mengoleskan kolostrum atau ASI pada putting susu yang
lecet
d) Apabila lecet sangat berat, ASI dikeluarkan dan ditampung
dengan menggunakan sendok
e) Menghilangkan nyeri dengan minum parasetamol 1x500 mg,
dapat diulang tiap 6 jam
9. Jika payudara bengkak akibat pembedungan ASI
a) Kompres payudara dengan menggunakan kain basah/ hangat
selama 5 menit
b) Urut payudara dari arah pangkal munuju putting
c) Keluarkan ASI dari bagian depan payudara sehingga putting
menjadi lunak
d) Susukan bayi setiap 2-3 jam
e) Letakkan kain dingin pada payudara setelah menyusui
II. PEREMPUAN DALAM BERBAGAI MASA KEHIDUPAN,
PERMASALAHAN, DAN CARA MENGATASINYA
A. MASA FETAL
1. Perkembangan Masa Fetal
Ovarium berisi tiga bagian : korteks (luar), medulla (sentral),
dan pintu ovarium (hilus). Pada umur kehamilan 6-8 minggu, tanda
awal terjadinya diferensiasi ovarium adalah adanya multiplikasi sel
germinal melalui proses mitosis, yang mencapai jumlah 6-7 juta
oogonia pada umur kehamilan 16-20 minggu yang kemudian pada
umur kehamilan 18 minggu mulai terjadi pembentukan folikel.
Proses perkembangan folikel primordial ini akan berlanjut sampai
semua oosit berada pada stadium diplotene, sehingga dapat
ditemukan segera setelah lahir. Sejak umr kehamilan tersebut, isi sel
germinal akan mengalami penurunan selama 50 tahun, sampai
simpanan oosit habis.
Pada pembentukan folikel selama kehidupan fetus, terjadi proses
pematangan dan atresia. Meskipun proses ini akan terjadi selama
kehidupan reproduksi, maturasi penuh seperti yang tampak pada
proses ovulasi tidak akan terjadi, sehingga produksi estrogen tidak
terjadi sampai akhir kehamilan.
Sebelum usia 8 minggu embrio berada dalam keadaan
ambiseksual, dan setelah usia 8 minggu terjadilah identitas kelamin
yang merupakan hasil pembentukan dan pertumbuhan dari factor-
faktor genetic, hormonal, morfologi seks, yang akhirnya dipengaruhi
oleh lingkungan individu. Secara khusus identitas kelamin
merupakan akibat dari factor-faktor : genetic, pertumbuhan gonad,
genetalia eksterna, karakteristik seks sekunder yang muncul pada
pubertas, dan peran lingkungan di dalam masyarakat.
2. Kelainan Kongenital Pada Organ Genetalia Eksterna
a) Kelainan Pada Genetalia Eksterna
1) Hipertrofi Labialis
Pembesaran pada salah satu atau kedua labia dapat
mengakibatkan terjadinya iritasi, infeksi kronik, dan nyeri
yang dapat mempengaruhi aktivitas seksual atau segala
kegiatan yang akan menimbulkan penekanan pada daerah
vulva. Selain itu, kelainan bentuk pada vulva tersebut juga
dapat menimbulkan stress psikososial. Meski demikian, tidak
semua penderita hipertrofi labialis akan mengalami masalah
tersebut. Penderita hipertrofi labialis yang memiliki masalah
dapat diberi penjelasan bahwa kelainan bahwa kelainan
bawaan tersebut bukan merupakan suatu kelainan yang
memilik dampak yang serius. Untuk menghindari terjadinya
masalah-masalah klinis tadi penderita dianjurkan untuk tidak
menggunakan pakaian yang terlampau ketat dan selalu
menjaga kebersihan daerah vulva. Namun, apabila gejala-
gejala tersebut selalu timbul dan menimbulkan keluhan yang
berulang, maka dapat dianjurkan untuk dilakukan labioplasti.
Pascatindakan pembedahan labioplasti penderita juga perlu
diingatkan untuk menghindari gesekan antara daerah vulva
dengan paha pada saat berjalan dan selalu menjaga daerah
vulva tersebut dalam keadaan kering dan bersih untuk
menjamin proses penyembuhan berjalan dengan baik.
2) Himen Imperforatus
Himen imperforatus adalah selaput dara yang tidak
memiliki lubang (hiatus heminalis) sama sekali. Umumnya
kelainan ini tidak akan disadari sebelum perempuan tersebut
mengalami menarke. Kajadian himen imperforatus
diperkirakan berkisar antara 1 : 1.000 sampai 1 : 10.000.
Akibat tidak adanya hiatus heminalis, darah menstruasi yang
dihasilkan tiap bulannya tidak dapat mengalir dan terkumpul di
vagina. Semakin banyak haid yang terkumpul di vagina akan
menyebabkan himen menonjol keluar dan tampak kebiruan.
Pengumpulan darah haid di vagina disebut sebagai
hematokolpos. Apabila keadaan ini dibiarkan terus-menerus,
maka jumlah darah haid yang tertampung akan semakin
banyak, dan darah haid akan mengisi kavum uteri
(hematometra), bahkan dapat mengisi tuba falopii
(hematosalping). Diagnosis ini tidak sukar dan penanganan
cukup dilakukan himenektoni dengan perlindungan antibiotic.
Pascatindakan pasien diletakkan dalam posisi Fowler sehingga
akan membiarkan darah haid yang terkumpul di organ
genetalia akan mengalir keluar.
b) Anomali Pada Uterus
1) Sindrom Mayer-von Rokitansky- Kuster- Hauser (MRKH)
Kagagalan dalam pembentukan akan mengakibatkan organ
genetalia tersebut tidak akan terbentuk sama sekali. Apabila
melibatkan kedua duktus Muller, maka tidak akan terdapat
uterus, kedua tuba fallopii, dan sepertiga bagian atas vagina.
Tidak terbentuknya vagina yang disertai dengan kelaianan
pada duktus Muller yang bervariasi, dan diikuti kelainan pada
system ginjal, rangka, dan pendengaran disebut sebagai
Sindrom Mayer-von Rokitansky- Kuster- Hauser (MRKH).
Kejadian tersebut diperkirakan dapat ditemukan pada 1 dari
5.000 persalinan bayi perempuan. Namun, apabila kegagalan
pembentukan hanya melibatkan satu sisi duktus Muller, maka
akan terbentk uterus yang memiliki satu tanduk dan satu tuba
Fallopii (uterus unicornis). Meski kejadiannya jarang, dapat
terjadi serviks tidak terbentuk tetapi uterus dan vaginya
normal. Hal tersebut dapat menimbulkan masalah karena darah
haid yang terbentuk dalam kavum uteri tidak dapat keluar
sahingga dapat mengakibatkan terjadinya hematometra,
bahkan hematosalping.
2) Kegagalan dalam Proses Fusi Duktus Muller Kanan dan Kiri
Kegagalan dalam proses fusi duktus Muller kanan dan kiri
dapat menyebabkan didapatkannya (1) uterus terdiri atas 2
bagian yang simetris, di mana dapat ditemukan uterus dengan
septum pada bagian tengah yang dapat bersifat komplit atau
parsial, atau terdapat dua hemiuterus yang masing-masing
memiliki cavum uteri sendiri-sendiri atau satu cavum uteri
terbagi dalam dua bagian, yaitu : uterus didelfis, uterus
bikornus, uterus arkuatus (2) uterus terdiri atas 2 bagian yang
tidak simetris. Tidak jarang salah satu duktus Muller tidak
berkembang akan tetapi mengalami kelambatan dalam
pertumbuhannya. Dalam hal ini hemiuterus akan tumbuh
normal sementara sisi yang tidak berkembang akan menjadi
rudimenter. Tanduk yang bersifat rudimenter tersebut perlu
dibedakan apakah memiliki lapisan endometrium atau tidak
dan apakah memiliki hubungan (komunikasi) dengan duktus
Muller sisi lainnya atau tidak. Hal ini terkait dengan fungsi
tanduk rudimenter tersebut dalam hal menghasilkan darah
haid. Apabila tanduk rudimenter tersebut memiliki komunikasi
dengan hemiuterus yang normal, maka darah haid yang
dihasilkan dapat dialirkan keluar. Namun, apabila tanduk
rudimenter tersebut memiliki lapisan endometrium dan tidak
memiliki komunikasi dengan hemiuterus yang normal, maka
darah haid yang dihasilkan oleh tanduk rudimenter tersebut
tidak akan dapat dialirkan keluar dan terkumpul di dalam
tanduk tersebut membentuk suatu tumor.
Septum yang berjalan melintang (transverse) pada daerah
vagina diperkirakan disebabkan oleh adanya kegagalan pada
proses fusi dan/ atau kanalisasi antara duktus Muller dengan
sinus urogenitalis. Septum vagina tersebut dapat berlokasi pada
vagina bagian atas (46%), tengah (40%), ataupun bawah
(14%). Pada inspeksi genetalia eksterna tampak normal.
Namun, apabila dilakukan pemeriksaan yang seksama maka
akan didapatkan vagina yang buntu atau pendek. Ketebalan
septum vagina umumnya kurang dari 1 cm. Umumnya masih
memiliki lubang pada bagian tengahnya sehingga masih
mampu mengalirkan darah haid dari uterus. Akan tetapi, jika
septum tersebut tidak memiliki lubang, maka dapat terjadi
hematokolpos.
Tidak semua perempuan yang memiliki anomali pada
genetalia akan menemui masalah. Sebagian dapat hamil
normal, bahkan melahirkan biasa. Apabila kehamilan terjadi
pada hemiuterus yang normal kadangkala dapat terjadi abortus,
persalinan preterm, kelainan letak janin, distosia, dan
perdarahan pascapersalinan.
Tindakan pembedahan pada kasus kelainan organ genetalia
hanya dilakukan apabila ada indikasi berupa kejadian abortus
berulang, infertilitas, gangguan proses persalinan, atau adanya
gejala-gejala yang menunjukkan pengumpulan darah haid pada
vagina, kavum uteri, tuba falopii, atau tanduk rudimenter yang
tidak memiliki komunikasi dengan hemiuterus.
c) Kelainan Pertumbuhan Seks
Kelainan pertumbuhan seks atau Disorders of Sex
Development (DSD) adalah suatu kondisi yang melibatkan
elemen-elemen berikut ini : (1) Ambiguous genetalia, (2) adanya
ketidaksesuaian antara genetalia interna dengan genetalia eksterna
yang bersifat kongenital, (3) perkembangan anatomi organ
genetalia yang tidak normal, (4) anomaly kromosom seks, dan (5)
kelainan pada perkembangan gonad.
1) Pseudohermafrodit
Apabila bentuk alat kelamin individu tersebut tidak
menimbulkan kebingungan tetapi terdapat ketidaksesuaian
antara kromosom seks atau gonad dengan fenotipnya
digunakan istilah Pseudohermafrodit. Istilah
Pseudohermafrodit laki-laki atau Pseudohermafrodit
perempuan merujuk kepada jenis gonad yang didasari atas
pemeriksaan kromosom seks. Pseudohermafrodit laki-laki
berarti kromosom seksnya adalah XY, gonadnya adalah testis,
tetapi fenotipnya cenderung mengarah ke feminism (dengan
variasi). Sebaliknya, istilah Pseudohermafrodit perempuan
digunakan apabila kromosom seksnya menunjukkan XX,
gonadnya ovarium, tetapi fenotipnya cenderung kea rah
maskulin (dengan variasi). Berdasarkan konsensus terbaru,
maka untuk menghindari istilah hermafrodit yang sangat
membingungkan pasien, digunakan istilah DSD.
2) Interseks atau Ambiguous Genetalia
Istilah interseks sering digunakan apabila bentuk alat
kelamin tidak memungkinkan untuk menentukan identitas
kelamin individu tersebut atau seringkali disebut sebagai
genetalia ambigu. Penggunaan istilah-istilah tersebut di atas
seringkali tidak sepenuhnya dapat diterima oleh pihak keluarga
karena dianggap dapat menimbulkan beban mental kepada si
penderita. Oleh karena itu, penanganan kasus DSD perlu
dilakukan secara hati-hati dengan selalu mengutamakan
kepentingan pasien, dengan mengikutsertakan para ahli dari
bidang disiplin ilmu lainnya. Penanganannya tidak hanya
ditujukan pada aspek yang terkait dengan kelainan fisik saja,
tetapi perlu pula perhatikan aspek psikis individu.
3) Disorders of Sex Development (DSD)
DSD dapat disebabkan oleh adanya kelainan pada
kromosom, perkembangan gonad dan perkembangan genetalia.
Kehadiran kromosom seks yang normal sangat penting untuk
menentukan diferensiasi gonad untuk menjadi ovarium atau
testis. Selanjutnya, produk dari gonad akan mempengaruhi
perkembangan genetalia interna yang berasal dari ductus
Muller dan duktus Wolff. Kehadiran androgen yang dapat
bekerja pada sel target akan mempengaruhi virilisasi genetalia
eksterna. Sementara itu, ketidakhadiran androgen atau
androgen yang tidak mampu bekerja pada pada sel target akan
memicu feminisasigenetalia eksterna. Pada kategori DSD
kromosom seks umumnya hanya akan mempengaruhi fungsi
gonad dan tidak akan memicu kondisi genetalia ambigu. Hal
tersebut akan mengakibatkan gonad tidak dapat berdiferensiasa
secara sempurna sehingga tidak akan berfungsi sebagaimana
mestinya. Kondisi tersebut dapat ditemukan pada kasus
Sindrom Klinefelter, Sindrom Turner, dan kimera.
4) Sindrom Klinefelter dan Sindrom Turner
Pada Sindrom Klinefelter kromosom 46,XY akan
mendapatkan tambahan satu kromosom X lagi sehingga dapat
mempengaruhi fungsi testis. Sementara itu, pada kasus
Sindrom Turner yang klasik kromosom 46,XX akan
kehilangan satu kromosom X sehingga menjadi 45,XO.
Akibatnya folikel-folikel pada gonad akan cepat mengalami
atresia hingga akhirnya gonad tersebut tidak dapat berfungsi.
Selain kelainan akibat kehilangan atau mendapatkan tambahan
kromosom seks, terdapat kelainan yang diakibatkan oleh
karena dalam satu individu terdapat 2 galur sel yang berbeda
(mosaic), contohnya variasi dari Sindrom Turner, yaitu
45,XO/46,XY atau kimera di mana didapatkan 46,XX/46,XY.
Terdapatnya 2 kromosom seks yang berbeda dalam satu
individu dapat memicu gangguan fungsi gonad.
5) Feminisasi Genetalia Eksterna
Kondisi genetalia ambigu dapat ditemukan pada kasus
46,XY DSD atau 46,XX DSD. Prinsip dari kelainan 46,XY
DSD atau 46,XX DSD adalah terdapatnya paparan androgen
yang kurang pada individu dengan 46,XY atau terdapat
paparan androgen yang berlebih pada individu dengan 46,XX.
Akibat paparan androgen yang kurang pada 46,XY dapat
mengakibatkan terjadinya penurunan efek maskulinisasi atau
virilisasi dari androgen yang dapat mengakibatkan genetalia
ambigu (parsial) atau feminisasi genetalia eksterna (komplit).
Pada 46,XX yang mendapat paparan androgen berlebih akan
memicu efek virilisasi pada alat kelaminnya, sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya genetalia ambigu. Pada 46,XY yang
mengalami gangguan virilisasi umumnya dapat diakibatkan
oleh karena tidak dihasilkannya hormone androgen atau tidak
bekerjanya hormone androgen tersebut pada target rgan yang
dapat disebabkan oleh adanya kelainan pada enzim atau
reseptornya. Sementara itu, paparan hormone androgen yang
berlebih pada 46,XX dapat berasal dari kelenjar adrenal bayi
tersebut, ketidakmampuan plasenta untuk mengoversi
androgen, asupan hormone androgen dari maternal atau adanya
tumor maternal yang menghasilkan hormone androgen.
B. MASA BAYI
Masa bayi baru lahir (neonatal) adalah saat kelahiran sampai umur
1 bulan, sedangkan masa bayi adalah saat bayi umur 1 bulan sampai 12
bulan.
1. Perkembangan Masa Bayi
Perkembangan Ovarium
Saat lahir ovarium janin, didapatkan kurang lebih sebanyak
1,000,000 sel germinal yang akan menjadi folikel, dan sampai umur
satu tahun, ovarium berisi folikel kistik dalam berbagai ukuran yang
dirangsang oleh peningkatan gonadotropin secara mendadak,
bersamaan dengan lepasnya steroid fetoplasental yang merupakan
umpan balik negative pada hypothalamus-pituitari neonatal. Kista
ovarium terkadang dapat dideteksi pada fetus dengan pemeriksaan
ultrasonografi. Ovarium neonatus mempunyai diameter 1 cm dan
berat 250-350 mg dengan semua oosit berbentuk folikel primordial.
Pada saat lahir, kosentrasi gonadotropin dan steroid seks tetap tinggi,
tetapi kadar turun selama beberapa minggu pertama kehidupan dan
tetap rendah selama tahun-tahun prapubertas. Hipothalamik pituitary
ditekan oleh adanya steroid gonad yang kadarnya sangat rendah pada
masa kanak-kanak.
Perkembangan Uterus
Perkembangan uterus dipengaruhi oleh hormone maternal dan
plasental. Pada saat lahir besarnya corpus uteri lebih kecil atau sama
dengan berat besar serviks. Pada masa dewasa besar corpus uteri dua
atau tiga kali dari besar serviks.
Pada saat lahir dengan menggunakan USG, serviks lebih besar
dari corpus uteri dengan rasio fundus/serviks = ½, panjang uterus
kurang lebih 3,5 cm, dan tebal kurang lebih 1,4 cm.
2. Gangguan Pada Masa Bayi
1) Aglutinasi Labia Minora
Iritasi vulva bisa terjadi pada tahun-tahun pertama
kehidupan bahkan pada masa kanak-kanak. Penggunaan diapers
dan sejumlah sabun dapat menyebabkan kemerahan, rasa gatal,
hingga inflamasi pada daerah yang peka ini. Labia minora dapat
menyatu saat penyembuhan. Bisa tanpa adanya keluhan, kecuali
jika perlekatan terjadi jauh ke depan bisa terjadi kesulitan waktu
kencing.
Terapinya sangat sederhana : dengan menggunakan sonde,
2 bibir yang melekat dapat dipisahkan dengan mudah dan bekas
tempat perlekatan diberi salep yang mengandung estrogen. Tidak
disarankan untuk pemisahan secara kasar karena dapat memicu
iritasi lanjut dan berulangnya pembentukan adesi.
2) Keputihan
Pada bayi perempuan yang terpapar estrogen in utero
mengeluarkan cairan berwarna putih kental dari vagina. Pada
anak yang lebih tua, jika cairan berwarna nanah, berbau, kadang-
kadang bercampur darah, biasanya disebabkan oleh adanya
corpus alienum dalam vagina.
C. MASA KANAK-KANAK
Masa kanak-kanak adalah saat umur 1 tahun sampai 6 tahun,
walaupun ada yang menyebut hingga 12 tahun.
1. Perkembangan Masa Kanak-Kanak
Perkembangan ovarium
Sebenarnya pada masa kanak-kanak ovarium tidak diam. Folikel
terus tumbuh dan mencapai stadium antrum. Dengan USG ukuran
folikel sebesar 2-15 mm. proses atresia membantu meningkatkan sisa
folikel membentuk stroma, sehingga besar ovarium mencapai 10 kali
lipat. Fungsi ovarium tidak dibutuhkan sampai masa pubertas.
Hingga enam tahun volume ovarium masih tetap sebesar 1-2
cm3. Peningkatan volume dimulai setelah umur 6 tahun. Pada masa
prapubertas dan pubertas (7-10 tahun) volume 1,2 cm-2,3 cm3, pada
masa pramenarke (11-12 tahun) volume 2-4 cm3, pada pasca
menarke volume rata-rata 8 cm3 (2,5-20 cm3). Uterus neonatus
berkembang dengan mengalami perubahan histologi endometrium,
vaskularisasi uterus, serta pembesaran seluruh organ genetalia.
Sekresi Hormon
Hypothalamus, glandula pituitary anterior, dan gonad dari fetus,
neonatus, bayi, kanak-kanak/ prapubertal semuanya mampu
menyekresi hormone dengan konsentrasi sama dengan dewasa.
Bahkan selama kehidupan fetus, erutama pertengahan kehamilan,
konsentrasi serum FSH dan LH mencapa batas lebih tinggi atau
sama dengan konsentrasi dewasa. Akan tetapi, kemudian menurun
setelah pertengahan kehamilan, melahirkan, masa kank-kanak, dan
meningkat lagi pada masa dewasa.
D. MASA PUBERTAS
Pubertas adalah suatu proses pendewasaan tubuh yang mempunyai
tujuan akhir mampu bereproduksi seksual, dimana tubuh sedang
mengalami perubahan besar-besaran dari struktur tubuh anak-anak
menjadi struktur tubuh orang dewasa. Pubertas bisa diartikan juga masa
ketika seseorang anak mengalami perubahan fisik, psikis dan
pematangan fungsi seksual. Biasanya masa puber pada laki-laki antara
umur 11-12 tahun lebih lambat dari perempuan yang sudah mulai saat
umur 8-10 tahun. Tapi ini tidak mutlak, karena kondisi tubuh masing-
masing orang berbeda.
1. Perkembangan Pada Masa Pubertas
Pertumbuhan ovarium dan uterus
Pada awal pubertas, sel germinal berkurang menjadi 300.000
sampai 500.000 unit dan selama 35-40 tahun dalam masa kehidupan
reproduksi, 400-500 mengalami proses ovulasi, folikel primer akan
menipis, sehingga pada saat menopause tinggal beberapa ratus sel
germinal. Pada rentang 10-15 tahun sebelum menopause, terjadi
peningkatan hilangnya folikel, berhubungan dengan peningkatan
FSH dan penurunan inhibin B dan insulin like growth factor 1
(IGF1). Peningkatan hilangnya folikel kemungkinan disebabkan
peningkatan stimulasi FSH.
Uterus masa kanak-kanak telah berkembang sempurna
bersamaan dengan perkembangan organ genetalia lainnya sehingga
bisa berfungsi di dalam masa haid serta masa persiapan implantasi.
Uterus prapubertas panjangnya 2,5-4,0 cm dengan tebal 1 cm. Uterus
masa pubertas rasio fundus/serviks = 2/1 sampai 3/1 dengan panjang
5-8 cm, lebar 3-4 cm dan tebal 1,5 cm. ovarium masa pubertas
volume 1,8-5,7 cm3.
Pertumbuhana Fisik
Di dalam masa pubertas akan terjadi pertumbuhan karakteristik
seks sekunder dan dicapainya kemampuan reproduksi seks.
Perubahan fisik yang menyertai perkembangan pubertas adalah
sebagai akibat langsung atau tidak langsung dari maturasi
hipotalamus, stimulasi organ seks, dan sekresi steroid seks.
Kecepatan tumbuh pada masa pubertas dipengaruhi oleh banyak
factor. Perempuan mencapai kecepatan tertinggi pada awal pubertas
sebelum menarke dan mempunyai potensi tumbuh terbatas setelah
menarke. Banyak hormone yang berpengaruh terhadap pertumbuhan.
Growth hormone, insulin like growth factor 1 (IGF1), dan steroid
gonad, mempunyai peran besar. Androgen adrenal tampak kurang
penting. Perubahan di dalam bentuk badan perempuan, dengan
akumulasi lemak pada paha, panggul, dan bokong, terjadi selama
pertumbuhan pubertas. Dalam hal ini estrogen meningkatkan total
lemak badan yang didistribusi pada paha, bokong dan perut.
Pertumbuhan fisik yang meningkat disertai pertumbuhan
payudara (thelarche) dan perubahan rambut ketiak dan pubis
(adrenarche atau pubarche) sebagai akibat dari meningkatnya
prooduksi androgen adrenal dan terjadi rata-rata pada umur 7-8
tahun. Pubertas adalah masa perkembangan fisiologik (biologic dan
fisik) setelah terjadinya reproduksi seks pertama kali, yang
merupakan stadium dari adolesen, dimulai pada umur 9-10 untuk
perempuan Amerika Serikat.
Saat mulainya pubertas tergantung dari genetic, tetapi banyak
factor yang berpengaruh terhadap saat mulai dan kecepatan
pertumbuhan, misalnya nutrisi, kesehatan secara umum, lokasi
geografik, paparan sinar, dan keadaan psikologis. Anak yang tinggal
di kota, dekat dengan equator, dan tinggal di dataran rendah, mula
pubertas lebih awal daripada yang tinggal di pedesaan, jauh dari
equator dan yang tinggal di dataran tinggi.
Perubahan fisik yang berhubungan dengan masa pubertas terjadi
secara berurutan, bila terjadi penyimpangan dari urutan atau saat
kejadian dapat dianggap sebagai abnormalitas. Pada perempuan
perkembangan pubertas terjadi pada umur labih dari 4,5 tahun (rata-
rata pada umur 7-8 tahun).
Walaupun umumnya tanda pubertas pertama kali adalah
pertumbuhan yang cepat, tetapi kadang-kadang pertumbuhan
peyudara dikenal pertama kali, diikuti oleh tampilnya rambut pubis,
kecepatan mencapai puncak pertumbuhan, dan menarke. Stadium ini
pertama kali ditulis oleh Marshall dan Tanner untuk perkembanagn
payudara dan rambut ketiak-pubis. Perkembanagn rambut ketiak-
pubis dan payudara oleh Tanner dibagi menjadi 5 stadium.
Stadium 1 : merupakan stadium prapubertas dan belum teraba
jaringan peyudara, dengan areola diameter kurang dari 2 cm. Putting
susu masuk ke dalam, datar, atau terangkat.
Stadium 2 : payudara bersemi, dapat dilihat dan terba gundukan
jaringan payudara. Areola mulai melebar, kulit areola tipis, dan
putting susu berkembang menjadi beberapa derajat.
Stadium 3 : pertumbuhan berlanjut dan payudara keseluruhan
terangkat. Dalam posisi duduk dan dilihat dari samping putting susu
umumnya pada atau di atas bidang tengah dari jaringan payudara.
Stadium 4 : sebagian besar perempuan, ditentukan adanya proyeksi
areola dan berada di atas gundukan sekunder dari bentuk payudara
umumnya.
Stadium 5 : merupakan pertumbuhan payudara yang telah lengkap,
di mana payudara sudah matang dalam bentuk dan porposinya.
Sebagian besar perempuan putting susunya lebih berwarna (hitam),
dan glandula Montgomery tampak di sekitar keliling areola. Putting
susu umumnya di bawah bidang tengah jaringan payudara pada
posisi duduk dan dilihat dari samping. Pertumbuhan payudara secara
lengkap umumnya terjadi lebih dari 3-3,5 tahun, tetapi dapat juga
terjadi pada 2 tahun atau tidak berkembang melebihi stadium 4
sampai kehamilan pertama. Besar payudara tidak merupakan
kematangan payudara.
Perubahan Hormon
Menarke
F. MASA REPRODUKSI
1. Perkembangan Masa Reproduksi
Masa reproduksi adalah masa pada perempuan umur 15-46
tahun. Selama masa reproduksi akan terjadi maturasi folikel yang khas,
termasuk ovulasi dan pembentukan korpus luteum. Proses ini terjadi
akibat interaksi hypothalamus-hipofisis- gonad di mana melibatkan
folikel dan korpus luteum, hormone steroid, gonadotropin hipofisis dan
factor autokrin ataupun parakrin bersatu untuk menimbulkan ovulasi.
Proses fertilisasi dan kesiapan ovarium untuk menyediakan hormone,
memerlukan pengaturan endokrin,autokrin, parakrin/intrakrin, neuron,
dan system imun.
Ovarium dengan panjang 2,5-5 cm, lebar 1,5-3 cm, dan tebal
0,7-1,5 cm, normalnya bisa asimetri. Dapat ditemukan lebih dari 6
folikel tiap ovarium setelah umur8,5 tahun dan pada masa remaja bisa
didapatkan folikel sebesar 1,3 cm. Uterus telah siap memasuki masa
haid, masa implantasi, masa kehamilan, dan pasca persalinan.
Pertumbuhan tulang setelah remaja hanya ada sedikit
penambahan massa tulang total yang berhenti sekitar usia 30 tahun.
Setelah usia 30 tahun, pada sebagian besar orang terjadi penurunan
yang lambat dari densitas massa tulang sekitar 0,7% pertahun.
2. Gangguan Perkembangan
1) Infertilitas
Pengertian klinis mengenai infertilitas yang digunakan WHO
adalah sebuah permasalahan sistem reproduksi yang digambarkan
dengan kegagalan untuk memperoleh kehamilan setelah 12 bulan
atau lebih melakukan hubungan seksual minimal 2-3 kali seminggu
secara teratur tanpa menggunakan alat kontrasepsi.