Prevalensi
Prevalensi Seumur Hidup PTSD
15%
6%
Laki-Laki
Perempuan
Definisi
Suatu kejadian atau beberapa kejadian trauma yang dialami atau disaksikan secara
langsung oleh seseorang berupa kematian atau ancaman kematian atau cidera serius
atau ancaman terhadap intergritas fisik atas diri seseorang (DSM IV).
sindrom kecemasan, ketidakstabilan emosi, dan kilas balik dari suatu pengalaman
yang amat pedih setelah stress fisik maupun emosi yang telah melampaui batas
ketahanan seseorang (Kaplan, 2002).
Epidemiologi
Studi epidemiologi menunjukan Prevalensi seumur hidup perempuan 10-
12% dan 5-6% pada laki-laki. Hampir 100% dari anak-anak yang
menyaksikan orang tuanya dibunuh dan mengalami kekerasan seksual atau
kekerasan rumah tangga mengarah untuk dapat berkembang menjadi suatu
PTSD .
Etiologi dan Patofisiologi
PsikoBiologis
dinamika
Lainnya
Gejala Klinis
PPDGJ III
DIAGNOSIS
2. Sebagai bukti tambahan selain trauma, harus dibedakan
baying-bayang atau mimpi-mimpi dari kejadian traumatic
tersebut secara berulang-ulang kembali (flashback).
PPDGJ III
Diagnosis Banding
PROGNOSIS
Kira-kira 30% pasien pulih dengan sempurna, 40%
terus menderita gejala ringan, 20% terus menderita
gejala sedang dan 10% tidak berubah atau memburuk.
Penatalaksanaan
Dampak PTSD
a. Perubahan Pikiran
Perubahan tingkah laku yang dapat terjadi pada penderita PTSD yaitu
mimpi buruk, teringat oleh pencetus trauma, susah dalam
berkonsentrasi, tidak dapat menerima kenyataan, serta dapat menjadi
pelupa (Solichah, 2013). Pada gangguan tidur dan konsentrasi dapat
terjadi secara berlanjut terus menerus (Frommberger, 2014).
b. Perubahan Tingkah Laku
Perubahan tingkah laku juga dapat terjadi pada penderita PTSD, diantaranya
adalah jantung berdebar-debar, sesak nafas, susah tidur, nafsu makan
berkurang, menarik diri dari orang lain, dan menjadi mudah terkejut
(Solichah, 2013).
Dampak PTSD
c. Perubahan Perasaan
Perubahan perasaan yang dapat terjadi pada penderita PTSD yaitu seperti
rasa cemas, selalu merasa curiga, takut yang berlebihan, perasaan orang lain
tidak mengerti akan penderitaanya,penakut, pemarah, rasa sedih dan
bimbang, sampai merasa tak pantas hidup lagi (Arnaudova, 2015).
KESIMPULAN
Gangguan stress pasca trauma adalah gangguan kecemasan yang timbul
setelah mengalami atau menyaksikan suatu ancaman kehidupan atau
peristiwa-peristiwa trauma seperti perang militer, serangan dengan
kekerasan atau suatu kecelakaan yang serius.
Perempuan lebih beresiko mengalami gangguan stress pasca trauma,
meskipun pemaparan kejadian traumatic lebih sering pada laki-laki, terdapat
penurunan fungsi untuk menyelesaikan tugas pada pasien dengan gangguan
ini, yang berpengartuh pada activity daily liveang, yaitu terputusnya sosial
grup, karena pasien merasa hubungan sosial diantaranya merenggang, yang
menghambat proses pemulihan.
Peristiwa ini menyebabkan reaksi ketakutan, tak berdaya. Stressor adalah
penyebab utama terjadinya stress pasca trauma. Stressor berupa kejadian
yang traumatis misalnya akibat pemerkosaan, kecelakaan yang parah,
kekerasan pada anak atau pasangan, bencana alam, perang, atau dipenjara.
Penatalaksanaan stress pasca trauma dapat dilakukan dengan psikoterapi
berupa terapi indvidu maupun kelompok dan farmakoterapi.
DAFTAR PUSTAKA
Arnaudova, M., Ivan, s., Valery, S., Veronica, I., Petar, Y. 2015. Diagnostic Challenges
In Assessing Post-Traumatic Stress Disorder. J of IMAB. 21(4) : 987-989.
Matthew, J. 2000. Risk Factor for PTSD. Ptsd Research Quarterly.11(1) : 1-8.
Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) on teenage victims of Mount Merapi eruption.
International Journal of Research Studies in Psychology, Volume 3 Nomer 3, 101-111
Tentama, F. 2014. Dukungan Sosial Dan Post-Traumatic Stress Disorder Pada Remaja
Penyintas Gunung Merapi. Jurnal Psikologi Undip. 13(2) : 133-138.
Weems, C. 2007. The Association Between PTSD Symptoms and Salivary Cortisol in
Youth: The Role of Time Since the Trauma. Journal of Traumatic Stress. 20(5) : 903-
907.
World Health Organization, 2005. Mental Health. Genewa.
Terima Kasih
“STASE JIWA”