Anda di halaman 1dari 124

MODUL

HUMANIORA

PENYUSUN:
TIM GENAP KELAS B3

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
TRI MANDIRI SAKTI BENGKULU
2017-2018
Tim Penyusun :

No Nama NPM
1 Mita Rahmadewi 1726040279
2 Deka Sanusi 1726040123
3 Dewi Fuspita 172604061
4 Fifin Miwinta Sari 1726040047
5 Rohati 1726040051
6 Fitriana 1726040058
7 Hasriani 1726040075
8 Bengliati Fitri 1726040088
9 Dewi Herlina 1726040100
10 Sri Lukitaningsih 1726040104
11 Veronika Siregar 1726040106
12 Lasmauli Sihombing 1726040108
13 Endriana 1726040110
14 Hikmah Nurlaila 1726040121
15 Sri Ningsih 1726040195
16 Panca Wiranti 1726040037
17 Elsa Pudji Mediastuti 1726040298
18 Vani Ambarwati 1726040024
19 Endah Kusuma Darmawan 1726040005
20 Siska Fitriani 1726040079
21 Andriyani Misgawati 1726040291
22 Rike Rayanti 1726040348
23 Inten Andini W 1726040159
24 Mitri Novita Sari 1726040091
25 Vevi Etika 1726040356
VISI MISI

STIKES TRI MANDIRI SAKTI BENGKULU

Visi

Menjadi institusi unggul dalam mengembangkan sumberdaya manusia kesehatan yang

memiliki kompetensi dan mampu bersaing secara Nasional maupun Internasional Tahun 2025

Misi

1. Melaksanakan Pendidikan dan Pengajaran, Penelitian dan Pengabdian Masyarakat.

2. Menyediakan Lingkungan Belajar (sarana dan prasarana, Dosen dan Tenaga

Kependidikan) berkualitas unuk mengembangkan kapasitas pembelajaran yang

inovativ dan produktif.

3. Mencetak lulusan tenaga kesehatan unggulan yang memiliki integritas dan daya saing

global

4. Mengembangkan institusi dengan tata kelola organisasi terbaik (Good Governance)

yang menjadi katalisator dan inspirator bagi pengembangandan kemajuan bidang

kesehatan.

5. Meningkatkan hubungan dengan stakeholder dalam pengembangan institusi yang

berkelanjutan.

Diketahui

STIKES TRI MANDIRI SAKTI BENGKULU

Direktur,

Drs. H. S. Effendi, MS
Kata Pengantar

Pertama-tama penulis ucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena

berkat dan rahmat-Nya, Penulis dapat menyelesaikan modul ini. Meskipun telah berusaha

menyelesaikan modul ini sebaik mungkin, penulis menyadari bahwa modul ini masih ada

kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari

para pembaca guna menyempurnakan segala kekurangan dalam penyusunan modul ini. Proses

penulisan modul bahan ajar ini dapat terwujud berkat dukungan, bimbingan, arahan dan

bantuan moral maupun material dari banyak pihak yang telah banyak membantu penulis

dalam modul ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga modul ini berguna bagi para pembaca dan pihak-

pihak lain yang berkepentingan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang

bersifat membangun dari berbagai pihak, semoga modul bahan ajar ini dapat bermanfaat.

Penulis
DAFTAR ISI

Visi Misi STIKES TRI MANDIRI BENGKULU

Kata Pengant ar

Daftar Isi

Penjelasan Umum

Materi Modul

Pengertian dan Filosofi Dosen

Karakteristik Dosen

Kode Etik Dosen

Kewajiban Akademik Dosen

Kewajiban Profesi Dosen Terhadap masyarakat sekitar

Perubahan Sosial dan Perubahan Budaya

Memahami Kemajuan Iptek dan Pergeseran Nilai

Daftar Pustaka
PENJELASAN UMUM

Proses belajar terjadi bila individu secara sengaja dan aktif membangun

pengetahuan dengan mengolah informasi yang baru diperolehnya dan mengaitkannya

dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya (prior knowledge). Pada proses

pembelajaran dengan metode Student Centered Active Learning mahasiswa

sendirilah yang paling bertanggung j`awab dalam keberhasilan proses belajar yang

terjadi pada dirinya. Mahasiswa dituntut untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran,

aktif melakukan upaya membangun pengetahuan, aktif melatih ketrampilan berpikir yang

lebih tinggi dan mendalam. Mahasiswa diberi kesempatan untuk menentukan sendiri

arah dan kedalaman proses belajarnya sesuai dengan sasaran pembelajaran yang telah

ditentukan. Sedangkan dosen atau staf pengajar lebih berperan sebagai fasilitator

maupun sebagai salah satu narasumber pembelajaran.

Proses pembelajaran dengan metode Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu

strategi pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan

dan mengintegrasikan pengetahuan baru. Blok merupakan kelompok berbagai bidang ilmu yang

terintegrasi untuk mencapai standar kompetensi yang diharapkan. Modul adalah media

pembelajaran yang mencakup seluruh topik yang terintegrasi sehingga proses pembelajaran

menjadi lebih fleksibel dan mahasiswa menjadi lebih aktif dalam proses pembelajaran sesuai

dengan sasaran pembelajaran yang telah ditentukan. Pada akhir modul mahasiswa diwajibkan

membuat log book (catatan kegiatan pembelajaran mandiri) dan menyusun makalah hasil akhir

presentasi kelompok.
PENDAHULUAN

I. Deskripsi dan Relevansi

STIKES TRI MANDIRI SAKTI sebagai lembaga pendidikan tinggi berperan untuk

mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan kualitas manusia yang beriman, bertaqwa,

dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dosen STIKES TRI MANDIRI SAKTI BENGKULU sebagai pendidik dan ilmuwan

sebagai anggota masyarakat yang telah menentukan pilihan profesinya untuk berpartisipasi

dalam menyelenggarakan pendidikan, bertugas merencanakan, melaksanakan proses

pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, pelatihan serta

melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, serta kegiatan penunjang lainnya.

Atas dasar kesamaan profesi sebagai ilmuwan, pendidik, makhluk pribadi dan

makhluk sosial, menyadari perlunya suatu pedoman dalam sikap dan tingkah laku sebagai

perwujudan tekat yang tumbuh sebagai panggilan hati nuraninya

II. Petunjuk Penggunaan Modul

Petunjuk Untuk Mahasiswa

a. Pelajari materi sebelum pembelajaran di kelas. Pelajari dengan seksama hingga Anda

benar-benar memahami materi tersebut. Selanjutnya tandai/warnai hal yang penting

dalam topik tersebut serta tandai hal yang belum dipahami untuk ditanyakan kepada

dosen pada saat pembelajaran di kelas.

b. Lakukan kegiatan belajar secara sistematis berdasar mekanisme pembelajaran yang

telah ditulis di modul ini.

c. Pelajarilah referensi lain yang berhubungan dengan materi modul sehingga Anda

mendapatkan tambahan pengetahuan.


III. Capaian Pembelajaran

Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapakan mampu :

1. Menjelaskan tentang Definisi dosen

2. Menganalisis tentang Kode Etik Dosen

3. Mengevaluasi tentang kewajiban dosen


Kegiatan Belajar
KEGIATAN BELAJAR I

Karakteristik Pengembangan Profesionalisme Dosen dan Kode Etik Dosen

I. Karakteristik Dosen

Di antara kritik yang sering dilontarkan terkait kualitas dosen perguruan tinggi di

Indonesia adalah: Pertama, sekarang ini minat sebagian dosen untuk terus membaca dan

mengerjakan karya ilmiah di bidang keilmuannya sudah menurun. Mereka tampak sudah

merasa puas dengan gelar doktor atau Ph.D. yang diraihnya. Mereka sudah tidak lagi sibuk

dengan karya ilmiah yang menjadi tugas pokok mereka untuk menyumbangkan hal-hal baru

dalam bidang keilmuannya. Kalaupun mereka melakukan sebuah penelitian, biasanya itu

tidak dimaksudkan untuk menemukan hal baru atau menyumbang sesuatu yang bermanfaat

untuk masyarakat, tetapi untuk meraih kenaikan pangkat atau mencapai posisi guru besar.

Kedua, tidak sedikit para dosen yang beranggapan bahwa tugas utamanya hanya

menyampaikan pengetahuan atau menugaskan karya ilmiah kepada para mahasiswa. Mereka

sering alpa bahwa mereka adalah pendidik dalam pengertian seluas-luasnya. Di pundak

mereka terpikul tanggung jawab yang melampaui tembok kampus, yaitu untuk mendidik

mahasiswa, baik dari sisi keilmuan, mental, cara berpikir, perilaku, dan sebagainya.

Ketiga, banyak dosen yang menghindarkan diri dari tugas utamanya sebagai pendidik

dengan berbagai cara untuk menutupi kekurangannya. Misalnya dengan menerapkan

“despotisme ilmiah” karena tidak mampu mengatasi dialog kritis dengan mahasiswa, lari dari

topik utama perkuliahan untuk menghabiskan waktu karena tidak menguasai materi, atau

memberi penugasan kemudian membiarkan para mahasiswa berdebat sendiri dengan alasan

melatih mereka berdiskusi, dan sebagainya.


Data yang dimiliki Litbang Depdiknas menunjukkan, dari 120.000 dosen tetap PTS dan

PTN di Indonesia, masih ada 50,65 persen atau sekitar 60.000 di antaranya belum

berpendidikan S2 atau baru S1. Menurut data lain, jumlah seluruh dosen di PTN sebanyak

240.000 orang, 50% di antaranya belum memiliki kualifikasi pendidikan setara S2.

Di antara jumlah tersebut, baru 15% dosen yang bergelar doktor. Sementara itu, di

perguruan tinggi di Malaysia, Singapura, dan Filipina jumlah doktornya sudah mencapai

angka 60% lebih. Jika dibandingkan dengan Indonesia, maka tampak bahwa dosen di

perguruan tinggi Indonesia masih jauh ketinggalan.

Kondisi ini menunjukkan bahwa masih ada jurang yang lebar antara cita-cita ideal, dan

kondisi riil para dosen perguruan tinggi di Indonesia saat ini. Kondisi tersebut tentu saja

dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti manajemen pendidikan, ekonomi, realitas sosial, dan

lain-lain. Oleh karena itu, untuk membenahinya juga diperlukan sebuah program

pengembangan profesionalisme dosen yang komprehensif serta melibatkan berbagai pihak,

mulai dari perguruan tinggi, pemerintah, hingga masyarakat.

Menurut Permendiknas No.16 tahun 2007, dijelaskan bahwa seorang dosen harus

memiliki empat jenis kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,

kompetensi sosial dan kompetensi profesional. Merujuk pada gagasan Spencer (Learning and

Teaching in The Clinical Environment, 2003), bahwa kompetensi terdiri dari 5 (Lima)

Karakteristik:

Motives

Motif ialah sesuatu dimana seseorang secara konsisten berfikir sehingga ia melakukan

tindakan. Spencer menambahkan bahwa motives adalah “drive, direct and select behavior

toward certain actions or goals and away from others“. Misalnya, seseorang yang memiliki

motivasi berprestasi secara konsisten mengembangkan tujuan-tujuan yang memberi suatu


tantangan pada dirinya sendiri. Kemudian, bertanggung jawab penuh untuk mencapai tujuan

tersebut. Serta mengharapkan semacam feedback untuk memperbaiki dirinya.

Traits

Traits Artinya watak yang membuat orang untuk berperilaku atau bagaimana seseorang

merespon sesuatu dengan cara tertentu. Sebagai contoh seperti percaya diri, kontrol diri,

ketabahan atau daya tahan.

Self Concept

Maksudnya adalah sikap dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang. Sikap dan nilai diukur

melalui tes kepada responden untuk mengetahui nilai yang dimiliki seseorang dan apa yang

menarik bagi seseorang untuk melakukan sesuatu.

Knowledge

Maksudnya adalah nformasi yang dimiliki seseorang untuk bidang tertentu.

Pengetahuan merupakan kompetensi yang kompleks. Tes pengetahuan mengukur kemampuan

peserta untuk memilih jawaban yang paling benar tetapi tidak bias melihat apakah seseorang

dapat melakukan pekerjaan berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya.

Skills

Ini adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu baik secara fisik

maupun mental. Dengan mengetahui tingkat kompetensi maka perencanaan sumber daya

manusia akan lebih baik hasilnya.

Rencana program pengembangan profesionalisme dosen dapat dilakukan dengan

mengetahui terlebih dahulu karakteristik kompetensi yang profesional. Tujuannya agar dapat

memetakan kebutuhan program tersebut.

Profesionalisme merupakan elemen dari motivasi yang berkontribusi terhadap kinerja

tugas yang tinggi. Adanya hubungan kontributif ini mengimplikasikan perlunya peningkatan

profesionalisme bagi yang menggeluti suatu bidang profesi, termasuk profesi dosen. Dosen
yang profesional diharapkan memiliki kinerja yang dapat memuaskan semua pihak yang

berkepentingan stakeholders, yaitu mahasiswa, orang tua, dan masyarakat dalam arti luas. Di

samping memuaskan stakeholders, kinerja yang tinggi ini juga memuaskan diri sendiri. Bagi

seorang profesional, kepuasan rohani merupakan kompensasi utama yang diharapkan dari

pekerjaan. Sedangkan kepuasan material merupakan hal sekunder.

Menurut Milton Hildebrand dan Kenneth Feldman terdapat sepuluh karakter yang

menggambarkan dosen ideal, karakter-karakter yang dimaksud sebagai berikut :

1. Gaya Mengajar Yang Merangsang Belajar,

Dosen dapat menyajikan perkuliahan dengan cara yang menarik dan melibatkan

mahasiswa dan Menggunakan humor untuk membantu mempertahankan perhatian

mahasiswa.

2. Kemampuan Untuk Berkomunikasi Secara Jelas

Dosen bisa menyampaikan informasi apapun dengan cara yang jelas dan dapat difahami

dan mampu merumuskan tujuan belajar dengan jelas dan memberitahukannya kepada

mahasiswa

3. Menguasai Materi Kuliah Yang Dipegangnya

Dosen harus Memiliki pengetahuan yang cukup luas dan mendalam di bidang ilmu yang

dikuliahkan dan Menghubungkan fakta-fakta dan konsep-konsep yang lebih penting kepada

bidang studi yang berkaitan agar anak didik paham tentang mata pelajaran tersebut.

4. Siap dan Terorganisir

Dosen dapat merencanakan dengan baik kegiatan kuliah untuk satu semester, unit,

minggu, sehari dan Memberikan silbaus yang berisi tujuan mata kuliah, bibliografi, tugas,

laporan laboratorium, pekerjaan rumah, jadwal tes, tugas khusus, penilaian, dan pedoman.
5. Memiliki Antusiasme Yang Dinamis

Dosen merasa tertarik dan senang mengajar, dan menunjukkan hal itu dan Membuat

belajar itu menjadi suatu pengalaman yang menyenangkan bagi mahasiswa.

6. Memiliki Kepedulian Pribadi Terhadap Mahasiswa

Dosen harus secara tulus menghormati keadaan mahasiswa dan menunjukkan sikap

peduli, siap membantu serta dapat meluangkan waktu untuk anak didik yang membutuhkan

bantuan

7. Ketrampilan Berinteraksi

Dosen mampu melihat kebutuhan mahasiswa dan selalu mengikuti perkembangan

kemajuan setiap mahasiswa dan Secara akurat membaca dan mengomunikasikan sinyal-sinyal

non-verbal

8. Fleksibilitas, Kreativitas, Keterbukaan

Dosen bisa menggunakan berbagai ragam gaya dan metode penyajian kuliah dan dosen

bisa terbuka terhadap kritik dan saran mahasiswa terhadap ide-ide, pendekatan dan metode

mengajar baru

9. Memiliki Kepribadian Yang Kuat

Dosen harus memiliki integritas dan krjujuran dalam semua hubungannya dengan

mahasiswa dan Mengemukakan di depan semua peraturan dan persyaratan khusus tanpa ada

harapan yang disembunyikan.

10. Komitmen

Dosen bisa menunjukkan keingingan tulus mengajar sebagai priotas nomor satu.
II. Kode Etik Dosen

Kode etik adalah pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan di dalam melaksanakan

tugas dan kehidupan sehari-hari. Maka menilik PERMENDIKNAS No. 16 tahun 2007

TENTANG STANDAR KUALIFIKASI AKADEMIK DAN KOMPETENSI GURU,

Berkaitan dengan Kompetensi Guru pada poin Kompetensi Kepribadian, bahwa guru harus

Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.

Pada dasarnya guru adalah tenaga professional di bidang kependidikan yang memiliki

tugas mengajar, mendidik, dan membimbing anak didik agar menjadi manusia yang

berpribadi Pancasila (kepribadian bangsa). Dengan demikian, guru memiliki kedudukan yang

sangat penting dan tanggung jawab yang sangat besar dalam menangani berhasil atau

tidaknya program pendidikan.Kalau boleh dikatakan sedikit secara ideal, baik atar buruknya

suatu bangsa di masa mendatang banyak terletak di tangan guru.

Kode Etik Guru adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh guru-guru

Indonesia. Sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai

pendidik, anggota maasyarakat dan warga negara. Kode Etik Guru merupakan pedoman sikap

dan perilaku bertujuan menempatkan guru sebagai profesi terhormat, mulia, dan bermartabat

yang dilindungi undang-undang.

Kode Etik Guru berfungsi sebagai seperangkat prinsip dan norma moral yang melandasi

pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru dalam hubungannya dengan peserta didik,

orangtua/wali siswa, sekolah dan rekan seprofesi, organisasi profesi, dan pemerintah sesuai

dengan nilai-nilai agama, pendidikan, sosial, etika dan kemanusiaan.

Kode etik adalah pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan di dalam melaksanakan

tugas dan kehidupan sehari-hari. Berkaitan dengan pembahasan yang akan dibahas yaitu kode

etik tertulis dosen, Pemerintah dan DPR telah mengeluarkan Undang Undang No. 14 Tahun

2005 tentang Guru dan Dosen.


Isi Pokok UUGD (Undang-Undang Guru dan Dosen)

UU Guru dan Dosen terdiri dari 84 pasal. Secara garis besar, isi dari UU ini dapat

dibagi dalam beberapa bagian.

1. Pertama, pasal-pasal yang membahas tentang penjelasan umum (7 pasal) yang terdiri

dari:

a) Ketentuan Umum,

b) Kedudukan, Fungsi, dan Tujuan, dan

c) Prinsip Profesionalitas.

2. Kedua, pasal-pasal yang membahas tentang guru (37 pasal) yang terdiri dari

(a) Kualifikasi, Kompetensi, dan Sertifikasi,

(b) Hak dan Kewajiban,

(c) Wajib Kerja dan Ikatan Dinas,

(d) Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian,

(e) Pembinaan dan Pengembangan,

(f) Penghargaan,

(g) Perlindungan,

(h) Cuti, dan

(i) Organisasi Profesi.

3. Ketiga, pasal-pasal yang membahas tentang dosen (32 pasal) yang terdiri dari

(a) Kualifikasi, Kompetensi, Sertifikasi, dan Jabatan Akademik,

(b) Hak dan Kewajiban Dosen,

(c) Wajib Kerja dan Ikatan Dinas,

(d) Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian,


(e) Pembinaan dan Pengembangan,

(f) Penghargaan,

(g) Perlindungan, dan

(h) Cuti.

4. Keempat, pasal-pasal yang membahas tentang sanksi (3 pasal).

5. Kelima, bagian akhir yang terdiri dari Ketentuan Peralihan dan Ketentuan Penutup (5

Pasal).

Dari seluruh pasal tersebut di atas pada umumnya mengacu pada penciptaan Guru dan

Dosen Profesional dengan kesejahteraan yang lebih baik tanpa melupakan hak dan

kewajibannya

Kemudian jika disimpulkan dari isi UUGD, Isi Pokok Kode Etik Guru dan Dosen

adalah sebagai berikut:

1. Kewajiban beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

2. Menjunjung tinggi hukum dan peraturan yang berlaku

3. Mematuhi norma dan etika susila

4. Menghormati kebebasan akademik

5. Melaksanakan tridarma perguruan tinggi

6. Menghormati kebebasan mimbar akademik

7. Mengukuti perkembangan ilmu

8. Mengembangkan sikap obyektif dan universal

9. Mengharagai hasil karya orang lain

10. Menciptakan kehidupan sekolah/kampus yang kondusif

11. Mengutamakan tugas dari kepentingan lain


12. Pelanggaran terhadap kode etik guru dan dosen dapat dikenai sanksi akademik,

administrasi dan moral

Dikutip dari Pedoman Tata Krama Dosen Universitas Gunadarma, Dosen tentunya

memiliki etika, yaitu :

1. Etika dosen dalam berpakaian.

2. Etika dalam memenuhi komitmen waktu.

3. Etika dosen dalam pelaksanaan tugas pengajaran, penelitian, dan pengabdian

masyarakat.

Adapun kode etik sebagai dosen, yaitu :

1. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta taat kepada negara dan

pemerintahan Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

2. Menjunjung tinggi kehormatan bangsa dan negara, serta kewibawaan dan nama

baik Universita Gunadarma.

3. Mengutamakan kepentingan Universitas Gunadarma dan masyarakat dari pada

kepentingan pribadi atau golongan.

4. Berpikir, bersikap dan berperilaku sebagai anggota masyarakat ilmiah, luhur budi,

jujur, bersemangat, bertanggung jawab dan menghindari perbuatan tercela, antara

lain perbuatan plagiat.

5. Bersikap terbuka dan menjunjung tinggi kejujuran akademik serta menjalankan

tugas profesi dengan sebaik-baiknya.

6. Berdisiplin, bersikap rendah hati, peka, teliti, hati-hati, dan menghargai pendapat

orang lain.

7. Memegang teguh rahasia negara dan rahasia jabatan serta tidak menyalah gunakan

jabatan.
8. Menolak dan tidak menerima sesuatau pemberian yang nyata diketahui dan patut

diduga secara langsung atau tidak langsung berhubunggan secara tidak sah dengan

profesinya.

9. Memperhatikan batas kewenangan dan tanggung jawab ilmiah.

10. Dalam menggunakan kebebasan mimbar akademik serta tidak melangkahi

wewenang keahlian atau keahlian teman sejawatnya.

11. Menghormati sesama dosen maupun pegawai dan berusaha meluruskan perbuatan

tercela dari teman sejawat.

12. Membimbing dan memberi kesempatann kepada mahasiswa untuk mendapatkan,

mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian

sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

13. Membimbing dan mendidik mahasiswa ke arah pembentukan kepribadian insan

terpelajar yang mandiri dan bertanggung jawab.

14. Bersikap dan bertindak adil terhadap mahasiswa.

15. Menjaga/memelihara kehormatan dan kesehatan dirinya.

16. Mengikuti, mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan

kesenian sesuai dengan bidangnya.

17. Mematuhi semua peraturan dan tata tertib yang berlaku di Universitas Gunadarma.
Contoh Kode Etik yang Ada di Perguruan Tinggi

KODE ETIK

BAB I
PENGERTIAN UMUM

Pasal 1
(1) Kode Etik adalah pedoman sikap tingkah laku, dan perbuatan yang harus dilaksanakan

oleh setiap dosen, mahasiswa dan tenaga kependidikan STIKES TRI MANDIRI

SAKTI BENGKULU.

(2) Kode Etik ini mempunyai tujuan untuk mengangkat harkat dan martabat serta

menjamin hak dan kewajiban dosen, mahasiswa dan tenaga kependidikan.

(3) Dosen adalah Dosen STIKES TRI MANDIRI SAKTI BENGKULU yang merupakan

pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan,

mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui

pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada Masyarakat.

(4) Kedudukan dosen sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat

dan peran dosen sebagai fasilitator pembelajaran, pengembang ilmu pengetahuan,

teknologi, dan seni, serta pengabdi kepada masyarakat guna meningkatkan mutu

pendidikan nasional.

(5) Kegiatan pokok dosen STIKES TRI MANDIRI SAKTI BENGKULU adalah

merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran, melakukan evaluasi

pembelajaran, membimbing dan melatih, melakukan penelitian, melakukan tugas

tambahan, serta melakukan pengabdian kepada masyarakat.


(6) Dalam pelaksanaan tugas fakultas/universitas dan kehidupan sehari-hari, setiap dosen

wajib bersikap dan berpedoman pada etika dalam bernegara, berorganisasi,

bermasyarakat, sesama dosen dan pegawai, mahasiswa serta terhadap diri sendiri.

(7) Tenaga kependidikan adalah karyawan yang bertugas sebagai tenaga administrasi dan

pelayanan akademik, petugas perpustakaan dan laboran di lingkungan STIKES TRI

MANDIRI SAKTI BENGKULU.

(8) Mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar pada STIKES TRI

MANDIRI SAKTI BENGKULU.

BAB II

ETIKA DOSEN

Pasal 2

Etika Umum Dosen

(1) Menjamin kerjasama secara kooperatif dengan unit kerja lain yang terkait dalam

rangka pencapaian tujuan fakultas dan atau universitas.

(2) Memiliki kompetensi dalam pelaksanaan tugas.

(3) Patuh dan taat terhadap standar operasional, tata kerja dan berorientasi pada upaya

peningkatan kualitas kerja.

(4) Mengembangkan pemikiran secara kreatif dan inovatif dalam rangka peningkatan

kinerja organisasi.

(5) Menghindarkan diri dari penyalahgunaan institusi universitas untuk kepentingan

pribadi, kelompok maupun golongan.

(6) Memberikan pelayanan dengan empati, hormat dan santun, tanpa pamrih, dan tanpa

unsur pemaksaan.
(7) Memberikan pelayanan secara cepat, tepat, terbuka, dan adil serta tidak diskriminatif.

(8) Tanggap terhadap keadaan lingkungan serta berorientasi kepada peningkatan

kesejahteraan masyarakat dalam melaksanakan tugas.

(9) Jujur dan terbuka serta tidak memberikan informasi yang tidak benar.

(10) Bertindak dengan penuh kesungguhan dan ketulusan.

(11) Berinisiatif untuk meningkatkan kualitas pengetahuan, kemampuan, keterampilan dan

sikap.

(12) Saling menghormati sesama warga negara yang memeluk agama/kepercayaan yang

berlainan.

(13) Memelihara rasa persatuan dan kesatuan.

(14) Saling menghargai antara teman sejawat baik secara vertikal maupun horizontal dalam

suatu unit kerja, instansi maupun antar instansi.

(15) Menghargai perbedaan pendapat.

(16) Munjunjung tinggi harkat martabat sesama dosen.

(17) Menjaga dan menjalin kerja sama yang kooperatif sesama dosen.

BAB III

KODE ETIK DOSEN DALAM PELAKSANAAN TRIDARMA PERGURUAN TINGGI

Pasal 3

Etika Dosen dalam Bidang Pendidikan

(1) Dosen wajib, dengan sungguh-sungguh dan penuh tanggungjawab mencurahkan

tenaga dan waktunya untuk pengajaran yang berkualitas.

(2) Dosen wajib mengajar dengan penuh dedikasi, jujur, disiplin dan bertanggung jawab.
(3) Memperlakukan mahasiswa sebagai manusia dewasa. Dosen memperlakukan

mahasiswa secara sama, tanpa memandang status sosial, agama dan ras mahasiswa.

(4) Berkewajiban untuk merencanakan materi kuliah dan penugasan kepada mahasiswa

serta aturan bagi mahasiswa yang mengikuti kuliahnya sebelum kuliah semester

tertentu di mulai. Perencanaan tersebut dituangkan ke dalam Silabus yang dibagikan

kepada mahasiswa pada saat tatap muka di minggu pertama semester tertentu.

(5) Mengevaluasi pekerjaan mahasiswa (ujian dan tugas) secara objektif dan konsisten

sesuai dengan aturan yang berlaku, serta mencerminkan komitmen pada Silabus

(6) Tidak merokok pada saat tatap muka dalam ruang kelas maupun dalam ruang kantor.

(7) Terbuka untuk menerima pertanyaan mengenai pelajaran yang diasuhnya dan bersedia

menolong bagi mahasiswa yang mengajukan pertanyaan di kelas maupun ditempat

lain.

(8) Terbuka terhadap perbedaan pendapat dengan mahasiswa, mengingat ilmu

pengetahuan senantiasa berubah dan berkembang.

(9) Menyediakan waktu konsultasi bagi mahasiswa di luar waktu tatap muka terjadwal di

kelas. Di luar waktu yang telah disediakan, pertemuan antara dosen dengan mahasiswa

dilaksanakan terlebih dahulu dengan pembuatan janji.

(10) Senantiasa melakukan up dating materi kuliah dan sumber acuan yang dipakai dalam

pemberian kuliah di kelas.

(11) Berintegritas tinggi dalam mengevaluasi hasil pekerjaan ujian dan bentuk penugasan

lain dalam memenuhi komitmen seperti yang telah disusun pada silabus.

(12) Berkewajiban membuat soal ujian dan memberikan soal ujian kepada panitia ujian

sebelum pelaksanaan ujian berlangsung.

(13) Menjadi panutan bagi mahasiswa sebagai figur yang memiliki kepedulian tinggi

terhadap pengembangan ilmu pengetahuan, lingkungan, dan kesehatan.


(14) Dosen wajib mengembangkan dan merangsang pemikiran kreatif dan inovatif

mahasiswa.

(15) Dosen wajib berorientasi pada upaya peningkatan kualitas mahasiswa.

(16) Dosen wajib berinisiatif untuk meningkatkan kualitas pengetahuan, kemampuan,

keterampilan dan sikap para mahasiswa

(17) Dosen wajib menghindarkan diri dari penyalahgunaan mahasiswa untuk kepentingan

pribadi, kelompok, atau golongan.

(18) Dosen wajib memberikan pendidikan dan pengajaran dengan empati, santun, tanpa

pamrih dan tanpa unsur pemaksaan.

Pasal 4

Etika Dosen dalam Bidang Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat

(1) Dosen wajib berjuang keras untuk melakukan dan meningkatkan kualitas

penelitiannyasebagai wujud dari Tri Dharma Perguruan Tinggi.

(2) Dosen wajib memelihara kemampuan dan kemajuan akademik dalam disiplin ilmu

masing-masing sehingga mereka dapat terus mengikuti arah perkembangan ilmu dan

teknologi.

(3) Dosen wajib melakukan penelitian dengan mematuhi kode etik penelitian.

(4) Dosen wajib melakukan pengabdian pada masyarakat dengan mematuhi kode etik

pengabdian pada masyarakat.

(5) Dosen hanya mempublikasikan hasil karya penelitian dan atau pengabdian kepada

masyarakat yang sejauh kesadarannya merupakan karya yang orisinil seutuhnya.

(6) Dalam mempublikasikan karya penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, dosen

harus mencantumkan nama penulis atau pihak lain sesuai kontribusinya dalam

pemikiran, dan penyusunan karya ilmiah.


(7) Dosen harus bersikap transparan dalam setiap publikasi ilmiah, baik menyangkut

karya sendiri atau karya pihak lain.

(8) Dosen tidak diperbolehkan mempublikasikan karya yang sama berulang-ulang, baik

secara utuh, parsial maupun dalam bentuk modifikasi tanpa transparansi yang

seharusnya dilakukan sesuai dengan norma akademis.

(9) Dosen senantiasa berusaha menghasilkan karya ilmiah dengan kualitas yang dapat

dipertanggungjawabkan.

(10) Dosen wajib menjunjung tinggi kebenaran dan kejujuran ilmiah serta menghindarkan

diri dari perbuatan yang melanggar norma masyarakat ilmiah seperti plagiat,

penjiplakan, pemalsuan data dan sebagainya.

(11) Dosen wajib menciptakan dan mempromosikan kesatuan dan ikut berperan serta

dalam pengembangan kolektif universitas.

Pasal 5

Etika dosen dalam Pembangunan institusi

(1) Berusaha memberikan kontribusi nyata dalam berbagai kegiatan yang memberikan

dampak bagi pengembangan kualitas institusi.

(2) Berpikir dan bertindak positif atas berbagai program, inisiatif, perubahan yang

ditetapkan institusi bagi peningkatan kualitas.

Pasal 6

Etika Dosen dalam Pergaulan di Lingkungan Kampus

(1) Dosen berkewajiban menghormati/menghargai sesama sivitas akademika, bertindak

dan berkomunikasi dalam tata karma yang santun, baik yang ditetapkan secara

tertulis/eksplisit, maupun yang tidak tertulis.


(2) Dosen harus membangun sopan santun pergaulan dengan sesama sivitas akademika,

diantaranya dengan membiasakan memberikan salam perjumpaan.

(3) Menggunakan kata panggil/sapaan dengan kata ganti diri yang santun dan formal.

Kata sapaan dan ganti diri yang bersifat non formal hendaknya digunakan dalam

lingkungan yang terbatas.

Pasal 7

Etika Dosen dalam Berpakaian

(1) Pakaian dosen harus disesuaikan dengan peran yang disandangnya sebagai tenaga

pendidik dan sumber teladan bagi mahasiswa.

(2) Pakaian dosen adalah pakaian formal yang mencerminkan citra profesional dan

terhormat.

(3) Selama bertugas, dosen harus senantiasa menjaga kebersihan dan kerapihan

pakaiannya.

BAB IV

Etika Tenaga Kependidikan

Pasal 8

Etika Umum Tenaga Kependidikan

(1) Bekerja dengan tekun, disiplin, loyal dan mantaati peraturan/kebijakan Yayasan,

Universitas, Fakultas dan Atasan.

(2) Selalu berusaha untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang harus

dimiliki guna menunjang tugasnya sebagai tenaga kependidikan.

(3) Bersikap terbuka terhadap perkembangan dan peduli terhadap lingkungan.


(4) Selalu berusaha meningkatkan semangat dalam menyelesaikan masalah-masalah yang

dihadapi, bersikap proaktif, serta efektif dalam memanfaatkan waktu.

(5) Selalu menjaga kesehatan dan kebugaran jasmaninya, agar selalu bersemangat dalam

melaksanakan tugas.

Pasal 9

Etika Tenaga Kependidikan dalam Melaksanakan Tugas

(1) Tugas utama tenaga kependidikan adalah melaksanakan kegiatan yang berkaitan

dengan berbagai pelayanan dalam mendukung kegiatan akademik.

(2) Memiliki komitmen tinggi dan disiplin terhadap waktu, serta memberi pemberitahuan

apabila terjadi perubahan janji.

(3) Memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada semua pihak dengan

mempertimbangkan tingkat kepentingannya, serta tanpa membedakan status sosial,

agama, ras, dan pandangan politik pihak yang dilayani.

(4) Senantiasa menjaga kebersihan dan kerapihan meja serta ruangan kerjanya, serta

peduli terhadap keindahan lingkungan kerjanya.

(5) Senantiasa berusaha meningkatkan mutu pelaksanaan tugas.

Pasal 10

Etika Tenaga Kependidikan dalam Pergaulan di Lingkungan Kampus

(1) Selalu menjaga sikap, menghormati/menghargai sesama tenaga kependidikan dan

sivitas akademika lainnya.

(2) Membangun sopan santun, pergaulan dengan sesama tenaga kependidikan dan sivitas

akademika lainnya, diantaranya dengan membiasakan memberi salam perjumpaan.


(3) Menggunakan kata panggil/sapaan dan kata ganti diri yang santun dan formal, kepada

dosen, mahasiswa dan tenaga kependidikan lainnya. Kata sapaan dan ganti diri yang

bersifat non formal hendaknya digunakan dalam lingkungan yang terbatas.

Pasal 11

Etika Tenaga Kependidikan dalam Berpakaian

(1) Pakaian tenaga kependidikan harus disesuaikan dengan peran yang disandang oleh

tenaga kependidikan pada saat melaksanakan tugas.

(2) Pakaian tenaga kependidikan di ruang kantor adalah pakaian formal untuk

mencerminkan citra professional dan terhormat. Pakaian tenaga kependidikan yang

bekerja di lapangan disesuaikan dengan kondisi lapangan tempat bertugas.

(3) Selama bertugas, tenaga kependidikan harus senantiasa menjaga kebersihan dan

kerapihan pakaiannya.

Pasal 12

Etika Tenaga Kependidikan dalam Pembangunan Institusi

(1) Berusaha memberikan kontribusi nyata dalam berbagai kegiatan yang memberikan

dampak bagi pengembangan kualitas institusi

(2) Berpikir dan bertindak positif atas berbagai program, inisiatif, perubahan yang

ditetapkan institusi bagi peningkatan kualitas.


BAB V

Etika Mahasiswa

Pasal 13

Etika Umum Mahasiswa

(1) Menjunjung tinggi nama dan nilai-nilai luhur Universitas Wahid Hasyim.

(2) Selalu berusaha sekuatnya untuk dapat menyelesaikan studi dengan cepat dengan hasil

yang sebaik-baiknya.

(3) Saling menghormati kepada dosen, karyawan, sesama mahasiswa, dan juga kepada

masyarakat pada umumnya.

(4) Siap saling membantu sesama mahasiswa dalam hal yang positif.

(5) Mengikuti kegiatan tatap muka di kelas secara disiplin.

(6) Berusaha memenuhi komitmen waktu dan memberi pemberitahuan apabila terjadi

perubahan janji.

Pasal 14

Etika Mahasiswa dalam Berpakaian

(1) Mahasiswa harus selalu berpakaian yang sopansehingga mencerminkan sikap insan

yang terpelajar.

(2) Bagi wanita harus memperlihatkan wajahnya (tidak mengenakan cadar, burkah dan

sejenisnya).

(3) Bagi pria tidak mengenakan anting baik di telinga maupun di tempat lain.

(4) Bagi mahasiswa wajib mengenakan pakaian yang rapi dan sopan (wanita: pakaian

kuliah/kerja yang sopan dan terlihat wajahnya, memakai rok dengan sopan, tidak

memakai cadar atau sejenisnya, laki-laki: pakaian sopan, celana kerja (bukan jeans),

berdasi atau batik).


(5) Pakaian resmi mahasiswa di dalam/ di luar kampus adalah pakaian seperti ketentuan di

atas, ditambah dengan jaket almamater.

(6) Mahasiswa harus senantiasa menjaga kebersihan dan kerapihan pakaiannya.

Pasal 15

Etika Mahasiswa dalam Pergaulan

(1) Senantiasa menjaga kesantunan dan sikap saling menghormati / menghargai kepada

dosen, tenaga kependidikan dan sesama mahasiswa.

(2) Menggunakan bahasa pergaulan yang mencerminkan sikap saling menghargai.

(3) Melakukan pergaulan secara wajar dengan menghormati nilai-nilai agama, kesusilaan,

dan kesopanan.

BAB VI

KEWAJIBAN DAN HAK DOSEN, TENAGA KEPENDIDIKAN DAN MAHASISWA

Pasal 16

Kewajiban Dosen

(1) Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan

Pemerintah.

(2) Mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan golongan atau diri sendiri,

serta menghindarkan segala sesuatu yang dapat mendesak kepentingan Negara oleh

kepentingan golongan, diri sendiri, atau pihak lain.

(3) Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat bangsa, negara, universitas dan fakultas.

(4) Menyimpan rahasia Universitas, fakultas dan atau rahasia jabatan dengan sebaik-

baiknya.
(5) Memperhatikan dan melaksanakan segala ketentuan Universitas dan fakultas, baik

yang langsung menyangkut tugas universitas, fakultas, maupun yang berlaku secara

umum.

(6) Melaksanakan tugas universitas dan fakultas dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh

pengabdian, kesadaran, dan tanggungjawab.

(7) Bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan Negara,

Universitas Wahid Hasyim dan Fakultas Agama Islam.

(8) Memelihara dan meningkatkan keutuhan, kekompakan, persatuan, dan kesatuan Dosen

di Universitas Wahid Hasyim dan Fakultas Agama Islam.

(9) Segera melaporkan kepada atasannya, apabila mengetahui ada hal yang dapat

membahayakan atau merugikan Negara/Pemerintah atau universitas dan fakultas,

terutama di bidang keamanan, keuangan, dan materiil.

(10) Mentaati ketentuan jam kerja.

(11) Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik.

(12) Menggunakan dan memelihara barang-barang milik univeritas dan atau fakultas

dengan sebaik-baiknya.

(13) Memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat menurut bidang

tugasnya masing-masing.

(14) Bertindak dan bersikap tegas, tetapi adil dan bijaksana terhadap bawahannya.

(15) Membimbing dosen junior dalam melaksanakan tugasnya.

(16) Menjadi dan memberikan contoh serta teladan yang baik terhadap dosen junior.

(17) Mendorong dosen junior untuk meningkatkan prestasi kerjanya.

(18) Memberikan kesempatan kepada dosen junior untuk mengembangkan kariernya.

(19) Mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perpajakan.


(20) Berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap

masyarakat, sesama, dan terhadap atasan.

(21) Hormat menghormati antara sesama warganegara yang baik dalam masyarakat.

(22) Menjadi teladan sebagai warganegara yang baik dalam masyarakat.

(23) Mentaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku.

(24) Mentaati perintah kedinasan dari atasan yang berwenang.

(25) Memperhatikan dan menyelesaikan dengan sebaik-baiknya setiap laporan yang

diterima mengenai pelanggaran disiplin.

Pasal 17

Hak Dosen

(1) Bergabung dalam organisasi profesi atau keilmuan.

(2) Melakukan kegiatan akademik sesuai dengan Tri DharmaPerguruan Tinggi secara

bebas dan bertanggungjawab dengan mengingatnorma-norma kemanusiaan, martabat

ilmuwan,fasilitas yang tersedia danperaturan yang berlaku.

(3) Menyumbang karya ilmiah dan prestasi kerja sesuai dengan peraturanperundangan

yang berlaku.

(4) Memperoleh pembinaan dari Yayasan, Universitas dan Fakultas.

(5) Memperoleh kesejahteraan yang layak.

(6) Mendapatkan perlakuan dan kesempatan yang sama dengan dosen lainnya tanpa

diskriminatif.

(7) Menggunakan fasilitas yang tersedia.

(8) Menyampaikan saran, pendapat, dan keinginan menurut ketentuan yang berlaku.
(9) Menggunakankebebasan akademik dalam pengkajian dan/atau pengembangan

keilmuan, teknologi, dan seni, serta mengembangkan otonomi keilmuan yang sesuai

dengan bidangnya.

(10) Memperoleh penghargaan untuk mendorong dan meningkatkan prestasi sertauntuk

memupuk kesetiaan terhadap Universitas Wahid Hasyim.

Pasal 18

Kewajiban Tenaga Kependidikan

(1) Memahami tugas yang dibebankan kepadanya.

(2) Memenuhi peraturan perundangan yang berlaku.

(3) Menjunjung tinggi kehormatan dan nama baik Universitas Wahid Hasyim dan

STIKES TRI MANDIRI SAKTI BENGKULU.

(4) Berpakaian sopan dan rapi.

(5) Bersikap dan bertingkah laku sopan sesuai dengan norma dan peraturan perundangan

yang berlaku.

(6) Memeliharakeserasian pergaulan dan kesehatan lingkungan.

(7) Menjaga martabat sebagai warga dari keluarga besar Universitas Wahid Hasyim

(8) Meminta izin kepada pimpinan fakultas dan atau universitas sebelum melakukan

kegiatan yang menyangkut Universitas Wahid Hasyim dan atau STIKES TRI

MANDIRI SAKTI BENGKULU di luar kampus

(9) Mematuhi tata krama pergaulan dengan sesama sivitas akademika Universitas Wahid

Hasyim

(10) Menjaga keamanan dan ketentraman lingkungan kampus.


Pasal 19

Hak Tenaga Kependidikan

(1) Memperoleh pembinaan dari Yayasan, Universitas dan Fakultas.

(2) Memperoleh kesejahteraan yang layak.

(3) Mendapatkan perlakuan dan kesempatan yang sama dengan tenaga kependidikan

lainnya tanpa diskriminatif.

(4) Menggunakan fasilitas yang tersedia.

(5) Menyampaikan saran, pendapat, dan keinginan menurut ketentuan yang berlaku.

(6) Memperoleh penghargaan untuk mendorong dan meningkatkan prestasi sertauntuk

memupuk kesetiaan terhadap Universitas Wahid Hasyim.

Pasal 20

Kewajiban Mahasiswa

(1) Mahasiswa wajib melakukan registrasi administrasi dan akademik setiap semester.

(2) Mahasiswa wajib melakukan bimbingan akademik dengan dosen pembimbing

akademik sebelum melakukan registrasi akademik.

(3) Mahasiswa wajib mengikuti pertemuan tatap muka di dalam kelas minimal 75% dari

total jumlah pertemuan.

(4) Mahasiswa wajib mematuhi semua peratuan yang berlaku di lingkungan Fakultas

Agama Islam dan Universitas Wahid Hasyim.

(5) Mahasiswa wajib menunjukkan Kartu Studi Tetap (KST) dan Kartu Mahasiswa

(KTM) pada saat mengikuti ujian tengah semester dan ujian akhir semester.

(6) Mahasiswa wajib melengkapi persyaratan administrasi akademik dan keuangan untuk

kegiatan perkuliahan, praktikum, KKN, penelitian untuk tugas akhir/skripsi, dan

Wisuda
(7) Mahasiswa wajib mengurus surat-surat perijinan untuk kegiatan KKN dan penelitian

untuk tugas akhir/skripsi.

(8) Mahasiswa wajib untuk mengikuti pembekalan praktikum, PPL, dan KKN yang

diadakan di kampus.

(9) Mahasiswa wajib melakukan bimbingan pada saat melakukan kegiatan KKN, PPL dan

penelitian dalam rangka penyelesaian tugas akhir/skripsi.

(10) Mahasiswa wajib menanggung penggantian semua kerusakan/kehilangan alat dan

bahan selama mengikuti kegiatan praktikum dan penelitian.

Pasal 21

Hak Mahasiswa

(1) Mahasiswa berhak mengikuti ujian akhir semester untuk suatu matakuliah setelah

menghadiri perkuliahan sekurang-kurangnya 75 % dari pertemuan yang terjadwal

pada suatu semester.

(2) Mahasiswa yang tidak dapat mengikuti ujian tengah semester dan atau ujian akhir

semester berhak mendapat kesempatan untuk mengikuti ujian susulan.

(3) Mahasiswa yang telah melaksanakan semua tugas dan mengikuti semua jenis ujian

berhak mendapatkan nilai dari dosen.

(4) Mahasiswa yang telah mengikuti pembekalan PPL dan KKN sesuai dengan ketentuan

yang berlakuberhak mengikuti dan mendapatkan nilai dari kegiatan PPL dan KKN.

(5) Mahasiswa berhak melakukan perbaikan nilai.

(6) Mahasiswa berhak menggunakankebebasan akademik untuk menuntut dan mengkaji

ilmu pengetahuan.

(7) Mahasiswa berhak untuk memperoleh pengajaran dan layanan akademik yang sesuai

dengan minat, bakat, kemampuan, dan kegemarannya.


(8) Mahasiswa berhak untuk memanfaatkanfasilitas yang disediakan oleh universitas dan

atau fakultas Agama Islamdalam rangka kelancaran proses belajar.

(9) Mahasiswa berhak mendapat bimbingan dari dosen dalam penyelesaian studi.

(10) Mahasiswa berhak untuk memperoleh layanan informasi yang berkaitan dengan

studinya.

(11) Mahasiswa berhak untuk memperoleh layanan kesejahteraan sesuai dengan peraturan

yang berlaku.

(12) Mahasiswa berhak mengajukan permohonan untuk pindah ke perguruan tinggi atau

program studi lain sesuai dengan peraturan yang berlaku.

(13) Mahasiswa berhak untuk Ikut serta dalam kegiatan kemahasiswaan, baik pada tingkat

fakultas atau Universitas.

(14) Mahasiswa berhak untuk memperoleh pelayanan khusus jika menyandang cacat.

BAB VII

PELANGGARAN

Pasal 22

Pelanggaran oleh Dosen dan Tenaga Kependidikan

Pelanggaran oleh dosen dan tenaga kependidikan dapat berbentuk :

(1) Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan atau martabat Negara, bangsa

dan Universitas Wahid Hasyim dan STIKES TRI MANDIRI SAKTI BENGKULU.

(2) Menyalahgunakan wewenangnya sebagai dosen, tenaga kependidikan dan atau pejabat

universitas dan atau fakultas.

(3) Merongrong kewibawaan pejabat dilingkungan universitas atau fakultas dalam

menjalankan tugas dan jabatan.


(4) Bertindak sewenang-wenang dan tidak adil baik terhadap bawahannya maupun sesama

pejabat.

(5) Tanpa izin Universitas menjadi dosen atau bekerja untuk lembaga lain baik di dalam

maupun di luar Negara.

(6) Menyalahgunakan barang-barang, uang atau surat-surat berharga milik Universitas

dan atau fakultas.

(7) Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan

barang-barang, dokumen, atau surat-surat berharga milik Negara dan atau Universitas

dan atau fakultas secara tidak sah.

(8) Melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain

di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan

pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung

merugikan Negara dan atau universitas dan atau fakultas.

(9) Melakukan tindakan yang merugikan rekan kerja, bawahan, atau orang lain di dalam

lingkungan kerjanya.

(10) Membocorkan dan/atau memanfaatkan rahasia Negara dan/atau Universitas yang

diketahui karena kedudukan jabatan untuk kepentingan pribadi, golongan, atau pihak

lain.

(11) Membocorkan soal ujian dan atau kunci jawabannya.

(12) Melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apapun di dalam menjalankan tugasnya

untuk kepentingan pribadi atau golongan.

(13) Menghalangi, mempersulit penyelengaraan kegiatan akademik dan non akademik

yang telah ditetapkan Universitas/Fakultas.

(14) Mencampuri urusan administrasi pendidikan dan lain-lain tanpa wewenang sah dari

Universitas/Fakultas.
(15) Melakukan pengotoran/pengrusakan, berbuat curang serta memalsukan surat/

dokumen yang sah seperti nilai, ijazah maupun sertifikat dan dokumen lain.

(16) Melakukan tindakan kesusilaan baik dalam sikap, perkataan, tulisan maupun gambar.

(17) Menggunakan secara tidak sah ruangan, bangunan, maupun sarana lain milik

Universitas Wahid Hasyim tanpa izin.

(18) Memeras, berjudi,membawa, menyalahgunakan obat-obat terlarang di lingkungan dan

di luar lingkungan Kampus Universitas Wahid Hasyim.

(19) Menyebarkan tulisan-tulisan dan faham-faham yang terlarang oleh Pemerintah.

(20) Mengadu domba dan menghasut antar civitas akademika

(21) Bertindak selaku perantara bagi sesuatu pengusaha atau golongan untuk mendapatkan

pekerjaan atau pesanan dari universitas.

(22) Melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apa pun juga dalam melaksanakan

tugasnya untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain

Pasal 23

Pelanggaran oleh Mahasiswa

Pelanggaran oleh mahasiswa dapat berbentuk :

(1) Membuat kegaduhan yang mengganggu perkuliahan atau praktikum yang sedang

berlangsung.

(2) Melakukan kecurangan dalam bidang akademik, administratif, dan keuangan.

(3) Merokok, makan, atau minum pada waktu mengikuti kuliah.

(4) Membawa senjata tajam, melakukan perkelahian, melakukan pemerasan, melakukan

pelecehan, sertamembentuk geng.

(5) Mengotori atau mencoret-coret meja, kursi, dan tembok; merusak dan mencuri hak

milikfakultas/universitas/tempat praktik
(6) Mengkonsumsi, mengedarkan, dan menyalahgunakan obat-obat keras, narkotika dan

obat-obatberbahaya, atau minum minuman keras.

(7) Melakukan hal-hal yang melanggar susila.

BAB VII

PENEGAKAN KODE ETIK DAN SANKSI

Pasal 24

Setiap dosen, tenaga kependidikan dan mahasiswa STIKES TRI MANDIRI SAKTI

BENGKULU yang melanggar kode etik dikenai sanksi.

Pasal 25

Sanksi Pelanggaran Kode Etik bagi Dosen dan Tenaga Kependidikan

(1) Dosen dan tenaga kependidikan yang melakukan pelanggaran Kode Etik dikenakan

sanksi teguran dan tertulis.

(2) Sanksi teguran terdiri dari :

a. Teguran lisan

b. Teguran tertulis

(3) Sanksi teguran lisan berupa :

a. Penjelasan tentang pelanggaran kode etik yang telah dilakukan

b. Nasehat

(4) Sanksi teguran tertulis terdiri dari :

a. Penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun.

b. Penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1

(satu) tahun.

c. Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun.


(5) Pejabat yang berwenang menghukum untuk jenis memberi sanksi teguran adalah

atasan langsung yang bersangkutan.

(6) Pejabat yang berwenang menghukum untuk jenis memberi sanksi tertulis adalah

Pimpinan Universitas atas usul atasan langsung yang bersangkutan.

Pasal 26

Sanksi Pelanggaran Kode Etik Bagi Mahasiswa

(1) Mahasiswa yang melanggar kode etik diberikan sanksi atau hukuman oleh Ketua

Program Studi dan atauPimpinan FakultasAgama Islam Universitas Wahid Hasyim.

(2) Sanksi bagi mahasiswa dapat berupa sanksi ringan, sedang atau berat.

(3) Sanksi ringan berupa teguran/peringatan lisan atau tertulis. Sanksi sedang berupa

larangan mengikuti kegiatan akademik dan kegiatan di Fakultas Agama

IslamUniversitas Wahid Hasyim lainnya dalam jangka waktu tertentu. Sanksi berat

berupa pencabutan kedudukannya sebagai mahasiswa STIKES TRI MANDIRI SAKTI

BENGKULU.
KEGIATAN BELAJAR II

Kewajiban Akademik Dosen dan Kewajiban Profesi Dosen Terhadap masyarakat sekitar

1. Kewajiban Akademik Dosen

I. PENGANTAR

Menurut Shils (1993:71—90) bahwa kewajiban-kewajiban akademis para dosen

terhadap pengetahuan dan mahasiswa dijelaskan sebagai berikut ini:

A. Kewajiban Pengetahuan

Kewajiban dosen yang utama dalam bidang pengetahuan adalah kewajiban

terhadap kebenaran dalam bidang yang diajarkan atau ditelitinya. Beberapa hal yang harus

dilakukannya ketika menyampaikan kebenaran itu adalah:

1. Bekerja keras untuk memecahkan permasalahan secara tepat, untuk tidak mudah

percaya, membuat penilaian secara bertanggung jawab, dan untuk mendisiplinkan

diri.

2. Membuat penilaian secara bertanggung jawab.

3. Dosen hendaknya menjelaskan sisi yang kabur dan tak pasti dalam perkuliahan.

4. Memiliki kejujuran dan kerendahan hati mengenai apa yang benar dan apa yang

tidak benar pada saat itu, apa yang betul-betul kontroversial dan apa yang

memang tidak diketahui.

5. Dosen di samping hormat kepada metode dan aturan penelitian, mempunyai

kewajban untuk menolak dominasi prasangka-prasangka akademis yang sedang

berlaku menyangkut apa yang boleh diteliti.

6. Dosen hendaknya tidak menyingkapkan hasil-hasil penelitiannya apabila ia

sendiri belum puas atas usahanya membuat hasil penelitian itu sedapat mungkin

masuk akal.
 Yang Harus Dihindari Dosen dalam Menjalankan Kewajiban terhadap Pengetahuan

Ada beberapa hal yang harus dihindari dosen dalam memenuhi kewajibannya terhadap

pengetahuan, di antaranya adalah:

1. Seorang dosen yang secara sengaja mengajarkan kepada para mahasiswanya

anggapan-anggapan yang keliru dan tanpa dasar sambil mengatakan bahwa itu

semua merupakan pengetahuan yang sudah terbukti kebenarannya, jelas-jelas

menyimpang dari kewajiban utamanya, tidak peduli apakah ia bermaksud untuk

memikat hati penguasa atau untuk merong-rongnya, tidak peduli apakah ia

terdorong untuk menyenangkan hati pendengarnya atau bersikap sembrono saja.

2. Mengemukakan sebagai kebenaran apa yang sesungguhnya tidak lebih dari sebuah

opini yang belum terbukti atau sebuah hipotesis yang masih tentatif (belum tentu),

merupakan pengingkaran terhadap kewajiban seorang dosen.

B. Kewajiban kepada Para Mahasiswa

a. Universitas bukanlah sebagai lembaga penelitian semata tetapi ia adalah juga

lembaga pengajaran.

b. Postulat bahwa universitas merupakan suatu lembaga yang kewajiban

utamanya ialah penggalian dan pengajaran kebenaran-kebenaran tidak

melarang para dosen untuk menyatakan keyakinan etis dan politisnya di depan

para mahasiswa.

c. Dosen harus hati-hati agar dalam memaparkan bidang keilmuannya ia tidak

jatuh ke dalam dogmatisme.

d. Kesetiaan seorang dosen terhadap kewajiban mengajarnya ditunjang oleh

kesungguhan para koleganya dalam melakukan pengajaran masing-masing.


e. Para mahasiswa tidak hanya perlu diajar tetapi mereka juga perlu dinilai dan

harus dinilai secara adil oleh para penguji.

f. Dosen tidak seharusnya menganggu dan mengacau pelaksanaan pendidikan,

penelitian, dan administrasi mahasiswanya.

g. Dosen tidak boleh menyalahgunakan wewenang yang diperolehnya walaupun

dalam bidangnya ia mempunyai banyak pengetahuan dibandingkan dengan

para mahasiswanya.

C. Beberapa Penyakit yang Harus Dihindari Dosen

Beberapa penyakit yang harus dihindari dosen adalah

1. Galat atribut,

2. Keyakian irasional,

3. Ketidakpekaan akan umpan balik,

4. Menghentikan pengawasan (kontrol), dan

5. Mendominasi pembicaraan.

II. PEMBAHASAN

Menurut Shils (1993) kewajiban-kewajiban dosen itu meliputi kewajiban:

1. Pengetahuan,

2. Mahasiswa,

3. Generasi-generasi para dosen,

4. Para kolega,

5. Para dosen dalam hal pengangkatan akademis,

6. Terhadap universitas mereka sendiri, dan

7. Masyarakat.
A. Kewajiban Pengetahuan

Kewajiban dosen yang utama dalam bidang pengetahuan adalah kewajiban terhadap

kebenaran dalam bidang yang diajarkan atau ditelitinnya. Menurut Shils (1993:73) bahwa

menentukan sebuah kebenaran mungkin sangat sukar. Apa yang dianggap benar sehubungan

dengan topik tertentu memang dapat diubah, namun perubahan-perubahan itu tidak boleh

asal-asalan saja. Perubahan-perubahan itu diatur oleh tradisi dari bidang itu sendiri, biarpun

tradisi itu juga berubah setiap kali ada penambahan atau revisi terhadap pengetahuan tentang

suatu topik tertentu. Ada kekeliruan para dosen sehubungan dengan ini, yaitu ada bidang luas

yang samar-samar yang tentangnya tidak mungkin diperoleh pengetahuan yang terpercaya.

Bidang-bidang ini sangat menggoda dosen untuk mengikuti kecondongan hatinya sendiri dan

bukannya mengikuti kesangsian intelektualnya. Bidang-bidang yang kelabu atau kabur, sejauh

bidang-bidang itu penting, merupakan bidang yang memerlukan penelitian baru, dan penilaian

dari rekan sejawat yang berkualitas sama, baik dari universitas sendiri maupun dari kalangan

terpelajar lain, dibutuhkan agar sang dosen itu mampu memberikan yang terbaik. Banyak

pengajaran harus diberikan dalam bidang-bidang yang kabur ini, dosen wajib membuat

mereka menyadari adanya ketakpastian-ketidakpastian itu.

Allah Swt. berfirman dalam (Q.S.7:181) :

Artinya,

Dan di antara orang-orang yang Kami ciptakan ada umat yang memberi petunjuk

dengan hak (kebenaran), dan dengan yang hak itu (pula) mereka menjalankan keadilan.

Dari ayat Al-Quran di atas dapat diketahui bahwa dosen adalah orang yang Allah Swt.

ciptakan sebagai orang yang dipilih untuk menyampaikn kebenaran (hak) dan dengan

kebenarannya itu diharapakan dia dapat berlaku adil terhadap pengtahuan yang didalaminya.

Artinya, dosen tidak memanipulasi, menyelewengkan, dan menyembunyikannya. Mestinya,


dia hendaklah berlaku objektif, menggunakan ilmu untuk kemanfaatan, dan

menyampaikannya kepada mahasiswa maupun masyarakat.

Menurut Shils (1993:72) mengatakan bahwa seorang dosen yang secara sengaja

mengajarkan kepada para mahasiswanya anggapan-anggapan yang keliru dan tanpa dasar

sambil mengatakan bahwa itu semua merupakan pengetahuan yang sudah terbukti

kebenarannya, jelas-jelas menyimpang dari kewajiban utamanya, tidak peduli apakah ia

bermaksud untuk memikat hati penguasa atau untuk merong-rongnya, tidak peduli apakah ia

terdorong untuk menyenangkan hati orang lain atau sekedar bersikap sembrono saja.

Beberapa hal yang harus dilakukannya ketika menyampaikan kebenaran itu adalah:

1. Bekerja keras memecahkan permasalahan secara tepat, tidak mudah percaya.

Shils (1993:72) megatakan dosen hendaklah bekerja keras untuk menilai secara tepat

terhadap segala fenomena atau permasalahan yang terjadi, baik di lingkungan akademis

maupun masyarakat, tidak mudah percaya, dan mendisplinkan diri terhadap keputusan yang

dianggapnya benar.

2. Dosen hendaknya menjelaskan sisi yang kabur dan tak pasti dalam perkuliahan.

Ada bebrapa hal yang yang kabur dalam sistem perkuliahan di univerrsitas. Kekaburan

itu tidak saja terdapat dengan sebuah komponen administratif yang ada dalam sebuah sistem

universitas tetapi juga terdapat dalam komponen yang lainnya, misalnya kurikulum. Tidak

jarang silabus yang dikembangkan para dosen memuat materi perkuliahan yang mengandung

sisi yang kabur atau tidak jelas. Dosen harus menjelaskanya secara jealas dan proporsional

tanpa menutup-nutupi atau menghindarinya dalam perbincangan akademik.

Dalam proses pencapaian target kurikulum yang telah diprogramkan, para dosen juga

harus menjaga etikanya dalam menyampaikan kebenaran. Etika itu tentu berujung pada

konsekwansi moral atau amoralnya dari suatu ketetapan atau kegiatan yang telah diputuskan.
Walaupun ini merupakan sebuah dilema bagi para dosen namun ketika ia memutuskan

sesuatu maka dia harus konsekwen dengan segala teori-teori dan program yang telah

dijalankannya seperti yang dikatakan oleh Strike (1984:32) bahwa

“We constructed this dilemma to illustrate the features of two major types of ethical

theories – those that decide the rightness or wrongness of an action in terms consequences and

those that do not. We shal refer to this as consequentialist theories and nonconsequentialist

theories, respectively.

Menurut Shils (1993:73) ada kekeliruan para dosen sehubungan dengan ini, yaitu ada

bidang luas yang samar-samar yang tentangnya tidak mungkin diperoleh pengetahuan yang

terpercaya. Bidang-bidang ini sangat menggoda dosen untuk mengikuti kecondongan hatinya

sendiri dan bukannya mengikuti kesangsian intelektualnya. Bidang-bidang yang kelabu atau

kabur, sejauh bidang-bidang itu penting, merupakan bidang yang memerlukan penelitian baru,

dan penilaian dari rekan sejawat yang berkualitas sama, baik dari universitas sendiri maupun

dari kalangan terpelajar lain, dibutuhkan agar sang dosen itu mampu memberikan yang

terbaik. Banyak pengajaran harus diberikan dalam bidang-bidang yang kabur ini, dosen wajib

membuat mereka menyadari adanya ketakpastian-ketakpastian itu.

3. Memiliki kerendahan hati dan kejujuran (tidak bohong) menjelaskan mengenai

apa yang benar dan apa yang tidak benar yang bertalian dengan waktu, apa yang betul-betul

kontroversial dan apa yang memang tidak diketahui.

Dosen harus membantu para mahasiswa untuk belajar membanding-bandingkan satu

interpretasi dengan interpretasi-interpretasi lain yang saling bertentangan dan bersedia

mengubah penilaian-penilaian mereka manakala diperoleh bukti-bukti dan alasan yang lebih

kuat (Shils,1993:73).
Berkaitan dengan ini, Islam (al-Quran) mengatakan:

Artinya,

Allah Swt. Berfirman (Q.S.5:63), “Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta

mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram?

Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu”.

Dari ayat al-Quran di atas, dapat disimpulkan bahwa siapapun orangnya, terutama

dosen, tidak boleh berbohong dan mengajarkan kebohongan kepada mahasiswanya. Larangan

itu tidak saja ditujukan kepada dosen yang beragama Islam tetapi juga Kristen.

4. Dosen mempunyai kewajban untuk menolak dominasi Prasangka-prasangka

akademis yang sedang berlaku menyangkut apa yang boleh diteliti.

Shils (1993:74) mengatakan bahwa apabila ada suatu pokok bahasan yang “tidak

populer” untuk diteliti maka dosen, seorang ilmuan atau cendikiawan boleh saja dengan tekun

menelitinya, sejauh ia mematuhi metode ilmiah atau metode penelitian akademis. Dosen harus

mempertahankan haknya untuk bebas meneliti apa saja yang dianggapnya penting.

5. Dosen hendaknya tidak menyingkapkan hasil-hasil penelitiannya apabila ia

sendiri belum puas atas usahanya membuat hasil penelitian itu sedapat mungkin masuk akal.

Jika dosen telah merasa puas dengan hasil penelitiannya, maka ia wajib menerbitkannya

sedemikian rupa sehingga para kolega dapat mempelajari dan menelaahnya. Kewajiban

terhadap pengetahuan hanya dapat dipenuhi melalui penelitian dan publikasi “terbuka”,

ketertutupan bertentangan dengan kewajiban etis para dosen. Barangkali ada situasi-situasi

luar biasa yang membuat hasil-hasil penelitian tertentu yang dilakukan oleh seorang dosen

atau ilmuan tertutup, umpamanya dalam sebuah proyek yang disponsori oleh pemerintah yang

dinyatakan rahasia sesudah konsultasi antara sang ilmuan yang melakukan penelitian itu
dengan pejabat pemerintah yang berwewenang. Namun hal yang semacam ini harus dilihat

sebagai kekecualian (Shils,1993 :75).

6. Dosen hendaknya melakukan penelitian. Jika dosen sedikit melakukan riset, bahkan

tidak melakukannya sama sekali, maka wajib baginya mengikuti secara seksama hasil-hasil

penelitian dalam bidang keilmuannya.

Yang Harus Dihindari Dosen terhadap Kewajiban Pengetahuan

Ada beberapa hal yang harus dihindari dosen dalam memenuhi kewajibannya terhadap

pengetahuan, di antaranya adalah:

1. Seorang dosen yang secara sengaja mengajarkan kepada para mahasiswanya

anggapan-anggapan yang keliru dan tanpa dasar sambil mengatakan bahwa itu semua

merupakan pengetahuan yang sudah terbukti kebenarannya, jelas-jelas menyimpang dari

kewajiban utamanya, tidak peduli apakah ia bermaksud untuk memikat hati penguasa atau

untuk merong-rongnya, tidak peduli apakah ia terdorong untuk menyenangkan hati para

pendengarnya atau sekedar bersikap sembrono saja.

Salah dalam melakukan penelitian atau pengajaran secara tidak sengaja adalah wajar

tetapi jika meksud untuk menipu maka tidak dapat dimaafkan. Buchori (2001: 35)

mengatakan:

Anyone searching for truth is bound to make mistakes before he or she discovers

something that satisfies his or her criteria of “truth”. Why? Perhaps because, as George

Duhammel said in Le Notaire Du Havre (1933),”…error is the rule, truth is the accident of

error”.
There is a big difference, however, between ordinary mistakes, i.e. mistakes that can be

forgiven, and mistakes that are unforgivable. In science, this unfogivable mistake is called

“fraud” or misconduct with the intent to deceive”.

Dari pendapat Buchori itu dapat disimpulkan bahwa seseorang yang mencari kebenaran

tidak tertutup kemungkinan berbuat kesalahan sebelum ia menemukan kriteria kebenaran

yang dapat memuaskannya. Bahkan menurut George Duhammel seperti yang dikutip oleh

Buchori tersebut mangatakan bahwa kesalahan adalah sebuah aturan, kebenaran adalah

sebuah kejadian dari kesalahan. Artinya, dalam mencari kebenaran, orang tak luput dari

berbuat kesalahan.

Walau bagaimanapun ada perbedaan besar antara salah yang sebenarnya dapat

dimaafkan dengan yang tidak dapat dimaafkan. Dalam sains, kesalahan yang tidak bisa

dimaafkan disebut dengan “fraud” yang mengarah kepada penipuan.

2. Mengemukakan sebagai kebenaran apa yang sesungguhnya tidak lebih dari sebuah

opini yang belum terbukti atau sebuah hipotesis yang masih tentatif (belum tentu), merupakan

pengingkaran terhadap kewajiban pengetahuan seorang dosen, sama seriusnya dengan

pengingkaran berupa kesengajaan mengemukakan proposisi yang salah sebagai proposisi

yang benar atau mengesampingkan bukti baru yang menyangsikan apa yang sebelumnya

dianggap benar.

B. Kewajiban Kepada Para Mahasiswa

1. Universitas bukanlah sebagai lembaga penelitian semata tetapi ia adalah juga lembaga

pembelajaran . Dalam sebuah universitas, kegiatan pengajaran sama penting dengan

kegiatan meneliti.
Menurut FX. Soedarsono (2001:2) mengatakan bahwa dosen itu hendaknya sama-sama

melakukan kedua kegiatan tersebut sehingga dalam prosesnya dosen dan mahasiswa dapat

mencapai perbaikan, peningkatan, dan perubahan pembelajaran yang lebih baik agar tujuan

pembelajaran dapat tercapai secara obtimal. Jadi, tujuan-tujuan pembelajaran di perguruan

tinggi itu dapat sebagai media untuk menjadikan manusia itu beraktivitas sehingga

berkontribusi terhadap pemfungsian seorang individu dalam masyarakat dan itu dapat

diperoleh melalui pembelajaran segaimana yang dikatakan oleh Gagne (1988:39)

“Educational goals are those human activities that cotribute to the functioning of a society

(including the functioning of an individual in the society) and that can be acquired through

learning. Kewajiban ini juga dikuatkan oleh Soenjono (1991:11) yang mengatakan bahwa

tenaga kependidikan bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih, meneliti,

mengembangkan, mengelola, dan / atau memberikan pelayanan teknis dalam bidang

pendidikan.

Seorang dosen yang bisa menjalankan fungsi pengajaran dan penelitian secara maksimal

tentu berpotensi menjadi guru besar sehingga bisa meningkatkan jabatan akademikanya di

perguruan tinggi. Sebelum itu, tentulah terlebih dahulu dia harus menjadikan dirinya sebagai

dosen yang yang memiliki kualitas pengajaran yang bagus, antusias, keterampilan organisasi

yang bagus, hubungan yagn baik dengan kolega dan mahasiswa, tanggap terhadap

masyarakat, serta berkeinginan bekerja keras terhadap tugas rutin sebagaiman yang dikatakan

Tucker (1991:106) bahwa:

A great teacher has generally better chance of becoming a good academic manager,

because the qualities of good teaching – empathy, enthusiasism, good organizational skills,

rapport with colleagues and students, a public presence and a willingness to work hard at

repetiitive task.
2. Postulat bahwa universitas merupakan suatu lembaga, yang kewajiban utamanya ialah

penggalian dan pengajaran kebenaran-kebenaran yang serius tidak melarang para

dosen untuk menyatakan keyakinan etis dan politisnya di depan para mahasiswa.

Menurut Shils (1993:79) hal ini memang berarti bahwa para dosen harus

menghindarkan kesan bahwa pernyataan-pernyataan etis atau politis mereka merupakan

pernyataan-pernyataan ilmiah, ini juga berarti bahwa mereka tidak boleh membiarkan apa

yang mereka kemukakan sebagai kebenaran yang ditentukan oleh cita-cita dan simpati etis

serta politis mereka. Para dosen juga harus menghindarkan diri diskriminasi atas diri

mahasiswa berdasarkan cita-cita dan simpati etis serta politis para mahasisiwa sendiri. (Tidak

perlu dikatakan lagi bahwa, bagi para dosen, diskriminasi dalam menilai mahasiswa

berdasarkan seks, agama, warna kulit atau kelas sosial sama sekali bertentangan dengan etika

akademis.

Satu-satunya jaminan langsung bagi dosen agar mereka memenuhi kewajiban untuk

mengajarkan apa yang benar dan penting kepada para mahasiswa ialah kesungguhan mereka

dlam menjalankan tugas, keyakinannya pada pengetahuan yang diajarkannya dan keyakinan

bahwa kebenaran tetang bidang keilmuannya memang layak diketahui dan diajarkan.

Ketaatan terhadap kewajiban ini hanya dapat tumbuh dari keteguhan nurani dan keyakinan

atas manfaat aktivitas intelektual yang digelutinya.

Contoh,

Seorang dosen jurusan kesehatan dan menjadi pendukung kuat terhadap sebuah partai

politik, misalnya Partai Demokrat, maka dia boleh saja menyatakan keyakinan etis dan

politisnya itu di depan para mahasiswa.


3. Dosen harus hati-hati agar dalam memaparkan bidang keilmuannya ia tidak jatuh ke

dalam dogmatisme atau secara tidak wajar berusaha menanamkan pengaruh kepada

para mahasiswanya dengan menuntut mereka agar menjadi pendukung pandangan

metodologis dan substantif tertentu. Menyerah pada godaan dogmatis berarti tidak

setia pada kewajiban untuk mengkomunikasikan kebenaran (Shils 1993:80) .

Contoh,

Seorang dosen Kesehatan yang apresiatif terhadap penelitian kualitatif dalam kajian

bahasa dan sastra harus hati-hati untuk tidak menanamkan kepada mahasiswanya bahwa

aspek kajian itu hanya baik jika dilakukan melalui penelitian kualitatif, bukan dengan

kuantitatif, pada hal bisa juga dengan kuantitatif dengan hasil yang baik. Penelitian tentang

pengaruh karya sastra terhadap pembaca tidak saja bisa dilakukan dengan jenis penelitian

kualitatif malahan dengan kuantitatif justru dirasa lebih tepat. Jadi, dosen Kesehatan yang

cenderung suka dengan penelitian kualitatif janganlah terlalu melebihkan kesukaannya itu

dengan merendahkan yang satunya lagi atau sebaliknya.

4. Kesetiaan seorang dosen terhadap kewajiban mengajarnya ditunjang oleh

kesungguhan para koleganya dalam melakukan pengajaran masing-masing.

Integritas intelektual dan performan seorang dosen bukan hanya terletak pada persolan

kekuatan watak tetapi juga merupakan fungsi dari lingkungan pergaulan seorang dosen di

universitas. Dalam soal intelektual, sebagaimana di bidang-bidang lain, kesadaran moral

saling memperkuat satu sama lain. Karena itu komunitas akademis menunjang etika akademis

dalam pengajaran. Sikap sseorang dosen yang peka terhadap kewajiban moralnya

mempengaruhi sikap para koleganya terhadap kegiatan pengajaran mereka sendiri. Kepekaan

seorang dosen terhadap kewajibannya dipertajam oleh kesadaran akan kekuatan kepekaan

moral itu dalam diri para kolega. Salah satu cara tidak langsung untuk menjaga agar para
dosen tetap mempunyai kepekaan yang tinggi dalam hal kewajiban terhadap para mahasiswa

adalah melalui sikap hati-hati dalam proses pengangkatan dosen baru, sehingga dapat

dihindari masuknya calon-calon dosen yang tampaknya melalaikan kewajiban mengajarnya

(Shils, 1993:84).

Contoh,

Keseriusan dan keberhasilan seoran dosen Kesehatan dalam mengajar tentu dipengaruhi

dan ditunjang juga oleh staf pengajar lainnya, tidak saja dosen dari jurusan sama tetapi juga

dari jurusan lainnya.

5. Para mahasiswa tidak hanya perlu diajar. Mereka juga perlu dinilai dan harus

dinilai secara adil oleh para penguji.

Penilaian ini menurut Shils (1993:85) penting karena akan mempengaruhi kesempatan

para mahasiswa dalam studi mereka selanjutnya dan kemungkinan mereka diterima dalam

karier professional. Penilaian mempengaruhi pula sikap para mahasiswa terhaddap studi dan

diri mereka sendiri. Penilaian yang adil sangat dibutuhkan baik oleh masyarakat maupun oleh

masing-masing mahasiswa. Juga tidak kurang penting adalah kesembronan dipihak penguji

dalam menjaga standar penilaian yang stabil hal ini sukar dikontrol.

Selanjutnya dia mengatakan bahwa di beberapa universitas, baik lingkungan maupun

tradisi menghargai pertemuan antara dosen dan para mahasiswa di luar ruang kuliah atau

laboratarium serta kesediaan dosen dalam menyediakan waktu untuk mahasiswa berdiskusi

dengannya, baik di ruang kuliah maupun di laboratarium haruslah di sambut baik. Karena

itulah makanya, hubungan informal antara dosen dan mahasiswa tetap dibina. Tetapi

hubungan itu mengandung bahaya-bahaya tertentu. Salah satu bahayanya adalah bahwa dalam

hubungan semacam itu sang dosen mungkin saja cendrung untuk lebih suka pada bebrapa

mahasiswa dengan pada mahasiswa-mahasiswa lain, memberi mahasiswa-mahasiswa yang


disukainya lebih banyak kesempatan untuk berdiskusi di kelas atau dalam seminar. Beberapa

bahaya jika hubungan antara dosen dengan para mahasiswa terjalin rapat adalah terjadinya

diskriminasi dalam penilaian dan terjadinya relasi seksual.

Contoh,

Dalam perkuliahan, seorang dosen Kesehatan mestilah melakukan penilaian terhadap

mahasiswanya. Walaupun cara menilai itu dapat dilakukan dengan bermacam-macam, namun

hendaklah dilakukan dengan secara adil dan objektif. Dalam memberikan penilaian ini, dia

hendaklah hati-hati supaya tidak terjerat dengan relasi seksual. Relasi itu tentu mengandung

bahaya-bahaya tertentu. Salah satu bahayanya adalah bahwa dalam hubungan semacam itu

sang dosen mungkin saja cendrung untuk lebih suka pada bebrapa mahasiswa daripada

mahasiswa-mahasiswa lain, memberi mahasiswa-mahasiswa yang beralasi itu dengan niali

lebih tinggi di banding yang lainnya.

6. Sebagai kewajiban terhadap para mahasiswa, para dosen seharusnya mendorong

mahasiswa cepat menyelesaikan pendidikannya, tidak menganggu serta mengacau

pelaksanaan penelitian dan administrasinya.

Contoh,

Dosen Jurusan Kesehatan seharusnya memberikan motivasi dan teknik atau kiat

tertentu kepada mahasiswanya agar cepat menyelesaikan perkuliahan maupun penelitian dan

jika perlu dengan senang hati meminjamkan sesuatu yang sangat diperlukan mahasiswanya,

seperti meminjamkan buku-buku asing yang diperlukan untuk mendukung teori-teori

penelitian yang sulit ditemukan di pustaka atau toko buku. Sebaliknya, tidak selayaknya jika

ada seorang dosen Jurusan Kesehatan yang justru mempersulit proses perkuliahan atau

penelitian yang sedang dijalankan oleh mahasiswanya seperti dengan jarang datang ke

kampus atau tidak menaati jadual konsultasi yang telah disepakati bersama sehigga
mahasiswa sulit dalam menyelesaikan perkuliahannya, bahkan tidak jarang terjadi seorang

mahasiswa terlambat diwisuda gara-gara hanya terlambat dalam mendapatkan tanda tangan

seorang dosen.

7. Dosen tidak boleh menyalahgunakan wewenang yang diperolehnya walaupun dalam

bidangnya ia mempunyai banyak pengetahuan dibandingkan dengan para

mahasiswanya. Bagaimanapun juga satu yang jelas, pengajar wajib untuk tidak

menggunakan ruang kuliah sebagai tempat meraih pendukung bagi pandangan politik

ataupun bagi partai politiknya.

Mestinya dosen menyembunyikan keyakinan politik dan moralnya dan pernyataan

menyangkut preferensi etis dan politis dihindari dalam pengajaran universitas, karena

hubungan dosen dan mahasiswa di aula tempat kuliah tidak memungkinkan para mahasiswa

mengkritik pernyataan dosen itu. Sebenarnya dosen harus membiarkan mahasiswa bebas

untuk membuat keputusan politiknya sendiri.

Pengajar yang mengungkapkan penilaian sosial dan politisnya perlu berusaha untuk

menjelaskan bahwa ia sedang mengungkapkan penilaian sendiri dan perlu menerangkan

dengan sejelas mungkin perbedaan antara apa yang didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang

dikaji secara cermat dan sudut pandang politik atau moral apa yang dipakainya untuk menilai

situasi (Shils,1993:90).

Contoh,

Seorang dosen Jurusan Kesehatan yang sudah bergelar profesor, doktor, master, dan

yang tidak diragukan lagi kemampuan akademiknya. Disamping itu, dia juiga aktif dalam

partai politik tertentu, misalnya Partai Keadilan sejahtera (PKS) namun ia tidak boleh

menggunakan ruang kuliah untuk meraih dukungan dari mahasiswa bagi partai politiknya.
C. Beberapa Penyakit Dosen yang Harus Dihindari

1. Galat Atribut

Tresna (1988:77) menjelaskan bahwa ada suatu prilaku dari dosen yang harus dihindari

sehubungan dengan kegiatannya di universitas yaitu apa yang disebut dengan galat atribut

(sifat menyalahkan). Cara ini ialah kecendrungan untuk menyalahkan apa-apa yang di luar

kita untuk masalah kita sendiri. Dosen yang tidak memperoleh bantuan atau kerja sama dari

mahasiswa akan menyalahkan mahasiswanya, fasilitas sekolah, waktu, cuaca, atau sifat mata

pelajaran itu sendiri. Apa yang tidak tampak ialah kekurangan atau tanggung jawab diri

sendiri untuk tiadanya keikutsertaan mahasiswa. Dosen tidak pernah bertanya, “Mengapa saya

membosankan kelas? Tindakan apa yang telah saya lakukan, yang menghalangi interaksi?

Bagaimana hubungan saya dengan kelas terganggu?”

Kecendrungan menyalahkan situasi luar ini tidak sepenuhnya salah. Memang ada juga

di antaranya yang ditemukan di lapangan namun tentu memerlukan adanya introspeksi diri

dan analisis lingkungan. Mengabaikan salah satu akan terjadi galat pertimbangan. Untuk

mengatasi masalah ini ajukanlah pertanyaan ini: “Bagaimana prilaku saya (dosen) dan

berbagai aspek situasi menggiur ke dalam masalah ini? Bagaimana meningkatkan minat,

partisipasi, dan keterlibatan?”

Contoh,

Dosen Jurusan Kesehatan menyebarkan angket penelitian yang harus dijawab oleh

mahasiswanya, akan tetapi setelah dianalisisnya hasil agket itu, ternyata hasilnya tidak

memuaskan lalu secara serta merta tanpa mengoreksi diri mengatakan bahwa penyebabnya

adalah mahasiswa, fasilitas sekolah, atau hal lannya. Pada hal, jika ia mau bersikap arif maka

akan diketahuinya bahwa penyebab kegagalannya mungkin disebabkan selama ini dia kurang

apresiatif dan kooperatif dengan mahasiswanya sehingga angket yang diisi tidak direspon

dengan serius oleh mahasiswanya.


2. Keyakinan Irasional

Salah satu keyakinan yang mengendalikan prilaku dosen ialah keyakinan irasional.

Keyakinan itu bercirikan pikiran-pikiran yang tidak logis dan berlebih-lebihan. Keyakinan

irasional tampak pada pernyataan bernada ekstrim dan mutlak seperti mengandung kata-kata

“semua, setiap, selalu, harus perlu, wajib, dsb”.

Keyakinan irasional mencegah dosen untuk menyelidiki ide lebih lanjut untuk

melibatkan diri.

Ada beberapa gambaran yang mencerminkan keyakinan itu, di antaranya:

Generalisasi berlebihan:

Contoh,

Pernyataan dosen Jurusan Kesehatan akan berbunyi seperti berikut: “Ah, metode

pengajaran untuk meningkatkan keterampilan menulis mahasiswa Jurusan Kesehatan dengan

teknik copy master tidak jalan. Saya telah mencobanya di ruang kuliah, ternyata terjadi

malapetaka. Teknik ini yang semula hanya dimaksudkan sebagai langkah awal untuk

meningkatkan ketampilan menulis mahasiswa namun jusru digunakan untuk meng-copy

master karya tulis orang lain”. Mahasiswa disuruh menulis karya tulis oleh dosen, tetapi salah

seorang telah membuatnya dengan meng-copy master karya orang lain. Kenyataan ini

mungkin ada satu-satu terjadi di kalangan mahasiswa. Akan tetapi terlalu berlebihan untuk

menggeneralisasikannya secara keseluruhan.

3. Menggambarkan bencana:

“Saya memeras otak berusaha membuat suasana kuliah Jurusan Kesehatan agar

sangat menarik. Tetapi tidak sedikit pun mahasiswa meresponnya. Saya berfikir sungguh-

sungguh bahwa saya ini gagal total sebagai dosen Jurusan Kesehatan”.
4. Berfikir Negatif

“Saya bukan dosen Jurusan Kesehatan yang baik. Keterampilan saya sebenarnya ialah

menulisdan mengarang bukan mengajar di depan ruang kuliah ini. Saya merasa kurang yakin

berdiri di depan mahasiwa. Saya yakin bahwa mereka mengetahui kelemahan saya ini.

Biarlah terima saja nasib ini”.

5. Ketidakpekaan akan Umpan Balik

Tresna (1988:90) mengatakan bahwa orang sering cendrung tidak peka akan

umpanbalik bila ada hal yang berlawanan dengan konsep dirinya. Ia bukan bertanya

bagaimana inforamasi yang diterima itu menyangkut dirinya, tetapi mengacuhkannya,

mengubahnya, atau memutarbalikkannya sehingga menjadi sesuai degan keinginannya. Dosen

yang tidak peka dan yakin bahwa pekerjaannya sopan atau layak, mungkin akan mengabaikan

tindakan yang sebenarnya berlawann dengan keyakinannya. Berita tentang ketiadaan minat

siswaa akan ditolaknya atau siswa dipersalahkannya. Adalah diragukan bahwa prilaku ini

akan membantu melindungi konsep dirinya.

Orang sering mengabaikan yang jelek perihal kelakuan mereka tetapi membesar-

besarkan pa yang apa yang dilakukan baik. Hal ini akn mengurangi kesediaan untuk mencari

pengalaman baru danmengarahkan hidup kita kea rah yang lebih baik. Orang akan cendrung

melakukan kebiasaan lama, daripada mengubah kelakuannya yang kurang baik. Demikialah

diperoeh masalah gaya belajar yang terbatas.

Agar umpan balik bekeerja sebagaimana mestinya kita harus berfikiran erbuka, bersedia

menelaah apakah adfa hubungannya dengan massalah pelajaran di kelas.. Terutama bila

umpan balik itu amat khusus dan menyangkut prilaku kita yang dapt kita ubah. Prilaku yang

mudah diamati lebih dahulu diperhatikan kesediaan untuk berubah dan keterbukaan akan

saran-saran orang lain amat diperlukan agar umpan balik itu efektif.
Contoh,

Seorang dosen Jurusan Kesehatan telah ditugaskan mengajar di sebuah lokal tertentu

namun ketika dia akan memulai perkuliahannya di dalam lokal ternyata tak ada seorang pun

mahasiswa di dalamnya. Menurut informasi yang berkembang bahwa mahasiswa tidak mau

mengikuti perkuliahan dengannya karena dia banyak menyulitkan mahasiswa. Mahasiswa

menilai bahwa dosen itu sering terlambat datang ke kampus. Jika datang, jarang yang tidak

marah-marah kepada mahasiswa di dalam perkuliahan. Selain itu, dia juga cendrung tidak

logis dan subjektif dalam memberikan peneliaian kepada mahasiswa bahkan sudah banyak

mahasiswa yang gagal atau mendapat nilai sangat rendah dengannya. Mestinya dia harus peka

terhadap keadaan itu dan bisa menjadikannya sebagai umpan balik dalam memperbaiki

dirinya di masa yang akan datang. Jadi, tidak mengacuhkan, mengubah, atau membalikkannya

sehingga menjadi sesuai dengan keinginannya.

6. Menghentikan Pengawasan (kontrol)

Persolan pengawasan lingkungan dan penggunaan kekuasaan mempunyai peranan

penting dalam rancangan prosedur kelas. Dosen juga berusaha untuk memelihara

pengaruhnya, misalnya menggunakan metode dan proses tertentu dalam merancang kelas.

Dosen juga mengatur sistem penilaian, menerapkan aturan kehadiran, menentukan prasarat

format dan pola, menentukan topik makalah, menetapkan batas waktu penyampaian tugas-

tugas, mematuhi kebijakan ujian, dan banyak lagi. Siswa amat sedikit pengaruhnya dalam

menetapkan aturan-aturan yang berlaku untuk kelas (Tresna 1988:94)

Agar diperoleh partisipasi siswa, perlu ada perubahan dalam penggunaan waktu kelas.

Siswa perlu diberitahu untuk partisipasi di kelas. Prosedur pengajaran perlu memperhatikan

kebutuhan siswa agar dapat belajar lebih efektif. Bila kesediaan dosen untuk mengatur

kembali pembagian waktu ini, maka partisipasi siswa akan terhambat. Keengganan
menghentikan pengawasan oleh dosen juga merupakan salah satu sebab pengaturan waktu

kembali tidak dapat berjalan.

Dosen juga berusaha untuk memelihara pengaruhnya, misalnya menggunakan metode

dan proses tertentu dalam merancang perkuliahan. Keengganan menghentikan pengawasan

oleh dosen juga merupakan salah satu sebab perkuliahan kembali tidak dapat berjalan.

Contoh,

Seorang dosen Jurusan Kesehatan yang sudah banyak memiliki gelar akademik dan

mengajar di beberapa perguruan tinggi, baik dalam kota maupun luar kota bahkan luar

provinsi. Dengan kesibukannya yang padat itu dia boleh saja merancang perkuliahan dengan

metode dan proses tertentu, misalnya dengan pemberian tugas atau modul pembelajaran akan

tetapi jika suatu saat dia menghentikan pengawasan karena kesibukannya yang semakin

banyak tentu perkuliahan yang telah dirancang tidak akan berjalan dengan lancar.

7. Mendominasi pembicaraan

Centra (1982:61) mengatakan: “The lecture is the most traditonal and, considaring all its

forms, the mostly widely used approach to instruction. It is also the most critized because of

its teacher-center nature and general misuse at all levels of education. The type of lecture can

range from a formal extended presentation, used primarily in high school and college large-

group sessions, to informal explanations used at both elemetary and secondary levels. A

major characteristic of all lecturer, though, is that the teacher engeges primarily in one-way

communication and thus dominates classroom verbal activity. Although the time periode of a

lecture may range from several minute to over an hour, the student’s role is mainly a passive

one with 80-90 percent of verbalizations being teacher-talk. The vast majority of lectures are

use for the purposes of introducing, informing, demonstrating, and summarizing.”


Seorang dosen yang sangat tradisional adalah secara sangat luas dan terlalu

mempertimbangan segala kondisi dirinya dalam pendekatan pengajaran. Keadaan itu sangat

dikritik sebab secara umum dan alamiah pengajaran yang berpusat pada guru adalah tidak

tepat (salah penggunaan) pada semua level atau jenjang pendidikan. Tipe seorang dosen dapat

diukur dari sebuah penyajian pengembangan formal, digunakannya secara utama di sekolah

tinggi atau kampus dalam bagian kelompok yang besar, penjelasan-penjelasan informal

digunakan pada kedua level dasar dan menengah. Karakteristik utama dari seluruh dosen

dalam hal pemikiran adalah dia secara utama mengembangkan pola komunikasi satu arah

dengan demikian dia mendominasi kelas dengan aktivitas verbalnya (ceramah). Walaupun

waktu perkuliahan seorang dosen mungkin telah dijarakkan beberapa menit dari satu jam

lebih, namun keberadaan siswa secara utama menjadi orang yang pasif 80—90 persen akibat

dari pembicaraan hanya didominasi oleh dosen. Mayoritas seorang dosen itu dalam

pembicaraan hanya untuk tujuan perkenalan, pemberitahuan, penjelasan, demonstrasi, dan

penyimpulan.

Dari pendapat centra tersebut dapat disimpulkan bahwa mestinya seorang dosen itu

jangan terlalu mendominasi pembicaraan di ddalam ruang kuliah sehingga mahasiswa pasif

saja. Seorang yang sangat tradisional itu adalah menganggap seluruh bentuk-bentuk yang

dimilikinya, secara dalam dan luas menggunakannya dalam pendekatan pengajaran. Suatu

kritikan yang sangat tajam ditujukan kepada seorang dosen apabila dia mengajar terlalu

berpusat kepadanya. Secara umum dan alamiah keadaan itu salah diterapkan pada semua

jenjang pendidikan. Mestinya dalam perkuliahan, dosen itu mendominasi pembicaraan hanya

untuk tujuan perkenalan, pemberitahuan, penjelasan, demonstrasi, dan penyimpulan.


Mengajar di perguruan tinggi atau universitas memiliki intensitas yang tinggi dalam

bidang pengetahuan dan penyebarluasannya. Dosen tidak saja dituntut untuk memilik

kedalaman dalam bidang objek material keilmuannya tetapi juga memiliki berbagai variasi

metode, teknik, dan etika akademik dalam menyampaikannya kepada para mahasiswa.Untuk

memperoleh dan menyampaikannya kepada para mahasiswa, mereka haruslah berpegang

kepada ketentuan-ketentuan akademis universitasnya.

Kewajiban umum dosen dalam bidang pengetahuan ialah melakukan penelitian yang

dapat diterbitkan, baik di kalangan akademis maupun masyarakat umum. Sedangkan

kewajiban utamanya terhadap pengetahuan adalah meyampaikan kebenaran dalam bidang

yang diajarkannya atau ditelitinya. Dalam menjalankan kewajibannya terhadap pengetahuan,

dosen boleh melakukan berbagai penelitian yang meliputi yang keilmuan yang digelutinya.

Dalam konteks akademis dan demi untuk mengembangkan keilmuannya, dia boleh

melakukan apa saja tanpa terikat dengan nilai-nilai sementara menurut sebagian pendapat lain

mengatakan harus terikat dengan nilai-nilai. Hal itu biasanya bergantung kepada visi dan misi

serta tujuan yang diemban oleh univesitas yang bersangkutan.

Kepada mahasiswa, para dosen di samping melakukan penelitian, dia juga harus

mengajar di dalam kampus sebagai mana layaknya proses belajar mengajar. Jadi dia tidak

melulu sibuk mengadakan penelitian, namun pembinaan pikiran dan watak mahasiswa

terhadap melakukan penelitian harus dibina juga dalam pengajaran. Pengajaran bukan sekedar

pengalihan sekumpulan pengetahuan, teoritis ataupun faktual yang penting saja, namun harus

bertujuan untuk menyampaikan pemahaman tentang kebenaran-kebenaran fundamental dalam

bidang itu serta metode-metode dan teknik-teknik penelitian dan pengujian yang khas dalam

bidang bersangkutan.

Ketika dosen menyampaikan keilmuannya kepada para mahasiswa, hendaklah ia ia

tidak jatuh dalam dogmatisme serta mempengaruhi siswanya untuk menjadi pendukungnya.
Terbelenggu dengan sebuah dogmatisme berarti dosen tidak setia pada kewajiban untuk

mengkomunikasikan kebenaran.

Eksistensi seorang dosen dalam mengajar ditunjang oleh kesungguhan para koleganya

dalam melakukan pengajaran masing-masing. Terpeliharanya integritas intelektual bukan

hanya persolan kekuatan watak pribadi saja tetapi juga merupakan fungsi dari lingkungan

pergaulan seorang dosen dengan yang lainnya di universitas.

Dalam memberikan penilaian kepada para mahasiswa, dia hendaklah berlaku adil,

objektif, dan sedapat mungkin menekan faktor subjektifitas . Adalah berbahaya jika hubungan

antara dosen dengan para mahasiswa terjalin rapat sehingga mengakibatkan terjadinya

diskriminasi dalam penilaian, relasi seksual, dan beberapa akibat buruk lainnya.

Dosen tidak boleh menyalahgunakan wewenang yang diperolehnya walaupun dalam

bidangnya ia mempunyai banyak pengetahuan dibandingkan para mahasiswanya serta

menggunakan kelebihannya itu untuk mendapatkan dukungan partai politiknya.


KEGIATAN BELAJAR III

Memahami Perubahan Sosial dan Perubahan Budaya

A. Perubahan Sosial dan Budaya

Manusia adalah makhluk individu yang tidak dapat melepaskan diri dari hubungan

dengan manusia lain. Sebagai akibat dari hubungan yang terjadi di antara individu-individu

(manusia) kemudian lahirlah kelompok-kelompok sosial (social group) yang dilandasi oleh

kesamaan-kesamaan kepentingan bersama. Namun bukan berarti semua himpunan manusia

dapat dikatakan kelompok sosial. Untuk dikatakan kelompok sosial terdapat persyaratan-

persyaratan tertentu. Dalam kelompok social yang telah tersusun susunan masyarakatnya akan

terjadinya sebuah perubahan dalam susunan tersebut merupakan sebuah keniscayaan. Karena

perubahan merupakan hal yang mutlak terjadi dimanapun tempatnya.

Perubahan sosial adalah perubahan dalam hubungan interaksi antar orang, organisasi

atau komunitas, ia dapat menyangkut “struktur sosial” atau “pola nilai dan norma” serta

“pran”. Dengan demikina, istilah yang lebih lengkap mestinya adalah “perubahan sosial-

kebudayaan” karena memang antara manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat dipisahkan

dengan kebudayaan itu sendiri.

Cara yang paling sederhana untuk mengerti perubahan sosial (masyarakat) dan

kebudayaan itu, adalah dengan membuat rekapitulasi dari semua perubahan yang terjadi di

dalam masyarakat itu sendiri, bahkan jika ingin mendapatkan gambaran yang lebih jelas lagi

mengenai perubahan mayarakat dan kebudayaan itu, maka suatu hal yang paling baik

dilakukan adalah mencoba mengungkap semua kejadian yang sedang berlangsung di tengah-

tengah masyarakat itu sendiri.


Kenyataan mengenai perubahan-perubahan dalam masyarakat dapat dianalisa dari

berbagai segi diantaranya: ke “arah” mana perubahan dalam masyarakat itu “bergerak”

(direction of change)”, yang jelas adalah bahwa perubahan itu bergerak meninggalkan faktor

yang diubah. Akan tetapi setelah meninggalkan faktor itu mungkin perubahan itu bergerak

kepada sesuatu bentuk yang baru sama sekali, akan tetapi boleh pula bergerak kepada suatu

bentuk yang sudah ada di dalam waktu yang lampau.

Kebanyakan definisi membicarakan perubahan dalam arti yang sangat luas. Wilbert

Moore misalnya, mendefinisikan perubahan sosial sebagai “perubahan penting dari stuktur

sosial” dan yang dimaksud dengan struktur sosial adalah “pola-pola perilaku dan interaksi

sosial”. Dengan demikian dapat diartikan bahwa perubahan social dalam suatu kajian untuk

melihat dan mempelajari tingkah laku masyarakat dalam kaitannya dengan perubahan

1. Definisi Perubahan Sosial

Perubahan sosial adalah proses di mana terjadi perubahan struktur dan fungsi suatu

sistem sosial. Perubahan tersebut terjadi sebagai akibat masuknya ide-ide pembaruan yang

diadopsi oleh para anggota sistem sosial yang bersangkutan. Proses perubahan sosial biasa

tediri dari tiga tahap:

1. Invensi, yakni proses di mana ide-ide baru diciptakan dan dikembangkan

2. Difusi, yakni proses di mana ide-ide baru itu dikomunikasikan ke dalam sistem

sosial.

3. Konsekuensi, yakni perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem sosial

sebagai akibat pengadopsian atau penolakan inovasi. Perubahan terjadi jika

penggunaan atau penolakan ide baru itu mempunyai akibat.


Dalam menghadapi perubahan sosial budaya tentu masalah utama yang perlu

diselesaikan ialah pembatasan pengertian atau definisi perubahan sosial (dan Wilbert E.

Maore, Order and Change, Essay in Comparative Sosiology, New York, John Wiley & Sons,

1967 : 3. perubahan kebudayaan) itu sendiri. Ahli-ahli sosiologi dan antropologi telah banyak

membicarakannya.

Menurut Max Weber dalam Berger (2004), bahwa, tindakan sosial atau aksi sosial

(social action) tidak bisa dipisahkan dari proses berpikir rasional dan tujuan yang akan dicapai

oleh pelaku. Tindakan sosial dapat dipisahkan menjadi empat macam tindakan menurut

motifnya: (1) tindakan untuk mencapai satu tujuan tertentu, (2) tindakan berdasar atas adanya

satu nilai tertentu, (3) tindakan emosional, serta (4) tindakan yang didasarkan pada adat

kebiasaan (tradisi).

Anonim dalam Media Intelektual (2008) mengungkapkan bahwa, aksi sosial adalah aksi

yang langsung menyangkut kepentingan sosial dan langsung datangnya dari masyarakat atau

suatu organisasi, seperti aksi menuntut kenaikan upah atau gaji, menuntut perbaikan gizi dan

kesehatan, dan lain-lain. Aksi sosial adalah aksi yang ringan syarat-syarat yang diperlukannya

dibandingkan dengan aksi politik, maka aksi sosial lebih mudah digerakkan daripada aksi

politik. Aksi sosial sangat penting bagi permulaan dan persiapan aksi politik. Dari aksi sosial,

massa/demonstran bisa dibawa dan ditingkatkan ke aksi politik. Aksi sosial adalah alat untuk

mendidik dan melatih keberanian rakyat. Keberanian itu dapat digunakan untuk:

mengembangkan kekuatan aksi, menguji barisan aksi, mengukur kekuatan aksi dan kekuatan

lawan serta untuk meningkatkan menjadi aksi politik. Selanjutnya Netting, Ketther dan

McMurtry (2004) berpendapat bahwa, aksi sosial merupakan bagian dari pekerjaan sosial

yang memiliki komitmen untuk menjadi agen atau sumber bagi mereka yang berjuang

menghadapi beragam masalah untuk memerlukan berbagai kebutuhan hidup.


Perubahan sosial dalam masyarakat bukan merupakan sebuah hasil atau produk tetapi

merupakan sebuah proses. Perubahan sosial merupakan sebuah keputusan bersama yang

diambil oleh anggota masyarakat. Konsep dinamika kelompok menjadi sebuah bahasan yang

menarik untuk memahami perubahan sosial. Kurt Lewin dikenal sebagai bapak manajemen

perubahan, karena ia dianggap sebagai orang pertama dalam ilmu sosial yang secara khusus

melakukan studi tentang perubahan secara ilmiah. Konsepnya dikenal dengan model force-

field yang diklasifikasi sebagai model power-based karena menekankan kekuatan-kekuatan

penekanan. Menurutnya, perubahan terjadi karena munculnya tekanan-tekanan terhadap

kelompok, individu, atau organisasi. Ia berkesimpulan bahwa kekuatan tekanan (driving

forces) akan berhadapan dengan penolakan (resistences) untuk berubah. Perubahan dapat

terjadi dengan memperkuat driving forces dan melemahkan resistences to change.

Langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengelola perubahan, yaitu:

a. Unfreezing, merupakan suatu proses penyadaran tentang perlunya, atau adanya

kebutuhan untuk berubah,

b. Changing, merupakan langkah tindakan, baik memperkuat driving forces maupun

memperlemah resistences, dan

c. Refreesing, membawa kembali kelompok kepada keseimbangan yang baru (a new

dynamic equilibrium).

Pada dasarnya perilaku manusia lebih banyak dapat dipahami dengan melihat struktur

tempat perilaku tersebut terjadi daripada melihat kepribadian individu yang melakukannya.

Sifat struktural seperti sentralisasi, formalisasi dan stratifikasi jauh lebih erat hubungannya

dengan perubahan dibandingkan kombinasi kepribadian tertentu di dalam organisasi.

Lippit(1958)mencoba mengembangkan teori yang disampaikan oleh Lewin dan

menjabarkannya dalam tahap-tahap yang harus dilalui dalam perubahan berencana. Terdapat
lima tahap perubahan yang disampaikan olehnya, tiga tahap merupakan ide dasar dari Lewin.

Walaupun menyampaikan lima tahapan Tahap-tahap perubahan adalah sebagai berikut:

a. Tahap inisiasi keinginan untuk berubah,

b. Penyusunan perubahan pola relasi yang ada,

c. Melaksanakan perubahan,

d. Perumusan dan stabilisasi perubahan, dan

e. Pencapaian kondisi akhir yang dicita-citakan.

Konsep pokok yang disampaikan oleh Lippit diturunkan dari Lewin tentang perubahan

sosial dalam mekanisme interaksional. Perubahan terjadi karena munculnya tekanan-tekanan

terhadap kelompok, individu, atau organisasi. Ia berkesimpulan bahwa kekuatan tekanan

(driving forces) akan berhadapan dengan penolakan (resistences) untuk berubah. Perubahan

dapat terjadi dengan memperkuat driving forces dan melemahkan resistences to change. Peran

agen perubahanmenjadi sangat penting dalam memberikan kekuatan driving force.

Atkinson (1987) dan Brooten (1978), menyatakan definisi perubahan merupakan

kegiatan atau proses yang membuat sesuatu atau seseorang berbeda dengan keadaan

sebelumnya dan merupakan proses yang menyebabkan perubahan pola perilaku individu atau

institusi. Ada empat tingkat perubahan yang perlu diketahui yaitu pengetahuan, sikap,

perilaku, individual, dan perilaku kelompok. Setelah suatu masalah dianalisa, tentang

kekuatannya, maka pemahaman tentang tingkat-tingkat perubahan dan siklus perubahan akan

dapat berguna.

Etzioni (1973) mengungkapkan bahwa, perkembangan masyarakat seringkali

dianalogikan seperti halnya proses evolusi. suatu proses perubahan yang berlangsung sangat

lambat. Pemikiran ini sangat dipengaruhi oleh hasil-hasil penemuan ilmu biologi, yang

memang telah berkembang dengan pesatnya. Peletak dasar pemikiran perubahan sosial

sebagai suatu bentuk “evolusi” antara lain Herbert Spencer dan August Comte. Keduanya
memiliki pandangan tentang perubahan yang terjadi pada suatu masyarakat dalam bentuk

perkembangan yang linear menuju ke arah yang positif. Perubahan sosial menurut pandangan

mereka berjalan lambat namun menuju suatu bentuk “kesempurnaan” masyarakat.

Menurut Spencer, suatu organisme akan bertambah sempurna apabila bertambah

kompleks dan terjadi diferensiasi antar organ-organnya. Kesempurnaan organisme dicirikan

oleh kompleksitas, differensiasi dan integrasi. Perkembangan masyarakat pada dasarnya

berarti pertambahan diferensiasi dan integrasi, pembagian kerja dan perubahan dari keadaan

homogen menjadi heterogen. Spencer berusaha meyakinkan bahwa masyarakat tanpa

diferensiasi pada tahap pra industri secara intern justru tidak stabil yang disebabkan oleh

pertentangan di antara mereka sendiri. Pada masyarakat industri yang telah terdiferensiasi

dengan mantap akan terjadi suatu stabilitas menuju kehidupan yang damai. Masyarakat

industri ditandai dengan meningkatnya perlindungan atas hak individu, berkurangnya

kekuasaan pemerintah, berakhirnya peperangan antar negara, terhapusnya batas-batas negara

dan terwujudnya masyarakat global.

Seperti halnya Spencer, pemikiran Comte sangat dipengaruhi oleh pemikiran ilmu alam.

Pemikiran Comte yang dikenal dengan aliran positivisme, memandang bahwa masyarakat

harus menjalani berbagai tahap evolusi yang pada masing-masing tahap tersebut dihubungkan

dengan pola pemikiran tertentu. Selanjutnya Comte menjelaskan bahwa setiap kemunculan

tahap baru akan diawali dengan pertentangan antara pemikiran tradisional dan pemikiran yang

berdifat progresif. Sebagaimana Spencer yang menggunakan analogi perkembangan mahkluk

hidup, Comte menyatakan bahwa dengan adanya pembagian kerja, masyarakat akan menjadi

semakin kompleks, terdeferiansi dan terspesialisasi.

Membahas tentang perubahan sosial, Comte membaginya dalam dua konsep yaitu social

statics (bangunan struktural) dan social dynamics (dinamika struktural). Bangunan struktural

merupakan struktur yang berlaku pada suatu masa tertentu. Bahasan utamanya mengenai
struktur sosial yang ada di masyarakat yang melandasi dan menunjang kestabilan masyarakat.

Sedangkan dinamika struktural merupakan hal-hal yang berubah dari satu waktu ke waktu

yang lain. Perubahan pada bangunan struktural maupun dinamika struktural merupakan

bagian yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan.

Kornblum (1988), berusaha memberikan suatu pengertian tentang perubahan sosial.

Ruang lingkup perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material maupun

immaterial. Penekannya adalah pada pengaruh besar unsur-unsur kebudayaan material

terhadap unsur-unsur immaterial. Perubahan sosial diartikan sebagai perubahan-perubahan

yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat.

Definisi lain dari perubahan sosial adalah segala perubahan yang terjadi dalam lembaga

kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya. Tekanan

pada definisi tersebut adalah pada lembaga masyarakat sebagai himpunan kelompok manusia

dimana perubahan mempengaruhi struktur masyarakat lainnya (Soekanto, 1990). Perubahan

sosial terjadi karena adanya perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan

keseimbangan masyarakat seperti misalnya perubahan dalam unsur geografis, biologis,

ekonomis dan kebudayaan.

Moore (2000), perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya. Perubahan

dalam kebudayaan mencakup semua bagian, yang meliputi kesenian, ilmu pengetahuan,

teknologi, filsafat dan lainnya. Akan tetapi perubahan tersebut tidak mempengaruhi organisasi

sosial masyarakatnya. Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih luas dibandingkan

perubahan sosial. Namun demikian dalam prakteknya di lapangan kedua jenis perubahan

perubahan tersebut sangat sulit untuk dipisahkan (Soekanto, 1990). Aksi sosial dapat

berpengaruh terhadap perubahan sosial masyarakat, karena perubahan sosial merupakan

bentuk intervensi sosial yang memberi pengaruh kepada klien atau sistem klien yang tidak

terlepas dari upaya melakukan perubahan berencana. Pemberian pengaruh sebagai bentuk
intervensi berupaya menciptakan suatu kondisi atau perkembangan yang ditujukan kepada

seorang klien atau sistem agar termotivasi untuk bersedia berpartisipasi dalam usaha

perubahan sosial.

Akhirnya dikutip definisi Selo Soemardjan yang akan dijadikan pegangan dalam

pembicaraan selanjutnya. “Perubahan –perubahan sosial adalah segala perubahan pada

lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, yang Soerjono Soekanto,

Sosiologi Suatu Penantar, (Jakarta : Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, 1974), hal. 217

mempengaruhi sistem sosialnya, termasuka didalamnya nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola

per-kelakukan diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat”. Definisi ini menekankan

perubahan lembaga sosial, yang selanjutnya mempengaruhi segi-segi lain struktur masyarakat.

Lembaga social ialah unsur yang mengatur pergaulan hidup untuk mencapai tata tertib

melalui norma.

Definisi lain dari perubahan sosial adalah segala perubahan yang terjadi dalam lembaga

kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya. Tekanan

pada definisi tersebut adalah pada lembaga masyarakat sebagai himpunan kelompok manusia

dimana perubahan mempengaruhi struktur masyarakat lainnya (Soekanto, 1990). Perubahan

sosial terjadi karena adanya perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan

keseimbangan masyarakat seperti misalnya perubahan dalam unsur geografis, biologis,

ekonomis dan kebudayaan. Sorokin (1957), berpendapat bahwa segenap usaha untuk

mengemukakan suatu kecenderungan yang tertentu dan tetap dalam perubahan sosial tidak

akan berhasil baik.

Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya. Perubahan dalam

kebudayaan mencakup semua bagian, yang meliputi kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi,

filsafat dan lainnya. Akan tetapi perubahan tersebut tidak mempengaruhi organisasi sosial

masyarakatnya. Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih luas dibandingkan perubahan


sosial. Namun demikian dalam prakteknya di lapangan kedua jenis perubahan perubahan

tersebut sangat sulit untuk dipisahkan (Soekanto, 1990).

2. TEORI – TEORI PERUBAHAN SOSIAL

Pendekatan Teori-teori Klasik terhadap Perubahan Sosial

Dalam kelompok teori-teori perubahan sosial klasik telah dibahas empat pandangan dari

tokoh-tokoh terkenal yakni August Comte, Karl Marx, Emile Durkheim, dan Max Weber.

August Comte menyatakan bahwa perubahan sosial berlangsung secara evolusi melalui

suatu tahapan-tahapan perubahan dalam alam pemikiran manusia, yang oleh Comte disebut

dengan evolusi intelektual. Tahapan-tahapan pemikiran tersebut mencakup tiga tahap, dimulai

dari tahap Teologis Primitif, kedua; tahap Metafisik transisional, dan ketiga; tahap positif

rasional. Setiap perubahan tahap pemikiran manusia tersebut mempengaruhi unsur kehidupan

masyarakat lainnya, dan secara keseluruhan juga mendorong perubahan sosial.

Karl Marx pada dasarnya melihat perubahan sosial sebagai akibat dari perubahan-

perubahan yang terjadi dalam tata perekonomian masyarakat, terutama sebagai akibat dari

pertentangan yang terus terjadi antara kelompok pemilik modal atau alat-alat produksi dengan

kelompok pekerja.

Dilain pihak Emile Durkheim melihat perubahan sosial terjadi sebagai hasil dari faktor-

faktor ekologis dan demografis, yang merubah kehidupan masyarakat dari kondisi tradisional

yang diikat solidaritas mekanistik, ke dalam kondisi masyarakat modern yang diikat oleh

solidaritas organistik.

Sementara itu Max Weber pada dasarnya melihat perubahan sosial yang terjadi dalam

masyarakat adalah akibat dari pergeseran nilai yang dijadikan orientasi kehidupan

masyarakat. Dalam hal ini dicontohkan Masyarakat Eropa yang sekian lama terbelenggu oleh

nilai Katolikisme Ortodox, kemudian berkembang pesat kehidupan sosial ekonominya atas
dorongan dari nilai Protestanisme yang dirasakan lebih rasional dan lebih sesuai dengan

tuntutan kehidupan modem.

Pendekatan Teori-teori Modern Terhadap Perubahan Sosial

Dalam kelompok teori-teori modem tentang perubahan sosial, yang sangat sering

didiskusikan di antaranya adalah pendekatan ekuilibrium, pendekatan modernisasi, dan

pendekatan konflik.

Pendekatan ekuilibrium menyatakan bahwa terjadinya perubahan sosial dalam suatu

masyarakat adalah sebagai akibat terganggunya keseimbangan di antara unsur-unsur dalam

sistem sosial di kalangan masyarakat yang bersangkutan baik karena adanya dorongan dari

faktor lingkungan (ekstern) sehingga memerlukan penyesuaian (adaptasi) dalam sistem sosial,

seperti yang dijelaskan oleh Talcott Parsons, maupun karena terjadinya ketidakseimbangan

internal seperti yang dijelaskan dengan Teori Kesenjangan Budaya (Cultural Lag) oleh

William Ogburn.

Pendekatan modernisasi yang dipelopori oleh Wilbert More, Marion Levy, dan Neil

Smelser, pada dasarnya merupakan pengembangan dari pikiranpikiran Talcott Parsons,

dengan menitikberatkan pandangannya pada kemajuan teknologi yang mendorong

modernisasi dan industrialisasi dalam pembangunan ekonomi masyarakat. Hal ini mendorong

terjadinya perubahan-perubahan yang besar dan nyata dalam berbagai aspek kehidupan

masyarakat termasuk perubahan dalam organisasi atau kelembagaan masyarakat.

Adapun pendekatan konflik yang dipelopori oleh R. Dahrendorf dan kawan-kawan,

pada dasarnya berpendapat bahwa sumber perubahan sosial adalah adanya konflik yang

intensif di antara berbagai kelompok masyarakat dengan kepentingan berbeda-beda

(interestgroups). Mereka masing-masing memperjuangkan kepentingan dalam suatu wadah

masyarakat yang sama sehingga terjadilah konflik, terutama antara kelompok yang
berkepentingan untuk mempertahankan kondisi yang sedang berjalan (statusquo), dengan

kelompok yang berkepentingan untuk mengadakan perubahan kondisi masyarakat

Kecenderungan terjadinya perubahan-perubahan sosial merupakan gejala yang wajar

yang timbul dari pergaulan hidup manusia di dalam masyarakat. Perubahan-perubahan sosial

akan terus berlangsung sepanjang masih terjadi interaksi antarmanusia dan antarmasyarakat.

Perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan

keseimbangan masyarakat, seperti perubahan dalam unsurunsur geografis, biologis,

ekonomis, dan kebudayaan. Perubahan-perubahan tersebut dilakukan untuk menyesuaikan

dengan perkembangan zaman yang dinamis. Adapun teori-teori yang menjelaskan mengenai

perubahan sosial adalah sebagai berikut.

a. Teori Evolusi (Evolution Theory )

Teori ini pada dasarnya berpijak pada perubahan yang memerlukan proses yang cukup

panjang. Dalam proses tersebut, terdapat beberapa tahapan yang harus dilalui untuk mencapai

perubahan yang diinginkan. Ada bermacam-macam teori tentang evolusi. Teori tersebut

digolongkan ke dalam beberapa kategori, yaitu unilinear theories of evolution, universal

theories of evolution, dan multilined theories of evolution.

 Unilinear Theories of Evolution

Teori ini berpendapat bahwa manusia dan masyarakat termasuk kebudayaannya akan

mengalami perkembangan sesuai dengan tahapan-tahapan tertentu dari bentuk yang sederhana

ke bentuk yang kompleks dan akhirnya sempurna. Pelopor teori ini antara lain Auguste Comte

dan Herbert Spencer.

 Universal Theories of Evolution

Teori ini menyatakan bahwa perkembangan masyarakat tidak perlu melalui tahap-tahap

tertentu yang tetap. Kebudayaan manusia telah mengikuti suatu garis evolusi tertentu.
Menurut Herbert Spencer, prinsip teori ini adalah bahwa masyarakat merupakan hasil

perkembangan dari kelompok homogen menjadi kelompok yang heterogen.

 Multilined Theories of Evolution

Teori ini lebih menekankan pada penelitian terhadap tahaptahap perkembangan tertentu

dalam evolusi masyarakat. Misalnya mengadakan penelitian tentang perubahan sistem mata

pencaharian dari sistem berburu ke sistem pertanian menetap dengan menggunakan

pemupukan dan pengairan.

Menurut Paul B. Horton dan Chester L. Hunt, ada beberapa kelemahan dari Teori

Evolusi yang perlu mendapat perhatian, di antaranya adalah sebagai berikut.

a. Data yang menunjang penentuan tahapan-tahapan dalam masyarakat menjadi

sebuah rangkaian tahapan seringkali tidak cermat.

b. Urut-urutan dalam tahap-tahap perkembangan tidak sepenuhnya tegas, karena

ada beberapa kelompok masyarakat yang mampu melampaui tahapan tertentu

dan langsung menuju pada tahap berikutnya, dengan kata lain melompati suatu

tahapan. Sebaliknya, ada kelompok masyarakat yang justru berjalan mundur,

tidak maju seperti yang diinginkan oleh teori ini.

c. Pandangan yang menyatakan bahwa perubahan sosial akan berakhir pada

puncaknya, ketika masyarakat telah mencapai kesejahteraan dalam arti yang

seluas-luasnya. Pandangan seperti ini perlu ditinjau ulang, karena apabila

perubahan memang merupakan sesuatu yang konstan, ini berarti bahwa setiap

urutan tahapan perubahan akan mencapai titik akhir.

b. Teori Konflik ( Conflict Theory )

Menurut pandangan teori ini, pertentangan atau konflik bermula dari pertikaian kelas

antara kelompok yang menguasai modal atau pemerintahan dengan kelompok yang tertindas
secara materiil, sehingga akan mengarah pada perubahan sosial. Teori ini memiliki prinsip

bahwa konflik sosial dan perubahan sosial selalu melekat pada struktur masyarakat.

Teori ini menilai bahwa sesuatu yang konstan atau tetap adalah konflik sosial, bukan

perubahan sosial. Karena perubahan hanyalah merupakan akibat dari adanya konflik tersebut.

Karena konflik berlangsung terus-menerus, maka perubahan juga akan mengikutinya. Dua

tokoh yang pemikirannya menjadi pedoman dalam Teori Konflik ini adalah Karl Marx dan

Ralf Dahrendorf.Secara lebih rinci, pandangan Teori Konflik lebih menitikberatkan pada hal

berikut ini.

a. Setiap masyarakat terus-menerus berubah.

b. Setiap komponen masyarakat biasanya menunjang perubahan masyarakat.

c. Setiap masyarakat biasanya berada dalam ketegangan dan konflik.

d. Kestabilan sosial akan tergantung pada tekanan terhadap golongan yang satu oleh

golongan yang lainnya.

c. Teori Fungsionalis ( Functionalist Theory )

Konsep yang berkembang dari teori ini adalah cultural lag (kesenjangan budaya).

Konsep ini mendukung Teori Fungsionalis untuk menjelaskan bahwa perubahan sosial tidak

lepas dari hubungan antara unsur-unsur kebudayaan dalam masyarakat. Menurut teori ini,

beberapa unsur kebudayaan bisa saja berubah dengan sangat cepat sementara unsur yang

lainnya tidak dapat mengikuti kecepatan perubahan unsur tersebut. Maka, yang terjadi adalah

ketertinggalan unsur yang berubah secara perlahan tersebut. Ketertinggalan ini menyebabkan

kesenjangan sosial atau cultural lag .

Para penganut Teori Fungsionalis lebih menerima perubahan sosial sebagai sesuatu

yang konstan dan tidak memerlukan penjelasan. Perubahan dianggap sebagai suatu hal yang

mengacaukan keseimbangan masyarakat. Proses pengacauan ini berhenti pada saat perubahan
itu telah diintegrasikan dalam kebudayaan. Apabila perubahan itu ternyata bermanfaat, maka

perubahan itu bersifat fungsional dan akhirnya diterima oleh masyarakat, tetapi apabila

terbukti disfungsional atau tidak bermanfaat, perubahan akan ditolak. Tokoh dari teori ini

adalah William Ogburn.

Secara lebih ringkas, pandangan Teori Fungsionalis adalah sebagai berikut.

a. Setiap masyarakat relatif bersifat stabil.

b. Setiap komponen masyarakat biasanya menunjang kestabilan masyarakat.

c. Setiap masyarakat biasanya relatif terintegrasi.

d. Kestabilan sosial sangat tergantung pada kesepakatan bersama (konsensus) di

kalangan anggota kelompok masyarakat.

d. Teori Siklis ( Cyclical Theory )

Teori ini mencoba melihat bahwa suatu perubahan sosial itu tidak dapat dikendalikan

sepenuhnya oleh siapapun dan oleh apapun. Karena dalam setiap masyarakat terdapat

perputaran atau siklus yang harus diikutinya. Menurut teori ini kebangkitan dan kemunduran

suatu kebudayaan atau kehidupan sosial merupakan hal yang wajar dan tidak dapat dihindari.

Sementara itu, beberapa bentuk Teori Siklis adalah sebagai berikut.

1. Teori Oswald Spengler (1880-1936)

Menurut teori ini, pertumbuhan manusia mengalami empat tahapan, yaitu anak-anak,

remaja, dewasa, dan tua. Pentahapan tersebut oleh Spengler digunakan untuk menjelaskan

perkembangan masyarakat, bahwa setiap peradaban besar mengalami proses kelahiran,

pertumbuhan, dan keruntuhan. Proses siklus ini memakan waktu sekitar seribu tahun.
2. Teori Pitirim A. Sorokin (1889-1968)

Sorokin berpandangan bahwa semua peradaban besar berada dalam siklus tiga sistem

kebudayaan yang berputar tanpa akhir. Siklus tiga sistem kebudayaan ini adalah kebudayaan

ideasional, idealistis, dan sensasi.

 Kebudayaan ideasional, yaitu kebudayaan yang didasari oleh nilai-nilai dan

kepercayaan terhadap kekuatan supranatural.

 Kebudayaan idealistis, yaitu kebudayaan di mana kepercayaan terhadap unsur

adikodrati (supranatural) dan rasionalitas yang berdasarkan fakta bergabung

dalam menciptakan masyarakat ideal.

 Kebudayaan sensasi, yaitu kebudayaan di mana sensasi merupakan tolok ukur

dari kenyataan dan tujuan hidup.

e. Teori Arnold Toynbee (1889-1975)

Toynbee menilai bahwa peradaban besar berada dalam siklus kelahiran, pertumbuhan,

keruntuhan, dan akhirnya kematian. Beberapa peradaban besar menurut Toynbee telah

mengalami kepunahan kecuali peradaban Barat, yang dewasa ini beralih menuju ke tahap

kepunahannya.

3. HUBUNGAN ANTARA PERUBAHAN SOSIAL DAN PERUBAHAN

KEBUDAYAAN

Kebudayaan dan masyarakat dapat dibedakan secara toeri. Oleh karena itu, anda pun

dapat menunjukkan suatu perubahan sebagai perubahan sosial ataupun sebagai perubahan

kebudayaan. Akan tetapi, sebenarnya dalam kehidupan sehari-hari, tidaklah mudah untuk

menetukan letak garis pemisah antara perubahan-perubahan sosial dan perubahan-perubahan

kebudayaan. Hal itu disebabkan tidak ada masyarakat yang tidak memiliki kebudayaan.
Sebaliknya, tidak mungkin ada kebudayaan yang tidak menjelma dalam suatu masyarakat.

Walaupun secara teoritis dan analitis pengertian-pengertian tersebut dapat merumuskan, tetapi

dalam kehidupan yang nyata, garis pemisah tersebut sukar untuk diperhatikan.

Perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan memiliki satu aspek yang sama, yaitu

keduanya berkaitan dengan penerimaan cara-cara baru atau suatu penilaian dari cara-cara

masyarakat dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Hal ini berarti garis pemisah antara

perubahan sosial dan perubahan kebudayaan dalam kehidupan sehari-hari semakin sulit untuk

ditegaskan.

Biasanya, antara kedua gejala tersebut dapat ditemukan hubungan timbal balik sebagai

sebab dan akibat. Akan tetapi, dapat pula terjadi perubahan kebudayaan tidak menyebabkan

terjadinya perubahan sosial. Misalnya, dalam perubahan model pakaian dan perubahan tari-

tarian dapat menjadi tanpa mempengaruhi sistem sosial. Akan, tetapi suatu perubahan sosial

akan selalu didahului oleh perubahan kebudayaan. Misalnya, lembaga keluarga, perkawinan,

atau negara tidak akan mengalami perubahan apabila tidak ada perubahan yang fundamental

dalam masyarakat.

Suatu perubahan sosial dalam bidang kehidupan tertentu juga tidak akan berhenti dalam

suatu titik. Maksudnya, perubahan sosial akan diikuti oleh perubahan-perubahan sosial

lainnya. Hal ini terjadi karena struktur lembaga-lembaga kemasyarakatan bersifat jalin-

menjalin. Misalnya, apabila suatu negara mengubah undang-undang dasarnya, akan terjadi

banyak perubahan yang tidak memengaruhi bidang ekonomi, struktur kelas sosial, dan

bidang-bidang lainnya yang saling berkaitan.

Menurut Kingsley Davis, Perubahan-perubahan sosial merupakan bagian dari

perubahan-perubahan kebudyaan. Kerubahan-perubahan dalam kebudayaan mencakup semua

bagian kebudayaan, termasuk di dalamnya kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, dan segala

wujud budaya. Misalnya, Kingsley Davis mengemukakan perubahan kogat bahasa yang
terjadi pada bahasa-bahasa orang Aria setelah terjadi terpisah dari induknya. Perubahan-

perubahan tersebut tidak memngaruhi organisasi sosial dari masyarakat-masyarakat yang

menggunakan bahasa tersebut. Perubahan-perubahan tersebut lebih merupakan perubahan

kebudayaan daripada perubahan sosial. Perubahan-perubahan dalam kebudayaan memiliki

ruang lingkup yang lebih luas. Sudah tentu, ada unsur-unsur kebudayaan yang dapat

dipisahkan dari masyarakat, tetapi perubahan dalam kebudayaan tidak perlu memengaruhi

sistem sosial.

4. BEBERAPA BENTUK PERUBAHAN SOSIAL DAN KEBUDAYAAN

Perubahan Evolusi dan Perubahan Revolusi

Berdasarkan cepat lambatnya, perubahan sosial dibedakan menjadi dua bentuk umum

yaitu perubahan yang berlangsung cepat dan perubahan yang berlangsung lambat.

a. Perubahan evolusi

Perubahan evolusi adalah perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam proses lambat,

dalam waktu yang cukup lama dan tanpa ada kehendak tertentu dari masyarakat yang

bersangkutan. Perubahan-perubahan ini berlangsung mengikuti kondisi perkembangan

masyarakat, yaitu sejalan dengan usaha-usaha masyarakat dalam memenuhi kebutuhan

hidupnya sehari-hari. Dengan kata lain, perubahan sosial terjadi karena dorongan dari usaha-

usaha masyarakat guna menyesuaikan diri terhadap kebutuhan-kebutuhan hidupnya dengan

perkembangan masyarakat pada waktu tertentu. Contoh, perubahan sosial dari masyarakat

berburu menuju ke masyarakat meramu.

Menurut Soerjono Soekanto, terdapat tiga teori yang mengupas tentang evolusi, yaitu:

 Unilinier Theories of Evolution: menyatakan bahwa manusia dan masyarakat

mengalami perkembangan sesuai dengan tahap-tahap tertentu, dari yang sederhana

menjadi kompleks dan sampai pada tahap yang sempurna.


 Universal Theory of Evolution: menyatakan bahwa perkembangan masyarakat

tidak perlu melalui tahap-tahap tertentu yang tetap. Menurut teori ini, kebudayaan

manusia telah mengikuti suatu garis evolusi yang tertentu.

 Multilined Theories of Evolution: menekankan pada penelitian terhadap tahap

perkembangan tertentu dalam evolusi masyarakat. Misalnya, penelitian pada

pengaruh perubahan sistem pencaharian dari sistem berburu ke pertanian.

b. Perubahan revolusi

Perubahan revolusi merupakan perubahan yang berlangsung secara cepat dan tidak ada

kehendak atau perencanaan sebelumnya. Secara sosiologis perubahan revolusi diartikan

sebagai perubahan-perubahan sosial mengenai unsur-unsur kehidupan atau lembaga- lembaga

kemasyarakatan yang berlangsung relatif cepat. Dalam revolusi, perubahan dapat terjadi

dengan direncanakan atau tidak direncanakan, dimana sering kali diawali dengan ketegangan

atau konflik dalam tubuh masyarakat yang bersangkutan.

Revolusi tidak dapat terjadi di setiap situasi dan kondisi masyarakat. Secara sosiologi,

suatu revolusi dapat terjadi harus memenuhi beberapa syarat tertentu, antara lain adalah

Ada beberapa keinginan umum mengadakan suatu perubahan. Di dalam masyarakat

harus ada perasaan tidak puas terhadap keadaan, dan harus ada suatu keinginan untuk

mencapai perbaikan dengan perubahan keadaan tersebut.

Adanya seorang pemimpin atau sekelompok orang yang dianggap mampu memimpin

masyarakat tersebut. Pemimpin tersebut dapat menampung keinginan-keinginan tersebut,

untuk kemudian merumuskan serta menegaskan rasa tidak puas dari masyarakat, untuk

dijadikan program dan arah bagi geraknya masyarakat. Pemimpin tersebut harus dapat

menunjukkan suatu tujuan pada masyarakat. Artinya adalah bahwa tujuan tersebut bersifat
konkret dan dapat dilihat oleh masyarakat. Selain itu, diperlukan juga suatu tujuan yang

abstrak. Misalnya perumusan sesuatu ideologi tersebut.

Harus ada momentum untuk revolusi, yaitu suatu saat di mana segala keadaan dan

faktor adalah baik sekali untuk memulai dengan gerakan revolusi. Apabila momentum

(pemilihan waktu yang tepat) yang dipilih keliru, maka revolusi dapat gagal.

 Perubahan yang direncanakan

Perubahan yang direncanakan adalah perubahan-perubahan yang diperkirakan atau yang

telah direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak mengadakan perubahan di

dalam masyarakat. Pihak-pihak yang menghendaki suatu perubahan dinamakan agent of

change, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan dari masyarakat

sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan. Oleh karena itu, suatu

perubahan yang direncanakan selalu di bawah pengendalian dan pengawasan agent of change.

Secara umum, perubahan berencana dapat juga disebut perubahan dikehendaki. Misalnya,

untuk mengurangi angka kematian anak-anak akibat polio, pemerintah mengadakan gerakan

Pekan Imunisasi Nasional (PIN)atau untuk mengurangi pertumbuhan jumlah penduduk

pemerintah mengadakan program keluarga berencana (KB).

 Perubahan yang tidak direncanakan dan contoh

Perubahan yang tidak direncanakan biasanya berupa perubahan yang tidak dikehendaki

oleh masyarakat. Karena terjadi di luar perkiraan dan jangkauan, perubahan ini sering

membawa masalah-masalah yang memicu kekacauan atau kendala-kendala dalam

masyarakat. Oleh karenanya, perubahan yang tidak dikehendaki sangat sulit ditebak kapan

akan terjadi. Misalnya, kasus banjir bandang di Sinjai, Kalimantan Barat. Timbulnya banjir

dikarenakan pembukaan lahan yang kurang memerhatikan kelestarian lingkungan. Sebagai


akibatnya, banyak perkampungan dan permukiman masyarakat terendam air yang

mengharuskan para warganya mencari permukiman baru.

Perubahan berpengaruh besar dan berpengaruh kecil

Perubahan berpengaruh besar

Suatu perubahan dikatakan berpengaruh besar jika perubahan tersebut mengakibatkan

terjadinya per- ubahan pada struktur kemasyarakatan, hubungan kerja, sistem mata

pencaharian, dan stratifikasi masyarakat. Sebagaimana tampak pada perubahan masyarakat

agraris menjadi industrialisasi. Pada perubahan ini memberi pengaruh secara besar-besaran

terhadap jumlah kepadatan penduduk di wilayah industri dan mengakibatkan adanya

perubahan mata pencaharian.

Perubahan berpengaruh kecil

Perubahan-perubahan berpengaruh kecil merupakan perubahan- perubahan yang terjadi

pada struktur sosial yang tidak membawa pengaruh langsung atau berarti bagi masyarakat.[1]

Contoh, perubahan mode pakaian dan mode rambut. Perubahan-perubahan tersebut tidak

membawa pengaruh yang besar dalam masyarakat karena tidak mengakibatkan perubahan-

perubahan pada lembaga kemasyarakatan homolis.

5. FAKTOR – FAKTOR YANG MENYEBABKAN PERUBAHAN SOSIAL

DAN KEBUDAYAAN

Dewasa ini perubahan merupakan suatu hal yang tidak bisa dielakkan lagi. Mengapa

masyarakat melakukan perubahan? Dapatkah kamu menyebutkan faktor-faktor yang menjadi

penyebab perubahan sosial? Soerjono Soekanto menyebutkan adanya faktor-faktor intern dan

ekstern yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial dalam masyarakat.


Ada beberapa faktor yang bersumber dalam masyarakat itu sendiri yang menyebabkan

terjadinya perubahan sosial, yaitu perubahan penduduk, penemuan-penemuan baru, konflik

dalam masyarakat, dan pemberontakan.

a. Faktor yang berasal dari dalam masyarakat ( internal )

 Perubahan Penduduk

Perubahan penduduk berarti bertambah atau berkurangnya penduduk dalam suatu

masyarakat. Hal itu bisa disebabkan oleh adanya kelahiran dan kematian, namun juga bisa

karena adanya perpindahan penduduk, baik transmigrasi maupun urbanisasi. Transmigrasi dan

urbanisasi dapat mengakibatkan bertambahnya jumlah penduduk daerah yang dituju, serta

berkurangnya jumlah penduduk daerah yang ditinggalkan. Akibatnya terjadi perubahan dalam

struktur masyarakat, s Bertambah dan berkurangnya jumlah penduduk di suatu desa akan

menimbulkan perubahan di berbagai sektor kehidupan. Misal: Pertambahan penduduk yang

sangat cepat di Pulau Jawa menyebabkan terjadinya perubahan dalam struktur masyarakat,

terutama lembaga-lembaga kemasyarakatan. Misal orang lantas mengenal hak milik

individual atas tanah, sewa tanah, gadai tanah, bagi hasil dan selanjutnya, yang sebelumnya

tidak di kenal. Contoh lain adalah ketika penduduk suatu tempat terus bertambah akan

mempengaruhi persediaan pangan di daerah tersebut. eperti munculnya berbagai profesi dan

kelas sosial.

 Penemuan-Penemuan Baru

Keinginan akan kualitas merupakan salah satu pendorong bagi terciptanya penemuan-

penemuan baru. Keinginan untuk mempertinggi kualitas suatu karya merupakan pendorong

untuk meneliti kemungkinan-kemungkinan ciptaan baru. Dengan adanya temuan-temuan baru

bisa mengakibatkan timbul pnemuan-penemuan baru lainnya. Penemuan baru ini dapat

menjadi salah satu pemicu terjadinya perubahan. Misal: penemuan radio akan memancarkan
pengaruhnya ke berbagai arah dan menyebabkan perubahan-perubahan dalam lembaga-

lembaga kemasyarakatan dan adat istiadat.

Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan manusia akan barang dan jasa

semakin bertambah kompleks. Oleh karena itu berbagai penemuan baru diciptakan oleh

manusia untuk membantu atau memudahkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya.

Penemuan baru yang menyebabkan perubahan pada masyarakat meliputi proses discovery,

invention, dan inovasi.

a. Discovery, yaitu suatu penemuan unsur kebudayaan baru oleh individu atau

kelompok dalam suatu masyarakat. Unsur baru itu dapat berupa alat-alat baru

ataupun ideide baru.

b. Invention,yaitu bentuk pengembangan dari suatu discovery, sehingga penemuan

baru itu mendapatkan bentuk yang dapat diterapkan atau difungsikan. Discovery

baru menjadi invention apabila masyarakat sudah mengakui, menerima, serta

menerapkan penemuan baru ini dalam kehidupan nyata di masyarakat.

c. Inovasi atau proses pembaruan, yaitu proses panjang yang meliputi suatu penemuan

unsur baru serta jalannya unsur baru dari diterima, dipelajari, dan akhirnya dipakai

oleh sebagian besar warga masyarakat.

Suatu penemuan baru, baik kebudayaan rohaniah (imaterial) maupun jasmaniah

(material) mempunyai pengaruh bermacam-macam. Biasanya pengaruh itu mempunyai pola

sebagai berikut.

a. Suatu penemuan baru menyebabkan perubahan dalam bidang tertentu, namun

akibatnya memancar ke bidang lainnya. Contohnya penemuan handphone yang

menyebabkan perubahan di bidang komunikasi, interaksi sosial, status sosial, dan

lain-lain.
b. Suatu penemuan baru menyebabkan perubahan yang menjalar dari satu lembaga ke

lembaga yang lain. Contohnya penemuan internet yang membawa akibat pada

perubahan terhadap pengetahuan, pola pikir, dan tindakan masyarakat.

c. Beberapa jenis penemuan baru dapat mengakibatkan satu jenis perubahan.

Contohnya penemuan internet, e-mail, televisi, dan radio menyebabkan perubahan

pada bidang informasi dan komunikasi.

 Pertentangan

Pertentangan ( Conflict )Masyarakat mungkin pula menjadi sebab terjadinya perubahan

sosial dan kebudayaan. Pertentangan – pertentangan mengkin terjadi antara individu dengan

kelompok atau prantara kelompok denagn kelompok.

Contoh : Pada masyarakat batak dengan system kekeluargaan Patrilinear murni terdapat

adat istiadat bahwa apabila suami meninggal, keturunannya berada di bawah kekuasaan

keluarga almarhum. Dengan terjadinya proses indifidualisasi terutama pada orang – orang

batak yang pergi merantau, kemudian terjadi penyimpangan. Anak – anak tetap tinggal pada

ibunya walaupun hubungan antara si Ibu dengan keluarga Alharhum suaminya telah putus

karena meninggalnya suami kedaan tersebut membawa perubahan besar pada peranan

keluarga batih dan pada kedudukan wanita, yang selama ini dianggap tidak mempunyai hak

apa – apa apabila dibandingkan dengan laki – laki.

 Terjadinya Pembrontakan atau Refolusi

Terjadinya pemberontakan atau revolusi pada suatu negara mampu menimbulkan

perubahan sosial yang cukup besar. Misal: revolusi di Rusia enyulut perubahan-perubahan

besar di negara tersebut. Negara yang sebelumnya menganut bentuk kerajaan absolut berubah
menjadi diktator proletariat yang dilandaskan pada doktrin Marxis. Segenap lembaga

masyarakat akhirnya mengalami perubahan karena hal itu.

2. Faktor yang Berasal dari Luar Masyarakat(eksternal)

Ketika ada sebab yang berasal dari dalam masyarakat, maka ada sebab yang berasal dari

luar masyarakat, yaitu antara lain:

 Sebab-sebab yang Berasal dari Lingkungan Alam fisik yang Ada di Sekitar

Manusia

Terjadinya bencana alam menyebabkan masyarakat yang mendiami daerah-daerah

tersebut terpakasa harus meninggalkan daerahnya yang terkena bencana alam tersebut.

Apabila masyarakat tersebut menempati tempat tinggal yang baru, maka mereka harus

menyesuaikan diri dengan keadaan alam yang baru tersebut. Kemungkinan hal tersebut

mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan.

 Peperangan

Peperangan dengan negara lain dapat pula menyebabkan terjadinya perubahan-

perubahan karena biasanya negara yang menang akan memaksa kebudayaannya pada negara

yang kalah. Selain itu ketika terjadi peperangan akan timbul kemungkinan masuknya unsur

budaya asing kedalam negara tersebut.

 Pengaruh kebudayaan masyarakat lain

Hubungan yang di lakukan secara fisik antara dua masyarakat mempunyai

kecenderungan untuk menimbulkan pengaruh timbal balik. Artinya,masing-masing

masyarakat mempengaruhi masyarakat lainnya,tetapi juga menerima pengaruh dari

masyarakat lainnya, seperti akulturasi.


Di dalam pertemuan dua kebudayaan tidak selalu akan terjadi proses saling

mempengaruhi. Kadangkala pertemuan dua kebudayaan yang seimbang akan saling menolak.

Contoh : Surakarta dan yogyakarta pertemuan kedua kebudayaan dengan pertentangan

fisik kemudian dilanjutkan dengan pertentangan dalam segi-segi kehidupan lain. Corak

pakaian, tari-tarian antara daerah yang satu dengan daerah yang lain berbeda padahal berasal

dari sumber dan dasar yang sama.

6. FAKTOR PENGHAMBAT PERUBAHAN SOSIAL

Dalam dinamika masyarakat, selain terdapat faktor-faktor yang dapat mendorong bagi

berlangsungnya proses perubahan sosial, juga terdapat faktor-faktor yang dapat menghalangi

atau menghambatnya. Adapun faktor-faktor yang diperkirakan dapat menghambat atau

menghalangi bagi terjadinya proses perubahan sosial tersebut antara lain:

 Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang lambat

Salah satu aspek pendorong terjadinya perubahan sosial budaya adalah majunya

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Majunya perkembangan iptek

menjadi indikator pula majunya taraf perkembangan budaya suatu masyarakat. Sementara

maju dan tingginya taraf peradaban suatu masyarakat menyebabkan masyarakat tersebut akan

cepat atau mudah mengadakan adaptasi (penyesuaian) terhadap munculnya perubahan-

perubahan yang datang dari luar masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena itu, apabila di

dalam suatu masyarakat terjadi hal yang sebaliknya, yakni mengalami kelambanan dalam

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologinya, maka akan menyebabkan terhambatnya

laju perubahan-perubahan sosial budaya pada masyarakat yang bersangkutan.


 Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain

Adanya kehidupan masyarakat yang tertutup, hingga menyebabkan setiap warganya

sulit untuk melakukan kontak atau hubungan dengan masyarakat lain, menyebabkan warga

masyarakat tersebut terasing dari dunia luar. Akibatnya, bahwa masyarakat tersebut tidak

dapat mengetahui perkembangan-perkembangan apa yang terjadi pada masyarakat lain di

luarnya. Jika hal tersebut tetap berlangsung, atau bahkan tidak sepanjang masa maka akan

menyebabkan kemunduran bagi masyarakat yang bersangkutan, sebab mereka tidak

memperoleh masukan-masukan misalnya saja pengalaman dari kebudayaan lain, yang dapat

memperkaya bagi kebudayaan yang bersangkutan. Oleh karena itu, faktor ketertutupan atau

kurangnya hubungan dengan masyarakat atau kebudayaan lain, menjadi salah satu faktor yang

dapat menghambat atau menghalangi bagi proses perubahan sosial dan budaya di dalam

masyarakat.

 Rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan

Adanya kekhawatiran di kalangan masyarakat akan terjadinya kegoyahan seandainya

terjadi integrasi di antara berbagai unsur-unsur kebudayaan, juga menjadi salah satu faktor

lain terhambatnya suatu proses perubahan sosial budaya. Memang harus diakui bahwa tidak

mungkin suatu proses integrasi di antara unsur-unsur kebudayaan itu akan berlangsung secara

damai dan sempurna, sebab biasanya unsur-unsur dari luar dapat menggoyahkan proses

integrasi tersebut, serta dapat menyebabkan pula terjadinya perubahan-perubahan pada aspek-

aspek tertentu dalam masyarakat.

 Adat dan kebiasaan

Setiap masyarakat di manapun tempatnya, pasti memiliki adat serta kebiasaan tertentu

yang harus ditaati dan diikuti oleh seluruh anggotamasyarakat. Adat dan kebiasaan adalah
seperangkat norma-norma (aturan tidak tertulis) yang berfungsi sebagai pedo-man bertingkah

laku bagi seluruh anggota masyarakat. Adat biasanya berisi pola-pola perilaku yang telah

diyakini dan diterima oleh masyarakat secara turun-temurun, bersifat kekal (abadi), dan oleh

karena itu harus ditaati oleh seluruh anggota masyarakat, serta bersifat mengikat. Artinya,

apabila ada sebagian anggota masyarakat yang tidak mengindahkan aturan adat maka akan

mendapat sanksi yang berat baik sanksi moral maupun sosial dari masyarakat. Sedangkan

kebiasaan adalah perbuatan yang pantas dikerjakan maka diterima oleh masyarakat. Karena

pantas dikerjakan dan telah diterima oleh masyarakat, maka kebiasaan menjadi perilaku yang

diulang-ulang dari generasi terdahulu ke generasi berikutnya (secara turun-temurun) sehingga

menjadi semacam aturan (norma) yang harus diikuti oleh setiap anggota masyarakat.

Meskipun tidak sekuat adat, norma kebiasaan juga memiliki daya pengikat tertentu yang dapat

menyebabkan setiap anggota berperilaku sesuai dengan kebiasaan yang berlaku dalam

masyarakat.

Dengan demikian dapatlah dibayangkan bahwa apabila dalam masyarakat tersebut

muncul nilai (budaya) serta kebiasaan-kebiasaan baru yang akan menggeser kebiasaan-

kebiasaan lama, apalagi sampai menggeser adat kebiasaan yang selama ini telah menjadi

pedoman serta aturan yang dipegang teguh secara turun-temurun, maka nilai serta kebiasaan-

kebiasaan baru tersebut akan ditentang, atau bahkan ditolaknya. Misalnya nilai-nilai baru di

masyarakat yang mengatakan bahwa upacara hajatan dapat dilaksanakan kapan saja, karena

pada hakikatnya semua hari dan bulan itu baik sekalipun dilaksanakan di bulan Suro

(Muharram). Sedangkan di Indonesia, khususnya di kalangan masyarakat Jawa ada semacam

keyakinan yang telah dipegang teguh karena telah menjadi adat kebiasaan secara turun-

temurun, ialah bahwa menyelenggarakan acara hajatan di bulan Suro adalah suatu pantangan

(dilarang), sebab jika dilaksanakan akan mendatangkan mara bahaya (bencana), khususnya

bagi mereka yang tetap menyelenggarakannya. Dengan demikian, di kalangan masyarakat


Jawa yang percaya serta memegang secara teguh tradisi serta adat kebiasaan semacam itu,

tentu akan mengalami kesulitan untuk bisa merubah keyakinan yang telah mendarah daging

itu, meskipun dari luar angin perubahan telah bertiup dengan kencangnya.

 Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam kuat (vested interests)

Dalam setiap organisasi sosial yang mengenal sistem berlapis-lapisan, pasti akan ada

sekelompok orang-orang yang menikmati kedudukan dalam suatu proses perubahan. Pada

masyarakat-masyarakat yang sedang mengalami masa transisi, misalnya saja dari

otoritarianisme ke sistem demokrasi biasanya terdapat segolongan orang-orang yang merasa

dirinya berjasa atas terjadinya perubahan-perubahan. Pada segolongan masyarakat yang

berjasa itu biasanya akan selalu mengidentifikasikan diri dengan usaha serta jasa-jasanya

tersebut, sehingga sulit sekali bagi mereka untuk melepaskan kedudukan yang baru

diperolehnya itu dalam suatu proses perubahan. Hal inilah yang juga dirasa menjadi salah satu

faktor penghalang berikutnya bagi jalannya suatu proses perubahan.

 Prasangka terhadap hal-hal baru atau asing atau sikap tertutup

Adanya sikap semacam itu, misalnya dapat saja dialami oleh suatu masyarakat (bangsa)

yang pada masa lalunya pernah mengalami pengalaman pahit selama berinteraksi dengan

masyarakat (bangsa) lainnya di dunia. Sebut saja misalnya pada masyarakat-masyarakat yang

dahulunya pernah mengalami proses penjajahan oleh bangsa lain, seperti bangsa-bangsa di

kawasan Asia dan Afrika oleh penjajahan bangsa Barat. Mereka tidak akan melupakan begitu

saja atas berbagai pengalaman pahit yang pernah diterimanya pada masa lalu, dan hal tersebut

ternyata berdampak pada munculnya kecurigaan di kalangan bangsa-bangsa yang pernah

dijajah itu terhadap sesuatu atau apa-apa yang datang dari barat. Selanjutnya, karena secara

kebetulan unsur-unsur baru yang masuk itu juga kebanyakan berasal dari negara-negara barat,
maka prasangka-prasangka (negatif) juga tetap ada, terutama akibat rasa kekawatiran mereka

akan munculnya penjajahan kembali yang masuk melalui unsur-unsur budaya tersebut.

Dengan demikian munculnya prasangka serta adanya sikap menolak terhadap kebudayaan

asing juga akan menjadi salah satu faktor penghambat lain bagi jalannya proses perubahan

sosial budaya suatu masyarakat.

 Nilai bahwa hidup ini buruk dan tidak mungkin dapat diperbaiki

Di kalangan masyarakat terdapat kepercayaan bahwa hidup di dunia itu tidak perlu

ngoyo (terlalu berambisi) sebab baik buruknya suatu kehidupan (nasib/takdir) itu sudah ada

yang mengatur, oleh karena itu harus dijalaninya secara wajar. Sementara jika manusia

diberikan kehidupan yang jelek, maka harus diterimanya pula apa adanya (nrimo ing pandum)

serta dengan penuh kepasrahan karena memang nasib yang harus diterimanya demikian.

Dengan demikian manusia tidak perlu repot-repot berusaha, apalagi sampai ngoyo, karena

tidak ada gunanya sebab hasilnya pasti akan jelek, sebab sudah ditakdirkan jelek. Adanya

keyakinan dari masyarakat untuk selalu menerima setiap nasib yang diberikan Tuhan kepada

manusia dengan penuh kepasrahan, termasuk bila harus menerima nasib (takdir) buruk,

menyebabkan kehidupan masyarakat menjadi bersifat pesimistis dan statis, atau bahkan

fatalistik. Adanya pemahaman yang keliru tentang nasib manusia itulah, sehingga di dalam

masyarakat tidak muncul dinamisasi, yang berarti tidak ada perubahan, atau jika ada

perubahan maka hal tersebut akan berjalan secara lambat.

 Hambatan yang bersifat ideologis

Adanya faktor penghambat yang bersifat ideologis, karena biasanya setiap usaha

mengadakan perubahan-perubahan pada unsur-unsur kebudayaan rohaniah, akan diartikan

sebagai suatu usaha yang berlawanan dengan ideologi masyarakat yang merupakan dasar bagi
terciptanya integrasi dari masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena itu faktor-faktor yang

bersifat ideologis akan tetap menjadi perintang bagi jalannya perubahan-perubahan.

 Sikap masyarakat yang sangat tradisional

Apabila di dalam masyarakat muncul suatu sikap mengagung-agungkan akan tradisi

masa lampau serta menganggap bahwa tradisi tersebut secara mutlak tak dapat dirubah, maka

sudah dapat dipastikan bahwa pada masya-rakat tersebut akan mengalami hambatan-

hambatan dalam proses perubahan sosial budayanya. Keadaan tersebut akan menjadi lebih

parah lagi apabila golongan yang berkuasa dalam masyarakat juga berasal dari golongan yang

bersifat konservatif, yakni suatu golongan yang notabenenya adalah penentang atau anti

terhadap perubahan-perubahan.

Selain yang sudah disebutkan di atas, dilihat dari segi intern (dari dalam masyarakat

yang mengalami perubahan), terjadinya proses perubahan sosial juga dapat terhambat oleh

karena adanya faktor-faktor sebagai berikut:

 Adanya sikap masyarakat yang ragu-ragu, bahkan curiga terhadap sesuatu yang

baru yang dianggap dapat berdampak negatif.

 Adanya kecenderungan dari masyarakat untuk menyukai dan mempertahankan

sesuatu hal yang lama.

 Kurangnya pengetahuan dan pendidikan masyarakat terhadap sesuatu yang baru.

Penemuan baru dalam hal kebudayaan rohaniah (ideologi, kepercayaan, sistem hukum,

dan sebagainya) berpengaruh terhadap lembaga kemasyarakatan, adat istiadat, maupun pola

perilaku sosial. Contohnya pemahaman dan kesadaran akan nasionalisme oleh orangorang

Indonesia yang belajar di luar negeri pada awal abad ke-20, mendorong lahirnya gerakan-

gerakan yang menginginkan kemerdekaan politik dan lembagalembaga sosial baru yang

bersifat nasional.
7. PROSES-PROSES PERUBAHAN SOSIAL DAN KEBUDAYAAN

Didalam proses perubahan sosial dan kebudayaan melalui beberapa tahap tahap yang

harus dilalui seperti berikut:

a. Penyesuaian Masyarakat terhadap perubahan

Keserasian atau harmoni dalam masyarakat (sosial equilibrium) merupakan keadaan

yang diidam-idamkan setiap masyarakat. Keserasian masyarakat dimaksudkan sebagai suatu

keadaan suatu lembaga-lembaga kemasyarakatan yang pokok benar-benar berfungsi dan

saling mengisi. Dalam keadaan demikian, individu secara psikologis merasakan akan adanya

ketentraman karena tidak adanya pertentangan dalam norma-norma dan nilai-nilai(Soerjono

Soekanto,2006: 289).

b. Saluran-saluran Perubahan Sosial dan Kebudayaan

Saluran saluran perubahansosial dan kebudayaan (averue or chanel of change)

merupakan saluran-saluran yang dilaluioleh suatu proses perubahan. Umumnya saluran-

saluran tersebut adalah lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam bidang pemerintahan,

ekonomi, pendidikan, agama, rekreasi, dan seterusnya. Lembaga kemasyarakatan tersebut

menjadi titik tolak, tergantung pada cultural focus masyarakat pada suatu masa tertentu.

c. Disorganisasi (disintegrasi) dan Reorganisasi (reintegrasi)

Disorganisasi adalah proses berpudarnya norma norma dan nilai dalam masyarakat

dikarenakan adanya perubahan-perubahan yang terjadi dalam lembaga-lembaga

kemasyarakatan.

Reorganisasi adalah proses pembentukan norma-norma dan nilai-nilai yang baru agar

sesuai dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang mengalami perubahan. Reorganisasi

dilaksanakan apabila norma-norma dan nilai-nilai yang baru telah

melembaga(institusionalized) dalam diri warga. Berhasil tidaknya proses pelembagaan

tersebut dalam masyarakat.


8. ARAH PERUBAHAN (DIRECTORY OF CHANGE)

Apabila seseorang mempelajari perubahan masyarakat, perlu pula diketahui kearah

mana perubahan dalam masyarakat itu bergerak. Hal yang jelas adalah perubahan bergerak

meninggalkan faktor yang diubah. Akan tetapi, setelah meninggalkan faktor itu mungkin

perubahan itu bergerak pada suatu bentuk yang sama sekali baru, mungkin pula bergerak ke

arah suatu bentuk yang sudah ada didalam waktu yang lampau. Usaha-usaha masyarakat

Indonesia yang bergerak ke arah modernisasi dalam pemerintahan, angkatan bersenjata,

pendidikan, dan industrialisasi yang disertai usaha untuk menemukan kembali kepribadian

Indonesia merupakan contoh kedua arah yang berlangsung pada waktu yang sama dalam

masyarakat kita(Soerjono Soekanto,2006: 300). Contohnya :

Dulu sebelum orang belanda datang ke indonesia masyarakat indonesia sudah mengenal

pendidikan agama melaui padepokan-padepokan atau pondok untuk belajar agama. Namun

setelah Belanda datang sistem pendidikan sekuler pun mulai ada di Indonesia yaitu

memisahkan antara agama dan ilmu. Namun seiring perkembangan zaman kini banyak

perubahan yang terjadi yaitu banyak berdirinya sekolah-sekolah madrasah yang menyatukan

kembali antara ilmu dan agama.

9. MODERNISASI

Proses modernisasi mencakup proses yang sangat luas. Kadang-kadang batas-batasnya

tak dapat secara mutlak. Namun pada dasarnya modernisasi mencakup suatu transformasi

total dari kehidupan bersama yang tradisional atau pramodern dalam artian teknoplogis serta

organisasi sosial Modernisasi diartikan sebagai perubahan-perubahan masyarakat yang

bergerak dari keadaan yang tradisional atau dari masyarakat pra modern menuju kepada suatu

masyarakat yang modern. Pengertian modernisasi berdasar pendapat para ahli adalah sebagai

berikut.
Widjojo Nitisastro, modernisasi adalah suatu transformasi total dari kehidupan bersama

yang tradisional atau pramodern dalam arti teknologi serta organisasi sosial, ke arah pola-pola

ekonomis dan politis.

Soerjono Soekanto, modernisasi adalah suatu bentuk dari perubahan sosial yang terarah

yang didasarkan pada suatu perencanaan yang biasanya dinamakan social planning. (dalam

buku Sosiologi: suatu pengantar) ke arah pola-pola ekonomis dan menjadi ciri negara barat

yang stabil.

Syarat-syarat modernisasi yaitu:

 Cara berfikir ilmiah

 Sistem administrasi negara yang baik

 Adanya sistem pengumpulan data yang terbaik dan teratur

 Penciptaan iklim favorable (menyenangkan, menguntungkan) dari masyarakat

 Tingkat organisasi yang tinggi

 Sentralisasi wewenang dalam pelaksanaan perencanaan social (social planing)

Teori Wilbert E Moore yang menyebutkan modernisasi adalah suatu transformasi total

kehidupan bersama yang tradisional atau pra modern dalam arti teknologi serta organisasi

sosial kearah pola-pola ekonomis dan politis yang menjadi ciri Negara barat yang stabil.

Sementara menurut J W School, modernisasi adalah suatu transformasi, suatu perubahan

masyarakat dalam segala aspek-aspeknya.

Syarat Modernisasi

Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa sebuah modernisasi memiliki syarat-syarat

tertentu, yaitu sebagai berikut :


 Cara berpikir yang ilmiah yang berlembaga dalam kelas penguasa ataupun

masyarakat.

 Sistem administrasi negara yang baik, yang benar-benar mewujudkan birokrasi.

 Adanya sistem pengumpulan data yang baik dan teratur yang terpusat pada suatu

lembaga atau badan tertentu.

 Penciptaan iklim yang menyenangkan dan masyarakat terhadap modernisasi dengan

cara penggunaan alat-alat komunikasi massa.

 Tingkat organisasi yang tinggi yang di satu pihak berarti disiplin, sedangkan di lain

pihak berarti pengurangan

 Sentralisasi wewenang dalam pelaksanaan perencanaan sosial.

Perbedaan Modernisasi dan Westernisasi

Modernisasi Westernisasi
Mutlak ada dan diperlukan oleh setiap Mutlak sebagai suatu pembaratan
negara
Tidak mengenyampingkan nilai-nilai Mempertentangkan budaya barat dengan
agama budaya setempat
Tidak mutlak sebagai westernisasi Modernisasi munculnya di Barat sehingga
cara westernisasi merupakan satu-satunya
cara untuk mencapainya
Proses perkembangannya lebih bersifat
umum

Dampak Positif

Dampak positif teknologi modernisasi adalah sebagai berikut.

a. Perubahan Tata Nilai dan Sikap

Adanya modernisasi dalam zaman sekarang ini bisa dilihat dari cara berpikir

masyarakat yang irasional menjadi rasional.


b. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi masyarakat menjadi lebih

mudah dalam beraktivitas dan mendorong untuk berpikir lebih maju, perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi pula yang membentuk masa modernisasi yang terus kian

berkembang dan maju di waktu sekarang ini.

c. Tingkat Kehidupan yang lebih Baik

Dibukanya industri atau industrialisasi berdasarkan teknologi yang sudah maju

menjadikan nilai dalam memproduksi alat-alat komunikasi dan transportasi yang canggih, dan

juga merupakan salah satu usaha mengurangi pengangguran dan meningkatkan taraf hidup

masyarakat, hal ini juga dipengaruhi tingkat ilmu pengetahuan dan teknologi yang membantu

perkembangan modernisasi.

Dampak Negatif

Dampak negatif teknologi modernisasi adalah sebagai berikut.

a. Pola Hidup Konsumtif

Perkembangan teknologi industri yang sudah modern dan semakin pesat membuat

penyediaan barang kebutuhan masyarakat melimpah. Dengan begitu masyarakat mudah

tertarik untuk menkonsumsi barang dengan banyak pilihan yang ada, sesuai dengan

kebutuhan masing – masing.

b. Sikap Individualistik

Masyarakat merasa dimudahkan dengan teknologi maju membuat mereka merasa tidak

lagi membutuhkan orang lain dalam beraktivitas. Padahal manusia diciptakan sebagai

makhluk sosial.
c. Gaya Hidup Kebarat-baratan

Tidak semua budaya Barat baik dan cocok diterapkan di Indonesia. Budaya negatif yang

mulai menggeser budaya asli adalah anak tidak lagi hormat kepada orang tua, kehidupan

bebas remaja, dan lain-lain.

d. Kesenjangan Sosial

Apabila dalam suatu komunitas masyarakat hanya ada beberapa individu yang dapat

mengikuti arus modernisasi dan globalisasi maka akan memperdalam jurang pemisah antara

individu dengan individu lainnya. Dengan kata lain individu yang dapat terus mengikuti

perkembangan jaman memiliki kesenjangan tersendiri terhadap individu yang tidak dapat

mengikuti suatu proses modernisasi tersebut. Hal ini dapat menimbulkan kesenjangan sosial

antara individu satu dengan lainnya, yang bisa disangkutkan sebagai sikap individualistik.

e. Kriminalitas

Kriminalitas sering terjadi di kota-kota besar karena menipisnya rasa kekeluargaan,

sikap yang individualisme, adanya tingkat persaingan yang tinggi dan pola hidup yang

konsumtif.

Modernisasi di Indonesia

Negara Indonesia sekarang ini sudah mencapai tahap pemikiran yang sangat modern,

Indonesia sendiri sudah mampu menciptakan alat-alat teknologi yang praktis dan efisien

seperti layaknya yang ada di kehidupan sehari – hari seperti Televisi, telepon genggam,

komputer, laptop, dan lainnya, sumber daya alam maupun sumber daya manusia yang

digunakan pun memiliki kajian – kajian penting dalam proses kemajuan dan perkembangan

teknologi yang membuat Indonesia lebih modern.


Karena sumber daya inilah pihak Indonesia bekerja sama dengan Negara lain dan saling

melengkapi kebutuhan antara satu dengan Negara lainnya. Sehingga menciptakan kemajuan

yang ada pada Indonesia dari sisi modernisasi maupun teknologinya. Indonesia sedang berada

dalam masa-masa transisi dan penyesuaian di mana modernisasi dan globalisasi kian kuat

masuk secara bertahap ke dalam Indonesia. Bukan hanya itu modernisasi juga sangat

terpengaruh dengan majunya teknologi – teknologi yang ada pada Negara Indonesia sendiri.

Bentuk-bentuk Proses perubahan kebudayaan

Bentuk-bentuk Proses perubahan kebudayaan meliputi hal-hal sebagai berikut.

1. Difusi

Yaitu penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari suatu tempat ke tempat lain, dari

orang ke orang lain, dan dari masyarakat ke masyarakat lain. Contoh: Pada

masyarakat tani tradisional pengolahan lahan pertanian masih menggunakan tenaga

hewan dan tenaga manusia. Dengan adanya hubungan dengan masyarakat lain

mereka mengenal mesin traktor yang ternyata lebih praktis dan lebih cepat

dalammengolah lahan. Pada akhirnya mereka menggunakan traktor dalam

mengolah lahan pertanian menggantikan tenaga hewan dan tenaga manusia.

Manusia dapat menghimpun pengetahuan baru dari hasil penemuan-penemuan.

Tipe difusi:

 Difusi intra masyarakat

 Pengakuan bahwa penemuan baru bermanfaat bagi masyarakat

 Ada tidaknya unsur kebudayaan yang mempengaruhi (untuk diterima/ditolak)

 Unsur berlawanan dengan fungsi unsur lama, akan ditolak

 Kedudukan penemu unsur baru ikut menentukan penerimaan

 Ada tidaknya batasan dari pemerintah


2. Akulturasi (cultural contact),

Yaitu suatu kebudayaan tertentu yang dihadapkan denganunsur-unsur kebudayaan

asing, yang lambat laun unsur kebudayaan asing tersebut melebur atau menyatu ke

dalam kebudayaansendiri(asli), tetapitidak menghilangkancirikebudayaan lama. Hal

yang terjadi dalam akulturasi adalah: a) Substitusi, unsur kebudayaan yang ada

sebelumnya diganti, melibatkan perubahan struktural yang kecil sekali. b)

Sinkretisme, unsur-unsur lama bercampur denganyang baru dan membentuk sebuah

sistem baru. c) Adisi, unsur-unsur baru ditambahkan pada unsur yang lama. d)

Dekulturasi, hilangnya bagian substansial sebuah kebudayaan. e) Orijinasi,

tumbuhnya unsur-unsur baru untuk memenuhi kebutuhan situasi yang berubah. f)

Rejection (penolakan), perubahan yang sangat cepat sehingga sejumlah besar orang

tidak dapat menerimanya, menyebabkan penolakan, pemberontakan, gerakan

kebangkitan.

3. Asimilasi

Yaitu proses penyesuaian (seseorang/kelompok orang asing) terhadap kebudayaan

setempat. Dengan asimilasi kedua kelompok baik asli maupun pendatang lebur

dalam satu kesatuan kebudayaan. Penyebab asimilasi antara lain: toleransi, rasa

simpati, kesamaan

4. Penetrasi

Yaitu masuknya unsur-unsur kebudayaan asing secara paksa, sehingga merusak

kebudayaan lama yang di datangi. Apabila kebudayaan baru seimbang dengan

kebudayaan setempat, masing-masing kebudayaan hampir tidak mengalami

perubahan atau tidak saling mempengaruhi, disebut hubungan sym- biotic.


5. Invasi

Yaitu masuknya unsur-unsur kebudayaan asing ke dalam kebudayaan setempat

dengan peperangan (penaklukan) bangsa asing terhadap bangsa lain. Masuknya

Belanda ke Indonesia pada masa perjanjian dahulu membawa serta unsur-unsur

budaya yang sebagian diterapkan pada masyarakat daerah jajahannya seperti

bahasa, agama dan sistem hukum yang sebagian masih digunakan dalam sistem

hukum/perundang-undangan di negara Indonesia.

6. Hibridisasi

Yaitu perubahan kebudayaan yang disebabkan oleh perkawinan campuranantara

orang asing dengan penduduksetempat. Orang asing yang kawin dengan penduduk

pribumi akan membawa pengaruh budaya aslinya dalam kehidupan rumah

tangganya yang lambat laun akan mempengaruhi budaya masyarakat yang ada di

sekitarnya.

7. Milenarisme

Yaitu salah satu bentuk kebangkitan, yang berusaha mengangkat golongan

masyarakat bawah yang tertindas dan telah lama menderita dalam kedudukan sosial

yang rendah. Masyarakat pedalaman yang memiliki sumber daya alam yang

melimpah namun selama ini tidak bisa mengolah sumber daya alam itu karena telah

dieksploitasi orang asing, sekarang iniberusaha untuk bisa mengolah kekayaan alam

mereka sendiri, seperti masyarakat Papua termasuk contoh Milenarisme


8. Adaptasi

Yaitu proses interaksi antara perubahan yang ditimbulkan oleh organismepada

lingkungannya danperubahan yang ditimbulkan oleh lingkunganpada

organisme(penyesuaiandua arah). Masyarakat yang tinggal di daerah pantai dan

sepanjang hidup mereka bekerja sebagai nelayan, mereka harus menyesuaikan diri

dengan kondisi pegunungan ketika terjadi tsunami yang melanda daerah pantai

mereka. Mereka tidak lagi mencari ikan, namun menjadi petani atau berkebun

dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

9. Imitasi

Yaitu proses peniruan kebudayaan lain tanpa mengubah kebudayaan yang ditiru.

Imitasi ini sering dijumpai pada sebagian besar anak remaja di negara kita. Jika ada

tokoh yang mereka idolakan, segala hal yang melekat dari tokoh tersebut mereka

tiru, seperti mode pakaian, gaya rambut, bahkan perilaku.

FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA RESISTENSI PERUBAHAN (POSITIF

DAN NEGATIF)

Resistensi atau penolakan merupakan salah satu penyebab kurang berhasilnya

perubahan yang direncanakan dalam organisasi. Sebagaimana yang disebutkan oleh Maurer,

bahwa "perlawanan membunuh perubahan", sementara Foote menggambarkan warna-warni

resistensi sebagai "salah satu hal yang paling jahat, kanker kerja yang paling melemahkan

(dan mengklaim bahwa) tidak ada seorang pembunuh yang lebih kuat, paradoks atau peluang

yang sama yakni kemauan untuk maju dan niat baik". Perubahan adalah hal sangat

dibutuhkan dalam suatu organisasi untuk menyesuaikan dengan paradigma yang berkembang

di tengah masyarakat. Pola pikir dan tingkat kepuasan masyarakat akan senantiasa
berkembang, untuk itu sebuah organisasi yang berdiri di tengah-tengah masyarakat harus

mengikuti perkembangan kebutuhan konsumen. Mind-set ataupun paradigma tentang

perubahan seringkali lebih terapresiasi ketika masih dalam tahap formulasi strategi, dan

ketika ide itu diadopsi kemudian diimplementasikan, resistensi pun muncul bahkan meskipun

ketika perubahan tersebut baru saja diusulkan.

Palmer dalam bukunya “Managing Organizational Change”, mengemukakan sejumlah

faktor/alasan yang sering berkaitan dengan timbulnya resistensi/penolakan terhadap

perubahan yang direncanakan dalam suatu organisasi. Resistensi atau penolakan sering

berkaitan dengan :

1. Ketidaksukaan terhadap perubahan

Hal ini terdengar sangat umum dikatakan, bahwa hambatan utama yang dihadapi

manajer dalam memperkenalkan perubahan adalah ketidaksukaan terhadap perubahan dan

adanya penolakan. Orang yang mempunyai karakter menolak perubahan, dikategorikan

sebagai ciri kepribadian yang stabil, cenderung untuk secara sukarela memasukkan perubahan

dalam hidup mereka, dan ketika perubahan dikenakan pada mereka, mereka mungkin lebih

mengalami reaksi emosional negatif seperti kecemasan, kemarahan dan ketakutan. Namun,

bagi sebagian besar orang, hal tersebut adalah faktor-faktor kontekstual, yaitu karakteristik

spesifik dari perubahan tertentu, yang menentukan bagaimana mereka bereaksi.

2. Ketidaknyamanan pada ketidakpastian

Sebagai individu, manusia cenderung bervariasi dalam hal ukuran kenyamanan. Sebagai

contoh, sebagian dari kita merasa nyaman atau setidaknya tidak terlalu terganggu oleh

"mystery flights /penerbangan misteri" di mana tujuan tidak diketahui. Namun, bagi sebagian

yang lain merasa tidak nyaman dalam situasi tersebut, dan cenderung menjadi

resistor/penolak mengikuti penerbangan tersebut terkecuali ada rincian signifikan dari

perjalanan dan tujuan yang jelas. Bagi sebagian orang, perubahan dalam organisasi
merupakan ketidakpastian yang memperbesar kurangnya keyakinan bahwa mereka memiliki

keterampilan/kemampuan yang dibutuhkan dalam situasi pasca-perubahan.

3. Efek persepsi negatif pada perubahan

Kesiapan untuk menerima perubahan juga akan dipengaruhi oleh persepsi anggota

tentang efek perubahan pada "kepentingan" masing-masing individu yang dapat mencakup

berbagai faktor termasuk kewenangan, status, penghargaan (termasuk gaji) mereka,

kesempatan untuk menerapkan keahlian, keanggotaan jaringan pertemanan, otonomi, dan

keamanan. Orang merasa lebih mudah untuk mendukung perubahan yang mereka lihat

sebagai sesuatu yang tidak mengancam kepentingan tersebut dan mungkin menolak orang-

orang yang dipandang sebagai perusak kepentingan-kepentingan ini.

4. Budaya/identitas organisasi

Kesiapan untuk perubahan dapat secara signifikan dipengaruhi oleh tingkat keterikatan

budaya yang ada. Reger et al. berpendapat bahwa anggota organisasi menafsirkan usulan

perubahan dari manajemen melalui model mental yang ada. Dalam hal ini, model mental yang

sangat kuat adalah serangkaian kepercayaan anggota yang menjadi budaya organisasi. Budaya

organisasi merupakan hal yang sangat penting untuk dipertimbangkan ketika menerapkan

perubahan mendasar karena budaya organisasi merupakan bentuk pemahaman anggota

terhadap organisasi mereka. Pemahaman terhadap organisasi dapat menjadi lawan perubahan

karena budaya telah menjadi model mental anggota yang tertanam dalam asumsi paling dasar

tentang karakter organisasi.

5. Persepsi pelanggaran kontrak secara psikologis

Sebuah pelanggaran kontrak terjadi ketika karyawan percaya bahwa manajer tidak lagi

menghormati mereka sebagai bagian dari organisasi. Dalam hal ini, Strebel berpendapat

bahwa interaksi karyawan dan organisasi tempat mereka bekerja dapat didefinisikan sebagai

"kekompakan". Kekompakan tersebut mungkin eksplisit atau implisit (atau campuran


keduanya) dan melibatkan tiga dimensi: formal, psikologis, dan sosial. Dimensi formal

berkaitan dengan tugas tertentu seseorang, bagaimana hubungannya dengan tugas-tugas yang

dilakukan oleh orang lain dalam organisasi, bagaimana kinerja dinilai, dan tingkat terkait

remunerasi. Psikologis, merupakan dimensi yang sebagian besar tidak tertulis, akan tetapi

berhubungan dengan harapan, kepercayaan, kesetiaan, dan pengakuan. Dimensi sosial

mengacu pada nilai-nilai yang dianut organisasi. Menurut Strebel, di mana terjadi konflik

antara perubahan dengan salah satu dimensi kekompakan, maka dimungkinkan akan terjadi

resistensi terhadap perubahan.

6. Kurangnya keyakinan bahwa perubahan diperlukan

Perubahan hanya akan didukung jika ada keyakinan bahwa perubahan tersebut

diperlukan dalam organisasi. Namun, apa yang tampak jelas dengan jargon "Kita harus

berubah!", tidak sepenuhnya difahami oleh orang lain. Mereka mempertanyakan "Apa

masalahnya?". Ada banyak alasan yang dapat menjelaskan kepuasan, termasuk track record

keberhasilan dan tidak adanya krisis yang terlihat. Orang-orang cenderung bereaksi negatif

untuk berubah ketika mereka merasa bahwa tidak ada kebutuhan untuk perubahan.

7. Kurangnya kejelasan mengenai apa yang diharapkan

Perubahan kadang diusulkan, terutama yang bersifat strategis, akan tetapi kadang tidak

dilengkapi dengan informasi yang jelas mengenai implikasi tertentu pada tingkat tindakan

individu. Ketika hal ini terjadi, dapat dimungkinkan karyawan akan gagal dalam

mengkonversi inisiatif perubahan untuk mendukung aksi di tingkat organisasi. Titik kuncinya

adalah, bahwa kurangnya dukungan bukan karena antagonisme terhadap perubahan yang

diajukan; akan tetapi karena kurangnya pemahaman yang jelas tentang tindakan apa yang

mendukung perubahan.
8. Kepercayaan bahwa perubahan spesifik menjadi usulan yang tidak pantas

Pada anggota organisasi dampak perubahan yang diusulkan kemungkinan membentuk

beberapa pandangan antara lain ; bahwa itu adalah ide yang baik "Kami harus melakukan

sesuatu seperti ini", atau ide yang buruk "ide gila siapa ini?" Atau "Ini iseng-iseng". Pada

gilirannya, pandangan ini kemungkinan akan mempengaruhi kesiapan mereka untuk

perubahan. Sebagai seorang perancang perubahan, sangat mudah untuk melihat orang-orang

yang mendukung perubahan maupun yang tidak mendukung perubahan. Dalam hal ini, tidak

selalu bagi mereka yang tidak mendukung untuk diberikan sebutan sebagai "penolak

perubahan." Sebutan ini tidak selalu tepat, jika penolakan terhadap perubahan tersebut bukan

secara umum tetapi untuk perubahan tertentu yang lebih spesifik.

Pada kondisi seperti ini, layak dipertimbangkan bahwa dalam beberapa kasus, "resistor"

mungkin benar mengenai asumsi perubahan yang diusulkan mungkin bukanlah ide yang

bagus. Artinya, kadang-kadang "suara perlawanan menjaga manajer dari mengambil

tindakan/keputusan yang tidak tepat." Perubahan juga dapat dilihat sebagai hal yang tidak

perlu jika terdapat perbedaan mendasar dengan "visi." Strategi adalah cara untuk mencapai

tujuan/visi organisasi. Dalam lingkungan organisasi sangat dimungkinkan terjadi perbedaan

pandangan mengenai strategi yang tepat dalam mewujudkan visi organisasi.

9. Kepercayaan bahwa waktunya salah

10. Perubahan yang berlebihan

11. Efek kumulatif dari perubahan lain dalam kehidupan seseorang

12. Dirasakan berbenturan dengan etika

13. Perbedaan persepsi mengenai cara melakukan perubahan

Organisasi yang hidup adalah organisasi yang penuh dinamika dan perubahan.

Organisasi yang hidup tidak selalu berjalan dengan mulus akan tetapi penuh dinamika yang

pada akhirnya akan memacu perubahan dan pertumbuhan organisasi menjadi lebih baik dan
lebih mapan dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan dan ketidakpastian. Resistensi

hampir tidak pernah absen ketika suatu organisasi mulai menerapkan sesuatu yang baru, entah

itu strategi baru, proses baru ataupun sistem yang baru sebagai antisipasi terhadap perubahan-

perubahan eksternal. Penerapan strategi baru, proses baru ataupun sistem baru untuk

mengantisipasi perubahan tersebut memang identik pula dengan perubahan-perubahan

internal. Begitupun ketika suatu organisasi mencanangkan suatu visi yang baru, banyak

perubahan yang harus menyertainya.

Resistensi terhadap perubahan adalah "trimatra/tiga dimensi," yang melibatkan

komponen afektif, perilaku, dan kognitif. Komponen afektif adalah bagaimana seseorang

merasakan adanya perubahan (misalnya, marah), komponen kognitif adalah bagaimana

seseorang berpikir tentang perubahan, dan komponen perilaku adalah apa yang dilakukan

seseorang dalam wajah perubahan. Respon perilaku bermacam-macam bentuknya, Hultman

menggambarkan perbedaan antara respon aktif dan pasif dan mengidentifikasi berbagai

"gejala" yang masing-masing saling terkait. Gejala perlawanan aktif diidentifikasi sebagai

sikap kritis, menemukan kesalahan, mengejek, membuat rasa takut, menggunakan fakta-fakta

secara selektif, menyalahkan atau menuduh, sabotase, mengintimidasi atau mengancam,

memanipulasi, mendistorsi fakta, memblokir, merusak, membuat rumor, dan berdebat.

Sedangkan gejala-gejala yang diidentifikasi sebagai penolakan pasif seperti : setuju secara

lisan tetapi tidak diikuti denggan perbuatan (pemenuhan ketaatan), gagal untuk melaksanakan

perubahan; menunda-nunda atau mengganggu kerja seseorang, pura-pura tidak tahu,

pemotongan informasi, saran, bantuan, atau dukungan, mewakili, dan membiarkan perubahan

gagal.

Secara umum perubahan bertujuan agar suatu organisasi dapat berkembang menjadi

lebih baik. sebagian besar resistensi terhadap perubahan berdampak pada terkendalanya

perubahan yang diinginkan dan menghambat kemajuan organisasi. Akan tetapi


penolakan/resistensi terhadap perubahan tidak selamanya berdampak negatif. Hal ini

dikarenakan kadangkala kebijakan mengenai perubahan yang diusulkan oleh seorang manajer

bukanlah perubahan yang diperlukan oleh organisasi tersebut, mengingat sebelum perubahan

diusulkan organisasi dapat berjalan dengan baik. Penerapan perubahan kadang juga dianggap

belum tepat waktu/timing-nya oleh anggota organisasi. Hal ini terjadi ketika seorang manajer

memiliki keinginan untuk mewujudkan obsesinya tanpa melihat kondisi organisasi. Dalam hal

ini, harus dipertimbangkan bahwa dalam beberapa kasus, "resistor" mungkin benar sebab

asumsi perubahan yang diusulkan mungkin bukanlah ide yang bagus. Artinya, kadang-kadang

"suara perlawanan menjaga manajer dari mengambil tindakan/keputusan yang tidak tepat."

Perubahan juga dapat dilihat sebagai hal yang tidak perlu jika terdapat perbedaan mendasar

dengan "visi."

Penolak perubahan tidak selamanya diberikan stigma negatif. Resistensi/penolakan

dapat bersifat positif terlebih ketika penolakan tersebut dapat berfungsi sebagai kontrol

kebijakan, agar kebijakan yang dikeluarkan oleh seorang manajer tidak salah dan justru

berdampak negatif bagi organisasi.


Kegiatan Belajar
KEGIATAN BELAJAR IV

Memahami Kemajuan IPTEK dan Pergeseran Nilai

Pergeseran Nilai Masyarakat

Pergeseran nilai-nilai budaya dalam masyarakat terjadi seiring pengaruh dari globalisasi

dan pengaruh budaya lain. Perkembangan cyber space, internet, informasi elektronik dan

digital, ditemui dalam kenyataan sering terlepas dari sistim nilai dan budaya. Perkembangan

ini sangat cepat terkesan oleh generasi muda yang cenderung cepat dipengaruhi oleh elemen-

elemen baru yang merangsang. Suka atau tidak bila tidak disikapi dengan kearifan dan

kesadaran pembentengan umat, pasti akan menampilkan benturan-benturan psikologis dan

sosiologis. Pada Era globalisasi telah terjadi perubahan perubahan cepat. Dunia menjadi

transparan, terasa sempit, hubungan menjadi sangat mudah dan dekat, jarak waktu seakan

tidak terasa dan seakan pula tanpa batas. Perubahan yang mendunia ini akan menyebabkan

pergeseran nilai-nilai budaya tersebut. Perubahan tersebut meliputi perubahan yang arus

globalisasi

1. Menggeser Pola Hidup Masyarakat. Dari agraris tradisional menjadi masyarakat

industri modern. Dari kehidupan berasaskan kebersamaan, kepada kehidupan individualis.

Dari lamban menjadi serba cepat. Dari berasas nilai sosial menjadi konsumeris materialis.

Dari tata kehidupan tergantung dari alam ke kehidupan menguasai alam. Dari kepemimpinan

formal ke kepemimpinan kecakapan (professional).

Pertumbuhan Ekonomi.Globalisasi bergerak kesana kemari. Tidak hanya satu arah

tapi akan menyangkut langsung kepentingan sosial pada masing-masing negara. Keragaman

yang berlaku selama ini berkesempatan untuk berubah bentuk menjadi seragam dan serupa.
Atau berlainan wadah serupa isi. Masing-masing negara (bangsa, nation) akan berjuang

memelihara kepentingannya sendiri- sendiri. Kecenderungan sikap kurang memperhatikan

nasib negara-negara lain akan merupakan kewajaran saja. Kecenderungan ini berpeluan

melahirkan kembali "Social Darwinism", secara konseptual didalam

2. Persaingan bebas bentuk apapun, yang kuat akan bisa bertahan dan yang lemah

akan mati sendiri.

Perubahan-perubahan tersebut otomatis menggeser nilai-nilai dalam masyarakat yang

mengalami perubahan-perubahan. Pergeseran-pergeseran nilai budaya adalah perubahan nilai

budaya dari nilai yang kurang baik menjadi baik ataupun sebaliknya. Salah astu aspek yang

bergeser dalam kehidupan masyarakat dewasa ini sistem nilai budaya yang menjadi ciri khas

dari suatu keluarga tertentu. Keluarga lebih banyak dimasuki oleh budaya dari luar sehingga

nilai budaya yang telah tertanam sejak dahulu kala dan merupakan warisan leluhur hampir-

hampir dilupakan oleh generasi sekarang ini. Hal ini disebabkan antara lain oleh kemajuan

teknologi dan pesatnya laju pembangunan yang membawa dampak perubahan dan pergeseran

nilai di masyarakat. Pergeseran nilai dalam masyarakat kita perlu dilihat sebagai proses sosial.

Artinya sebagai proses, ia belumlah sebagai akhir dari tingkatan masyarakat. Masih ada

lanjutan tingkatan yang terus menjadi hingga sampai pada level terakhir.

Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Hakikatnya, IPTEK dipelajari untuk mengembangkan dan memperkokoh eksistensi

manusia dan bukan sebaliknya, menghancurkan eksistensi manusia dan justru menjadikan

manusia budak teknologi. Oleh karena itu, tanggungjawab etis diperlukan untuk mengontrol

kegiatan dan penggunaan IPTEK. Dalam kaitan hal ini, teradi keharusan untuk

memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, menjaga keseimbangan ekosistem,


bertanggung jawab pada kepentingan umum, kepentingan generasi mendatang dan bersifat

universal. Keberadaan tanggungjawab tidak bermaksud menghambat kemajuan IPTEK, justru

dengan adanya dimensi etis yang mengendalikan kemajuan IPTEK akan semakin berlomba-

lomba meningkatkan martabat manusia sebagai “tuan” teknologi dan bukan hamba teknologi.

Pada awalnya teknologi diciptakan untuk meringankan dan membebaskan manusia dari

kesulitan hidupnya. Namun manusia justru terjebak dalam kondisi konsumerisme yang

semakin meningkatkan ketergantungan manusia akan teknologi dan parahnya, menjadikan

manusia budak teknologi. Manusia semestinya memajukan IPTEK sesuai dengan nilai

instriknya sebagai pembebas beban kerja manusia. Bila tidak sesuai, maka teknologi justru

akan menimbulkan ketidakadilan dalam masyarakat karena ada yang diuntungkan dan ada

yang dirugikan. Selain itu, martabat manusia akan semakin direndahkan dan menjadi budak

teknologi, berbagai penyakit sosial merebak di masyarkat sehingga pada fenomena

dehumanisasi ketika manusia kehilangan peran dan fungsinya sebagai makhluk spritual.

Apakah kemajuan iptek itu merendahkan atau meningkatkan keberadaan manusia

sangat ditentukan oleh manusia itu sendiri, karena iptek sendiri merupakan salah satu dari 7

cultural universal yang dihasilkan manusia yang terdiri dari sistem mata pencaharian, sistem

kepercayaan, bahasaa, sitem kemasyarakatan, kesenian, istem ilmu pengetahuan, dan sitem

peralatan hidup. Oleh karena itu perkembangan iptek kedewasaan manusia untuk mengerti

mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang semestinya dan mana yang tidak

semestinya dilakukan dalam pengembangan iptek. Disinilah peran etika untuk ikut

mengontrol perrkembangan iptek agar tidak bertentangan dengan nilai dan norma dalam

masyarakat, serta tidak merugikan manusia itu sendiri.

Seorang pakar teknologi Indonesia, M. T. Zen (2000, 97) dalam sebuah artikelnya

Teknologi Nano dan Revolusi Industri Abad Ke-21 mengatakan bahwa pada awal abad ke-21

ini dunia dikuasai 3 bidang teknologi, yaitu teknologi informasi, bio-teknologi, dan teknologi
Nano. Teknologi informasi terkait dengan kemajuan di bidang pertelevisian, internet,

handphone yang memudahkan penyampaian dan penerimaan informasi dalam akselerasi yang

luar biasa. Bioteknologi terkait dengan pemanfaatan di bidang peternakan, pertanian,

kedokteran dan teknologi kloning yang memanipulasi gen. Teknologi Nano ialah

memanipulasi struktur molekul dengan memanipulasi atom-atom menjadi molekul-molekul.

Teknologi nano menjadikan ilmuan mampu mengatur kedudukan atom-atom yang

membentuk molekul-molekul. Dalam perkembangan yang mutakhir masih ada satu bidang

yang sedang diupayakan oleh negara-negara maju (terutama Amerika), yakni teknologi

Terraformasi, yakni penjajagan manusia untuk membuat struktur kehidupan baru di ruang

angkasa (misalnya di Planet Mars). Dalam filsafat Yunani, Logos, ethos, dan pathos

merupakan sarana dasariah manusia dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

yang harus dilakukan secara simultan.

Pergeseran Nilai Dampak Kemajuan Teknologi

Teknologi, istilah ini apabila diucapkan yang akan terbayang oleh kita adalah alat-alat

elektronik digital yang mungkin super canggih, super cepat, super lengkap dan harganya

mahal. Dengan bantuan alat-alat tersebut kita dapat lebih mudah dalam menjalani kehidupan

dan lebih mudah pula berkomunikasi dengan orang-orang yang berada jauh dari kita. Di era

modern ini, dimana semua aspek kehidupan tak bisa dilepaskan dari keberadaan dan

kebergantungan pada teknologi, membuat perkembangan teknologi menjadi sedemikian

pesatnya. Hal ini mungkin disebabkan karena permintaan masyarakat akan alat elektronik

yang lebih canggih, cepat dan lengkap daripada sebelumnya. Berbagai temuan dan

perkembangan IT yang tidak pernah terbayangkan oleh generasi sebelumnya kini berada di

depan mata. Keberadaan teknologi pada semua aspek kehidupan ini pula yang secara

langsung maupun tidak langsung memberikan pengaruh pada pola interaksi, pada kehidupan
sosial masyarakat. Kemajuan teknologi jarak jauh seperti PDA, telepon selular, komputer,

kamera, dan internet membuat kehidupan manusia menjadi lebih mudah sehingga tak ada lagi

jarak pembatas di bumi ini. Semuanya dapat dijangkau tanpa harus berada di tempat yang

dikehendaki. Seperti dua sisi mata pisau, kemajuan pesat yang dialami teknologi ternyata

tidak hanya membawa dampak positif, tetapi juga membawa dampak negatif bagi masyarakat.

Disadari atau tidak, ia telah mengubah beberapa nilai, norma dan kebiasaan yang berlaku di

masyarakat.

Di Indonesia, yang merupakan negara dengan adat ketimuran yang kental, rata-rata

masyarakatnya sangat menjunjung tinggi nilai-nilai, norma dan adat istiadatnya sebagai aset

untuk melestarikan daerah dan budayanya secara turun temurun. Nilai dan norma yang

dimaksud adalah sopan santun, menghormati orang tua, saling menghargai sesama, budaya

gotong royong, bermusyawarah, dan lainnya yang menjadi ciri khas orang Indonesia.

Kebiasaan mengalah, menghargai jasa orang lain, menghormati hak milik orang merupakan

gambaran betapa orang Indonesia merupakan bangsa yang sangat menjunjung tinggi

budayanya. Bagi orang Indonesia budaya adalah jembatan menuju kesuksesan, budaya adalah

tempat untuk mencari solusi jika terdapat permasalahan, budaya adalah harta yang tak ternilai

harganya. Teknologi komunikasi pertama yang muncul dan berkembang di masyarakat adalah

surat kabar atau koran, kemudian berkembang radio, televisi, film, handphone dan yang

terakhir dan masih terus mengalami perkembangan pesat adalah komputer dan internet.

Dengan kemunculan surat kabar dan radio, membawa dampak pada struktur dan pola interaksi

masyarakat. Jika dulu dikenal ada istilah opinion leader, kini peran tersebut digantikan oleh

media massa. Opinion leader dapat diperankan oleh pemuka agama, tetua, tetua adat atau

orang-orang yang dianggap kharismatik dan dapat mempengaruhi audience. Saat ini peran

tersebut diambil alih oleh media massa. Dengan perkembangan teknologi komunikasi massa

saat ini sehingga mudah dijumpai kapan dan dimana saja, membuat orang tidak lagi
bergantung pada opinion leader apabila hendak mencari informasi, tetapi sudah dapat

memperolehnya sendiri dari media massa. Semakin dominannya peran media massa terhadap

masyarakat membawa dampak positif dan juga negatif. Dampak positifnya, masyarakat

menjadi lebih cepat mengetahui informasi dan membuat tingkat pendidikan meningkat, tetapi

dampak negatifnya apabila tidak diberi informasi yang sebenar-benarnya dan tanpa adanya

regulasi yang mengatur, akan membuat masyarakat ‘menelan’ informasi tersebut bulat-bulat,

terutama untuk masyarakat awam.

Menurut catatan Agee, et al,siaran percobaan televisi di AS dimulai pada tahun 1920-

an. Para ilmuwan terus mengembangkan teknologi ini dan puncaknya pada tahun 1948, terjadi

perubahan dari televisi eksperimen menjadi televisi komersial di Amerika. Kegiatan

penyiaran televisi di Indonesia sendiri dimulai pada tanggal 24 Agustus 1962, bertepatan

dengan dilangsungkannya pembukaan Asean Games IV di Senayan. Televisi saat ini sudah

bagaikan ‘anggota keluarga baru’ bagi masyarakat. Kehadirnnya dengan tampilan yang

menarik melalui sajian audio dan visual membuat apa yang ditampilkannya seolah-olah

benar-benar terjadi dihadapan kita. Membuat kita lebih mudah untuk mengimitasi apa yang

disajikan sehingga membuat seseorang tanpa sadar telah terbawa oleh arus siaran televise,

baik itu iklan, tenovela, siaran berita dan sebagainya. Bagi penonton yang telah memiliki self

control yang tinggi akan mampu untuk memfilter setiap informasi/tayangan televisi yang

ditontonnya, namun sebagian besar warga masyarakat tanpa menyadari telah telinfiltrasi oleh

muatan dalam psan siaran televise tersebut. Lebih parah lagi bila penonton masih anak-anak

yang notabene menelan mentah-mentah tayangan televisi. Lebih mengkhawatirkan,

kebanyakan orang tua tidak sadar akan kebebasan media yang kurang baik atas anak-anak.

Anak-anak tidak diawasi dengan baik saat menonton televisi. Dengan kondisi ini sangat

dikawatirkan bagaimana dampaknya bagi perkembangan anak-anak. Sering kita jumpai pada

siaran televise bahwa banyak anak yang menirukan adegan di televise, baik yang baiknya
maupun yang buruknya. Parahnya apabila meniru hal yang buruk, ini akan berdampak pada

perkembangan anak atau pendidikan dan tingkah lakunya. Semakin maraknya pengunaan

telepon selular atau handphone beberapa tahun terakhir juga berdampak pada masyarakat.

Menurut data majalah Komputer Aktif (no. 50/26 Maret 2003), berdasarkan survei Siemens

Mobile Lifestyle III menyebutkan bahwa 60 persen remaja usia 15-19 tahun dan pascaremaja

lebih senang mengirim SMS daripada membaca buku. Dapat dikatakan, budaya membaca

yang sudah terancam oleh budaya dengar dan lihat, diancam lagi oleh budaya mengirim SMS.

Selain semakin menurunkan minat baca, berkomunikasi melalui handphone ternyata

berdampak pula pada norma yang berlaku di masyarakat. Dulu jika berkomunikasi dengan

orang lain perlu bertemu tatap muka. Dengan orang yang lebih tua atau kita hormati akan

membuat kita merasa sungkan dan menjaga sikap ketika berkomunikasi. Tetapi dengan

adanya handphone, kita tidak perlu harus bertatap muka apabila ingin berkomunikasi.

Kemudahan ini ternyata membuat orang terkadang lupa dan menyamakan saja ketika

berkomunikasi dengan orang yang dihubunginya, baik ia lebih tua ataupun sebaya. Hal ini

mungkin disebabkan karena yang ia hadapi ketika berkomunikasi adalah medianya (dalam hal

ini handphone), tanpa perlu bertemu si individu langsung. Kemudahan lain yang ditawarkan

oleh perkembangan teknologi adalah Internet. Keberadaan internet yang semakin marak dan

menyediakan hampir semua yang dibutuhkan menimbulkan kebiasaan baru di masyarakat,

yaitu budaya copy paste. Sebagai contoh kasus, kebiasaan copy paste yang dilakukan

mahasiswa ataupun dosen, baik saat mengerjakan tugas ataupun membuat sebuah penelitian.

Tersedianya hampir segala yang dibutuhkan orang di internet membuat kita merasa ‘dimanja’,

sehingga akhirnya melahirkan budaya ini. Pada kebiasaan baru ini, apabila dipandang sebagai

perbuatan mencontek atau plagiat, orang sudah tidak mengindahkan anggapan perbuatan

tersebut tidak baik. Bahkan hal ini sudah menjadi hal yag lazim dan dianggap biasa oleh

sebagian masyarakat.
Perkembangan pesat internet juga ternyata berbanding lurus dengan semakin

bertambahnya tingkat kejahatan di dunia maya (cybercrime) dan pornografi. Hal-hal yang

berbau erotisme dapat dengan mudah di akses dari mana saja dan oleh siapa saja, bahkan oleh

anak-anak sekalipun. Usaha berbagai pihak untuk membendung dampak negatif ini ternyata

belum menunjukkan hasil yang signifikan, hal ini mungkin dikarenakan ruang lingkup

internet yang sedemikian besarnya, sehingga tidak dapat di-cover seluruhnya. Meningkatnya

kasus pornografi ini antara lain disebabkan melalui internet, kita dapat menjelajah ke berbagai

belahan dunia dengan mudahnya. Terpaan budaya dari luar (barat) inilah yang kemudian

membuat hal-hal yang awalnya tabu bagi masyarakat menjadi hal yang biasa, lazim dan

bahkan mendapat maklum dari masyarakat. Perlahan terpaan budaya barat tersebut memberi

pengaruh bagi generasi muda yang memang notabene masih labil dan cenderung lebih mudah

terpengaruh oleh hal-hal yang terlihat menarik. Ditambah dengan kurangnya kawalan dari

orang tua dan masyarakat, penyerapan budaya barat ini tertanam dibenak generasi muda dan

akhirnya menggeser nilai-nilai dan adat budaya ketimurannya.

Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Pergeseran Nilai

1. Pendidikan

Edward Shils dan Arnold Anderson menunjukkan peranan pendidikan dalam

menanamkan rasa loyalitas nasional dan dalam menciptakan keahlian dan sikap yang sangat

diperlukan oleh pembaharuan tekhnologi.

2. Ideologi

Peranan ideologi sebagai suatu alat buat mengubah perilaku dan sikap massa digarap

oleh Leonard Binder, setelah meninjau ideologi pembangunan kontemporer di Timur Tengah,

Afrika, dan Asia Selatan dan menyimpulkan bahwa segenap ideolog ini adakalanya
mempunyai pengaruh pemersatu dalam menjembatani jurang-jurang sosial dikalangan

masyarakat majemuk dan sebagai alat golongan elite buat mengubah perilaku orang banyak.

3. Pengaruh Globalisasi

Globalisasi merupakan perkembangan kontemporer yang mempunyai pengaruh dalam

mendorong berbagai kemungkinan tentang perubahan dunia yang berlangsung. Pengaruh

globalisasi dapat menjadikan dunia semakin terbuka dan saling bergantung satu sama lainnya.

Globalisasi akan membawa perspektif baru bagi dunia tanpa batas yang saat ini diterima

sebagai realita masa depan yang akan mempengaruhi perkembangan budaya dan membawa

perubahan baru. Dan jelaslah dalam globalisasi muncul pergeseran sebagai akibat pengaruh

globalisasi yang mambawa peubahan besar dari semua sector kehidupan.

4. Respon Dari Masyarakat Selaku Penerima Perubahan

Banyak masyarakat mempunyai respon beda tentang pengaruh global. Biasanya

Masyarakat tradisional cenderung sulit menerima budaya asing yang masuk ke

lingkungannya, namun ada juga yang mudah menerima budaya asing dalam kehidupannya.

Ini tergantung dari masing-masing individu ada yang negative responnya dan ada juga yang

positif responnya. Pada masyarakat tradisional, umumnya unsur budaya yang membawa

perubahan sosial budaya dan mudah diterima masyarakat adalah, jika:

 Unsur kebudayaan tersebut membawa manfaat yang besar

 Peralatan yang mudah dipakai dan memiliki manfaat

 Unsur kebudayaan yang mudah menyesuaikan dengan keadaan masyarakat yang

menerima unsur tersebut.


5. Pengaruh Modernisasi

Salah satu efek dari modernisasi adalah pergeseran nilai. Hal ini bisa dilihat dari

perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Ketika ada unsur baru yang menarik di hati, maka

masyarakat pun dengan perlahan tapi pasti akan mengikut pada nilai tersebut. Jika melihat

perihal masyarakat kita, pergeseran nilai budaya memang wajar terjadi. Setidaknya ini terjadi

karena efek dari modernisasi dan globalisasi. Terkadang juga nilai budaya yang telah lama

dipegang menjadi sedemikian mudah untuk dilepaskan. Itu dikarena terlalu kerasnya tarikan

modernitas. Modernitas seharusnya dimaknai sebagai pertemuan dari berbagai unsur dalam

bumi. Ada kebaikan ada keburukan, ada tinggi ada rendah, ada atas ada bawah. Kita perlu

selektif dalam mengadopsi unsur budaya yang masuk. Jangan sampai pranata sosial yang

telah lama dibangun kemudian runtuh hanya persoalan kemilau modernitas.

6. Kemajuan Pariwisata

Paradigma pembangunan di banyak negara kini lebih berorientasi kepada

pengembangan sektor jasa dan industri, termasuk di dalamnya adalah industri pariwisata.

Demikian juga halnya yang berlangsung di Indonesia dalam tiga dasawarsa terakhir, aktivitas

sektor pariwisata telah didorong dan ditanggapi secara positif oleh pemerintah dengan

harapan dapat menggantikan sektor migas yang selama ini menjadi primadona dalam

penerimaan devisa negara. Apabila tingkat massifitas kedatangan turis ini cukup tinggi maka

ada kemungkinan terjadi “perkawinan” antara dua unsur kebudayaan yang berbeda. Dari

pertemuan atau komunikasi antar pendukung-pendukung kebudayaan yang berbeda tersebut,

akan muncul peniru-peniru perilaku tertentu atau muncul pola perilaku tertentu.
7. Pergeseran Budaya

Dalam perspektif fungsionalisme, perubahan budaya masyarakat pedesaan ini terjadi

diawali dengan adanya tekanan dari pemerintah (misalnya peraturan, sanksi, iming-iming)

lalu ada penolakan dari sistem lama, integrasi antara keduanya dan akhirnya dicapai titik

keseimbangan baru. Karena pada awalnya terjadi kesenjangan budaya, maka pemerintah

membutuhkan agen-agen penyalur perubahan budaya ini. Pada masa orde baru, elite

pemerintahan birokrasi desa yang dipantau ketat berperan aktif dalam menyalurkan perubahan

kebudayaan ini.

Dampak Pergeseran Nilai

1. Dampak positip pergeseran nilai

Ø Arus Komunikasi Lancar

Perubahan masyarakat dari tradisional ke modern berdampak pada sarana komunikasi,

pada masyarakat tradisional mungkin masih menggunakan pentungan atau kulkul, burung

merpati, surat sebagai alat berkomunikasi satu dengan yang lainya, dngan terjadinya

pegeseran nilai-nilai maka sarana kmunikasi semakin cepat. Contoh ada handphone, telegram,

dan sejenisnya sehingga komunikasi meenjadi cepat dan mudah dilaksanakan.

Ø Berkembangnya Ilmu Pengetauan dan Tekhnologi

Pergeseran masyarakat tradisional menuju masyarakat modern membawa dampak yang

sangat signifikan yaitu masyarakat modern yang yang dulunya tradisional dapat beraktivitas

jauh lebih mudah. Contoh : Pada masyarakat yang dulu menggunakan tulisan tangan dalam

mengirim surat sekarang sudah bisa lewat komputer atau pun laptop.

Ø Tingkat Hidup yang Lebih Baik

Pergeseran nilai erat hubunganya dengan pengaruh globalisasi, globalisasi menyebakan

pergeseran nilai budaya. Berhubungan pula dengan industri-industri maju, dengan dibukanya
industri yang memproduksi alat-alat komunikasi dan transportasi yang canggih merupakan

salah satu untuk mengurangi pengangguran dan meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Ø Perubahan Sistem Pengetahuan

Masyarakat bila sudah modern akan memilki kesadaran betapa pentingnya pendidikan.

Dengan bekal pengetahuan masyarakat sudah siap untuk menghadapi pergeseran nilai yang

mungkin terjadi di era global. Dengan pengetahuan pula kita dapat memproduksi barang dan

jasa dengan mudah.

Ø Perubahan Pandangan Hidup

Pandangan hidup merupakan seseorang atau sekelompok orang yang bermaksud

menanggapi segala masalah yang terjadi. Perubahan pandangan hidup masyarakat Indonesia

terlihat pada perubahan sikapnya, prilaku dan karyanya berkat pembangunan berkembanglah

pandangan tentang pentingnya keseimbangan kehidupan yang material dan spiritual,

pembangunan yang berwawasan lingkungan.

2. Dampak negatif pergeseran nilai

Ø Timbulnya Sikap Individualistis

Masyarakat merasa sangat dimudahkan dengan tekhnologi maju membuat mereka tidak

lagi membutuhkan orang lain dalam aktivitasnya. Kadang-kadang mereka lupa akan dirinya

sebagai mahluk social. Mereka cenderung untuk hidup sendiri-sendiri tanpa memperhatikan

orang lain, rasa gotong royong, ramah tamah dan sopan santun mulai memudar. Akibat dari

memudarnya nilai-nilai budaya lokal akan menimbulkan sikap individualistis.

Ø Kesenjangan Sosial

Pergeseran nilai masyarakat tradisional ke modern tidak lepas dari pengaruh

modernisasi dan pengaruh globalisasi, bila ada beberapa individu yang dapat mengikuti

pengaruh tersebut akan terjadi kesenjangan social. Kesenjangan social akan menyebabkan
jarak anatara si kaya dan si miskin dan hal ini bisa merusak nilai-nilai kebinekaan dan

ketunggalikaan bangsa Indonesia. Hal ini juga akan memicu prasangka social, persaingan

dalam kehidupan cenderung akan mebuat orang tersebut frustasi, maka orang akan timbulah

tindak kriminal seperti perampokan hanya untuk alasan pemenuhan kebutuhan.

Ø Masuknya Nilai-Nilai dari Budaya Lain

Masyarakat modern umumnya telah mengetahui tekhnologi, seperti internet,

handphone, media televisi dan tekhnologi yang lainya yang ditiru habis-habisan. Selain itu

apresiasi terhadap nilai budaya lokal pun pudar serta nilai keagamaan akan mengalami

kemunduran. Disini bisa dilihat pergeseran nilainya yaitu beralih ke budaya barat dan budaya

lainya.

Ø Penyebaran Nilai-Nilai Politik Barat

Penyebaran nilai-nilai politik barat secara langsung atau tidak langsung dalam bentuk-

bentuk unjuk rasa, demonstrasi yang semakin berani dan terkadang mengabaikan kepentingan

umum. Masyarakat cenderung menghadapi dengan anarkisme.

Ø Kenakalan Remaja

Imbas dari pergeseran nilai-nilai masyarakat modern adalah kenakalan remaja.

Pengaruh internet ataupun HP yang ditiru habis-habisan menimbulkan kenakalan remaja,

contoh bila remaja membawa HP camera bisa menyimpan sesuatu yang porno didalamnya

sehingga suatu saat pasti remaja mencoba adegan itu, padahal adegan itu hanyalah untuk

orang yang sudah mempunyai ikatan perkawinan. Maka telah terjadi pegeseran nilai

masyarakat tradisional ke modern. Masyarakat modern cenderung melupakan budaya aslinya.

Ø Adanya Penyakit Masyarakat

Penyakit masyarakat atau Patologi Sosial bisa muncul di karenakan pergeseran nilai

masyarakat, seperti yang telah dijelaskan bahwa pergeseran nilai berdampak pada
kesenjangan social. Maka si miskin terpaksa mencuri untuk pemenuhan kebutuhan. Maka

pergeseran nilai dan norma kesusilaan bergeser secara cepat.


DAFTAR PUSTAKA

——-. 2009. Contoh Perilaku Masyarakat Sebagai Akibat Adanya Perubahan Sosial Budaya.

——-. 2009. Faktor Internal dan Faktor Eksternal. http://www.crayonpedia.org/mw/Faktor-


Faktor_Penyebab_Perubahan_Sosial._Faktor%E2%80%93Faktor_Internal._Faktor-
Faktor_Eksternal_9.1

——-. 2009. Faktor Pendorong Perubahan Sosial. http://www.crayonpedia.org/mw/Faktor-


Faktor_Pendorong_Perubahan_Sosial_Masyarakat_9.1

——-. 2009. Faktor Penghambat Perubahan Sosial. http://www.crayonpedia.org/mw/Faktor-


Faktor_Penghambat_Perubahan_Sosial_Budaya_9.1

Anonim. 2009. Perubahan


Sosial.http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/pengantar_sosiologi_dan_ilmu_sosial_dasa
r/bab7_perubahan_sosial.pdf

Crayonpedia. 2009. Perubahan social dalam masyarakat.


http://www.crayonpedia.org/mw/BAB_5._PERUBAHAN_SOSIAL_DALAM_MASYARAK
AT

http://www.crayonpedia.org/mw/Contoh_Perilaku_Masyarakat_Sebagai_Akibat_Adanya_Per
ubahan_Sosial_Budaya_9.1

Horton, Hunt, 1992.Sosiologi 2, Erlangga, Jakarta http://baak.gunadarma.ac.id/user/dosen.pdf

http://dwi-andari.blogspot.com/2014/05/kode-etik-profesi-masa-depan.html

http://fai.ummgl.ac.id/news/item/145/untuk-guru-dan-dosen.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Perubahan_sosial_budaya
http://ryezamanutd.blogspot.com/2012/12/profesi-guru-dan-dosen-antara-tanggung.html

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/05/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-perubahan-
sosial-budaya-2/

Johnson, P.D, 1988.Teori Sosiologi Klasik dan Modern I, Gramedia, Jakarta

Palmer, Ian, et all. 2009. Managing Organizational Change, “A Multiple Perspectives


Approach”. Second Edition. New York : The McGraw-Hill Companies.

Soekanto. S, 1990.Sosiologi Suatu Pengantar, Gatindo, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai