Anda di halaman 1dari 11

2.

1 KARAKTERISTIK BIOGRAFIS

2.1.1 Umur

Umur dan Kinerja telah menjadi masalah yang penting akhir-akhir ini. Dari persepsi
pemberi kerja mereka melihat kualitas positif yang dimiliki pekerja yanglebih tua seperti
pengalaman, penilaian, etika kerja yang baik, dan komitmen terhadap pekerjaannya. Tetapi
pekerja yang lebih tua dianggap kurang fleksibel dan sulit menerima teknologi yang baru.

Kaitan Umur dengan pengunduran diri, absensi ,produktivitas, dan kepuasan kerja :

a) Umur-Pengunduran diri : Semakin tua, maka akan semakin kecil kemungkinan


mengundurkan diri, karena semakin tua akan menjadi lebih ahli pada bidang tertentu
,karena semakin senior maka upah mereka semakin tinggi, masa cuti bisa lebih lama,
dan manfaat pensiun lebih baik. (studi hubungan umur- peputaran kerja)
b) Umur-Absensi: Pekerja yang lebih tua tidak memiliki masalah kesehatan harian lebih
banyak dibandingkan pekerja dengan usia muda (riset)
c) Umur-Produktivitas: tidak berhubungan (riset)
d) Usia-Kepuasan kerja: Dapat positif atau dapat pula berbentuk kurva U (hipotesis
Kuznets)

2.1.2 Jenis Kelamin

Studi Metaanalisis terbaru atas kinerja menemukan bahwa kinerja wanita dalam
pekerjaan sedikit lebih baik dari pria (meskipun potensi promosi pekerja pria lebih tinggi).
Padahal tidak terdapat perbedaan yang konsisten antara pria-wanita dalam hal kemampuan
memecahkan masalah, menganalisa, dorongan kompetitif, motivasi, sosiabilitas, atau
kemampuan belajar.

Dalam dunia penerimaan kerja, riset modern mengindikasikan bahwa manager


memilih karyawaan untuk posisi tertentu berdasarkan jenis kelaminnyadan wanita yang
sukses dalam bidang pekerjaan pria dianggap lebih kasar ,kurang disukai, dan tidak
diinginkan sebagai atasan ,tetapi persepsis ini dapat diubah dengan sebuah interpersonal
yang efektif.

2.1.3 Ras dan Etnis

Dalam situasi pekerjaan terdapat sebuah kecenderungan bagi individu untuk lebih
menyukai rekan-rekan dari ras mereka sendiri dalam evaluasi kerja, keputusan promosi, dan
kenaikan gaji. Selain itu minoritas biasanya akan mendapatkan perilaku yang buruk
(diskriminasi) ditempat kerja.
2.1.4 Disabilitas

Ada dua tipe disabilitas ,yang pertama adalah disabilitas fisik yang kedua adalah
disabilitas mental. Karena prasangka negative para pemberi kerja, banyak penderita
gangguan mental menyembunyikan penyakit mereka. Efek bagi pekerja dengan disabilitas
mental ,adalah kemungkina n pekerjaan mereka lebih buruk dari pekerja dengan disabilitas
fisik. Individu dengan masalah kesehatan mental umum seperti depresi dan kecemasan
memiliki kemungkinan absen lebih sering dari pekerjaan.

Ada kajian mengenai disabilitas pada hasil pekerjaan, tinjauan itu menyatakan bahwa
pekerja disabilitas setelah dievaluasi kinerja mereka baik,tetapi mereka cenderung berkecil
hati karena berpikir kemungkinan untuk diperkejakan lebih rendah. Untuk penyandang cacat
mungkin kadang mengalami diskriminasi,tetapi ada tempat kerja yang memberikan
perlakuan khusus bagi mereka yang memiliki disabilitas fisik.

2.1.5 Masa Kerja

Bukti menunjukan bahwa senioritas dan produktifitas memiiki hubungan yang


positif,masa akerja dinyatakan sebagai pengalama kerja dan dilihat sebagai prediktor yang
baik pada produktifitas kerja . Riset menunjukan masa kerja berhubungan negative dengan
absen, sedangkan riset menunjukan bahwa perilaku dimasa lalu adalah predictor terbaik
dimasa depan.

2.1.6 Agama

Kepercayaan dapat menjadi isu pekerjaan saat kepercayaan agama melarangatau


mendorong perilaku tertentu. Orang yang religious beranggapan bahwa mereka wajib
menunjukan kepercayaan ditempat kerja, dan memereka yang tidak memiliki kepercayaan
lain mungkin merasa keberatan.

2.1.7 Orientasi Seksual dan Identitas Gender

Orientasi seksual dan iddentitas gender tetap menjadi perbedaan individu yang
menerima perlakuan sangat berbeda menurut hokum kita dan diterima cukup berbeda
dalam organisasi berbeda.

2.1.8 Identitas Budaya

Norma-norma budaya mempengaruhi tempat kerja,kadang menimbulkan perpecahan.


Umumnya orang yang bekerja diluar daerah mencari kelompok dan organisasi yang memiliki
identitas budaya yang sama dengan mereka, agar mereka tidak perlu banyak menyesuaikan
diri.

2.1.9 Status Perkawinan

Hasil riset menunjukan bahwa pegawai yang sudah berkeluarga tingkat absen lebih
rendah dibandingkan yang belum berkeluarga.

2.1.10 Jumlah Tanggungan

Nimran (1999) menulis bahwa tidak ada informasi yang cukup tentang hubungan
antar jumlah tanggungan dengan produktifitasnya. Tetapi, jumlah anak yang dimiliki oleh
pekerja berhubungan erat dengan tingkat absensi dan kepuasan kerjanya.

2.2 KEMAMPUAN

Setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda dengan yang lainnya. Kemampuan
seseorang tidak bisa diukur dengan membandingkan seberapa pintarnya oranglain dengan
diri kita sendiri dalam suatu pelajaran atau suatu bidang tertentu. Bukan karena manusia
memiliki kemampuan yang berbeda berarti lebih rendah daripada yang lain justru
kemampuan tersebut akan menjadi kekuatan untuk bergerak maju. Sebagai contoh, A tidak
pandai dalam matematika tetapi ia mempunyai kemampuan dalam olahraga bela diri,
sedangkan B pandai dalam pelajaran matematika tetapi tidak mempunyai kemampuan
dalam olahraga bela diri. Jika kemampuan tersebut dimanfaatkan kemungkinan mereka
akan berhasil dalam bidangnya masing-masing.

2.3 KEPRIBADIAN Menurut buku Stephen P. Robbins kemampuan (ability) berarti


kapasaitas seseorang atau individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu
pekerjaan. Ada dua faktor yang mempengaruhi kemampuan seorang individu, yaitu:

1. Kemampuan Intelektual
Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan
berbagai aktivitas mental seperti berpikir, menalar dan memecahkan masalah.
Sebagian besar masyarakat menilai bahwa kecerdasan biasanya mendapatkan
tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan akan mendapatkan lebih banyak uang.
Untuk memastikan kemampuan intelektual seseorang bisa dilakukan dengan tes IQ.
Tujuh dimensi pembentuk kemampuan intelektual:

a. Kecerdasan numeris/angka : kemampuan berhitung dengan cepat dan akurat.

b. Pemahaman verbal: kemampuan memahami apa yang dibaca atau didengar


dan hubungan antara kata-kata.
c. Kecepatan persepsi: kemampuan mengidentifikasi kemiripan dan perbedaan
visual secara cepat dan akurat.

d. Penalaran induktif: kemampuan mengidentifikasi urutan logis dalam sebuah


masalah dan kemudian memecahkan masalah tersebut.

e. Penalaran deduktif: kemampuan menggunakan logika dan menarik kesimpulan


dari sebuah argumen.

f. Visualisasi ruang: kemampuan membayangkan bagaimana sebuah objek akan


terlihat bila posisinya dalam ruang diubah.

g. Daya ingat: kemampuan menyimpan dan mengingat pengalaman masa lalu.

2. Kemampuan Fisik

Pekerjaan yang menuntut stamina, kekuatan kaki, kecekatan tangan, atau


ketangkasan fisik membutuhkan kemampuan fisik dari karyawan. Berikut ini faktor-
faktor kekuatan fisik:

1) Faktor kekuatan

a. Kekuatan dinamis: kemampuan menggunakan otot secara berulang – ulang


atau sepanjang kurun waktu tertentu

b. Kekuatan tubuh: kemampuan memanfaatkan kekuatan otot menggunakan otot


tubuh

c. Kekuatan statik: kemampuan menggunakan kekuatan terhadap objek eksternal

d. Kekuatan eksplosif: kemampuan mengeluarkan energi maksimum dalam


serangkaian tindakan eksplosif

2) Faktor keluwesan (fleksibilitas)

a. Keluwesan luas: kemampuan menggerakkan otot tubuh dan punggung sejauh


mungkin

b. Keluwesan dinamis: kemampuan melakukan gerakan lentur dan cepat

3) Faktor lainnya

a. Koordinasi tubuh: kemampuan mengoordinasikan tindakan secara bersamaan


dari bagian-bagian tubuh yang berbeda.
b. Keseimbangan: kemampuan mempertahankan keseimbangan meskipun
terdapat gaya yang mengganggu keseimbangan

c. Stamina: kemampuan mengerahkan upaya maksimum yang membutuhkan


usaha berkelanjutan.

Manusia dilahirkan dengan karakter, sifat, kepribadian, emosi, kelamin yang berbeda-
beda. Ada manusia yang dilahirkan dengan memiliki sifat yang pendiam, dan ada juga yang
dilahirkan dengan sifat yang cerewet. Melihat dari kepribadian, seseorang pun dapat
dibedakan tentang dirinya. Menurut buku Stephen P. Robins, kepribadian adalah jumlah
total dari cara-cara di mana seorang individu beraksi atas dan berinteraksi dengan orang
lain.

2.3.1 Faktor-Faktor Kepribadian

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kepribadian seseorang menurut Robins ada


tiga yaitu:

1) Keturunan, merujuk kepada faktor-faktor yang ditentukan sejak lahir. Dimana factor
keturunan ini dibentuk dari orang tua seperti, pemalu, penakut, rajin, dan
sebagainya.
2) Lingkungan, kepribadian seseorang yang dipengaruhi oleh lingkungan disekitarnya.
Seperti di Bali, jika ada upacara adat umunya masyarakat yang ada disekitar
lingkungan tersebut yang membantu untuk mempersiapkan acara tersebut atau
dikenal dengan kata “ngayah”.
3) Situasi, kepribadian seorang individu, walaupun umumnya stabil dan konsisten,
justru dapat berubah ketika dalam situasi-situasi yang berbeda.
Selanjutnya Robbins (2001) mencatat 16 ciri-ciri kepribadian sebagai sumber perilaku yaitu:

a) Pendiam vs Ramah h) Keras hati vs Peka

b) Kurang cerdas vs Cerdas i) Percaya vs Curiga

c) Emosi labil vs Emosi mantap j) Praktis vs Imajinatif

d) Mengalah vs Dominan k) Terus terang vs Lihai/Berbelit

e) Serius vs Senang-senang l) Percaya diri vs Takut-takut

f) Kompromis vs Hati-hati m) Konservatif vs Terkendali

g) Malu-malu vs Petualang n) Bergantung kelompok vs Mandiri


o) Tak terkendali vs Terkendali p) Santai vs Tenan

Menurut Kreitner dan Kinicki (2003) kepribadian dikemas menjadi “dimensi kepribadian lima
besar”, yaitu:

1) Wawasan extra (extra version) : supel, dapat bersosialisasi, tegas

2) Ramah (agreeableness) : bersifat baik, percaya, ramah, kerjasama, berhati lembut

3) Teliti (conscientiousness) : dapat diandalkan, bertanggung jawab, berorientasi


prestasi

4) Stabilitas emosional (emotional stability) : rileks, aman, tidak khawatir

5) Keterbukaan pada pengalaman (openness to experience) : cerdas, imajinatif,


berpikiran luas, ingin tahu.

Menurut Robbins (2001), atribut kepribadian yang mempengaruhi perilaku keorganisasian


dijelaskan sebagai berikut:

1. Sumber kendali
a. Internal, kepribadian yang meyakini bahwa segala apa yang terjadi dapat
dikendalikan sendiri
b. Eksternal, terjadi tergantung pada kekuatan luar seperti nasib atau kesempatan
2. Machiavellianisme, kepribadian yang cenderung kearah fragmatis, menjaga jarak
emosional dan meyakini bahwa tujuan dapat menghalalkan segala cara
3. Penghargaan diri, kepribadian yang suka atau tidak suka terhadap dirinya sendiri
4. Pemantauan diri, mengukur kemampuan dan menyesuaikan perilakunya kepada
faktor situasional
5. Pengambilan risiko, kepribadian yang menakar segala keputusannya dengan risiko
6. Kepribadian tipe A merupakan kepribadian seperti :
a. Selalu bergerak, berjalan, makan dengan cepat
b. Tidak sabar dengan kemajuan peristiwa
c. Pemikiran bergulat secara terus menerus
d. Tidak suka waktu senggang
e. Terobsesi dengan berapa banyak yang dapat diperoleh

2.3.2 Tipe-Tipe Kepribadian


Menurut Holland dalam Haryono (2001) menyajikan 6 (enam) tipe kepribadian yaitu:
1. Tipe Realistik
Mereka yang berada dalam tipe ini cenderung sebagai orang yang memiliki
keengganan sosial, agak pemali, polos, keras hati, suka berterus terang, maskulin
dan cenderung atletis, kurang berpandangan luas, dan kurang mau terlihat.

2. Tipe Investigatif

Orang yang berada dalam tipe ini cenderung berhati-hati, kritis, ingin tahu, mandiri,
intlektual, pesimis, teliti, pendiam, menahan diri, dan kurang popular.

3. Tipe Artistik

Orang yang tipe ini cenderung untuk memperlihatkan dirinya sebagai orang yang
“agak sulit”, tidak teratur, emosional, tidak praktis, mandiri, tidak menyesuaikan diri
dan orisinil/asli.

4. Tipe Sosial

Orang yang masuk tipe ini cenderung untuk memperlihatkan dirinya sebagai orang
yang suka kerjasama, sopan santun, suka menolong, persuasive, bertanggung
jawab, bersifat sosial, bijaksana, dan penuh pengertian.

5. Tipe Enterprising

Mereka yang tipe ini cenderung memperlihatkan dirinua sebagai orang yang gigih
mencapai keuntungan, suka dengan petualang, memiliki ambisi, energik, pencari
kesenangan, percaya diri, sosial, dan suka bicara.

6. Tipe Conventional

Orang-orang yang tipe ini adalah orang yang gampang menyesuaikan diri, teliti,
pemalu, patuh, sopan, tenang, kurang imajinasi, dan kurang mengontrol diri.

2.4 PEMBELAJARAN

Suatu definisi yang dapat diterima baik secara umum dari pembelajaran dimana
pembelajaran terjadi setiap waktu adalah setiap perubahan perilaku yang relatif permanen,
terjadi sebagai hasil dari pengalaman. Teori pembelajaran ada tiga yaitu:

2.4.1 Pengondisian Klasik

Pengondisian klasik adalah jenis pengondisian dimana individu menanggapi suatu


rangsangan yang tidak biasa dan menghasilkan respons baru. Pengkondisian klasik dapat
digunakan untuk menjelaskan mengapa hiasan ketupat dapat membawa ingatan masa kecil
yang menyenangkan. Dan hiasan ketupat tersebut di asosiasikan dengan suasana kasih
saying, kebersamaan, dan perasaan bahagia. Pengkondisian klasik bersifat pasif, dimana
sesuatu terjadi dan kita bereaksi dengan cara tertentu. Reaksi tersebut diperoleh sebagai
respon berdasarkan kejadian tertentu yang dapat dikenali.

Dengan demikian hal ini dapat menjelaskan prilaku refleksi sederhana. Tetapi
sebagian besar perilaku-khususnya perilaku kompleks dari individu dalam organisasi adalah
dihasilkan, bukan didapat. Dengan demikian dilakuakn secara sadar dan bukan refleksi.
2.4.2 Pengondisian Operan

Pengondisian operan adalah jenis pengondisian dimana perilaku sukarela yang


diharapkan menghasilkan penghargaan ataupun mencegah sebuah hukuman. Orang-orang
belajar untuk berperilaku untuk mendapatkan sesuatu yang mereka inginkan atau
menghindari sesuatu yang tidak mereka inginkan. Kecenderungan untuk mengulang
perilaku seperti ini dipengaruhi oleh ada atau tidaknya penegasan dari konsekuensi-
konsekuensi yang dihasilkan oleh perilaku, maka penegasan akan memperkuat sebuah
perilaku dan meningkatkan perilaku tersebut diulangi.

Konsep pengondisian operan merupakan bagian dari konsep B.F. Skinner mengenai
paham prilaku, yang menyatakan bahwa prilaku mengikuti rangsangan dengan cara yang
relatif tidak terpikirkan. Dalam paham perilaku radikal menurut Skinner, konsep-konsep
seperti perasaan, pikiran, dan keadaan pikiran lainnya ditolak sebagai penyebab prilaku.
Singkatnya, individu belajar untuk mengasosiasikan rangsangan dan respons, tetapi pikiran
sadar mereka terhadap asosiasi ini adalah tidak relevan. Jika sebuah perilaku gagal untuk
ditegaskan secara positif, maka probabilitas bahwa perilaku tersebut akan terulang pun
menurun.

2.4.3 Pembelajaran Sosial

Pembelajaran sosial merupakan suatu pandangan bahwa orang-orang dapat belajar


melalui pengamatan dan pengalaman langsung. Pembelajaran sosial mengakui keberadaan
pembelajaran lewat pengamatan (observational) serta pentingnya persepsi dalam belajar.
Pengaruh model bersifat sentral bagi sudut pandang pembelajaran sosial. Terdapat empat
proses yang telah ditemukan untuk menentukan pengaruh sebuah model pada seorang
individu yaitu:

1. Proses Perhatian

Individu belajar dari sebuah model saat mereka mengenali dan mencurahkan perhatian
terhadap fitur-fitur pentingnya. Kita cenderung sangat terpengaruh oleh model-model
menarik, penting bagi kita, atau mirip dengan kita menurut perkiraan kita.

2. Proses Penahanan

Sebuah model yang berpengaruh akan bergantung pada seberapa baik individu
mengingat tindakan model tersebut setelah model itu tidak lagi tersedia.

3. Proses Reproduksi Motor


Setelah seseorang melihat sebuah prilaku baru dengan mengamati model, maka akan
adanya tindakan yang dapat mengubah pengamatan tersebut. Proses ini kemudian
menunjukan bahwa individu itu dapat melakukan aktivitas yang dicontohkan oleh model
tersebut.

4. Proses Penguatan

Rangsangan positif atau penghargaan dapat memberikan motivasi terhadap individu


untuk menampilkan perilaku yang dicontohkan. Perilaku yang diperkuat secara positif
akan mendapat lebih banyak perhatian, lebih sering dilakukan, dan dipelajari dengan
lebih baik.

Penguatan dan Hukuman.


Penguatan (reinforcement) adalah konsekuensi yang meningkatkan probabilitas bahwa
suatu perilaku akan terjadi. Hukuman(punishment) adalah konsekuensi yang menurunkan
probabilitas terjadinya suatu perilaku.
Skinner membagi penguatan ini menjadi dua bagian:

ü Penguatan positif adalah penguatan berdasarkan prinsip bahwa frekuensi respons


meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung (rewarding). Bentuk-bentuk
penguatan positif adalah berupa hadiah (permen, kado, makanan), perilaku (senyum,
menganggukkan kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol), atau
penghargaan (nilai A, Juara 1, 2 atau 3).
ü Penguatan negatif, adalah penguatan berdasarkan prinsip bahwa frekuensi respons
meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang merugikan (tidak
menyenangkan). Bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain: menunda/tidak memberi
penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang
(menggeleng, kening berkerut, muka kecewa).
Perbedaan antara penguatan positif dan penguatan negatif adalah dalam penguatan
positif ada sesuatu yang ditambahkan atau diperoleh, sedangkan penguatan negatif ada
sesuatu yang dikurangi atau dihilangkan. Agar istilah ini tidak rancu, ingat bahwa penguatan
negatif meningkatkan probabilitas terjadinya suatu perilaku, sedangkan hukuman
menurunkan probabilitas terjadinya perilaku. Berikut ini disajikan contoh dari konsep
penguatan positif, negatif, dan hukuman (J.W Santrock, 274).
REFERENSI

Robbins, Stephen P., & Judge, Timothzy A. (2009) . Perilaku Organisasi. Jakarta :Salemba
Empat.

Ardana, Komang. 2009. Perilaku Keorganisasian. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai