Anda di halaman 1dari 15

Good Corporate Governance

“Good Corporate Governance Di Dunia, Asia dan Indonesia”

Dosen Pengajar : Dr. Ni Made Dwi Ratnadi, S.E., M.Si., Ak., CA

Oleh:

Kelompok 5 :

I Made Dwi Darma Budiawan (1515351142 / 19)

Pita Qurnia Amir (1515351143 / 20)

Ida Ayu Arina Mahadewi (1515351153 / 23)

PROGRAM NON REGULER

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA
2018
1.1 GOOD CORPORATE GOVERNANCE DI DUNIA

1.1.1 Pemicu Timbulnya Good Corporate Governance di Dunia

Pada awal dekade 2000an dunia dikejutkan oleh tumbangnya perusahaan –


perusahaan raksasa terkemuka di berbagai negara industri maju termasuk Amerika Serikat,
Inggris, Itali, Australia, Singapura, dan Hongkong. Regulator pemerintah tiap negara dan
pakar manajemen memberikan kesimpulan bahwa penyebab utama tumbangnya perusahaan
perusahaan besar tersebut adalah karena lemahnya penerapan prinsip – prinsip good
corporate governance mereka.

Kelemahan corporate governance tersebut antara lain ditandai oleh berbagai


macam hal, diantaranya yaitu :

1. Renggangnya hubungan antara para pemegang saham dengan manajemen


perusahaan.
2. Lemahnya peranan dewan pengurus dalam mengarahkan dan mengendalikan
kebijaksanaan dan pengelolaan harta, utang, dan operasi bisnis perusahaan.
3. Semakin bebasnya manajemen perusahaan mengelola dan mengambil keputusan –
keputusan penting yang bersangkutan dengan kelangsungan hidup perusahaan.
4. Tidak transparan, akurat, dan tepat waktunya penyampaian laporan perkembangan
bisnis dan laporan keuangan oleh manajemen perusahaan kepada para pemegang
saham dan kreditur.
5. Dalam banyak kasus auditor yang mengaudit laporan keuangan perusahaan tidak
bekerja di bawah pengawasan langsung dari komite audit

Kelemahan - kelemahan corporate governance itulah yang memberikan peluang dewan


pengurus dan manajemen perusahaan yang memiliki moral dan etika bisnis yang buruk
mengelola perusahaan demi kepentingan pribadi atau golongan mereka bukan demi
kepentingan perusahaan. Dalam melakukan penyalah gunaan jabatan tersebut tidak sedikit
manajemen perusahaan berkolusi dengan institusi profesi papan atas seperti penasehat
hukum, perusahaan konsultan, dan perusahaan akuntan publik.

Reaksi Dunia Internasional

Kejatuhan perusahaan raksasa multinasional pada awal tahun 2000an menyadarkan


masyarakat bisnis dan pemerintah bahwa corporate governance di negara mereka perlu di
reformasi. Dua negara yang paling serius menangani imbas skandal perusahaan – perusahaan
publik di dunia itu adalah Inggris dan Amerika Serikat. Hal itu disebabkan karena pasar
modal di kedua negara itu merupakan motor perkembangan ekonomi mereka.

Reaksi pemerintahan kerajaan Inggris terhadap skandal yang terjadi di perusahaan –


perusahaan serta kejatuhan perusahaan publik adalah :

1. Pemerintah Inggris mengeluarkan pendapat tentang reformasi persyaratan


perusahaan publik. Pendapat tersebut dituangkan dalam sebuah makalah yang
berjudul Modernizing Company Law. Selain itu regulator keuangan Inggris The
Financial Service Authority (FSA) menerbitkan pedoman tentang penyusunan
laporan keuangan perusahaan public, dimana mereka diharuskan untuk
mengungkapkan secara transparan semua transaksi bisnis yang dilakukan.
2. Pemerintah Inggris membentuk komite – komite corporate governance. Komite
tersebut menyusun laporan – laporan yang memuat pendapat dan saran bagaimana
cara memperbaharui peraturan tentang corporate governance dan nantinya
perusahaan – perusahaan harus mematuhi saran – saran yang diajukan komite
tersebut.

Reaksi Amerika Serikat terhadap skandal yang terjadi di perusahaan – perusahaan


serta kerjatuhan perusahaan publik adalah :

1. Pemerintah Amerika Serikat mengundangkan undang – undang tentang reformasi


corporate governance yang disebut Sarbanes Oxley Act yang memuat tentang
ketentuan ketentuan baru yang tegas tentang perlindungan hak dan kepentingan
pemegang saham dan karyawan perusahaan publik. Selain itu Sarbanes Oxley Act
menentukan bahwa anggota dewan pengurus wajib menguasai dasar – dasar ilmu
manajemen keuangan.
2. Sarbanes Oxley Act mewajibkan perusahaan melakukan pengungkapan laporan
keuangan secara transparan serta diwajibkan untuk menggunakan auditor
independen dan menerapkan standar auditing yang ditetapkan US Public
Accounting Oversight Board (PCAOB).

Reaksi Australia terhadap skandal yang terjadi di perusahaan – perusahaan serta


kerjatuhan perusahaan publik adalah :
1. Pemerintah Australia menerbitkan pedoman good corporate governance bagi
perusahaan – perusahaan publik serta memperbaharui undang – undang tentang
perusahaan Australia.
2. Pemerintah Australia menyusun program untuk meninjau kembali regulasi audit
dan pengungkapan informasi perusahaan yang disebut Corporate Law Economic
Reform Program (CLERP). Program tersebut juga mengaktifkan partisipasi
pemegang saham dalam meningkatkan akuntabilitas dan transparansi perusahaan –
perusahaan public.

Perkembangan Good Corporate Governance

Corporate governance sudah bukan merupakan pilihan lagi bagi pelaku bisnis, tetapi
sudah merupakan suatu keharusan dan kebutuhan vital serta sudah merupakan tuntutan
masyarakat. Setiap tindakan memerlukan pertanggungjawaban yang baik. Penerapan GCG
didukung oleh Organisation for Economic Cooperation and Development dengan penerbitan
prinsip prinsip GCG yang bertujuan untuk membantu negara-negara baik negara anggota
OECD maupun bukan anggota OECD untuk menerapkan GCG di negaranya terutama untuk
dapat menyediakan pedoman dan saran-saran bagi bursa saham, investor, perusahaan, dan
pihak-pihak lain yang memiliki peranan dalam proses pengembangan GCG.

2.1 GOOD CORPORATE GOVERNANCE DI ASIA

Good Corporate Governance menjadi penting untuk Asia dalam beberapa tahun
terakhir dengan sebagian besar pasar telah memperkenalkan peraturan yang
komprehensif. Regulator perusahaan dan investor memiliki peran penting dalam Good
Corporate Governance. Meskipun masih ada beberapa kekurangan dalam kerangka
peraturan di banyak negara di kawasan Asia ini yang berfungsi untuk melumpuhkan
manfaat apa yang telah dicapai. Meskipun ada perusahaan yang sadar melebihi standar
tata kelola juga ada bukti yang jelas bahwa pendekatan terhadap masalah pemerintahan
oleh banyak perusahaan di Asia berjumlah lebih sedikit. Hal ini menunjukkan hubungan
yang kuat antara praktik Good Corporate Governance yang baik dan keuntungan
finansial.
2.1.1 Pedoman Good Corporate Governance Di Malaysia
Pedoman Good Corporate Governance (The Malaysian Code on Corporate
Governance) iniditerbitkan oleh Bursa Efek Malaysia dan kewajiban untuk melaksanakan
Pedoman inidiatur dalam peraturan tentang pencatatan efek di bursa efek tersebut. Pedoman
iniditerbitkan pada tahun 2007 dan merupakan revisi atas pedoman yang
diterbitkansebelumnya.
1. Metode penerapan Pedoman Good Corporate Governance
Penerapan Pedoman Good Corporate Governance bagi perusahaan bersifat complyand
explain. Dengan demikian tidak ada sanksi apabila perusahaan tidak menerapkan seluruh
aspek dalam Pedoman tersebut. Bagi perusahaan yang tercatat di bursa efek Malaysia, prinsip
prinsip Good Corporate Governance dan praktik-praktik terbaik yang telah diterapkan
perusahaan wajib diungkapkan dalam laporan tahunan. Perusahaanjuga wajib
mengidentifikasi prinsip dan praktik terbaik yang tidak dilaksanakan disertaialasan atas
ketidakpatuhan tersebut. Apabila perusahaan mengadopsi praktek tatakelola negara lain, hal
ini juga harus diungkapkan.
2. Sanksi atas ketidakpatuhan terhadap Pedoman Good Corporate Governance
Penerapan Pedoman Good Corporate Governance bersifat comply and explains
sehingga tidak terdapat sanksi dalam hal perusahaan tidak menerapkan seluruh aspek dalam
Pedoman Good Corporate Governance. Namun terdapat kewajiban untuk mengungkapkan
pelaksanaan dari Pedoman tersebut dalam laporan tahunan. Dengan demikian bagi
perusahaan yang tercatat atau akan mencatatkan sahamnya di bursatidak mengungkapkan
dalam laporan tahunannya terkait dengan penerapan tata kelola, Bursa Malaysia dapat
mengambil tindakan terhadap perusahaan atau direksisebagaimana tercantum dalam
Persyaratan Listing di Bursa Malaysia.
3. Ruang lingkup Pedoman Good Corporate Governance
Pedoman Good Corporate Governanc terdiri dari tiga bagian yaitu :
a) Bagian 1 :
Memuat prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang luas yang berlaku
di Malaysia. Tujuan dari prinsip-prinsip ini adalah untuk memungkinkan fleksibilitas
perusahaan dalam menerapkan prinsip-prinsip sesuai dengan keadaan masingmasing
perusahaan.
b) Bagian 2 :
Menetapkan praktik-praktik terbaik dalam tata kelola perusahaan.
Mengidentifikasi seperangkat pedoman atau praktek yang dimaksudkan untuk
membantu perusahaan dalam merancang pendekatan mereka terhadap tata kelola
perusahaan yang baik bagi perusahaannya.
c) Bagian 3 :
Dorongan atau himbauan bagi pihak-pihak selain tersebut di atas yang bersifat
sukarela. Hal ini tidak ditujukan kepada perusahaan yang terdaftar tetapi untuk
investor dan auditor untuk meningkatkan peran mereka dalam tata kelola perusahaan.
Adapun ruang lingkup dari Pedoman Good Corporate Governance tersebut adalah :
 The Board Structure, Duties and Effectiveness
 The Audit Committee and its Challenges
 Assessing the Risk and Control Environment
 Effective Oversight of Financial Reporting
 Internal and External Audit: “Eyes And Ears” of Audit Committee
 Conflict of Interest and Related Party Transactions
 Nominating Committee
 Remuneration Committee
 Shareholder Relations

2.1.2 Pedoman Good Corporate Governance Di Singapura


1. Metode Penerapan Pedoman Good Corporate Governance
Metode penerapan Pedoman Good Corporate Governance bersifat comply and
explain. Selanjutnya berdasarkan ketentuan pencatatan efek di Bursa efek Singapore
mengharuskan perusahaan tercatat untuk mengungkapkan praktik tata kelola mereka
dalam laporan tahunan dengan referensi khusus kepada prinsip-prinsip yang terdapat
dalam Pedoman. Perusahaan juga wajib mengungkapkan dan menjelaskan setiap
perbedaan pelaksanaannya dari Pedoman tersebut. Perusahaan juga didorong untuk
melakukan konfirmasi positif tentang pemenuhan prinsip-prinsip tata kelola dan
mengungkapkan setiap ketidak patuhan terhadap prinsip-prinsip tersebut dalam
laporan tahunan perusahaan.
2. Sanksi atas ketidakpatuhan
Penerapan Pedoman Good Corporate Governance oleh perusahaan hanya
bersifat voluntary. Oleh karena itu, tidak ada sanksi bagi perusahaan yang tidak
menerapkannya. Akan tetapi, perusahaan harus menjelaskan dengan rinci alasan untuk
tidak menerapkannya.
3. Ruang lingkup Pedoman Good Corporate Governance
Ruang lingkung Tata Kelola perusahaan
a) Board Matters
b) Remuneration Matters
c) Accountability and Audit
d) Communication with Shareholders
e) Disclosure of Corporate Governance Arrangements

2.1.3 Pedoman Good Corporate Governance Di Thailand


1. Metode Penerapan Pedoman Good Corporate Governance
Metode penerapan Pedoman Good Corporate Governance di Thailand bersifat
Comply or Explain . Oleh karena itu, Stock Exchange of Thailand (SET) mengharapkan
perusahaan untuk mengikuti Pedoman Good Corporate Governance tersebut. Selain
itu, perusahaan dapat mengadaptasi prinsip-prinsip Good Corporate Governance sesuai
kebutuhan fungsional tiap perusahaan. Bagi perusahaan yang memilih untuk tidak
mematuhi prinsip Good Corporate Governance, diharuskan menjelaskan secara rinci
alasan untuk tidak menerapkannya.Perusahaan Tercatat telah diminta untuk mulai
mengungkapkan pelaksanaan prinsip-prinsip Good Corporate Governance pada tahun
2007 pada Laporan Tahunan perusahaan. Selain itu, perusahaan yang terdaftar harus
mengungkapkan penerapan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good
Corporate Governance) melalui media komunikasi yang yang paling nyaman bagi
Perusahaan, pemegang saham, investor, stakeholder lainnya dan pihak-pihak terkait.
Salah satu saluran yang disarankan adalah situs web perusahaan.
2. Sanksi atas ketidakpatuhan
Penerapan Pedoman Good Corporate Governance oleh perusahaan hanya bersifat
voluntary. Oleh karena itu, tidak ada sanksi bagi perusahaan yang tidak menerapkannya.
Akan tetapi, perusahaan harus menjelaskan dengan rinci alasan untuk tidak menerapkannya.
3. Ruang lingkup Pedoman Good Corporate Governance
Prinsip-prinsip dan praktek-praktek terbaik Good Corporate Governance Perusahaan tercatat
yang direkomendasikan oleh SET (Stock Exchange of Thailand) mencakup 5 kategori yaitu:
a) Hak Pemegang Saham (Rights of Shareholders)
b) Perlakuan Adil kepada Pemegang Saham (Equitable Treatment of
Shareholders)
c) Peran Pemangku Kepentingan (Role of Stakeholders)
d) Keterbukaan dan Transparansi (Disclosure and Transparency)
e) Tanggung Jawab Dewan Direksi (Responsibilities of the Board)

2.1.4 Pedoman Good Corporate Governance Di Philipina


Sesuai dengan kebijakan Negara untuk secara aktif mempromosikan reformasi tata
kelola perusahaan yang bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan investor,
mengembangkan pasar modal dan membantu mencapai pertumbuhan yang tinggi dan
berkelanjutan untuksector korporasi dan ekonomi, Securities Commission, melalui
Resolusi No.135, Seri 4 April 2002, menyetujui berlakunya dan pelaksanaan Pedoman
Good Corporate Governance ini.Pedoman ini berlaku untuk perusahaan efek yang tercatat
atau terdaftar, perusahaan penerima izin/lisensi dan perusahaan publik. Pedoman Good
Corporate Governance ini juga berlaku untuk cabang atau anak perusahaan dari
perusahaan asing yang beroperasi di Filipina yang terdaftar.
1. Metode Penerapan Pedoman Good Corporate Governance
Penerapan Pedoman Good Corporate Governance di Philipina merupakan suatu
kewajiban. Penegakan hukum atas pelaksanaan Pedoman Good Corporate Governance
tersebut dilakukan oleh Securities and Exchange Commission dan dapat dikenakan
sanksi. Bursa Efek Philipina mewajibkan perusahaan tercatat untuk melaporkan secara
periodic mengenai kepatuhan terhadap manual tata kelola termasuk hal-hal yang belum
dapat dipenuhi wajib diungkapkan lengkap dengan alasannya.
2. Sanksi atas ketidakpatuhan terhadap Pedoman Good Corporate Governance
Kegagalan untuk mengadopsi manual tata kelola perusahaan seperti yang
ditentukan untuk perusahaan, setelah pemberitahuan waktu dan alasan jatuh tempo
dikenakandenda sebesar P100, 000.00.
3. Ruang lingkup Pedoman Good Corporate Governance
a) The Board Governance
b) Supply Information
c) Accountability and Audit
d) Stockholders’ Rights and Protection of Minority Stockholders’ Interests
e) Evaluation Systems
f) Disclosure and Transparency
g) Commitment to Corporate Governance
h) Administrative Sanction
2.2 GOOD CORPORATE GOVERNANCE DI INDONESIA

Sulit dipungkiri, selama sepuluh tahun terakhir ini, istilah Good Corporate
Governance (GCG) kian populer. Tak hanya populer, istilah tersebut juga ditempatkan di
posisi terhormat. Pertama, GCG merupakan salah satu kunci sukses perusahaan untuk
tumbuh dan menguntungkan dalam jangka panjang, sekaligus memenangkan persaingan
bisnis global. Kedua, krisis ekonomi di kawasan Asia dan Amerika Latin yang diyakini
muncul karena kegagalan penerapan GCG. Pada tahun 1999, kita melihat negara-negara di
Asia Timur yang sama-sama terkena krisis mulai mengalami pemulihan, kecuali Indonesia.
Harus dipahami bahwa kompetisi global bukan kompetisi antarnegara, melainkan
antarkorporat di negara-negara tersebut. Jadi menang atau kalah, menang atau terpuruk, pulih
atau tetap terpuruknya perekonomian satu negara bergantung pada korporat masing-masing .
Pemahaman tersebut membuka wawasan bahwa korporat kita belum dikelola secara benar.
Dalam bahasa khusus, korporat kita belum menjalankan governansi . Survey dari Booz-Allen
di Asia Timur pada tahun 1998 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki indeks corporate
governance paling rendah dengan skor 2,88 jauh di bawah Singapura (8,93), Malaysia (7,72)
dan Thailand (4,89). Rendahnya kualitas GCG korporasi-korporasi di Indonesia ditengarai
menjadi kejatuhan perusahaan-perusahaan tersebut.

2.2.1 Tahap-Tahap Penerapan GCG

Salah satu tujuan utama ditegakannya good corporate governance ialah untuk
menciptakan sistem yang dapat menjaga keseimbangan dalam pengendalian perusahaan
sedemikian rupa sehingga mampu mengurangi peluang terjadinya kesalahan mengelola (miss
management), menciptakan insentif bagi manajer untuk memaksimumkan produktivitas
penggunaan aset sehingga menciptakan nilai tambah perusahaan yang optimal. Dalam
pelaksanaan penerapan GCG di perusahaan adalah penting bagi perusahaan untuk melakukan
pentahapan yang cermat berdasarkan analisis atas situasi dan kondisi perusahaan, dan tingkat
kesiapannya, sehingga penerapan GCG dapat berjalan lancar dan mendapat dukungan dari
seluruh unsur di dalam perusahaan. Beberapa tahapan dalam menerapkan GCG yaitu:

1. Tahap persiapan
Tahap ini terdiri atas tiga langkah utama yaitu:
a) Awareness Building
b) GCG Assessment
c) GCG Manual Building
2. Tahap implementasi
Tahap ini terdiri atas tiga langkah utama yaitu:
a) Sosialisasi
b) Implementasi
c) Internalisasi
3. Tahap evaluasi
Tahap evaluasi adalah tahap yang perlu dilakukan secara teratur dari waktu ke
waktu untuk mengukur sejauh mana efektifitas penerapan GCG telah dilakukan
dengan meminta pihak independen melakukan audit implementasi dan scoring atas
praktek GCG yang ada. Dalam hal membangun GCG, dan terkait dengan
pengembangan sistem, yang diharapkan akan mempengaruhi perilaku setiap individu
dalam perusahaan yang pada gilirannya akan membentuk kultur perusahaan yang
bernuansa GCG, maka diperlukan langkah-langkah berikut:
1. Menetapkan visi, misi, rencana strategis, tujuan perusahaan, serta system
operasional pencapaiannya secara jelas;
2. Mengembangkan suatu struktur yang menjaga keseimbangan peran dan
fungsi organ perusahaan (check and balance);
3. Membangun sistem informasi, baik untuk keperluan proses pengambilan
keputusan maupun keperluan keterbukaan informasi material dan relevan
mengenai perusahaan;
4. Membangun sistem audit yang handal, yang tak terbatas pada kepatuhan
terhadap peraturan dan prosedur operasi standar, tetapi juga mencakup
pengendalian risiko perusahaan;
5. Membangun sistem yang melindungi hak-hak pemegang saham secara
adil dan setara diantara pemegang saham;
6. Membangun sistem pengembangan SDM, termasuk pengukuran
kinerjanya.
2.2.2 Penerapan GCG di Indonesia
Krisis ekonomi yang menghantam Asia yang terjadi beberapa tahun lalu.
ternyata berdampak luas teutama dalam merontokkan rezim-rezim politik yang
berkuasa di Korea Selatan, Thailand, dan Indonesia. Ketiga Negara yang diawal
tahun 1990-an dipandang sebagai “the Asian tiger”, harus mengakui bahwa
pondasi ekonomi mereka rapuh, yang pada akhirnya merambah pada krisis
politik.
Setelah itu, sejak krisis tersebut melanda, kita sekarang dapat melihat
pertumbuhan kembali Negara-negara yang amat terpukul oleh krisis tersebut.
Korea Selatan yang pernah terjangkit kejahatan financial yang melibatkan para
eksekutif puncak perusahaan-perusahaan blue-chip, kini telah pulih.
Perkembangan yang sama juga terlihat dengan Thailand maupun Negara-negara
ASEAN lainnya.
Kajian yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) menunjukkan
beberapa faktor yang memberi kontribusi pada krisis di Indonesia. Pertama,
konsentrasi kepemilikan perusahaan yang tinggi; kedua, tidak efektifnya fungsi
pengawasan dewan komisaris, ketiga; inefisiensi dan rendahnya transparansi
mengenai prosedur pengendalian merger dan akuisisi perusahaan; keempat,
terlalu tingginya ketergantungan pada pendanaan eksternal; dan kelima, ketidak
memadainya pengawasan oleh para kreditor.
Tantangan terkini yang dihadapi masih belum dipahaminya secara luas
prinsip-prinsip dan praktek good corporate governance oleh kumunitas bisnis
dan publik pada umumnya (Daniri, 2005). Akhirnya komunitas internasional
masih menempatkan Indonesia pada urutan bawah rating implementasi GCG
sebagaimana dilakukan oleh Standard & Poor, CLSA, Pricewaterhouse Coopers,
Moody`s Morgan, and Calper`s.
2.2.3 Implementasi GCG
Terdapat tiga arah agenda penerapan GCG di Indonesia (BP BUMN, 1999)
yakni, menetapkan kebijakan nasional, menyempurnaan kerangka nasional dan
membangun inisiatif sektor swasta. Terkait dengan kerangka regulasi, Bapepam
bersama dengan self-regulated organization (SRO) yang didukung oleh Bank
Dunia dan ADB telah menghasilkan beberap proyek GCG seperti JSX Pilot
project. Seiring dengan proyek-proyek ini, kementerian BUMN juga telah
mengembangkan kerangka untuk implementasi GCG.
Dalam kaitan dengan peran dan fungsi tersebut, BAPEPAM dapat
memastikan bahwa berbagai peraturan dan ketentuan yang ada, terus menerus
disempurnakan, serta berbagai pelanggaran yang terjadi akan mendapatkan
sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.Dalam hal regulatory framework, untuk
mengkaji peraturan perundang-undangan yang terkait engan korporasi dan
program reformasi hukum, pada umumnya terdapat beberapa capaian yang
terkait dengan implementasi GCG seperti diberlakukannya undang-undang
tentang Bank Indonesia di tahun 1998, undang-undang anti korupsi tahun 1999,
dan undang-undang BUMN, serta privatisasi BUMN tahun 2003.
Demikian pula dengan proses amandemen undang-undang perseroan
terbatas, undang-undang pendaftaran perusahaan, serta undang-undang kepailitan
yang saat ini masih sedang dalam proses penyelesaian. Dalam pelaksanaan
program reformasi hukum, terdapat beberapa hal penting yang telah diterapkan,
misalnya pembentukan pengadilan niaga yang dimulai tahun 1997 dan
pembentukan badan arbitrasi pasar modal tahun 2001.
Dalam penerapan GCG di Indonesia, seluruh pemangku kepentingan turut
berpartisipasi. Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance yang diawal
tahun 2005 di ubah menjadi Komite Nasional Kebijkan Governance telah
menerbitkan pedoman GCG pada bulan Maret 2001. Pedoman tersebut kemudian
disusul dengan penerbitan Pedoman GCG Perbankan Indonesia, Pedoman untuk
komite audit, dan pedoman untuk komisaris independen di tahun 2004. Semua
publikasi ini dipandang perlu untuk memberikan acuan dalam
mengimplementasikan GCG.
Pemerintah pun melakukan upaya-upaya khusus bergandengan tangan
dengan komunitas bisnis dalam mensosialisasikan dan mengimplementasikan
GCG. Dua sektor penting yakni BUMN dan Pasar Modal telah menjadi perhatian
pemerintah. Aspek baru dalam implementasi GCG di lingkungan BUMN adalah
kewajban untuk memiliki statement of corporate intent (SCI). SCI pada dasarnya
adalah komitmen perusahaan terhadap pemegang saham dalam bentuk suatu
kontrak yang menekankan pada strategi dan upaya manajemen dan didukung
dengan dewan komisaris dalam mengelola perusahaan. Terkait dengan SCI,
direksi diwajibkan untuk menanda tangani appointment agreements (AA) yang
merupakan komitmen direksi untuk memenuhi fungsi-fungsi dan kewajiban yang
diembannya. Indikator kinerja direksi terlihat dalam bentuk reward and
punishment system dengan meratifikasi undang-undang BUMN.
Pasar modal juga perlu menerapkan prinsipprinsip GCG untuk perusahaan
publik. Ini ditunjukkan melalui berbagai regulasi yang dikeluarkan oleh Bursa
Efek Jakarta (BEJ), yang menyatakan bahwa seluruh perusahaan tercatat wajib
melaksanakan GCG. Implementasi GCG dimaksudkan untuk meningkatkan
perlindungan kepentingan investor, terutam para pemegang saham di perusahaan-
perusahaan terbuka.
Di samping itu, implementasi GCG akan mendorong tumbuhnya
mekanisme check and balance di lingkungan manajemen khususnya dalam
member perhatian kepada kepentingan pemegang saham dan pemangku
kepentingan lainnya. Hal ini terkait dengan peran pemegang saham pengendali
yang berwenang mengangkat komisaris dan direksi, dan dapat mempengaruhi
kebijakan perusahaan. Di samping pelindungan investor, regulasi mewajibkan
system yang menjamin transparansi dan akuntabilitas dalam transaksi bisnis antar
perusahaan dalam satu grup yang berpotensi menimbulkan benturan kepentingan.
Semangat untuk memperoleh persetujuan publik dalam transaksi, merupakan
bentuk penerapan prinsip akuntabilitas. Diperkenalkannya komisaris independen,
komite audit, dan sekretaris perusahaan juga menjadi fokus regulasi BEJ.
Independensi komisaris dimaksudkan untuk memastikan bahwa komisaris
independen tidak memiliki afiliasi dengan pemegang saham, dengan direksi dan
dengan komisaris; tidak menjabat direksi di perusahaan lain yang terafiliasi; dan
memahami berbagai regulasi pasar modal. Sedangkan terkait dengan kewajiban
untuk memiliki direktur independen, dalam sistem two tier yang kita anut, justru
akan lebih efektif bilamana bursa mewajibkan perusahaan untuk memiliki komite
nominasi dan remunerasi. Tujuan pedoman tersebut adalah untuk meningkatkan
kualitas disclosure perusahaan-perusahaan publik. Pedoman ini merupakan hasil
kolaborasi antara BEJ, IAI, AEI, dan Bapepam. Perkembangan terbaru di Pasar
modal adalah batas waktu penyerahan laporan tahunan yakni 90 hari sejak tutup
buku, lebih pendek dari regulasi sebelumnya yakni 120 hari. Regulasi ini
merupakan indikasi kekonsistenan penegakan GCG oleh Bapepam.
2.2.4 GCG di Lingkungan Perbankan
Dalam undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan, secara umum
telah diatur ketentuan yang terkait dengan GCG baik yang termasuk governance
structure, governance process, maupun governance outcome. Governance
structure terdiri atas (LAN dan BPKP,2000) : pertama, uji kelayakan dan
kepatutan, (fit and proper test), yang mengatur perlunya peningkatan kompetensi
dan integritas manajemen perbankan melalui uji kelayakan dan kepatutan
terhadap pemilik, pemegang saham pengendali, dewan komisaris, direksi, dan
pejabat eksekutif bank dalam aktivitas pengelolaan bank.
Kedua, independensi manajemen bank, di mana para anggota dewan
komisaris dan direksi tidak boleh memiliki hubungan kekerabatan atau memiliki
hubungan financial dengan dewan komisaris dan direksi atau menjadi pemegang
saham pengendali di perusahaan lain.
Ketiga, ketentuan bagi direktur kepatutan dan peningkatan fungsi audit
bank publik. Dalam standar penerapan fungsi internal audit bank publik, bank
diwajibkan untuk menunjuk direktur kepatuhan yang bertanggung jawab atas
kepatuhan bank terhadap regulasi yang ada.
Strategi dan rencana Bank Indonesia mewajibkan bank untuk memikili
rencana dan anggaran jangka panjang dan menengah dalam bentuk keputusan
dewan direksi bank Indonesia tahun 1995, yang dimaksudkan bagi bank untuk
memiliki strategi korporasi dan yang tertuang dengan jelas, termasuk nilai-nilai
yang harus dikomunikasikan kepada seluruh tingkatan di dalam organisasi dan
resikoresiko pengendalian.
Mengenai governance outcome, Bank Indonesia juga telah mengeluarkan
beberapa peraturan, antara lain transparansi mengenai kondisi keuangan bank dan
peningkatan peran auditor eksternal. Bank diwajibkan untuk mengungkapkan non
performingloan (NPL), pemegang saham pengendali dan afiliasinya, praktik
manajemen resiko dalam pelaporan keuangan.
2.2.5 Peran BAPEPAM
Bapepam secara langsung maupun tidak langsung telah mendorong
implementasi prinsip-prinsip GCG di Indonesia, dengan menerbitkan peraturan
dan kebijakan yang terkait dengan GCG. Peraturanperaturan tersebut antara lain
menyangkut keputusan Bapepam mengenai prinsip transparansi yang
mewajibkan perusahaan untuk mengungkapkan informasi kepada publik,
disclosure mengenai beberapa aspek yang terkait dengan pemegang saham,
transaksi material, dan perubahan dalam aktivitas bisnis inti, keputusan mengenai
merger dan akuisisi perusahaan publik, serta ketentuan tentang pengungkapan
mengenai apakah suatu perusahaan tengah dalam proses peradilan kepailitan.

DAFTAR PUSTAKA
Wulandari, Etty Retno.Good Corporate Governance(Konsep, Prinsip dan Praktik).Lembaga
Komisaris dan Direktur Indonesia(LKDI)
www.bapepam.go.id
Sutojo, Siswanto & Aldridge, John. Good Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan
Yang Sehat), Jakarta : PT Damar Mulia Pustaka, 2008

Anda mungkin juga menyukai