Anda di halaman 1dari 7

SPONDILITIS

I. KONSEP TEORI

A. Pengertian

Spondilitis merupakan inflamasi pada vertebra ( Spondyle),bentuk spondilitis yang paling sering
terjadi adalah Spondilitis ankilosis (SA)kadang pula disebut Spondilitis Megankilosis yang merupakan
penyakit inflamasi kronik, bersifat sistemik, ditandai dengan kekakuan progresif, dan terutama
menyerang sendi tulang belakang (vertebra)sendi sakroiliaka serta kostovertebral ditandai oleh
vertebra yang mengalami fibrosis dan ankilosis (fiksasi tulang/kekakuan ) akibat osifikasi ligamen dan
sendi,. Penyakit ini dapat melibatkan sendi-sendi perifer, sinovia, dan rawan sendi. Terserangnya
sendi sakroiliaka merupakan tanda khas penyakit ini. Ankilosis vertebra biasanya terjadi pada
stadium lanjut dan jarang terjadi pada penderita yang gejalanya ringan. Nama lain SA adalah Marie
Strumpell disease atau Bechterew's disease.

B. Etiologi

Penyebab tidak diketahui ,dicurigai adanya kaitannya dengan faktor genetik , kurang lebih 90%
penderita yang didiagnosa sebagai ankilosan spondilitis juga memiliki antigen HLA-B27 positif.

C. Patofisiologi

Spondilitis ankilosis menyerang tulang rawan dan fibrokartilago sendi pada tulang belakang dan
ligamen – ligamen para vertebral. Apabila diskusvertebral \is juga terinvasi oleh jaringan vaskular dan
fibrosa maka akan timbul kalsifikasi sendi- sendi dan struktur artikular .Kalsifikasi yang terjadi pada
jaringan lunak akan menjembatani satu tulang vertebra dengan vertebra lainnya.Jaringan sinovial
disekitar sendi yang terserang akan meradang .Penyakit jantung juga dapat timbul bersamaan
dengan penyakit ini.

D. Insidensi

Penyakit ini termasuk jarang dan insidensnya sebanding dengan artritis rematoid. Sekitar 20% donor
darah menderita kelainan sakroilitis. Manifestasi biasanya dimulai pada masa remaja dan jarang di
atas 40 tahun, lebih banyak pada pria daripada wanita (5 : 1). Angka kekerapan bervariasi antara 1,0-
-4,7%.

E. Gejala Klinik

1. Gejala utama SA adalah adanya sakroilitis. Perlangsungannya secara gradual dengan nyeri hilang
timbul pada pinggang bawah dan menyebar ke bawah pada daerah paha

2. Gejala klinik SA dapat dibagi dalam manifestasi skeletal dan ekstraskeletal.

a. Manifestasi skeletal berupa artritis aksis, artritis sendi panggul dan bahu, artritis perifer,
entensopati, osteoporosis, dan fraktur vertebra. Keluhan yang umum dan karakteristik awal penyakit
ialah nyeri pinggang dan sering menjalar ke paha. Nyeri biasanya menetap lebih dari 3 bulan, disertai
dengan kaku pinggang pada pagi hari, dan membaik dengan aktivitas fisik atau bila dikompres air
panas. Nyeri pinggang biasanya tumpul dan sukar ditentukan lokasinya, dapat unilateral atau
bilateral. Nyeri bilateral biasanya menetap, beberapa bulan kemudian daerah pinggang bawah
menjadi kaku dan nyeri. Nyeri ini lebih terasa seperti nyeri bokong dan bertambah hebat bila batuk,
bersin, atau pinggang mendadak terpuntir. Inaktivitas lama akan menambah gejala nyeri dan kaku.
Keluhan nyeri dan kaku pinggang merupakan keluhan dari 75% kasus di klinik. Nyeri tulang juksta-
artikular dapat menjadi keluhan utama, misalnya entesis yang dapat menyebabkan nyeri di
sambungan kostosternal, prosesus spinosus, krista iliaka, trokanter mayor, tuberositas tibia atau
tumit. Keluhan lain dapat berasal dari sendi kostovertebra dan manubriosternal yang menyebabkan
keluhan nyeri dada, sering disalahdiagnosiskan sebagai angina.

b. Manifestasi ekstraskeletal berupa iritis akut, fibrosis paru, dan amiloidosis. Manifestasi di luar
tulang terjadi pada mata, jantung, paru, dan sindroma kauda ekuina. Manifestasi di luar tulang yang
paling sering adalah uveitis anterior akut, biasanya unilateral, dan ditemukan 25--30% pada penderita
SA dengan gejala nyeri, lakrimasi, fotofobia, dan penglihatan kabur. Manifestasi pada jantung dapat
berupa aorta insufisiensi, dilatasi pangkal aorta, jantung membesar, dan gangguan konduksi. Pada
paru dapat terjadi fibrosis, umumnya setelah 20 tahun menderita SA, dengan lokasi pada bagian
atas, biasanya bilateral, dan tampak bercak-bercak linier pada pemeriksaan radiologis, menyerupai
tuberkulosis

3. Keluhan konstitusional biasanya sangat ringan, seperti anoreksia, kelemahan, penurunan berat
badan, dan panas ringan yang biasanya terjadi pada awal penyakit.

F. Pemeriksaan Fisik

Pada stadium awal dapat ditemukan tanda sakroilitis yang ditandai dengan nyeri tekan pada sendi
sakroiliaka. Stadium berikutnya, rasa nyeri dapat hilang karena peradangan diganti dengan fibrosis
dan atau dengan ankilosis. Pada stadium lanjut ditemukan keterbatasan gerak vertebra ke semua
arah yang dapat dinilai dengan gerak laterofleksi, hiperekstensi, anterofleksi, dan rotasi. Uji Schober
sangat berguna untuk menilai keterbatasan sendi. Pemeriksa harus memperhatikan:

1. Spasme otot-otot paravertebra dan hilangnya lordosis vertebra.

2. Menurunnya mobilitas spinal ke arah anterior dan lateral.

3. Pinggang bagian bawah sukar dibengkokkan bila membungkuk

4. Berkurangnyaekspansidada

5. Nyeri di daerah prosesus spinosus torakolumbal, persendian sakroiliaka dan daerah sternum,
klavikula, krista iliaka, atau tumit.

Uji Scober dilakukan dengan posisi berdiri tegak, kemudian dibuat tanda titik pada kulit di atas
prosesus spinosus vertebra lumbal lima, kurang lebih setinggi spina iliaka posterior superior, dan titik
kedua 10 cm di atas titik pertama. Penderita diminta membungkukkan punggungnya tanpa menekuk
lutut. Normalnya, jarak kedua titik akan bertambah 5 cm atau lebih. Apabila kurang dari 15 cm
menunjukkan adanya keterbatasan gerak. Pemeriksaan ekspansi rongga dada dilakukan dengan
cara mengambil selisih jarak antara inspirasi dan ekspirasi maksimal, diukur pada sela iga4.
Normalnya, selisih ini 6—10cm.

G. Pemeriksaan Laboratorium

Tidak ada uji diagnostik yang patognomonik. Peninggian laju endap darah ditemukan pada 75%
kasus, tetapi hubungannya dengan keaktifan penyakit kurang kuat. Serum C reactive protein (CRP)
lebih baik digunakan sebagai petanda keaktifan penyakit. Kadang-kadang, ditemukan peninggian IgA.
Faktor rematoid dan ANA selalu negatif. Cairan sendi memberikan gambaran sama pada inflamasi.
Anemia normositik-normositer ringan ditemukan pada 15% kasus. Pemeriksaan HLA - B27 dapat
digunakan sebagai pembantu diagnosis.

H. Pemeriksaan Radiologi

Kelainan radiologis yang khas pada SA dapat dilihat pada sendi aksial, terutama pada sendi
sakroiliaka, diskovertebral, apofisial, kostovertebral, dan kostotransversal. Perubahan pada sendi S2
bersifat bilateral dan simetrik, dimulai dengan kaburnya gambaran tulang subkonral, diikuti erosi yang
memberi gambaran mirip pinggir perangko pos. Kemudian, terjadi penyempitan celah sendi akibat
adanya jembatan interoseus dan osilikasi. Setelah beberapa tahun, terjadi ankilosis yang komplit.
Beratnya proses sakroilitis terdiri dari 5 tingkatan berdasarkan radiologis, yaitu tingkat 0 (normal),
tingkat 1 (tepi sendi menjadi kabur), tingkat 2 (tingkat 1 ditambah adanya sclerosis periartikuler,
jembatan sebagian tulang atau pseudo widening, tingkat 3 (tingkat 2 ditambah adanya erosi dan
jembatan tulang), serta tingkat 4 (ankilosa yang lengkap). Akan terlihat gambaran squaring (segi
empat sama sisi) pada kolumna vertebra dan osifikasi bertahap lapisan superfisial anulus fibrosus
yang akan mengakibatkan timbulnya jembatan di antara badan vertebra yang disebut sindesmofit.
Apabila jembatan ini sampai pada vertebra servikal, akan membentukbamboo spine. Keterlibatan
sendi panggul memperlihatkan adanya penyempitan celah sendi yang konsentris, ketidakteraturan
subkhondral, serta formasi osteofit pada tepi luar permukaan sendi, baik pada asetabulum maupun
femoral. Akhirnya, terjadi ankilosis tulang dan pada sendi bahu memperlihatkan penyempitan celah
sendi dengan erosi.

I. Diagnosis

Agak sulit menegakkan diagnosis dini SA sebelum timbulnya deformitas yang ireversibel. Diagnosis
SA dapat ditegakkan berdasarkan Kriteria New York 1984 yang dimodifikasi

Kriteria klinis:

1. Keterbatasan gerak vertebra lumbal terhadap bidang frontal dan sagital.


2. Nyeri pinggang bawah lebih dari 3 bulan, menjadi baik dengan latihan dan tidak
hilang dengan istirahat.
3. Penurunan ekspansi dada.

Kriteria radiologis:

1. Sakroilitis bilateral tingkat


2. Sakroilitisunilateraltingkat.
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan minimal 1 kriteria radiologis ditambah 1 kriteriaklinis
Pemeriksaan B27 tidak hanya berguna sebagai penunjang diagnosis, tetapi juga bermanfaat
dalam diagnostik awal sebelum timbulnya kelainan radiologis. Beberapa studi menunjukkan
kelompok B27 dengan gejala khas SA tanpa kelainan radiologis (sakroilitis) sebagian besar
memperlihatkan kelainan radilogis setelah beberapa tahun kemudian.

J. Perawatan :

1. Menghilangkan nyeri

2. Mengurangi inflamasi

3. Latihan fisik untuk perbaikan kekuatan otot, dan memelihara postur tubuh. Latihan fisik penting
dilakukan karena penyakit ini cenderung terjadi kelainan berupa fleksi spinal yang progresif. Oleh
karena itu, otot-otot ekstensor spinal harus diperkuat.

a. Penderita dianjurkan tidur terlentang menggunakan kasur yang agak keras dengan sebuah bantal
tipis. Menggunakan bantal yang tebal atau beberapa bantal sebaiknya dihindari. Pada pagi hari,
mandi air hangat, diikuti latihan fisik untuk penguatan otot-otot belakang (sesuai dengan petunjuk
dokter atau dokter fisioterapi). Hal ini sebaiknya dilakukan di rumah secara teratur. Tidur tengkurap
selama beberapa menit dilakukan beberapa kali dalam sehari merupakan tindakan yang bermanfaat
dalam menjaga pergerakan ekstensi spinal.

b. Berenang merupakan latihan fisik yang terbaik selama otot-otot masih boleh menahan dalam
keadaan ekstensi. Fusi spinal merupakan komplikasi dari spondilitis. Karena itu, postur harus
dipertahankan dan menghindari terjadinya kontraktur dalam posisi fleksi dari bahu dan lutut.
Penderita dianjurkan setiap saat tegak, seolah-olah tumit, bokong, pundak, bahu, dan belakang
kepala selalu bersandar pada dinding.

c. Manuver lain yang perlu dilakukan adalah bernapas dalam dan gerakan fleksi lumbal yang
isometrik. Posisi postur tubuh harus diperhatikan setiap saat. Kursi dengan sandaran yang keras
dianjurkan, tetapi diutamakan lebih banyak berjalan dari pada duduk.

K. Pengobatan

Pengobatan dengan obat anti-inflamasi nonsteroid (AINS) untuk mengurangi nyeri, mengurangi
inflamasi, dan memperbaiki kualitas hidup penderita. Indometasin 75--150 mg perhari (Areumakin,
Benocid, Dialorir, Confortid) memegang rekor terbaik. Apabila penderita tidak mampu mentolerir efek
samping seperti gangguan lambung atau gangguan SSP berupa sakit kepala dan pusing, maka AINS
yang lain dapat dicoba.

Penderita yang tidak responsif dengan indometasin atau AINS yang baru lainnya dapat dicoba
dengan fenilbutazon 100-300 mg perhari. Tingginya insidens agranulositosis atau anemia aplastik
akibat efek samping obat ini dibandingkan dengan AINS yang lain perlu disampaikan pada penderita.
Jumlah eritrosit dan lekosit harus selalu dimonitor.

Preparat emas dan penisilamin telah digunakan pada penderita dengan poliatritis perifer. Publikasi
studi klinik terakhir dari sulfasalazin 2--3 gr perhari (Sulcolon tab. 500 mg) menunjukkan adanya
perbaikan, baik nyeri maupun kelainan spinal.

Bila keluhan sangat mengganggu dalam kegiatan sehari-hari dapat dipertimbangkan untuk dilakukan
artroplasti atau koreksi deformitas spinal. Tindakan ini sangat berguna untuk mengurangi keluhan
akibat deformitas tersebut.

L. Prognosis

Prognosis dari SA sangat bervariasi dan susah diprediksi. Secara umum, penderita lebih cenderung
dengan pergerakan yang normal daripada timbulnya restriksi berat. Keterlibatan ekstraspinal yang
progresif merupakan determinan penting dalam menentukan prognosis. Beberapa survei
epidemiologis menunjukkan bahwa apabila penyakitnya ringan, berkurangnya pergerakan spinal yang
ringan, dan berlangsung dalam 10 tahun pertama maka perkembangan penyakitnya tidak akan
memberat. Keterlibatan sendi-sendi perifer yang berat menunjukkan prognosis buruk. Sebagian besar
penderita dengan SA memperlihatkan keluhan serta perlangsungan yang ringan dan dapat dikontrol
sehingga dapat menjalankan tugas dan kehidupan sosial dengan baik.

Secara umum, wanita lebih ringan dan jarang progresif serta lebih banyak memperlihatkan
keterlibatan sendi-sendi perifer. Sebaliknya, bamboo spine lebih sering terlihat pada pria. Terdapat
dua gambaran yang secara langsung berpengaruh terhadap morbiditas, mortalitas, dan prognosis.
Keduanya dianggap sebagai akibat dari trauma, baik yang tidak disadari maupun trauma berat.
Awalnya, terjadi lesi destruksi pada salah satu diskovertebra, biasa terjadi pada segmen spinal yang
bisa dilokalisir, dan ditandai dengan nyeri akut atau berkurangnya tinggi badan yang mendadak.
Skintigrafi dan tomografi tulang memperlihatkan kelainan, baik elemen anterior maupun posterior.
Imobilisasi yang tepat dan diperpanjang dapat memberikan penyembuhan pada sebagian besar
kasus. Komplikasi kedua yang menyusul trauma berat maupun yang ringan berupa fraktur yang dapat
menyebabkan koropresi komplit atau inkomplit.

B. ASUHAN KEPERAWATAN

Prinsip penatalaksanaan pada spondilitis ankilosans bersifat multifokal dan berkaitan dengan tahap
penyakit, pada tahap awal penyakit Asuhan keperawatan difokuskuan pada gejala yang paling
dominan yaitu nyeri punggung , sedangkan pada tahap lanjut penyakit Intervensi terarah untuk
meningkatkan pengertian tentang penyakit baik oleh penderita sendiri maupun keluarganya.

I. PENGKAJIAN
a. Nyeri / ketidaknyamanan

Nyeri pinggang bawah lebih dari 3 bulan, menjadi baik dengan latihan dan tidak hilang dengan
istirahat. Nyeri pinggang biasanya tumpul dan sukar ditentukan lokasinya, dapat unilateral atau
bilateral. Nyeri bilateral biasanya menetap, beberapa bulan kemudian daerah pinggang bawah
menjadi kaku dan nyeri. Nyeri ini lebih terasa seperti nyeri bokong dan bertambah hebat bila batuk,
bersin, atau pinggang mendadak terpuntir. Inaktivitas lama akan menambah gejala nyeri dan kaku

b. Aktivitas / istrahat

· Spasme otot-otot paravertebra dan hilangnya lordosis vertebra,Menurunnya mobilitas spinal ke arah
anterior dan lateral,Pinggang bagian bawah sukar dibengkokkan bila membungkuk.Pada stadium
lanjut ditemukan keterbatasan gerak vertebra ke semua arah yang dapat dinilai dengan gerak
laterofleksi, hiperekstensi, anterofleksi, dan rotasi.

· Pasien nampak berhati – hati dalam beraktifitas ,punggung selalu dijaga untuk tidak bergerak

DIAGNOSA KEPERAWATAN :

1. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi

2. Gangguan Mobilitas fisik b/d nyeri,kekakuan (ankilosis), spasme otot

3.Kurang pengetahuan berhubungan dengan tekhnik mekanika tubuh melindungi punggung

INTERVENSI KEPERAWATAN :

1. Diagnosa Keperawatan : Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi

Intervensi Keperawatan :

Tindakan Mandiri Perawat :

a.Bimbing pasien menjelaskan ketidaknyamanannnya mis, lokasi,beratnya,durasi,sifat, penjalaran


nyeri, penjelasan mengenai bagaimana nyeri dengan tindakan tertentu mis membuka pintu garasi

R/ Membantu menentukan pilihan intervensi dan memberikan dasar untuk perbandingan dan evaluasi
terhadap terapi

b. Pertahankan tirah baring dan mengubah posisi yang ditentukan untuk memperbaiki fleksi lumbal
dengan cara meletakkan pasien pada posisi semifowler dengan tulang spinal ,lutut dan pinggang
dalam keadaan fleksi , posisi terlentang dengan atau tanpa meninggikan kepala 10 – 30 derajat atau
pada posisi lateral.

R/ Tirah baring dalam posisi yang nyaman memungkinkan pasien untuk menurunkan spasme otot,
menurunkan penekanan pada bagian tubuh tertentu dan memfasilitasi terjadinya tonjolan diskus dan
reduksi

c. Batasi aktivitas selama fase akut sesuai kebutuhan

R/ menurunkan gaya ravitasi dan gerak yang dapat menghilangkan spasme otot dan menurunkan
edema dan tekanan pada struktur sekitar diskus intervertebralis yang terkena.

d. Gunakan logroll ( papan ,penopang ) dalam jangka waktu yag terbatas


R/ Mengurangi fleksi, perputaran, desakan pada daerah belakang tubuh sehingga nyeri dan spasme
otot dapat berkurang.

e. Ajarkan pernafasan diafragma dan relaksasi

f. Alihkan perhatian pasien dari nyeri pada aktifitas lain mis nonton TV,membaca, bercakap – cakap
dll )

g. Ajarkan imajinasi berbibimbing dimana pasien yang telah relaks belajar memusatkan diri pada
kejadian yang menyenangkan .

Kolaborasi medis

1. Berikan tempat tidur ortopedik

R/ memberikan sokongan dan menurunkan sokongan dan menurunkan fleksi spinal sehingga dapat
menurunkan spasme.

2. Pemberian obat anti radang non – steroid ( NSAID) seperti Indometasin, Analgesik seperti
asetaminofen dan relaksan otot

R/ Indometasin memiliki kemampuan menghambat prostaglandin yang tinggi dan waktu paruh yang
lama .

3. Konsultasikan ahli tarapi fisik

R/ Program latihan/ peregangan yang spesifik dapat menghilangkan spasme otot dan menguatkan
otot – otot punggung,ekstensor,atot abdomen,otot quadrisep untuk menigkatkan sokongan terhadap
daerah lumbal.

2. Diagnosa Keperawatan : Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dngan nyeri,kekakuan


(ankilosis), spasme otot

Intervensi Keperawatan :

a. Pantau mobilitas fisik melalaui pengkajian kontinyu ,(bagaimana pasien bergerak dan berdiri).

b. Bantu pasien dalam melakukan ambulasi progresif , perubahan posisi harus dilakukan dengan
perlahan dan dilakukan dengan bantuan bila perlu

R/ Keterbatasan aktivitas bergantung pada kondisi yang khusus tetapi biasanya berkembang dengan
lambat ssuai toleransi .

c. Dorong pasien mematuhi program latihan sesuai yang ditetapkan , pada kebanyakan proram
latihan dianjurkan pasien melakukan latihan 2 kali sehari yang bertujuan untuk memperkuat otot
abdominal dan batang tubuh, mengurangi lordosis,meningkatkan kelenturan dan mengurangi
ketegangan pada punggung.

R/ Latihan yang salah justru dapat memperberat keadaan/menambah spasme otot.

3. Diagnosa Keperawatan : Kurang pengetahuan berhubungan dengan tekhnik mekanika tubuh


melindungi punggung

Intervensi Keperawatan :
a. Jelaskan kembali proses penyakit dan prognosis serta mekanika tubuh yang baik untuk
memperbaiki posisi tubuh.

R/ Pengetahuan dasar yang memadai memungkinkan pasien untuk membuat pilihan yang tepat,
dapat meningkatkan kerjasama pasien mengenai program pengobatan .

b. Berikan informasi tentang berbagai hal dan instruksikan pasien untuk melakukan perubahan ”
makanika tubuh ” dengan melakukan latihan , termasuk informasi mengenai mekanika tubuh untuk
berdiri, duduk,berbaring dan mengangkat barang yang benar.

R/ Menurunkan resiko terjadinya trauma berulang dari leher / punggung dengan menggunakan otot –
otot bokong.

c. Penderita dianjurkan setiap saat tegak, seolah-olah tumit, bokong, pundak, bahu, dan belakang
kepala selalu bersandar pada dinding.

R/ Posisi yang benar dapat mempertahankan postur dan menghindari terjadinya kontraktur dalam
posisi fleksi dari bahu dan lutut.

BAB III

KESIMPULAN

Kesimpulan :

Spondilitis ankilosis merupakan penyakit rematik inflamasi sistemik kronik yang terutama menyerang
sendi sakroiliaka. Gejala klinik berupa manifestasi skletal dan ekstraskletal, biasanya dimulai pada
masa remaja, dan jarang di atas 40 tahun, lebih banyak pada pria daripada wanita (5 : 1).

Latihan fisik secara teratur untuk menjaga postur tubuh, mengurangi deformitas, dan memelihara
ekspansi dada. Latihan fisik terbaik ialah berenang.

Pengobatan dengan obat anti inflamasi untuk mengontrol nyeri dan proses radang. Indometasin 75--
150 mg/hari merupakan pilihan pertama dan dapat dicoba menggunakan AINS lain bila tidak berhasil.
Penggunaan sufasalazin 2--3 gram perhari memberikan hasil yang memuaskan. Pembedahan seperti
artroplasti kokse atau koreksi deformitas spinal dapat dipertimbangkan bila keluhan sangat
terganggu.

Anda mungkin juga menyukai