Anda di halaman 1dari 8

ASMA

I. Definisi
Penyakit Asma berasal dari kata “Ashtma” yang diambil dari bahasa Yunani yang
berarti “sukar bernapas”. Penyakit Asma merupakan proses inflamasi kronik saluran
pernapasan yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Proses inflamasi kronik ini
menyebabkan saluran pernapasan menjadi hiperesponsif, sehingga memudahkan
terjadinya bronkokonstriksi, edema, dan hipersekresi kelenjar, yang menghasilkan
pembatasan aliran udara di saluran pernapasan dengan manifestasi klinik yang bersifat
periodic berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk-batuk terutama pada malam
hari atau dini hari/subuh. Gejala ini berhubungan dengan luasnya inflamasi, yang
derajatnya bervariasi dan bersifat reversible secara spontan maupun dengan atau tanpa
pengobatan (GINA (Global Initiative for Asthma), 2011).

II. Epidemiologi
Angka kejadian Asma bervariasi di berbagai Negara, tetapi terlihat kecenderungan
bahwa penderita penyakit ini meningkat jumlahnya, meskipun belakangan ini obat-obatan
Asma banyak dikembangkan. National Health Interview Survey di Amerika Serikat
memperkirakan bahwa setidaknya 7,5 juta orang penduduk negeri itu mengidap
bronchitis kronik, lebih dari 2 juta orang menderita emfisema dan setidaknya 6,5 juta
orang menderita salah satu bentuk Asma. Laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
dalam World Health Report 2000 menyebutkan, lima penyakit paru utama merupakan
17,4 % dari seluruh kematian di dunia, masing-masing terdiri dari infeksi paru 7,2%
PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis) 4,8%, Tuberkulosis 3,0%, kanker paru/ trakea/
bronkus 2,1% dan Asma 0,3%.
Saat ini penyakit Asma masih menunjukan prevalensi yang tinggi. Berdasarkan
data dari WHO (2002) dan GINA (2011), diseluruh dunia diperkirakan terdapat 300 juta
orang menderita Asma dan tahun 2025 diperkirakan jumlah pasien Asma mencapai 400
juta. Jumlah ini dapat saja lebih besar mengingat Asma merupakan penyakit yang
underdiagnosed. Buruknya kualitas udara dan berubahnya pola hidup masyarakat
diperkirakan menjadi penyebab meningkatnya penderita Asma. Data dari berbagai
Negara menunjukan bahwa prevalensi penyakit Asma berkisar antara 1-18% (GINA,
2011).

III. Faktor Resiko


 Faktor Penjamu
o Predisposisi genetic
o Atopi
o Hiperresponsif saluran pernafasan
o Jenis Kelamin
 Faktor Lingkungan (Mempengaruhi berkembangnya Asma pada individu
dengan predisposisi Asma)
o Jamur
o Alergen binatang
o Tepung sari bunga
o Asap rokok
o Polusi udara
o Infeksi pernapasan
o Obesitas
 Faktor Lingkungan (Mencetuskan eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-
gejala Asma menetap)
o Alergen didalam dan luar rungan
o Polusi di dalam dan diluar ruangan
o Infeksi pernapasan
o Aktifitas fisik dan hiperventilasi
o Perubahan cuaca
o Makanan aditif (pengawet, penyedap, pewarna makanan), obat-obatan
o Asap rokok
o Iritan (parfum, household spray)
IV. Klasifikasi Asma
Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan faal paru dapat ditentukan klasifikasi
(derajat) Asma sebagai berikut :

Derajat Asma Gejala Gejala Malam Faal Paru


A. Intermitten Bulanan APE 80%
 Gejala <  Kurang
1/minggu dari 2x
 Tanpa gejala sebulan  VEP1 80% nilai
diluar serangan prediksi
 Serangan singkat  APE 80% nilai
terbaik
 Variabiliti APE 20%

B. Persisten Mingguan APE 80%


Ringan  Gejala  2 kali
1x/minggu, tetapi sebulan  VEP1 80% nilai
< 1/minggu
prediksi
 Serangan dapat
menggangu  APE 80% nilai
aktivitas dan terbaik
tidur  Variabiliti APE 20-30%
C. Persisten Harian APE 60%
Sedang  Gejala setiap hari  1x /
 Serangan
seminggu  VEP1 60-80% nilai
menganggu
prediksi
aktivitas dan tidur
 APE 60-80% nilai
 Membutuhkan
terbaik
bronkodilator
setiap hari  Variabiliti APE 30%
D. Persisten Kontinyu APE 60%
Berat  Gejala terus  Sering
menerus
 Sering kambuh VEP1 60%
 Aktivitas fisik nilai prediksi
terbatas  APE 60%nilai
Membutuhkan terbaik
bronkodilator setiap hari
 Variabiliti APE 30%

Klasifikasi berdasarkan GINA 2014:


Gejala tipikal Asma:
 Lebih dari satu gejala berikut : mengi, sesak napas, batuk, dada terasa berat,
terutama pada orang dewasa
 Gejala sering memburuk malam hari atau menjelang siang hari
 Gejala bervariasi dari waktu ke waktu dan intensitasnya
 Ada faktor pencetusnya

V. Patofisiologi Asma
Penyakit asma merupakan proses inflamasi dan hipereaktivitas saluran napas yang akan
mempermudah terjadinya obstruksi jalan napas. Kerusakan epitel saluran napas,
gangguan saraf otonom, dan adanya perubahan pada otot polos bronkus juga diduga
berperan pada proses hipereaktivitas saluran napas. Peningkatan reaktivitas saluran nafas
terjadi karena adanya inflamasi kronik yang khas dan melibatkan dinding saluran nafas,
sehingga aliran udara menjadi sangat terbatas tetapi dapat kembali secara spontan atau
setelah pengobatan. Hipereaktivitas tersebut terjadi sebagai respon terhadap berbagai
macam rangsang. Dikenal dua jalur untuk bisa mencapai keadaan tersebut. Jalur
imunologis yang terutama didominasi oleh IgE dan jalur saraf otonom. Pada jalur yang
didominasi oleh IgE, masuknya alergen ke dalam tubuh akan diolah oleh APC (Antigen
Presenting Cells), kemudian hasil olahan alergen akan dikomunikasikan kepada sel Th ( T
penolong ) terutama Th2 . Sel T penolong inilah yang akan memberikan intruksi melalui
interleukin atau sitokin agar sel-sel plasma membentuk IgE, sel-sel radang lain seperti
mastosit, makrofag, sel epitel, eosinofil, neutrofil, trombosit serta limfosit untuk
mengeluarkan mediator inflamasi seperti histamin, prostaglandin (PG), leukotrien (LT),
platelet activating factor (PAF), bradikinin, tromboksin (TX), dan lain-lain. Sel-sel ini
bekerja dengan mempengaruhi organ sasaran yang dapat menginduksi kontraksi otot
polos saluran pernapasan sehingga menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding
vaskular, edema saluran napas, infiltrasi sel-sel radang, hipersekresi mukus, keluarnya
plasma protein melalui mikrovaskuler bronkus dan fibrosis sub epitel sehingga
menimbulkan hipereaktivitas saluran napas. Faktor lainnya yang dapat menginduksi
pelepasan mediator adalah obat-obatan, latihan, udara dingin, dan stress.

Selain merangsang sel inflamasi, terdapat keterlibatan sistem saraf otonom pada
jalur non-alergik dengan hasil akhir berupa inflamasi dan hipereaktivitas saluran napas.
Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus
dan mungkin juga epitel saluran napas. Reflek bronkus terjadi karena adanya peregangan
nervus vagus, sedangkan pelepasan mediator inflamasi oleh sel mast dan makrofag akan
membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam
submukosa, sehingga meningkatkan reaksi yang terjadi. Keterlibatan sel mast tidak
ditemukan pada beberapa keadaan seperti pada hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap,
kabut dan SOlek saraf memegang peranan pada reaksi asma yang tidak melibatkan sel
mast. Ujung saraf eferen vagal mukosa yang terangsang menyebabkan dilepasnya
neuropeptid sensorik senyawa P, neurokinin A dan calcitonin Gene-Related Peptide
(CGRP). Neuropeptida itulah yang menyebabkan terjadinya bronkokontriksi, edema
bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi lendir, dan aktivasi sel-sel inflamasi

VI. Penatalaksanaan Asma


Tujuan utama penatalaksanaan Asma adalah mencapai asma terkontrol sehingga
penderita Asma dapat hidup normal tanpa hambatan melakukan aktivitas sehari-hari.
Pada prinsipnya penatalaksanaan Asma dibagi menjadi 2, yaitu : penatalaksanaan Asma
jangka panjang dan penatalaksanaan Asma akut / saat serangan.
1) Tatalaksana Asma Jangka Panjang
Prinsip utama tatalaksana angka panjang adalah edukasi, obat Asma
(pengontrol dan pelega), dan menjaga kebugaran (senam asma). Obat
pelega diberikan pada saat serangan, obat pengontrol ditujukan untuk
pencegahan serangan dan diberikan dalam jangka panjang dan terus
menerus.
2) Tatalaksana Asma Jangka Pendek
Tujuan tatalaksana serangan Asma akut :
 Mengatasi gejala serangan Asma
 Mengembalikan fungsi paru ke keadaan sebelum serangan
 Mencegah terjadinya kekambuhan
 Mencegah kematian karena serangan Asma
Untuk mencapai da memertahankan keadaan Asma yang terkontrol terdapat dua faktor
yang perlu dipertimbangkan yaitu : medikasi dan pengobatan berdasarkan derajat.
Kriteria Asma terkontrol pada anak dan dewasa, yaitu :
 Tidak ada gejala atau minimal
 Tidak ada serangan asma pada malam hari
 Tidak ada keterbatasan aktivitas termasuk exercise
 Tidak ada pemakaian obat-obat pelega atau minimal
 Variasi harian APE ( Arus Puncak Ekspirasi) kurang dari 20%
 Nilai APE normal atau mendekati normal
 Efek samping obat minimal (tidak ada)
 Tidak ada kunjungan ke unit gawat darurat
Penyakit Asma merupakan penyakit keturunan. Bila salah satu atau kedua orang
tua, kakek, atau nenek menderita Asma maka bias diturunkan ke anak. Penyakit Asma
juga tidak dapat disembuhkan dan obat-obatan yang ada saat ini hanya berfungsi
menghilangkan gejala. Namun, dengan mengontrol penyakit Asma, penderita bias bebas
dari gejala penyakit Asma yang mengganggu sehingga dapat menjalani aktivitas hidup
sehari-har. Mengingat banyaknya factor resiko yang berperan, maka prioritas pengobatan
penyakit Asma sejauh ini ditujukan untuk mengontrol gejala. Kontrol yang baik ini
diharapkan dapat mencegah terjadinya eksaserbasi (kumatnya gejala penyakit ASma),
menormalkan fungsi paru, memperoleh aktivitas social yang baik dan meningkatkan
kualitas hidup pasien.

VII. Algoritma Tatalaksana Asma Mndiri di Rumah

Klinis :
 Gejala ( batuk, sesak, mengi, dada terasa berat) yang bertambah
 Pengukuran Arus Puncak Ekspirasi (APE) < 80% nilai prediksi

Tatalaksana Awal :
 Inhalasi beta-2 agonis kerja singkat (salbutamol inhaler) tiap
20 menit

Respon buruk :
Respon Baik :  Gejala menetap atau
 Gejala (batuk, sesak, bertambah buruk
mengi, dada terasa  Nilai APE < 60% nilai
berat) berkurang prediksi
 Perbaikan dengan o Tambahkan
inhalasi beta-2 agonis kortikosteroid
kerja singkat dan oral
bertahan selama 4 jam o Inhalasi beta-2
 Nilai APE > 80% nilai agonis kerja
prediksi singkat diulang
 Lanjutkan inhalasi
beta-2 agonis kerja SEGERA KE FASILITAS
singkat setiap 3-4 jam KESEHATAN
selama 1-2 hari
 Pemberian inhalasi
steroid dosis tiggi (bila
sedang menggunakan
inhalasi steroid)
VIII. selama 2 minggu, Algoritma Tatalaksana Asma di Fasilitas Kesehatan
kemudian kembali ke
dosis sebelumnya HUBUNGI DOKTER UNTUK Tingkat
INSTRUKSI SELANJUTNYA
Pertama

HUBUNGI DOKTER UNTUK


INSTRUKSI SELANJUTNYA

Tatalaksana awal :
Nebulasi Beta-2 agonis kerja singkat, 3x, interval 20 menit

Serangan Ringan : Serangan Sedang : Serangan Berat :


(Nebulisasi 1x, respon baik, (Nebulisasi 2 – 3 x, respon (Nebulisasi 3x, respon buruk)
gejala hilang) parsial)  Sejak awal berikan
 Observasi 1-2 jam  Berikan oksigen oksigen saat/ diluar
 Jika efek bertahan,  Nilai kembali derajat nebulisasi
boleh pulang serangan, jika sesuai Pasang
 Ruang infusInap :
Rawat
 Jika gejala timbul lagi, dengan serangan  Nilai ulang
Oksigen klinisnya,
teruskan
perlakukan sebagai sedang observasi di  jika
Atasisesuai dengan
serangan sedang ruangan rawat sehari serangan berat, rawat
dehidrasi/asidosis jika
 Pasang infus inap
ada
Boleh Pulang : Ruangan rawat sehari/control  Foto toraks
 Bekali obat beta- fasilitas kesehatan : Steroid i.v tiap 6-8 jam
agonis (hirup/oral)  Oksigen teruskan  Nebulisasi tiap 1-2 jam
 Jika sudah ada obat  Berikan steroid oral  Aminofilin i.v awal,
pengontrol teruskan  Nebulisasi tiap 2 jam lanjutkan rumatan
 Jika infeksi virus  Bila dalam 8-12 jam  Jika membaik dalam 4-
sebagai pencetus, perbaikan klinis stabil, 6x nebulisasi, interval
dapat diberi steroid psien boleh pulang jadi 4-6 jam
oral  Jika dalam 12 jam  Jika dalam 24 jam
 Dalam 24-48 jam klinis belum membaik, perbaikan klinis stabil,
control ke poliklinik alih rawat ke ruang boleh pulang
untuk evaluasi rawat inap  Jika dengan steroid
dan aminofilin
parenteral tidak
membaik, bahkan
timbul ancaman henti
napas, alih ke ICU
Daftar Pustaka

GINA (Global Initiative for Asthma, 2011); Pocket Guide for Asthma
Management and Prevension In Children . www.Ginaasthma.org.

GINA (Global Initiative for Asthma, 2014); Pocket Guide for Asthma
Management and Prevension In Children . www.Ginaasthma.org.

Anda mungkin juga menyukai