PENDAHULUAN
Pneumonia adalah suatu proses peradangan pada parenkim 1 atau 2 lobus paru dimana
terdapat konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat. Pneumonia pada
anak berdasarkan letak lesinya dibedakan menjadi pneumonia lobaris, pneumonia interstisial
(bronkiolitis), bronkopneumonia.
Pneumonia masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia terutama pada balita.
Menurut WHO insidensi pneumonia pada negara berkembang seperti Indonesia mencapai
sekitar 36% dari jumlah balita.3 Pada 2015, WHO melaporkan hampir 6 juta anak balita
meninggal dunia, 16 persen dari jumlah tersebut disebabkan pneumonia. Berdasarkan data
Badan PBB untuk Anak – Anak (Unicef), pada 2015 terdapat kurang lebih 14 persen dari
147.000 anak dibawah 5 tahun di Indonesia meninggal karena pneumonia.2
Bronkopneumonia merupakan suatu peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir
yang biasanya menyerang bronkiolus dan mengenai alveolus disekitarnya.1, 2
Bronkopneumonia lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini dikarenakan respon
imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik. Tercatat bakteri sebagai penyebab
tersering bronkopneumonia pada bayi dan anak adalah Streptococcus pneumonia dan
Haemophilus influenza. Bronkopneumonia dapat terjadi karena banyak hal, selain infeksi
bakteri, dapat juga disebabkan oleh jamur, maupun virus lainnya.1,2
Faktor resiko yang berkontribusi terhadap insiden bronkopneumonia antara lain gizi
kurang, ASI eksklusif rendah, polusi udara dalam ruangan, kepadatan, imunisasi rendah, dan
BBLR.4 Bronkopneumonia terbagi atas 4 stadium, yaitu stadium kongesti, stadium hepatisasi
merah, stadium hepatisasi kelabu dan stadium resolusi.5
Diagnosis bronkopneumonia di rumah sakit ditegakkan berdasarkan gejala klinis
dengan didukung pemeriksaan laboratorium dan penunjang medis lainnya. Gejala klinis yang
khas dari pneumonia yaitu: batuk, demam dan sesak napas. Pemeriksaan laboratorium
didapatkan leukositosis. Pemeriksaan radiologi ditandai dengan gambaran difus merata pada
kedua paru, berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru,
disertai dengan peningkatan corakan peribronkial .3
Berikut akan dibahas sebuah refleksi kasus mengenai bronkopneumonia pada pasien anak
yang dirawat di ruangan perawatan anak RSU Anutapura Palu.
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama Penderita : By. AA
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 8 Bulan 22 hari
Agama : Islam
Alamat : Jl. Cemangi Lrg 7
Tanggal masuk : 22 Januari 2018
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Demam
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien masuk rumah sakit dengan mengeluh panas yang dialami sejak 1
minggu yang lalu, panas naik turun, naik biasanya tidak menentu dan panas turun
biasanya setelah di berikan obat penurun panas kemudian panas akan naik kembali.
Saat demam pasien tidak ada kejang, berkeringat dan menggigil.
Pasien mengalami batuk berdahak dan flu sejak seminggu sebelum masuk rumah
sakit bersamaan dengan demam. Lendir berwarna putih dan tidak disertai darah. Pasien juga
mengeluhkan sesak napas di rasakan sejak sehari sebelum masuk rumah sakit dan semakin
memberat sejak tadi pagi.
Pasien tidak mengalami mimisan dan perdarahan gusi. Tidak ada mual dan
muntah, kejang, BAB dan BAK (+) lancar.
Riwayat Penyakit Sebelumnya:
Pasien belum pernah menderita sakit yang sama sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan serupa.
- Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat asma
Riwayat Sosial-Ekonomi :
Pasien berasal dari keluarga dengan sosial-ekonomi menengah.
1
Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan:
Lingkunagn rumah merupakan lingkungan padat penduduk terletak dipinggir jalan
yang sedang dilakukan perbaikan jalan dalam beberapa bulan terakhir sehingga polusi
bertambah. Anak sering duduk-duduk dipinggir jalan saat sore hari. Di rumah kakek
dan ayah pasien merokok. Ventilasi di rumah baik.
Riwayat Kehamilan dan Persalinan:
Pasien lahir spontan, cukup bulan, langsung menangis dengan berat badan lahir 3500
gram. Proses persalinan di Rumah Sakit. Pasien merupakan anak kedua dari 2
bersaudara.
Family Tree
Ayah Ibu
Anak Anak
Anamnesis Makanan:
ASI diberikan dari lahir sampai sekarang dan MPASI diberikan sejak usia 6 bulan.
Riwayat Imunisasi:
Belum Lengkap
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Berat Badan : 10 kg
Panjang Badan : 68 cm
Status Gizi :
2
BB/U : Z Score (0) Berat badan Baik
PB/U : Z Score (0) (-2) Perawakan Normal
BB/TB : Z Score (0) (1) Gizi Baik
Tanda Vital
- Denyut Nadi : 160 kali/menit, regular dan kuat angkat
- Pernapasan : 64 kali/menit
- Suhu : 38,5 0C
Kulit
Pucat (-), turgor kulit kembali cepat
Kepala
Bentuk : Normocephal
Mata : Edema palpebral (-/-), Conjungtiva: anemis (-/-)
Sclera : Ikterik (-/-)
Telinga : Otorrhea (-/-)
Hidung : Rhinorrhea (+), Nafas cuping hidung (+)
Mulut : Bibir kering (-), Sianosis (-)
Lidah : Lidah kotor dengan pinggiran eritematous (-)
Gusi : Perdarahan (-)
Tenggorokan : Tonsil T1/T1
Pharynx : Hiperemis (-)
Kelenjar : Pembesaran kelenjar getah bening (-); Pembesaran kelenjar tiroid
(-)
Thorax
Paru-paru
- Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris bilateral, retraksi subcosta (+)
- Palpasi : Vokal fremitus (+) meningkat kiri dan kanan, massa (-), nyeri
tekan (-)
- Perkusi : Sonor (+) diseluruh lapang paru
- Auskultasi : Bronchovesiculer(+/+), Ronkhi (+/+), Wheezing (-/-)
Jantung
- Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
3
- Palpasi : Ictus Cordis teraba pada SIC V linea midclavicula sinistra
- Perkusi : Batas atas jantung SIC II, batas kanan jantung SIC V
lineaparasternal dextra, batas kiri jantung SIC V linea axilla
anterior
- Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi : Permukaan kesan datar
- Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
- Perkusi : Tympani (+).
- Palpasi : Turgor kulit baik, hepar dan lien tidak teraba
Genitalia : Tidak ada kelainan (-)
Anggota gerak : Ekstremitas atas dan bawah akral hangat, edema (-)
Punggung : Tidak ada deformitas
Otot-otot : Eutrofi, tonus otot baik
V. RESUME
Pasien laki-laki usia 8 bulan 20 hari masuk dengan Demam (+) demam naik
turun sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Batuk berdahak (+) dialami
seminggu yang lalu disertai flu (+) lendir berwarna putih. Sesak (+) dialami sejak 1
4
hari yang lalu. Anak sering dikeluarkan dari dalam rumah pada sore hari dan rumah
terletak di pinggir jalan dengan polusi udara disekitar rumah.
Pemeriksaan fisik didapat kesadaran compos mentis, tampak sakit sedang.
Pemeriksaan tanda vital didapatkan Nadi 160x/menit, reguler, pernapasan 64 x/menit,
reguler, suhu 38,5oC. Pernafasan cuping hidung (+) Pada pemeriksaan toraks
didapatkan retraksi subcosta (+), vocal fremitus meningkat, perkusi redup (+), suara
napas bronkovesikular (+/+), ronchi basah halus (+/+). Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan peningkatan sel darah putih 18,7x103 / mm3.
VII. TERAPI
o Penatalaksanaan umum
Beri Oksigen 2-3 liter/menit
IVFD RL 10 tetes per menit
o Penatalaksanaan Khusus
Injeksi Ampicilin 250 mg/6 jam/ IV, skin test
GG 33 mg
CTM 1 mg 3 x 1 puyer
Salbutamol 1 mg
Paracetamol syrup 3 X 1 cth
VIII. ANJURAN
- Foto thorax AP/L
5
FOLLOW UP
28 Desember 2017
S: sesak (+), batuk berlendir (+) berwarna putih, beringus (+), panas (+) hari ke 8, muntah
(-), BAK biasa, BAB lancar
O: Keadaan umum: sakit sedang,
Kesadaran: Compos mentis
TD : Tidak di lakukan Suhu : 38,5 0C
Nadi : 160 x/ menit Pernafasan : 62 x/menit
Hidung : Pernapasan cuping hidung (-), rhinorrhea (+), epistaksis (-)
Paru
Inspeksi: pergerakan dinding dada simetris, tidak terlihat adanya massa, retraksi
subcosta (+)
Palpasi : Vocal fremitus meningkat
Perkusi : Redup
Auskultasi: Bronchovesikuler (+/+), ronchi basah halus (+/+), wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, jejas (-)
Auskultasi : peristaltik usus (+) kesan normal
Perkusi : Timpani
Palpasi: Nyeri tekan epigastrik (-)
A: Bronkopneumonia berat
P:
IVFD RL 10 tetes per menit
Injeksi Ampicilin 250 mg/6 jam/ IV
GG 33 mg
CTM 1 mg 3 x 1 puyer
Salbutamol 1 mg
Paracetamol syrup 3 X 1 cth
6
29 Desember 2017
S: Sesak (-), batuk berlendir (+), beringus (+), panas (-) hari ke 8 bebas demam hari ke
1, muntah (-), BAB biasa, BAK lancar
O: Keadaan umum : sakit sedang,
Kesadaran : compos mentis
TD : Tidak di lakukan Suhu : 36,6 0C
Nadi : 128 x/ menit Pernafasan : 56 x/menit
Hidung : Pernapasan cuping hidung (-), rhinorrhea (+), epistaksis (-)
Paru
Inspeksi: Pergerakan dinding dada simetris, tidak terlihat adanya massa, retraksi
subcosta (-)
Auskultasi: Bronchovesikuler (+/+), ronchi (+/+), wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, jejas (-)
Auskultasi : Peristaltik usus (+) kesan normal
Perkusi : Timpani
Palpasi: Nyeri tekan epigastrik (-)
A: Bronkopneumonia berat
P:
o Penatalaksanaan umum
IVFD RL 10 tetes per menit
Injeksi Ampicilin 250 mg/6 jam/ IV
GG 33 mg
CTM 1 mg 3 x 1 puyer
Salbutamol 1 mg
Paracetamol syrup 3 X 1 cth
7
BAB III
PEMBAHASAN
8
Bakteri Bakteri
Chlamydia Pneumonia H. Influenza
Mycoplasma Pneumoniae Moraxella Chataralis
Streptococcus Pneumoniae S. Aureus
4 bulan – 5 tahun Virus
Adenovirus
Virus
Virus Influenza
Varicella- Zooster
Virus Parainflueza
Rhinovirus
Virus
Bakteri
Adenovirus
Chlamydia Pneumoniae
Epstein-Barr
5 Tahun ke atas Mycoplasma Pneumoniae
Rhinovirus
Streptococus Pneumoniae
Parainfluenza Virus
Influenza Virus
9
TOKSIN EFEK PADA SALURAN RESPIRASI
Unsur Gas Karbon Monoksida Gas yang tidak berwarna dan tidak berbau
yang dapat menyebabkan masalah
pernafasan, mengganggu oksigenasi,
terkenal dapat menyebabkan gejala SSP
pada pasien yang terbakar, iritan respiratori
yang dapat menyebabkan kematian fetus
Normalnya, saluran pernapasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim paru.
Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan
mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu
hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi
IgA lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin,
imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel. Infeksi paru terjadi
bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila virulensi organisme bertambah.
Agen infeksius masuk ke saluran napas bagian bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora
komensal dari saluran napas bagian atas, dan jarang melalui hematogen.1
Bronchopneumonia dimulai dengan masuknya bakteri atau virus melalui inhalasi,
aspirasi, hematogen dari fokus infeksi atau penyebaran langsung sehingga terjadi infeksi
dalam alveoli, membran paru mengalami peradangan dan menimbulkan kebocoran sehingga
10
cairan dan bahkan sel darah merah masuk ke alveoli. Dengan demikian alveoli yang
terinfeksi secara progresif menjadi terisi dengan cairan sel-sel dan infeksi menyebar dari
alveolus ke alveolus lainnya.6
Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan ikat paru
yang bisa lobularis (bronkhopneumonia), lobus, atau intersisial. Secara patologis, terdapat 4
stadium pneumonia, yaitu :
1. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan awal yang berlangsung pada
daerah yang baru terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-
mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast
juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan
permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke
dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan
alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang
harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam
darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen
hemoglobin.1
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah. Pada stadium ini
udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak,
stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. 1
3. Stadium III (3-8 hari berikutnya)
Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi
di seluruh daerah yang terinfeksi dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini
eritrosit di alveoli mulai direabsorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan
leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami
kongesti.1
11
4. Stadium IV (7-11 hari berikutnya)
Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali ke strukturnya semula.1
12
Table 3. Pneumonia pada bayi usia 2 bulan sampai 5 tahun6
13
Berdasarkan tabel diatas, kasus ini didiagnosis dengan bronkopneumonia berat
karena ditemukan trias pneumonia/bronkopneumonia pada pasien yaitu keluhan sesak
napas, batuk, dan demam. Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan nafas cepat yaitu
64x/menit dan suhu 38,5 oC. Terlihat adanya pernapasan cuping hidung dan adanya
rhinorea, pemeriksaan toraks didapatkan adanya retraksi subcosta namun tidak
ditemukan sianosis dan pasien masih dapat minum. Pada saat palpasi ditemukan vocal
fremitus meningkat, dan pada perkusi ditemukan bunyi redup pada kedua lapang paru
kiri dan kanan. Dan pada auskultasi diitemukan pula suara napas tambahan yaitu
ronkhi basah halus pada kedua lapang paru. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan adanya leukositosis (18,7x103 /mm3) Berdasarkan teori, Pemeriksaan
penunjang laboratorium darah rutin pada bronkopneumonia menunjukkan
leukositosis. Leukositosis pada bronkopneumonia menunjukkan adanya infeksi.
Pneumonia yang disebabkan oleh virus dapat normal atau meningkat tetapi tidak
melebihi 20.000/mm3 dengan predominan limfosit, sedangkan pada pneumonia
bakterial dapat meningkat 15.000- 40.000/mm3 dan predominant granulosit. Nilai
hemoglobin (Hb) biasanya tetap normal atau sedikit menurun.. Kemungkinan
penyebabnya adalah bakteri Chlamydia Pneumonia, Mycoplasma Pneumoniae dan
Streptococcus Pneumoniae.
Pneumonia khususnya bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran
nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak dan mungkin
disertai kejang karena demam yang tinggi. Selain itu keluhan meliputi menggigil, batuk, sakit
kepala, anoreksia, dan kadang-kadang keluhan gastrointestinal seperti muntah dan diare.
Secara klinis ditemukan gejala respiratori seperti takipnea, retraksi subkosta (chest
indrawing), napas cuping hidung, ronki, dan sianosis. Penyakit ini sering ditemukan
bersamaan dengan konjungtivitis, otitis media, faringitis, dan laringitis. Ronki hanya
ditemukan bila ada infiltrat alveolar. Retraksi dan takipnea merupakan tanda klinis
pneumonia yang bermakna. Kadang-kadang timbul nyeri abdomen bila terdapat pneumonia
lobus kanan bawah yang menimbulkan iritasi diafragma. Nyeri abdomen dapat menyebar ke
kuadran kanan bawah dan menyerupai apendisitis. 1
14
Gambaran foto rontgen toraks pneumonia pada anak dapat meliputi gambaran difus
merata pada kedua paru, berupa bercak-bercak infiltrat ringan pada satu paru hingga
konsolidasi luas pada kedua paru disertai dengan peningkatan corakan peribronkial. Pada
suatu penelitian ditemukan bahwa lesi pneumonia pada anak terbanyak berada di paru kanan,
terutama di lobus atas. Gambaran foto toraks tidak dapat membantu banyak dalam
mengarahkan kecenderungan etiologi pneumonia.2 Pada kasus ini tidak di dapatkan hasil
pemeriksaan foto toraks.
Penatalaksanaan khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri dari 2 macam, yaitu
penatalaksanaan umum dan khusus :1
1. Penatalaksaan Umum
a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang
b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
2. Penatalaksanaan Khusus
a. Mukolitik dan ekspektoran
b. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi
c. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi
klinis. Pemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada anak dilakukan
secara empirik sesuai dengan pola bakteri tersering yaitu Streptococcus Pneumonia
dan Haemophilus Influenza. Untuk bayi di bawah 3 bulan diberikan golongan
penisilin seperti ampisillin 100 mg/ kgBB/ 24 jam IV dalam 4 dosis dan gentamisin
5 mg/kgBB/24 jam IV, dalam 2 dosis. Untuk usia > 3 bulan, amoxicillin dipadu
dengan kloramfenikol merupakan obat pilihan pertama. Jika kondisi pasien berat,
antibiotik pilihan adalah golongan sefalosporin. Antibiotik paranteral diberikan 48-
72 jam, dilanjutkan dengan pemberian per oral selama 7-10 hari.
Identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak dapat dilakukan karena tidak
tersedianya uji mikrobiologis cepat. Oleh karena itu dalam penanganan pneumonia, antibiotik
dipilih berdasarkan pengalaman empiris, yaitu bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan
antibiotik awal (24-72 jam pertama). Umumnya pemilihan antibiotik empiris didasarkan pada
kemungkinan etiologi penyebab dengan mempertimbangkan usia dan keadaan klinis pasien
serta faktor epidemiologis. Antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik spektrum luas
seperti kombinasi beta laktam/klavulanat dengan aminoglikosid atau sefalosporin generasi
ketiga.1,3
15
Bila pasien sudah tidak demam atau keadaan sudah stabil, antibiotik diganti dengan
antibiotik oral dan berobat jalan. Terapi antibiotik diteruskan selama 7-10 hari pada pasien
dengan bronkopneumonia tanpa komplikasi.1
Feyzullah dkk. melaporkan hasil perbandingan pemberian antibiotik pada anak
dengan bronkopneumonia berat berusia 2-24 bulan. Antibiotik yang dibandingkan adalah
gabungan penisilin G intravena (25.000 U/kgBB setiap 4 jam) dan kloramfenikol (15
mg/kgBB setiap 6 jam), dan seftriakson intravena (50 mg/kgBB setiap 12 jam). Keduanya
diberikan selama 10 hari, dan ternyata memiliki efektivitas yang sama.1
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga
thorax :
1. Atelaktaksis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna atau kolaps pari yang
merupakan akibat kurangnya mobiliasi atau refleks bayuk hilang
2. Empyema yaitu peradangan adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam
rongga pleura yang terdapat disatu tempat atau seluruh rongga pleura
3. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang
4. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial
5. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak. 1
Bronkopneumonia pada kasus ini memiliki prognosis yang baik. Bila bronkopneumonia
didiagnosis dini dan ditangani secara adekuat maka prognosisnya baik. Mortalitas lebih tinggi
didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi–protein dan datang terlambat
untuk pengobatan.3,5
Pasien ini dianjurkan pemberian makan berupa teruskan pemberian ASI. Berikan
makanan pendamping ASI yang lebih padat dan kasar seperti bubur nasi, nasi tim dan nasi
lembek, tambahkan telur/ ayam/ ikan/ tempe/ tahu/ udang/ daging sapi/ wortel/ bayam/ santan
kacang hijau/ minyak. Setiap hari (pagi, siang, malam) diberikan makan sebagai berikut: 9
bulan : 3 x 9 sdm peres, 10 bulan : 3 x 10 sdm peres, 11 bulan : 3 x 11 sdm peres, kemudian
beri makanan selingan 2 kali sehari diantara waktu makan (buah, biscuit, kue).7
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Rahajoe N., Supriyatno B., Setyanto D. 2010. Buku Ajar Respirologi Anak, Edisi
Pertama. Ikatan Dokter Anak Indonesia : Jakarta.
2. WHO, 2015. Revised WHO classification and treatment of childhood pneumonia at
health facilities
3. IDAI, 2009. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak edisi I. Badan Penerbit IDAI
: Jakarta
17
4. Bradley J.S et al., (2011). The management of community-acquired pneumonia in
infants and children older than 3 months of age: clinical practice guidelines by the
pediatric infectious disease society and the infectious diseases society and the infectious
diseases society of America. Clin infect dis. 53 (7)p: 617-630
5. Omar, 2010. Clinical Practice Guidelines on Pneumonia and Respiratory Tract
Infections in Children. Malaysia
6. Depkes, 2012. Modul Tatalaksana Standar Pneumonia. Jakarta
7. Kementerian Kesehatan RI. 2015. Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit.
Jakarta
8. Kementrian Kesehatan RI, 2015. Mangagemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).
Kemenkes RI. Jakarta
18