ZULVINA FARADITA
M17.04.0013
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin, segala pujian hanya MilikMu, tidak ada illah
yang berhak disembah kecuali Allah ‘Azza wa Jalla. Yang telah menciptakan alam
semesta ini, sehingga dengan nikmat-Nya kami bisa menyelesaikan laporan yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Dengan Diagnosa Medis CKR”.
Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Yang telah membawa umat islam menuju jalan kebenaran diatas Alqur’an dan
Sunnah. Semoga kita termasuk hambaNYA yang selalu mengikuti jejak Beliau hingga
akhir zaman.Amin.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Makalah ini masih memiliki banyak
kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun, Semoga laporan ini bermanfaat buat kita semua.
Salatiga,Oktober 2017
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Trauma kepala atau cedera kepala merupakan kasus yang sangat sering
terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari. Cedera kepala bisa terjadi pada
semua orang tanpa kecuali, misalnya terjatuh dari tempat tidur, terpeleset,
terjatuh dari pohon maupun tepukul oleh temannya ketika bertengkar. Cedera
kepala yang sering terjadi pada orang dewasa karena kecelakaan lalu lintas.
Terjatuh dari sepeda motor, tabrakan, kepala terbentur bagian dari
mobil karena mobil yang dinaiki menabarak atau terjungkal dan lain
sebagainya
Karena seringnya terjadi trauma kepala pada orang yang mengendarai
sepeda motor ketika kecelakaan, maka akhirnya diwajibkan siapa saja yang
mengendarai sepeda untuk menggunakan helm sebagai pelindung kepala.
Namun masih banyak yang menggunakan helm hanya sekedar sebagai syarat
untuk mentaati peraturan lalu lintas yaitu dengan memakai helm yang kurang
memenuhi syarat maupun tali helm yang tidak terikat ketika dipakai sehingga
ketika terjadi kecelakaan lalu lintas masih terjadi cedera kepala yang berat.
Pada umumnya kematian pada trauma kepala terjadi setelah segera
setelah injury dimana terjadi trauma langsung pada kepala, atau perdarahan
yang hebat dan syok. Kematian yang terjadi dalam beberapa jam setelah
trauma disebabkan oleh kondisi klien yang memburuk secara progresif
akibat perdarahan internal. Pencatatan segera tentang status neurologis dan
intervensi surgical merupakan tindakan kritis guna pencegahan kematian pada
phase ini. Kematian yang terjadi 3 minggu atau lebih setelah injury
disebabkan oleh berbagai kegagalan sistem tubuh.
Faktor-faktor yang diperkirakan memberikan prognosa yang jelek
adalah adanya intracranial hematoma, peningkatan usia klien, abnormal
respon motorik, menghilangnya gerakan bola mata dan refleks pupil terhadap
cahaya, hipotensi yang terjadi secara awal, hipoksemia dan hiperkapnea,
peningkatan ICP.
Diperkirakan terdapat 3 juta orang di AS mengalami trauma kepala
pada setiap tahun. Angka kematian di AS akibat trauma kepala sebanyak
19.3/100.000 orang. Pada umumnya trauma kepala disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas atau terjatuh.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala,
tengkorak dan otak. Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang
serius diantara penyakit neurologik dan merupakan proporsi epidemic sebagai
hasil kecelakaan jalan raya (Smeltzer & Bare 2001).
Cedera Kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa
diikuti terputusnya kontinuitas otak (Muttaqin, 2008).
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit
kepala, tulang tengkorak, atau otak yang terjadi akibat injury baik secara
langsung maupun tidak langsung pada kepala (Suriadi dan Rita juliani, 2001).
B. Etiologi
Menurut Tarwoto (2007), penyebab dari Cedera Kepala adalah :
1. Kecelakaan lalu lintas.
2. Terjatuh
3. Pukulan atau trauma tumpul pada kepala.
4. Olah raga
5. Benturan langsung pada kepala.
6. Kecelakaan industri.
C. Klasifikasi
jika dilihat dari ringan sampai berat, maka dapat kita lihat sebagai berikut:
1. Cedera kepala ringan ( CKR ) Jika GCS antara 13-15 , dpt terjadi
kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit, tetapi ada yang menyebut
kurang dari 2 jam, jika ada penyerta seperti fraktur tengkorak , kontusio
atau temotom (sekitar 55% ).
2. Cedera kepala kepala sedang ( CKS ) jika GCS antara 9-12, hilang
kesadaran atau amnesia antara 30 menit -24 jam, dapat mengalami fraktur
tengkorak, disorientasi ringan ( bingung ).
3. Cedera kepala berat ( CKB ) jika GCS 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24
jam, juga meliputi contusio cerebral, laserasi atau adanya hematoina atau
edema selain itu ada istilah-istilah lain untuk jenis cedera kepala sebagai
berikut :
a. Cedera kepala terbuka kulit mengalami laserasi sampai pada merusak
tulang tengkorak.
b. Cedera kepala tertutup dapat disamakan gagar otak ringan dengan
disertai edema cerebra.
D. Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa
dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir
seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen,
jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan
gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan
bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai
70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi
kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau
kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme
anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml /
menit / 100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup
aktivitas atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru.
Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan
P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler,
dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol
akan berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada
pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.
Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua:
1. Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acclerasi-decelerasi otak)
yang menyebabkan gangguan pada jaringan. Pada cedera primer dapat terjadi:
a. Gegar kepala ringan
b. Memar otak
c. Laserasi
2. Cedera kepala sekunder
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti:
a. Hipotensi sistemik
b. Hipoksia
c. Hiperkapnea
d. Udema otak
e. Komplikai pernapasan
f. Infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain
E. Pathway
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. CT –Scan : mengidentifikasi adanya sol, hemoragi menentukan ukuran
ventrikel pergeseran cairan otak.
2. MRI : sama dengan CT –Scan dengan atau tanpa kontraks.
3. Angiografi Serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan dan trauma.
4. EEG : memperlihatkan keberadaan/ perkembangan gelombang.
5. Sinar X : mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (faktur pergeseran
struktur dan garis tengah (karena perdarahan edema dan adanya frakmen
tulang).
6. BAER (Brain Eauditory Evoked) : menentukan fungsi dari kortek dan
batang otak..
7. PET (Pesikon Emission Tomografi) : menunjukkan aktivitas metabolisme
pada otak.
8. Pungsi Lumbal CSS : dapat menduga adanya perdarahan subaractinoid.
9. Kimia/elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berpengaruh
dalam peningkatan TIK.
10. GDA (Gas Darah Arteri) : mengetahui adanya masalah ventilasi atau
oksigenasi yang akan dapat meningkatkan TIK.
11. Pemeriksaan toksitologi : mendeteksi obat yang mungkin bertanggung
jawab terhadap penurunan kesadaran.
12. Kadar antikonvulsan darah : dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat
terapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Data tergantung pada tipe, lokasi dan keparahan cedera dan mungkin
diperlukan oleh cedera tambahan pada organ-organ vital.
1. Aktivitas/ Istirahat
a. Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
b. Tanda : Perubahan kesehatan, letargi, Hemiparase, quadrepelgia,
Ataksia cara berjalan tak tegap, Masalah dalam keseimbangan, Cedera
(trauma) ortopedi, Kehilangan tonus otot, otot spastik
2. Sirkulasi
a. Gejala : Perubahan darah atau normal (hipertensi), Perubahan
frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi bradikardia
disritmia).
3. Integritas Ego
a. Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau
dramatis)
b. Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung depresi
dan impulsif.
4. Eliminasi
a. Gejala : Inkontenensia kandung kemih/ usus atau mengalami gngguan
fungsi.
5. Makanan/ cairan
a. Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
b. Tanda : Muntah (mungkin proyektil), Gangguan menelan (batuk, air
liur keluar, disfagia).
6. Neurosensoris
a. Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian,
vertigo, sinkope, tinitus kehilangan pendengaran, fingking, baal pada
ekstremitas.
b. Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, Perubahan status
mental, Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), Wajah
tidak simetris, Genggaman lemah, tidak seimbang, Refleks tendon
dalam tidak ada atau lemah, Apraksia, hemiparese, Quadreplegia.
7. Nyeri/ Kenyamanan
a. Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda
biasanya koma.
b. Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangangan nyeri
yang hebat, gelisah tidak bisa beristirahat, merintih.
8. Pernapasan
a. Tanda : Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh
hiperventilasi). Nafas berbunyi stridor, terdesak, Ronki, mengi positif
9. Keamanan
a. Gejala : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan
b. Tanda : Fraktur/ dislokasi, Gangguan penglihatan, Gangguan kognitif,
Gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekutan secara umum
mengalami paralisis, Demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh
10. Interaksi Sosial
a. Tanda : Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara
berulang-ulang.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen cedera fisik
2. Ketidakefektifan pola nafas b.d gangguan musculoskeletal
3. Kerusakan integritas jaringan b/d faktor mekanik (tekanan,
koyakan,/robekan, friksal)
C. Rencana Keperawatan
No. DIAGNOSA NOC NIC
1 Nyeri akut b/d Pain Control Pain Management
agen cedera fisik Setelah melakukan tindakan
keperawatan 3 x 24 jam, 1. Lakukan pengkajian
pasien diharapkan nyeri nyeri secara komprehensif
berkurang/ hilang dengan termasuk lokasi,
kriteria hasil : karakteristik, durasi,
1. Mampu mengontrol nyeri frekuensi dan kualitas
2. Melaporkan nyeri
berkurang (1-2) 2. Observasi reaksi non
3. Mampu mengenali nyeri verbal dan
( Skala, intensitas, frekuensi, ketidaknyamanan
dan tanda nyeri) 3. Pilih dan lakukan
4. Menyatakan rasa nyaman penanganan nyeri
setelah nyeri berkurang
(farmakologi, non
5. Vital Sign dalam batas
farmakologi dan
normal
interpersonal)
4. Ajarkan teknik non
Farmakologi
5. Tingkatkan istirahat
DAFTAR PUSTAKA
1. Arief mansjoer. 2000. Kapita Selekta kedokteran. Edisi 3, jakarta
FKUI.
2. Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar KeperawatanMedikal bedah.
Edisi 8, Vol. 3, jakarta, EGC.
3. Huda, Amin. 2015. Nanda, NIC-NOC. Rencana Asuhan keperawatan,
jakarta, Mediaction.
4. Elisabeth j.corwin,2001 buku saku patofisiologi.jakarta EGC.